i IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA BOVINE CITRULLINAEMIA (BC) PADA SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG SKRIPSI Oleh KURNIAH KAMARUDDIN I11111026 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
i
IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA BOVINE
CITRULLINAEMIA (BC) PADA SAPI PERAH
DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Oleh
KURNIAH KAMARUDDIN
I11111026
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
IDENTIFIKASI ALEL PEMBAWA BOVINE
CITRULLINAEMIA (BC) PADA SAPI PERAH
DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
Oleh
KURNIAH KAMARUDDIN
I11111026
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : KURNIAH KAMARUDDIN
NIM : I11111026
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, Agustus 2015
Ttd
KURNIAH KAMARUDDIN
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim…..
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Skripsi dengan judul “Identifikasi Alel Pembawa Bovine Citrullinaemia
pada Sapi Perah di Kabupaten Enrekang” Sebagai Salah Satu Syarat untuk
memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
hanturkan dengan penuh rasa hormat kepada :
1. Dr. Muhammad Ihsan Andi Dagong, S.Pt., M.Si selaku Pembimbing
utama dan Pof. Dr. Ir. H. Herry Sonjaya, DEA. DESselaku pembimbing
Anggota, atassegala bantuan, saran, nasehat serta keikhlasannya untuk
memberikanbimbingan , dari awal penelitian sampai selesainya penulisan
skripsi ini.
2. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
dengan segenap cinta dan hormat kepada ayah tercinta Kamaruddin Ongi
dan ibu Hj. St. Rabiah Mudaing, A. Ma atas segala doa, motivasi, dan kasih
sayang serta materi yang diberikan kepada penulis dan saudara saya
Nasrullah, Patahuddin, Nasruddin, Sudarmin, Aulia dan Hamzah yang
senantiasa memberikan arahan dan ocehan ketika penulis mengalami
masalah.
vi
3. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan
dan seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala
bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.
4. Dr. Muhammad Yusuf, S. Pt, Ph. D selaku ketua Jurusan Produksi Ternak
beserta seluruh Dosen dan Staf jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan
kepada penulis selama menjadi mahasiswi.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Abd Latief Tolleng, M. Sc selaku Penasehat Akademik.
6. Bapak Dosen Dr. Muhammad Yusuf, S. Pt, Ph. D sebagai Koordinator
Laboratorium Reproduki Ternak terima kasih atas bimbingan dan arahannya
selama 1 tahun.
7. Terima Kasih kepada Mohammad Khaedir Ali Said selaku teman setia yang
telah banyak memberikan dukungan baik berupa moril dan materi, semangat
dalam aktivitas perkuliahan sampai penyusunan skripsi.
8. Teman-teman setim penelitian Nurmulyaningsih, Mardhatllah Utami,
Mutmainnah, Magfirah Nur, Evi Harjuna Saad, Awal Rezky Awan dan
terkhusus kepada kanda Nurul Purnomo, S.Pt., M.Si, K’Tri, K’ Abdu dan
Ibu Ida atas segala bantuan sarana dan prasarana, ilmu dan doa dari awal
penelitian sampai akhir penelitian.
9. Kakanda dan Sahabat “Reproduksi Ternak dan Unggas” K’ Fandi, K’
Uci, K’ Lili, K’ Farid, K’ Ichak, K’ dian, K’Aidil, K’ Nawir, k’ Achal, k’
Adi,K’ Randi, K’ Urfi, K’ Ahmi, Cumma dan Ridho terima kasih atas
ilmu serta kebersamaan selama ini.
vii
10. Kepada sahabat dan Kakandaa terkasih dan tersayang “ Mey-mey, Dijah,
Naje, Encheng, Shira, K’ Mala, K’ Fire, Ikha, Wiwi dan K’Vivi atas
segala kebaikan dan kebersamaan yang kalian berikan, semoga dilain waktu
dan kesempatan kitadapat bertemu kembali.
11. Kepada teman seperjuangan Dhani, Armi, Imbung, Uchi, Fajar, Indri,
Muti, Yuyung, Shoa, Jhen, Ancha, Tawa, Yusri, Oyeng, Shirah dan
sahabat “ SOLANDEVEN” Terima kasih atas Kebersamaan dan kebaikan
yang kalian berikan selama penulis kuliah di Fakultas Peternakan.
12. Seluruh staf Dosen dan Pegawai di Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin yang banyak memberikan ilmu, bantuan, moril dan materil
sehingga penulis bisa sampai pada hari ini.
13. Terima kasih kepada kakanda Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10.
14. Terima kasih kepada Teman- teman KKN Gel. 87 Desa Mattirowalie Kecamatan
Bengo Kabupaten Bone, Mentari, K’ Sri, Ulfa K’ Cenne, K’ Indra dan
Arham. Terima Kasih telah mengajarkan arti kekeluargaan dan dukungannya
selama KKN.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terimah Kasih atas
bantunnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapatkekurangan
dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yangsifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Makassar, 21 Agustus 2015
Penulis
viii
ABSTRAK
KURNIAH KAMARUDDIN (I 111 11 026) Identifikasi Alel Pembawa
Bovine Citrullinaemia (BC) pada Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Dibimbing
oleh Muh. Ihsan A. Dagong sebagai pembimbing Utama dan Herry Sonjaya
sebagai pembimbing anggota.
Bovine Citrullinaemia adalah penyakit kelainan genetik yang menyebabkan
peningkatan ammonia dalam peredaran darah. Agar penyakit ini tidak menyebar,
maka disarankan untuk menghindari penyebaran penyakit Bovine Citrullinaemia
(BC) dalam populasi sapi perah agar tidak mengurangi populasi. Tujuan penelitian
ini untuk mengidentifikasi sebaran alel heterozigot dari Bovine Citrullinaemia
(BC) pada Induk sapi perah di kabupaten Enrekang dengan metode PCR-RFLP.
Sebanyak 80 sampel koleksi DNA yang berasal dari Sentra Peternakan sapi perah
Enrekang (50 Kecamatan Cendana dan 30 Kecamatan Angeraja). Sampel DNA
diamplifikasi dengan teknik PCR, produk PCR kemudian di potong menggunakan
enzim retriksi Ava II. Identifikasi alel pembawa BC dihitung berdasarkan
frekuensi genotip dan alelnya. Ditemukan 0,6% frekuensi alel heterozigot Bovine
Citrullinaemia di Kabupaten Enrekang dan masih tergolong sangat rendah.
Kata Kunci: Sapi Perah, Kelainan Genetik , Citrullinaemia, Heterozigot Carrier.
ix
ABSTRACT
KURNIAH KAMARUDDIN (I 111 11 026) Identification of Bovine
Citrullinaemia (BC) disease-carrying alleles in Dairy Cattle from Enrekang
Regency. Supervised by Muhammad Ihsan Andi Dagong as Main Supervisor
and HerrySonjaya as co-supervisor.
Bovine Citrullinaemia (BC) disease is a genetic disorder that causes increased
ammonia in the blood circulation. In order not to spread the disease, it is advisable
to avoid the spread of Bovine Citrullinaemia (BC) disease-carrying alleles in the
dairy cow population. This study aims to identify the distribution of allele carriers
of Bovine Citrullinaemia (BC) in dairy cows in the Enrekang regency using PCR-
RFLP method. A total of 80 DNA samples originating from the dairy
development center in Enrekang (50 heads from Cendana and 30 heads from
Angeraja district). DNA samples were amplified by PCR, PCR products were
then cut using Ava II restriction enzymes. Identification of BC alleles carriers
were calculated based on genotype and allele frequencies. These research found
that about 0.6% of Bovine Citrullinaemia recessive allele frequencies in Enrekang
and still relatively very low.
Key Word : Dairy Cattle, Genetic Disorder, Bovine Citrullinaemia, Carriers
Heterozygot
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
Kelainan Genetik ................................................................................. 3
Bovine Citrullinaemia (BC)................................................................. 4
Keragaman Genetik………………………… ..................................... 5
Teknik PCR ......................................................................................... 6
Penciri DNA ........................................................................................ 7
METODE PENELITIAN ........................................................................... 9
Waktu dan Tempat .............................................................................. 9
Materi Penelitian ................................................................................. 9
Metode Penelitian ………………………… ....................................... 9
Analisa Data.. ....................................................................................... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 13
xi
Amplifikasi Gen Bovine Citrullinaemia .............................................. 13
Identifikasi GenBovine Citrullinaemia dengan metode PCR-RFLP ... 14
Frekuensi Genotipe dan Alel ………………………… ...................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20
LAMPIRAN ................................................................................................ 23
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 27
xii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Sequen primer beserta enzim retruksi endonuklease untuk PCR-RFLP… 12
2. Frekuensi genotipe dan alel … ............................................................. …. 17
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Hasil amplifikasi gen Bovine Citrullinaemia… ................................. ...... 13
2. Visualisasi PCR-RFLP gen Bovine Citrullinaemia … ...................... ...... 15
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Analisis Genetik Populasi Sapi Perah …................................................... 20
2. Dokumentasi Kegiatan Laboratorium........................................................ 24
1
PENDAHULUAN
Sapi merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis tinggi dan
ditemukan hampir di semua negara termasuk Indonesia. Setiap individu memiliki
banyak gen, bila terjadi perkawinan atau persilangan antar individu yang
karakternya berbeda akan menghasilkan keturunan yang semakin banyak
variasinya pada saat persilangan akan terjadi penggabungan gen - gen individu
melalui sel kelamin. Hal inilah yang menyebabkan keanekaragaman gen semakin
tinggi.
Sistem yang digunakan untuk memperbanyak populasi sapi perah di
Indonesia dilakukan dengan inseminasi buatan. Inseminasi buatan secara luas
digunakan dalam pemuliaan sapi perah yang memungkinkan membawabeberapa
kelainan genetik yang bersifat letal di dalam populasi pembibitan pejantan sapi
perah.Salah satu kelainan genetik yang ditemukan pada sapi perah adalah penyakit
Bovine Citrullineamia.
Bovine Citrullineamia adalah penyakit kelainan genetik yang
menyebabkan peningkatan ammonia dalam peredaran darah. Penyakit ini bersifat
letal pada anak sapi perah FH dan hanya mampu bertahan kurang lebih 3 minggu.
Agar penyakit ini tidak menyebar, maka disarankan untuk menghindari
penyebaran penyakit Bovine Citrullinaemia (BC) dalam populasi sapi perah agar
tidak mengurangi populasi. Salah satu upaya untuk menghindari penyebaran
adalah mengidentifikasi alel pembawa Bovine Citrullinaemia (BC) pada sapi
perah di Kabupaten Enrekang.
2
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sebaran alel heterozigot
dari Bovine Citrullinaemia (BC) pada induk sapi perah di kabupaten Enrekang
yang menurunkan sifat kelainan genetik pada keturunannya dapat dilakukan
seleksi alel untuk dapat mengurangi proporsi alel yang memiliki dampak buruk
terhadap penurunan produktivitas sapi perah.
Kegunaan penelitian ini agar dapat menambah informasi mengenai alel
pembawa Bovine Citrullinaemia (BC) pada sapi perah yang terdapat di kabupaten
Enrekang dan dengan diketahuinya ternak yang membawa alel ini dapat diculling
dari populasi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan Genetik
Penyakit genetik adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan bawaan
pada gen atau kromosom, yang jarang berpengaruh pada seekor ternak pada setiap
ribuan bahkan jutaan ternak. Penyakit genetik akan diturunkan dari gen induk,
tetapi sebagian besar disebabkan oleh mutasi baru atau perubahan DNA.
Kebanyakan dari penyakit kelainan genetik jarang diatasi sejak dini, namun
beberapa peningkatan frekuensi ini disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga
membutuhkan beberapa solusi lain. Penyakit genetik terjadi pada semua breed
ternak namun beberapa kelainan yang berkaitan erat dengan beberapa breed
Weaver Syndrome di Brown Swiss sekitar 200 cacat genetik yang berbeda telah
teridentifikasi pada sapi. Kelainan genetik berkontribusi terhadap performa hewan
yang buruk, struktur organ yang tidak sesuai, penyakit semi-letal, dan penyakit
letal dan sebagainya (Glolap et al., 2014).
Pola yang paling sering pada penyakit genetik adalah sifat resesif
sederhana. Gen resesif anak sapi dapat diterima dari pejantan dan induk. Beberapa
penyakit umum yang diketahui dapat menjadi penyebab gen dominan yang tidak
sempurna dan beberapa disebabkan dari dua atau lebih gen (Gholap et al., 2014).
Kelainan genetik pada ternak adalah penyakit yang disebabkan oleh mutasi
pada gen penyandi sifat-sifat fisik dan fisiologi ternak. Pada umumnya kelainan
ini bersifat letal dalam kondisi homozigot resesif. Teknik identifikasi mutan
4
penyebab kelainan genetik telah berkembang sangat pesat dengan memanfaatkan
DNA-relatid techniques (Perwitasaridkk, 2009).
Beberapa kelainan genetik pada sapi perah yang diidentifikasi adalah
Bovine Citrullinaemia, Compex Vertebral Malformation (CVM), Deficiency of
Uridine Monophosphate Synthase (DUMP), dan Factor X1 Deficiency (F11D)
(Perwitasari dkk, 2009)
Bovine Citrullinaemia (BC)
Bovine citrullinaemia adalah kelainan genetik pada FH spesifik pada
metabolisme ternak di seluruh dunia mirip dengan leukosit defisiensi adhesi dan
deficiency of uridine monophosphate synthase, penyakit turunan autosomal resesif
dan breed tertentu. Penyakit ini hasil dari kekurangan argininosuksinat sintase,
menyebab kangangguan enzimatik siklus urea. Mutasi melibatkan substitusi basa
tunggal (C-T) diekson 5 dari argininosuccinate synthetase (ASS), yang mengubah
CGA kodon yang mengkode arginin-86 keTGA, sebuah translasi kodon terminasi.
Hal ini menghasilkan produk peptida singkat (85 asam amino bukan 412) yang
berfungsi menekan aktifitas (Gholapet al., 2014).
Secara klinis, citrullinemia menyebabkan ammonemia (peningkatan
amonia dalam peredaran darah) dan tanda-tanda yang berhubungan dengan
neurologis. Anak sapi yang terkena penyakit citrulllinemia menyebabkan ataksia,
kebutaan, kejang dan kematian. Berbagai berhasil menemukan berbagai
frekuensi pada citrullinemia seperti di AS ditemukan 0,3% kejadian. Sekuensing
DNA menunjukkan bahwa sapi jantan heterozigot untuk mutasi translasi terminasi
sebagai penyebab citrullinaemia sapi diamati bahwa frekuensi pembawa
5
citrullinemia adalah 0,16% teruji pada sapi Holstein Cina (Gholapet al., 2014).
Kelainan genetik bovine citrullinaemia juga ditemukan dibeberapa negara seperti
Australia (Healy at al., 1991), Taiwan (Lin at al., 2001), China (Mei et al., 2009;
Li et al., 2011), Hungary (Fesus et al., 1999) dan India (Kotikalapudi, 2014).
Keragaman Genetik
Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat - sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan,
baik tingkatan gen, tingkatan spesies maupun tingkatan ekosistem. Berdasarkan
hal tersebut, para pakar membedakan keanekaragaman hayati menjadi tiga
tingkatan, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman
ekosistem (Anonim, 2011).
Gen adalah substansi kimia yang menentukan sifat keturunan yang
terdapat di dalam lokus kromosom. Setiap individu makhluk hidup mempunyai
kromosom yang tersusun atas benang -benang pembawa sifat keturunan yang
terdapat di dalam inti sel sehingga seluruh organisme yang ada di permukaan
bumi ini mempunyai kerangka dasar komponen sifat menurun yang sama.
Kerangka dasar tersebut tersusun atas ribuan sampai jutaan faktor menurun yang
mengatur tata cara penurunan sifat organisme. Walaupun kerangka dasar gen
seluruh organisme sama, namun komposisi atau susunan, dan jumlah faktor dalam
kerangka biasa berbeda - beda. Perbedaan jumlah dan susunan faktor tersebut
akan menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen. Hal ini terjadi melalui proses
pertukaran gen, dan dinamika genom yang terjadi pada tingkat DNA yang
menghasilkan evolusi pada suatu spesies tertentu sebagai akibat dari reproduksi
6
seksual, dimana perbedaan genetik antara individu digabungkan dalam keturunan
mereka untuk menghasilkan kombinasi gen baru atau dari mutasi yang
menyebabkan perubahan DNA, hampir tidak ada dua anggota dari spesies yang
sama yang secara genetik identik (Anonim,2014).
Teknik PCR
Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu reaksi in vitro untuk
menggandakan molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis
molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA tersebut dengan
enzim polymerase dan oligonukleotida pendek sebagai primer dalam mesin
termocycler. Primer merupakan oligonukleotida spesifik yang menempel pada
bagian sampel DNA yang akan diperbanyak. Enzim polymerase merupakan enzim
yang dapat mencetak urutan DNA baru (Williams, 2005).
Salah satu teknik PCR yang dapat digunakan yaitu Restriction Fragment
Length Polymorphism (RFLP). Metode RFLP dapat digunakan untuk menganalisa
secara molekuler keragaman genetik diantara individu dalam suatu populasi.
Selain itu teknik ini mempunyai spesifitas sampai tingkat inter spesies dimana
adanya mutasi pada daerah non coding DNA menyebabkan perbedaan tempat
pemotongan oleh enzim tersebut dapat dipisahkan melalui elektroforesis gel
agarosa. Perbedaan pola potongan DNA atau polimorfisme tersebut akan
diwariskan kepada generasi berikutnya. Metode analisa ini juga dapat digunakan
untuk menentukan kesamaan dan perbedaan kedua gen (Primarck et al.,1998).
Kelebihan dari penggunaan metode ini yaitu bersifat kodominan, sehingga
sangat baik untuk komparatif pemetaan genom. Polymorphisme akan
7
menghasilkan perbedaan ukuran fragmen yang terpotong, sehingga setiap siklus
restriksi dapat dipetakan, dapat diturunkan dari nuclear genom, kloroplas genom,
dan mitokondria genom (Adams et al., 1992).
Penciri DNA (Marker Assited Selection)
Salah satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak adalah seleksi terhadap
keturunan yang membawa sifat-sifat tertentu yang diinginnkan. Pemanfaatan
penanda molekuler DNA dalam proses seleksi ternak terbukti telah memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan cara-cara konvensional. Penanda molekuler
DNA (marker genetik) yang sudah teridentifikasi berassosiasi dengan
Quantitative Trait Loci(QTL) yang bernilai ekonomis dapat digunakan untuk
meningkatkan akurasi, kecepatan dan intensitas seleksi (Van der Warf, 2000).
Pada pemuliaan ternak secara konvensional, seleksi terhadap keturunan
yang membawa gen tertentu dilakukan pada level fenotipik pada tiap-tiap
generasi. Dari segi pengaruh ekonomi dan waktu, seleksi terhadap ternak yang
memiliki keunggulan genetik berdasarkan sifat fisik yang dapat diamati secara
langsung adalah sangat tidak efektif dan efisien. Walaupun demikian, metode ini
telah banyak digunakan terutama dalam kasus-kasus tertentu seperti diagnose
untuk pembawa penyakit-penyakit genetik tertentu. Kebutuhan untuk pemuliaan
ternak telah mendorong perkembangan penanda genetik (Marker Assited
Selection/MAS) (Nicholas, 1996).
Penggunaan Marker Assited Selection (MAS) didasarkan pada gagasan
bahwa terdapat gen yang memegang peranan utama dan menjadi sasaran atau
target spesifik dalam seleksi (Van der Warf, 2000). Beberapa sifat yang
8
dikendalikan oleh gen tunggal seperti warna bulu merupakan pola pewarisan sifat
yang sederhana, namun beberapa sifat utamanya sifat produksi yang kompleks
(kuantitatif) dikontrol oleh banyak gen (polygenes) (Nicholas, 1996; Noor, 2008).
Gen-gen disebut sebagai utama (major gene) yang terletak pada lokus sifat
kuantitatif (QTL). Marker gen telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi
ternak sapi yang memiliki performa lebih bagus (Barendeset al., 2008).
Implementasi MAS yang dikombinasikan dengan teknologi reproduksi
dalam industri peternakan telah menguasai pasaran genetik dalam bisnis global.
Hal ini telah memungkinkan plasma nutfah dari suatu individu menghasilkan
keturunan dalam jumlah besar untuk kemudian dievaluasi secara genetik dalam
berbagai manajemen dan lingkungan. Kombinasi seleksi menggunakan Marker
DNA Terciri (Marker Assited Selection/MAS) dengan teknologi reproduksi dapat
memperpendek interval generasi sekitar 45-69 bulan pada sapi (Bishop et al.,
1995) dan mempercepat genetik yang diinginkan pada ternak.
9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Juni 2015 di Kabupaten
Enrekang (pengambilan sampel) dan di Laboratorium Bioteknologi Terpadu,
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar (ekstraksi DNA).
Materi Penelitian
Materi utama penelitian ini adalah sampel DNA dari koleksi sampel DNA
Laboratorium Terpadu yang berjumlah 80 sampel yang berasal dari Sentra
Peternakan sapi perah Enrekang yang diambil dari dua kecamatan yaitu
Kecamatan Cendana 50 sampel induk dan Kecamatan Angeraja 30 sampel induk.
Bahan pendukung antara lain Primer (Primer gen BC, Enzim AvaII), bahan PCR
(dNTP mix, Enzim Taq DNA polymerase), bahan elektroforesis (Tris Base, asam
borat, Agarose, gel, Na2 EDTA, Ethidium bromide, Marker DNA, DNA Loading
dye), tissue, alkohol 70% dan plastik mika.
Alat yang digunakan yaitu: mesin PCR (Eppendorf Germany), centrifuge,
alat pendingin, tabung eppendorf besar kecil, gel documention, mikropipet, tip,
rak tabung, elektroforesis, autoclave, timbangan, sarung tangan.
Metode Penelitian
Ekstraksi DNA
DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi
Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol
ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan dengan
10
menambahkan 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10 mg/ml),
campurkan kemudian inkubasi pada suhu 56o C selama 60 menit di dalam
waterbath shaker. Setelah inkubasi larutan kemudian ditambahkan 200 µl Ethanol
absolute 96% dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.
Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan
penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer 1 yang kemudian dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatanya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatanya dibuang,
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada
8.000 x g selama 1 menit untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan
disimpan pada suhu -20o C.
Teknik PCR-RFLP
Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 yang terdiri
atas 2 DNA 100 ng, 0.3 mM primer BC, 150 uM dNTP , 1 mM MgCl2, 0.1 l
Taq DNA polymerase dan 1x buffer. Kondisi mesin PCR dimulai dengan
denaturasi awal pada suhu 94 x 3 menit, diikuti dengan 35siklus berikutnya
masing-masing denaturasi 94 x 30 detik, dengan suhu anneling yang berbeda-
beda diantara gen target yaitu :57 x 45 detik untuk ukuran primer BC, yang
dilanjutkan dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72 selama 30 detik
dengan menggunakan mesin PCR (Eppendorf, Germany). Produk PCR kemudian
di elektroforesis pada gel agarose 0,6 g dengan buffer 1x TBE (89 mM Tris, 89
mM asam borat, 2 mM Na2EDTA) yang mengandung 100 ng/ml ethidium
11
bromide. Kemudian divisualisasi pada UV transiluminaror (gel documentation
system).
Produk PCR yang diperoleh dari masing-masing gen target kemudian
dianalisis menggunakan RFLP melalui pemotongan menggunakan enzim Ava II
yang memiliki situs pemotongan pada gen BC. Sebanyak 4 l DNA produk PCR
ditambahkan 0,5 l, selanjutnya dilakukan inkubasi selama 17 jam pada suhu
37 .Analisis produk RFLP dilakukan dengan elektroforesis pada gel
polyacrylamide dan pewarnaan dengan perak mengikuti metode Tegelstrom
(1992).
Elektroforesis pada Gel Poliakrilamid
Komponen gel polyacrylamide terdiri atas campuran 30% acrylamida dan
bisacrylamid sebanyak 6 ml, 10 x TBE sebanyak 6 ml, H2O sampai mencapai
volume 30 ml, temed sbanyak 20 μl, 10% APS 200 μl. Sampel DNA tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel setelah gel diletakkan pada tangki
elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga 1 x TBE. Elektroforesis
dilakukan pada voltase konstan 250 V selama 120 menit pada suhu ruang.
Silver stainning (Pewarnaan Perak) Pewarnaan dengan perak dilakukan
melalui serangkaian proses yaitu pewaraan gel dengan larutan stainning dengan
merendam gel dalam larutan yang terdiri atas 0,2 g AgNO3 ; 80 μl NaOH 10 N ;
0,8 ml NH4OH ; 200 ml akuades selama selama 15 menit. Gel kemudian dicuci
kembali dengan aquades selama 20 menit sambil digoyang untuk menghilangkan
perak yang tidak berikatan dengan DNA. Fragmen DNA yang berikatan dengan
perak dapat dideteksi dengan merendam gel dalam larutan NaOH 0,03 g/ml dan
12
formalin yang dipanaskan pada suhu 45 oC sampai fragmen pita DNA tampak.
Setelah fragmen DNA tampak, reaksi kemudian dihentikan dengan menggunakan
asam asetat glasial (200 μl / 200 ml aquades). Penentuan alel dilakukan dengan
cara menginterpretasi pita (band) yang terbentuk paling jauh migrasinya ke kutub
anoda sebagai alel "a", berikutnya alel "b" dan seterusnya.
Tabel 1. Sequen primer beserta enzim retruksi endonuklease untuk PCR-RFLP
Jenis
Primer Sekuen DNA
Enzim
Restruksi
Panjang
PCR Sumber
BC F:
5’GGCCAGGGACCGTGTTCATTG
AGGACATC - 3’
R: 3’-
TTCCTGGGACCCCGTGACACAT
ACTTG -3’
Ava II 198 bp Grupe, et
al.,1996
F = Forward, R = Reverse
Analisa Data
Keragaman genotipe tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pita-pita DNA
gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan ukuran
(marker) yang sama dan dihitung frekuensi alelnya. Frekuensi alel bisa dihitung
dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):
∑
Keterangan :
Xi = Frekuensi alel ke –i
nii =jumlah sampel yang bergenotif ii (homozigot)
nij = jumlah sampel yang bergenotif ij (heterozigot)
n = jumlah sampel
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen Bovine Cittrullinaemia
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada sampel sapi perah di
Kabupten Enrekang bahwa Gen Bovine Cittrullinaemia exon 5 berhasil
diamplifikasi dengan menggunakan mesin Eppendorf Germany, dengan suhu
annealing 57oC. Hasil amplifikasi gen dapat divisualisasikan pada gel agarose
1,5% yang dapat lihat pada Gambar 1. Panjang produk hasil amplifikasi gen
Bovine Cittrullinaemia exon 5 adalah 198 bp.
Gambar 1. Hasil Amplifikasi Gen Bovine Cittrullinaemia yang divisualisasi
padaGel Agarose 1,5%, M : Marker (100 bp) ; 1-5 : sampel sapi Perah
dari Kabupaten Enrekang; bp : base pair
Panjang fragmen gen Bovine Cittrullinaemia exon 5 pada penelitian yang
dihasilkan yaitu 198 bp. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dihasilkan oleh
Grupe et al., (1996) dan Meydan et al., (2010) bahwa panjang produk PCR untuk
gen Bovine Cittrullinaemia adalah 198 bp. Sedangkan yang dihasilkan
Kotikalapudi et al., (2014); Oner et al., (2010) dan Perwitasari dkk., (2008)
adalah 185 bp, Vatasescu et al., (2006) 200 bp dan Li et al., (2011) 177 bp. Hasil
14
amplifikasi gen pada tahap PCR berfungsi untuk mengetahui panjang fragmen gen
yang ingin diteliti namun belum diketahui normal, heterozigot atau resesif,
sehingga dilanjutkan ketahap RFLP.
Perbedaan panjang fragmen gen Bovine Cittrullinaemiadisebabkan panjang
primer yang digunakan dalam teknik PCR berbeda. Perbedaan panjang primer
akan berpengaruh terhadap panjang fragmen hasil amplifikasi, umumnya panjang
primer tersusun oleh 18-30 basa. Haryono dan Rudiretna,(2000) Primer dengan
panjang <18 basa akan menjadikan spesifisitas primer rendah. Untuk ukuran
primer yang pendek kemungkinan terjadinya mispriming (penempelan primer di
tempat lain yang tidak diinginkan) tinggi, ini akan menyebabkan berkurangnya
spesifitas dari primer tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada efektifitas
dan efisiensi proses PCR. Sedangkan untuk panjang primer >30 basa tidak akan
meningkatkan spesifitas primer secara bermakna dan ini akan menyebabkan lebih
mahal.
Keberhasilan dalam mengamplifikasi DNA dengan PCR dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu : kualitas dan kuantitas DNA, temperatur annealing primer,
kualitas dan konsentrasi primer, konsentrasi MgCl2, dNTP, enzim DNA polymerase,
dan jumlah siklus PCR yang digunakan (Aryani, 2007).
Identifikasi Gen Bovine Citrullinaemia dengan metode PCR-RFLP
Penentuan genotip gen Bovine Citrullinaemia exon5 pada sapi Perah pada
penelitian ini menggunakan PCR-RFLP yang dideteksi berdasarkan banyaknya
pita yang muncul dengan Enzim Ava II . Enzim Ava II mengenali situs
pemotongan (TGA).
15
Hasil visualisasi menggunakan gel Polyacrylamide 8% dengan melihat
panjang fragmen gen Bovine Citrullinaemia dan enzim Ava II sebagai enzim
pemotong menunjukkan bahwa fragmen yang didapatkan adalah 198 bp, 109 bp,
89 bp. Genotip yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Visualisasi PCR-RFLP gen Bovine Citrulinaemia, M: marker 100 bp,
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13 genotip homozigot (Normal) +/+, dan baris 8
genotip heterozigot (BC carier) +/-.
Genotip yang diperoleh dibedakan berdasarkan jumlah pita yang muncul
dalam gel Polyacrylamide 8% yaitu genotip homozigot +/+ yang dihasilkan oleh
dua fragmen (89 bp dan 109 bp) dan genotip heterozigot +/- dihasilkan tiga
fragmen (89 bp, 109 bp dan 198 bp). Hal ini sesuai dengan penelitian Grupe et
al.(1996) dan Meydan et al., (2010) bahwa hasil produk PCR gen BC yang telah
di potong menggunakan enzim Ava II menghasilkan dua fragmen yaitu 89 bp dan
109 bp untuk alel normal dan yang karier menghasilkan tiga fragmen yaitu 89 bp,
109 bp dan 198 bp.
16
Alel normal pada gen BC yang dipotong degan enzimAva II dan
divisualisasi menggunakan gel Polyacrylamide atau gel Agarose menghasilkan
dua fragmen, hal ini menandakan bahwa pada sekuen DNA pada alelnya
normalkarena tidak ditemukan titik mutasi. Genotipe heterozigot yang membawa
alel normal dan alel resesifbovine citrullinaemiaakan menghasilkan tiga fragmen,
sedangkan genotipe homozigot resesif hanya menghasilkan satu fragmen karena
ditemukan titik mutasi yang mengubah susunan DNA sehingga tidak dikenali oleh
enzim Ava II.Grupeet al., (1996); Patel et al., (2006)titik mutasi BC merupakan
perubahan dari C (sitosin) menjadi T (timin) sehingga susunan kodon CGA yang
menyandi arginin berubah menjadi stop kodon (TGA) di kodon 86 yang
mengkode gen argininosuccinate synthetase(ASS) menyebabkan gangguan siklus
urea.
Salah satu reaksi dalam siklus urea adalah sintesis arginosuksinat
(argininosuccinate synthetase)dalam reaksi ini, aspartat dan sitrulin diikat
bersamaan melalui gugus amino aspartat. Reaksi membutuhkan ATP, dan
cenderung kuat ke sintesis arginosuccinate. Tahap selanjutnya pembelahan
arginosuccinate menjadi arginin dan fumarat. Penyakit bovine citrullinaemia
terjadi karena yang menyandi arginin berubah menjadi stop kodon sehingga asam
amino hanya 85 yang seharusnya 412 asam amino, sehingga sintesis
arginosuccinate tidak sempurna (Anonim, 2013).
17
Frekuensi Genotipe dan Alel
Hasil analisis frekuensi genotip dan alel pada fragmen gen BC pada sapi
perah dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi Genotip dan Alel Gen BC
Lokasi Genotip (%) Alel (%)
+/+ +/- + -
Kec. Cendana 100 0 100 0
Kec. Anggeraja 96,7 3,3 98,3 1,7
Total 98,75 1,25 99,4 0,6
Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa frekuensi alel
homozigot +/+ di kecamatan Cendana 100% dan tidak ditemukan alel heterozigot.
Di kecamatan Angeraja frekuensi alel homozigot +/+ adalah 98,3% dan
ditemukan alel heterozigot +/- 1,7% karena ditemukan 1 sampel heterozigot pada
populasi yang terdeteksi melalui hasil visualisasi PCR RFLP pada gel
poliagrilamide. Total frekuensi alel normal +/+ adalah 99,4% dan frekuensi
heterozigot +/- adalah 0,6%. Nilai ini sangat kecil dikarenakan jumlah sampel
yang diteliti sedikit.
Jumlah alel pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh
Perwitasari dkk., (2008) yang menemukan 0,14% frekuensi alel heterozigot
(karier) di peternakan rakyat. Mei et al.,(2009) menemukan frekuensi alel
heterozigot 1,55% di provinsi Shandong Cina. Li et al.,(2011) 0,16% Cina. Gaur
et al., (2012) 1,67% di India. Frekuensi alel tetinggi ditemukan di Australia
sebanyak 50% sapi FH Australia dan 30% dari pejantan di pusat IB merupakan
jantan turunan dari Linmack Kriss King (LMKK) Healy et al., (1991). Telah
18
dilaporkan oleh Robinson et al., (1993); Grupe et al.,(1996) bahwa di USA dan
Jerman, frekuensi citrullinaemia masih sangat rendah, sedangkan di Turki dan
Iran tidak ditemukan alel heterozigot dalam populasi (Meydan et al., 2011;
Eydivandi et al., 2011).
Frekuensi alel heterozigot dalam populasi kelihatan sangat rendah, namun
jika tidak ada tindak lanjut untuk menghilangkan sifat karier ini maka alel mutan
akan menyebar pada keturunannya. Seperti yang diungkapkan Eydivandi et al.,
(2011) Sapi normal yang dikawinkan dengan sapi heterozigot akan menghasilkan
keturunan 50% homozigot dan 50% heterozigot, ketika sapi heterozigot
dikawinkan dengan heterozigot maka potesi keturunannya 25 % normal, 50%
heterozigot dan 25% letal.
19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ditemukan 0,6%frekuensi alel heterozigot Bovine Citrullinaemia di
Kabupaten Enrekang dan masih tergolong sangat rendah.
Saran
Perlu dilakukan identifikasi tentang sapi-sapi lokal di Sulawesi Selatan
untuk mencegah penyebaran kelainan genetik BC dalam populasi sehingga
mengurangi kerugian bagi peternak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.L.P., J.T. Knowle dan D.P. Leader. 1992. The Biochemistry of the
Nucleid Acids (11th
ed). Chapman dan Hall Publishing, London.p 117-120.
Anonim. 2011. Keanekaragaman Hayati(Biodiversitas).https://muntul.files.
wordpress.com/2011/12/keanekaragaman-hayati1.pdf [21 Februari 2015].
. 2013.Pengertian Tahapandan Proses Siklus Urea pada Manusiadan
Hewan.https://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/pengertian-tahapan-
dan-proses-siklus-urea-pada-manusia-dan-hewan.html?m=1. [21 Februari
2015].
. 2014. Keanekaragaman Genetik (Genetic Diversity) .https://yamewa. wordpress
.com/2014/01/14/56/. [21. 2. 2015].
Aryani, Any dan D. Kusumawaty. 2007. Prinsip-prinsip Polimerase Chain
Reaction (PCR) dan Aplikasinya. Program Studi Biologi Jurusan Pendidikan Biologi UPT.
Barendse, W., B.E. Harrison, R.J. Bunch, and M.B. Thomas. 2008. Variation at
the calpain 3 gene is associated with meat tenderness in Zebu and
composite breeds of cattle. Biomed Central Genetics.9(41): 1-8.
Bishop, M.D., G.A. Hawkins and C.L. Keener. 1995. Use of DNA markers in
animal selection. Theriogenology. 43:61-70.
Eydivandi, C., C.Amirinia, N.E.J. Khanzan, Chamani, J. Fayazi and H.R.
Seyedabadi. 2011. Study of citrullinaemia disorder in khuzestanholstein
cattle population of Iran. African Journal of Biotechnology. 11(10): 2587-
2590.
Fesus, L., I. Anton, A. Zsolna. 1999. Marker assisted selection in livestock.
DUMPS, Weaver-diseases andCitrullinaemia in cattle population. Allatt-
es-Takarm.48: 193-203.
Gaur, U., T.G. Sathe, A. Roy, P.S.S. Sunkara, R.K. Patel, P.S.Venkatesh. 2012.
Polymorphism in arginosuccinatesynthase gene in IndianHolstein.
Internayional Journalof Veterinari Science. 1: 115-117.
Gholap, P.N, D.S. Kale., and A.R. Sirothia. 2014. Genetic diseases in cattle.
Research Journal of Animal Veterinary and Fishery SciencesUniversity,
Nagpur, MS, INDIA . 2(2): 24-33.
21
Grupe, S., G. Dietle , and M. Schwerin. 1996. Population survey of citrullinemia on
German Holsteins. Livestock Production Science. 45: 35-38.
Healy, P.J., J.A. Dennis, L.M. Camilleri, J.L. Robinson, A.L. Stell,and R.D.
Shanks 1991. Bovine citrullinaemia traced tothe sire of linmack kriss
King. Australian Veterinary Journal. 68 (4): 155.
Kotikalapudi, R., R.K. Patel, R.S. Kushwah, and P.S.S. Sunkara.
2014.Identification of citrullinaemia carrier and detection of a newsilent
mutation at 240bp position in ass1 gene of normal holstein cattle.Genetika.
46 (2) :515 -520.
Lee B., J.A. Dennis, P.J. Healy, B. Mull, L. Pastore, H. Yu, E.A. Cordova, W.
O’Brien, P. Reeds, and L. Beaudet. 1999. Hepatocyte gene therapy in a
large animal: a neonatal bovine model of citrullinemia. Proceeding of the
National Academy Science.96(7):3981-3986.
Li, J., H. Wang, Y. Zhang, M., Hou, J. Zhong, and Y.Zhang. 2011. Identification
of BLAD and citrullinemia carriers inChinese Holstein cattle. Animal
Science Papers and Reports. 29: 37-42.
Lin, D., Y. Huang, J. Chen, T. Yang, T. Shiao, and H.Chang. 2001. Investigation
of Citrullinaemia of dairy cattle in Taiwan.J Taiwan Livestock Res. 34:
279-284.
Mei, W.H., L.J. Bin, H.M. Hai, Z.X, Hong, L.W. Hao, and N.J. Feng. 2009.
Development and application of PCR-RFLP fordetecting bovine
citrullinaemia and deficiency of uridine monophosphate synthase. Chinese
J Vet Sci. 29: 661-664.
Meydan H.a M. Uğurlu, M.A. Yildiz. 2011. Monitoring of BLAD, DUMPS,
CVM, BC and FXID in Turkish Native cattle breeds.Agricultural
Sciences18: 239-245
Meydan, H., M. A. Yildiz, J.S. Agerholm. 2010. Screening for bovine leukocyte
adhesion deficiency, deficiency of uridine monophosphate synthase,
complex vertebral malformation, bovine citrullinaemia, and factor XI
deficiency in Holstein cows reared in Turkey. Acta Veterinaria
Scandinavica. 52-56.
Nei, M., and S. Kumar. 2000. Moleccular Evolutian and Phylogenetics. Oxford
University Press.New York.
Nicholas, F.W. 1996. Introduction to Veterinary Genetics. New York. Oxford
University Press.
22
Noor R. R. 2008. Genetika Ternak. Ed Ke-2 Jakarta. Penebar Swadaya.
Oner, Y.A., C. Keskin, Elmasi. 2010. Identification of BLAD, DUMPS,
Citrullinaemia and FXI deficiency in holsteincattle in turkey. Asian J
Anim Vet Advan., 5: 60-65.
Patel, R.K., K.M. Singh, K.J. Soni, J.B. Chauhan, Sambasiva, K.R.S. Rao. 2006.
Lack of carriers of Citrullinaemia andDUMPS in Indian Holstein cattle. J
Applied Genet., 47: 239-242.
Perwitasari, D., A. Anggraeni, B. Tiesnamurti, N. Khabibah, dan K.
Mahfud.2009. Identifikasi molecular beberapa kelainan genetik pada sapi
perah. Hasil Penelitian. Pengajar Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Primack, R. B, J. Supriatna, M. Indrawan dan Kramadibrata. 1998. Biologi
Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Robinson, J.L., J.L. Burns, C.E. Magura, R.D. Shanks. 1993. Low incidence of
Citrullinaemia carriers among dairycattle of the United States. J Dairy Sci.,
76: 853-858.
Tegelstrom, H. 1992. Mithocondrial DNA in natural population: An improved
routine for screening of genetic bariation breed on sensitive silver staining.
Electrophoresis. 7:226-22.
Van der Warf, J. 2000. An overview of animal breeding programs. Di
dalam:Kinghorn B, Van der Werf J, editor. QTL course:Identifiying
andIncorporating Genetic Markers and Major Genes in Animal Breeding
Programs. Armidale, Australia. University of New England.
Vătăşescu R., S.E.Georgescu, K. Steliana, M.M. Adina, R. Mariana, D. Anca,
C.D. Tesio, C. Marieta. 2006. Citrullinemia diagnostication on cattle
breed.Zootehnie şi Biotehnologii. 39 (1): 127-130.
Williams, J. L. 2005. The use of marker assited selection in animal breeding and
biotechnology. Rev Sci Tech Oie. 24: 379-391.
23
Lampiran 1. Frekuensi Genotipe dan Alel
*****************************************************
* *
* POPULATION GENETIC ANALYSIS *
* *
*****************************************************
Date : 2015/9/2
Time : 9:1:9
Data Description : Test Data Set II: Diploid Data
************************************************************************
** **
** Single-Population Descriptive Statistics **
** **
************************************************************************
population ID : 1
population name : none
* Population : 1 @ Locus : 11 *
Monomorphic locus: No further analysis !!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Allele Frequency of population 1 :
==============================
Allele \ Locus 11
==============================
Allele 1 1.0000
Allele 2
==============================
Summary Statistics of population 1 :
population ID : 2
population name : none
* Population : 2 @ Locus : 11 *
============================================================
Genotypes Obs. (O) Exp. (E) (O-E)²/E 2*O*Ln(O/E)
============================================================
(1, 1) 29 29.0000 0.0000 0.0000
(2, 1) 1 1.0000 0.0000 0.0000
(2, 2) 0 0.0000 0.0000 0.0000
============================================================
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
24
Allele Frequency of population 2 :
==============================
Allele \ Locus 11
==============================
Allele 1 0.9833
Allele 2 0.0167
==============================
Summary Statistics of population 2 :
************************************************************************
** **
** Multi-populations Descriptive Statistics **
** **
************************************************************************
* Overall @ Locus : 11 *
============================================================
Genotypes Obs. (O) Exp. (E) (O-E)²/E 2*O*Ln(O/E)
============================================================
(1, 1) 79 79.0000 0.0000 0.0000
(2, 1) 1 1.0000 0.0000 0.0000
(2, 2) 0 0.0000 0.0000 0.0000
============================================================
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Overall Allele Frequency :
==============================
Allele \ Locus 11
==============================
Allele 1 0.9937
Allele 2 0.0063
==============================
Overall Summary Statistics:
25
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan
Sampel Darah Persiapan Ekstraksi DNA
Mesin PCR Elektroforesis Agarose
Portex
Elektroforesis Polyagrilamide Autoclave
27
RIWAYAT HIDUP
KURNIAH KAMARUDDIN (I 111 11 026 ), lahir di
Barru, pada tanggal 10 September 1992 dari pasangan
Kamaruddin Ongi dan Hj. St. Rabiah, A. Ma. Penulis
menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD. Inpres
Galung pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke
Madrasah Tsanawiah DDI Takkalasi selesai pada tahun 2008 dan melanjutkan ke
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Barru selesai pada tahun 2011. Penulis
kemudian diterima di Universitas Hasanuddin Makassar, Fakultas Peternakan,
melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011. Selama kuliah penulis
pernah menjadi Asisten Reproduksi Ternak. Penulis juga merupakan anggota
Senat Mahasiswa Peternakan dan anggota Himpunan Produksi Ternak
(HIMAPROTEK).