Top Banner
Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020 867 ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: PEMUDA/I DAN MASA DEPAN DUSUN Anita Novianty 1 , Olivia Hadiwirawan 2 , dan Johana E. Prawitasari 3 1 Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) [email protected] 2 Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) [email protected] 3 Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) [email protected] ABSTRAK Setahun setelah gempa besar melanda Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di sebelah Selatan, bersama penduduk di salah satu dusun di sana, kami menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan peristiwa setelah gempa. Banyak sekali dana nasional dan internasional mengalir di situ terutama untuk menghidupkan kembali ekonomi dan pembangungan rumah yang hancur. Untuk mencerminkan situasi setelah gempa, kami kemudian menggunakan tradisi budaya lokal dan menyebut kegiatan itu sebagai Panggung Gembira. Setelah duapuluh tahun berlalu, kami kemudian menengok kembali kegiatan Panggung Gembira. Bersama dengan kaum muda, kami mendampingi mereka untuk menyelenggarakan kegiatan itu termasuk mengumpulkan dana dan berlatih Panggung Gembira yang didampingi oleh seorang praktisi psikodrama. Kegiatan pengabdian masyarakat ini telah berlangsung selama 3 tahun meliputi tahapan persiapan/asesmen awal, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tujuan makalah ini menyajikan evaluasi penyelenggaraan Panggung Gembira sebagai tempat untuk mencerminkan situasi dusun saat ini. Tahapan valuasi dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, dan hasilnya disajikan secara naratif. Adapun hasil evaluasi menunjukkan dinamika kelompok dalam proses kegiatan ini. Beberapa enggan untuk mengambil keputusan apabila tidak semua anggota kelompok menyetujui kegiatan. Adanya pencampuran unsur lokal yang dicerminkan oleh pemuda/i di atas panggung, serta harapan pemuda/i dusun ke depan. Selain itu, hasil evaluasi ini juga menunjukkan bahwa Panggung Gembira sebagai terapan dari pendekatan penelitian tindakan berbasis partisipasi masyarakat dapat dijadikan model untuk pengabdian masyarakat yang menjembatani antara kerjasama jangka panjang antara universitas dan masyarakat. Kata Kunci: Dusun, Evaluasi, Panggung Gembira, Pemuda/i ABSTRACT A year after a heavy earthquake in Yogyakarta and its vicinities on May 26, 2006, together with the villagers we organized activities related to the situations aftermath. There were lots of national and international funds to be distributed to assist the villagers to survive financially, specifically to build their destroyed houses. To reflect the situation, we decided to use local arts, and we called the performance as Panggung Gembira. After twenty years passed by, we decided to revisit the Panggung Gembira. We collaborated with the youth. We facilitated them to organize the activities including fund raising and practicing Panggung Gembira assisted by a person who was a psychodrama practitioner. This community service was conducted in 3 years, including initial assessment, planning, implementation, and evaluation steps. The purpose of the paper is presenting the evaluation of the Panggung Gembira as a place to reflect the village current situation. Evaluation step was conducted by focused group discussion, and the results were presented in narrative way. The results showed There was a group dynamic in the activities. Some were reluctant to make a decision unless it was confirmed by the group. There was combination between local and modern components on the stage by youths, as well as their future goal related their village. This evaluation also showed Panggung Gembira as implementation of community-based participatory action research, that could be a community service model to bridge university-community partnership in long term. Keywords: Evaluation, Panggung Gembira, Youth, Village
11

ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Nov 20, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

867

ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA:

PEMUDA/I DAN MASA DEPAN DUSUN

Anita Novianty1, Olivia Hadiwirawan2, dan Johana E. Prawitasari3

1Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) [email protected]

2 Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) [email protected]

3 Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) [email protected]

ABSTRAK

Setahun setelah gempa besar melanda Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di sebelah Selatan, bersama penduduk di salah satu dusun di sana, kami menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan peristiwa setelah gempa. Banyak sekali dana nasional dan internasional mengalir di situ terutama untuk menghidupkan kembali ekonomi dan pembangungan rumah yang hancur. Untuk mencerminkan situasi setelah gempa, kami kemudian menggunakan tradisi budaya lokal dan menyebut kegiatan itu sebagai Panggung Gembira. Setelah duapuluh tahun berlalu, kami kemudian menengok kembali kegiatan Panggung Gembira. Bersama dengan kaum muda, kami mendampingi mereka untuk menyelenggarakan kegiatan itu termasuk mengumpulkan dana dan berlatih Panggung Gembira yang didampingi oleh seorang praktisi psikodrama. Kegiatan pengabdian masyarakat ini telah berlangsung selama 3 tahun meliputi tahapan persiapan/asesmen awal, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tujuan makalah ini menyajikan evaluasi penyelenggaraan Panggung Gembira sebagai tempat untuk mencerminkan situasi dusun saat ini. Tahapan valuasi dilakukan dengan diskusi kelompok terarah, dan hasilnya disajikan secara naratif. Adapun hasil evaluasi menunjukkan dinamika kelompok dalam proses kegiatan ini. Beberapa enggan untuk mengambil keputusan apabila tidak semua anggota kelompok menyetujui kegiatan. Adanya pencampuran unsur lokal yang dicerminkan oleh pemuda/i di atas panggung, serta harapan pemuda/i dusun ke depan. Selain itu, hasil evaluasi ini juga menunjukkan bahwa Panggung Gembira sebagai terapan dari pendekatan penelitian tindakan berbasis partisipasi masyarakat dapat dijadikan model untuk pengabdian masyarakat yang menjembatani antara kerjasama jangka panjang antara universitas dan masyarakat. Kata Kunci: Dusun, Evaluasi, Panggung Gembira, Pemuda/i

ABSTRACT A year after a heavy earthquake in Yogyakarta and its vicinities on May 26, 2006, together with the villagers we organized activities related to the situations aftermath. There were lots of national and international funds to be distributed to assist the villagers to survive financially, specifically to build their destroyed houses. To reflect the situation, we decided to use local arts, and we called the performance as Panggung Gembira. After twenty years passed by, we decided to revisit the Panggung Gembira. We collaborated with the youth. We facilitated them to organize the activities including fund raising and practicing Panggung Gembira assisted by a person who was a psychodrama practitioner. This community service was conducted in 3 years, including initial assessment, planning, implementation, and evaluation steps. The purpose of the paper is presenting the evaluation of the Panggung Gembira as a place to reflect the village current situation. Evaluation step was conducted by focused group discussion, and the results were presented in narrative way. The results showed There was a group dynamic in the activities. Some were reluctant to make a decision unless it was confirmed by the group. There was combination between local and modern components on the stage by youths, as well as their future goal related their village. This evaluation also showed Panggung Gembira as implementation of community-based participatory action research, that could be a community service model to bridge university-community partnership in long term. Keywords: Evaluation, Panggung Gembira, Youth, Village

Page 2: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

868

1. PENDAHULUAN Panggung Gembira adalah salah satu metode yang diinisiasi oleh psikolog klinis senior, Johana E. Prawitasari, sebagai salah satu wadah dusun bercermin atas isu sosial yang terjadi pasca gempa pada bulan Mei 2006 (lihat Prawitasari, 2011). Pada saat itu, banyak bantuan sosial datang. Akan tetapi seiring dengan bantuan tersebut, muncul pula kecurigaan di kalangan warga dusun terhadap ketidakadilan distribusi bantuan. Retaknya kepercayaan antar warga dusun ini seolah seperti bencana susulan, karena pasca bencana kohesivitas warga justru diperlukan untuk membangun kembali dusun baik dari segi infrastruktur pribadi dan publik, maupun keguyuban warga dusun sebagai satu komunitas untuk bangkit bersama. Dusun yang menjadi tempat pengabdian masyarakat ini dilakukan berada di kawasan pedesaan dan mata pencaharian kelompok dewasa dan lanjut usia kebanyakan adalah bertani, beternak, industri rumah tangga, dan berkesenian daerah. Sementara itu, kelompok pemuda lebih banyak menjadi pekerja di kota, ada juga yang berkuliah di kota, namun ada juga yang menganggur. Menurut Widuretno (2017), kebanyakan pemuda-pemudi desa pergi ke kota untuk bekerja karena dalam persepsi orang di desa perkotaan ‘menjanjikan’ masa depan yang lebih baik daripada hanya tinggal atau bekerja di desa. Berdasarkan wawancara penulis di tahun 2017, memang ada pemuda-pemudi yang berwirausaha di dusun, akan tetapi mereka merasakan bahwa bekerja di dusun itu memiliki label yang kurang positif dibanding jika mereka bekerja di kota, walau menjadi buruh pabrik sekalipun. Berdasarkan amatan lapangan di awal Tahun 2017, dusun ini memiliki ragam mata pencaharian (pertanian, peternakan, kerajinan keramik & gerabah, industri rumah tangga produk lokal, dan lainnya), lingkungan yang asri, memiliki fasilitas publik (gedung olahraga), serta memiliki warisan kesenian lokal. Maka dari itulah Panggung Gembira yang dibangun berlandaskan konsep psikologi klinis terapan mikro-makro dengan kombinasi antara kesenimanan sosial dan sosiodrama diterapkan. Artinya melalui kesenian lokal daerah dimunculkanlah situasi psikososial dusun di atas panggung, sehingga Panggung Gembira memiliki wujud kongkrit berupa panggung secara fisik, dan juga abstrak berupa proses refleksi kolektif dusun atas situasi komunitasnya melalui drama dan kesenian lokal daerahnya (Prawitasari, 2011). Panggung Gembira dilakukan pertama kali pada pertengahan tahun 2007 pasca gempa yang meluluhlantakkan dusun. Penulis kemudian mendatangi dusun kembali pada tahun 2017 untuk melakukan evaluasi atas ingatan warga dusun terkait Panggung Gembira di masa lalu, dan juga asesmen awal untuk melihat isu sosial yang terjadi di dusun sat ini. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kelompok usia dewasa (yang dulunya termasuk kelompok pemuda dusun) masih memiliki ingatan tentang Panggung Gembira. Bagi mereka yang memiliki peran di dalam Panggung Gembira masih mengingat sejarah dan isi refleksi dusun saat itu dan mereka menceritakan ke anak-anaknya. Sementara itu, bagi mereka yang hanya menjadi penonton saat itu, mengingat Panggung Gembira sebagai wadah hiburan di kala dusun menghadapi kesulitan (Novianty, Hadiwirawan, Prawitasari, 2017). Berdasarkan asesmen awal, disepakati pula bahwa pemuda/i dusun saat ini (yang dulu saat Panggung Gembira 2007 adalah kelompok anak-anak) akan menghidupkan kembali Panggung Gembira dengan tujuan menghidupkan kesenian lokal di dusun sesuai dengan konteks generasinya tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur yang ada di warisan kesenian lokal yang mereka miliki. Pada awal tahun 2018, tahap perencanaan Panggung Gembira melalui berbagai macam proses seperti melakukan beberapa kali pertemuan untuk memastikan kembali komitmen pemuda/i dusun dan penentuan kegiatan, pembentukan forum Whatssapp Group ‘Kusuma

Page 3: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

869

Budaya’, pembentukan panitia Panggung Gembira dan panitia penggalangan dana, menulis proposal dana pentas, penyusunan skenario dan latihan pentas. Selama proses ini pemuda/i dusun didampingi oleh salah seorang praktisi psikodrama. Dalam tahapan ini muncul beberapa tantangan di lapangan yaitu sikap pasif pemuda/i dusun, pengambilan keputusan kolektif, sehingga seringkali menjadi lamban dan tidak ada yang mau mengambil tanggung jawab keputusan bila semua belum setuju, dan partisipasi pemuda yang seiring berjalannya waktu di lapangan mulai menurun. Akan tetapi, tantangan ini kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan pertemuan berkali-kali untuk membangun komitmen bersama, pembentukan panitia, dan juga penggalangan dana agar masing-masing anggota merasakan bahwa ini adalah usaha bersama (Novianty, Hadiwirawan, Prawitasari, 2018). Dalam proses ini, penulis berperan sebagai fasilitator untuk mendampingi dalam tiap prosesnya untuk menghadapi berbagai persoalan yang muncul di lapangan sesuai dengan konteksnya, akan tetapi semua keputusan akhir berada pada pemuda/i dusun itu sendiri. Pada akhir tahun 2018, tahap implementasi Panggung Gembira dilakukan bersama pemuda/i dusun. Tema yang dibuat oleh mereka adalah ‘Menjaga Tradisi, Membangun Negri’. Dalam tahap implementasi ini, semua kelompok warga dusun (kelompok anak-anak, pemuda/i, dewasa hingga lanjut usia) berpartisipasi di atas panggung sebagai pemain, maupun sebagai penonton. Kegiatan yang ada dalam tahap implementasi ini terdiri dari tarian tradisional dan tarian modern oleh kelompok anak-anak, pentas drama mengenai situasi dusun yaitu perpecahan dukungan politik dan pengangguran yang dimainkan oleh pemuda/i dusun yang sebagian diatur dalam skenario, dan sebagian lagi spontan terjadi di atas panggung, permainan musik daerah dan modern dengan alat musik modern oleh pemuda/i dusun, serta permainan gamelan oleh kelompok dewasa-lanjut usia. Panggung ini ditutup dengan acara kethoprak yang dimainkan oleh lintas kelompok usia yaitu seniman profesional, kelompok dewasa, dan kelompok pemuda/i dusun dengan judul lakon rara mendut. Komponen yang ada dalam kethoprak yang dimainkan tersebut meliputi dialog, tarian, nyanyian, dan musik gamelan yang membawakan cerita rakyat masa lalu dibungkus dengan humor. Dalam tahap implementasi ini, terdapat dua tema besar yang menonjol bila dilakukan refleksi atas implementasi Panggung Gembira 2007 dan Panggung Gembira 2018, yaitu perbedaan latar/situasi sosial di balik narasi yang muncul di atas panggung. Panggung Gembira tahun 2007 dilatari oleh refleksi warga dusun atas bencana gempa yang menimpa desanya dan munculnya kecurigaan sosial terkait bantuan sosial. Sementara itu, Panggung Gembira tahun 2018 dilatari dengan isu pemuda/i dusun yang terbelah karena perbedaan pilihan politik dan juga isu banyaknya pengangguran di dusun. Tema kedua yang dapat dilihat juga adalah fenomena Glokalisasi (Globalisasi & Lokalisasi), yang artinya telah ada perpaduan antara unsur lokal dan global dalam tampilan visual, bahasa pengantar serta narasi yang dibawakan. Pada tahun 2007, busana, dialog, tarian, dan musik yang ditampilkan dalam bentuk kesenian di atas panggung sangat kental dengan budaya Jawa. Akan tetapi, pada tahun 2018 semua unsur kental tersebut telah mencair dan bercampur dengan unsur lain seperti cara berbusana terlihat kombinasi pakaian daerah, namun juga dicampur dengan sepatu kets yang merupakan representasi dari unsur modern. Bahasa pengantar yang dulunya adalah bahasa Jawa halus, saat ini sudah bercampur antara bahasa Jawa sehari-hari, Bahasa Indonesia, serta beberapa kata bahasa Inggris. Begitu pula unsur dalam pentas (baik dialog, narasi, dan musik), bila Panggung Gembira 2007 kental dengan budaya Jawa, akan tetapi oleh pemuda/i dusun saat ini sudah bercampur antara unsur lokal dan unsur modern. Hal ini menunjukkan Panggung Gembira kali ini membawa warna baru yang menunjukkan kelenturan budaya tradisional dalam menyerap unsur-unsur modern

Page 4: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

870

yang menjadi keseharian masyarakat dusun di tengah arus globalisasi (Novianty, Hadiwirawan, Prawitasari, 2019). Kegiatan pengabdian masyarakat ini menggunakan model penelitian tindakan berbasis partisipasi yang mendorong keterlibatan dan partisipasi penuh orang-orang di dalam komunitas pada setiap aspek proses penelitian/kegiatan dari proses identifikasi masalah hingga analisis dan diseminasi (Hacker, 2013). Tujuan pendekatan ini untuk melahirkan kegiatan yang relevan dengan kebutuhan dan realita masyarakat di lapangan. Maka dari itu pengetahuan tidak dipaksakan masuk dari luar (dalam hal ini peneliti/kalangan akademik), melainkan masyarakat di dalam komunitas itulah yang memiliki dan mengolah pengetahuan. Terdapat beberapa prinsip dalam pendekatan ini yaitu a) Komunitas sebagai sebuah unit identitas; b) Membangun kekuatan dan sumber daya dalam komunitas; c) Memfasilitasi hubungan kerjasama yang kolaboratif dan setara di semua tahapan kegiatan; d) Mendorong terjadinya proses saling belajar dan membangun kapasitas kerjasama pada semua pihak yang terlibat; e) Mengintegrasikan dan menghasilkan pengetahuan dan intervensi yang seimbang dan bermanfaat untuk semua pihak; f) Berfokus pada masalah lokal yang relevan dan perspektif ekologis; g) Melibatkan keseluruhan sistem dan proses bersifat iteratif; dan h) Memaparkan hasil ke semua pihak (Hacker, 2013). Ketiga tahapan yang meliputi tahap evaluasi dan asesmen awal, tahap perencanaan, dan tahap implementasi Panggung Gembira telah dilakukan dalam dalam jangka waktu dua tahun berturut-turut yaitu tahun 2017 dan 2018. Setelah satu tahun Panggung Gembira dilakukan di dusun, pada akhir tahun 2019, penulis datang kembali ke dusun dengan tujuan melakukan evaluasi jangka panjang setelah Panggung Gembira dilakukan di dusun pada akhir tahun 2018. Maka dari itu, tujuan penulisan ini adalah memaparkan hasil evaluasi pemuda/i dusun atas proses Panggung Gembira yang telah mereka lakukan bersama di dusun. 2. METODE PELAKSANAAN Desain program pengabdian masyarakat yang telah dilakukan ini adalah penelitian tindakan berbasis partisipasi masyarakat. Desain penelitian ini memberikan peran pada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam tiap tahapan penelitian/kegiatan sejak dari penentuan masalah, penjajakan pendapat, asesmen awal, perencanaan, tindakan yang akan dilakukan, hingga evaluasi dan penemuan permasalahan baru (Prawitasari, 2011). Desain penelitian tindakan berbasis partisipasi yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan yaitu: a) Tahap persiapan, meliputi evaluasi bersama warga dusun terkait hasil kegiatan bersama setelah sepuluh tahun dan asesmen awal untuk menentukan masalah baru yang akan ditindak lanjuti; b) Tahap perencanaan; meliputi penentuan kegiatan yang akan dilakukan untuk melestarikan kesejahteraan bersama dan warisan kesenian lokal yang dilakukan bersama pemuda/i dusun; c) Tahap implementasi, meliputi pelaksanaan kegiatan bersama, dan d) Tahap evaluasi, meliputi evaluasi dan refleksi bersama dengan pemuda/i dusun. Tahapan persiapan telah dilakukan pada tahun 2017, sementara itu tahapan perencanaan dan implementasi telah dilakukan pada tahun 2018. Tulisan ini berfokus pada tahapan evaluasi yang dilakukan pada tahun 2019 lalu. Partisipan Partisipan merupakan kelompok pemuda/i dusun yang berasal dari dua dusun (D dan K) yang merupakan satu padukuhan. Partisipan terdiri dari 13 orang, yang merupakan pemuda/i dusun yang tergabung dalam panitia Panggung Gembira, dan sebagian menjadi salah satu pemain dalam pentas drama dalam Panggung Gembira. Selain pemuda/i dusun,

Page 5: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

871

praktisi psikodrama yang juga turut mendampingi selama proses pengabadian masyarakat ini berlangsung juga terlibat, dan dua orang penulis sebagai fasilitator selama proses ini juga terlibat dalam proses evaluasi bersama ini. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan diskusi kelompok terarah yang direkam oleh fasilitator dan telah mendapatkan izin dari partisipan. Diskusi kelompok terarah adalah salah satu bentuk wawancara kelompok yang mengumpulkan suatu kelompok dengan karakteristik yang sama untuk mengumpulkan suatu pendapat mengenai suatu hal. Kelebihan pengumpulan data ini yaitu memberikan kesempatan kepada partisipan untuk mengemukakan pendapatnya, maupun mengemukakan pendapat setelah mendengar pendapat orang lain; lebih interaktif; lebih cepat dibandingkan wawancara individual; dan lentur digunakan dalam berbagai konteks (Prawitasari, 2011). Prosedur Pelaksanaan Tahap Evaluasi Sebelum proses diskusi kelompok terarah, penulis menentukan beberapa alternatif tempat pertemuan. Tempat pertemuan dipilih berada di luar dusun agar lebih netral, sehingga partisipan lebih nyaman mengemukakan pendapatnya. Setelah menentukan beberapa alternatif, kemudian penulis meminta partisipan memilihnya sekaligus menentukan tanggal dan jam pertemuan. Setelah itu, penulis mengundang secara resmi para partisipan. Dalam proses pelaksanaan diskusi kelompok terarah, penulis selaku fasilitator diskusi kemudian menyatakan tujuan dari diskusi kelompok terarah ini, dan kemudian memberikan pertanyaan terbuka terkait proses Panggung Gembira yang telah dilaksanakan, dan diskusi terus berlanjut secara interaktif. Analisis Data Data yang dianalisis diperoleh dari hasil rekaman diskusi kelompok terarah yang disajikan berupa hasil ringkasan yang ditulis secara naratif. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan disajikan secara naratif ke dalam empat tema yaitu a) Refleksi pemuda/i dusun atas proses membangun Panggung Gembira; b) Refleksi pemuda/i dusun atas hasil Panggung Gembira; c) Harapan pemuda/i dusun terkait masa depan dusun; dan d) Panggung Gembira sebagai terapan pendekatan penelitian tindakan berbasis partisipasi masyarakat. Refleksi Pemuda/i Dusun terkait Proses Panggung Gembira Berdasarkan hasil diskusi kelompok terarah, para pemuda/i dusun memiliki kesamaan pandangan bahwa partisipasi pemuda/i yang semula dalam tahap perencanaan berkomitmen untuk terlibat dan bekerja sama untuk membangun Panggung Gembira dinilai kurang partisipatif selama proses berjalan. Hal ini ditandai dengan jarang datang untuk latihan, dan berubahnya skenario yang sudah disepakati dari awal. Bahkan, muncul sedikit konflik di antara pemuda/i tertentu karena tidak sepaham. Menurut partisipan, hal ini terjadi karena adanya kekaburan tanggung jawab, dalam artian seringkali pemuda/i menjawab dengan “kalau kowe (kamu) ikut, aku juga ikut”, kurang percaya diri untuk tampil, dan dinilai kurang ‘kompak’ (kohesif). Maka pada akhirnya, yang mengambil tanggung jawab dan berani tampil di depan publik adalah orang yang sama lagi. Salah satu partisipan yang dulunya adalah kelompok pemuda, akan tetapi saat ini sudah tidak di dalam organisasi kepemudaan lagi karena telah menikah mengatakan bahwa

Page 6: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

872

sebenarnya ada budaya ‘sinoman’ di dusun. Budaya ‘sinoman’ itu biasanya dilakukan oleh pemuda (usia SMP) yang biasanya menerima tamu (juru laden) dan membantu bila ada warga dusun yang melaksanakan acara pernikahan. Menurut partisipan tersebut, sebenarnya budaya ‘sinoman’ di dusun ini menjadi ajang untuk pemuda belajar untuk berjejaring sosial dan tampil di depan publik. Akan tetapi, sayangnya budaya ini sudah mulai luntur di dusun. Seringkali akhirnya yang hadir dan membantu di acara pernikahan warga dusun adalah orang yang sama lagi. Salah satu dampak lunturnya budaya itu terlihat di dalam pelaksanaan Panggung Gembira ini bahwa yang berinisiatif, berkomitmen, dan tampil adalah orang yang terbiasa melakukannya. Sementara pemuda/i lain cenderung memilih sikap pasif. Hal ini sebenarnya juga telah teramati oleh penulis dalam tahap perencanaan Panggung Gembira yaitu pemuda/i dusun cenderung tidak mau mengambil keputusan individual, melainkan ‘menunggu’ keputusan yang lain dan akan mengikuti apa saja keputusun kolektif tersebut. Namun, ternyata sikap ini memiliki masalah di akhir yaitu tidak diikuti komitmen pribadi individu-individu yang berlindung di balik keputusan kolektif. Refleksi lain yang muncul adalah terkait tiadanya sosok yang dapat menjadi ‘suh’ para pemuda/i dusun. Memang sebelum adanya kegiatan ini, seringkali acara bersama di dusun sering terbelah menjadi dua kelompok. Maka dari itu, para pemuda/i dusun menyatakan bahwa biasanya mereka akan mudah bergerak bila ada ‘sosok’ yang mereka ikuti. Selain isu mengenai sosok yang menjadi ‘suh’, isu minat pemuda juga muncul. Isu ini diangkat oleh salah seorang pemudi. Menurut partisipan tersebut bahwa pemuda/i dusun saat ini sudah tidak terlalu tertarik lagi dengan kesenian lokal, melainkan mereka lebih tertarik dengan olahraga seperti voli, badminton, dan bela diri. Dusun ini memang sering kali mengadakan acara besar di bidang olahraga, selain olahraga menjadi salah satu kebanggaan dusun, juga dapat mendatangkan uang bila banyak peserta dan penonton dari luar dusun.

Refleksi Pemuda/i Dusun terkait Hasil Panggung Gembira Terkait kegiatan Panggung Gembira, pemuda/i dusun merasa masih kurang maksimal, terutama pada bagian pentas drama yang dilakukan oleh para pemuda/i dikarenakan banyak hal tidak sesuai skenario awal dan apa yang terjadi di atas panggung banyak yang spontan. Spontanitas justru adalah hal yang diharapkan terjadi di atas panggung, karena melalui spontanitas akan terlihat dialog, pemikiran, bahasa, laku yang apa adanya terjadi sebagai wujud dari realitas keseharian pemuda/i di dusun. Spontanitas adalah bagian dari sosiodrama yang menjadi landasan dibangunnya Panggung Gembira. Ada satu isu minor yang pernah terjadi pada Panggung Gembira tahun 2007 lalu mengenai sentimen negatif terhadap penyelenggaraan kesenian lokal. Ternyata isu sentimen negatif tersebut juga masih terjadi di tahun 2018. Hal ini diungkapkan oleh salah satu partisipan bahwa beberapa skenario terpaksa diubah dikarenakan ada pemuda/i dusun yang mulanya bersedia terlibat, mendadak mengundurkan diri dikarenakan tidak diizinkan oleh orang tuanya untuk terlibat dalam acara Panggung Gembira karena memiliki sentimen negatif terhadap kegiatan kesenian. Selain itu, salah satu pemudi yang menjadi partisipan juga mengungkapkan bahwa dia mulanya tidak setuju mengenai penggunaan bahasa Jawa halus pada saat kethoprak, walau memang idealnya begitu. Hal ini dikarenakan, banyak pemuda/i dusun yang sudah tidak memahami lagi bahasa Jawa halus, sehingga ini juga menjadi hambatan untuk mengajak pemuda/i mau terlibat dalam kesenian lokal. Maka dari itu, partisipan tersebut mengusulkan, bila nanti ada kesenian lokal lagi diadakan di dusun yang melibatkan pemuda/i dusun, maka lebih baik menggunakan bahasa Indonesia saja agar menarik minat dan perhatian pemuda/i, mereka paham isinya, dan menjadi lebih percaya diri untuk tampil.

Page 7: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

873

Selain tantangan yang muncul dalam Panggung Gembira, beberapa partisipan juga menyatakan bahwa pengalaman Panggung Gembira baginya sangat berkesan karena selama ini hanya acara pernikahan di dusun yang biasanya bisa mengumpulkan semua kalangan warga dusun (dari anak-anak hingga lanjut usia). Selain acara tersebut, biasanya acara di dusun jalan sendiri-sendiri. Dengan adanya Panggung Gembira, partisipan bisa melihat apa yang menjadi ketertarikan dan kebiasaan kelompok warga dusun dari anak-anak hingga warga lanjut usia, dan selain itu momen itu adalah momen di mana semua kelompok warga dusun bisa berkumpul.

Harapan Pemuda/i Dusun terkait Masa Depan Dusun Refleksi pemuda/i dusun selama mereka berproses dalam membangun Panggung Gembira yaitu kesadaran mulai lunturnya partisipasi pemuda/i dusun untuk kerja kolektif dan lunturnya ketertarikan akan kesenian lokal yang merupakan warisan khas dusun tersebut. Hal ini disebabkan banyak faktor salah satunya, kebanyakan pemuda/i dusun ini berkuliah dan bekerja di kota, sehingga terkadang kembali ke dusun hanya di waktu libur. Selain itu, pemuda/i dusun yang menikah biasanya sudah tidak terlibat aktif lagi di acara organisasi kepemudaan. Olahraga menjadi bidang yang mereka minati saat ini, karena selain ketertarikan, bidang ini membawa kebanggaan dusun dan adanya laba bila yang hadir banyak. Pemuda/i dusun saat ini juga jarang terlibat dalam ‘sinoman’ yang sebenarnya menjadi wadah mereka berlatih untuk berjejaring sosial dan tampil di depan publik. Hambatan-hambatan tersebut kemudian mereka refleksikan sebagai kesadaran bahwa budaya gotong royong antar pemuda mulai luntur, dan mereka perlu kemudian membenahi hal tersebut. Untuk ke depannya, mereka masih merasa perlu untuk membuat sebuah kegiatan kolektif bersama untuk mengupayakan gotong royong antar pemuda-pemudi dusun. Masing-masing dari partisipan menyebutkan keunggulan yang ada di dusunnya seperti ragam mata pencaharian yang ada di dusun seperti di bidang pertanian, peternakan, kerajinan keramik dan gerabah lokal, industri rumah tangga, olahraga, kesenian dan letak geografis yang asri dan hijau. Maka dari itu muncul ide untuk membuat wisata desa. Ide ini bukanlah untuk mengubah desa menjadi bukan ‘dirinya’ hanya untuk menarik pengunjung datang dan berfoto-foto (biasanya dilabeli desa wisata), melainkan wisata desa merupakan usaha mengenalkan keunggulan desanya dan membuat yang datang ke desanya mengenali mereka dan nyaman berada di sana menikmati kekhasan dusun tersebut. Panggung Gembira sebagai Terapan Pendekatan Penelitian Tindakan Berbasis Masyarakat Kegiatan Panggung Gembira yang digambarkan dalam tulisan ini merupakan contoh dari penerapan participatory action research (PAR) atau diterjemahkan menjadi penelitian tindakan berbasis partisipasi. Penelitian tindakan berbasis partisipasi bertujuan untuk membawa perubahan sosial dengan melandaskan pada aksi atau perilaku spesifik sebagai tujuan utamanya. Selain itu, salah satu keunggulan pendekatan ini adalah adanya siklus dalam meneliti, merefleksikan dan melakukan aksi (MacDonald, 2012). Beberapa prinsip dari kegiatan Panggung Gembira turut menunjukkan keselarasan dengan prinsip Community Based Participatory Research (CPBR), atau diterjemahkan menjadi penelitian partisipatif berbasis masyarakat. CBPR juga merupakan bagian dari penelitian tindakan, namun lebih menekankan prinsip komunitas sebagai unit identitas penelitian serta memberdayakan sumber-sumber yang terdapat dalam komunitas tersebut (Israel, Schulz, Parker & Becker, 1998). Salah satu tantangan terbesar dalam menggunakan PAR maupun

Page 8: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

874

CBPR adalah kejelasan tentang peran dan tanggung jawab antara peneliti dengan anggota komunitas. Komitmen waktu serta relasi kerja yang membutuhkan kedekatan dari kedua belah pihak menjadi sebuah tantangan yang tak terhindarkan, seperti yang terlihat dari proses refleksi para pemuda/i. Dalam menerapkan metode PAR/CBPR pada komunitas, perlu juga pemahaman yang mendalam terkait nilai, budaya serta perubahan situasi yang terjadi dalam komunitas. Bila melihat proses penerapan PAR pada konteks Australia (Mackenzie, 2012) meski mengalami kendala yang serupa terkait perlunya pembagian peran dan tanggung jawab antara peneliti dengan anggota masyarakat, namun tidak menyentuh sisi nilai dan budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sedangkan, salah satu masalah yang terlihat dalam proses Panggung Gembira adalah pemuda/i yang dinilai pasif dan kekaburan tanggung jawab individu. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dalam budaya Jawa, tanggung jawab pribadi tidaklah diletakkan pada individu, melainkan pada kepatuhan atau perasaan bertanggung jawab pada sosok yang dipandang sebagai pemimpin (atau ‘suh’). Di sinilah pentingnya sosok pemimpin sebagai penggerak komunitas. Hubungan antara pemimpin dan pengikut sendiri dalam budaya Jawa dapat diwakili dengan konsep Hasta Brata, sebagai contoh konsep Bulan dalam Hasta Brata menggambarkan sosok pemimpin yang solutif, proaktif dan relatif kuat dengan pengikutnya (Hudaya & Nugroho, 2013). Oleh sebab itu, agar kegiatan dalam komunitas pemuda/i dalam budaya Jawa dapat bergerak dengan lebih efektif, pertimbangan dalam mengenali dan memetakan sosok pemimpin yang mampu menggerakan komunitas menjadi kunci penting. Hal menarik lainnya adalah keselarasan antara hasil amatan peneliti dan refleksi pemuda/i terkait nilai dan budaya desa yang dirasakan semakin luntur. Budaya gotong-royong dan sinoman yang semakin jarang dilakukan oleh pemuda/i menjadi penggambaran realitas terkait perubahan yang mungkin terjadi dalam proses kehidupan masyarakat desa. Hal tersebut juga nampak pada minat sebagian besar pemuda/i pada bidang yang dianggap menjadi kebanggaan dan mendatangkan laba. Berbeda dengan konsep organisasi desa pada masa awal kolonial di mana desa merupakan perwakilan komunitas kolektif yang mengolah lahan bersama untuk kesejahteraan penduduk. Pada periode tersebut, konsep gotong royong menjadi salah satu prinsip kerja bersama, karena kesejahteraan individu bertopang pada usaha individu tersebut dalam pengolahan lahan bersama (Vlekke, 2020). Budaya gotong-royong menjadi sulit terlihat dalam kehidupan desa bisa terjadi karena semakin sempit dan minimnya kepemilikan bersama, yang banyak tergantikan dengan hak kepemilikan individual. Bidang olahraga menjadi lebih memunculkan rasa gotong royong karena fasilitas olahraga (seperti lapangan) dipersepsikan sebagai milik bersama warga desa. Dengan demikian, bila ingin menghidupkan kesenian, perlu dibentuk kembali persepsi warga desa bahwa kesenian lokal merupakan kepemilikan bersama dan dapat membawa kesejahteraan individu bila turut berpartisipasi dalam mengolah hal tersebut. Ide yang muncul untuk mengusahakan kekhasan dusun sebagai bentuk mengaktifkan kembali budaya gotong royong perlu berlandaskan pada persepsi hal yang dimiliki bersama sebagai satu komunitas. Hal tersebut perlu diupayakan bersama agar mencegah timbulnya konflik antar warga apabila usaha salah satu warga lebih menghasilkan keuntungan dibandingkan usaha-usaha warga lainnya.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Panggung Gembira sebagai wujud dari kegiatan pengabdian masyarakat ini didesain dengan pendekatan penelitian tindakan berbasis masyarakat, yang menekankan tiga hal utama dalam prosesnya yaitu penelitian, refleksi, dan keterlibatan masyarakat. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah pelibatan masyarakat sedari awal proses asesmen,

Page 9: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

875

penentuan kegiatan, perencanaan, implementasi, hingga proses evaluasi. Kegiatan ini dilakukan dalam jangka panjang yaitu 3 tahun. Dalam proses berkegiatan, masyarakat adalah peran kunci, sementara peneliti adalah fasilitator. Masyarakat diajak untuk memberdayakan dirinya dan merefleksikan tiap prosesnya didampingi oleh fasilitator dan ahli psikodrama. Berdasarkan evaluasi hasil kegiatan pengabdian masyarakat dengan wujud Panggung Gembira ini didapatkan kesadaran para pemuda/i dusun bahwa mereka perlu memupuk kembali warisan budaya gotong royong yang dulu sangat kental di dusunnya. Selain itu, walau dengan wujud yang mungkin sudah berbeda dari aslinya, akan tetapi kesenian lokal perlu dilestarikan. Hal ini mengingat bahwa di dalam kesenian lokal tidak hanya mengandung wujud fisik yaitu tampilan visual seni itu sendiri, melainkan nilai-nilai yang ingin diwariskan dari kesenian itulah yang sebenarnya lebih penting. Mengenali dusun dan mencintai dusun sama dengan mengenali diri mereka sendiri sebagai bagian dari dusun. Di dalam proses membangun Panggung Gembira, cermin atas kolektivitas yang ada di dusun itulah yang diangkat ke atas panggung dan direfleksikan bersama. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka kami menyarankan bahwa Panggung Gembira dapat menjadi salah satu model bentuk dari pengabdian masyarakat yang berfokus mengangkat isu sosial-budaya di suatu komunitas. Panggung Gembira memiliki dua wujud yaitu wujud kongkrit berupa unsur fisik panggung, akan tetapi juga memiliki unsur abstrak yaitu representasi cermin realitas keseharian komunitas yang dikomunikasikan dalam simbol-simbol, salah satunya dalam wujud kesenian lokal. Model ini menekankan pelibatan langsung masyarakat dalam proses dan juga berupaya melestarikan nilai-nilai luhur yang ada di dalam komunitas.

5. REFERENSI Hacker, K. (2013). Community-based participatory research. United States of America:

Sage Publishing. Hudaya, Z. A. & Nugroho, S. WD. (2013). Kearifan lokal budaya Jawa sebagai basis model

kepemimpinan yang efektif. Proceeding Seminar Nasional & Call for Papers (SCA-3), 3(1). Diakses dari: http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/sca-1/issue/view/16.

Israel, B., Schulz, A., Parker, E. & Becker, A. (1998). Review of community-based research: Assesing partnership approaches to improve public health. Annual Review of Public Health, 19, 173-202.

MacDonald, C. (2012). Understanding Participatory Action Research: A Qualitative Research Methodology Option. Canadian Journal of Action Research, 13(2), 34-50.

Mackenzie, J., Tan, Poh-Ling., Hoverman, S. & Baldwin, C. (2012). The value and limitations of Participatory Action Research methodology. Journal of Hydrology, 474, 11-21.

Novianty, A., Hadiwirawan, O., & Prawitasari, J.E. (2017). Evaluasi hasil penyesuaian dusun melalui panggung gembira pasca gempa. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat, 2(1), D1-6.

Novianty, A., Hadiwirawan, O., & Prawitasari, J.E. (2018). Tahap Perencanaan Panggung Gembira: Merajut Kembali Gotong Royong Pemuda/i Dusun. Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian kepada Masyarakat, 3(1), 553-560. ISSN: 2541-3805.

Novianty, A., Hadiwirawan, O., Prawitasari, J.E. (2019). Tahap implementasi panggung gembira: “Menjaga Tradisi, Membangun Negri”. Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 281-289.

Prawitasari, J.E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro & Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Page 10: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

876

Vlekke, B. H. M. (2020). Nusantara. Sejarah Indonesia. Cetakan Kedelapan. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Widuretno, D. (2017). Gesang di Lahan Gersang. Yogyakarta. 6. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) yang telah mendanai program tahapan asesmen awal, perencanaan, implementasi, hingga evaluasi Panggung Gembira, serta kepala dukuh, sesepuh, pemuda/i dusun dan seluruh warga dusun yang terlibat dalam program pengabdian masyarakat berjangka panjang ini.

7. LAMPIRAN

Tahap Evaluasi Panggung Gembira 2007 & Asesmen Awal

Gambar 1. Suasana Dusun Gambar 2. Lapangan Bola

Tahap Perencanaan Panggung Gembira

Gambar 3. Pembentukan Panitia Gambar 4. Latihan Teater

Page 11: ID A-PSIKOLOGI-05 TAHAP EVALUASI PANGGUNG GEMBIRA: …

Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2020 Urgensi Pengembangan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Konteks

Budaya Indonesia sebagai Wujud Ketangguhan Bangsa Jakarta, 20 Oktober 2020

877

Tahap Implementasi Panggung Gembira

Gambar 5. Permainan Drama oleh Pemuda/i Dusun Gambar 6. Kethoprak oleh Pemuda/i Dusun

Tahap Evaluasi Panggung Gembira

Gambar 6. Diskusi Kelompok Terarah untuk Evalusi