Top Banner
4 I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagi Menurut Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS (2000) sistematika tanaman apel termasuk dalam: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Rosaceae Genus : Malus Spesies : Malus sylvestris Mill. Gambar 1. Apel Manalagi Sumber : (Rahmawati,2010)
14

I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

Sep 01, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

4

I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagi

Menurut Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan,

BAPPENAS (2000) sistematika tanaman apel termasuk dalam:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae

Genus : Malus

Spesies : Malus sylvestris Mill.

Gambar 1. Apel Manalagi

Sumber : (Rahmawati,2010)

Page 2: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

5

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Apel (Gizi Nilai per 100g )

Kandungan Nilai

Energi (kkal) 52,00

Air (%) 85,56

Karbohidrat (g) 13,81

Protein (g) 0,26

Lemak (g) 0,17

Gula (g) 10,39

Serat pangan (g) 2,40

Vitamin A (µg) 3,00

Vitamin C (mg) 4,60

Vitamin B1 (Thiamine) (mg) 0,017

Vitamin B2 ( Riboflavin ) (mg) 0,026

Vitamin B3 ( Niacin ) (mg) 0,091

Vitamin B5 (mg) 0,061

Vitamin B6 (mg) 0,50

Asam folat (µg) 3,00

Vitamin E (mg) 0,50

Kalsium (mg) 6,00

Iron (mg) 0,12

Magnesium (mg) 5,00

Phosphorus (mg) 11,00

Pottasium (mg) 107,00

Zinc (mg) 0,04

Sumber : (Rahmawati,2010) 2.1.1 Respirasi Buah Apel Manalagi

Susanty (2009) berpendapat bahwa produk-produk hortikultura seperti buah-

buahan dan sayuran masih melakukan proses kehidupan setelah pemanenan dengan

menggunakan oksigen untuk merombak karbohidrat menjadi air dan karbon dioksida

atau yang biasa kita sebut dengan respirasi. Masalah utama dalam pengemasan adalah

suhu dan RH yang tinggi di mana kedua faktor ini akan mempercepat laju reaksi

kimia dan pertumbuhan mikroorganisme dan insekta. Saat respirasi, produk

Page 3: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

6

hortikultura akan menghasilkan panas yang akan mempercepat pematangan atau

bahkan pembusukan sehingga diperlukan pengendalian suhu yang baik agar tidak

terjadi kerusakan yang terlalu cepat. Jenis pengemasan yang digunakan juga akan

sangat berpengaruh terhadap kerusakan produk yang dikemasnya karena dipengaruhi

oleh daya permeabilitas tiap kemasan yang berbeda.

Dalam penanganan atau pengolahan hasil pertanian menghendaki agar dapat

memenuhi keinginan konsumen, seperti bentuk, warna, rasa, maupun kualitasnya.

Tanaman akan mengalami proses biologis setelah dipanen. Proses biologis ini

meliputi proses fisiologis, enzimatis, dan kimiawi. Respirasi dan penuaan hasil

pertanian sangat mempengaruhi sifat produk tersebut dan berbagai zat yang

terkandungnya, di mana pengaruh tersebut akan menyebabkan perubahan warna,

tekstur, rasa dan bau dari hasil pertanian. Sifat fisik dan komposisi kimia bahan hasil

pertanian memiliki hubungan erat dengan indeks kualitas dan stabilitasnya. Hasil

pertanian tersusun dari senyawa kimia yang komposisinya sangat bervariasi. Setiap

buah-buahan dan sayuran tersusun dari jaringan yang hidup dan aktif melakukan

metabolisme sehingga mengalami perubahan tergantung pada pertumbuhan sebelum

panen, tingkat kemasukan saat panen, faktor genetik dan keadaan lingkungan.

Proses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau

hasil pertanian yang hidup adalah respirasi. Respirasi merupakan pemecahan

oksidatif terhadap bahan kompleks yang biasa ada dalam sel, seperti karbohidrat

diubah menjadi molekul sederhana seperti CO2 dan air. Laju respirasi buah dan

sayuran tersebut, jika laju respirasi bahan diukur (O2 yang dikonsumsi dan CO2 yang

Page 4: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

7

dikeluarkan) selama perkembangan, pematangan, pemasakan, maka pola respirasi

tertentu akan diperoleh (Lakitan, 1995).

2.2 Pascapanen Buah Apel Manalagi

2.2.1 Penyimpanan Buah Apel Manalagi

Proses penyimpanan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menahan atau

menunda suatu barang sebelum barang tersebut dipakai tanpa merubahnya. Kondisi

penyimpanan yang sesuai akan mencegah penurunan mutu dan kerusakan pakan

untuk waktu yang lebih lama (Krisnan, 2008). Pada umumnya penyimpanan apel agar

tetap memiliki tingkat kesegaran yang tahan lama adalah dengan cara

memasukkannya ke dalam freezer dengan suhu antara (-1,1 – 1,7°C). Beberapa faktor

luar yang dapat dikendalikan unuk menjaga keawetan produk adalah menjaga

kelembaban, suhu penyimpanan dan kandungan gas terentu dalam ruang

penyimpanan sehingga kesegarannya dapat tahan lama (Fitri, 2007).

2.2.2 Pengemasan Buah Apel Manalagi

Menurut Cahya, dkk., (2014) berpendapat bahwa penyimpanan dalam

kemasan merupakan salah satu penanganan pascapanen untuk mempertahankan umur

simpan komoditi pertanian agar tahan lama hal ini karena jumlah gas yang tersedia

dalam kemasan akan berbeda jumlahnya apabila volume ruang saat penyimpanan

berbeda antara satu kemasan dengan kemasan lainnya.

Film kemasan yang baik untuk pengemasan produk segar buah dan sayuran

(fresh-cut) adalah dengan menggunakan film kemasan yang mempunyai

permeabilitas terhadap CO² lebih tinggi dibandingkan permeabilitas terhadap O²

Page 5: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

8

sehingga akumulasi CO² akibat respirasi lebih sedikit dari pada penyusutan O²

(Suhelmi, 2007).

2.3 Kerusakan pada Buah Apel

Kerusakan buah dapat terjadi sejak buah dipanen hingga proses penyimpanan.

Beberapa proses kerusakan yang terjadi pada buah antara lain:

1. Browning (Pencoklatan)

Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan, seperti

pisang, pir, salak, apal, dan apel. Buah apel yang memar juga akan mengalami proses

pencoklatan. Pada umumnya, proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua, yaitu

proses pencoklatan enzimatik dan non enzimatik. Perubahan warna yang utama pada

apel disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Pencoklatan enzimatis

disebabkan oleh aktivitas enzim phenolase dan oliphenolase. Pada buah apel utuh,

sel-selnya masih utuh, dimana substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol

terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel

pecah akibat terjatuh/memar atau terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan

enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi

browning enzimatis (Harianingsih, 2010).

2. Penyusutan Massa (Susut Bobot)

Susut (losses) kualitas dan kuantitas dapat terjadi sejak pemanenan hingga

saat dikonsumsi. Besarnya susut sangat bergantung pada jenis komoditi dan cara

penanganannya selepas panen, untuk mengurai susut ini petani atau pedagang harus :

(1) mengetahui faktor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya

Page 6: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

9

kerusakan, (2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda

kelayuan atau kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkat tertentu yang mungkin

dicapai. Pada prinsipnya, untuk mengurai susut yang terjadi setelah pemanenan dapat

dilakukan dengan cara memanipulasi faktor biologis atau lingkungan dimana produk

pertanian tersebut disimpan. Perbedaan faktor biologis komoditi nabati dengan

komoditi hewani menyebabkan cara penanganan keduanya juga berbeda. Secara

umum faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua komoditi pertanian adalah

sama, yaitu suhu, kelembaban udara, komposisi udara (CO, CO2, O2), polutan dan

cahaya. Susut bobot buah akan cenderung meningkat seiring dengan semakin

lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan susut bobot pada buah disebabkna oleh

adanya penguapan dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam buah yang dipacu

oleh adanya proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan (Jayaputra dan

Nurrachman, 2005).

3. Laju Respirasi

Respirasi adalah proses pemecahan komponen organic (zat hidrat arang,

lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energy. Aktivitas ini

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energy sel agar tetap hidup. Berdasarkan

polanya, proses respirasi selama pendewasaan dan pematangan produk nabati dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu klimaterik dan non klimaterik. Komoditi dengan laju

respirasin tinggi akan menunjukkan kecenderungan lebih cepat rusak. Menurunkan

laju respirasi sampai batas minimal pemenuhan kebutuhan energy sel tanpa

menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang umur ekonomis produk nabati.

Page 7: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

10

Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating),

penyimpanan pada suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir ruang penyimpanan.

4. Sensitivitas terhadap Suhu

Pemaparan komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan

kerusakan fisiologis pada buah apel yang bias berupa : (1) freezing injuries, karena

produk disimpan di bawah suhu bekunya, (2) chilling injuries, umumnya pada produk

tropis disimpan di atas suhu beku dan diantara 5-15oC, tergantung sensitivitas

komoditi, (3) heat injuries, terjadi karena paparan sinar matahari atau panas yang

berlebihan. Berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu, dikenal dua golongan produk

yaitu yang bersifat sensitif dan tidak sensitif terhadap pendinginan (Harianingsih,

2010).

5. Etilen

Buah apel merupakan buah klimaterik iyang menghasilkan etilen dalam

jumlah besar selama pematangan. Etilen adalah hormone tanaman yang mengatur

banyak aspek didalam pertumbuhan, pengembangan dan kematangan buah. Buah apel

tidak menunjukan kenaikan konsentrasi etilen tajam sebelum kemantangan, namun

bila pematangan dimulai maka buah memproduksi etilen dalam jumlah besar. Dalam

proses pematangan buah apel akan terjadi penurunan tingkat kekerasan buah atau

menjadi lunak. Hal ini erat hubungannya dengan perubahan komposisi dinding sel

selama proses pematanga. Dinding sel maupun lamella tengah mengandung pectin,

yang selama proses pematangan zat pectin yang tidak larut dalam air diubah oleh

enzim menjadi zat pectin yang larut dalam air. Perubahan kekerasan ini tidak hanya

Page 8: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

11

behubungan dengan perubahan komposisi dinding sel saja, tetapi juga dengan ukuran

sel maupun penurunan tekanan turgor (Pujimulyani, 2009).

2.4 Pengolahan Minimal (Minimal Processing)

Pengolahan minimal (minimal processing) atau dikenal pula dengan istilah

potong segar (fresh-cut) merupakan pengolahan buah atau sayuran yang melibatkan

pencucian, pengupasan, dan pengirisan sebelum dikemas dan menggunakan suhu

rendah untuk penyimpanan sehingga mudah dikonsumsi tanpa menghilangkan

kesegaran dan nilai gizi yang dikandungnya (Perera, 2007). Akan tetapi, proses

pemotongan produk-produk tersebut dapat mengakibatkan kerusakan sel dan

mempercepat kerusakan mutu (Baldwin dan Nisperros, 1993).

Kelebihan dari buah-buahan dan sayuran yang terolah minimal, selain

kemudahan dalam penyajian adalah kemungkinan konsumen melihat secara langsung

kondisi bagian dalam produk sehingga menawarkan mutu yang lebih terjamin

dibandingkan buah utuh. Apalagi buah-buahan umumnya tidak terlepas dari serangan

hama lalat buah (fruit fly), sehingga meskipun nampak mulus di bagian luar, akan

tetapi di dalamnya bisa saja terinfestasi telur atau ulat dari lalat buah. Konsumen

tidak harus mengeluarkan uang lebih hanya untuk membeli satu buah dalam satuan

kilogran khususnya pada buah yang berukuran besar. Bahkan konsumen dapat

membeli beberapa jenis buah dalam satu kemasan dalam ukuran berat yang relatif

kecil, sehingga bisa memenuhi selera sekaligus menghemat pengeluaran (Hasbullah,

2006).

Page 9: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

12

Perlakuan-perlakuan pada buah potong segar seperti pengupasan dan

pemotongan merupakan masalah dari pengemasan dan penyimpanan pada produk

fresh cut dapat menyebabkan perubahan kimia dan biokimia yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan mutu. Perubahan tersebut meliputi peningkatan respirasi,

produksi etilen, perubahan warna, flavor, pembentukan metabolit sekunder, dan

peningkatan pertumbuhan mikroba (Baldwin, 2007).

Perlakuan tambahan dapat diberikan untuk mengatasi masalah yang timbul

akibat pengolahan minimal yang bertujuan mempertahankan kualitas dan

memperpanjang masa simpan, di antaranya penggunaan bahan tambahan pangan

(BTP) dan penggunaan pelapisan edibel. Penggunaan BTP seperti asam asam

askorbat untuk buah mangga dan rambutan, tri sodium phospate atau Na-alginat

untuk melon terbukti dapat memperpanjang masa simpan. Pelapisan edibel dapat

digunakan sebagai pengemasan primer yang dapat dimakan dan berfungsi untuk

mengawetkan dan mempertahankan kesegaran serta kualitas produk (Hasbullah,

2006).

2.5 Klasifikasi Lidah Buaya

Lidah buaya (Aloe vera L) khususnya dari varietas barbadensis dan sinensis

adalah tanaman di daerah tropis dan sub-tropis yang sejak zaman dahulu dikenal

sebagai tanaman obat atau master healing plant. Lidah buaya (Aloe vera) merupakan

tanaman asli Afrika terutama Mediterania. Lidah buaya sering dijuluki dengan “The

Miracle Plant”. Tanaman tersebut dapat tumbuh di daerah panas maupun dingin,

dataran tinggi maupun rendah. Daya adaptasinya yang tinggi dan kegunaan tanaman

Page 10: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

13

ini menyebabkan banyak orang membawanya ke seluruh pelosok dunia termasuk

Indonesia (Astawan, 2008).

Menurut Astawan (2008), Secara sistematis lidah buaya dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Lilliopsida

Ordo : Asparagales

Famili : Asphodelaceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe Vera

Gel lidah buaya memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antijamur,

meningkatkan aliran darah ke daerah yang terluka, dan menstimulasi fibroblast, yaitu

sel-sel kulit yang bertanggung jawab untuk penyembuhan luka. Publikasi pada

American Podiatric Medical Association menunjukkan bahwa pemberian gel lidah

buaya pada hewan percobaan, baik dengan cara diminum maupun dioleskan pada

permukaan kulit, dapat mempercepat penyembuhan luka. Dalam lendir lidah buaya

terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit. Lendir ini

akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit (Astawan,2008).

Komposisi kimia daun lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 11: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

14

Tabel 2. Komposisi kimia daun lidah buaya per 100 gram

Sumber : Djubaedah dkk (2002)

2.6 Edible Coating

Edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang

dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi buah atau diletakkan diantara komponen

makanan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa

(kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut), sebagai pembawa aditif, untuk

meningaktkan penanganan suatu makanan dan merupakan barrier terhadap uap air

dan pertukanan gas O2 dan CO2 (Bourtoom, 2008). Menurut Rahardyani (2011),

bahwa edible coating dapat melindungi produk segar dan dapat juga memberikan

efek yang sama dengan modified atmosphere storage dengan menyesuaikan

komposisi gas internal. Kebersihan edible coating untuk buah tergantung pada

pemilihan film atau coating yang memberikan komposisi gas internal yang

dikehendaki sesuai untuk prosuk tertentu. Komponen edible coating terdiri dari tiga

kategori yaitu hidrokoloid, lipid, dan kombinasinya. Hidrokoloid terdiri atas protein,

turunan selulosa, alginate, pectin, tepung (starch) dan plosakarida lainnya, sedangkan

lipid terdiri dari lilin (waxs), asligliserol dan asam lemak.

Komponen Lidah Buaya Bogor Lidah Buaya Pontianak

Air (%) 95,42 94,50 Abu (%) 0,18 0,18

Protein (%) 0,22 0,32 Lemak (%) 0,01 0,02

Serat Kasar (%) 0,12 0,12 Karbohidrat (%) 0,07 0,08 Energi (kkal) 92,20 98,24

Page 12: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

15

Secara teoritis bahan edible coating harus memiliki sifat antara lain, menahan

kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu,

mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna pigmen

alami dan gizi, berfungsi sebagai pengawet ndan mempertahankan warna sehingga

menjaga mutu produk. Kemasan dengan sifat antimikroba diharapkan dapat

mencegah kontaminasi pathogen dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme

ppembusuk yang terdapat dalam permukaan bahan pangan. Substansi antimikroba

yang diformulasikan dalam bahan pangan atau pada permukaan bahan pangan tidak

cukup untuk menccegah pertumbuhan bakteri patogen dan mikroorganisme

pembusuk dalam bahan pangan (Rahardyani, 2011).

2.6.1 Bahan Pembuatan Edible Coating

2.6.1.1 Hidrokoloid

Hidrokoloid adalah suatu polimer berantai panjang yang larut atau terdispersi

dalam air serta digunakan sebgai bahan tambhana pangan untuk mengentalkan,

menstabilkan dan pembentuk gel berbagai macam makanan (Boortoom,2008).

Pada kinerja hidrokoloid terdapat interaksi yang kompleks,tidak hanya dengan air

tetapi juga dengan ingredient pangan lainnya, dan juga dengan hidrokoloid lain yang

ada. Pada aplikasinya hidrokoloid dapat digunkana secara individual ataupun

penggunaan beberapa hidrokoloid sekaligus dengan memperhatikan karakterisitik

produk yang diharapkan (Valverde et al, 2006).

Penggunaan beberapa hidrokoloid sekaligus yang bersifat sinergis biasanya

digunakan untuk memperbaiki karakterisitik rheology pada suatu produk pangan.

Page 13: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

16

Sifat sinergis dapat disebabkan oleh asosiasi molekul hidrokoloid yang berbeda.

Salah satu contoh hidrokolid yang bersifat sinergis yaitu karagenan dan konjak

(Imelson,2000).

2.6.1.2 CMC (Carboxymethyl cellulose)

CMC (Carboxymethyl cellulose) adalah ester polimer selulosa yang larut

dalam air dan dibuat dengan mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa

basa. CMC (Carboxymethyl cellulose) memiliki nama lain yaitu penstabil, penstabil

ini digunakan untuk menstabilkan (menghindari terjadinya pemisahan antara padatan

dan cairan) atau mengentalkan hasil olahan (Khairani, 2007).

Carboxymethyl cellulose (CMC) adalah turunan selulosa yang mudah larut

dalam air. Oleh karena itu CMC (Carboxymethyl cellulose) mudah dihidrolisis

menjadi gula sederhana oleh enzim selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi

etanol oleh bakteri (Masfufatun, 2010).

Penggunaan CMC (Carboxymethyl cellulose) di Indonesia sebagai bahan

penstabil, pengental, pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk

pangan khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur

menurut PP. No. 235/ MENKES/PER/VI/1979 adalah 1-2%. Sebagai pengemulsi,

CMC (Carboxymethyl cellulose) snagat baik digunakan untuk memperbaiki

kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC

(Carboxymethyl cellulose) mampu mangikat air sehingga molekul-molekul air

terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (Carboxymethyl cellulose)

(Miskiyah,2011).

Page 14: I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi Buah Apel Manalagieprints.umm.ac.id/46917/3/BAB II.pdfProses metabolisme yang terjadi pada buah dan sayuran yang dipanen atau hasil pertanian yang

17

2.6.2 Proses Pembuatan Edible coating

Menurut Mardiana (2008), menggunakan gel lidah buaya untuk melapisi buah

belimbing, berhasil memperpanjang umur simpan buah belimbing sampai 21 hari

penyimpanan dengan lama pencelupan 5 menit dan konsentrasi CMC 1% adalah

perlakuan terbaik.

Proses pembuatan gel lidah buaya melewati beberapa proses seperti

penyortiran, pencucian, perendaman, trimming dan filleting serta penambahan CMC

sesuai dengan konsentrasi yang sudah ditentukan (Deviwings, 2008).

Proses pembuatan gel lidah buaya dilakukan dengan cara Lidah buaya yang

sudah dicuci bersih kemudian direndam dengan klorin sebesar 200ppm selama 30

menit. Setelah itu, lidah buaya dikupas kemudian lidah buaya tersebut dihaluskan

dengan blender. Setelah itu, lidah buaya disaring yang berukuran 100 mesh dan

dipanaskan pada suhu 75°C selama 15 menit. Setelah itu, gel lidah buaya yang sudah

dipanaskan kemudian ditambahkan konsentrasi CMC sebesar 1%, 2%, 3% dan 0,5%

gliserol b/b serta asam askorbat 0,002%. Dimana CMC 1% adalah CMC yang

mempunyai pH 7,0 – 8,5 dan pada rentang 5 – 9 tidak terlalu berpengaruh terhadap

viskositas CMC. Setelah itu, didinginkan sampai suhu ruang. Kemudian coating siap

untuk diamati kekentalannya. Prosedur pembuatan larutan coating merupakan

modifikasi dari proses pembuatan produk lidah buaya dan cara menstabilkan lidah

buaya yang telah dilakukan oleh Mardiana (2008).