1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat ini telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, utamanya di daerah Sulawesi Selatan dengan memanfaatkan perairan payau dan pasang surut. Teknologi budidaya ikan ini juga telah mengalami perkembangan yang begitu pesat mulai dari pemeliharaan tradisional yang hanya mengandalkan pasokan benih dari alam pada saat pasang sampai ke teknologi intensif yang membutuhkan penyediaan benih, pengelolaan air, dan pakan secara terencana (Anonim, 2010). Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di air payau, namun saat ini juga sedang berkembang di air tawar maupun laut dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ikan bandeng sebagai komoditas budidaya mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan komoditas budidaya lainnya dalam hal teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik sehingga pasok benih tidak lagi bergantung kepada musim dan benih dari alam, mampu hidup dalam kondisi yang padat di KJA (100-300 ekor/m 3 ), jaminan pasar baik dalam maupun luar negeri masih terbuka, dan bersifat eurihalin (Kordi, 2009). Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi. Pada budidaya intensif, kultivan bergantung pada pakan buatan yang disuplai oleh pembudidaya. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi, bergizi dan memenuhi syarat untuk dikonsumsi kultivan yang dibudidayakan, serta tersedia secara terus menerus sehingga tidak mengganggu proses produksi dan dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada budidaya intensif, lebih dari 60% biaya produksi tersedot untuk pengadaan pakan (Kordi, 2009).
42
Embed
I. PENDAHULUAN - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/119/skripsi Dwi... · Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat ini
telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, utamanya di
daerah Sulawesi Selatan dengan memanfaatkan perairan payau dan pasang surut.
Teknologi budidaya ikan ini juga telah mengalami perkembangan yang begitu pesat
mulai dari pemeliharaan tradisional yang hanya mengandalkan pasokan benih dari
alam pada saat pasang sampai ke teknologi intensif yang membutuhkan
penyediaan benih, pengelolaan air, dan pakan secara terencana (Anonim, 2010).
Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di air payau, namun saat
ini juga sedang berkembang di air tawar maupun laut dengan sistem keramba jaring
apung (KJA). Ikan bandeng sebagai komoditas budidaya mempunyai beberapa
kelebihan jika dibandingkan dengan komoditas budidaya lainnya dalam hal
teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik sehingga pasok benih tidak lagi
bergantung kepada musim dan benih dari alam, mampu hidup dalam kondisi yang
padat di KJA (100-300 ekor/m3), jaminan pasar baik dalam maupun luar negeri
masih terbuka, dan bersifat eurihalin (Kordi, 2009).
Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan memiliki peranan penting dalam
peningkatan produksi. Pada budidaya intensif, kultivan bergantung pada pakan
buatan yang disuplai oleh pembudidaya. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi, bergizi dan memenuhi syarat untuk dikonsumsi kultivan yang dibudidayakan,
serta tersedia secara terus menerus sehingga tidak mengganggu proses produksi
dan dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada budidaya intensif, lebih
dari 60% biaya produksi tersedot untuk pengadaan pakan (Kordi, 2009).
2
Tepung maggot atau tepung lalat hijau (Calliphora sp.) merupakan salah
satu bahan baku alternatif yang memenuhi persyaratan tersebut, antara lain dapat
diproduksi secara massal, harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan tepung
ikan yaitu, hanya Rp. 1500/kg dibandingkan dengan tepung ikan impor yang
harganya mencapai Rp. 15000/kg dan tepung ikan lokal Rp. 12000/kg serta
mempunyai kandungan protein sekitar 45,01% (Hadadi dkk., 2007). Harga pakan
saat ini mencapai Rp. 7000 sampai Rp. 7500/kg, sementara harga pakan berbahan
baku maggot dengan kandungan protein sekitar 25-30% hanya Rp. 3500/kg
(Anonim, 2010).
Penelitian tentang penambahan atau penggantian bahan bahan baku pakan
untuk melihat komposisi kimia tubuh telah dilakukan pada beberapa jenis ikan.
Adelina, dkk (2000) melakukan penelitian tentang pemberian kadar protein yang
bervariasi menghasilkan kandungan protein tubuh ikan cenderung menurun,
sedangkan kandungan lemak tubuh semakin meningkat pada ikan bawal air tawar
Colossoma macropomum, sedangkan Suwirya, dkk (2005) melaporkan makin tinggi
substitusi minyak ikan dengan minyak kedelei dalam pakan maka kandungan n-3
Higher Unsaturated Fatty Acid (HUFA) dalam lemak pakan akan menurun.
Penurunan kadar n-3 HUFA dalam pakan menyebabkan penurunan kadar n-3
HUFA dalam lemak tubuh benih ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides.
Penelitian Zainuddin (2010) melaporkan penambahan P dalam pakan sebesar 6
g/kg dan 0 g/kg pakan berpengaruh nyata terhadap komposisi kimia tubuh ikan
kerapu macan Epinephelus fucoguttatus.
Informasi tentang kemungkinan dapat dimanfaatkannya tepung maggot
sebagai pengganti sumber protein asal tepung ikan pada budidaya ikan bandeng
dan pengaruhnya terhadap komposisi kimia tubuh dan pakan sampai saat ini belum
ada, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan.
3
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat subtitusi tepung ikan
dengan tepung maggot sebagai sumber protein yang dapat menghasilkan kualitas
pakan dan kualitas daging ikan bandeng yang baik. Sedangkan kegunaan dari
penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta
sebagai acuan serta bahan informasi dalam kegiatan pemanfaatan tepung belatung
sebagai bahan pakan ikan bandeng dalam menghasilkan kualitas pakan dan daging
tertinggi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan bandeng pertama kali ditemukan oleh Dane Forsskal di laut merah
pada tahun 1925 (Martosudarmo dkk, 1981 dalam Sukmawati, 2006). Taksonomi
dan klasifikasi ikan bandeng adalah:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Filum : Chordata
Grad : Pisces
Subgrad : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Order : Gonorynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forsskal
Ciri Fisik
Bandeng mempunyai badan memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor
bercabang sebagai tanda bahwa bandeng tergolong ikan perenang cepat. Kepala
bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan lunang
hidung terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus).
Warna tubuh putih keperak-perakan dengan punggung biru kehitaman.
Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang,
dengan 14 sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip
dada, 11 sampai 12 jari-jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus,
5
dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk
berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009).
Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng
Pertumbuhan dan Perkembangan
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin. Oleh karena itu,
ikan bandeng dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Induk bandeng baru
bisa memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang 0.5-1.5 m
dan berat badan 3-12 kg. Jumlah telur yang dikeluarkan induk bandeng berkisar
0.5-1.0 juta butir tiap kg berat badan.
Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1.1-1.7 % bobot badan/hari.
Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar antara
40-50 mg. Ikan bandeng dengan bobot awal 1-2 g membutuhkan waktu 2 bulan
untuk mencapai bobot 40 g.
Ikan bandeng memiliki kandungan gizi per 100 gram daging ikan yang terdiri
dari energi 129 kkal, protein 20 g, lemak 4.8 g, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, zat
besi 2 mg, vitamin A 150 SI serta vitamin B1 0.05 mg (Anonim, 2010).
Budidaya Bandeng
Keunggulan ikan bandeng sebagai komoditas andalan pengembangan
budidaya laut dibandingkan dengan spesies lainnya adalah teknik pembenihannya
telah dikuasai, teknik budidayanya relatif mudah dan dapat diadopsi oleh petani,
tahan terhadap perubahan lingkungan yang cukup ekstrim (salinitas), tanggap
terhadap pakan buatan yang telah tersedia secara komersial, dapat dipelihara
6
dengan kepadatan tinggi dan tidak bersifat kanibalisme, memiliki rasa yang lezat
dan aroma yang lebih baik dibandingkan bandeng tambak (bebas bau lumpur)
sehingga memenuhi kriteria kualitas ekspor dan bandeng dapat dijadikan umpan
bagi kebutuhan industri perikanan tuna-cakalang.
Kekurangan budidaya bandeng di tambak yaitu apabila teknologi budidaya
yang dilakukan tidak tepat maka sering dihasilkan rasa ikan yang berbau lumpur
sehingga tidak memenuhi kriteria kualitas ekspor. Bau lumpur atau off flavor
disebabkan oleh adanya senyawa geosmin (C12H22O) yang disintesis dan
diekskresikan ke air oleh Actinomycetes dan blue green algae. Dalam budidaya
intensif ikan bandeng di tambak, bau lumpur juga bisa terjadi karena pemberian
pakan yang tidak tepat. Pakan yang tidak dikonsumsi yang menumpuk di dasar
tambak dan tidak dapat dikeluarkan dengan baik akan menimbulkan bau tersebut
(Boyd, 1982). Off flavor dapat dihilangkan dengan cara perlakuan air mengalir yang
bebas senyawa penyebab off flavor. Lamanya waktu atau hari yang dibutuhkan
untuk perlakuan tersebut bergantung pada suhu dan tingkat off flavor
(Rachmansyah, 2004).
Dari segi nutrisi ikan bandeng, diperoleh kandungan EPA dan DHA masing-
masing 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), untuk bandeng laut dan lebih tinggi
dibandingkan bandeng tambak, yaitu masing-masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA
(Rachmansyah dkk, 2002 dalam Rachmansyah, 2004). Jika dibandingkan dengan
kandungan Omega-3 dari beberapa jenis ikan laut yang berkisar antara 0.2-3.29
g/100 g edible portion (Tabel 1), maka ikan bandeng yang dipelihara dilaut memiliki
kandungan omega-3 sebesar 3.15 g/100 g edible portion relatif sama dengan jenis
ikan sardine, mackerel dan salmon.
7
Tabel 1. Kandungan Omega-3 dari Beberapa Jenis Ikan Laut
Jenis Ikan Omega-3 (g/100 g edible portion)
Bandeng hasil produksi KJA di laut*
Bandeng hasil produksi tambak*
Sardines
Mackerel
Salmon
Herring
Cod
Tuna
3.15 (EPA 1.76; DHA 1.39)
1.88 (EPA 1.44; DHA 0.44)
3.90
3.60
2.60
2.30
0.30
0.20
Sumber: Fridman (1998) dalam Rachmansyah dkk. (2004)
Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng
Keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng secara intensif antara lain
ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Protein merupakan salah satu zat
makanan yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi guna mencapai pertumbuhan
yang optimal. Zat makanan ini merupakan bagian terbesar dari daging. Protein
harus selalu tersedia cukup dalam pakan yang diberikan pada ikan. Selanjutnya
dikatakan bahwa kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
ukuran ikan, suhu air, tingkat pemberian pakan, ketersediaan dan kualitas pakan,
energi yang dikandung dalam pakan dan kualitas proteinnya. Menurut Zoenevel , et
al (1991) dalam Sukmawati (2006), kebutuhan energi ikan dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor antara lain spesies ikan, umur atau ukuran ikan, aktivitas ikan, suhu
dan jenis makanan. Ikan karnivor membutuhkan tingkat protein yang lebih tinggi dari
pada ikan herbivor. Ikan pada stadia larva membutuhkan protein yang lebih tinggi
dari ikan dewasa (Sukmawati, 2006).
8
Lim, et al. (1979) mengemukakan bahwa kadar protein optimal untuk
pertumbuhan benih bandeng dengan bobot rata-rata 40 mg yang dipelihara di laut
sebesar 40%. Menurut Lovell (1989) dalam Kordi (2009), tingkat protein optimum
dalam pakan untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50%. Pertumbuhan ikan
bandeng muda yang terbaik adalah dengan pemberian pakan buatan dengan
komposisi protein 60% (Lee dan Livia, 1976). Penambahan bobot benih ikan yang
dicapai sebesar 0,135 gram dan tingkat kelangsungan hidup 60% selama 30 hari
masa pemeliharaan. Jumlah kebutuhan protein pakan untuk setiap stadia biasanya
berbeda, pada stadia larva dan benih dibutuhkan protein yang tinggi, tetapi
sebaliknya rendah pada stadia pembesaran (Lovell, 1980, Roonyaratpalin, 1991;
Boonyaratpalin, 1997). Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian (Tabel 2)
yang dikutip oleh Boonyaratpalin (1997).
Tabel 2. Kebutuhan Protein Pakan Ikan Bandeng
Ukuran Ikan (g) Kebutuhan Protein (%pakan)
0.01-0.035
0.04
0.5-0.8
52-60
40
30-40
Sumber: Boonyaratpalin (1997).
Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber asam lemak dan energi
metabolisme, untuk struktur seluler dan pemeliharaan integritas
membran.Kebutuhan lemak total untuk pertumbuhan juvenil ikan bandeng sebesar
7-10% (Borlongan dan Coloso, 1992). Juvenil ikan bandeng membutuhkan asam
lemak esensial omega-3 sebesar 1.0-1.5% (Borlongan, 1992). Kadar lemak yang
terlalu tinggi akan menyebabkan pengaruh sampingan, yaitu penurunan konsumsi
makanan dan pertumbuhan, serta degradasi hati. Sedangkan Yamada (1983 dalam
Kordi 2009) menjelaskan bahwa kelebihan lemak akan menimbulkan penyakit
9
nutrisi, seperti pengendapan lemak pada usus dan otot yang menyebabkan kualitas
ikan menurun dan mengurangi bobot tubuh (Kordi, 2009).
Borlongan dan Coloso (1992) telah melakukan percobaan tentang
kebutuhan asam amino essensial pada juvenil ikan bandeng seperti disajikan pada
Kandungan asam lemak linoleat tertinggi pada daging ikan bandeng yang
diberi pakan B yaitu 7.29 %, dan terendah pada daging ikan bandeng yang diberi
pakan C yaitu 5.83%. Kandungan asam lemak linolenat tertinggi pada daging ikan
bandeng yang diberi pakan E yaitu 35.64 %, dan terendah pada daging ikan
bandeng yang diberi pakan B yaitu 30.22%. Kandungan EPA tertinggi pada daging
ikan bandeng yang diberi pakan E yaitu 2.73 %, dan terendah pada daging ikan
bandeng yang diberi pakan C yaitu 2.02%. Sesangkan untuk kandungan DHA
tertinggi pada daging ikan bandeng yang diberi pakan B dan E yaitu 0.60% dan
terendah pada daging ikan bandeng yang diberi pakan D yaitu 0.42 %. Keragaman
komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh faktor pakan yang diberikan kepada
36
ikan tersebut, walaupun nilai kandungan asam lemak yang didapat tidak jauh
berbeda (Ozogul 2005 dalam Rahardjo, 2008).
Gambar 6. Komposisi Asam Lemak Tak Jenuh Rata-rata Daging Ikan Bandeng pada Berbagai Perlakuan Pakan
Komposisi asam lemak tak jenuh dengan atom C rangkap lebih dari satu
yang terkandung dalam daging ikan bandeng pada berbagai jenis pakan dapat
dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, asam lemak tak jenuh
dengan atom C rangkap lebih dari satu (PUFA) terdiri dari linoleat, linolenat EPA
dan DHA. Asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) ikan bandeng didominasi oleh
linolenat (C18:3, n-3) untuk semua perlakuan yaitu 34.66%, 30.22%, 34.04%,
34.29%, dan 35.64%. Kandungan linoleat (C18:2, n-6) yang terdapat pada tubuh
ikan bandeng untuk semua perlakuan yaitu 6.55%, 7.29%, 5.83%, 6.53%, dan
7.03%, sedangkan untuk kandungan EPA dan DHA yang terdapat pada tubuh ikan
bandeng untuk semua perlakuan yaitu 2.36%, 2.12%, 2.02%, 2.46%, 2.73% dan
0.52%, 0.60%, 0.43%, 0.42%, 0.60%.
Kandungan EPA dan DHA dalam ikan bandeng yang didapat dalam
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmansyah (2004). Pada penelitian
0
10
20
30
40
A B C D E
Ikan
Kada
r asa
m le
mak
rata
-rat
a (%
)C18:2
C18:3
C20:5
C22:6
Pakan
37
sebelumnya, kandungan EPA dan DHA pada ikan bandeng yang dipelihara di
tambak dan di KJA, yaitu 1.44 ; 0.44 dan 1.76 ; 1.39.
Kadar asam lemak-ω3 dan ω6 pada tubuh ikan dapat mempengaruhi sifat
fluiditas membran sel yang selanjutnya dapat menunjang metabolisme sel secara
keseluruhan sehingga dapat mempengaruhi penyimpanan protein dan lemak pada
tubuh ikan (Mokoginta et al. 1989, Ibeas el al. 1994, Verret et al.1994 dalam
Supriatna, dkk, 1999).
Kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi pada ikan bandeng
seperti linolenat, linoleat, EPA dan DHA sangat berguna bagi tubuh manusia
apabila mengkonsumsinya karena asam lemak tak jenuh yang berasal dari ikan
memiliki berbagai fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Asam lemak memiliki fungsi
yang penting bagi tubuh, asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-
bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti
hormon (hormonlike) yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur
tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun
terhadap luka dan infeksi. Asam lemak n-3 merupakan kelompok Long Chain
Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam
perkembangan otak dan fungsi penglihatan. Oleh karena itu, defisiensi n-3 dapat
berisiko menderita penyakit pembuluh darah dan jantung (Muchtadi et al. 1993
dalam Rahardjo, 2008).
Kualitas Air
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran kualitas air media
pemeliharaan ikan bandeng meliputi suhu, oksigen terlarut, pH dan amoniak.
Kisaran nilai parameter kualitas air yang diperoleh selama penelitian disajikan pada
Tabel 13.
38
Tabel 13. Kisaran Nilai Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian
Parameter Perlakuan A B C D E
Suhu (0C) pH DO (ppm) NH3 (ppm)
25-27 6.62-8.42
4.2-5 0.002-0.02
25-27 6.69-8.42
4.8-5 0.003-0.02
25-27 6.73-8.42
3.5-5 0.004-0.02
25-27 6.76-8.42
4.5-5 0.014-0.02
25-27 6.80-8.42
3.8-5 0.0070.02
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa suhu selama penelitian
berkisar antara 25-27 °C. Kisaran ini layak untuk pemeliharaan dan pertumbuhan
ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi dan Tancung (2005) bahwa
suhu optimal untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23-32°C. Tingkat
keasaman (pH) yang diperoleh berkisar antara 6.62-8.42, kisaran ini tergolong layak
untuk kehidupan ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2009) bahwa
ikan bandeng masih dapat tumbuh optimal pada 6.5-9.
Kandungan oksigen terlarut yang didapat selama penelitian berkisar antara
3.5-5 ppm. Nilai ini kurang optimal untuk pemeliharaan ikan bandeng secara
berkelanjutan, dimana nilai oksigen terlarut yang optimal adalah 4-7 ppm.
Rendahnya nilai oksigen yang didapat dikarenakan sistem resirkulasi memiliki
kelemahan yaitu akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran
apabila tidak dikeluarkan dari sistem Tetapi masalah ini dapat di atasi dengan
dengan mengganti air dan penyifonan secara rutin.
Kandungan amoniak yang diperoleh berkisar 0.002-0.02 ppm. Kiasaran ini
tergolong layak untuk pemeliharaan ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kordi dan Tancung (2005), bahwa dalam pemeliharaan ikan bandeng kandungan
amoniaknya tidak boleh lebih dan 0.1 ppm, sebab apabila kadar amoniak yang
terlalu tinggi akan menyebabkan rusaknya jaringan insang, dimana lempeng insang
membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan terganggu.
39
V. PENUTUP
Kesimpulan
Dari kegiatan penelitian pemberian pakan terhadap ikan bandeng dengan
tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot yang berbeda, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Komposisi kimia semua jenis pakan dengan tingkat subtitusi tepung maggot
yang berbeda memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan bandeng.
2. Komposisi kimia pakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
komposisi lemak dan BETN pada tubuh ikan bandeng.
Saran
Pemberian pakan dengan subtitusi tepung maggot sebesar 100% dapat
digunakan untuk pemeliharaan ikan bandeng ukuran gelondongan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, Mokoginta, I., Affandi, R., dan Jusadi, D. 2000. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Pakan Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). J.II. Pert. Indo. Vol. 9(2)
Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta
Anonim. 2010. Alternatif Pakan Ternak Ikan. Diakses dari (http://kotakediri.2.forumer.com/index.php?showtopic=556.html)
Anonim. 2010. Maggot Pakan Alternatif. Diakses dari (http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=113:maggot-pakan-alternatif&catid=117:berita&Itemid=126)
Anonim. 2010. Ikan Bandeng Potensial Dibudidayakan Dalam KJA di Laut. Diakses dari (http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31/ikan-bandeng-potensial-dibudidayakan-dalam-kja-di-laut/.html)
Anonim. 2010. Budidaya Ikan Bandeng. Diakses dari (http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-ikan-bandeng.html)
Anonim. 2011. Cara Menghitung Kalori pada Briket. Diakses dari http://tech.groups.yahoo.com/group/Teknik-Kimia/message/12306.
Anonim. 2010. Maggot Pakan Alternatif. Diakses dari (http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id)
Benitez, L. V. 1989. Amino Acid and Fatty Acid Profiles in Aquaculture Nutrition Studies
Boonyaratpalin, M. 1997. Nutrient Requiretments of Marine Food Fish Cultured in South Asia.
Borlongan, I. G, and Coloso R. M. 1992.Lipid and Patty Acid Composition of Milkfish (Chanos chanos Forsskal) Grown in Freswater and Seawater.
Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam the Netherland.
Buwono, I. B. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Ding, L., Yongqing, M., dan Xianghua, L. 1989. Improvement of Meat Quality of Grass Carp Ctenopharyngodon idellus
41
Ekasari, Jannah, R., Tunggal. E, Rizki, A., Kurnia, S., M. Hirzul Amani, Herta, N., Affandi, F. 2009. Laporan Resmi Praktikum Nutrisi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Kordi, Ghufran. 2008. Budi Daya Perairan Jilid 1. PT Citra Aditya Bakti. Bandung
Kordi, Ghufran. 2009. Budi Daya Perairan Jilid 2. PT Citra Aditya Bakti. Bandung
Kordi, G. dan Tancung, A. B., 2005. Penelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta
Hadadi, A., Herry, Setyorini, Surahman, A., Ridwan, E. 2007.Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Pakan Ikan.
Haryati. 2002. Respon Larva Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Terhadap Pakan Buatan dalam Sistem Pembenihan [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haryati. 2008. Modul Domestic Non Degree Training (DNDT). Univeritas Hasanuddin, Makassar.
http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id (2010). Diakses pada 20 Nopember 2010 di Makassar.
http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-ikan-bandeng.html (2010). Diakses pada 18 Nopember 2010 di Makassar.
Masyamsir. 2001. Membuat Pakan Ikan Buatan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Priyadi, A., Azwar, Z. I., Subamia, I.W., dan Hem, S. 2008.Pemanfaatan Maggot Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dalam Pakan Buatan Untuk Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus Melanopterus Bleeker).
Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange
Kabupaten Barru Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Rahardjo, A. P. 2008. Pengaruh Umur Panen Terhadap Komposisi Asam Lemak Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouram) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Sukmawati. 2006. Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) pada Berbagai Kadar Karbohidrat-Protein Pakan yang di Inokulasikan dengan Carnobacterium sp. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Supriatna. Mokoginta, I., Affandi, R., Bintang, M. J. 1999. Pengaruh Kadar Asam Lemak-ω3 yang Berbeda dan Kadar Asam Lemak-ω6 Tetap Pakan terhadap
42
Pertumbuhan dan Komposisi Asam Lemak Ikan Bawal Air Tawar. Hayati., Vol. 6, NO.4 hal. 98-102.
Suwirya, K., Marzugi. M, Prijono. A, dan Giri, N.A. 2005. Pengaruh Substitusi
Minyak Ikan dengan Minyak Kedelei Dalam Lemak Pakan Terhadap Pertumbuhan Benih Kerapu Lumpur (Epinephelus coioides). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 11 Nomor 5
Zainuddin. 2010. Pengaruh Calsium dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Efisiensi Pakan, Kandungan Mineral dan Komposisi Tubuh Juvenil Ikan Kerapu Macan (Epinephelus Fuscoguttatus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,Vol. 2 No. 2:1-9