-
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kelapa merupakan tanaman tropis yang telah lama
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk minyak goreng atau
dibuat santan. Santan digunakan sebagai bahan campuran berbagai
masakan/produk pangan. Santan mempunyai rasa lemak, sehingga
membuat rasa masakan menjadi lebih sedap dan gurih dengan aroma
khas kelapa yang harum (adanya senyawa nonylmethylketone).
Mengingat begitu luasnya penggunaan santan dalam perkembangan
industri pangan, maka para ahli teknologi pangan terdorong untuk
mengembangkan produk-produk baru dari santan sebagai ingridien
untuk keperluan industri dan rumah tangga. Santan merupakan emulsi
minyak dalam air alami berwarna putih susu yang diekstrak dari
endosperma (daging buah) kelapa tua baik dengan atau tanpa
penambahan air. Pada skala rumah tangga, ekstraksi santan dilakukan
dengan cara memeras parutan kelapa segar yang sudah dicampur dengan
air panas (hangat). Sedangkan untuk skala industri, ekstraksi
dilakukan dengan mesin pemeras santan yang memungkinkan untuk
mendapatkan santan murni 100% tanpa diperlukan penambahan air pada
parutan kelapa.
Santan seringkali memberikan beberapa masalah
khusus bagi para ahli teknologi pangan, karena santan tidak
dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan
terhadap produk lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi
(penggumpalan) jika dipanaskan di atas suhu 80°C, dan aroma
(flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang. Oleh karena
itu, untuk pengawetan jangka panjang santan perlu distabilkan
dengan penambahan emulsifier dan stabilizer yang sesuai diikuti
dengan
-
2
homogenisasi untuk mereduksi ukuran globula lemak (Chiewchan, et
al, 2006).
Saat ini telah banyak ditemukan metode atau cara untuk
memperpanjang umur simpan santan, salah satunya seperti yang
dilakukan oleh Srihari dkk (2010). Pada penelitiannya bertujuan
untuk menganalisis pengaruh penambahan maltodextrin pada pembuatan
tepung santan. Santan kelapa cair yang digunakan dalam penelitian
ini dibuat dari dua variabel perbandingan berat kelapa : air, yaitu
1:1 dan 1:2. Santan cair yang dihasilkan dipisahkan skim dan
krimnya kemudian diambil skimnya saja. Skim yang diperoleh
ditambahkan maltodekstrin dengan konsentrasi 0%, 4%, 8% dan 12%.
Kemudian ditambahkan 0,15% Tween 80 lalu dipanaskan pada suhu 65ºC
selama 15 menit. Selanjutnya dianalisa untuk mengetahui
karakteristik santan cair tersebut meliputi kadar air, densitas,
viskositas dan total padatan terlarut (ºBrix). Pada santan kelapa
cair dengan penambahan maltodekstrin konsentrasi 0% dan 12% tidak
dilaporkan karena setelah dilakukan proses spray drying, bubuk yang
dihasilkan tidak sesuai yang diharapkan. Pada santan kelapa dengan
maltodekstrin 0%, bubuk yang dihasilkan sangat sedikit. Sedangkan
santan kelapa dengan maltodekstrin 12%, bubuk yang dihasilkan
kurang mempunyai aroma santan kelapa dan sangat menyerupai
maltodekstrin. Berdasarkan hal tersebut, akhirnya menggunakan
santan kelapa dengan penambahan maltodekstrin 4% dan 8%.
Meskipun sudah dilakukan beberapa penelitian terkait
tentang cara pengawetan santan, namun sampai saat ini belum
diketahui berapa umur simpan tepung yang dihasilkan dari penelitian
tersebut. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur
simpan tepung santan yang telah dihasilkan dari metode yang pernah
ada. Ada informasi yang menyebutkan bahwa umur simpan tepung santan
adalah sekitar 1 tahun. Keterangan umur simpan produk pangan
merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh
produsen
-
3
pada label kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur
simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk
pangan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke
tangan konsumen. Informasi umur simpan produk juga sangat penting
bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual dan
distributor.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
memprediksi umur simpan dari suatu produk adalah dengan
menggunakan metode pengujian umur simpan terakselerasi (ASLT)
melalui pendekatan Arrhenius yang dianggap paling valid. Model
Arrhenius ini menggunakan pengaruh suhu dalam penentuan umur simpan
produk. Penggunaan suhu yang tinggi pada proses penyimpanan akan
dapat mengetahui umur simpan dari suatu produk. Dalam penelitian
ini, peneliti ingin melakukan penelitian untuk menduga atau
memprediksi umur simpan tepung santan yang merupakan hasil terbaik
yang dihasilkan dari penelitian sebelumnya, yaitu pada penelitian
Dewi (2012). Pada penelitiannya itu bertujuan untuk menganalisis
pengaruh suhu awal (inlet) dari pengering dan konsentrasi
maltodextrin terhadap sifat fisik dan juga kimia terhadap kebutuhan
energi pengeringan dan untuk mengetahui berapa banyak energi
pengeringan yang diperlukan dalam pembuatan tepung santan dengan
menggunakan spray dryer jenis Buchi B-290. Formulasi konsentrasi
maltodextrin (M) yang digunakan terdiri dari tiga tingkat yaitu 4,
6, dan 8% dengan variasi temperature pengeringan (T) juga terdiri
dari tiga tingkat yang berbeda , yaitu 130°C,140°C,150°C. Kemudian
dianalisis meliputi organoleptik (rasa, derajat keputihan dan
kapasitas dispersi), proksimat dan kebutuhan energi pengeringan.
Tepung santan kelapa ini memiliki sifat yang relatif stabil saat
penyimpanan pada suhu ruang. Oleh karena itu, digunakan metode
akselerasi dengan mempertinggi suhu penyimpanan produk. Dengan
menggunakan metode ini, produk akan dipercepat laju
kerusakannya.
-
4
1.2 Rumusan Masalah Berapakah umur simpan tepung santan kelapa
dengan
penambahan bahan tambahan Maltodextrin 4% dan Natrium Kaseinat
3% menggunakan mesin spray dryer tipe Buchi B-290? 1.3 Tujuan
1. Mengetahui laju penurunan mutu dari masing-masing parameter
yang digunakan untuk menentukan umur simpan Tepung santan.
2. Mengetahui umur simpan tepung santan kelapa dengan penambahan
bahan tambahan Maltodextrin 4% dan Natrium Kaseinat 3% dengan
menggunakan metode Accelerated Self Life Testing (ASLT). 1.4
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan umur simpan tepung santan dengan menggunakan
bahan tambahan berupa Maltodextrin dan Natrium Kaseinat. 1.5
Batasan Masalah
1. Dalam penelitian ini tidak membahas nilai ekonomi dari proses
penentuan umur simpan tepung santan kelapa dan energi yang
dibutuhkan dalam pembuatan tepung santan secara mendalam.
2. Penelitian ini tidak membahas tentang pengaruh jenis kemasan
yang digunakan untuk mengemas tepung santan terhadap umur simpan
tepung santan.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Santan
Santan seringkali memberikan beberapa masalah khusus
bagi para ahli teknologi pangan, karena santan tidak dapat
disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap
produk lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi
(penggumpalan) jika dipanaskan di atas suhu 80°C, dan aroma
(flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang. Oleh karena
itu, untuk pengawetan jangka panjang santan perlu distabilkan
dengan penambahan emulsifier dan stabilizer yang sesuai diikuti
dengan homogenisasi untuk mereduksi ukuran globula lemak
(Soekopitojo, 2009).
Santan adalah suatu cairan yang diperoleh dengan cara
pengepresan parutan kelapa dengan atau tanpa penggunaan air. Di
Indonesia, pengolahan kelapa menjadi santan sebagian besar masih
dilakukan secara sederhana pada skala rumah tangga. Cara tersebut
dianggap kurang praktis karena memakan banyak waktu dan tenaga,
terutama jika diperlukan dalam jumlah besar. Di samping itu, santan
segar secara almiah mudah sekali rusak, dan hanya bertahan selama
24 jam. Tingginya kandungan air, protein dan lemak merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Untuk mempertinggi umur
simpannya, atau untuk keperluan yang lebih luas (misalnya untuk
ekspor) dan agar lebih praktis diperlukan cara pengolahan santan
yang tepat. Santan mempunyai sifat fisik dan komposisi yang mirip
susu sapi, sehingga dapat ditangani dengan cara yang sama. Salah
satu pengolahan susu yang banyak dijumpai adalah dalam bentuk bubuk
atau tepung susu. Oleh karena adanya kemiripan antara santan dan
susu, maka santan dapat diolah menjadi bentuk bubuk atau tepung (
Hamdani , 2010 ).
-
6
Santan adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa
yang diparut dan kemudian diperas bersama air.Santan mempunyai rasa
lemak dan digunakan sebagai perasa yang menyedapkan masakan menjadi
gurih. Pada masa dahulu, santan akan diperas dari kelapa yang
diparut dan dicampur dengan air panas sebelum diperas. Minyak dalam
santan terdapat dalam bentuk emulsi minyak air dengan protein
sebagai stabilisator emulsi. Air sebagai pendispersi dan minyak
sebagai fase terdispersi. Di dalam sistim emulsi minyak air,
protein membungkus butir-butir minyak dengan suatu lapisan tipis
sehingga butir-butir tersebut tidak dapat bergabung menjadi satu
fase kontinyu. Butir-butir minyak dapat bergabung menjadi satu fase
kontinyu jika sistem emulsi di pecah dengan jalan merusak protein
sebagai pembungkkus butir-butir minyak. Dalam industri makanan,
peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan
aroma, cita rasa , flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil
olahan (Riwan, 2012). 2.2 Bahan Pembuatan Tepung Santan 2.2.1 Bahan
Baku (Buah Kelapa)
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan
suatu produk dalam proses produksi dan memiliki presentase yang
besar dalam produk dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya.
Kualitas bahan baku sangat mempengaruhi kualitas produk yang akan
dihasilkan. Bahan baku dalam pembuatan tepung santan ini adalah
daging buah kelapa. Menurut (Lay dan Pasang 2003), kelapa memiliki
nama latin Cocos Nucifera dan merupakan anggota tunggal dari marga
Cocos yang berasal dari suku aren-arenan atau Arecacea. Kelapa
memiliki banyak manfaat, karena hampir semua bagian kelapa bisa di
olah atau di manfaatkan oleh manusia. Maka dari itu kelapa sering
kali di anggap sebagai tumbuhan serbaguna, terlebih bagi penduduk
wilayah pesisir. Buah yang di hasilkan oleh tumbuhan kelapa juga di
sebut dengan nama yang sama, yaitu kelapa. Diperkirakan asal
mula
-
7
Kelapa ialah berasal dari bagian pesisir Samudera Hindia yang
ada pada sisi bagian Asia, akan tetapi keberadaanya kini sudah
menyebar luas di di hamper semua pantai tropika yang ada di
dunia.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung
santan adalah sebagai berikut (Rindengan, 1999): a. Daging buah
kelapa merupakan bahan baku utama dari pembuatan tepung santan.
Sebaiknya daging buah kelapa yang digunakan adalah kelapa yang
tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu berumur sekitar
11-12 bulan agar santan yang dihasilkan barkualitas baik. Daging
buah yang berumur 11-12 bulan tersebut mempunyai kandungan gizi
yang cukup yaitu dengan kadar protein 4,11%, serat kasar 30%, 58%,
lemak 15,89%, kadar air 4,65%, kadar abu 0,66%, dan karbohidrat
74,69%. Gambar belahan buah kelapa ditunjukkan pada Gambar 1 serta
komposisi zat gizi daging buah kelapa dapat dilihat pada Tabel
1.
(Chandra,2012) Gambar 1. Belahan buah kelapa
-
8
Tabel 1. Analisa Kandungan Gizi Buah kelapa per 100 gr
Sumber: Chandra (2012) Berdasarkan sistematika botaninya,
tanaman kelapa dikelompokkan sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi :
Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Arecidae Ordo :
Arecales Family : Arecaceae Genus : Cocos Species : Cocos nucifera
L. (Oktora, 2013) b. Air merupakan bahan baku utama setelah buah
kelapa yang digunakan dalam pembuatan tepung santan. Air yang
digunakan adalah air yang berkualitas baik dan bersih. Air terdiri
dari molekul H2O yang berikatan satu sama lain dengan ikatan
hidrogen yang bersifat polar. Ikatan hidrogen ini tidak hanya
mengikat molekul-molekul air satu sama lain, tetapi dapat
Analisa (dalam 100 gram)
Buah Muda
Buah Setengah Tua
Buah Tua
Kalori 68.0 kalori 180.0 kalori 359.0 kalori Protein 1.0 gram
4.0 gram 3.4 gram Lemak 0.9 gram 13.09 gram 34.7 kalori
Karbohidrat 14.0 gram 10.0 gram 14.0 gram Kalsium 17.0 mg 8.0
gram 21.0 mg Fosfor 30.0 mg 35.0 gram 21.0 mg Besi 1.0 mg 1.3 mg
2.0 mg
Thiamin 0 mg 0.5 mg 0.1 mg Asam askorbat 4.0 mg 4.0 mg 2.0
mg
Air 83.3 gram 70.09 gram 46.9 gram Bagian yang dapat
dimakan 53.0 gram 53.0 gram 53.0 gram
-
9
menyebabkan pembentukan hidrat antara air dengan senyawa-senyawa
lain yang mempunyai kutub oksigen dan nitrogen. Sifat polar air
tersebut melemahkan ikatan hidrogen dalam komponen lain, sehingga
mempercepat pencampuran dalam pembentukan adonan ( Aspandi, 2011).
2.2.2 Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam sustu
produk pada saat proses pengolahan dengan tujuan untuk melapisi
komponen-komponen flavor, meningkatkan jumlah total padatan,
memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mencegah
kerusakan bahan akibat panas. Bahan pengisi yang digunakan dalam
pembuatan tepung santan antara lain adalah: a. Maltodextrin
Maltodekstrin merupakan polimer dekstrosa (biasa disebut polimer
glukosa). Secara umum dijual dalam bentuk bubuk kering, tidak
mengandung banyak protein, lemak dan serat, serta tidak dapat
dibuat dari produk malt. Maltodekstrin dapat diaplikasikan untuk
membuat makanan rendah lemak, rendah kalori dan dengan kandungan
karbohidrat yang tinggi. Maltodekstrin memiliki nilai kalori rendah
yaitu 1 kkal/gram dan berfungsi untuk membentuk tekstur,
kekentalan, mengontrol kadar air dan pembentukan lapisan, selain
itu juga berfungsi sebagai bahan pembantu pendispersi, sebagai
bahan pembawa aroma, bahan pengisi dan dapat mempertahankan
viskositas serta bentuk fisik makanan. b. Natrium Kaseinat Natrium
Kaseinat merupakan bahan alami berbentuk bubuk putih dengan
kandungan protein 65%, diperoleh dengan melarutkan kasein dalam
natrium hidroksida. Berperan sebagai bahan aditif pangan (pengikat
dan pengembang dalam sosis),
-
10
pengemulsi dan pemantap (protein utama dalam susu) (Pudjaatmaka,
2011 dalam Dewi ,2012). 2.2.3 Tahapan Pembuatan Tepung Santan
Tahap-tahap pembuatan tepung santan cukup bervariasi, tetapi
pada prinsipnya terdapat beberapa tahap sebagai berikut: a.
Blanching
Blanching adalah pemanasan sesaat dengan suhu 75-95°C selama
1-10 menit tergantung dari jenis dan ukuran bahan. Blansing
biasanya dilakukan pada bahan yang akan dikeringkan, dibekukan,
dikalengkan atau pengolahan lanjutan dengan tujuan menurunkan
aktivitas enzim yang dapat menyebabkan perubahan rasa, warna dan
kandungan gizi. Selain itu, blanching juga bertujuan untuk
memperbaiki tekstur, dan mempermudah proses pengisian pada
pengalengan karena terjadi pelunakan tekstur (Zaif, 2013). b.
Pemarutan dan Pemerasan
Dalam proses pemarutan kelapa menggunakan alat pemarut kelapa
dengan plat yang bergerigi yang digerakkan oleh motor listrik
kemudian proses pemersannya dilakukan dengan cara tradisional
menggunakan tangan dan alat penyaring (Tarwiyah,2001) c.
Homogenisasi
Homogenisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk
menyeragmkan ukuran globula-globula lemak yang besarnya 2-20 mikron
agar mencegah pemisahan lemak pada proses selanjutnya dan
menghindari terbentuknya lapisan kimia yang terjadi bila susu
didiamkan. Homogenisasi dapat dilakukan dengan pengadukan
menggunakan kecepatan tinggi pada suhu yang tinggi pula (Sumpena,
2011).
d. Pengeringan Menurut Hasibun (2005) bahwa bahasa
pengeringan
merupakan penghidratan, yang berarti menghilangkan air dari
suatu bahan. Proses pengeringan berlaku bila bahan yang dikeringkan
kehilangan sebagian atau keseluruhan air yang
-
11
dikandungnya. Pengeringan menyebabkan zat-zat yang terdapat pada
bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan
lebih terkonsentrasi. Vitamin yang terdapat pada bahan pangan yang
dikeringakan akan mengalami penurunan mutu, hal ini disebabkan
karena ada beberapa vitamin yang tidak tahan terhadap suhu
tinggi.
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan
makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah
air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar
dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw :
0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan
suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan
beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan
pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering
buatan (Winarno,1992)
Pengeringan yang dilakukan dalam penbuatan tepung santan adalah
dengan pengeringan semprot (Spray dryer) yang dilengkapi dengan
sistem penyemprotan. Pada proses pengeringan semprot, cairan
disemprotkan melalui nozle pada udara panas. Butiran halus cairan
secara cepat mengering menghasilkan produk kering yang bersifat
bubuk (Estiasih dan Ahmadi, 2009 dalam Dewi, 2012). 2.2.4 Mutu
Tepung Santan
Standar penerimaan mutu atas suatu produk didasari oleh sejumlah
kreteria mutu. Mutu suatu produk didefinisikan sebagai kelompok
sifat atau pamuas yang melekat pada suatu produk yang membedakan
tingkat pemuas atau tingkat penerimaannya bagi pembeli atau
konsumen (Susanto, 1994 dalam Sri, 2012).
Standar yang digunakan sebagai pembanding syarat mutu tepung
santan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) susu bubuk rendah
lemak yang mempunyai sifat fiskokimia hampir sama dengan tepung
santan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dan juga santan bubuk
yang ada di pasaran yaitu
-
12
santan bubuk Cocomaxi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel
3.
Tabel 2. SNI 01-2970-1999 Susu Bubuk Rendah Lemak
Sumber : Misgiyarta (2008) Tabel 3. Informasi Nilai Gizi Santan
Bubuk Cocomaxi
Sumber : PT. Aloe Vera Indonesia (2011)
NO Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa
- -
Normal Normal
2. Air b/b % Maks. 4,0 3. Abu b/b% Maks. 9,0 4. Lemak % 1,5 –
26,0 5. Protein % Min. 26,0 6. Pati % Tidak Ternyata
NO Jenis Uji % AKG*
1. Lemak Total 21
2. Protein 2
3. Karbohidrat 3
4. Gula -
5. Natrium 0
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energy 2000 kKal
-
13
2.3 Kerusakan pada Tepung Santan Kerusakan santan bisa juga
disebabkan oleh
mikroorganisma. Mikroorganisma tumbuh sangat cepat di dalam
santan di daerah tropis yang mempunyai temperatur antara 30-40°C.
Macam jasad renik yang dapat turmbuh dalam santan yaitu:
Achromobacter, Bacillus, balaei coli, Penicillium. Cladosporium,
Microbacterium. Microccocus , Saccharomyces , Mucor, Fusariurn dan
lain-lain (Mabesa, 1973).
Selain itu ada juga Lactobacillus delbrueckii dan L. plantarium
yang menurut Puertollano et al . (1970), mampu memecah emulsi
santan sehingga emulsi santan rusak. Jasad renik yang dapat merusak
kestabilan emulsi santan tersebut pertumbuhannya cepat pada suhu
30- 40°C dan menjadi lambat pada suhu 40°C.
Kerusakan santan dalam bentuk lain yaitu terjadinya perubahan
aroma dan menguningnya santan. Untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme dalam santan, dapat dilakukan dengan pasteurisa pada
suhu kurang dari 75°C, karena santan tidak dapat disterilkan dengan
menggunakan panas yang tinggi, yang dapat menyebabkan
terkoagulasinya protein yang terdapat dalam santan dan pecahnya
emulsi santan (Hagenmaier, 1980)
Santan kelapa juga mengalami ketengikan, timbulnya cita rasa
yang tidak disukai dan kerusakan sistem emulsi santa bila disimpan
pada suhu rendah. Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada bahan pangan, antara lain yang terpenting adalah: 1.
Pertumbuhan dan aktivitas mikroba 2. Aktivitas enzim yang terdapat
dalam bahan pangan 3. Aktivitas serangga, parasit dan binatang
pengerat 4. Kandungan air dalam bahan pangan 5. Suhu, baik suhu
tinggi maupun rendah 6. Udara khususnya oksigen 7. Sinar 8. Waktu
penyimpanan (Nordin , 1978).
-
14
Berikut ini adalah kriteria kadaluarsa beberapa produk
pangan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Kadaluarsa Beberapa Produk Pangan Produk
Mekanisme
Penurunan Mutu Kriteria Kadaluarsa
Teh Kering Penyerapan uap air Peningkatan kadar air
Susu Bubuk Penyerapan uap air dan Oksidasi
Pencoklatan dan Laju Konsumsi O2
Makanan laut kering beku
Oksidasi dan fotodegradasi
Aktivitas air
Makanan bayi Penyerapan uap air Konsentrasi asam aksorbat
Makanan kering Penyerapan uap air -
Sayuran kering Penyerapan uap air Off flavour - perubahan
warna
Kol kering Penyerapan uap air Pencoklatan
Tepung biji kapas Penyerapan uap air Pencoklatan
Tepung tomat Penyerapan uap air Konsentrasi asam aksorbat
Biji-bijian Penyerapan uap air Peningkatan kadar air
Keju Penyerapan uap air Tekstur
Bawang kering Penyerapan uap air Pencoklatan
Buncis hijau Penyerapan uap air Konsentrasi klorofil
Keripik kentang Penyerapan uap air dan Oksidasi
Laju oksidasi dan laju konsumsi O2
Udang kering beku Oksidasi Konsentrasi karoten dan laju
konsentrasi O2
Tepung gandum Penyerapan uap air dan Oksidasi
Konsentrasi asam aksorbat
Minuman ringan Pelepasan O2 Perubahan tekanan
(Floros dan Gnanasekharan 1993 dalam Herawati, 2008) 2.4 Umur
Simpan
Umur simpan adalah kurun waktu ketika suatu produk makanan akan
tetap aman, mempertahankan sifat sensori, kimia, fisik, dan
mikrobiologi tertentu, serta sesuai dengan
file:///D:/wiki/Kimiafile:///D:/wiki/Fisikfile:///D:/wiki/Mikrobiologi
-
15
keterangan pelabelan data nutrisi, ketika disimpan pada kondisi
tertentu. Keterangan mengenai umur simpan diinformasikan kepada
konsumen produk makanan dalam bentuk label supaya mereka dapat
mengetahui waktu dan kondisi antara waktu pembelian hingga
konsumsi. Secara umum, ada tiga macam komponen penting yang
berhubungan dengan umur simpan, yaitu perubahan mikrobiologis
(terutama untuk produk dengan umur simpan yang pendek), serta
perubahan kimia dan sensori (terutama untuk produk dengan waktu
simpan menengah hingga lama) (Kusnandar, 2010a).
Menurut Syarief et.al. (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi
umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut :
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan
oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan
fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume. 3. Kondisi
atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana
kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
4. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya
air, gas. dan bau termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian
yang terlipat.
2.5 Pendugaan Umur Simpan
Menurut Syarif dan Halid (1993) beberapa metode yang digunakan
untuk menentukan umur simpan produk makanan antara lain adalah : 1.
Studi Literatur
Penetapan umur simpan dip[eroleh dari literatur yang analog
dengan produk tersebut. Berdasarkan asumsi bahwa produk yang
mempunyai proses produksi yang sama akan menghasilkan umur simpan
yang hampir sama.
file:///D:/wiki/Nutrisifile:///D:/wiki/Konsumen
-
16
2. Turnover Time Jangka waktu produk selama berada di rak
penjual
sehingga konsumen memperkirakan sendiri berapa lama umur
simpannya. Ini tidak menunnjukkan umur simpan yang sebenarnya, tapi
hanya umur dimpan yang dibutuhkan. Ini diasumsikan bahwa produk
masih dapat diterima untuk beberapa waktu tertentu berada di
penjual. 3. End Point Study
Produk diambil secara random sampling dari penjual eceran
kemudia di tes di laboratorium untuk dianalisa kualitasnya. Dari
sinilah umur simpan dapat ditetapkan karena produk sudah mengalami
perlakuan selam penyimpanan dan penjualan. 4. Accelerated Shelf
Life Testing
Penerapan umur simpan dengan mempercepat kerusakan produk yaitu
dengan mengkondisikan produk di luar kondisi normal dengan tujuan
untuk menentukan laju reaksi kerusakannya. Setelah laju reaksi
penurunan mutu diketauhi, umur simpan dapat ditentukan dengan
persamaan kinetika reaksi. 5. Metode Konvensional
Metode ini dilakukan dengan menyimpan produkpada tempat
penyimpanan melalui uji organoleptik untuk mengetauhi batas
penerimaan panelis. Pengamatan dihentikan sampai perubahan yang
terjadi menunjukkan penurunan mutu sehingga produk tidak layak
dikomsumsi. 6. Metode diagram Isohidrik, Isokronik dan Isotermik
Penyimpanan
Metode ini digunakan untuk biji-bijian dan serealia dengan
menggambarkan diagram Isohidrik, Isotermik dan Isokronik.
Diagram-diagram tersebut dibuat hasil percobaan empiris yan
memerlukan waktu yang lama. Untiuk dapat membuat diagram tersebut
harus ditentukan dulu salah satu faktor mutu yang menjadi tolak
ukur. Misalnya susut bahan kering karena respirasi, kontaminasi
jasad renik (kapang), asam lemak bebas dan viabilitas benih.
-
17
2.6 Metode Pengujian Umur Simpan Terakselerasi (Accelerated
Shelf Life Testing/ASLT )
Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan
umur simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi
kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein,
dan sebagainya. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat
pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk
semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur
simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan
kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk
chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan produk pangan
lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi
lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi
terjadinya reaksi kecoklatan) (Labuza, 1982).
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering
disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi
lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk
pangan. Salah satu keuntungan metode ASLT yaitu waktu pengujian
secara singkat dengan ketepatan dan akurasi tinggi. Hal ini
diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model.
Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain pada
produk yang sama dapat terjadi akibat ketidak-sempurnaan model
dalam mendiskripsikan faktor, yang terdiri atas produk, bahan
pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2007).
Beberapa asumsi dasar yang sering digunakan dalam perhitungan
masa simpan menurut Ghanasekharan dan Floros ( 1993) dalam Herawati
(2008) adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme kerusakan yang terjadi sangat tergantung pada
faktor lingkungan (tekanan parsial oksigen, kelembaban
relative,temperatur) dan faktor komposisi (pH, konsentrasi,
aktivitas air, dan sebagainya ).
-
18
2. Laju penurunan mutu dapat ditentukan dengan menghubungkan
beberapa hasil penilaian organoleptik dan toksikologi .
3. Kemasan diasumsikan bebas dari kebocoran sehingga
karakteristik penyerapan hanya tergantung pada bahan kemasan saja.
2.7 Orde Reaksi Penurunan Mutu Bahan Pangan
Menurut Labuza (1982), reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi
oleh suhu, maka model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan
produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu
penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan
produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1
(persamaan 1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model
reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan
sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan
non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu
kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan
pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe
kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah
(1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2)
pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta
kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off
flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan
makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering).
Persamaan reaksi ordo 0:
- dA
= k0 (1) dt
Persamaan reaksi ordo 1:
lnAt /A0=kθ (2)
-
19
dimana: A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t Ao = nilai
mutu awal t = waktu penyimpanan (dalam hari, bulan atau tahun) k =
konstanta laju reaksi ordo nol atau satu At = nilai A diakhir umur
simpan θ = umur simpan dalam hari, bulan atau tahun
Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan
kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan
dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju
reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian
dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k)
pada suhu penyimpanan yang diinginkan dengan menggunakan persamaan
Arrhenius. Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k
(konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan,
kemudian digunakan perhitungan umur simpan sesuai dengan ordo
reaksinya (persamaan 1 dan 2).
2.8 Plot Umur Simpan
Menurut Labuza (1982) pendekatan yang sederhana untuk menentukan
pengaruh suhu terhadap mutu makanan yaitu plot umur simpan. Metode
ini tepat untuk kondisi dimana data yang tersedia untuk mendapatkan
konstanta kecepatan sedikit atau jika waktu untuk mencapai waktu
tertentu dari perubahan mutu telah ditentukan itu tersedia datanya.
Beberapa model yang sering digunakan adalah Arrhenius, model linier
dan Q10. Dan masing-masing plot umur simpan model Arrhenius dapat
dilihat pada Gambar 2.
-
20
Model Arrhenius Hubungan yang paling umum untuk pengaruh suhu
pada laju kerusakan mutu makanan adalah model Arrhenius. Persamaan
untuk model ini adalah sebagai berikut:
ln k= ln k0-EA/RT ( 3 ) ln k
Slope: EA/R
1/T
Gambar 2. Plot Umur Simpan Menggunakan Model Arrhenius
Menurut Syarief dan Halid (1993), semakin sederhana model yang
digunakan untuk menduga umur simpan, maka semakin banyak asumsi
yang dipakai. Asumsi-asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini
antara lain adalah:
1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh 1 macam reaksi
saja
2. Tidak terjadinya faktor lain yang mengakibatkan penurunan
mutu
3. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat
proses-proses yang terjadi sebelumnya
4. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap Energi
aktivasi beberapa reaksi kimia dapat dibagi menjadi 3 golongan.
Penggolongan ini dapat dilihat pada Tabel 5.
-
21
Tabel 5. Penggolongan Jenis-jenis Reaksi Berdasarkan Besarnya
Energi Aktivasi
Golongan Jenis Reaksi
Energi aktivasi rendah (2-15) kkal/mol
a. Reaksi-reaksi enzimatis b. Kerusakan pigmen karotenoid c.
Kerusakan pigmen klorofil d. Kerusakan oksidasi lemak
Energi aktivasi sedang (15-30) kkal/mol
a. Kerusakan vitamin b. Kerusakan pigmen-pigmen larut air c.
Reaksi Maillard
Energi aktivasi tinggi (50-100) kkal/mol
a. Inaktivasi enzim b. Inaktivasi mikroba dan spora
Sumber: Sadler (1987)
Energi aktivasi umumnya diturunkan dari slope pada plot ln k dan
suhu absolute (1/T) serta tergantung dari Aw, kadar air,
konsentrasi padatan dan pH. Menurut Labuza (1982), energi aktivasi
dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh suhu terhadap
reaksi. Energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln k
berubah cukup besar hanya dengan perubahan beberapa derajat suhu.
Dengan demikian, nilai slope akan besar.
-
22
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakan. Untuk pengujiannya dilakukan pada bulan Mei 2015 di
laboratorium Mutu Hasil Pertanian jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Brawijaya.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan untuk proses
pembuatan tepung santan antara lain: Untuk pembuatan tepung santan:
1. Parang / pisau besar 2. Alat pemarut kelapa 3. Timbangan 4.
Wadah / baskom 5. Saringan 6. Gelas Ukur 7. Mixer 8. Spray Dryer
Tipe Buchi-B290 Untuk Analisa: 1. Timbangan digital 2. Inkubator
suhu 35 an 3. Tabung reaksi 4. Pipet tetes 5. Pengaduk 6. Plastik
7. Sealer listrik 8. Cawan petri
-
23
3.2.2 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan
tepung santan yaitu buah kelapa yang tidak terlalu tua berumur
sekitar 11-12 bulan dan air bersih untuk membantu pengambilan sari
kelapa (santan). Bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan
tepung santan yaitu: 1. Maltodekstrin: sebagai bahan pengisi
(filler). 2. Natrium Kaseinat : sebagai pengemulsi lemak.
1.3 Metode Penelitian
Sampel yang digunakan merupakan tepung santan kelapa yang dibuat
dengan metode pengeringan menggunakan spray dryer tipe Buchi-B290
dari perlakuan terbaik pada penelitian sebelumnya, yaitu kombinasi
perbandingan kelapa dan air 1:2, perbandingan krim dan skim 1:1,
dengan penambahan maltodextrin 4%, Natrium Kaseinat 3% dan suhu
inlet pengeringan yaitu 150° C. Kemudian dikelompokan berdasarkan
suhu penyimpanan yaitu 35ºC, 40°C, 45ºC dan 50ºC.
1.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Persiapan Bahan
Formulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu
pada penelitian sebelumnya yang menghasilkan produk terbaik.
Konsentrasi maltodekstrin adalah, 4% dengan konsentrasi natrium
kaseinat 3% yang telah disesuaikan dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) tentang penambahan bahan kimia pada makanan.
Perbandingan kelapa dan air yang digunakan adalah 1:2 (b/v). 3.4.2
Pembuatan Tepung Santan
Sesuai dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh
Dewi (2012), proses pembuatan tepung santan dimulai dengan proses
pengupasan sabut kelapa dan tempurung kelapa untuk diambil buahnya
yang kemudian dicuci
-
24
menggunakan air. Setelah bersih, dilanjutkan dengan proses
blanching pada suhu 100°C. Buah kelapa diparut dan diperas (diambil
sarinya) dengan menambah air. Selanjutnya bahan dicampur dengan
bahan pengisi lain sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan.
Dilakukan homogenisasi agar semua bahan dapat tercampur rata.
Diagram Alir proses pembuatan santan dan tahap selanjutnya adalah
pengeringan bahan dalam alat pengering semprot pada suhu 150°C pada
tekanan 5 bar. Tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
-
25
Pengupasan sabut dan tempurung
kelapa
Pencucian daging kelapa
pemarutan
Pencampuran dengan air 1;2 b/v
Pemerasan
Penyaringan
Homogenisasi
Natrium Kaseinat 3%
MULAI
Kelapa segar
Santan Campuran
Santan Maltodextrin 4%
A
-
26
Tidak YA
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Santan
Persiapan bahan dengan tambahan bahan pengisi sesuai
perlakuan
Pengukuran massa bahan, volume, kadar air dan suhu awal
bahan
Uji coba alat
Layak proses
Pengeringan dengan suhu 150°C
Tepung Santan
Pengukuran massa tepung, rendemen, kadar air dan bilangan
FFA
Data Hasil Analisa: 1. 1. Massa tepung 2. 2. Rendemen 3. 3.
Kadar air 4. 4. Bilangan FFA
SELESAI
A
-
27
3.4.3. Pengamatan Setelah Pembuatan Tepung Santan Dalam
pembuatan Tepung Santan, setelah diperoleh
tepung santan dilakukan pengamatan kualitas tepung santan.
Pengamatan ini meliputi kadar air, massa tepung, rendemen, bilangan
FFA (Free Fatty Acid) dan kadar lemak total tepung santan.
Pengujian beberapa parameter di atas dilakukan setiap 5 hari sekali
selama 25 hari. Data yang diperoleh dari pengamatan ini merupakan
data awal tepung santan sebelum dilakukan perlakuan selanjutnya
untuk mengetahui atau memprediksi umur simpan. 3.4.4 Penentuan Umur
Simpan Tepung Santan dengan
Pendekatan Arrhenius Penentuan umur simpan tepung santan
dilakukan
dengan mengambil tepung santan yang dihasilkan sebanyak 600 gr
kemudian dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok
disimpan pada suhu 35°C, 40°C, 45°C dan 50°C di dalam inkubator.
Keempat sampel ini diamati kondisinya setiap 10 hari sekali yaitu
berupa nilai bilangan FFA, lemak total dan kadar air yang merupakan
faktor mutu yang relevan untuk penentuan umur simpan tepung. Data
dari hasil pengamatan produk terhadap waktu kemudian diplotkan dan
dihitung regresi liniernya. Dari data tersebut akan diperoleh 4
persamaan regresi untuk keempat kondisi penyimpanan yang berbeda,
menggunakan persamaan Y= a + bx, dimana Y merupakan nilai
karakteristik tepung santan, x merupakan waktu penyimpanan (hari),
a merupakan nilai karakteristik tepung santan pada awal penyimpanan
dan b adalah laju perubahan nilai karakteristik (nilai b sama
dengan k).
Pendekatan Arrhenius dilakukan dengan persamaan ln k = ln k0 –
(E/R).(1/T) untuk mendapatkan nilai k0 dan juga energi aktivasi.
Kemudian ditentukan nilai k untuk laju perubahan karakteristik
tepung santan dengan rumus yaitu k = k0.e
-E/RT. Umur simpan tepung santan dihitung dengan persamaan
kinetika reaksi berdasarkan orde reaksinya yaitu orde nol dengan
persamaan At = A0-kt. Sedangkan jika menggunakan
-
28
orde satu maka persamaannya At= lnA0-kt. Diagram alir penentuan
umur simpan tepung santan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Alir Pengamatam Tepung Santan
Perhitungan umur simpan dengan persamaan kinetika reaksi
berdasarkan ordo reaksinya
UMUR SIMPAN
600 gr Tepung Santan
Penyimpanan pada suhu 35°C,40°C ,45°C dan 50°C
Pengamatan setiap 5 hari (Bilangan FFA.lemak total dan kadar air
) selama 25 hari
Pengeplotan hasil pengamatan (Bilangan FFA ,lemak total dan
kadar air ) terhadap waktu
Perhitungan 3 persamaan regresi linier Y = a + bx, dimana b =
slope
Pengeplotan nilai K dengan suhu (1/T )
Perhitungan persamaan regresi linier ln k = ln k˳- (E/R).(1/T)
,
dimana k˳ = faktor pre exponensial dan E/R = slope
Perhitungan nilai k ( Konstanta Arrhenius)
Penentuan parameter kunci dengan nilai energy aktivasi (E)
terkecil
Perhitungan umur simpan dengan persamaan kinetika reaksi
berdasarkan ordo reaksinya
-
29
.3.4.5 Pengamatan Selama Proses Penentuan Umur Simpan
Tepung santan yang telah dihasilkan kemudian akan disimpan dalam
incubator pada kondisi suhu yang berbeda, yaitu 35, 40, 45 dan
50°C. Setiap 5 hari sekali, tepung santan ini diamati kadar lemak
total, kadar air dan kandungan asam lemak bebas (FFA). Pengamatan
setiap 5 hari sekali ini difungsikan untuk mengetahui laju
penurunan kualitas tepung santan yang disimpan. Data yang diperoleh
dari setiap pengamatan ini akan diolah untuk mengetahui pola dari
laju penurunan kualitas tepung santan dan juga dapat dilakukan
prediksi umur simpan tepung santan yang dihasilkan.
-
30
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Tepung Santan Kelapa Pada penelitian ini, tepung
santan yang dihasilkan diamati
kualitasnya berdasarkan kandungan lemak total, warna, kadar air
dan bilangan asam lemak bebas (FFA), dan rendemen tepung santan
kelapa yang dihasilkan merupakan parameter mutu tepung santan.
Nilai ini merupakan nilai pengamatan yang diambil pada saat setelah
pembuatan tepung santan dan sebelum diberikan perlakuan suhu
penyimpanan hingga hari ke-25. Kualitas tepung santan yang
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kualitas Tepung Santan Awal
Parameter Pengamatan Nilai
Kadar air (%) 3.005
Rendemen (%) 6.743
Kandungan lemak total (%) 15.36
Bilangan asam lemak bebas (FFA) (%) 0.04
Rendemen awal yang dihasilkan dari santan campuran
menjadi tepung santan sebesar 6.743%. Nilai ini sedikit lebih
besar dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Dewi (2012) yang menghasilkan rendemen akhir sebesar 4.137%, hal
ini dikarenakan pada penelitian ini hanya menggunakan tekanan
sebesar 5 bar sehingga dapat menghasilkan tepung santan yang lebih
besar namun waktu yang dibutuhkan juga lebih lama.
Kadar air tepung santan yang dihasilkan pada penelitian ini
adalah sebesar 3.005%, sementara kadar air yang dihasilkan pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi (2012)
-
31
yaitu sebesar 2.437%. Perbedaan kadar air tepung santan yang
dihasilkan diduga karena sudah mulai menurunnya kualitas mesin
spray dryer sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar air yang
cenderung lebih tinggi. Namun, nilai kadar air ini masih sesuai
dengan syarat mutu menurut standar SNI tentang susu bubuk rendah
lemak karena karakteristik tepung santan ini mirip dengan
karakteristik yang dimiliki oleh susu bubuk rendah lemak, yaitu
maksimal sebesar 4%. Kadar air ini sangat penting untuk menentukan
kualitas dan daya simpan tepung santan yang dihasilkan.
Hasil pengujian kandungan lemak dari tepung santan yang
dihasilkan dari penelitian ini adalah sebesar 15.36%. Nilai ini
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya oleh Dewi (2012) yaitu sebesar 38.44%. Namun nilai
kandungan lemak yang dihasilkan pada penelitian ini masih sesuai
dengan standar mutu sesuai syarat SNI tentang susu ubuk rendah
lemak yaitu sebesar 1.5-26%.
Hasil pengujian untuk bilangan asam lemak bebas (FFA) dari
tepung santan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0.04%.
namun pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi (2012)
tidak dilakukan analisa terhadap nilai bilangan asam lemak bebas
(FFA). 4.2 Mutu Tepung Santan Kelapa Selama Penyimpanan
Penentuan umur simpan tepung santan kelapa dilakukan dengan
penyimpanan tepung santan kelapa pada empat suhu inkubasi yng
berbeda, yaitu 35, 40, 45, dan 50°C selama 25 hari. Tepung santan
ini dilakukan pengujian terhadap kadar lemak total, bilangan FFA
dan kadar air setiap 5 hari selama 25 hari. Berikut ini adalah
hasil perbandingan nilai FFA, kadar air dan lemak total sebelum dan
sesudah penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7
-
32
Tabel 7. Perbandingan nilai FFA, kadar air dan lemak total pada
tepung san tan sebelum dan sesudah penyimpanan
Parameter Sebelum Penyimpanan
Akhir Penyimpanan pada suhu 35°C 40°C 45°C 50°C
Bilangan FFA (%)
0.04 0.14 0.17 0.19 0.21
Kadar air (%)
3.005 5.651 5.763 5.975 6.354
Lemak Total (%)
15.36 21.52 22.39 21,68 22.59
4.2.1 Bilangan Asam Lemak Bebas (FFA) Berikut ini adalah data
keseluruhan dari hasil pengujian bilangan asam lemak bebas untuk
setiap perlakuan selama 25 hari dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Nilai Bilangan Asam Lemak Bebas (FFA)
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
1 2 3 4 5 6
FFA
(%
)
Pengujian ke-
Bilangan FFA
35°C
40°C
45°C
50°C
-
33
Dari data hasil pengujian bilangan asam lemak bebas
(FFA) pada Gambar 5, nilai bilangan asam lemak bebas semakin
besar selama penyimpanan. Pada setiap suhu penyimpanan mengalami
kenaikan nilai bilangan FFA yang sangat signifikan, hal ini juga
dapat dipengaruhi oleh keberadaan oksigen dalam kemasan. Pada
penelitian ini, peneliti melakukan pengemasan dengan cara manual
yaitu menggunakan sealer listrik dan tanpa mengukur berapa banyak
oksigen yang terdapat dalam kemasan. sehingga jumlah oksigen dalam
kemasan menjadi tidak sama dan hal inilah yang mungkin menyebabkan
nilai bilangan FFA pada setiap pengujian nilainya tidak stabil.
selain itu, pada penelitian ini pembuatan tepung santan tidak satu
kali proses dikarenakan mesin spray dryer yang digunakan hanya
memiliki kapasitas 1 liter per hari.
Menurut Khairan, dkk (2006) dalam Sri (2012), asam lemak bebas
dihasilkan dari perubahan senyawa peroksida yang berasal dari
proses oksidasi (akibat interaksi minyak tidak jenuh dengan
oksigen) dan proses hidrolisis (akibat keberadaan air dalam tepung
santan). Sehingga dimungkinkan suhu dan lama penyimpanan yang
digunakan tidak berdampak signifikan terhadap besarnya nilai asam
lemak bebas (FFA). 4.2.2 Kandungan Lemak Total Berikut ini adalah
data keseluruhan dari hasil pengujian kadar Lemak Total untuk
setiap perlakuan selama 25 hari dapat dilihat pada Gambar 6.
-
34
Gambar 6. Nilai kandungan lemak total
Dari data hasil pengujian kandungan lemak total pada
sampel tepung santan ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan nilai
kandungan lemak total selama masa penyimpanan. Perubahan nilai
kandungan lemak total yang semakin naik ini menunjukkan bahwa
dengan semakin lama penyimpanan dan semakin tinggi suhu yang
digunakan dalam penyimpanan berpengaruh terhadap kandungan lemak
pada tepung santan yang berarti bahwa ada penurunan mutu yang
terjadi selama perlakuan penyimpanan pada empat suhu yang
berbeda.
Penurunan mutu pangan dengan kadar lemak tinggi oleh oksigen
telah menjadi masalah utama dalam penyimpanan produk pangan (Arpah
2007). Lemak yang bereaksi dengan oksigen akan membentuk produk
primer dan sekunder. Produk primer oksidasi lemak adalah
hidroperoksida sedangkan produk sekundernya antara lain aldehida,
asam keton, dan asam hidroksi. Terdapat tiga mekanisme berbeda yang
dapat memicu terjadinya reaksi peroksidasi lemak yaitu autooksidasi
oleh radikal bebas, fotooksidasi, dan reaksi yang melibatkan enzim
(Raharjo,dkk 2001). Reaksi oksidasi lemak berlangsung secara
spontan oleh adanya radikal bebas, dimana radikal bebas yang
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6
Lem
ak T
ota
l(%
)
Pengujian ke-
Lemak Total
35°C
40°C
45°C
50°C
-
35
dimaksud adalah oksigen yang dengan semakin lama waktu
penyimpanan dan meningkatnya suhu akan menjadi senyawa yang
reaktif. Kenaikan kandungan lemak total pada tepung santan ini
menyebabkan adanya penggumpalan pada tepung santan yang kemudian
menyebabkan tepung santan ini menjadi tidak layak dikonsumsi.
4.2.3 Kadar Air Berikut ini adalah data keseluruhan dari hasil
pengujian Kadar Air Tepung santan untuk setiap perlakuan selama 25
hari dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Nilai Kadar Air Tepung Santan
Dari data nilai kadar air data pengujian, nilai kadar air
tepung santan mengalami kenaikan pada sekitar 3%. Hal ini
menunjukkan bahwa tepung santan mengalami penurunan kualitas. Kadar
air tepung santan pada akhir penyimpanan memiliki nilai yang sudah
tidak sesuai dengan SNI tentang susu bubuk rendah lemak dengan
batasan kadar air maksimal 4%.
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6
Kad
ar A
ir(%
)
Pengujian ke-
Kadar Air
35°C
40°C
45°C
50°C
-
36
Kadar air pada tepung santan hasil penelitian ini memang
mengalami peningkatan ketika diberi perlakuan penyimpanan pada suhu
di atas suhu normal penyimpanan. Hal inilah yang menyebabkan tepung
santan ini mengalami penurunan mutu meskipun selisih nilai yang
tidak terlalu jauh.
Dari keseluruhan data untuk nilai bilangan asam lemak bebas
(FFA), kadar air dan kandungan lemak total terhadap waktu dan juga
suhu penyimpanan secara umum, semakin tinggi suhu penyimpanan maka
nilai kadar air, bilangan FFA dan lemak total mengalami kenaikan.
Begitu juga dengan semakin lama waktu penyimpanan maka nilai kadar
air, bilangan FFA dan lemak total mengalami kenaikan. Meskipun
besarnya suhu dan lama penyimpanan tidak memberikan efek yang
signifikan terhadap kenaikan nilai kadar air, bilangan FFA dan
lemak total.
4.3 Kinetika Penurunan Mutu Tepung Santan Selama
Penyimpanan
Selama penyimpanan, terjadi kemunduran mutu tepung santan
kelapa. Hal ini diketahui dari kecenderungan meningkatnya nilai
kadar air, bilangan FFA dan kandungan lemak total pada tepung
santan yang dilakukan pengujian setiap 5 hari sekali selama 25 hari
dengan suhu penyimpanan yang berbeda, yaitu 35°C, 40°C, 45°C dan
50°C. Penurunan mutu ini merupakan akibat dari reaksi kimia yang
terjadi selama penyimpanan. Reaksi kimia yang menjadi penyebab
penurunan mutu ini pada umumnya mengikuti reaksi ordo 0 dan ordo 1(
Kusnandar, 2012). 4.3.1 Bilangan Asam Lemak Bebas (FFA)
Dari data yang diperoleh untuk nilai bilangan asam lemak bebas
selama penyimpanan, cenderung memgalami kenaikan yang menandakan
bahwa kualitas tepung santan ini mengalami penurunan mutu. Dengan
adanya perubahan bilangan asam lemak bebas yang semakin meningkat
ini maka kualitas tepung
-
37
santan yang dihasilkan akan semakin menurun. Sesuai dengan hasil
pengujian bilangan asam lemak bebas selama penyimpanan pada Gambar
5, kita dapat mengetahui plot perubahan nilai tersebut pada grafik
linier untuk perubahan nilai asam lemak bebas. Perasamaan linier
untuk perubahan bilangan asam lemak bebas serta besarnya koefisien
hubungan antara nilai bilangan asam lemak bebas dengan lama waktu
penyimpanan untuk ke empat suhu penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 8.
Pada penelitian kali ini untuk bilangan FFA menggunakan reaksi
ordo satu, hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) yang
menyatakan bahwa laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan
produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1
(persamaan 1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model
reaksi ordo nol adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan
sayuran segar serta beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan
non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan produk susu
kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan
pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe
kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah
(1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2)
pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta
kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off
flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan
makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan
kering).
-
38
Gambar 8. Plot Nilai Bilangan Asam Lemak Bebas Tepung Santan
Selama Penyimpanan ( Ordo Satu)
Dari persamaan regresi linier yang terbentuk, diperoleh
nilai suhu penyimpanan dalam (1/T) dan nilai laju perubahan
karakteristik dalam (ln k) yang merupakan bilangan asam lemak bebas
(FFA) sesuai pada Gambar 9.
Gambar 9. Plot Parameter Arrhenius Bilangan FFA Tepung
Santan
y = 0,0456x - 3,0158 R² = 0,9102
y = 0,0486x - 2,7936 R² = 0,7309
y = 0,0577x - 2,9566 R² = 0,9029
y = 0,0578x - 2,8569 R² = 0,8391
-3,5
-3
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0 10 20 30
ln F
FA
Hari ke-
Bilangan FFA 35°C
40°C
45°C
50°C
Linear(35°C)Linear(40°C)Linear(45°C)Linear(50°C)
y = -1758x + 2,5973 R² = 0,8876
-3,15
-3,1
-3,05
-3
-2,95
-2,9
-2,85
-2,8
0,003 0,0031 0,0032 0,0033
ln k
1/T
Ln k Ln k
Linear(Ln k)
-
39
Dari Gambar 9, persamaan regresi linier untuk hubungan
antara 1/T dan ln k yang merupakan parameter Arrhenius nilai
bilangan asam lemak bebas tepung santan selama penyimpanan adalah :
y = -1758x + 2.597 R² = 0.887 r = 0.942 Seperti halnya koefisien
korelasi keempat suhu penyimpanan terhadap nilai bilangan asam
lemak bebas (Gambar 9), koefisien korelasi ( r ) untuk hubungan 1/T
dan ln k mendekati satu. Hal ini menandakan bahwa suhu memiliki
pengaruh terhadap nilai laju reaksi perubahan asam lemak bebas
(FFA) tepung santan. Dari persamaan linier hubungan antara 1/T
dengan ln k ini dihasilkan nilai energi aktivasi untuk peningkatan
nilai bilangan asam lemak bebas (FFA) tepung santan. Besarnya
energi aktivasi untuk bilangn asam lemak bebas tepung santan ini
adalah sebesar 3,491 Kkal/mol. Besarnya energi aktivasi ini berarti
bahwa unutuk meningkatkan nilai bilangan asam lemak tepung santan
membutuhkan energy sebesar 3,491 Kkal/mol. Sesuai dengan pernyataan
Sadler (1987), energy aktivasi untuk peningkatan nilai asam lemak
bebas (FFA) tepung santan ini termasuk energi aktivasi rendah
karena berkisar antara 2-15 Kkal/mol. 4.3.2 Kandungan Lemak Total
Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan untuk penentuan umur
simpan tepung santan adalah bilangan asam lemak bebas, kandungan
lemak total dan kadar air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qazumi
(1993) dalam Sri (2013) yang menyatakan bahwa faktor mutu relevan
adalah salah satu dari kriteria mutu penting produk yang biasanya
dipilih dari sifat kimia, fisik atau mikrobiologi sebagai kriteria
utama penentuan kadaluarsa. Faktor mutu dapat berupa kadar air pada
biscuit, jumlah mikroba pada daging, kandungan asam lemak pada
-
40
minyak, dan sebagainya. Sesuai dengan tabel hasil pengujian
kandungan lemak total pada tepung santan selama proses penyimpanan
pada Tabel 10, kita dapat mengetahui plot perubahan nilai tersebut
pada grafik linier perubahan kendungan lemak total seperti pada
Gambar 10.
Gambar 10. Plot Nilai Kandungan Lemak Total Selama Penyimpanan
(Orde Nol)
Dari persamaan regresi linier yang terbentuk, diperoleh
nilai suhu penyimpanan dalam (1/T) dan nilai laju perubahan
karakteristik dalam (ln k) yang merupakan nilai kandungan lemak
total sesuai pada Gambar 11.
y = 0,2481x + 14,498 R² = 0,9345
y = 0,3716x + 14,147 R² = 0,9395
y = 0,3272x + 14,973 R² = 0,9869
y = 0,4057x + 14,564 R² = 0,9693
0
5
10
15
20
25
30
0 10 20 30
Lem
ak T
ota
l (%
)
Hari Ke-
Lemak Total T1
T2
T3
T4
Linear(T1)Linear(T2)Linear(T3)Linear(T4)Linear(T4)
-
41
Gambar 11. Plot Parameter Arrhenius Kandungan Lemak Total Tepung
Santan
Dari Gambar 11, persamaan regresi linier untuk hubungan antara
1/T dan ln k yang merupakan parameter Arrhenius nilai bilangan
lemak total tepung santan selama penyimpanan adalah : Y = -2688x +
7.405 R² = 0.660 r = 0.812 Seperti halnya koefisien korelasi
keempat suhu penyimpanan terhadap nilai lemak total (Gambar 12),
koefisien korelasi ( r ) untuk hubungan 1/T dan ln k mendekati
satu. Hal ini menandakan bahwa suhu memiliki pengaruh yang nyata
terhadap nilai laju reaksi perubahan kandungan lemak total pada
tepung santan. Dari persamaan linier hubungan antara 1/T dengan ln
k ini dihasilkan nilai energi aktivasi untuk peningkatan nilai
kandungan lemak total tepung santan. Besarnya energi aktivasi untuk
kandungan lemak total tepung santan ini adalah sebesar 5.338
Kkal/mol. Besarnya energi aktivasi ini berarti bahwa untuk
meningkatkan nilai lemk total tepung santan membutuhkan energi
sebesar 5.338 Kkal/mol.
y = -2688x + 7,4055 R² = 0,6601
-1,6
-1,4
-1,2
-1
-0,8
-0,6
-0,4
-0,2
0
0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
ln k
1/T
Ln k
Ln k
Linear(Ln k)
-
42
Sesuai dengan pernyataan Sadler (1987), energy aktivasi untuk
peningkatan nilai kandungan lemak total tepung santan ini termasuk
nilai energi aktivasi rendah karena nilai energi aktivasi yang
rendah adalah berkisar antara 2 - 15 Kkal/mol. Menurut Sadler
(1987), energi aktivasi rendah berkisar antara 2-15 Kkal/mol untuk
reaksi enzimatis, kerusakan pigmen klorofil dan kerusakan oksidasi
lemak. Energi aktivasi sedang jika nillainya berkisar antara 15-30
Kkal/mol untuk jenis kerusakan vitamin, kerusakan pigmen-pigmen
larut air dan reaksi Maillard. Sedangkan energi aktivasi tinggi
jika nilainya berkisar antara 50-100 Kkal/mol. Berdasarkan
pernyataan Sadler (1987), maka energy akivasi untuk peningkatan
kadar lemak total pada tepung santan ini tergolong energi aktivasi
rendah. Semakin rendah nilai energy aktivasi maka reaksi akan
berjalan lebih cepat karena membutuhkan energi yang lebih kecil
untuk proses dan sebaliknya, jika semakin besar energi aktivasi
yang dihasilkan maka akan semakin lambat pula reaksi yang terjadi
karena energi yang dibutuhkan juga semakin besar. 4.3.3 Kadar
Air
Dalam penelitian ini, parameter berikutnya yang
digunakan untuk penentuan umur simpan tepung santan adalah kadar
air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Qazumi (1993) dalam Sri
(2013) yang menyatakan bahwa faktor mutu relevan adalah salah satu
dari kriteria mutu penting produk yang biasanya dipilih dari sifat
kimia, fisik atau mikrobiologi sebagai kriteria utama penentuan
kadaluarsa. Faktor mutu dapat berupa kadar air pada biscuit, jumlah
mikroba pada daging, kandungan asam lemak pada minyak, dan
sebagainya. Sesuai dengan tabel hasil pengujian kandungan kadar air
pada tepung santan selama proses penyimpanan pada Gambar 7, kita
dapat mengetahui plot perubahan nilai tersebut pada grafik linier
perubahan kendungan lemak total seperti pada Gambar 12.
-
43
Gambar 12. Plot Nilai Kadar Air Selama Penyimpanan (Orde
Nol)
Dari persamaan regresi linier yang terbentuk, diperoleh nilai
suhu penyimpanan dalam (1/T) dan nilai laju perubahan karakteristik
dalam (ln k) yang merupakan nilai kandungan lemak total sesuai pada
Gambar 13.
Gambar 13. Plot Parameter Arrhenius Kadar Air Tepung Santan
y = 0,0994x + 3,0498 R² = 0,9877
y = 0,1092x + 3,0527 R² = 0,9833
y = 0,1051x + 3,1506 R² = 0,9522
y = 0,123x + 3,0658 R² = 0,9769
0
1
2
3
4
5
6
7
0 10 20 30
Kad
ar A
ir(%
)
Hari
Kadar Air T1
T2
T3
T4
Linear(T1)Linear(T2)
y = -1226x + 1,6605 R² = 0,7457
-2,35
-2,3
-2,25
-2,2
-2,15
-2,1
-2,05
0,00305 0,0031 0,00315 0,0032 0,00325
Ln k
1/T
Ln k
Ln k
Linear(Ln k)
-
44
Dari Gambar 13, persamaan regresi linier untuk hubungan antara
1/T dan ln k yang merupakan parameter Arrhenius nilai kadar air
tepung santan selama penyimpanan adalah : Y = -1226x + 1.660 R² =
0.745 r = 0.863 Seperti halnya koefisien korelasi keempat suhu
penyimpanan terhadap nilai bilangan asam lemak bebas (Gambar 9),
koefisien korelasi ( r ) untuk hubungan 1/T dan ln k tidak
mendekati satu. Hal ini menandakan bahwa suhu memiliki pengaruh
yang nyata terhadap nilai laju reaksi perubahan kandungan lemak
total pada tepung santan. Dari persamaan linier hubungan antara 1/T
dengan ln k ini dihasilkan nilai energi aktivasi untuk peningkatan
nilai kandungan lemak total tepung santan. Besarnya energi aktivasi
untuk kadar air tepung santan ini adalah sebesar 2.435 Kkal/mol.
Besarnya energi aktivasi ini berarti bahwa unutuk meningkatkan
nilai lemk total tepung santan membutuhkan energi sebesar 2.435
Kkal/mol. Sesuai dengan pernyataan Sadler (1987), energy aktivasi
untuk peningkatan nilai kandungan lemak total tepung santan ini
termasuk nilai energi aktivasi rendah karena nilai energi aktivasi
yang rendah adalah berkisar antara 2 - 15 Kkal/mol. Semakin rendah
nilai energy aktivasi maka reaksi akan berjalan lebih cepat karena
membutuhkan energi yang lebih kecil untuk proses dan sebaliknya,
jika semakin besar energi aktivasi yang dihasilkan maka akan
semakin lambat pula reaksi yang terjadi karena energi yang
dibutuhkan juga semakin besar. Hasil pendugaan umur simpan tepung
santan ini menggunakan metode Arrhenius dimana yang digunakan untuk
menentukan umur simpan adalah yang menghasilkan nilai energi
aktivasi paling rendah dari masing-masing parameter yang digunakan.
Dan nilai energy aktivasi dari masing-masing parameter dapat
dilihat pada Tabel 8.
-
45
Tabel 8. Energi Aktivasi
Parameter Persamaan Linear Nilai Energi Aktivasi
Bilangan FFA y = -1758x + 2.597
3.491 Kkal/mol
Lemak Total y = -2688x + 7.405 5.338 Kkal/mol
Kadar Air y = -1226x + 1.660 2.435 Kkal.mol
Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa nilai energy aktivasi yang
terendah adalah kadar air,namun dalam hal ini parameter yang
paling berpengaruh dalam perhitungan umur simpan tepung santan
adalah bilangan asam lemak bebas (FFA). Hal ini dikarenakan tepung
santan akan mengalami ketengikan selama proses penyimpanan pada
suhu di atas normal. Berikut ini hasil pendugaan umur simpan tepung
santan berdasarkan kadar air dapat dilihat pada tabel 9.
-
46
Tabel 9. Pendugaan Umur Simpan Tepung Santan Berdasarkan
Bilangan FFA
Persamaan Suhu (°C)
Nilai k Ao At Umur Simpan (hari)
y = -1758x + 2.597 50 0.0581 0.04 0.5 43.48
y = -1758x + 2.597 45 0.0533 0.04 0.5 47.39
y = -1758x + 2.597 40 0.0488 0.04 0.5 51.76
y = -1758x + 2.597 35 0.0445 0.04 0.5 56.76
y = -1758x + 2.597 27 0.0383 0.04 0.5 65.95
y = -1758x + 2.597 25 0.0368 0.04 0.5 68.64
Dari Tabel 9, umur simpan untuk suhu ruang yaitu antara
25°C dihitung berdasarkan persamaan y = -1758x + 2.597 untuk
konversi suhu dalam Kelvin. Orde reaksi satu yaitu lnAt /A0=kθ
dimana nilai A0 sebesar 0.04 dan nilai At sebesar 0.5 . Nilai A0
merupakan nilai awal Bilangan FFA sebelum mengalami perlakuan
penyimpanan pada suhu yang berbeda. Sementara At merupakan nilai
maksimal atau nilai batas jumlah Bilangan FFA pada minyak kelapa
murni. Untuk batas nilai Bilangan FFA sebenarnya belum ditemukan
jadi dalam penelitian ini yang digunakan adalah batas akhir
Bilangan FFA dari minyak kelapa murni. Dari tabel dapat dilihat
bahwa tepung santan apabila disimpan pada suhu 27°C akan mampu
bertahan sampai 65 hari dan apabila disimpan pada suhu 25°C akan
mampu bertahan sampai dengan 68 hari berdasarkan dengan parameter
FFA.
Hasil pendugaan umur simpan tepung santan pada Tabel 9
menunjukkan bahwa umur simpan tepung santan akan berbeda pada
setiap suhu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan yang
digunakan, maka akan semakin pendek
-
47
umur simpan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan adanya reaksi
kimia yang sangat cepat yang menyebabkan kerusakan pada tepung
santan.
-
48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Pada penelitian ini didapatkan nilai akhir dari masing-masing
parameter antara lain adalah Bilangan FFA pada suhu penyimpanan 35,
40, 45 dan 50°C secara berturut-turut adalah 0.14%, 0.17%, 0.19%
dan 0.21%. Nilai akhir dari parameter Kadar Air pada suhu
penyimpanan 35, 40, 45 dan 50°C secara berturut-turut adalah
5.651%, 5.763%, 5.975% dan 6.354%. nilai akhir dari parameter Lemak
Total pada suhu penyimpanan 35, 40, 45 dan 50°C secara
berturut-turut adalah 21.52%, 22.39%, 21.68 dan 22.59%. Laju
penurunan dari masing-masing parameter yang digunakan antara lain
Bilangan FFA yaitu y = -1758x + 2.597, Lemak Total yaitu y = -2688x
+ 7.405 dan untuk kadar air yaitu y = -1226x + 1.660.
2. Dari ketiga nilai laju penurunan mutu didapatkan nilai energy
aktivasi untuk menentukan umur simpan dari tepung santan. Nilai
Bilangan FFA lah yang digunakan untuk menentukan umur simpan tepung
santan. Dari persamaan linier yang didapatkan,maka dapat diketahui
bahwa tepung santan ini dapat bertahan hingga 43 hari jika disimpan
pada suhu 50°C, dan dapat bertahan hingga 47 hari jika disimpan
pada suhu 45°C. tepung santan ini dapat bertahan sampai 65 hari
jika disimpan pada suhu 27°C dan akan dapat bertahan selama 68 hari
jika disimpan pada suhu 25°C. Semakin rendah suhu yang digunakan
untuk menyimpan tepung santan ini,maka tepung santan ini akan
bertahan lebih lama.
5.2 SARAN Perlu dilakukan penalitian selanjutnya menggunakan
mesin
spray dryer tipe yang lain sebagai pembanding dari penelitian
yang sudah ada sebelumnya.
-
49
DAFTAR PUSTAKA
Arpah, 2007. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan.
Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Aspandi S.2011.Air dalam Ilmu Kimia. Diakses tanggal 3 Desember
2013.
Chandra,R.2012.Pangan Umum Tanaman Perkebunan. Diakses Tanggal 5
Desember 2013.
Chiewchan, N.; C. Phungamngoen dan S. Siriwattanayothin. 2006.
Effect of homogenizing pressure and sterilizing condition on
quality of canned high fat coconut milk. Journal of Food
Engineering (73):38-44.
Dewi L.R.K.,2012. Uji Performansi Pengering Semprot Tipe Buchi
B-290 Pada Proses Pembuatan Tepung Santan .Jurusan Keteknikan
Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas
Brawijaya.Malang
Estiasih, T. dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan.Bumi
Aksara: Malang
Floros, J.D. And V. Gnanasekharan. 1993. Shelflife Prediction Of
Packaged Foods: Chemichal,Biological, Physical, And Nutritional
Aspects.G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ.,London.
Hagenmaier. R. 1980. Coconut Aqueous Hocessing. Cebu City:
University Of San Carllos.
-
50
Hamdani I., 2010. Suatu Alternatif Pengolahan Pangan.
Wordpress.com.http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/category/suatu-alternatif-pengawetan-pangan.
Diakses tanggal 13 Desember 2013
Hasibun R., 2005. Proses pengeringan. Program studi teknik kimia
fakultas teknik. Sumatra utara.
Herawati H., 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.Jawa Tengah, Bukit
Tegalepek.
Kusnandar, F..2010a. Desain Percobaan Dalam Penetapan Umur
Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT (Metode Arrhenius dan Kadar
Air Kritis. Departemen dan Teknologi Pangan Seafast Center
IPB.Bogor .2010b. Pendugaan Umur Simpan Metode ASLT. Diakses
tanggal 3 Desember 2013. .2012. Aplikasi Progrram Computer sebagai
Alat Bantu Penentuan Umur Simpan produk Pangan: Metode Arrhenius.
Pelatihan pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Shelf Life) Bahan Dan Produk
Pangan. Bogor 1−2Desember 2 . Pusat Stu i Pangan Dan Gizi,Institut
Pertanian Bogor. Diakses tanggal 3 Desember 2013
Khairani, Y.P.R,Dalapati dan Sumarni.2006.Pengkajian Teknologi
Pengolahan Kelapa Mendukung Agroindustri.Badan Penelitian dan
Pengembangan.Sulawesi Tengah
-
51
Lay, A. dan P. M. Pasang. 2003. Alat penyerat sabut kelapa tipe
balitka. Kelembagaan Perkelapaan di Era Otanomi Daerah. Prosiding
Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan 22 – 24 Oktoner 2002.
Pp.154 – 159.
Labuza,T.P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition
Press Inc., Westport, Connecticut.
Mabesa, R. C. 1973, Microbiologr Quality Con-Trol Of Coconut
Milk Hocessing. The Prin-Ciple Offood Technologist, Inc.
Misgiyarta. 2008. Kajian Standar Mutu Susu Formula dalam
Upaya Menekan Kontaminan Enterobacter sakazakii. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Prosiding PPI
Standardsasi 2008: Jakarta
Nordin, M. 1978. Processing Of Cannedcoconut Milk And
Coconut Butter. Kualalumpur: Institute On The Corporated Society
Of Planters.
Oktora N.2013. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kelapa.
Diakses Tanggal 3 Desember 2013..
PT. Aloe vera Indonesia. 2011.Santan Bubuk Cocomaxi.
Produk. Bogor
Pudjaatmaka, H.2011.Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi.
Kanisius.Yogyakarta
Puertollano, C. L., J. Banzon, and K. H. Steinkraus.
1970.Separation of the oil and protein fractions of coconut
(Cocos nucifera Linn.) by fermentation. Ag. Food Chem.18:
579-584.
-
52
Qazumi,M.1993.Proses Pembentukan Bau pada Minyak Kelapa
Lombok.Liberty.Yogyakarta
Raharjo.S.,Suparmo, W.Supartono dan Zaki
U.2001.Pengendalian Pencoklatan Produk Hasil Bubur Buah Tropis
menggunakan Bahan Tambahan Makanan.Jurnal Agritech volume 22
No.3.hal 87-94
Rindengan, B. 1999. Pengembangan Berbagai Produk
Pangan dari Daging Buah Kelapa Hibrida. Jurnal Penelitian Balai
Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain Volume 18, Nomor 4, 1999:
Manado
Riwan K.2012. Arti Santan.Diakses Tanggal 3 Desember
2014.
Sadler, G.D. 1987. Aseptic chemistry..In P.E. Nelson, J.V.
Chambers, and J.H.Rodriguze (Eds.). Principle of Aseptic
Processing and Packaging. The Food Processor Institute, Washington,
DC.
Soekopitojo, S. 2009. Fungsionalitas Santan. Jurnal
Penelitian Staf Pengajar Universitas Negeri Malang dan Peneliti
Seafast Center IPB Bogor
Sri T.,2012.Pendugaan Umur Simpan Pada Minyak Kelapa
Murni dengan Pengasaman Whey Tahu dengan Menggunakan Metode
Accelerated Self Life Testing (ASLT) dengan Pendekatan Arrhenius.
Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian -
Universitas Brawijaya.Malang
Srihari E.,Farid S.L,Rossa H.,Helen W.S..2010 .Pengaruh
Penambahan Maltodextrin pada Pembuatan Santan
http://dapurher-balku.wordpress.com/tag/arti-santan/http://dapurher-balku.wordpress.com/tag/arti-santan/
-
53
Kelapa Bubuk .Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknik
-Universitas Surabaya.Surabaya
Suastuti,N.G.A.M. Dwi Adhi.2009.Kadar Air dan Bilangan
Asam dari Minyak Kelapa yang Dibuat dengan Cara Tradisional dan
Fermentasi.Jurnal Kimia 3 (2) ISSN 1907-9850
Susanto,T.1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian.PT.
Bina Ilmu.Surabaya Sumpena,J.G. 2011. Makalah Pengolahan Pangan.
Diakses
Tanggal 16 Februari 2015.
Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1989.Teknologi
Pengemasan Pangan. PusatAntar-Universitas, Institut Pertanian
Bogor.
Syarief, R. dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan
Pangan. PAU. Ilmu Pangan. Bogor Tarwiyah, K. 2001. Tepung Aren.
Jurnal Pengolahan Pangan
Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera
Barat
Wijayanti, Y.R. 2007. Substitusi Tepung Gandum (Triticum
aestivum) dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) pada
Pembuatan Roti Tawar. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada
Yogyakarta
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.Diakses tanggal 16 November
-
54
2014...
Zaif.2013. Proses Blancing pada Industri Pangan 2.Diakses pada 3
Desember 2014.
.
-
55
Lampiran 1 Penentuan Kadar Air
a. wadah tahan panas dioven pad suhu 105-110°C selama 30 menit,
kemudian ditempatkan di destikator
b. setelah dingin, wadah ditimbang sehingga diperoleh berat
wadah kosong
c. Ke dalam wadah ditambahkan 1-2 gram tepung santan kemudian
dioven pada suhu 105-110°C selama 30 menit
d. Wadah yang berisi sampel didinginkan dalam destikator e.
Kemudian ditimbang sampai berat konstandan diulang sampai 3
kali. Perhitungannya dengan :
(Suastuti, 2009 dalam Sri 2013)
-
56
Lampiran 2 Penentuan Rendemen
a. Diukur berat bahan baku b. Diukur produk yang dihasilkan
Cara Perhitungannya:
Rendemen =
(Suryanto, 1989 dalam Sri 2013)
-
57
Lampiran 3 Hasil Uji Laboratorium Bilangan FFA dan Lemak
Total
-
58
Lampiran 4 Tabel Kadar Air Tepung Santan
Lama Penyimpanan(Hari)
Suhu Penyimpanan
Berat Awal
Berat Akhir
Kadar Air (%)
0 - 1.098 1.065 3.005
5
35 0.985 0.949 3.655
40 0.899 0.866 3.671
45 1.031 0.991 3.879
50 1.001 0.962 3.896
10
35 0.978 0.938 4.089
40 0.991 0.949 4.238
45 1.033 0.989 4.259
50 0.997 0.953 4.413
15
35 0.995 0.951 4.422
40 0.987 0.943 4.458
45 0.899 0.856 4.783
50 1.022 0.973 4.795
20
35 0.993 0.944 4.935
40 1.024 0.969 5.371
45 1.003 0.954 4.885
50 0.998 0.945 5.311
25
35 0.991 0.935 5.651
40 0.989 0.932 5.763
45 1.021 0.960 5.975
50 1.023 0.958 6.354
-
59
Lampiran 5 Perhitungan Rendemen
Rendemen awal =
= 63.47%
Rendemen akhir =
= 6.743%
-
60
Lampiran 6 Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan FFA
Y = y = -1758x + 2.597 b = -1758 R = 1.986 Slope (b) = Ea / R Ea
= b x R = 1758K X 1.986 kal/K.mol = 3491.388 kal/mol =
3.491Kkal/mol
-
61
Lampiran 7 Perhitungan Energi Aktivasi Lemak Total
Y = -2688x + 7.405 b = 2688 R = 1.986 Slope (b) = Ea / R Ea = b
x R = 2688 K X 1.986 kal/K.mol
= 5,338.368 kal/mol = 5.338 Kkal/mol
-
62
Lampiran 8 Perhitungan Energi Aktivasi Kadar Air Y = -1226x +
1.660 b = 1226 R = 1.986 Slope (b) = Ea / R Ea = b x R = 1226 K X
1.986 kal/K.mol
= 2434.836 kal/mol = 2.434 Kkal/mol
-
63
Lampiran 9 Perhitungan Umur Simpan Tepung Santan Berdasarkan
Bilangn FFA Suhu 323 K (50°C) Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan
FFA
Y = -1758x + 2.597 Persamaan Arrhenius menjadi : Ln k = 2.597 –
(1758/323) = 2.597 – 5.443 = -2.846 k = 0.058 Pendugaan Umur Simpan
Orde Nol t = ln (U0 / Ut ) k = ln (0.04 / 0.5 ) 0.0581 = 43.48 hari
Suhu 318 K (45°C) Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan FFA
Y = -1758x + 2.597 Persamaan Arrhenius menjadi : Ln k = 2.597 –
(1758/318) = 2.597 – 5.528 = -2.931 k = 0.0533 Pendugaan Umur
Simpan Orde Nol t = ln (U0 / Ut ) k = ln (0.04 / 0.5 ) 0.0533 =
47.39 hari
-
64
Suhu 313 K (40°C) Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan FFA
Y = -1758x + 2.597 Persamaan Arrhenius menjadi : Ln k = 2.597 –
(1758/313) = 2.597 – 5.617 = -3.02 k = 0.0488 Pendugaan Umur Simpan
Orde Nol t = ln (U0 / Ut ) k = ln (0.04 / 0.5 ) 0.0488 = 51.79 hari
Suhu 308 K (35°C) Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan FFA
Y = -1758x + 2.597 Persamaan Arrhenius menjadi : Ln k = 2.597 –
(1758/308) = 2.597 – 5.708 = -3.111 k = 0.0445 Pendugaan Umur
Simpan Orde Nol t = ln (U0 / Ut ) k = ln (0.04 / 0.5 ) 0.0445 =
56.76 hari
-
65
Suhu 300 K (27°C) Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan FFA
Y = -1758x + 2.597 Persamaan Arrhenius menjadi : Ln k = 2.597 –
(1758/300) = 2.597 – 5.86 = -3.263 k = 0.0383 Pendugaan Umur Simpan
Orde Nol t = ln (U0 / Ut ) k = ln (0.04 / 0.5 ) 0.0383 = 65.96 hari
Suhu 298 K (25°C) Perhitungan Energi Aktivasi Bilangan FFA
y = -1758x + 2.597 Persamaan Arrhenius menjadi : Ln k = 2.597 –
(1758/298) = 2.597 – 5.899 = -3.302 k = 0.0368 Pendugaan Umur
Simpan Orde Nol t = ln (U0 / Ut ) k = ln (0.04 / 0.5 ) 0.0368 =
68.64 hari
-
66
Lampiran 10 Foto Pelaksanaan Penelitian
Proses homogenisasi santan Proses pemisahan krim dengan bahan
pengisi dan skim santan
Santancampuran (santan +maltodextrin 4%+ Natri um Kaseinat
3%)
Proses pembuatan tepung santan
.Tepung santan yang dihasilkan