-
i
Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok Slankers
Yogyakarta
dalam Pembentukan Fantasi Kolektif
Tesis
Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar Magister Humaniora (M.
Hum.)
di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata
Dharma
Yogyakarta
Oleh:
Bayu Citra Raharja
146322001
PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LENIBAR PERSETUJUAN
Tesis
Di Bawah Payung Slanhers: Studi Kasrs Keloryok Slankerc
Yogyakarta
.S'ail*m',&
6 runi 201?
Dr. St. SumrdiPernbinSing 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis
Di Bawah Payrrng slankerc: studi Kasus Kelompok slankers
Yogyakarta
Dalam Pernbentukan Fantasi Kolektif
: i,, ..
Tehh' dipertahankan;@an Dewan Fsngqii T€sb
Pada a@l 6tni 2or7' Dan dinlelakagl LUn,ry**rb.uhi sygmt
l.
' Tim Pengqii ,:)
Ketua
Sekretarb
Anggota
Dr. St. [.]u4rdi' ji]t' '1,. ::r. r.t
Dr. Y. Tri Subagh,i'..ii- " "*"
'',i,
"
l. Dr**h,&di,Suqqfi
2.Prof Dr. Augustinus Supratilcrqa
3. Dr. St. Surardi
Program Pascasarjanaitas Sanata Dharrna
ilt
Yoryakarta, 6hfu 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LBMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini,
Nama
NIM
Program
Universitas
Bayu Citra Raharja
t46322001
Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya
Sanata Dharma
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis
Judul : Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok
Slankers
Yo gyakarta dalam P emb entukan Fantasi Kolektif
Pembimbing : Prof. Dr. Augustinus Supratiknya
Tanggal diuji : 6 JuJi20l7
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam skripsi/karya tulis/makalah ini tidak terdapat
keseluruhan atart sebagiantulisan atau gagasan orang lain yang saya
ambil dengan cara menyalin ataumeniru dalam rangkaian kilimat atau
simbol yang sayang seolah-olah sebagaitulisan saya sendiri tanpa
memberikan pengakuan kepada penulis aslinya.
Apabila kemudian terbukti bahwa melakukan tindakan menyalin atau
meniru
tuiisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri,
saya bersediamenerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku
di Program Pascasarjana
Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, termasuk
pencabutan gelas
Magister Humaniora (M.Hum.) yang telah saya peroleh'
Yogyakarta, 6 J:uJi 20L7Yang memberi perrrYataan
iv
Bayu Citra Raharja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASIKARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas
Sanata Dharma.
Nama : Bayu Citra RaharjaNIM :146322001Program : Magister Ilmu
Religi dan Budaya
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang
berjudul:
Di Bawah Payung Slankers: Studi Kasus Kelompok Slankers
Yogyakarta
dalam Pembentukan Fantasi Kolektif
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian,
saya memberikankepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan,mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya
dalam bentuk pangkalandata, mendistribusikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademistanpa perlu meminta ijin
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetapmencantumkan
narna saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di YogyakartaPada tanggal:6 JuJi2}li
N
-afbVBayu Citra Raharja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
MOTO
Salah adalah anugerah, benar adalah karunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
KATA PENGANTAR
Musik menjadi hal yang sudah umum ditemukan di berbagai
daerah.
Dengan segala bentuk kelebihan yang ditemukan di dalamnya, ada
satu fenomena
yang dirasa menggelitik pikiran penulis. Slankers, satu nama
yang menggelitik
pikiran penulis untuk menjadikan dasar dari penulisan ini.
Banyak sekali
anggapan yang mengantarkan kelomok ini menjadi bagian yang tidak
dapat
dipisahkan dalam fenomena musik di Indonesia di era 90an hingga
sekarang. Titik
awal yang menjadi dasar ketertarikan pada objek penelitian
Slankers karena
kelompok ini dianggap sebagai kelompok yang suka rusuh, tidak
beraturan dan
nekat menumpang kendaraan. Tetapi, dalam kenyataannya, kelompok
ini juga
muncul dengan wajah yang berbeda dari padangan umum, seperti
peka terhadap
sosial, alam bahkan dekat dengan penguasa saat ini.
Di samping penjelasan yang sudah dipaparkan di atas, refleksi
kedua yang
menjadi dasar dalam melihat kelompok Slankers adalah latar
belakang penulis
sebagai penggiat seni khususnya musik. Dengan jejak inilah
fenomena Slankers
bisa digabungkan dengan musik dan fenomena sosial di masyarakat.
Jejak-jejak
keter tarikan ini yang akhirnya memunculkan ide untuk menulis
karya tulis yang
berjudul “Di bawah Payung Slankers: Studi kasus kelompok
Slankers
Yogyakarta Dalam Pembentukan fantasi Kolektif” untuk
memenuhi
persyarakat mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) dan untuk
menambah
kajian-kajian seni dan budaya. Saya berterimakasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang benar-benar menunjukkan
kebesaranNYA,
banyak memberikan keajaiban sepanjang hidup saya, dan khususnya
selama
masa belajar saya di Ilmu Religi dan Budaya.
2. Jalu Bagaskara (hati nurani) yang selalu membimbing saya dan
tidak bosan
untuk memberikan semangat, impian, keyakinan, dan arti
perjuangan.
3. Keluarga saya (Bapak, Ibu, Mbak Mega dan Nada) dan keluarga
baru yang
saya temui di sini (Mas Rossi sekeluarga dan Mbak Nurul
sekeluarga), karena
telah memberikan saya arti sebuah perjuangan dan doa.
4. Institut Seni Indonesia YK yang sudah memberikan saya modal
besar sebagai
pelajar (mental, ketekunan dan semangat).
5. Pengajar Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata
Dharma: Dr.
Albertus Budi Susanto, S.J., Dr. FX. Baskara T.Wardaya, S.J.,
Dr. phill. Vissia
Ita Yulianto, khususnya kepada Dr. Katrin Bandel sebagai dosen
pengampu
mata kuliah bimbingan tesis, Dr. St. Sunardi sebagai pembimbing
kedua yang
sudah sabar membaca dan memberikan tanggapan selama proses
penulisan
tesis, Prof. Dr. Augustinus Supratiknya sebagai pembimbing
pertama, Dr.
Geogorius Budi Subanar, S.J. yang selalu memberikan motivasi
untuk terus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
berkembang, dan kepada Dr. Y. Tri Subagya yang sudah membagikan
ilmunya
dalam proses penelitian.
6. Teman-teman satu angkatan saya (IRB 2014) Mbak Linda, Mas
Pinto, Mas
Kholis, Mas Angga, Mas Heri, Mas Andreo, Mas Riston, Mbak
Martha, Mas
Malkon, Mas Topan, Mas Frans dan Mas Pinto, khususnya kepada
teman-
teman satu almamater (ISI YK) Wawan, Mas Wahono, Mas Wisnu .
Saya
ucapkan terimakasih untuk ilmu dan canda guraunya yang selalu
membuat
tenang. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, ucapkan
terimakasih
banyak kepada Mas abed, Mas Ben dan Mas Ajay yang sudah dengan
ikhlas
dan rendah hati membantu dan membagikan ilmunya baik dalam hal
penulisan
dan rohani dalam penulisan ini.
7. Teman-teman KBI 2014 yang sudah membantu memberikan
ketenangan
khususnya Mas Indra dkk yang sudah rela untuk menjadi suplayer
makanan
dan membagi ilmunya. Selain itu, saya ucapkan terimakasih untuk
Marita
Safitri yang sudah turut begadang dalam proses pengerjaan,
khususnya revisi.
8. Teman-teman senior dan junior yang memberikan tambahan
amunisi semangat.
9. Segenap staff Ilmu Religi Budaya khususnya Mbak Desi, Mbak
Dita, Pak Mul,
Mas Puguh, Mas Steve dan Mbak Ester yang selalu menegor dan
menjadi
teman curhat.
10. Teman-teman Slankers Yogyakarta (Minoritas Slanker Jogja)
atas
partisipasinya dalam penulisan ini.
11. Tempat saya mencari nafkah dan menjadi keluarga (Purwacaraka
Music
Studio dan keluarga Mae) karena menjadi perantara rejeki dari
Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Bayu Citra Raharja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..............................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN
.................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN
.................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
............................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
............................. v
MOTO
...................................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR
.........................................................................................
vii
DAFTAR ISI
.........................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL
................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR
...........................................................................................
xii
ABASTRAK
.......................................................................................................
xiii
ABSTRACT
...........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
..................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
.............................................................................................
6
1.3 Tujuan dan manfaat
...........................................................................................
6
1.3.1 Tujuan
........................................................................................................
6
1.3.2 Manfaat
......................................................................................................
6
1.4 Tinjauan pustaka
...............................................................................................
7
1.4.1 Slankers
.....................................................................................................
7
1.4.2 Musik dan sosial
......................................................................................
10
1.5 Kerangka
Teori................................................................................................
15
1.6 Metode penelitian
............................................................................................
24
1.7 Sistematika Pembahasan
.................................................................................
24
BAB II SEJARAH SLANK, SLANKERS, DAN SlANKERS
YOGYAKARTA
.................................................................................................
25
2.1 Sejarah Kelompok Musik Slank
.....................................................................
25
2.2 Komunitas Slankers
........................................................................................
30
2.3 Komunitas Slankers Yogyakarta
.....................................................................
37
2.4 Struktur Organisasi Komunitas Slankers Yogyakarta
.................................... 43
BAB III SLANKERS: SEKEDAR MEMINJAM BAHASA SLANK ............
47
3.1 Hey Bung!
.......................................................................................................
48
3.2 Slank Nggak Ada Matinya
..............................................................................
53
3.2.1 O ya mereka bahagia o ya penuh kedamaian
.......................................... 53
3.2.2 Mawar merahku
.......................................................................................
56
3.2.3 Gak pake baju atau sobek-sobek: slengean sak kareppe dewe
............... 58
3.2.4 Potlot rumah kami dan Slank adalah keluarga kami
............................... 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
3.3 Saya Slankers tapi Tidak Tefanatik Teman-teman
......................................... 66
3.3.1 Mungkin orang lain merasa risih namun ini cara saya
bersikap ............. 67
3.3.2 Merakyat dan berdiri di semua golongan
................................................ 72
3.3.3 Makan gak makan asal ngumpul (Solidaritas)
........................................ 75
3.3.4 Kalo saya gini terus ya mampus, Slank slengean karena
mereka
dibayar, jika saya ikut mereka anak saya makan apa?
.................................... 77
BAB IV FANTASI DALAM KELOMPOK SLANKERS
............................... 83
4.1 Konstruksi wacana Slank
................................................................................
84
4.1.1 Bangunan Wacana Slank Terhadap
Pemerintah...................................... 84
4.1.2 Wacana yang dikristalkan oleh Slank
..................................................... 90
4.2 Pengalaman Auditif, Potlot dan Slengean
....................................................... 94
4.2.1 Pengalaman Auditif
.................................................................................
95
4.2.1.1 Karya Slank memberikan keretakan dalam diri Slankers
............. 95
4.2.1.2 Indonesia yang damai
....................................................................
98
4.2.2 Potlot
.....................................................................................................
104
4.2.2.1 Potlot menghadirkan Indonesia yang damai
............................... 104
4.2.2.2 Potlot sebagai proses bertemu dengan aturan
............................. 107
4.2.3 Slengean
................................................................................................
111
4.2.3.1 Slengean sebagai proses membedakan diri
................................. 113
4.2.3.2 Slengean sebagai ruang artikulasi
............................................... 113
4.2.3.3 Slengean keutuhan yang disingkirkan
......................................... 118
4.2.3.4 Slengean sebagai penanda kosong
.............................................. 124
4.2.3.5 Slengean sebagai pengisi kekosongan dalam diri
....................... 126
4.2.3.6 Slengean pengosong isi
.....................................................................
130
4.3 Fantasi dalam kelompok Slankers
.................................................................
133
4.3.1 Fantasi kedamaian dan keharmonisan
................................................... 134
BAB V PENUTUP
.............................................................................................
148
5.1 Kesimpulan
...............................................................................................
148
5.2 Rekomendasi
............................................................................................
153
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................
154
LAMPIRAN
.......................................................................................................
157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1: Lirik Missing Person dan Naik-Naik ke Puncak Gunung
........... 85
TABEL 4.2: Komentar Slankers mengenai perbedaan komentar
pemerintah 92
TABEL 4.3: Ketertarikan Slankers
..................................................................
92
TABEL 4.4: Komentar Lagu Maafkan
.............................................................
95
TABEL 4.5: Imaji Indonesia
............................................................................
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.1: Denah Musik dan Sosial
......................................................... 12
GAMBAR 1.2: Che voui?
................................................................................
20
GAMBAR 2.3: Kaos PLUR 4all
......................................................................
33
GAMBAR 2.4: Peresmian Minoritas Slanker Jogyakarta (MSJ)
..................... 39
GAMBAR 2.5: Bidadari Penyelamat
...............................................................
40
GAMBAR 2.6: Kartu Tanda Anggota (KTA) SFC Jogja
................................ 42
GAMBAR 2.7: Struktur Organisasi SFC Yogyakarta
..................................... 45
GAMBAR 4.8: Ritme Naik-Naik ke Puncak Gunung
..................................... 87
GAMBAR 4.9: Ritme Dasar Generasi Biroe
................................................... 88
GAMBAR 4.10: Notasi Tangga Nada Jawa dalam Lagu Bocah
................... 100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
ABSTRAK
Budaya bahasa slengean yang populer sejak tahun 1980an di
Jakarta
berkuasa menumbuhkan grup musik Slank. Beberapa perubahan rejim
politik
pemerintahan di Indonesia cukup kuat dipengaruhi oleh kehadiran
Slank dan
Slankers; yang masing-masing pihak juga membawa ambiguitas dan
ironi dalam
jejak-langkah (identitas) masing-masing sampai masa kini.
Hasrat musik slengean dalam lagu-lagu bertemakan cinta, alam,
dan
kepekaan serta keadilan sosial membuat Slank berdaya selama
lebih dari tiga
dasawarsa (1980an-2017) dan memudahkan pemanfaatan oleh para
Slankers
untuk memayungi fantasi kolektif mereka.
Penelitian ini adalah paparan negosiasi tiga hal yang saling
berkait-erat.
Pertama, status dan peran rumah ideal Potlot sebagai markas
Slank di Jakarta.
Kedua, daya kuasa lagu-lagu slengean sebagai perlawanan
kontestasi Slank.
Ketiga, gaya hidup pengalaman slengean mereka, membuat para
Slankers - kasus
di Jogja - mampu memperkembangkan fantasi kedamaian dan
keharmonisan demi
(utopia?) tatanan dunia yang lebih baik, adil dan manusiawi.
Slengean dipahami sebagai simbol ketidakberaturan yang
diformulasikan
ulang dan berubah menjadi aturan. Keberlanjutan perubahan
seperti dalam
konteks slengean tersebut merupakan topangan fantasi kedamaian
yang dialami
para Slankers,
Kesimpulan, harapan dan sumbangan penelitian ini yaitu bahwa
ruang
negosiasi Slankers yang disediakan masyarakat plural perkotaan
Indonesia - studi
kasus Jogja - menjamin keberlangsungan slengean dan fantasi
kolektif dalam
perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang digerakkan
kalangan muda
dan terpinggirkan dalam masyarakat Indonesia.
Kata kunci: Slank, Slankers, Slengean, Musik dan Fantasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
ABSTRACT
The popularity of language culture of slengean since 1980’s in
Jakarta was
able to grow Slank as a music group. Some changes of
goverment-political regime
in Indonesia were strongly influenced by the presence of Slank
and Slankers; in
which each of them brought ambiguity and irony in their identity
until now.
Desire of slengean music in the songs with themes of love,
nature,
sensitivity, and justice made Slank capable for more than three
decades (1980’s -
2017) and facilitated some utilization by Slankers to protect
their collective
fantasy as the umbrella.
This research was the explanation of negotiation of three
related things.
First, status and role of Potlot as an ideal house referred to a
base camp of Slank
in Jakarta. Second, the role of slengean songs as Slank’s
disputed resistance.
Third, Slank’s lifestyle of slengean experience made Slankers
(in some cases in
Yogyakarta) able to develop fantasy of peacefulness and harmony
for the sake of
(utopia?) a better, fair, and humanity world order.
Slengean as a disorder symbol which was reformulated changed to
be an
order. The continuity of change in the slengean context was a
prop of fantasy of
peacefulness that Slankers experienced.
In conclusion, the hope and contribution of this research was
that Slankers’
space of negotiation were prepared by plural-citizen society of
Indonesia. In case
study of Yogyakarta, it guaranteed the continuity of slengean
and collective
fantasy in social change, culture, economy, and politic that was
moved by young
generation and marginalized in Indonesian society.
Keywords: Slank, Slankers, Fantasy, Music,and Slengean
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam musik Indonesia, popularitas beberapa grup musik berdampak
pada
munculnya berbagai kelompok penggemar (musik/band/genre)
tertentu yang
kerap mendengarkan, menyanyikan karya idola mereka, dan
mengikuti gaya dan
wacana sang idola. Hal ini dapat menjadi suatu persatuan dari
berbagai golongan
masyarakat dengan bentuk yang berbeda, seperti gaya mohawk ala
punk dan
rambut gimbal ala reggae. Dua kelompok tersebut merupakan
kelompok yang
sudah dikenal masyarakat luas dengan corak yang ditampilkan.
Fenomena
semacam ini terkait dengan pembentukan komunitas-komunitas
pecinta grup
musik tertentu yang dapat ditemukan dalam dunia musik
Indonesia.
Dalam musik Indonesia sendiri, dua contoh kelompok penggemar
lainnya
adalah Baladewa yang mengidolakan grup musik Dewa dan OI (Orang
Indonesia)
atau Fals Mania yang mengidolakan Iwan Fals. Kemunculan dua
kelompok ini
disertai dengan bentuk wacana yang mengelilingi keberadan
kelompok
penggemar. Contohnya, Iwan Fals, Dewa 19, Rhoma Irama, Harry
Roesli, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
Slank yang karyanya mengarah pada kritik pemerintah (Orde
Baru).1
Slank, salah satu grup musik yang diidolakan, menghasilkan
karya-karya
yang dekat dengan golongan masyarakat kelas bawah dan sekaligus
penggemar
yang disebut sebagai Slankers. Slank sering menghasilkan
karya-karya yang dekat
dengan golongan kelas bawah seperti petani dan buruh.2 Karya
semacam ini
menjadi pembeda pertama Slank dari grup musik lain di era yang
sama, seperti
Dewa 19 yang mengarah pada kelompok pop alternatif yang
merepresentasikan
trend musik dunia.3 Ditambah, Slankers bersama Slank memiliki
ciri khas dengan
istilah slengean yang memiliki arti sikap apa adanya dan tidak
peduli pendapat
orang lain tentang diri mereka.4 Ciri khas dan istilah slengean
ini adalah pembeda
kedua Slank dan Slankers dengan kelompok penggemar musik yang
lain.
Slankers adalah kelompok penggemar yang mengidolakan lima orang
dalam
satu kelompok musik Slank. Slank lahir pada tahun 80an yang
memiliki dua
personil tetap yaitu Bimo setiawan Almachzumi (Bimbim) dan
Akhadi Wira
1Di dalam buku Jeremy Wallach yang berjudul (Modern Noise, Fluid
Genres Popular Musik In
Indonesia 1997-2001, The University of Wiscnsin Press, 2008,
Amerika, hal 16) memberikan
penjelasakan mengenai fungsi lembaga sensor di era Soeharto.
Beberapa nama kelompok musik
seperti Rhoma Irama, harry Roesli, Iwan Fals, Slank dan Dewa 19
merupakan kelompok yang
menganggap lembaga sensor tidak cukup kuat untuk menahan
kreatifitas musikal mereka yang
mengarah pada kritik pemerintah di era Soeharto. 2Yogi Febrian,
Skripsi Representasi Ekologi Politik Dalam Lirik lagu “Anti Nuklir”
Karya Band
Slank (Studi Analisis wacana kritis Van Dijk tentang
Representasi Ekologi politik Dalam Lirik
Lagu “Anti Nuklir” Karya Band Slank), Program Studi Ilmu
Komunikasi konsentrasi humas
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia, Bandung, 2014, hal 7. 3Op.cit. Jeremy Wallach, hal 31.
Pada bagian ini Jeremy Wallach membagi trend musik pop
Indonesia pada periode 1997-2001 menjadi empat kategori. Pertama
pop nostalgia 1960-1980
(Broery Maranthika, Frankie Silahatua, Leo Kristi, dan Gombloh),
pop kreatif/pop alternatif
(Cokelat, Dewa (Dewa 19), Padi, Potret, Sheila on 7, danWong),
pop kelas atas (Titi DJ,
Krisdayanti, Ruth Sahanaya, and Glenn Fredly) dan urban
(R&B). 4Rovi Ashari, Skripsi “Slank Adalah Aku”(Studi
Eksploratoris tentang Pengidolaan yang
Mempengaruhi Gaya Hiduppada Penggemar Slank Pekalongan Slankers
Club (PSC) Pekalongan),
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2009, hal xcii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
Saatriaji (Kaka). Kelompok pecinta Slank atau Slankers ini
berkembang di
seantero Indonesia. Munculnya kelompok Slankers yang tersebar di
berbagai
tempat ini tidak hanya muncul dengan kesamaan atas kecintaan
terhadap Slank
tetapi juga dipengaruhi oleh latar belakang lain, misalnya
persoalan hidup yang
dirasakan Slankers.
Jejak historis dari komunitas Slankers sendiri sangat berguna
untuk melihat
fenomena Slankers. Gaya yang nampak dari kelompok Slank sering
diwacanakan
sebagai golongan yang mengkritik pemerintah. Munculnya wacana
ini merupakan
hasil yang terbentuk dari dinamika antara rakyat dan elit
politik. Jejak yang dibuat
dalam aktivitas penggemar semacam ini menimbulkan banyak hal
yang nampak
dan menjadi corak bagi Slankers, contohnya adalah penggunaan
pernak-pernik
Slank. Kata corak merupakan kata yang sengaja digunakan untuk
memperlihatkan
bahwa ada sesuatu yang direproduksi dan dibayangkan dalam diri
Slankers.
Karya-karya Slank menjadi refleksi kritik terhadap persoalan
sosial dan gejolak
politik, salah satunya adalah album Mata Hati Reformasi (Juli
1998). Slank
membuat karya seperti Missing Person (Trend Orang Hilang),
Naik-naik ke
Puncak Gunung dan Ketinggalan Jaman. Dalam karya ini Slank
membuat karya
yang mengarah pada kritik atas gaya politik yang terjadi pada
masa Orde Baru.
1998 merupakan tahun yang berarti bagi penggemar Slank di
berbagai
daerah. Tahun ini adalah tahun dimana Slank membentuk divisi
penggemar dalam
manajerialnya dengan nama SFC (Slanker Fans Club). Kemunculan
Slankers
Yogyakarta pada tahun 1998 menimbulkan banyak spekulasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
melatarbelakangi kemunculannya. Hal ini direspon positif oleh
penggemar Slank
Yogyakarta yang tadinya tidak diwadahi. Lantas mereka membentuk
kelompok
Slankers dibawah SFC dengan nama “Pulau Biru”. Namun dalam
perjalanannya,
kelompok ini berganti menjadi “Minoritas Slanker Jogja (MSJ)”
pada tahun
2003.5
Satu ikatan yang tidak bisa dilepaskan dari fenomena Slank
adalah Slank,
Slankers dan wacana slengean6. Slengean dalam konteks ini
memiliki hubungan
pada gaya dan ideologi dari Slank yang mengatasnamakan
kebebasan. Kebebasan
dalam hal ini menyinggung tindakan represif pemerintah pada masa
Orde Baru.
Gaya yang digunakan dalam kelompok Slank ini lantas ditiru oleh
Slankers selaku
penggemar Slank. Dapat dikatakan bahwa gaya yang ditampilkan
oleh kelompok
Slank merupakan wadah dalam upaya untuk mengkomunikasikan
sesuatu.
Struktur yang tertuang dari kejadian ini bisa menjadi semacam
tanda untuk
melihat apa yang sebenarnya terjadi dalam diri Slankers. Lahan
yang bisa digali
dari mekanisme ini mengarah pada tiga arena pokok yaitu
pengalaman karya,
narasi, dan latar belakang Slankers bersosial.
Beberapa penjelasan yang sudah dipaparkan di atas mengantarkan
pada satu
konsepsi mengenai Slankers. Kecintaan serta kemunculan Slankers
dilatar
5Wawancara dengan Mas Aat (Ketua Komunitas Minoritas Slankers
Jogja) pada tanggal 29 Maret
2016. 6 Penggunaan ejaan kata “slengean” merujuk pada empat
karya tulis yang memiliki keserupaan
tema pembahasan tulisan. Karya tersebut adalah “Slank dan
Slankers di Kota Makasar (Sebuah
Kajian etnografi)” karya dari Hery Wahyudi 2011, “Pembentukan
Identitas Slankers Melalui
Pemaknaan Terhadap Simbol-Simbol Budaya Musik Slank” karya
Adisty Dwi Anggraini 2008,
“Komunikasi Sosial Budaya Komunitas Slankers Club Solo dengan
Masyarakat” karya Sendy
Rizky Ariefa’ie 2015 dan “Dari CikiniStone Complex hingga Slank:
Sebuah Catatan Perjalanan
Slank (1983-1996)” karya Fahmi Firmansyah 2011.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
belakangi oleh citra yang dimunculkan Slank dengan idiom
slengean yang
berbentuk perlawanan terhadap pemerintah. Ditambah lagi,
karya-karya Slank
merupakan simbol dari kritik terhadap penguasa (pemerintah).
Selain hubungannya dengan protes terhadap pemerintah, Slankers
memiliki
jalan hidup bebas bertindak sesuka hati sebagai sebuah dunia
yang. Pandangan ini
menghasilkan adanya rasa nyaman menjadi Slankers ketika banyak
orang
menganggap Slankers sebagai orang-orang yang aneh. Rasa nyaman
ini yang
ingin Slankers peroleh sebagai sebuah perlindungan atau payung
di dalam
kehidupan bermasyarakat.
Payung dalam penelitian ini yaitu slengean karena jika
dianalogikan sebagai
bentuk payung, Slengean memberikan perlindungan dari hal yang
menindas
(pemerintah) dan menjanjikan kebebasan bertindak di kehidupan
bermasyarakat.
Pada kenyataannya, Slankers harus bernegosiasi dalam menggunakan
payung
tersebut karena perlindungan itu tidak sepenuhnya melindungi
mereka. Oleh
karena itu, negosiasi antara Slankers dan penggunaan payung atau
perlindungan
tersebut di analisa dalam penelitian ini.
Payung menghasilkan bayangan yang membuat subjek merasa teduh
dan
nyaman, dimana bayangan ini merupakan fantasi dalam Slankers.
Munculnya
fantasi ini dipengaruhi oleh cara Slankers memaknai ulang
karya-karya Slank.
Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada fantasi di dalam
kelompok Slankers
dimana fantasi tersebut sebagai penutup rapuhnya slengean yang
mereka miliki.
Sehingga, fantasi dijadikan sebagai dasar penelitian dan
penulisan ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
1.2 Rumusan Masalah
Gerak dari keterlibatan Slankers dalam lingkup masyarakat tidak
lepas dari
berbagai macam hal yang membuatnya membentuk komunitas Slankers.
Lingkup
dari pertemuan antara individu ketika berhadapan dengan sistem
yang
dipersonifikasikan pada sistem simbolik membentuk beberapa
konsekuensi di
dalamnya. Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada
Slankers tersebut,
terdapat tiga rumusan pertanyaan sebagai berikut.
1. Apakah resistensi pada pemeritah merupakan dasar utama
ketertarikan
Slankers pada Slank?
2. Bagaimana Slankers memaknai karya Slank (lagu, Potlot dan
slengean)?
3. Fantasi seperti apakah yang ada dalam Slankers?
1.3 Tujuan dan manfaat
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan dasar utama ketertarikan Slankers.
2. Menjelaskan cara Slankers memahami hal-hal yang berhubungan
dengan Slank
(lagu, Potlot dan slengean).
3. Mencari fantasi yang saat ini ada di dalam diri Slankers.
1.3.2 Manfaat
Manfaat dalam ranah kajian budaya serta kajian musik:
1. Dapat menjadi rujukan dalam penelitian serupa dalam ranah
seni khususnya
musik dan sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
2. Melihat secara lebih mendalam mengenai musik sebagai sebuah
simbol bagi
beberapa golongan masyarakat.
Manfaat untuk masyarakat:
1. Memahami fenomena musik dalam mempersatukan masyarakat dalam
satu
golongan dengan satu ikatan (musik).
1.4 Tinjauan pustaka
Bagian ini merangkum beberapa penelitian yang memiliki
keserupaan
mengenai topik, pembahasan, dan fenomena Slankers. Lima kajian
yang pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti dengan tema yang serupa
digunakan sebagai
bahan perbandingan untuk mendukung penelitian ini. Berikut
adalah dua ulasan
yang dibuat kedalam dua bagian meliputi kajian tersebut.
1.4.1 Slankers
Bagian pertama ini merangkum beragam penjelasan serta tulisan
yang
membahas mengenai Slankers lewat sudut penjelasan yang berbeda.
Di dalam
tulisan yang berjudul “Budaya Populer dan Komunikasi: Impak
Kumpulan Slank
Terhadap Slankers di Indonesia” dari Rizky Hafiz Chaniago dan
Fuziah Kartini
Hassan Basri, Slank merupakan wadah dari resistensi politik yang
berkembang di
Indonesia. Karya Slank menyuarakan mengenai gejala negatif di
masyarakat serta
menarasikan kondisi politik yang dianggap kurang baik. Slank
membawa wacana
mengenai PLUR (Peace, Love, Unity dan Respect) sebagai salah
satu jargon
utama kelompok Slank. Nilai yang nampak dari PLUR merupakan
nilai yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
dibuat oleh Slank yang mengarah pada kebersatuan, kedamaian,
rasa peduli, dan
cinta yang diaktualisasikan pada sesama manusia dan alam.7
Tulisan berikutnya yang memberikan penegasan dari “Budaya
Populer dan
Komunikasi: Impak Kumpulan Slank Terhadap Slankers di Indonesia”
adalah
karya tulis yang berjudul “Strategi Positioning Slank dalam
Menanamkan Citra
sebagai Salah Satu Grup Band di Indonesia” dari M.Ronald Reagan
dan Yeni
Rosilawati yang mengangkat tema mengenai positioning8. Tulisan
ini
memberikan penjabaran mengenai brand yang dijual oleh kolompok
Slank dan
gaya hidup Slank yang terkesan anti kemapanan (apa adanya) dan
bebas. Dua hal
ini menjadi pintu masuk bagi kelompok musik Slank dalam panggung
hiburan
sehingga wacana anti kemapanan dan bebas ini diterima oleh
masyarakat.9
Tulisan berikutnya yang lebih mendalam lagi adalah karya tulis
yang
berjudul “Slank Adalah Aku” (Studi Eksploratoris tentang
Pengidolaan yang
Mempengaruhi Gaya Hidup pada Penggemar Slank Pekalongan Slankers
Clup
(PSC) Pekalongan) karya Rovi Ashari. Karya tulis ini menyajikan
pijakan dalam
metodologis dan struktur penulisan yang berarah pada dinamika
sosial kelompok
Slankers. Lingkup sosial ditempatkan pada wilayah yang memiliki
korelasi
bersifat timbal balik. Timbal-balik disini lebih menempatkan
sebagai gejolak
7Rizky Hafis Chaniago dan Fuziah Kartini Hassan Basri, Budaya
Popular dan Komunikasi: Impak
Kumpulan Slank Terhadap Slankers di Indonesia, Jurnal
Komunikasi, Malaysian Journal of
Communication, 2011, Universiti Kebangsaan Malaysia, Jillid
27(1): 91-100. 8 Konsep ini dalam pengertian tradisional mengatakan
bahwa positioning merupaan sebuah strategi
untuk memnangi dan menguasai benak pelanggan melalui produk yang
ditawarkan. 9M.Ronald Reagan dan Yeni Rosilawati, Strategi
Positioning Slank dalamMenanamkan Citra
sebagai Salah Satu GrupBand di Indonesia, Jurnal Ilmu
Komunikasi, Volume 6, Nomor 1, Juni
2009: 1-118, Universitas Atma jaya Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
sosial yang menjadi bahan pengkaryaan dalam upayanya untuk media
refleksi.
Karya Slank yang dianggap sebagai karya yang mengangkat isu
sosial dan
solidaritas menjadi perwakilan dari generasi muda dalam
mereflekikan dirinya
dan lingkungan sosial.10
Tiga karya tulis ini menjadi referensi dan titik pembeda dengan
penelitian
yang dibahas dalam keseluruhan karya tulis ini. Titik pertama
yang menjadi
pembeda adalah pengalaman musikal masing-masing Slankers.
Pengalaman
musikal atau pengalaman estetik dalam bidang musik merupakan
tonggak awal
dalam membuka yang ada di dalam diri Slankers. Titik rujukan
awal mengarah
pada daya persepsi yang dikontekskan pada sisi sosial Slankers.
Dalam artian, sisi
estetik dalam hal ini dibahas bersama deretan sisi kritis dalam
lingkup sosial
masyarakat. Peta ini membuka beberapa hal yang menjadi modal
pembeda
selanjutnya. Daya refleksi yang berkaitan dengan pengalaman
musikal dan sosial
masyarakat memberikan residu yang mengarah pada fantasi.
Fantasi dalam penelitian ini merupakan pembeda dari penelitian
yang sudah
disebutkan di atas. Fantasi dalam hal ini merujuk pada fantasi
kolektif yang
muncul dalam komunitas Slankers. Kedua korelasi ini membangun
konsepsi
mengenai keutuhan diri Slankers dari refleksi antara karya
Slank, Slankers dan
masyarakat tentunya. Lingkup berikutnya memberikan ulasan
mengenai resistensi
yang hadir dari Slankers itu sendiri dalam sistem masyarakat
tentunya. Resistensi-
10Rovi Ashari, Skripsi “Slank Adalah Aku”(Studi Eksploratoris
tentang Pengidolaan yang
Mempengaruhi Gaya Hiduppada Penggemar Slank Pekalongan Slankers
Club (PSC) Pekalongan),
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2009, hal xiii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
resistensi semacam ini menjadi pembahasan yang nantinya berujung
pada
pembentukan kelompok Slankers.
1.4.2 Musik dan sosial
Bagian kedua ini memberikan pandangan mengenai kerangka
konseptual
yang memiliki tendesi yang serupa dengan rancangan topik
penulisan ini. Karya
tulis pertama yang digunakan yaitu “What is Sociological About
Music?” dari
William G. Roy dan Timothy J. Dowd.11 Tulisan ini memberikan
denah mengenai
posisi karya musik yang berada di tengah-tengah masyarakat.
Tulisan ini sengaja
diambil karena tulisan ini menjadi pintu masuk interaksi antara
musik, sosial dan
masyarakat. Tulisan ini memberikan pemahaman pada alur pemikiran
yang
berlandas pada kerangka musik dan elemen yang membentuknya dalam
ranah
masyarakat sehingga bisa dikorelasikan pada penggemar. Dalam hal
ini musik
diletakkan pada posisi di tengah-tengah antara bentuk sosial
yang membangun
corak musik dan sosial yang dipengaruhi oleh musik itu sendiri.
Sisi lainnya yang
menjadi titik tumpu adalah musik sebagai aktifitas. Namun,
penjelasan ini tidak
hanya berguna dalam melihat sisi musikalitas, tetapi juga bisa
melihat hal yang
lebih luas dalam karya ataupun dalam refleksi individu dalam
hubungannya
dengan merituskan (berkegiatan dengan mengidentikkan Slank)
serta
mengidentikkan diri dengan musik tertentu. Pemahaman mengenai
interaksi antar
individu merupakan pintu yang terbuka untuk melihat gerak dari
refleksi antara
penggemar dan idola. Titik kesamaan dalam hal ini mengarah pada
pola interaksi
11William G. Roy dan Timothy J. Dowd, What is Sociological About
Music?, Annual Review of
Sociology, Vol. 36: 183-203 (Volume publication date 11 August
2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
antara individu dalam memproduksi wacana yang mengitari kelompok
sehingga
muncul kecenderungan memilih satu hal yang dianggap menarik.
Satu tulisan lagi yang bisa dianggap sebagai rujukan adalah
Hardcore:
Subculture American Style karya dari Susan Wilis.12 Tulisan ini
memberikan
penjelasan mengenai corak-corak subkultur yang bermunculan di
Amerika. Secara
konseptual, karya tulis ini memberikan rangkaian dalam melihat
kelompok
subkultur pada sisi yang mengarah pada resistensi yang ada di
dalam kelompok
subkultur Amerika. Resistensi yang muncul ini memberikan wujud
pada gaya
subkultur. Gaya yang hadir menjadi karakter yang muncul pada
kelompok
subkultur.
Pada bagian akhir ini diperlihatkan denah besar mengenai
hubungan antara
musik dan sosial seperti gambar berikut:
12Susan Willis, Hardcore: Subculture American Style, Critical
Inquiry, Vol. 19, No. 2 (Winter,
1993), pp. 365-383, University of Chicago Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
Gambar 1.1: Denah Musik dan Sosial
Berdasarkan Gambar 1.1, runtutan dalam bagian pertama denah
menempatkan musik berada pada posisi di tengah dan diapit dengan
berbagai
aspek kehidupan. Gejolak yang berada pada interaksi antara diri
dan di luar diri
membuat individu perlu membuat ruang sebagai wadah bernegosiasi
antara diri
dan lingkungan. Struktur yang mencakup sisi internal atau sisi
eksternal dalam
musik memiliki jejak dari aspek di luar musik seperti ekonomi,
sosial, dan politik.
Kekuatan dari gerak ini memberikan konstribusi pada ilmu (yang
mengarah pada
pemikiran) dan gerakan sosial. Semua terlahir dari dua konsepsi
mengenai musik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
sebagai objek dan musik sebagai aktivitas dalam masyarakat atau
komunal
tertentu. Musik sebagai aktivitas mengarah pada
tindakan-tindakan menyamakan
diri atau fetis pada idola, seperti gaya berpakaian. Pada sisi
objek, musik bisa
menjadi wadah yang dapat memberikan pengalaman musikal dalam
diri ataupun
kolektif.
Ketertarikan penggemar dalam menyamakan diri dengan idola
dan
mengkonsumsi karya tidak luput dari kapital (modal) yang mereka
miliki dalam
dirinya. Struktur ini memberikan penggemar untuk mendekatkan
dirinya pada
karakter tertentu dalam sebuah aktivitas musikal. Hal ini
membuat penggemar
memiliki corak pembeda antara dirinya dengan berbagai macam
corak yang ada di
masyarakat. Bermacam sistem yang menyelimuti kedirian
penggemar
membuatnya untuk berhadapan dengan sistem-sistem yang membuat
dirinya tidak
merasakan kepuasan. Alhasil apa yang dilakukan adalah bentuk
negosiasi yang
berkaitan dengan lingkungan dan sisi kesejarahan dalam diri
penggemar.
Sehingga, seperti yang tertulis pada denah di atas, ada formasi
sosial yang berbeda
dengan sistem umum yang ada dalam masyarakat dan pembuatan
sistem baru
yang berbeda dengan sistem umumnya. Corak baru ini memiliki gaya
untuk
melegitimasiakan keberadaan dirinya sendiri.
Bagian ini sarat dengan beberapa faktor penentu seperti aturan
dan
kehendak bebas (hasrat). Hasrat merupakan hasil dari
ketidakmampuan norma
atau sistem untuk memberikan kepuasan dalam diri subjek. Jika
hal ini menjadi
bentuk yang melibatkan sistem komunal serta melibatkan banyak
orang di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
dalamnya, pola ini mengarah pada gerakan yang memiliki
kepentingan dan tujuan.
Konsep ini sangat berguna untuk melihat fenomena Slankers. Dalam
posisi ini,
musik sebagai objek dan aktivitas menjadi sangat penting untuk
memperlihatkan
cara Slankers menggunakan material (lagu, slengean, Slank dan
Potlot) di tengah
masyarakat.
Satu hal yang tidak bisa dilepaskan dalam hubungan antara idola
dan
penggemar adalah peranan teknologi (Internet). Melalui Internet,
penggemar bisa
mengakses karya serta halaman idola secara cuma-cuma dan sedikit
batasan.
Internet menjadikan idola semakin dekat dengan penggemar karena
jangkauan
serta kemudahan yang diberikan, seperti, blog, facebook dan
youtube. Melalui
internet pula, ada jalinan interaksi ketika terjadi proses
mengakses karya.
Hubungan ini terjalin karena ada dua pelaku yang menguplod dan
mengunduh
karya (online communities).13
Tiga hal yang menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya
yaitu pengelaman auditif, penggunaan makna slengean, dan fantasi
dalam
Slankers. Pada pengalaman auditif, penelitian ini menjelaskan
ketertarikan
Slankers dan membahas sedikit tentang musikalitas. Pada
penggunaan makna
slengean, penelitian ini berfokus pada penggunaan slengean dan
perubahannya.
Pada fantasi dalam Slankers, fantasi dalam penelitian ini
melihat frame fantasi di
dalam Slankers yang menjadi pemersatu mereka.
13 Mia Consalvo dan Charless Ess (edt), The Handbook of Internet
Studies, Wiley-Blackwell,
United Kingdom, 2011, hal 440-450.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
1.5. Kerangka Teori
Pada penelitian ini, konsep fantasi oleh Jacques Lacan digunakan
sebagai
dasar penulisan. Konsep ini berguna untuk memperlihatkan polemik
dan alasan
ketertarikan Slankers pada Slank. Fantasi dalam penelitian ini
adalah bentuk
visual untuk menopang keberadaan subjek simbolik.
How are we to understand the fundamental fantasy as the locus in
which the subject
emerges as a consequence of the knotting together of the three
orders of the Symbolic,
the imaginary, and the Real? First of all, the fundamental
fantasy should be regarded
as a “compromise formation’ par excellence: indeed, it is both
the consequence of and
a reaction (a defense) against the fact that the symbolic Other
of the signifiers is a
structurally lacking order.14
Berdasarkar kutipan di atas, fantasi merupakan salah satu bagian
yang
terdapat dalam kerangka teori psikoanalisa yang digagas oleh
Lacan yang
dijelaskan melalui denah Graph of Desire. Fantasi bisa diartikan
sebagai jawaban
atas tuntutan pernyataan yang keluar dalam diri dalam upayanya
mempertanyakan
kembali keinginan liyan/Other. Hal ini terjadi karena dunia
simbolik memiliki
kekuatan untuk mengatur subjek untuk patuh atas perintahnya.
Tolak ukur yang
muncul di dalam dunia simbolik ini adalah ketika seseorang
diperkenalkan dengan
bahasa dan hukum sosial (Other atau liyan).
Salah satu dampak ketika seseorang memasuki dunia simbolik
adalah
munculnya kastrasi. Dalam dunia musik contohnya, pada masa Orde
Baru,
lembaga sensor sangat aktif menyaring konten-konten yang berbau
kritik
khususnya seni. Tujuan yang ingin dicapai adalah menyamakan
satu
bahasa/aturan di masyarakat.
14 Lorenzo Chiesa, Subjectivity and Otherness, A Philosophical
Reading of Lacan, The Mit Press,
London, 2007, hal 142.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
Liyan memaksa seseorang untuk patuh dalam tindakan dan berbahasa
sesuai
dengan aturan yang dimiliki oleh liyan. Pada tatanan ini pula
subjek menemukan
celah-celah yang kosong dari liyan itu sendiri. Celah kosong
yang dirasakan oleh
subjek merupakan hasil dari tranformasi ketika subjek berada
pada tatanan need
(imajiner) dan menghasilkan hasrat (desire). Selain mekanisme
mengenai
perubahan need dan demand, dunia simbolik juga menjadikan
individu sebagai
subjek simbolik dan subjek ketidaksadaran. Ketidaksadaran yang
dirasakan oleh
subjek merupakan wilayah yang muncul ketika dirinya menjadi
subjek bahasa
atau bemasyarakat. Pengaruhnya terletak pada bagaimana
ketidaksadaran ini
terlihat berada di dalam dan tidak keluar, namun ketidaksadaran
memiliki
kecenderungan untuk keluar dalam ranah bahasa. Munculnya
ketidaksadaran ini
melalui lelucon (joke), mimpi (dream) atau kesalahan berbicara
(slip of tongue).
Need manusia merupakan sikap alamiah yang berkutat pada
kebutuhan oral
dan anal. Namun ketika manusia memasuki wilayah simbolik semua
kebutuhan
itu tidak semua bisa dilampiaskan dalam ruang kehidupan
bersosial. Munculnya
dunia bahasa dengan seperangkat hukum yang ada di dalamnya
membuat
sebagian kehendak dalam need tidak dapat dikenali keberadaannya.
Hal ini
memiliki jejak yang muncul pada dunia simbolik melalui hasrat
dalam diri.
Dunia simbolik melalui kastrasi menimbulkan keinginan yang tidak
dapat
teraktualisasikan. Hal ini menimbulkan sesuatu yang hilang dalam
dirinya. Hasil
yang muncul dalam bagian ini adalah subjek yang mengalamai
kekosongan dalam
dirinya ($). Celah kosong yang dirasakan oleh subjek bahasa ini
karena kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
ketidakmungkinan (traumatik atau real) dalam dirinya. Kata real
yang dimaksud
adalah pesona dunia simbolik yang memberikan kenikmatan ternyata
tidak benar
adanya. Dengan kata lain, real merupakan kondisi
ketidakmungkinan dalam
mencapai posisi nikmat dalam tatanan simbolik (impossibility).
Sebagai
tambahan, fenomena yang terjadi pada Slankers bisa dijadikan
contoh.
Sehubungan dengan pandangan Slankers mengenai demokrasi, salah
satu
dari mereka mendefinisikan demokrasi saat ini adalah demokrasi
keblinger.15
Asumsi ini muncul ketika demokrasi yang dijadikan landasan untuk
bebas dalam
berekspresi16 diartikan sebagai bentuk kebebasan yang tidak
mengenal aturan.
Sehingga, hal ini membuat Slankers gelisah.
Slankers memang merupakan salah satu golongan masyarakat yang
sering
dihubungkan dengan kebebasan. Tetapi, ketika kebebasan itu sudah
nampak,
mereka merasa kebebasan yang diinginkan bukan seperti kebebasan
saat ini.
Terdapat celah kosong yang mereka rasakan. Sehingga, yang
dirasakan oleh
Slankers adalah ketidakpuasan karena demokrasi saat ini tidak
memberikan
keinginan mereka yang utuh (impossibility).
The real emerges as that which is outside language and
inassimilable to symbolization.
It is ‘that which resists symbolization absolutely' or, again,
the real is ‘the domain of
whatever subsists outside symbolisation’. This theme remains a
constant throughout
the rest of Lacan’s work, and leads Lacan to link the real with
the concept of
impossibility. The real is ‘the impossible’ because it is
impossible to imagine,
impossible to integrate into the symbolic order, and impossible
to attain in any way. It
15 Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada
tanggal 5 September 2016. 16 R. Kristiawan, Penumpang Gelap
Demokrasi Kajian Liberalisasi Media di Indonesia, Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Jakarta, 2013, hal 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
is this character of impossibility and resistance to
symbolization which lends the real
its essentially traumatic quality.17
Berdasarkan kutipan di atas, kondisi ketidakmungkinan yang
dirasakan oleh
subjek mengantarkan diri subjek pada fantasi yang dirasakan oleh
subjek itu
sendiri. Fantasi sendiri memiliki sifat yang mengarah pada
bagaimana subjek
melihat aspek dunia simbolik ini nyatanya tidak memiliki
perangkat yang cukup
untuk memuaskan subjek yang berada di dalamnya. Fantasi ini
semacam frame
yang muncul dalam benak diri subjek dalam melihat dunia atau
aturan yang
disajikan dalam dunia simbolik. Fantasi juga muncul ketika
subjek merasakan
objek hasrat yang ada di hadapan subjek. Dengan adanya fantasi
inilah seolah-
olah objek memiliki kenikmatan serta menjadi nikmat untuk selalu
dikejar.
Gambaran ini bisa memperlihatkan latar yang mendasari Slankers
untuk
tetap berada dalam satu wilayah. Salah satu contoh yang dapat
diperlihatkan
adalah tata cara berbusana. Tata busana yang terkesan slengean,
tidak rapi, dan
cuek merupakan cara yang Slankers gunakan dalam kehidupan
sehari-hari.18
Walaupun banyak orang yang menganggap gaya semacam ini adalah
gaya yang
kotor, Slankers tetap merasa senang ketika menggunakannya. Hal
ini karena
topangan dari realitas yang dimunculkan oleh Slankers
berlandaskan pada fantasi
yang berada di dalam dirinya.
While Lacan accepts Freud’s formulations on the importance of
fantasy and on its
visual quality as a scenario which stages desire, he emphasizes
the protective function
of fantasy. Lacan compares the fantasy Scene to a frozen image
onm a cinema screen;
just as the film may be stopped at a certain point in order to
avoid showing a traumatic
17 Dylan Evans, An Introductiory Dictionary of Lacanian
Psychoanalysis, Routledge, London dan
New York, 1996, hal 162. 18 Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas
Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
scene which follows, so also the fantasy scene is a defence
which veils castration. The
fantasy is thus characterized by a fixed and immobile
quality.19
Berdasarkan kutipan di atas, munculnya fantasi dalam diri
memilik korelasi
pada hasrat di dalam diri dan menjadi penolak dari hadirnya
kastrasi yang muncul
dalam dunia simbolik. Beragam aturan yang muncul dalam dunia
simbolik
menimbulkan hasrat dalam diri subjek yang merasa tidak
terpuaskan dalam dunia
simbolik. Kekangan serta hasrat dari liyan yang selalu
menginginkan subjek-
subjek untuk patuh pada ketetapan yang liyan buat menimbulkan
keinginan untuk
lari dari kekangan tersebut. Fantasi dalam hal ini semacam
gambaran visual yang
memberikan kengerian dari liyan dan kenikmatan terhadap objek
hasrat. Dengan
artian lain, fantasi sendiri juga menjadi tanda di mana subjek
memiliki hasrat dan
merindukan objek yang tidak didapat dalam dunia simbolik.
The conclusion that we are here dealing with racism is further
confirmed by the fact that this
'Che vuoi?' erupts most violently in the purest, so to say
distilled, form of racism, in antiSemitism: in the anti-Semitic
perspective, the Jew is precisely a person about whom it is
never clear ‘what he really wants;-that is, his actions are
always suspected of beign guided by
some hidden motives (the Jewish conspiracy, world domination and
the moral corruption of
Gentiles, and so on). The case of anti-Semitism also illustrates
perfectly why Lacan put, at the
end of the curve designating the question ‘Che vuoi?’ the
formula of fantasy ($a): fantasy is
an all answer to this ‘che vuoi?’; it is an attempt to fill out
the gap of the question with an
answer. In the case of anti-semitism, the answer to ‘What does
the Jew want?' is a fantasy of
‘Jewish conspiracy’: a mysterious power of jews to manipulate
events, to pull the strings behind
the scene. The crucial point that must be made here on a
theoretical level is that fantasy
functions as a construction, as an imaginary scenario filling
out the void, the opening of desire of the Other. By giving us a
definite answer to the question ‘what does the Other want?’20
Fantasi berada pada posisi ($a). Makna yang terletak dalam
bagian ini
adalah ketika subjek terbelah ($) berhadapan dengan objek hasrat
dan mengetahui
bahwa dunia yang harusnya memberikan kenyamanan ternyata tidak.
Dari bagian
ini, terlihat bahwa tatanan ini berada pada bagian yang terletak
di atas garis
19 Op cit, Dylan Evans, hal 61. 20Slavoj Zizek, The Sublime
Object of Ideology, Verso, London dan New York, 1989, hal 128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
lintang yang ditandai dengan istilah Che vuoi? (kata ini
memiliki artian apa yang
kamu inginkan?). Kronologi ini merupakan bagian yang muncul
karena liyan
selalu memberikan kekangan kepada diri subjek dalam bertindak di
sistem yang
dibuat oleh diri liyan itu sendiri.
Gambar 1.2: Che voui?
Gambar di atas memiliki runtuan pada fantasi yang berada dalam
benak
subjek yang merasa dirinya tidak merasakan kenikmatan dari apa
yang sudah
diberikan oleh master. Lantas bagaimana gerak semacam ini muncul
dalam benak
subjek? Jawabannya terletak pada visualisasi yang muncul dalam
benak subjek
ketika dirinya merasakan ketidaknyamanan tersebut. Dengan kata
lain, fantasi
merupakan jawaban dari “Che voui?” dalam diri subjek. Dunia yang
dibangun
dalam dunia simbolik memunculkan banyak hal yang dikastrasi
dalam diri.
Kastrasi yang muncul merupakan hasil dari hasrat simbolik dalam
mengintervensi
semua subjek yang masuk dalam simbolik. Subjek yang berada di
dalamnya
memiliki perlawanan yang muncul melalui hasrat dalam diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
Fantasy is answer to this 'che vuoi?'It is an attempt to fill
out the gap of the question with an answer. In the case of
anti-Semitism. The answer to ‘What does the Jew want?’ is a fantasy
of
‘Jewish conspiracy’: a mysterious power of Jewa to manipulate
events, to pull the strings behind
the scene. The crucial point that must be made here on a
theoretical level is that fantasy
functions as a construction, as an imaginary scenario filling
out the void, the opening of the
desire of the Other. By giving us a definite answer to the
question ‘what does the Other want?’, it
enables us to evade the unbearable deadlock in which the Other
wants something from us, but we
are at the same time incapable of translating this desire of the
Other into a positive interpellation, into a mandate with which to
identify.21
Fantasi secara tidak langsung memiliki peran yang bisa
memberikan
anggapan dalam melihat kedirian subjek di tengah dunia simbolik.
Posisi ini
menempatkan posisi fantasi seperti frame atau potongan gambar
yang
memberikan daya refleksi pada keberadaan diri. Fantasi yang
muncul bersifat
subjektif. Dengan kata lain, keberadaan fantasi ini merupakan
sudut dalam
memandang dunia dengan menitikberatkan pada satu sudut
tertentu.
Dalam kerangka ini, fantasi merupakan imajinasi yang muncul
dalam benak
subjek ketika hasrat dari Other memberikan kekuatan untuk
memberikan
kekangan pada subjek. Fantasi ini memiliki keutamaan yang
mengarah pada jalan
keluar untuk tidak ingin mengikuti apa yang telah
dilegitimasiakan oleh liyan.
Fantasi ini memberikan kerangka yang mengarah pada bagaimana
fantasi ini
memberikan gambaran bahayanya ikut dalam cara bertindak
simbolik.
Sebaliknya, fantasi memberikan gambaran begitu indahnya objek
hasrat. Dalam
bagian ini, fantasi memiliki jejak pada istilah “biru” yang
sering diucapkan oleh
Slankers. Biru memiliki artian sebagai bentuk kedamaian (Pulau
Biru Slank) dan
biru yang diasumsikan dengan generasi biru (pergolakan). Pulau
Biru yang
diandaikan tempat yang penuh dengan kedamaian dalam konteks
dunia yang
berada dalam diri Slank. Di sisi lainnya biru yang berarti
gerakan pemuda yang
21Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
bergejolak dalam konteks pemerintah. Kedua hal ini sama-sama
memiliki tendensi
untuk menopang tindakan yang dilakukan oleh Slankers yang
berhubungan
dengan pemerintah dan Slank.
Bayangan-bayangan semacam ini bisa menjadi bagian yang tidak
terlepaskan ketika disangkutkan dengan dunia simbolik dan real
dalam diri
subjek. Penjelasan di atas merupakan gambaran yang tepat dalam
melihat
keberadaan fantasi dalam diri subjek. Tetapi, bagian yang perlu
digarisbawahi
adalah bagaimana fantasi yang muncul dalam diri merupakan
pertimbangan yang
memiliki korelasi pada kedirian itu sendiri.
For Lacan desire is the essence of human existence, as it was
for example for Spinoza.
Actually one must be more precise, for, lacan says, in
a-theological system (that pulls
man away from the center of the world) the term “man” is
impossible to concerve.
Then he suggests substituting the Spinozist formula that “desire
is the essence of man”
by “desire is the essence of reality”. Notwithstanding this
transformation, he situates
his theory in a long tradition of thought profoundly connecting
human existence to
desire. His formulation of real as the impossible objek of
desire, that needs a screen (of
fantasy) in order to make itself know, implies at the pane of
philosophical antropology
that we never attain the final answer to appeal that has haunted
man hroughout the
ages and guides him towards his most secret dimensions: “man,
know thyself’. Thus
Lacanian theory of desire distinguishes it self from three major
traditions in the
conception of man.22
Pada bagian selanjutnya, fantasi disandingkan dengan hasrat yang
berada
dalam diri subjek. Seperti yang sudah diterangkan pada bagian
sebelumnya, denah
dalam dunia simbolik memunculkan hasrat karena banyak
keberagaman hukum
yang ada dalam dunia simbolik tidak dapat memberikan apa yang
diinginkan oleh
subjek. Lantas bagian yang tidak terlampiaskan tersebut ingin
keluar dan ingin
memberikan celah untuk dapat masuk dan membutuhkan jembatan yang
dalam
22Andre Nusselder, Interface fantasy A Lacanian Cyborg Ontology,
F&N Eigen Beheer,
Amsterdam, 2006, hal 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
kasus ini adalah Slank. Slank beserta beragam material (karya,
slengean, figur dan
Potlot) yang dimiliki menjadi jembatan antara Slankers sebagai
subjek bahasa
(simbolik) dan hasrat Slankers bersamaan dengan fantasi.
Žižek often conceives of fantasy as a kind of frame through
which we see reality. This
frame offers a particular or subjective view of reality. It is
permeated with desire and
desire is always 'interested', that is, it always presupposes a
certain point of view. What
Žižek means by this can be understood by reference to the
concept of an anamorphosis.
An anamorphosis is an image distorted in such a way that it is
only recognizable from
a specific angle. It is, as Žižek states, 'the element that,
when viewed straightforwardly,
remains a meaningless stain, but which, as soon as we look at
the picture from a
precisely determined lateral perspective, all of a sudden
acquires well-known
contours'.23
Fantasi sendiri merupakan semacam wujud imajinasi yang memiliki
korelasi
pada dua bagian dalam membangun jembatan yang menghubungakan
wilayah
imajiner dan wilayah simbolik. Kedua cabangan ini menempatkan
fantasi pada
posisi pertama yang memiliki arahan pada konsep penolakan untuk
ikut dalam
wilayah simboik. Penegasan tersebut memberikan arti objek yang
ingin dikejar
dalam dirinya, sehingga kekuatan tersebut memberikan iming-iming
yang besar
untuk terus dikejar. Penolakannya terletak pada bagaimana dunia
simbolik tidak
menyediakan apa yang diinginkan oleh subjek. Bagian selanjutnya
adalah
kerangka munculnya fantasi yang merupakan bagian untuk
mengartikulasikan
keberadaan hasrat itu sendiri. Kerangka fantasi muncul dalam
merasakan objek
yang selama ini diinginkan. Inti dalam gagasan fantasi ini
adalah alasan kuat bagi
subjek untuk tetap berada pada satu ikatan tertentu. Walaupun
sebagian orang
melihat ikatan tersebut tidak menyenangkan, namun bagi subjek
yang sudah
23Tony Myers,Slavoj Žizek, Routledge, London dan New York, 2003,
hal 99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
masuk dalam ikatan tersebut, subjek tetap merasa nyaman karena
ada fantasi yang
menopangnya.
1.6 Metode penelitian
Metode penelitian dalam tulisan ini diambil melalui wawancara
dan
literatur. Pengambilan melalui wawancara melibatkan anggota
Slankers
Yogyakarta dan pengambilan data melalui literatur menggunakan
literature yang
berkaitan dengan kelompok Slank dan Slankers. Berikut penjelasan
secara rinci:
Sumber data primer dilakukan melalui wawancara bersama satu
ketua dan
lima anggota komunitas Slankers Yogyakarta yang disebut Slanker
Fans Club
(SFC) Yogyakarta. Klasifikasi dari narasumber dibedakan sesuai
dengan periode
keterlibatannya dengan SFC Yogyakarta. Pembedaan ini dianggap
penting
mengingat kelompok ini mengalami dua kali perubahan periode
(Pulau Biru dan
Minoritas Slanker Jogja). Narasumber dibatasi hanya enam orang
Slankers yang
masuk dalam lingkup SFC Yogyakarta. Pengambilan data hanya dalam
lingkup
Yogyakarta.
Data sekunder melalui literatur yang membahas mengenai Slank dan
juga
kelompok Slankers. Dalam hal ini literatur yang digunakan berupa
buku, majalah,
artikel dan karya tulis akademik yang memilki keserupaan dengan
tema mengenai
Slank dan Slankers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
1.7 Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdari dari lima bab. Bab I adalah pendahuluan,
dimana bagian ini
terdiri dari latar belakang ketertarikan penulis terhadap
Slankers dan hubungannya
dengan resistensi terhadap pemerintah. Bab II menjelaskan
sejarah dan wacana
yang muncul didalam lingkaran Slank dan Slankers. Bab III
menjelaskan proses
Slankers memahami karya Slank (lagu, potlot, dan slengean),
resistensi terhadap
pemerintah, dan kecenderungan menyingkirkan Slank. Bab IV
meliputi analisa
alasan penggemar Slank menjadi Slankers dan hubungannya dengan
resistensi
terhadap pemerintah, karya Slank yang dimaknai oleh Slankers,
dan fantasi
didalam Slankers. Bab V berisi kesimpulan dalam penelitian
ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
BAB II
SEJARAH SLANK, SLANKERS DAN SLANKERS YOGYAKARTA
2.1 Sejarah Kelompok Musik Slank
Kemunculan komunitas Slankers yang tersebar di Indonesia ataupun
yang
tersebar di luar Indonesia tidak lepas dari kemunculan kelompok
musik Slank
sebagai dasar dari kesatuan komunitas Slankers. Salah satu momen
yang diingat
komunitas Slankers adalah munculnya embrio kelompok Slank.
Embrio dari
kelompok Slank adalah kelompok musik yang menamakan dirinya
Cikini Stone
Complex (CSC) dengan formasi yang hanya menyisakan sedikit
personil yang
bertahan hingga menjadi kelompok Slank. CSC tidak berdiri dalam
waktu yang
lama, yaitu dalam rentang waktu 1981-1984. CSC bermula dari
perkumpulan
anak-anak muda perguruan Cikini yang memiliki kesukaan terhadap
musik-musik
Rolling Stone. CSC merupakan kelompok musik yang didirikan oleh
Bimo
Setiawan Al Machzumi24 atau yang sering disapa dengan nama
Bimbim pada saat
dirinya berkecimpung di perguruan Cikini.
Pada awalnya kelompok CSC sering sekali memainkan karya-karya
dari
kelompok Rolling Stone. Repetisi karya-karya Rolling Stone yang
dilakukan oleh
kelompok CSC memang beralasan sekali, karena pada saat
24 Bimo Setiawan Al Machzumi lahir pada tanggal 25 Desember
1966. Bimbim lahir dari pasangan
Sidharta Manghoeroedin dan Iffet veceha, Sidharta Manghoeroedin
sempat menjalankan bisnis
kargo perkapalan (lihat Gatra, No..11 tahun XII, 28 Januari
2006, hal 80. )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
itu banyak kelompok band yang merepetisi karya band-band
terkenal yang
berasal dari musik top dunia.
Setelah hengkang dan membubarkan kelompok CSC, Bimbim
membuat
kelompok baru yang bernama Red Evil. Karya-karya yang dimainkan
oleh
kelompok musik Red Evil mengantarkan mereka untuk menggagas satu
nama
baru yaitu Slank. Titik awal perubahan nama ini diawali dengan
sebutan yang
mereka terima dari para pendengar yaitu slengean. Kata ini
disematkan karena
gaya penampilan dan corak musik mereka mengarah pada slengean.
Penampilan
yang slengean (seenaknya), lirik lagu yang seenaknya kadang
mengandung kritik-
kritik sosial, serta aliran musik yang mereka bawakan telah
menjadi ciri khas yang
membedakan dengan musisi-musisi lain.25 Seperti ketika Slank
konser di HUT RI
ke 70, Kaka (vokalis Slank) tampil dengan tampilan yang berkesan
tidak rapi di
tempat yang seharusnya berpenamilan rapi.26 Dalam wilayah yang
lain karya dari
kelompok Slank ini memiliki daya pikat karena lirik yang
disajikan oleh
kelompok Slank tidak vulgar dalam mengkritik pemerintah tidak
seperti Iwan
Fals.27 Tingkah yang seenaknya ini menjadi bagian yang cukup
menarik orang
untuk menjadi Slankers, seperti ketika Slank memberikan
marchandise alat
kontrasepsi pada album Satu-Satu tahun 2003.28 Selain itu,
kemunculan kelompok
25Rovi Ashari, Skripsi “Slank Adalah Aku”(Studi Eksploratoris
tentang Pengidolaan yang
Mempengaruhi Gaya Hiduppada Penggemar Slank Pekalongan Slankers
Club (PSC) Pekalongan),
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Serakarta, 2009, hal xiv. 26Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas
Slanker Jogja) pada tanggal 5 September 2016. 27Wawancara dengan
Mas Andi (Slankers Pulau biru dan Minoritas Slanker Jogja) yang
dilakukan
pada tanggal 12 Agustus 2016. 28Wawancara dengan Mas Andi
(Slankers Pulau biru dan Minoritas Slanker Jogja) yang
dilakukan
pada tanggal 12 Agustus 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
musik Slank dengan mengusung ganre rock ‘n roll merupakan motor
yang dapat
mengantarkannya kepuncak ketenaran. Slank sempat menggantikan
selera
masyarakat Indonesia ketika dikuasai oleh musik-musik melayu
Malaysia, seperti
Amy Search.29
Kekuatan jalinan yang terbentuk antar Slank dan Slankers
terlihat ketika
kelompok Slank mengadakan konser di beberapa tempat dan
melakukan
peresmian kelompok-kelompok komunitas Slankers yang ada di
daerah yang
disinggahi. Salah satu contohnya adalah peresmian komunitas
Minoritas Slankers
Jogja (MSJ). MSJ dibentuk dan didirikan atas antusias dan
tuntunan dari sebagian
bekas anggota komunitas Slankers Pulau Biru Jogja, yang dulu
pada tanggal 04
Desember 1998 telah diresmikan oleh Slank.30 Peresmian yang
sering dilakukan
oleh Slank bukanlah satu-satunya tali perekat antara Slank dan
Slankers. Bentuk
lainnya adalah terbukanya markas Slank yang bertempat di Gang
Potlot sebagai
wadah untuk mejalin komunikasi antar komunitas. Tempat yang
bernama Gang
Potlot ini memang bukan tempat biasa di mata Slankers. Beberapa
Slankers
menganggap tempat ini merupakan tempat yang wajib dikunjungi
karena Slankers
menganggap Gang Potlot adalah rumah mereka.31
Pada sisi lain, keberadaan kelompok Slank ini sering dikaitkan
dengan
gerakan sosial, kemanusiaan dan kritis terhadap pemerintah.
Salah satu personil
Slank, yaitu Abdee Negara juga dikenal sebagai salah satu yang
getol dalam hal
29Wawancara dengan Mas Aat (Ketua Komunitas Minoritas Slankers
Jogja) pada tanggal 29 Maret
2016. 30Wawancara dengan Mas Aat (Ketua Komunitas Minoritas
Slankers Jogja) pada tanggal 29 Maret
2016. 31Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada
tanggal 5 September 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
ini. Abdee memang sering terlibat dalam gerakan kemanusiaan.
Bersama kawan-
kawannya di dunia hiburan, ia beberapa kali menggalang dana
untuk bantuan bagi
yang membutuhkan.32 Kepekaan terhadap kegiatan-kegiatan sosial
semacam ini
juga tampak pada kejadian gempa bumi pada tahun 2006 di
Yogyakarta. Slank
bersama Marsha Timoti datang ke Yogyakarta dalam acara SCTV
pundi amal.33
Dalam sisi kritis terhadap pemerintah atau elit politik, Slank
memiliki karya
dan juga tindakan yang mengarah pada hal ini. Terlihat pada
suatu kesempatan
Slank dan Abdee aktif dalam gerakan mendukung Komisi Pemberantas
Korupsi
(KPK), ketika sejumlah pihak dianggap hendak melemahkan lembaga
itu. Pada
2012, ketika KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) berkonflik dengan
Markas
Besar Kepolisian Republik Indonesia, aktivis antikorupsi
menuntut Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengatasinya. Tapi harapan ini tak
segera terwujud
karena Presiden tidak segera mengambil langkah apa pun.
Masyarakat yang
melihat komisi anti korupsi terancam berkumpul di bundaran hotel
Indonesia. Di
sana, Abdee menyanyikan lagu Where are you Mr President?34
Munculnya Slank beserta karyanya sering dikaitkan dengan istilah
slengean.
Slank selalu identik dan dianggap penjelmaan dari group musik
Rolling Stones.
Aksi panggung hingga gaya hidup yang slengean menjadi sebuah
trend anak
muda pada saat itu. Tidak sedikit anak muda yang mengaku
Slankers dan
mengikuti gaya hidup mereka. Mulai dari rambut gondrong, pakaian
compang-
32Ijar Karim, Metamorfosis Sang Gitaris, Tempo, 21 Desember
2014, hal 58. 33Diambil dari wawancara dengan Mbak Ravi (Minoritas
Slanker Jogja), pada tanggal 24 Juni
2016. 34Ijar Karim, Metamorfosis Sang Gitaris, Tempo, 21
Desember 2014, hal 58.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
camping bahkan ikut menggunakan narkotika. Gaya hidup ini memang
selalu
dikaitkan dengan gaya hidup barat dan musik rock pada khususnya.
Slank dan
Slankersnya telah menjadi satu kekuatan yang menjadi ciri khas
yang mewakili
identitas anak muda pada awal 1990-an. Slank menjadi salah satu
group musik
yang cukup melegenda di tanah air.35
Kemunculan kelompok Slank sendiri dikaitkan dengan perlawanan
atas
penguasa. Salah satu yang muncul adalah lirik “Anti Nuklir” yang
dibuat oleh
kelompok musik Slank. Bahasa yang digunakan oleh Slank adalah
medium untuk
menyuarakan kepentingannya yaitu pembangkangan terhadap sistem
yang sedang
berkuasa pada saat ini. Bahasa yang Slank gunakan adalah bahasa
yang digunakan
kaum miskin kota, buruh dan petani sehari-hari. Sehingga,
tercipta sebuah bentuk
keterwakilan yang dirasakan oleh kaum tersebut dan akhirnya,
nilai-nilai yang
disusupkan oleh Slank dalam teksnya kemudian diserap dan menjadi
sebuah
simbol perlawanan yang sinkretis dengan kelas bawah pada saat
ini. Pada
akhirnya, realitas yang mereka angkat menjadi pemahaman bersama
(collective
understanding) bagi perlawan terhadap otoritas rezim tertentu.
Lirik lagu “Anti
Nuklir” ditulis pada masa pemerintahan SBY dan ditujukan sebagai
tandingan
atau bentuk perlawanan terhadap rezim. Secara tidak langsung
teks ini menunjuk
pada fenomena-fenomena terdahulu, sekaligus mewakili situasi
yang serupa.
Hubungan itu terjadi karena pada dasarnya teks lirik lagu “Anti
Nuklir” merujuk
35Fahmi Firmansyah, Skripsi Dari Cikini Stone Complex hingga
Slank: Sebuah Catatan Perjalanan
Slank (1983-1996),Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia Depok, 2011, hal 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
pada teks lain yang bernada hampir sama untuk melawan kekuasaan
dan
otoritas.36
2.2 Komunitas Slankers
Slankers merupakan nama yang disematkan untuk menyebut
penggemar
kelompok musik Slank. Slankers merupakan salah satu kelompok
pengemar yang
memiliki komunitas yang tersebar di berbagai daerah. Manajemen
Slank sendiri
tidak ambil diam dalam kemunculan berbagai kelompok Slankers
yang ada.
Dalam manajemen Slank terdapat satu divisi yang mengurus
komunitas Slankers
yang bernama divisi Slanker Fans Club (SFC). Divisi SFC pusat
resmi berdiri
sejak 2 mei 2004 sebagai bagian dari manajemen Pulau Biru
Production yang
menaungi penggemar Slank yang tergabung dalam wadah SFC wilayah.
Divisi
SFC pusat berdiri dengan maksud menjembatani berdirinya SFC
wilayah
sekaligus menampung kreatifitas dan mengkoordinir kegiatan yang
dilakukan
Slankers demi terciptanya sumber daya manusia yang produktif dan
aktif. Saat ini,
SFC sudah memiliki 98 wilayah cabang yang tersebar di seluruh
Indonesia, dan
juga dua cabang di luar negeri yaitu Malaysia dan Timor
Leste.37
Jumlah yang tertera ini merupakan jumlah yang tidak sedikit
tentunya,
bahkan banyaknya Slankers yang muncul di tanah air ini
memunculkan satu
kalimat yang menegaskan dirinya sebagai kelompok penggemar
terbesar.
36Yogi Febrian, Skripsi Representasi Ekologi Politik Dalam Lirik
lagu “Anti Nuklir” Karya Band
Slank (Studi Analisis wacana kritis Van Dijk tentang
Representasi Ekologi politik Dalam Lirik
Lagu “Anti Nuklir” Karya Band Slank), Program Studi Ilmu
Komunikasi konsentrasi humas
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer
Indonesia, Bandung, 2014, hal 7. 37 Zaini Hasan, Skripsi Manajemen
Grup Musik “Slank” Dalam Industri Musik di Jakarta, Jurusan
pendidikan Sendratasik Fakultas bahasa dan Seni Universitas
negeri Semarang, 2010, hal 63.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
Sebagian masyarakat mungkin familiar dengan kalimat tersebut,
yaitu apapun
konsernya tetap bendera Slank pasti ada. Menurut salah satu
anggota Slankers
yang diwawancarai, munculnya bendera atau atribut Slank dalam
kegiatan musik
di luar Slank memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa di daerah
itu ada
Slankers. Selain itu, munculnya fenomena ini juga ingin
menunjukkan kepada
Slank untuk konser di tempat bendera Slank itu muncul.38
Dengan segala tingkah laku anak-anak muda saat itu (generasi
muda ketika
Slank muncul), Slank yang anti kemapanan, urakan, seadanya,
nakal, dan berani
membuat Slankers merasa suara mereka terwakilkan. Hal tersebut
telah membuat
lahirnya suatu kelompok yang merasa memiliki persamaan dan
senasib yaitu
sebagai penggemar grup band Slank yang menamakan dirinya sebagai
Slankers.39
Fenomena ini memunculkan beberapa wacana yang hadir di sekitar
kelompok
Slankers itu sendiri, seperti adanya ikatan persaudaraan tinggi
ataupun wacana
mengenai loyalitas yang tinggi.
Genre musik yang disebutkan sebelumnya menjawab sebagian besar
rasa
terasing yang dialami generasi muda ini, yakni kegelisahan yang
tidak mau mapan
dan ingin terus bergerak dan sebagaimana musik-musik metal juga
persis
menyuarakan antikemapanan dari periode Amerika dan Eropa yang
birokratis.
Oleh karena itu, reaksi pemberontakan terhadap keteraturan atau
apa saja yang
serba mengatur, Slankers outlet-kan (melepaskan), mereka carikan
jalan keluar
kegelisahan itu dalam proses identifikasi kepada tokoh-tokoh
anti kemapanan
38Wawancara dengan Mas Udin (Minoritas Slanker Jogja) pada
tanggal 5 September 2016. 39Rovi Ashari, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
dengan musik-musik keras. Karena kekangan yang dirasa sedemikian
kuat, maka
mereka pun harus berteriak dengan keras supaya dapat didengar.40
Bagian ini
memperlihatkan skema mengenai gerak Slankers yang didekatkan
dengan
generasi muda yang tidak dapat bersuara dengan lantang. Tirani
yang muncul di
masa itu memaksa sebagian masyarakat untuk mencari jalan keluar
dari masalah
yang mereka alami.
Dalam beberapa fenomena yang terjadi dalam lingup Slankers,
wacana
mengenai cinta damai muncul di permukaan dengan refleksi album
PLUR. Istilah
PLUR dikenalkan pada publik ketika Slank membuat album yang
berjudul PLUR
(Peace, Love, Unity dan Respect). Istilah PLUR muncul dan
menjadi bagian dari
tingkah laku Slankers,seperti yang tertulis pada kutipan
berikut: “PLUR, kata
lelaki 32 tahun yang biasa disapa Ateng ini, adalah semacam
mantra pengingat
bahwa penggemar Slank adalah orang-orang yang cinta damai.” PLUR
sejatinya
nama album Slank yang diluncurkan pada 2004. Tak aneh jika
kemudian Slankers
menjadikannya sebagai prinsip berperilaku. Yudi mengatakan,
dalam setiap
konser, haram bagi Slankers terlibat dalam keributan. Ketika ada
keributan dalam
sebuah konser Slank, Slankers biasa berseru “PLUR” agar
kericuhan tak lagi
terjadi. “kalau yang masih ricuh, itu namanya Slankers
bajakan.”41
40Albert Camus, Leon Trotsky, William Philip, Stephen Spender,
Barbara Rose, Nicola
Chaiaromonte, Seni, Politik, Pemberontakan, Yayasan Bentang
Budaya, Yogyakarta, 1998, hal xi. 41Anang Zakaria, Plur, Mantra
Pemersatu Slankers, Senin, 02 Desember 2013,
https://m.tempo.co/read/news/2013/12/02/112534085/plur-mantra-pemersatu-slankers,
diakses
pada tanggal 1 Maret 2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
https://m.tempo.co/read/news/2013/12/02/112534085/plur-mantra-pemersatu-slankers
-
33
Gambar 2.3: Kaos PLUR 4all42
Istilah PLUR memang sering disematkan dalam wacana yang tersebar
di
masyarakat mengenai keberadaan Slankers. Bukan hanya istilah
PLUR saja yang
muncul dalam lingkup wacana mengenai keberadaan Slankers, tetapi
juga
mengenai segmentasi golongan masyarakat. Dalam beberapa
wawancara bersama
anggota dari MSJ (Minoritas Slankers Jogja), istilah “berdiri di
semua golongan”
menjadi bagian dari Slankers. Hal ini diwujudkan dengan kegiatan
yang
melibatkan beberapa kelompok komunitas musik. MSJ mengadakan
acara yang
melibatkan beberapa komunitas musik yang tersebar di provinsi
Yogyakarta.
Latar yang ingin dikejar oleh acara ini adalah Slankers yang
berdiri di atas semua
golongan.43
Bukan hanya refleksi mengenai pemaknaan daya refreksi antara
Slank dan
Slankers saja yang nampak dari corak kelompok Slankers, dalam
beberapa kasus
yang nampak, tetapi ikatan yang muncul dalam komunitas Slankers
juga bisa
42Diakses melalui
https://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-
ID&source=android-
browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKH
XJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyM:
diakses pada tanggal 1 Maret 2016. 43Diambil dari wawancara
dengan Mbak Ravi (Minoritas Slanker Jogja), pada tanggal 24
Juni
2016.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
https://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyMhttps://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyMhttps://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyMhttps://www.google.com/search?q=kaos+slank+4all&hl=in-ID&source=android-browser&prrnd=inv&source=Inms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwj6jZ31p5nVAhXLnpQKHXJTCwsQ_AUICSgB#imgrc=EvUQLDxD61PUyM
-
34
disebut erat. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah
fenomena adanya Slankers
di negara tetangga Timor Leste. Munculnya Slankers tidak hanya
terjadi di
Indonesia saja atau pada satu regional tertentu saja.
Transportasi dan komunikasi
telah memungkinkan terjadinya proses mobilitas yang semakin
intensif dengan
gerakan orang dan imajinasi yang meninggalkan batas-batas
geografis dan
kultural.44 Salah satu komunitas Slankers yang muncul di negara
tersebut adalah
“Gang Potlot Dili”. Salah satu anggota dari Slankers Dili
mengatakan: “Pokoknya
katong tetap satu darah. Biarpun ada perbatasan, Slankers Kupang
dan Timor
Leste bersaudara,” 45 teriak Roberto dan kawan-kawan disambut
teriakan “damai”
dari ratusan Slankers yang berkumpul di markas mereka.
Bersama-sama mereka
mengumandangkan lagu Pulau Biru sambil mengibarkan dua bendera:
bendera
Merah Putih dan bendera Timor Lestee. Kibaran dua bendera ini
pula terlihat di
antara ribuan penonton yang memadati konser Slank.46
Slankers juga dikenal sebagai kelompok yang memiliki loyalitas
tinggi pada
idolanya. Tidak jarang sikap ini mengantarkan kelompok Slankers
pada hal yang
negatif. Slank sempat mengkonsumsi barang-barang terlarang yang
ternyata
berdampak pada sisi internal Slank. Selain itu, Slankers juga
melakukan hal yang
sama. Para penggemarnya meniru karena panutannya juga
mengkonsumsi dan
pada saat Slank berusaha sembuh, maka dari itu mereka
(penggemar) juga
44Prof. Dr. Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi
Kebudayaan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2006, hal 20. 45Koran Tempo, Pentas, minggu 24 Oktober 2010.
46Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
berusaha untuk sembuh. Cara hidup Slank yang slengean (semaunya)
juga diikuti
sebagai pengidolaan mereka yang totalitas.47
Gaya slengean diterjemahkan oleh Slankers sebagai gaya yang cuek
dan
tidak formil. Biasanya para Slankers menggunakan celana jeans
dan kaus oblong,
dengan rambut tidak tertata dengan rapi dan sandal jepit atau
sepatu santai. Gaya
berpakaian yang sama membuat para Slankers merasa telah
menunjukkan ideologi
Slankersnya, yaitu hidup sederhana dan apa adanya.48
Selain itu, gaya bicara Slankers yang khas dengan sapaan ´Peace´
dan
panggilan ´bro´ kepada sesama Slankers adalah simbol yang
dimaknai sebagai
perdamaian, saling menyayangi dan menghormati diantara sesama
Slankers.
Sapaan ini adalah sebuah identitas yang dengannya orang dapat
mengetahui
seseorang adalah anggota komunitas Slankers.49
Walaupun pada saat ini Slank beserta Slankers sudah meninggalkan
barang-
barang terlarang, dampak dari pandangan negatif masih melekat.
Kehidupan
kelam yang sempat dialami oleh kelompok Slank ini juga
memberikan pengaruh
besar terhadap kehidupan penggemar fanatikny