MAKALAH KARAKTERISTIK EKOLOGI BATAS KOTA DOSEN PEMBIMBING ; Dr. SUWONDO, MSi OLEH: S ELAMET NIM.1209119 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM PASCA SARJANA
MAKALAH KARAKTERISTIK EKOLOGI BATAS KOTA
DOSEN PEMBIMBING ; Dr. SUWONDO, MSi
OLEH:
S ELAMET
NIM.1209119
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan kesehatan dan kelapangan
sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun
judul makalah adalah “Karakteristik Ekologi Batas Kota”.
Tak lupa penulis menyampaikan Sholawat dan salam kepada
Rasulullah Shallallahi Wasalam.
Adapun makalah ini sebagai salah satu tugas mata
kuliah Ekologi. Penulis menyadari penulisan ini banyak
kekurangannya, mudah-mudahan bagi pembaca dapat
memakluminya dan makalah ini bisa menjadi bahan informasi
tentang Karakteristik Ekologi Batas Kota. Akhirnya
Penulis mengucapkan terimakasi kepada semua pihak yang
telah membantu atas selesainya makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu tentang lingkungan yang
menerapkan berbagai azas dan konsepnya kepada masalah
yang lebih luas, yang menyangkut pola hubungan antara
mahluk hidup termasuk manusia dengan mahluk hidup
lainnya dan lingkungannya Oleh karenanya studi yang
sistematis mengenai lingkungan hidup dan kedudukan
manusia yang layak di dalamnya dapat menimbulkan
kesadaran memelihara, penghargaan, tanggung jawab, dan
keberpihakan manusia dengan lingkungan hidupnya.
Mengkaji ekologi mengharuskan kita melibatkan
faktor biotik dan factor abiotic. Dari dua fakor
tersebut manusia memiliki peranan penting terhadap
kondisi ekologi di suatu daerah atau kawasan, misalnya
keadaan Pada daerah pinggiran kota merupakan daerah
transisi dimana pemukiman penduduk yang cukup padat,
disini kita menemukan berbagai bentuk kerusakan
ekosistem dan berubahnya keadaan lingkungan yang ada
dengan adanya ekspansif dan menyebar (sprawling), serta
mengkonversi ruang-ruang alami yang memiliki fungsi-
fungsi ekologis seperti daerah resapan air, hutan,
situ, daerah aliran sungai, dan lahan-lahan alami
lainnya secara terus menerus oleh pemukiman penduduk.
Namun disisi lain kita masih dapat menemukan daerah-
daerah/tanah yang masih kosong dengan vegetasi yang
mengalami suksesi sehingga memungkinkan terbentuknya
komunitas dengan ekosistem kecil disekitar tanah kosong
diantara pemukiman.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui bagaimana Karakteristik Ekologi daerah
pinggiran kota, terjadinya suksesi dan berbagai macam
penyebabnya dan solusi untuk konsep kota yang
berkelanjutan.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini
adalah :
1. Bagaimana yang dimaksud ekologi pinggir kota
2. Bagaiamana keadaan suksesi pada daerah pinggir kota
3. Bagaimana konsep kota yang berkelanjutan
BAB II
KAJIAN TEORITIS
1. Pengertian Ekologi
Secara harfiah, ekologi mengakar pada dua kata
dari bahasa Yunani yakni Oikos dan juga Logos. Oikos
berarti rumah atau tempat untuk hidup. Kemudian Logos
adalah ilmu. Jadi ekologi adalah ilmu mengenai rumah
tangga mahluk hidup tak lain adalah mempelajari
hubungan antara organisme dengan lingkungannya. Lebih
spesifik lagi, pengertian ekologi bagi sebagian orang
adalah ilmu yang bmencoba untuk memahami dan
mempelajari hubungan antara binatang, tumbuhan, manusia
dan juga lingkungannya, bagaimana mereka hidup, dimana
mereka hidup, juga mengapa mereka berada di lingkungan
tersebut.
Pengertian ekologi ini memang beragam, namun jika
dicermati, kita bisa menyimpulkan adanya hubungan yang
sangat erat antara komponen abiotik dan komponen
biotik. Lebih jauh lagi, secara detil disebutkan bahwa
ekologi merupakan pokok kajiannya tentang struktur juga
fungsi ekosistem atau alam termasuk manusia di
dalamnya. Ekologi adalah ilmu yang sangat dasar dan
tidak menekankan pada praktek tetapi pada realita yang
ada.
Terkait pengertian ekologi, berdasarkan kajian
sejarah, Ernest Haeckel merumuskan bahwa dalam kajian
ilmiah, ekologi sebagai ilmu telah diaplikasikan sejak
dahulu kala dan berkembang seiring dengan perjalanan
waktu dan juga selaras dengan evolusi akal manusia.
Dari perkembangan tersebut, maka ekologi dibagi ke
dalam dua kategori yakni Enviromental Science dan juga
Enviromental Biology. Dalam lingkup pengertian ekologi,
kita bisa menyimpulkan bahwa ini dalah dasar dari semua
pokok ilmu lingkungan, karena itu ia sering juga
disebut dengan istilah Ilmu Lingkungan. Meski demikian,
ekologi sebenarnya memiliki cakupan yang lebih sempit
ketimbang ilmu lingkungan.
2. Ekologi Pinggir Kota
Kota dalam pengertian administrasi pemerintahan
diartikan secara khusus yaitu bentuk pemerintahan
daerah yang mayoritas wilayahnya merupakan daerah
perkotaan. Wilayah administrattid pemerintahan kota
dikelola oleh pemerintah kota (Pemkot) yang relatiff
otonom dan kedudukannya sejajar dengan pemerintah
kabupaten (Pemkab). Undang-undang 26/2007 menyatakan
bahwa wilayah didefinisikan sebagai ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait dengan batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional.
Untuk pengertian wilayah yang batasannya bersifat
fungsional sering dipergunakan istilah kawasan. UU
26/2007 mendefinisikan kawasan sebagai wilayah yang
memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. Misalnya
kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perkotaan,
kawasan pedesaan, kawasan perumahan, kawasan pusat
kota, kawasan industri dan sebagainya.
Kota memiliki komunitas yang terdiri dari
penduduk, tempat tinggal dan sarana. Karena kompetisi,
unsur-unsur tersebut mengalami proses perubahan dengan
terjadinya segregasi, invasi, dan suksesi, sehingga
daerah alamiah ada dalam pinggir/batas kota terdapat
zona-zona atau lingkatan-lingkaran tertentu.
Sehubungan dengan terbentuknya lingkaran-lingkaran
pada daerah pinggiran kota terbentuk berlapis-lapis
melingkar dengan susunan tertentu. Dimulai dari pusat
lingkaran maka lapisan-lapisan tersebut adalah
lingkaran pusat yakni daerah pusat perdagangan yang
terletak dipusat kota dimana aktivitas komersial lebih
utama daripada fungsi tempat tinggal. Disini terdapat
hotel, supermall, kantor pusat atau cabang utama
perusahaan, pusat hiburan modern, dan sebagainya.
Lingkaran transisi yang melingkar di daerah pusat
perdagangan menuju pinggir kota. Di zona ini terdapat
slum, tempat tinggal dengan lingkungannya tidak sehat.
Lingkungan transisi disebabkan karena invasi dari
daerah ke pusat perdagangan ke lingkaran perumahan
pemukiman penduduk ke lingkaran transisi.
Pada daerah pinggiran kota merupakan daerah
transisi dimana pemukiman penduduk yang cukup padat,
namun disisi lain kita masih dapat menemukan daerah-
daerah/tanah yang masih kosong dengan vegetasi yang
mengalami suksesi sehingga memungkinkan terbentuknya
komunitas suksesesi dengan ekosistem kecil disekitar
tanah kosong dan pemukiman.
3. Suksesi
Komunitas suksesi terjadi ketika komunitas awal
terganggu dan mengakibatkan hilangnya komunitas awal
tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal
tersebut akan terbentuk substrat dan habitat baru.
Gangguan ini dapat terjadi secara alami dan sebagian
besarnya karena aktifitas pembukaan lahan untuk
pemukiman penduduk serta penguasaan lahan untuk
investasi.
Dalam suksesi terjadi bila tumbuhan perintis mati,
maka akan mengundang datangnya pengurai. Zat yang
terbentuk karena aktivitas penguraian bercampur dengan
hasil pelapukan lahan membentuk tanah yang lebih
kompleks susunannya. Dengan adanya tanah ini, biji yang
datang dari luar daerah dapat tumbuh dengan subur.
Kemudian rumput yang tahan kekeringan tumbuh. Bersamaan
dengan itu tumbuhan herba pun tumbuh menggantikan
tanaman pioner yang menaunginya. Kondisi demikian tidak
menjadikan pioner subur tapi sebaliknya. Sementara itu,
rumput dan belukar dengan akarnya yang kuat terus
mengadakan pelapukan lahan. Bagian tumbuhan yang mati
diuraikan oleh jamur sehingga keadaan tanah menjadi
lebih tebal. Kemudian semak tumbuh. Tumbuhan semak
menaungi rumput dan belukar maka terjadilah kompetisi.
Lama kelamaan semak mejadi dominan kemudian pohon
mendesak tumbuhan belukar sehingga terbentuklah hutan.
Saat itulah ekosistem tersebut mencapai kesetimbangan
atau dikatakan ekosistem mencapai klimaks, yakni
perubahan yang terjadi sangat kecil sehingga tidak
banyak mengubah ekosistem itu.
Sumber gambar : http://bio-130-plant-
succession.doomby.com/#
Tahapan perubahan komunitas suksesi
Kebakaran merupakan kondisi yang lazim di daerahpinggir kota yang pada umumnya desngaja yangmemungkinkan terjadinya suksesi primer.
Sumber gambar : http://farizmrzk.wordpress.com/c/
Gambar dibawa ini menunjukan keadaan suatu areal yang
mengalami suksesi dan ampir mencapai klimak.
Gambar diambil di kecamatan Tampan (Jl. Swakarya).
Gb. diambil di Kec. Bukit Raya (Jl. Sei Mintan)
perbatasan dengan Kab. Kampar.
Faktor yang mempengaruhi proses suksesi, yaitu :
1. Luasnya habitat asal yang mengalami kerusakan
2. Jenis-jenis tumbuhan di sekitar ekosistem yang
terganggu
3. Kecepatan pemancaran biji atau benih dalam ekosistem
tersebut
4. Iklim terutama arah dan kecepatan angin yang membawa
biji, spora, dan benih lain serta curah hujan yang
sangat berpengaruh daam proses perkecambahan
5. Jenis substrat baru yang terbentuk.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi
disversifikasi/sebaran organisme
Ada beberapa faktor yang memengaruhi persebaran
ora dan fauna di muka bumi antara lain faktorfl
klimatik, eda k, siogra , dan biotik.fi fi fi
a. Faktor Klimatik
Kondisi iklim merupakan salah satu faktor dominan
yang mempengaruhi pola persebaran ora dan fauna.fl
Wilayah-wilayah dengan pola iklim yang ekstrim, seperti
daerah kutub yang senantiasa tertutup salju dan lapisan
es abadi, atau gurun yang gersang, sudah tentu sangat
menyulitkan bagi kehidupan suatu organisme. Oleh karena
itu, persebaran ora dan fauna pada kedua wilayah inifl
sangat minim baik dari jumlah maupun jenisnya.
Sebaliknya, daerah tropis merupakan wilayah yang
optimal bagi kehidupan ora dan fauna. Faktor-faktorfl
iklim yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk
hidup di permukaan bumi ini, antara lain suhu,
kelembapan udara, angin, dan tingkat curah hujan.
a.1 Suhu
Permukaan bumi mendapatkan energi panas dari
radiasi matahari dengan intensitas penyinaran yang
berbeda-beda di setiap wilayah. Daerah-daerah yang
berada pada zona lintang iklim tropis, menerima
penyinaran matahari setiap tahunnya relatif lebih
banyak jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah
lainnya. Selain posisi lintang, faktor kondisi
geografis lainnya yang mempengaruhi tingkat
intensitas penyinaran matahari antara lain
kemiringan sudut datang sinar matahari, ketinggian
tempat, jarak suatu wilayah dari permukaan laut,
kerapatan penutupan lahan dengan tumbuhan, dan
kedalaman laut. Perbedaan intensitas penyinaran
matahari menyebabkan variasi suhu udara di muka
bumi.
Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap
kehidupan hewan dan tumbuhan, karena berbagai jenis
spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup
ideal atau optimal, serta tingkat toleransi yang
berbeda-beda di antara satu dan lainnya. Misalnya,
ora dan fauna yang hidup di kawasan kutub memilikifl
tingkat ketahanan dan toleransi yang lebih tinggi
terhadap perbedaan suhu yang tajam antara siang dan
malam jika dibandingkan dengan ora dan faunafl
tropis.
Pada wilayah-wilayah yang memiliki suhu udara
tidak terlalu dingin atau panas merupakan habitat
yang sangat baik atau optimal bagi sebagian besar
kehidupan organisme, baik manusia, hewan, maupun
tumbuhan. Hal ini disebabkan suhu yang terlalu panas
atau dingin merupakan salah satu kendala bagi
makhluk hidup.
Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara
adalah salah satu faktor pengontrol persebaran
vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian
tempat, dan kondisi topogra nya. Oleh karena itu,fi
sistem penamaan habitat ora seringkali sama denganfl
kondisi iklimnya, seperti vegetasi hutan tropis,
vegetasi lintang sedang, vegetasi gurun, dan
vegetasi pegunungan tinggi.
a.2 Kelembapan Udara
Selain suhu, faktor lain yang berpengaruh terhadap
persebaran makhluk hidup di muka bumi adalah
kelembapan. Kelembapan udara yaitu banyaknya uap air
yang terkandung dalam massa udara. Tingkat
kelembapan udara berpengaruh langsung terhadap pola
persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis
tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah yang kering,
sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya dapat
bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang
tinggi.
Berdasarkan tingkat kelembapannya, berbagai jenis
tumbuhan dapat diklasifikasikan ke dalam empat
kelompok utama, yaitu sebagai berikut.
a) Xerophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat tahan
terhadap lingkungan hidup yang kering atau gersang
(kelembapan udara sangat rendah), seperti kaktus
dan beberapa jenis rumput gurun.
b) Mesophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat cocok
hidup di lingkungan yang lembap, seperti anggrek
dan jamur (cendawan).
c) Hygrophyta, yaitu jenis tumbuhan yang sangat cocok
hidup di lingkungan yang basah, seperti eceng
gondok, selada air, dan teratai.
d) Tropophyta, yaitu jenis tumbuhan yang mampu
beradaptasi terhadap perubahan musim kemarau dan
penghujan. Tropophyta merupakan ora khas difl
daerah iklim muson tropis, seperti pohon jati
a.3 Angin
Di dalam siklus hidrologi, angin berfungsi sebagai
alat transportasi yang dapat memindahkan uap air
atau awan dari suatu tempat ke tempat lain. Gejala
alam ini menguntungkan bagi kehidupan makhluk di
bumi, karena terjadi distribusi uap air di atmosfer
ke berbagai wilayah. Akibatnya, secara alamiah
kebutuhan organisme akan air dapat terpenuhi.
Gerakan angin juga membantu memindahkan benih dan
membantu proses penyerbukan beberapa jenis tanaman
tertentu.
a.4 Curah Hujan
Air merupakan salah satu kebutuhan vital bagi
makhluk hidup. Tanpa sumber daya air, tidak mungkin
akan terdapat bentuk-bentuk kehidupan di muka bumi.
Bagi makhluk hidup yang menempati biocycle daratan,
sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan hidup
berasal dari curah hujan. Melalui curah hujan,
proses pendistribusian air di muka bumi akan
berlangsung secara berkelanjutan. Bahwa titik-titik
air hujan yang jatuh ke bumi dapat meresap pada
lapisan- lapisan tanah dan menjadi persediaan air
tanah, atau bergerak sebagai air larian permukaan,
kemudian mengisi badan-badan air, seperti danau atau
sungai.
Begitu pentingnya air bagi kehidupan mengakibatkan
pola penyebaran dan kerapatan makhluk hidup
antarwilayah pada umumnya bergantung dari tinggi-
rendahnya curah hujan. Wilayah-wilayah yang memiliki
curah hujan tinggi pada umumnya merupakan kawasan
yang dihuni oleh aneka spesies dengan jumlah dan
jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah
yang relatif lebih kering.
Sebagai contoh daerah tropis ekuatorial dengan
curah hujan tinggi merupakan wilayah yang secara
alamiah tertutup oleh kawasan hutan hujan tropis
(belantara tropis) dengan aneka jenis ora dan faunafl
dan tingkat kerapatan yang tinggi. Tingkat
intensitas curah hujan pada suatu wilayah akan
membentuk karakteristik yang khas bagi formasi-
formasi vegetasi (tumbuhan) di muka bumi.
Karakter vegetasi yang menutupi hutan hujan tropis
sangat jauh berbeda dengan vegetasi yang menutupi
kawasan muson, stepa, atau gurun. Karakter vegetasi
di wilayah muson didominasi oleh tumbuhan gugur daun
untuk menjaga kelembapan saat musim kemarau. Wilayah
gurun didominasi oleh jenis tumbuhan yang sangat
tahan terhadap kekeringan. Kekhasan pola dan
karakteristik vegetasi ini tentunya mengakibatkan
adanya hewan-hewan yang khas pada lingkungan
vegetasi tertentu. Pada dasarnya tumbuhan merupakan
salah satu sumber bahan makanan (produsen) bagi
hewan.
b. Faktor Edafik
Faktor kedua yang memengaruhi persebaran bentuk-
bentuk kehidupan di muka bumi terutama tumbuhan adalah
kondisi tanah atau faktor eda k. Tanah merupakan mediafi
tumbuh dan berkembangnya tanaman. Kondisi tanah yang
secara langsung berpengaruh terhadap tanaman adalah
kesuburan. Adapun yang menjadi parameter kesuburan
tanah antara lain kandungan humus atau bahan organik,
unsur hara, tekstur dan struktur tanah, serta
ketersediaan air dalam pori-pori tanah. Tanah-tanah
yang subur, seperti jenis tanah vulkanis dan andosol
merupakan media optimal bagi pertumbuhan tanaman.
c. Faktor Fisiografi
Faktor siogra yang berkaitan dengan persebaranfi fi
makhluk hidup adalah ketinggian tempat dan bentuk
wilayah. Anda tentu masih ingat gejala gradien
thermometrik, di mana suhu udara akan mengalami
penurunan sekitar 0,5o C–0,6o C setiap wilayah naik 100
meter dari permukaan laut. Adanya penurunan suhu ini
sangat berpengaruh terhadap pola persebaran jenis
tumbuhan dan hewan, sebab organisme memiliki
keterbatasan daya adaptasi terhadap suhu lingkungan di
sekitarnya. Oleh karena itu, jenis tumbuhan yang hidup
di wilayah pantai akan berbeda dengan yang hidup pada
wilayah dataran tinggi atau pegunungan.
d. Faktor Biotik
Manusia adalah komponen biotik yang berperan
sentral terhadap keberadaan ora dan fauna di suatufl
wilayah, baik yang sifatnya menjaga kelestarian maupun
mengubah tatanan kehidupan ora dan fauna. Dalam rangkafl
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, manusia
berusaha mengolah dan memanfaatkan lingkungan hidup di
sekitarnya semaksimal mungkin, walaupun terkadang dapat
merusak kelestarian alam. Misalnya, dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam waktu yang
relatif singkat manusia mampu mengubah kawasan hutan
menjadi daerah permukiman dan areal pertanian.
Perubahan fungsi lahan tersebut berakibat terhadap
kestabilan ekosistem yang secara alamiah telah terjalin
dalam periode jangka waktu yang lama.
5. Disverfikasi/sebaran organisme
Ada berapa faktor yang memengaruhi persebaran orafl
dan fauna di muka bumi tentunya berkaitan dengan faktor
yang telah disebutkan diatas. Berikut ini adalah
gambaran vegetasi yang berhasil penulis rekam dari
pengamatan di sekitar pinggir kota pekanbaru. Adapun
tanaman yang dapat dijumpai antara lain
Angsana (Pterocarpus indicus);
Trembesi (Samanea saman);
Mahoni (Swietenia microphylla);
Asam (Tamarindus indica);
Kere Payung (Filicium
decipiens);
G. Pecut (Polyalthia
longifolia);
Ketapang (Terminalia catapa);
Sawo Kecik (Manilkara kauki);
Ficus elastica (Burgundi)
Decora (F. Benyamina);
F. elastica (daun kuning);
F. lyrata; Johar (Cassia
siamea);
Pulai (Alstonia scholaris)
jamblang (Syzygium cumini),
kapulasan (Nephelium
ramboutan-ake),
mempelam (Mangifera laurina),
nona (Annona reticulata),
pala (Myristica fragans),
rambai (Baccaurea motleyana),
redan (Nephelium sp.),
rukam (Flacourtia roukam),
sentul (Sandoricum koetjape),
tampoi (Baccaurea macrocarpa)
tempunik (Artocarpus rigidus)
Terap (Artocarpus
odoratissimus.)
kelapa (Cocos nucifera),
pinang (Areca catechu),
palem merah (Cyrtostachys
lakka),
palem kuning (Crysalidocarpus
lutescens)
belimbing (Averrhoa
carambola),
duku (Lansium domesticum),
durian (Durio zibethinus),
Jambu Batu (Psidium guava);
jambu (Syzygium aqueun)
jeruk (Citrus reticulata),
manga (Mangifera indica),
manggis (Garcinia
mangostana),
melinjo (Gnetum gnemon),
nangka (Artocarpus
heterophyllus),
pepaya (Carica papaya),
sawo (Achras zapota) dan
lainnya
Gambar di ambil disekitar Jl. Kubang Raya KM.2 (Panam-
Pekanbaru)
Gambar di ambil disekitar Jl. Kubang Raya KM.2 (Panam-Pekanbaru)
Pada Vegetasi pinggir kota diatas dapat dijumpai
tanaman dengan keanekaragaman hayati yang cukup
rendah. Aktivitas manusia di sekitar taman ini sangat
tinggi, terutama di hari hari tertentu. Penutupan
kanopi pohon di taman ini berbeda-beda, ada daerah
yang penutupan kanopinya cukup luas, ada pula daerah
yang penutupan kanopinya rendah. Umur pepohonan di
daerah ini masih cukup muda, hal ini dikarenakan
ratusan pohon di taman ini memang baru ditanam atau
baru tumbuh. Hal ini menyebabkan ada daerah yang
intensitas cahayanya rendah, namun ada pula daerah
yang intensitas cahayanya sangat tinggi.
Keanekaragaman Fauna di daerah ini rendah, hanya
ditemukan beberapa jenis hewan. Namun ada beberapa
jenis hewan yang jumlahnya sangat banyak. Sebaran
vegetasi diatas sangatlah mempengarui keadaan Fauna
yang ada disekitar kawasan, pada daerah pinggir kota
kita dapat menjumpai Hewan al :
- Tikus Tanah
- Tikus Rumah
- Babi Hutan
- Kera
- Biawak
- Kadal
- Musang
- Tupai
- Kodok
- Berbagai burung seperti (burung gereja, burung kuilang, burung
laying-layang, burung gagak, burung balam, burug pipit, burung but-but, dsb)
- dan berbagai jenis serangga
6. Konsep Penataan Ruang Kota Yang Berkelanjutan
Konsep penataan ruang kota yang
berkelanjutan pada dasarnya merupakan penjabaran
konsep kota berkelanjutan dalam dimensi spasial.
Konsep penataan ruang kota yang berkelanjutan
dirumuskan berdasarkan pada pemahaman kota sebagai
sebuah ekosistem yang merupakan integrasi antara
ekosistem alam, ekosistem buatan dan ekosistem
sosial yang saling berinteraksi.
Dalam ekosistem kota tersebut, selain
aktivitas manusia berupa aktivitas ekonomi dan
sosial budaya, juga berlangsung proses-proses
alam/ekologis yang diperlukan untuk mendukung
berlangsungnya kedua aktivitas manusia tersebut.
Dengan dasar pemahaman tersebut, maka penataan ruang
kota yang berkelanjutan secara harmonis mengatur
alokasi kebutuhan ruang-ruang sebagai berikut:
- Ruang-ruang untuk berlangsungnya fungsi ekologis
(ecological functions), yaitu proses- proses
fisik, kimia dan biologis yang berperan untuk
memelihara keseimbangan ekosistem alam serta
menyediakan sistem penunjang kehidupan seperti
air, tanah dan udara
- Ruang-ruang untuk berlangsungnya fungsi ekonomi,
yaitu semua fungsi yang berkaitan dengan aktivitas
produksi untuk menunjang terwujudnya pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan penduduk. Dalam hal ini,
kawasan budidaya pertanian juga memiliki fungsi
ekologis.
- Ruang-ruang untuk berlangsungnya fungsi sosial
budaya, yaitu semua fungsi yang berkaitan dengan
upaya untuk mewujudkan pemerataan dan keadilan
sosial (equality), serta menumbuhkan sense of
community sense of place dan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan kota, antara lain
meliputi kawasan pemukiman, ruang-ruang terbuka
untuk publik, dan kawasan bernilai sejarah budaya
(urban heritage)
- Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari
ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan
vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung
manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang
dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu
keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan
wilayah perkotaan tersebut. Berdasarkan bobot
kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi
menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami,
kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau
RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota,
lapangan olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat
dan karakter ekologisnya diklasi-fikasi menjadi
(a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan
(b) bentuk RTH jalur (koridor, linear),
berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan
fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH
kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan
perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH
kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan
khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga,
alamiah.
Bagian dari konsep penatan ruang kota yang
keberlanjutan perlu dibuat daerah taman kota
merupakan salah satu jenis ruang hijau terbuka yang
terdapat di Kota Pekanbaru, hal ini sangat
memungkinkan pada daerah pinggir kota yang masih
menyediakan lahan terbuka.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa ruang
terbuka hijau, termasuk taman kota memiliki fungsi
ekologis. Secara detail, di antara manfaat ekologis
taman kota adalah sebagai penurun efek “urban heat
island” dan membangun jejaring habitat hidupan liar.
Meskipun tidak sealami wilayah lindung, untuk di
wilayah perkotaan seperti Pekanbaru yang memiliki
ruang terbuka hijau yang rendah, keberadaan taman
kota menjadi sangat penting. Hal ini terjadi karena
taman kota menyumbang sejumlah besar luasan ruang
terbuka hijau itu sendiri.
Setiap taman memiliki jenis dari strata
pohon, perdu dan herba yang berbeda sehingga setiap
taman memiliki struktur vegetasi yang berbeda.
Padahal, struktur vegetasi sangat menentukan kondisi
dari fungsi ekologisnya. Karena itulah, fungsi
ekologis tanaman setiap taman tidak dapat
disamaratakan. Fungsi ekologis yang secara khusus
dalam penulisan ini adalah gambaran ekologis pinggir
kota dalam mendukung kehidupan komunitas penduduk
perkotaan.
7. Keberlanjutan Fungsi Ekologis Sebagai Kriteria Kota
Berkelanjutan
Fungsi-fungsi ekologis yang berlangsung
dalam sebuah ekosistem kota berkaitan dengan kondisi
biogeofisik ekosistem kota tersebut seperti struktur
geologi, jenis tanah, dan topografi yang sifatnya
cenderung statis, serta kondisi vegetasi / tutupan
lahan yang lebih bersifat dinamis, dan dipengaruhi
pula oleh proses- proses yang terjadi di alam
seperti curah hujan, serta siklus materi dan energi.
Pada umumnya, fungsi-fungsi ekologis tersebut
terjadi dalam 3 dimensi ruang kota yaitu ruang
daratan, perairan dan udara, yang antara lain
meliputi :
- Ruang-ruang yang dibutuhkan bagi berlangsungnya
fungsi ekologis untuk memelihara kelangsungan
siklus hidrologi (hydrological cycle) yang
berkaitan dengan aspek konservasi air dan
pencegahan / pengendalian banjir, yang meliputi
ruang-ruang yang dapat meresapkan, menampung dan
mengalirkan air seperti hutan kota, dan taman
kota. Dalam hal ini, kemampuan ruang ekologis
untuk mengkonservasi air dan mengendalikan banjir
selain dipengaruhi oleh faktor jenis tutupan lahan
di atasnya juga oleh kondisi struktur geologi,
permeabilitas tanah, lereng, bentuk lahan,
geohidrologi dan curah hujan
- Ruang-ruang yang dibutuhkan bagi berlangsungnya
fungsi ekologis untuk memelihara kestabilan iklim
mikro dan menyediakan udara yang sehat, yang
antara lain meliputi hutan dan RTH lainnya serta
ruang udara bebas yang dapat menghasilkan O2,
menyerap pencemaran udara dan memberi ruang bagi
siklus udara. Faktor yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya fungsi ekologis tersebut adalah
jenis dan kerapatan vegetasi.
Guna keberlanjutan fungsi-fungsi ekologis,
perlu ada pendekatan berupa:
o Memahami peran dan fungsi kota dalam konteks
ekosistem
o Konservasi ruang - ruang alami yang berfungsi
ekologis (ecologically sensitive areas)
o Penyediaan ruang-ruang buatan penunjang
fungsi ekologis Melalui pendekatan ini
penataan ruang mengakomodasikan kebutuhan
ruang- ruang buatan untuk menunjang
kelangsungan fungsi ekologis, termasuk untuk
meminimalkan kerentanan terhadap bencana alam
yang tidak dapat lagi dipenuhi oleh ruang-
ruang alamiah yang ada, seperti waduk,
saluran drainase, polder, breakwater, sea
wall
o Penyediaan ruang - ruang pengolah
limbah untuk melindungi kelangsungan fungsi
ekologis
o Optimalisasi pemanfaatan ruang
terbangun Melalui pendekatan optimalisasi
kapasitas ruang-ruang yang telah terbangun.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pinggir Kota merupakan wilayah sebagai ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait dengan batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan aspek
fungsional. Merupakan fungsi pendukung ekologi
daerah kota dan sekitarnya.
2. Suksesi pada daerah pinggir kota terjadi akibat
penggundulan lahan, pembakaran dimana substrat masih
menyisakan substrat yang lama dengan tahapan
ditandainya dengan tumbuhan ruput. Tumbuhan semak
menaungi rumput dan belukar maka terjadilah
kompetisi. Lama kelamaan semak mejadi dominan
kemudian pohon mendesak tumbuhan belukar sehingga
terbentuklah hutan suksesi.
3. Konsep penataan ruang kota yang berkelanjutan
merupakan penjabaran konsep kota berkelanjutan dalam
penataan ruang kota yang dirumuskan berdasarkan pada
pemahaman kota sebagai sebuah ekosistem yang
merupakan integrasi antara ekosistem alam, ekosistem
buatan dan ekosistem sosial yang saling
berinteraksi. Dalam hal ini diperlukan adanya ruang
untuk kegiatan ekonomi, social budaya, ruang terbuka
DAFTAR PUSTAKA
Amad. M.2013. Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kota
Pekanbaru, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Alinda MZ, dkk. 2006. Keberlanjutan Fungsi Ekologis Sebagai Basis Penataan Ruang Kota Berkelanjutan. Journal Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7. (1): 7 - 15
Hakim R, dkk. 2008. Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek Perencanaan RTH Kota Jakarta. Makalah FALTL Universitas Trisakti. Jakarta.
Irwan, ZD. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Pustaka CIDESINDO. Jakarta.
Kristyan Dwijosusilo. 2010. Ekologi Kota, http://krisnotosuman.wordpress.com/2010/12/05/ekologi-kota/. diakses pada 14 Septembaer 2014
Roslim, dkk. 2013. Karakter Morfologi Dan Pertumbuhan Tiga Jenis Cacing Tanah Lokal Pekanbaru Pada Dua Macam Media Pertumbuhan, journal vol 5 no 1 (2013), http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika/article/view/2567. diakses pada 14 Septembaer 2014