LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI CITARUM DI SUNGAI CITALAHAB, DAERAH PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT PROPINSI JAWA BARAT DEPOSITIONAL ENVIRONMENT OF CITARUM FORMATION AT CITALAHAB RIVER, PADALARANG AREA, WEST BANDUNG REGENCY, WEST JAVA PROVINCE Hurin Noviannisa R.N 1) , Vijaya Isnaniawardhani 2) , Abdurrokhim 3) 1 Prodi Teknik Geologi, FTG, Universitas Padjadjaran, 2 Laboratorium Paleontologi, Prodi Teknik Geologi, FTG, Universitas Padjadjaran 3 Laboratorium Sedimentologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Teknik Geologi-Universitas Padjdadjaran Abstract Citarum Formation is one of the sediment typical in Bogor Basin, mapped regionally by Martodjojo (2003) and Sudjatmiko (1972). Citarum Formation was interpreted as marine sediment with turbidite influence. In Padalarang, this formation is well exposed in mining area. Citarum Formation in Cipatat – Padalarang area was deposited during Early to Middle Miocene (N7-N14). Based on rock characteristic at Citalahab River, it can be grouped into four rock unit, namely: sandstone and claystone intercalation unit (Tmppl), breccia unit (Tmbx), very thin sandstone unit (Tmpsl), and claystone unit (Tmbl). Facies association was recorded from lower to upper showed depositional environment changes from Middle Fan (Channel Complex), continuing transform to Outer Fan/Lower Fan (Basin Plan), and Middle Fan (Channel-Levee Complex). Based on the foraminifera content, sandstone of Citarum Formation was deposited in lower slope of deep marine. Keywords: Citarum Formation, depositional environment, Sungai Citalahab, turbidit facies. Sari Formasi Citarum merupakan salah satu endapan khas Cekungan Bogor, yang telah diteliti secara regional oleh Martodjojo (2003) dan Sujatmiko (1972). Formasi Citarum diinterpretasikan sebagai sedimen laut yang terbentuk oleh mekanisme arus turbidit. Di Padalarang, Formasi ini tersingkap baik, khususnya pada area penambangan. Formasi Citarum di daerah Cipatat - Padalarang diendapkan pada Miosen Awal- Miosen Tengah (N7-N14). Berdasarkan karakteristik batuan di Sungai Citalahab dapat dikelompokkan dalam empat satuan batuan yaitu: Satuan perselingan batupasir dan batulempung (Tmppl), Satuan Breksi (Tmbx), Satuan Batupasir sangat tebal sisipan batulempung (Tmpsl), Satuan batulempung (Tmbl). Asosiasi fasies yang teramati secara berurutan dari bawah ke atas menunjukkan perubahan lingkungan pengendapan dari Kipas Tengah (Channel Complex), berangsur menjadi Kipas Bawah (Basin Plan), dan selanjutnya menjadi Kipas Tengah (Channel-Levee
20
Embed
Hurin Noviannisa R.N 1) , Vijaya Isnaniawardhani , …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/PENENTUAN... · sediment with turbidite influence. In Padalarang, ... foraminifera
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI CITARUM
DI SUNGAI CITALAHAB,
DAERAH PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG BARAT
PROPINSI JAWA BARAT
DEPOSITIONAL ENVIRONMENT OF CITARUM FORMATION
AT CITALAHAB RIVER,
PADALARANG AREA, WEST BANDUNG REGENCY,
WEST JAVA PROVINCE
Hurin Noviannisa R.N 1)
, Vijaya Isnaniawardhani 2)
, Abdurrokhim 3)
1 Prodi Teknik Geologi, FTG, Universitas Padjadjaran,
2 Laboratorium Paleontologi, Prodi Teknik Geologi, FTG, Universitas Padjadjaran
3 Laboratorium Sedimentologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Teknik Geologi-Universitas
Padjdadjaran
Abstract
Citarum Formation is one of the sediment typical in Bogor Basin, mapped regionally
by Martodjojo (2003) and Sudjatmiko (1972). Citarum Formation was interpreted as marine
sediment with turbidite influence. In Padalarang, this formation is well exposed in mining
area.
Citarum Formation in Cipatat – Padalarang area was deposited during Early to
Middle Miocene (N7-N14). Based on rock characteristic at Citalahab River, it can be
grouped into four rock unit, namely: sandstone and claystone intercalation unit (Tmppl),
breccia unit (Tmbx), very thin sandstone unit (Tmpsl), and claystone unit (Tmbl). Facies
association was recorded from lower to upper showed depositional environment changes
from Middle Fan (Channel Complex), continuing transform to Outer Fan/Lower Fan (Basin
Plan), and Middle Fan (Channel-Levee Complex). Based on the foraminifera content,
sandstone of Citarum Formation was deposited in lower slope of deep marine.
Keywords: Citarum Formation, depositional environment, Sungai Citalahab, turbidit facies.
Sari
Formasi Citarum merupakan salah satu endapan khas Cekungan Bogor, yang telah
diteliti secara regional oleh Martodjojo (2003) dan Sujatmiko (1972). Formasi Citarum
diinterpretasikan sebagai sedimen laut yang terbentuk oleh mekanisme arus turbidit. Di
Padalarang, Formasi ini tersingkap baik, khususnya pada area penambangan.
Formasi Citarum di daerah Cipatat - Padalarang diendapkan pada Miosen Awal-
Miosen Tengah (N7-N14). Berdasarkan karakteristik batuan di Sungai Citalahab dapat
dikelompokkan dalam empat satuan batuan yaitu: Satuan perselingan batupasir dan
batulempung (Tmppl), Satuan Breksi (Tmbx), Satuan Batupasir sangat tebal sisipan
batulempung (Tmpsl), Satuan batulempung (Tmbl).
Asosiasi fasies yang teramati secara berurutan dari bawah ke atas menunjukkan
perubahan lingkungan pengendapan dari Kipas Tengah (Channel Complex), berangsur
menjadi Kipas Bawah (Basin Plan), dan selanjutnya menjadi Kipas Tengah (Channel-Levee
2
Universitas Padjadjaran
Complex). Berdasarkan kandungan foraminifera, batupasir Formasi Citarum ini diendapkan
di daerah lower slope di laut dalam.
Kata Kunci : Formasi Citarum, Lingkungan Pengendapan, Sungai Citalahab, Fasies Turbidit
1. Pendahuluan
Formasi Citarum merupakan salah
satu endapan khas dari Cekungan Bogor
(Martodjojo, 2003). Penelitian mengenai
Formasi Citarum hingga saat ini umumnya
masih bersifat regional antara lain oleh
Sudjatmiko (1972) dan Martodjojo (2003).
Oleh karena itu, penulis ingin meneliti lebih
rinci mengenai Formasi Citarum, khususnya
yang tersingkap pada daerah Padalarang,
Kabupaten Bandung Barat, Propinsi Jawa
Barat. Penelitian ini difokuskan pada kajian
litofasies, asosiasi litofasies dan kandungan
foraminifera untuk menginterpretasi
lingkungan pengendapan batuan penyusun.
2. Lokasi Penelitian
Secara administratif daerah
penelitian terletak di daerah Cipatat dan
sekitarnya, Kabupaten Bandung, Propinsi
Jawa Barat (Gambar 1). Sedangkan secara
geografis daerah penelitian ini terletak pada
107o19’58” sampai 107
o25’23” dan -6
049’3”
sampai -6054’11”. Daerah penelitian
termasuk ke dalam Peta Geologi Regional
Lembar Cianjur menurut Sudjatmiko (1972).
Sedangkan pada peta BAKOSURTANAL,
daerah penelitan termasuk kedalam lembar
Cililin (1209-222) dan Lembar Padalarang
(1209-224). Penelitian detil asosiasi fasies
akan dilakukan pada lintasan Sungai
Citalahab.
3. Geologi Daerah Cipatat dan Sekitarnya
Berdasarkan hasil pemetaan geologi
yang telah dilakukan sebelumnya di daerah
Cipatat dan sekitarnya, Kabupaten Bandung
Barat, Propinsi Jawa Barat, dapat diketahui
struktur geologi yang berkembang dan juga
susunan stratigrafi (Gambar 2 dan 3).
Dari kajian stratigrafi daerah ini,
batuan penyusun dapat dikelompokkan
menjadi tujuh satuan yaitu: Satuan
Batulempung Hitam (Toblh), Satuan
Batugamping (Tobg), Satuan Batulempung
Kehijauan (Tomblk), Satuan Batupasir
(Tmbp), Satuan Breksi (Tmbx), Satuan
Batupasir sisipan batulempung (Tmbpsl),
Satuan Tuf (Qt), di samping itu, di daerah
penelitian juga dijumpai intrusi andesit
(Tma) (Ningrum, 2015).
Struktur geologi yang berkembang di
adalah lipatan dengan arah baratdaya-
timurlaut, kekar dan sesar berarah baratlaut-
tenggara (Ningrum, 2015).
Di lintasan Citalahab, tersingkap
Satuan Batupasir (Tmbp) yang merupakan
bagian dari Formasi Citarum. Satun ini
memiliki hubungan stratigrafi selaras dengan
Satuan Betulempung Anggota Batulempung
Formasi Rajamandala.
4. Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui geologi pada daerah Padalarang
dimana dijumpai banyak singkapan baru,
khususnya Formasi Citarum, yang akan
dikaitkan dengan pembentukan batuan
(lingkungan pengendapan dan umur). Lokasi
yang dipilih adalah lintasan di Sungai
Citalahab. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui karakteristik batuan
penyusun Formasi Citarum.
2. Mengetahui litofasies dan asosiasi fasies
Formasi Citarum.
3. Mengetahui lingkungan pengendapan
berdasarkan asosiasi fasies dan
kandungan fosil foraminifera.
4. Mengetahui waktu pengendapan
berdasarkan fosil foraminifera.
3
Universitas Padjadjaran
3.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Pengambilan data lapangan untuk
membuat Measured Section
b. Analisis litofasies
c. Analisis asosiasi fasies
d. Analisis mikropaleontologi kuantitatif
e. Analisis lingkungan pengendapan dan
penentuan umur
5. Hasil Penelitian dan Pembahasan
5.1 Batupasir Formasi Citarum Di
Lintasan Sungai Citalahab
Formasi Citarum yang tersingkap di
daerah penelitian tersusun oleh batupasir
dengan sisipan batulempung (Gambar 4).
Batupasir warna lapuk coklat tua, warna
segar krem, ukuran butir pasir halus-kasar,
kebundaran subangular, kemas tertutup,
pemilahan sedang permeabilitas baik,
ketebalan batupasir 5 cm-3m, terdapat
kandungan gelas volkanik, kompak, struktur
sedimen perlapisan bersusun, perlapisan
sejajar, gelembur gelombang, setempat
terdapat slump. Batulempung warna lapuk
abu-abu, warna segar abu-abu kehijauan,
sebagian karbonatan, lunak.
Formasi Citarum pada Lintasan
Citalahab (Gambar 4), dapat dikelompokkan
menjadi empat satuan batuan dengan urutan
dari tua ke muda, yaitu;
1. Satuan perselingan batupasir dan
batulempung (Tmppl)
2. Satuan Breksi (Tmbx)
3. Satuan Batupasir sangat tebal sisipan
batulempung (Tmpsl)
4. Satuan Batulempung (Tmbl)
5.2 Litofasies
Berdasarkan karakteristik batuan yang
tersingkap di Sungai Citalahab (Gambar 4),
maka dapat dikenalii empat litofasies yaitu:
1. Perselingan batupasir berlapis tebal dan
batulempung dengan karakter turbidit
(thick bedded classic turbidite).
2. Perselingan tipis batupasir dan
batulempung dengan karakter turbidit
(thin bedded classic turbidite).
3. Batupasir dengan gejala slump
4. Breksi berlapis tebal dengan struktur
sedimen perlapisan bersusun
5.3 Asosiasi Fasies
Berdasarkan fasies tersebut, dapat
dikenali tiga asosiasi fasies (Tabel 1), yaitu:
a. Asosiasi Fasies 1: Channel
Asosiasi ini dicirikan dengan batupasir
tebal dengan pola menghalus keatas
(fining upward) dan menebal ke atas
(thining upward).
b. Asosiasi Fasies 2: Channel-Levee
Complex
Asosiasi ini dicirikan dengan perselingan
batupasir dengan batulempung.
c. Asosiasi Fasies 3 : Basin Plan
Asosiasi ini dicirikan dengan perselingan
tipis batupasir dan batulempung dengan
ketebalan 5 cm-10 cm.
5.4 Kandungan Foraminifera,
Lingkungan Pengendapan dan Umur
Analisis mikropaleontologi dilakukan
pada 22 conto yang diambil di setiap titik
pegamatan. Dari 22 conto batuan hanya 6
conto batuan yang mengandung fosil
foraminifera yaitu: TA1A, TA1E, TA5,
TA10A, TA10B, TA10E. Fosil-fosil
foraminifera yang terkandung dalam batuan
dideskripsi merujuk kunci deskripsi menurut Loeblich & Tapan (1994) dan Postuma (1971),
dan selanjutnya dipakai untuk menentukan
umur dan zona batimetri (Tabel 2).
Pada bagian paling bawah, sampel
TA1A terdapat 11 species foraminifera
planktonik yaitu: Globigerina praebulloides,
Globigerinoides immaturus, Globigerinoides
sacculiferus, Globigerinoides primordius,
Globorotalia suteri, Globigerinoides
bisphericus, Globorotalia selli,
Globigerinoides quadrilobatus dan
Praeorbulina transitoria yang menunjukkan
umur Miosen Awal (N7-N9) dengan merujuk
pada tabel penarikan umur menurut Bolli &
Saunders, (1985) (Lampiran AF1) dan tiga
4
Universitas Padjadjaran
spesies foraminifera bentonik yaitu:
Bathysipon sp. Shipogenerina costata,
Bolivina sp.. Kumpulan fosil ini
menunjukkan paleobatrimetri neritik luar
sampai batial. Pelagik rasio sebesar 84%,
menunjukkan pengendapan di daerah lower
slope.
Ke arah semakin muda, pada sampel
TA1E, terdapat tujuh spesies foraminifera
planktonik yaitu Globigerina praebulloides,
Globigerinoides quadrilobatus,
Globigerinoides subquadratus, Globorotalia
mayeri, dan Globorotalia obesa, yang
menunjukkan umur Miosen Awal (N8)
(Lampiran AF2) dan dua spesies
foraminifera bentonik yaitu: Heterolepa
subhaidingheri dan Gaudrina
quadragularis. Kumpulan fosil ini
menunjukkan paleobatimetri neritik tengah
sampai batial atas, pada daerah lower slope
(pelagik rasio sebesar 80%).
Selanjutnya, pada sampel TA5,
terdapat delapan spesies foraminifera
planktonik, yaitu: Globigerinoides
primordius, Globigerinoides subquadratus,
Globigerinoides trilobus immaturus,
Globigerina praebulloides, Globigerinoides
altiapeturus, Globigerinoides quadrilobatus,
Globigerinoides trilobus trilobus, dan
Globoorotalia mayeri yang menunjukkan
umur Miosen Tengah (N9) dan tiga spesies
foraminifera bentonik, yaitu: Lenticulina sp.,
Dimorphina nodosaria, Missisipina pasifica
(Lampiran AF3) yang menunjukkan
paleobatrimetri neritik luar, pada daerah
lower slope (pelagik rasio 81,25%).
Pada sampel TA10A, ditemukan
sembilan spesies foraminifera planktonik
yaitu Globigerina praebulloides,
Globorotalia mayeri, Globigerinoides
altiapeturus, Globigerinoides quadrilobatus,
Globigerinoides primordius, Globigerinoides
subquadratus, Globigerinoides bhispericus,
dan Globorotalia obesa yang menunjukkan
umur Miosen Tengah (N10-N13) (Lampiran
AF4) dan satu spesies foraminifera bentonik
latibolivina subreticulata. Fosil ini
menunjukkan zonasi kedalaman neritik
Tengah. Berdasarkan hasil pelagik rasio
(86%), conto tersebut diendapkan pada
daerah lower slope.
Sampel TA10C, menunjukkan enam spesies
foraminifera planktonik yaitu: Globorotalia
mayeri, Globorotalia siakensis,
Globigerinoides quadrilobatus,
Globigerinoides sacculiferus, dan
Globigerinoides altiapeturus, yang
menunjukkan umur Miosen Tengah tidak
lebih muda dari N14, karena ditemukannya
fosil marker yaitu Globorotalia siakensis.
Sementara itu ditemukan juga dua spesies
foraminifera bentonik yaitu: Missisipina
pasifica dan Neouvigerina ampulaceae yang
menunjukkan batimetri Neritik Luar- Batial
Atas. Perhitungan pelagik rasio (83%)
menunjukkan bahwa conto tersebut
diendapkan pada daerah lower slope.
Pada bagian yang paling atas, sampel
TA10E hanya ditemukan foraminifera
bentonik saja, yaitu: Bathysiphon,
Aphelopragmina semilineata dan Heterolopa
subhaidingheri yang menunjukkan kumpulan
fosil dengan kedalaman neritik tengah
(Lampiran AF6).
Berdasarkan hasil analisis
mikropaleontologi, Formasi Citarum
diendapkan pada umur Miosen Awal-Miosen
Tengah (N7-N14). Umur ini tidak dapat
mewakili semua singkapan dikarenakan
banyaknya conto batuan yang tidak
mengandung fosil foraminifera planktonik
untuk mengetahui jelas umur Formasi ini
secara keseluruhan.
Fosil foraminifera bentonik yang
dijumpai tidak memiliki distribusi pada zona
kedalaman tertentu. Beberapa foraminifera
bentonik yang dijumpai dalam batuan
menunjukkan adanya percampuran fosil pada
zona neritik (20-200m) dengan batial
(>200m). Namun berdasarkan hasil analisis
pelagik rasio (P/B Rasio), lingkungan
pengendapan Formasi Citarum ini adalah
pada daerah lower slope. Kehadiran fosil
zona neritik Tengah ini tidak dapat
digunakan untuk mengetahui kondisi
paleobatrimetri secara akurat mengingat
dalam mekanisme turbidit dibutuhkan
kedalaman minimal 250 m-300 m
(Walker,1978). Sehingga dapat disimpulkan
fosil-fosil dengan kisaran batimetri zona
neritik ini kemungkinan adalah fosil yang
mengalami re-sedimentasi (Gorsel,1998).
5
Universitas Padjadjaran
5.5 Analisis Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan kombinasi litofasies,
asosiasi fasies dan paleobatimetri (Gambar
5), lingkungan pengendapan bagian bawah
batupasir Formasi Citarum di daerah
penelitian ditafsirkan berada pada daerah
Kipas Tengah (Middle fan) ditandai dengan
batupasir tebal sebagai geometri Channel.
Ke arah atas berangsur menjadi Kipas Bawah
(Lower fan) yang ditandai dengan
perselingan tipis batupasir dengan
batulempung sebagai geometri endapan
Basin plan. Suksesi litologi menunjukkan
perubahan berubah kembali menjadi Kipas
Tengah yang ditandai dengan perselingan
batupasir tebal 30 cm-50 cm dengan
batulempung sebagai geometri endapan
channel-levee complex.
6. Kesimpulan
Formasi Citarum daerah penelitian
diendapkan pada umur Miosen Awal-Miosen
Tengah (N7-N14). Suksesi vertikal Lintasan
Citalahab maka dapat dibagi empat litofasies
yaitu: perselingan batupasir berlapis tebal
dan batulempung dengan karakter turbidit
(thick bedded classic turbidite); perselingan
tipis batupasir dan batulempung dengan
karakter turbidit (thin bedded classic
turbidite); batupasir dengan gejala slump;
dan breksi berlapis tebal dengan struktur
sedimen perlapisan bersusun. Assosisi fasies
menunjukkan lingkungan Middle fan
ditandai dengan batupasir tebal sebagai
geometri Channel; Lower Fan yang ditandai
dengan perselingan tipis batupasir dengan
batulempung sebagai geometri endapan
Basin plan; dan berubah kembali menjadi
Middle Fan yang ditandai dengan
perselingan batupasir tebal 30 cm - 50 cm
dengan batulempung sebagai geometri
endapan channel-levee complex.
Daftar Pustaka
Bolli, H.M., Saunders, J.B., Nielsen, K.P.,
1985, Plankton Stratigraphy,
Cambridge University Press.
Loeblich, A. R. and Tapan, H .1994.
Foraminifera of the Sahul Shelt and Timor Sea.Cambridge, MA, USA (26
Oxford St Harvard University,
Cambridge 02138):Cushman Foundation
for Foraminiferal Research, Dept. of Invertebrate Paleontology, Museum of
Comparative Zoology.
Martodjojo, Soejono, 2003, Evolusi
Cekungan Bogor, Jawa Barat,
Penerbit ITB, Bandung. Ningrum, Hurin Novianisa R., 2015, Laporan
Pemetaan Geologi Lanjut, Program Studi
Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan
Postuma, J.A., 1971, Manual of Planktonic
Foraminifera, Elsevier Publishing Company,Amsterdam, London, New
York, 398 hlm.
Van Gorsel, 1986, Biostratigraphy in Indonesia: Method, Pifalls and New Directions,
Proc.Indonesian Petroleoum Association,
Seventeenth Annual Convention, hlm.
275 - 300 Sudjatmiko.1972. Peta Geologi Regional
Lembar Cianjur, Jawa. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi : Bandung Walker, Roger, G dan James, Noel P., 1992,
Facies Models: Response to Sea Level
6
Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (Ningrum,2015)
Daerah Penelitian
7
Universitas Padjadjaran
Gambar 3. Kolom stratigrafi daerah penelitian (Ningrum,2015)
Gambar 4 Peta lokasi pengamatan dan Suksesi Vertikal lintasan Citalahab
8
Universitas Padjadjaran
Tabel 1. Asosiasi fasies Formasi Citarum daerah penelitian
Tabel 2. Distribusi Foraminifera pada suksesi vertikal lintasan Citalahab
9
Universitas Padjadjaran
Gambar 5. Model Lingkungan Pengendapan Formasi Citarum daerah penelitian (merujuk model
pengendapan kipas laut dalam Walker (1978))
10
Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN AF1 :Kode PL: TA1A
Deskripsi Foraminifera Planktonik
No Kotak
Nama dan Foto fosil Deskripsi
1.
Globigerina praebulloides Blow & Banner
Cangkang trochospiral. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar menggembung, tersusun atas dua setengah putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir lemah. Umur : N1 – N17
2
Globorotalia trilobus immaturus Leroy
Cangkang trochospiral, biconvex, berpori kasar, dengan pemukaan belubang. Cangkang terputar, terputar sekitar tiga setengah putaran, dengan tiga kamar pada putaran terakhir yang bertambah besar dengan ukuran sedang. Sutura pada sisi spiral melengkung rendah, tertekan, pada sisi umbilical berbentuk radial, tertekan. Aperture primer interiomarginal, pada beberapa kamar terakhir terdapat aperture sutura sekunder berlawanan dengan aperture primer Umur : N5-N23
3
Globigerinoides sacculiferus (BRADY)
Cangkang trochospiral, bikonveks. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar spherical, kecuali pada kamar terakhir yang memanjang, sack-like, tersusun atas tiga setengah putaran, dengan tiga hingga empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture primer interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir. Beberapa kamar terakhir menunjukkan satu aperture sekunder, sutural aperture, berlawanan dengan aperture primernya. Lobulate Umur : N6 – N23
4
Globigerinoides primordius
Cangkang trochospiral, biconveks tidak rata, equatorial periphery lobulate, sumbu periphery membulat, cangkang perforate, permukaan berbintik-bintik,kamar menggembung, subglobular, disusun oleh dua sampai tiga putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, dan meningkat dalam ukurannya.sutura spiral, dan pada bagian umbilical radial sampai subradial, aperture interiomarginal, umbilical, dengan lengkungan rendah sampai medium Umur : N3-N5
11
Universitas Padjadjaran
5
Globorotalia suteri Bolli
Cangkang planispiral, Memiliki ukuran lebih dibandingkan dengan G. Variabilis , kamar-kamarnya berkembang secara perlahan, semakin besar pada kamar terakhir, sutura pada bagian radial lebih melengkung. Umur : N1-N8
6
Globigerinoides quadrilobatus (D’ Orbigny)
Cangkang trochospiral, empat kamar terakhir membesar cepat, periphery equator lobulate, periphery axial membundar luas, dinding perforate Umur : N6-N23
7
Praeorbulina transitoria Blow
Cangkang trochospiral, equatorial periphery bilobate, sumbu periphery membundar, cangkang berpori, permukaan bintik-bintik, kamar spherical, disusun oleh tiga setengah putaran dan empat putaran, ukuran kamar sama besar, sutura pada spiral side berbentuk curve sampai radial. Umur N8-N9
Cangkang uniserial, tidak terputar, bentuk kamar memanjang, komposisi dinding cangkang calcareous, sutura tidak jelas, aperture terminal, cangkang dihiasi oleh banyak pematang halus atau striate.
Cangkang trochospiral. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar menggembung, tersusun atas dua setengah putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir lemah. Umur : N1 – N17
3
Globigerinoides subquadratus Bronniman
Cangkang trochospiral, equatorial periphery lobulate, cangkang berpori, kamar spherical, permukaaan berbintik-bintik,disusun oleh tiga setengah putaran sampai empat putaran, tiga kamar pada putaran terakhir ukuranya meningkat, aperture interiomarginal,umbilical; Umur : N.8– N.13
4
Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor
Cangkang trochospiral sangat rendah, menggembung. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori kasar. Kamar menggembung tanggung, tersusun atas tiga putaran, dengan lima hingga enam kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus lebar dan dalam. Aperture interiomarginal, extraumbilical - umbilical, dibatasi bibir lebar. Smooth. Umur : N.10 – N.14
5
Globorotalia obesa Bolli
Cangkang trochospiral sangat rendah, berpori kasar, dengan pemukaan berlubang. Cangkang sangat tebal, terputar, berkisar dua setengah hingga tiga putaran, secara umum terdapat empat kamar pada putaran terakhir, membesar sangat cepat. Sutura pada sisi spiral dan umbilical berbentuk radial, tertekan. Umbilicus cukup lebar dan dalam. Aperture interiomarginal, extraumbilical-umbilical, dibatasi oleh bibir yang ramping. Umur : N.5 - N.13
6
Globigerinoides quadrilobatus (D’ Orbigny)
Cangkang trochospiral, empat kamar terakhir membesar cepat, periphery equator lobulate, periphery axial membundar luas, dinding perforate Umur : N6-N23
13
Universitas Padjadjaran
7
Globigerinoides altiapeturus Bolli
Cangkang berbentuk trochospiral, biconvex asimetris, dinding berbintik , terdapat pori-pori, kamar berbentuk bulat, sutura berbentuk spiral, curya yang tertekan. Umur: N7-N13
Fosil Foraminifera Bentonik Plate TA1E
No Nama dan Foto Deskripsi
1 Heterolepa subhaidingheri (Parr)
Cangkang polythalamus, Komposisi dinding cangkang calcareous, cangkang rotaloid, sutura melengkung, aperture slit like pada apertural face, ornamentasi smooth. Kedalaman : 120,65 m
2 Gaudrins quadragularis Bagg
Cangkang monothalamus, komposisi dinding cangkang calcareous, cangkang lurus, sutura tidak dapat dilihat, ornamentasi halus. Kedalaman : 207,20m
14
Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN AF3: Kode PL: TA5
Deskripsi Foraminifera Planktonik
No Kotak
Nama dan Foto fosil Deskripsi
1.
Globigerina praebulloides Blow & Banner
Cangkang trochospiral. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar menggembung, tersusun atas dua setengah putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir lemah. Umur : N1 – N17
3
Globigerinoides subquadratus Bronniman
Cangkang trochospiral, bikonveks. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar spherical, kecuali pada kamar terakhir yang memanjang, sack-like, tersusun atas tiga setengah putaran, dengan tiga hingga empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture primer interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir. Beberapa kamar terakhir menunjukkan satu aperture sekunder, sutural aperture, berlawanan dengan aperture primernya. Lobulate Umur : N6 – N23
4
Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor
Cangkang trochospiral, biconveks tidak rata, equatorial periphery lobulate, sumbu periphery membulat, cangkang perforate, permukaan berbintik-bintik,kamar menggembung, subglobular, disusun oleh dua sampai tiga putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, dan meningkat dalam ukurannya.sutura spiral, dan pada bagian umbilical radial sampai subradial, aperture interiomarginal, umbilical, dengan lengkungan rendah sampai medium Umur : N3-N5
Globigerinoides trilobus trilobus Reuss
Memiliki cangkang trochospiral rendah, Dinding permukaan tampak lubang pori. Tiga kamar pada putaran terakhir membesar sedang. Aperture tampak terbuka dan melengkung, memiliki bentuk yang globular. Umur : Mid. N4 – N23
15
Universitas Padjadjaran
Globigerinoides trilobus immaturus Leroy
Cangkang trochospiral, biconvex tak imbang, peripheral equator lobulate, peripheral axial bulat melebar. Dinding berpori, permukaan berlubang. Kamar spherical, terdiri dari tiga setengah putaran, tiga kamar pada putaran terakhir membesar sedang. Sutura pada sisi spiral agak melengkung, tertekan. Umur : N5-N23
7
Globigerinoides altiapeturus Bolli
Cangkang berbentuk trochospiral, biconvex asimetris, dinding berbintik , terdapat pori-pori, kamar berbentuk bulat, sutura berbentuk spiral, curya yang tertekan. Umur: N7-N13
Foraminifera Bentonik TA
No Nama dan Foto Deskripsi
1 Lenticulina sp Cushman
Cangkang involute coil, sutura jelas, aperture berada di ujung kamar terakhir dan seperti membentuk sudut. Kamar kamar akhir membesar merata, sutura menebal kearah periphery. Dinding hyaline dan permukaan halus dan perforate kasar.
2 Dimorphina nodosaria D’Orbigny
Cangkang polithalamus, biserial, sutura melengkung, komposisi dindig cangkang calcareous, terdapat ornamentasi tegak lurus berupa garis yang meanjang, apertur kecil dan sempit.
3 Missisipina pasifica Parr
Cangkang polythalamus, komposisi cangkang calcareous, putaran cangkang evolute, planispiral, tipe putaran cangkang sinistral atau mengiri, sutura lurus, kamar membesar ke arah apertur.
16
Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN AF 4: Kode PL: TA10A
Deskripsi Foraminifera Planktonik
No Kotak
Nama dan Foto fosil Deskripsi
1.
Globigerina praebulloides Blow & Banner
Cangkang trochospiral. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar menggembung, tersusun atas dua setengah putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir lemah. Umur : N1 – N17
3
Globigerinoides subquadratus Bronniman
Cangkang trochospiral, bikonveks. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar spherical, kecuali pada kamar terakhir yang memanjang, sack-like, tersusun atas tiga setengah putaran, dengan tiga hingga empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture primer interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir. Beberapa kamar terakhir menunjukkan satu aperture sekunder, sutural aperture, berlawanan dengan aperture primernya. Lobulate Umur : N6 – N23
4
Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor
Cangkang trochospiral, biconveks tidak rata, equatorial periphery lobulate, sumbu periphery membulat, cangkang perforate, permukaan berbintik-bintik,kamar menggembung, subglobular, disusun oleh dua sampai tiga putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, dan meningkat dalam ukurannya.sutura spiral, dan pada bagian umbilical radial sampai subradial, aperture interiomarginal, umbilical, dengan lengkungan rendah sampai medium Umur : N3-N5
Globorotalia obesa Bolli
Cangkang trochospiral sangat rendah, berpori kasar, dengan pemukaan berlubang. Cangkang sangat tebal, terputar, berkisar dua setengah hingga tiga putaran, secara umum terdapat empat kamar pada putaran terakhir, membesar sangat cepat. Sutura pada sisi spiral dan umbilical berbentuk radial, tertekan. Umbilicus cukup lebar dan dalam. Aperture interiomarginal, extraumbilical-umbilical, dibatasi oleh bibir yang ramping. Umur : N.5 - N.13
17
Universitas Padjadjaran
Globigerinoides primordius Blow & Banner
Cangkang trochospiral, biconveks tidak rata, equatorial periphery lobulate, sumbu periphery membulat, cangkang perforate, permukaan berbintik-bintik,kamar menggembung, subglobular, disusun oleh dua sampai tiga putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, dan meningkat dalam ukurannya.sutura spiral, dan pada bagian umbilical radial sampai subradial, aperture interiomarginal, umbilical, dengan lengkungan rendah sampai medium Umur : N3-N5
Globigerinoides quadrilobatus (D’ Orbigny)
Cangkang trochospiral, empat kamar terakhir membesar cepat, periphery equator lobulate, periphery axial membundar luas, dinding perforate Umur : N6-N23
7
Globigerinoides altiapeturus Bolli
Cangkang berbentuk trochospiral, biconvex asimetris, dinding berbintik , terdapat pori-pori, kamar berbentuk bulat, sutura berbentuk spiral, curya yang tertekan. Umur: N7-N13
Foraminifera Bentonik Plate TA10E
No Nama dan Foto Fosil Deskripsi
Cangkang panjang , melebar pada bagian apertur, komposisi cangkang calcareous hyalin, biserial, sutura melengkung, apertur terletak pada bagian atas. Kedalaman : 103m
18
Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN AF 6: Kode PL: TA10C
Deskripsi Foraminifera Planktonik
No Kotak
Nama dan Foto fosil Deskripsi
1.
Globigerina praebulloides Blow & Banner
Cangkang trochospiral. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar menggembung, tersusun atas dua setengah putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir lemah. Umur : N1 – N17
2
Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor
Cangkang trochospiral, biconveks tidak rata, equatorial periphery lobulate, sumbu periphery membulat, cangkang perforate, permukaan berbintik-bintik,kamar menggembung, subglobular, disusun oleh dua sampai tiga putaran, dengan empat kamar pada putaran terakhir, dan meningkat dalam ukurannya.sutura spiral, dan pada bagian umbilical radial sampai subradial, aperture interiomarginal, umbilical, dengan lengkungan rendah sampai medium Umur : N3-N5
3
Globorotalia siakensis Le Roy
Komposisi dinding cangkang calcareous, bentuk cangkang trochospiral sangat rendah, bagian periphery membundar; aperture interiomarginal, ekstraumbilikal-umbilikal, agak rendah, kamar berkembang subglobular tersusun dari 3 putaran dengan 5-6 kamar pada putaran terakhir bertambah ukuran secara regular, sutura pada sisi spiral dan umbilical memancar, tertekan, umbilicus agak lebar, dalam; Umur : N2-N14
5
Globigerinoides quadrilobatus (D’ Orbigny)
Cangkang trochospiral, empat kamar terakhir membesar cepat, periphery equator lobulate, periphery axial membundar luas, dinding perforate Umur : N6-N23
7
Globigerinoides sacculiferus Bolli
Cangkang trochospiral, bikonveks. Komposisi dinding cangkang gampingan, cangkang berpori, permukaan berbintik-bintik. Kamar spherical, kecuali pada kamar terakhir yang memanjang, sack-like, tersusun atas tiga setengah putaran, dengan tiga hingga empat kamar pada putaran terakhir, membesar perlahan. Umbilicus sempit. Aperture primer interiomarginal, umbilical, dibatasi bibir. Beberapa kamar terakhir menunjukkan satu aperture sekunder, sutural aperture, berlawanan dengan aperture primernya. Lobulate Umur : N6 – N23
19
Universitas Padjadjaran
Globigerinoides obliquus obliquus Bolli
Cangkang trochospiral, biconvex yang unik, peripheri equator lobulate, peripheri axial membundar luas. Dinding cangkang perforate, kamar spherical, kecuali ultimate yang tertekan pada lateral oblique, tersusun dari tiga setengah putaran, kamar ketiga dari putaran terakhir membesar cepat.
Globigerinoides altiapeturus Bolli
Cangkang berbentuk trochospiral, biconvex asimetris, dinding berbintik , terdapat pori-pori, kamar berbentuk bulat, sutura berbentuk spiral, curya yang tertekan. Umur: N7-N13
Foraminifera Bentonik Plate TA10A
No Nama dan Fosil Deskripsi
1
Neouvigerina ampulacea Brady
Cangkang polythalamus, komposisi dinding cangkang agglutinin. Cangkang bulat lonjong, kamar-kamar mengembang tersusun triserial terputar, perbesaran cepat; hiasan berupa pematang-pematang tinggi, menerus dari kamar putaran terdahulu ke kamar putaran berikutnya, tidak terputus oleh sutura; apertur terminal, leher pendek, dikelilingi bibir. Kedalaman : 146,24 m.
2
Fissurina subrevelens Parr
Cangkang monothalamus, komposisi dinding cangkang calcareous hyaline, cangkang berbentuk bulat, pipih, terminal aperture, ornamentasi smooth. Kedalaman : 53,34 m.
20
Universitas Padjadjaran
LAMPIRAN AF 7: Foraminifera BentoKode Plate : TA 10E
Cangkang polythalamus, komposisi dinding cangkang calcareous, hyaline cangkang elongate biserial, aperture memanjang loop-shaped, ornamentasi costae. Terdapat garis memanjang dari tengah hingga ujung cangkang. Kedalaman : 62,48 m
Heterolopa subhaidingheri Parr
Cangkang polythalamus, Komposisi dinding cangkang calcareous, cangkang rotaloid, sutura melengkung, aperture slit like pada apertural face, ornamentasi smooth