Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kurang lebih tiga puluh dua tahun masa pemerintahan Orde Baru, bangsa Indonesia mengalami suatu kondisi dimana terjadi pemusatan/ sentralisasi dan penyeragaman dalam sistem pemerintahan. Seruan- seruan untuk kehidupan yang demokratis diabaikan oleh penguasa. Segala proses pengambilan kebijakan publik berada di tangan kaum elit politik. Pemerintah menjadi sangat berkuasa sehingga melahirkan kesewenang- wenangan/ otoriter dan cenderung represif. Keberhasilan di bidang pembangunan dan ekonomi membuat pemerintah pusat semakin percaya kepada sistem sentralisasi dan penyeragaman. Birokrasi pun dirancang untuk berkiblat dan memenuhi kebutuhan pemerintah pusat sehingga menjadi tidak inovatif dan tidak tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal tersebut berbalik menjadi bumerang bagi pemerintah ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, disaat pemerintah pusat mengalami keterbatasan ternyata birokrasi menjadi kelimpungan untuk menopang peran pusat. Kegagalan- kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut membuat tingkat kepercayaan masyarakat menjadi menurun. Kondisi tersebut menunjukkan kerapuhan sistem pemerintahan yang sentralistik sehingga diperlukan perubahan kepemimpinan dan reformasi di segala bidang kehidupan.
34

Hukum tata usaha negara

Mar 10, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hukum tata usaha negara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama kurang lebih tiga puluh dua tahun masa pemerintahan

Orde Baru, bangsa Indonesia mengalami suatu kondisi dimana

terjadi pemusatan/ sentralisasi dan penyeragaman dalam sistem

pemerintahan. Seruan- seruan untuk kehidupan yang demokratis

diabaikan oleh penguasa. Segala proses pengambilan kebijakan

publik berada di tangan kaum elit politik. Pemerintah menjadi

sangat berkuasa sehingga melahirkan kesewenang- wenangan/

otoriter dan cenderung represif. Keberhasilan di bidang

pembangunan dan ekonomi membuat pemerintah pusat semakin percaya

kepada sistem sentralisasi dan penyeragaman. Birokrasi pun

dirancang untuk berkiblat dan memenuhi kebutuhan pemerintah pusat

sehingga menjadi tidak inovatif dan tidak tanggap terhadap

kebutuhan masyarakat. Hal tersebut berbalik menjadi bumerang bagi

pemerintah ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, disaat

pemerintah pusat mengalami keterbatasan ternyata birokrasi

menjadi kelimpungan untuk menopang peran pusat. Kegagalan-

kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut membuat

tingkat kepercayaan masyarakat menjadi menurun. Kondisi tersebut

menunjukkan kerapuhan sistem pemerintahan yang sentralistik

sehingga diperlukan perubahan kepemimpinan dan reformasi di

segala bidang kehidupan.

Page 2: Hukum tata usaha negara

2

Di era reformasi, ketika kebijakan desentralisasi menggantikan

kebijakan sentralisasi, masyarakat masih tetap pesimis. Pesimisme

masyarakat tetap timbul karena praktik- praktik negatif seperti

korupsi, kolusi dan nepotisme yang mewarnai perilaku aparat

pemerintah daerah, peraturan daerah yang tidak mengakomodasi

kepentingan warga masyarakat dan sulitnya ber investasi karena

rumitnya proses perijinan. Intinya, permasalahan yang terjadi

tidak banyak berubah yaitu buruknya penyelenggaraan tata

pemerintahan (poor governance).

Buruknya penyelenggaraan tata pemerintahan di indikasikan oleh

beberapa hal, antara lain:

1. Dominasi kekuasaan oleh satu pihak terhadap pihak-pihak

lainnya, sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan;

2. Terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme);

3. Rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada

publik atau masyarakat di berbagai bidang.

Selain pendapat diatas, buruknya birokrasi di Indonesia juga

dapat dilihat dari:

1. Penyalahgunaan wewenang dan masih besarnya praktek KKN,

2. Rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan

aparatur;

3. Sistem kelembagaan (organisasi) dan tata laksana (manajemen)

pemerintahan yang belum memadai;

4. Rendahnya efisiensi dan efektivitas kerja;

5. Rendahnya kualitas pelayanan umum;

Page 3: Hukum tata usaha negara

3

6. Rendahnya kesejahteraan PNS;

7. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai

dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi hukum tata pemerintahan negara?

2. Apa sumber hukum dari hukum tata pemerintahan negara?

3. Apa objek dan subjek hukum dari hukum tata pemerintahan

negara?

4. Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan pemerintah berkaitan dengan

Hukum tata pemerintahan negara?

5. Bagaimana proses penyelesaian kasus Hukum tata pemerintahan

negara?

Page 4: Hukum tata usaha negara

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hukum Tata Pemerintahan Negara

PENGERTIAN TATA PEMERINTAHAN

Masyarakat umum dengan kata “Tata Pemerintahan” itu tidak

akan mungkin salah mengartikan bahwa yang dimaksud adalah segala

sesuatu yang menyangkut masalah kewenangan seseorang

pejabat/aparat pemerintah pusat maupun daerah dalam melaksanakan

tugas kewajibannya.

Menurut Taliziduhu Ndaraha dalam bukunya Kybernologi

mengemukakan tentang definisi tata pemerintahan sebagai berikut:

“Tata Pemeritahan adalah peranan diri pemerintah secara

horizontal (fungsionalisasi dan departemenisasi) dan vertikal.

Horizontal antar DPR, Presiden, Wakil Presiden. Secara vertikal

berupa pembagian wilayah Republik Indonesia beberapa tingakatan

wilayah yaitu Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, desa dan

kelurahan” (Ndraha,1999:65)

Sementara itu menurut Prof. H. J. Logemen yang dikutip oleh

Sumber Saparin mengemukakan bahwa:

“Tata Pemerintahan adalah keseluruhan pranata hukum yang

digunakan sebagai landasan untuk menjalankan kegiatan pemerintah

dalam arti khusus ialah pemerintahan dalam negeri dan dapat juga

disebut sebagai “bestuursreach” atau hukum tata negara dalam arti

sempit.” (Saparin,1986:22)

Page 5: Hukum tata usaha negara

5

Dalam hal ini sesuai dengan Hukum Tata Pemerintahan

tersebut, Tata Pemerintahan ialah mencangkup semua pranata

mengenai susunan organisasi, tata kerja, formasi aparaturnya,

tugas, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab, serta hubungan

kerja dari pada badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat,

Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II).

Luas bidangnya meliputi segi sifat hubungan dari pada

kegiatan pemerintahan umum, pelayanan masyarakat masalah

perizinan umum, dispensasi, grasi, abolisi dan lain sebagainya.

Sedangkan mengenai ruang lingkup tata pemerintahan, ialah masuk

dalam sistem hukum administrasi negar

Hukum tata pemerintahan mempunyai pengertian/ definisi antara

lain:

1. Pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H:

Hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak,

yaitu hubungan yang timbul dari kegiatan administrasi

antara bagian- bagian negara dan antara negara dengan

masyarakat.

2. Pendapat R. Soeroso, S.H:

Hukum yang mengatur susunan dan kekuasaan alat

perlengkapan Badan Umum atau hukum yang mengatur semua

tugas dan kewajiban dari pejabat- pejabat pemerintah

didalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

3. Pendapat J.M Baron de Gerando:

Page 6: Hukum tata usaha negara

6

Hukum yang mengatur hubungan timbal- balik antara

pemerintah dan rakyat.

4. Pendapat C. van Vollenhoven:

Merupakan pembatasan terhadap kebebasan pemerintah,

jadi merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat

kepada pemerintah; akan tetapi untuk sebagian besar

hukum administrasi megandung arti pula, bahwa mereka

yang harus taat kepada pemerintah menjadi dibebani

pelbagai kewajiban yang tegas bagaimana dan sampai

dimana batasnya, dan berhubung dengan itu, berarti

juga, bahwa wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas.

B. Sumber Hukum Tata Pemerintahan Negara

Sumber Hukum Tata Pemerintahan, diantaranya adalah:

Undang-Umdang yang mengatur kehidupan pemerintahan, misalnya:

- UU No 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.

- UU No 28 Tahun 1999, tentang penyelenggaran negara yang bersih

dari KKN.

- UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999, tentang kepegawaian.

Keputusan pejabat negara dan pejabat pemerintahan.

Yurisprudensi yang berkaitan dengan pemerintahan.

Doktrin atau pendapat para ahli hukum pemerintahan.

Page 7: Hukum tata usaha negara

7

C. Objek Hukum Tata Pemerintahan Negara

OBJEK HUKUM TATA PEMERINTAHAN DAERAH

Kajian Hukum Tata Pemerintahan mencakup dua aspek yaitu aspek

yang luas dan sempit. Kedua aspek itu melihat Hukum Tata

Pemerintahan dari fokus perhatian yakni obyek penelitiannya.

Aspek yang Luas: melihat Hukum Tata Pemerintahan sebagai sebagai

obyek yang berorientasipada pengertian Hukum Tata Pemerintahan

yang identik dengan lapangan tugas pemerintahan sedangkan obyek

yang sempit adalah yang tidak identik.

Idendifikasi sedemikian ini, maka pemberian Pengertian hukum

Tata Pemerintahan terbagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu :

1. Hukum Tata Pemerintahan Heteronom adalah semua aturan hukum yang

mengatur tentang organisasi pemerintahan negara. Hukum Tata

Pemerintahan yang merupakan bagian dari hukum Tata Negara.

2. Hukum Tata Pemerintahan Otonom adalah aturan-aturan hukum yang

dibuat oleh aparat pemerintah yang sifatnya istimewa, baik aturan

yang sifatnya sepihak maupun aturan yang bersifat dua pihak. atau

hukum yang dibuat oleh aparatur pemerintah atau oleh para

administrasi negara.

Hukum Tata Pemerintahan Heterenom dalam kajiannya berada pada

konteks tugas-tugas pemerintah berkaitan dengan akibat-akibat

hukum yang ditimbulkannya, termasuk didalamnya aspek hukum dalam

kehidupan organisasi pemerintahan seperti organisasi pemerintahan

negara dalam hal hubungan hukum lembaga-lembaga negara dan

berbagai kompetensi hukum kelembagaan organisasi pemerintahan

negara; organisasi pemerintahan daerah dalan kaitan hukum otonomi

Page 8: Hukum tata usaha negara

8

daerah; dan akibat-akibat hukum dalam organisasi pemerintahan

desa dan kelurahan. Juga menyangkut aspek hukum dalam

menyelesaikan pertentangan kepentingan pemerintah dengan warga

yang diayomi atau penyelesaian suatu sengketa akibat dari suatu

perbuatan pemerintah.

Sedangkan Hukum Tata pemerintahan yang Otonom adalah adalah

hukum yang dibuat dan atau diciptakan oleh aparatur pemerintah

dalan rangka pelaksanaan tugas seperti; Peraturan Presiden,

Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota.

Dalam mempelajari Hukum Tata Pemerintahan Heteronom akan

terkait aspek hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, sementara

penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan ditentukan oleh

tipe negara.

Pada tipe welfare state (negara kesejahteraan), lapangan

pemerintahan semakin luas. Hal ini disebabkan semakin luasnya

tuntutan campur tangan pemerintah dalam kehidupan masyarakat.

Tugas pemerintah dalam tipe negara demikian ini, oleh Lemaire

(1952) disebut sebagai Bestuurzorg. Ini dimaksudkan bahwa dalam

penyelenggaraan kesejahteraan umum, kepada aparatur pemerintah

memiliki hak istimewa yang disebut Freies Ermessen, yaitu kepada

aparatur pemerintah diberikan kebebasan untuk atas inisiatif

sendiri melakukan perbuatan-perbuatan guna menyelesaikan

persoalan yang mendesak dan peraturan penyelesaiannya belum ada.

Dengan hak yang demikian itu maka aparatur pemerintah dapat

membuat peraturan yang diperlukan. Dari sini terlihat bahwa

dengan hal istimewa menyebabkan fungsi aparatur pemerintah dalam

Page 9: Hukum tata usaha negara

9

Wefare State ini bukan saja berfungsi sebagai badan eksekutif

tetapi juga sudah berfungsi sebagai badan legilatif. Sebagai

konsekwensinya di dalam Undang-Undang Dasar 1945 hak ini pun

diakui, di dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa kepada

Presiden diberikan hak untuk menetapkan Peraturan Pemerintah

sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Fungsi Presiden sebagai kepala eksekutif melakukan perbuatan

dibidang legislatif, yang dalam Tata Negara disebut delegasi

perundang-undangan, dengan tujuan : mengisi kekosongan dalam

undang-undang, mencegah kemacetan dalam bidang pemerintahan, dan

para aparatur pemerintah dapat mencari kaidah-kaidah baru dalam

lingkungan undang-undang atau sesuai dengan jiwa undang-undang.

Didalam Hukum Tata Pemerintahan Heteronom dipelajari pula

hal-hal yang menyangkut leability, responsibility dan accountability. Leability

menuntut tanggung jawab aparatur pemerintah terhadap hukum.

Artinya dalam melaksanakan tugas para aparatur pemerintah

dituntut untuk berbuat sesuai aturan hukum yang berlaku, dituntut

untuk mempertahankan keberlakukan aturan hukum. Begitu pula

dengan responsibility para aparatur pemerintah dituntut tanggung

jawabnya dalam pelaksanaan tugas dalam batas-batas pendelegasian

wewenangan yang pada gilirannya dapat melahirkan hubungan hukum

antara yang memberi dan menerima wewenang. Accountability menunut

para aparatur negara bertanggung jawab atas segala kegiatan dan

tugas yang diemban. Di dalam kerangka itulah maka konteks

hubungan hukum terjelma dalam tuntutan dan realisasi tuntutan.

Page 10: Hukum tata usaha negara

10

Ketiga hal tersebut ini bukan saja menjadi suatu keharusan

dimiliki oleh setiap aparatur pemerintah tetapi justru menjadi

dasar dari kekuasaan para aparatur pemerintah di dalam berbuat

dan bertindak. Kalau berbicara tentang kekuasaan aparatur

pemerintah, maka sumber kekuasaan berasal dari sumber kekuasaan

yang tertinggi yang ada pada setiap negara. Kekuasaan demikian

itu diartikan sebagai kedaulatan yang ada pada setiap negara.

Kekuasaan yang berasal dari kedaulatan adalah disebut kekuasaan

publik yaitu suatu kekuasaan yang tidak dapat dilawan oleh

siapapun kecuali melalui aturan hukum yang bersifat khusus atau

yang bersifat istimewa. Aturan-aturan yang sifatnya istimewa

inilah yang menjadi isi dari aturan Hukum Tata Pemerintahan baik

itu dalam konteks yang heteronom maupun dalm konteks yang otonom.

Dalam konteks yang heteronom, isi Hukum Tata Pemerintahan

adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang organisasi

pemerintahan negara mulai dari tingkat pemerintah pusat sampai

pada tingkat pemerintahan desa dan kelurahan termasuk didalamnya

kaitan atas hal-hal tersebut diatas. Sedangkan dalam konteks yang

otonom, maka isi Hukum Tata Pemerintahan adalah aturan-aturan

hukum yang dibuat oleh aparatur pemerintah baik itu bersifat

pengaturan sepihak sebagaimana ketetapan maupun pengaturan dua

pihak sebagaiaman telah dijelaskan sebelumnya. Semua aturan yang

dimaksud adalah bersifat istimewa atau yang bersifat khusus.

SUBJEK HUKUM TATA PEMERINTAHAN DAERAH

Page 11: Hukum tata usaha negara

11

Subyek hukum dimaksudkan sebagai pendukung hak dan

kewajiban. Tidak semua orang atau benda dapat menjadi pendukung

hak dan kewajiban. Hanya mereka yang cakap itulah yang disebut

sebagai pendukung hak dan kewajiban. Kecakapan untuk menjadi

pendukung hak dan kewajiban adalah diartikan sebagai kewenangan

hukum, yang oleh J.L. Van Apeldorn (1983) dimaksudkan sebagai

sifat yang diberikan oleh hukum obyektif dan hanya boleh dimiliki

mereka, untuk siapa diberikan oleh hukum.

Untuk jelasnya masing-masing subyek disebutkan diatas,

dibawah ini secara berturut-turut akan diuraikan pengertiannya

sebagai berikut :

1. Pegawai Negeri

Berangkat dari Undang-undang No.8 tahun 1974 pasal 1 ayat (a)

maka yang dikatakan pegawai negeri adalah mereka yang setelah

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan dan digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku

diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara

lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-

undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2. Jabatan

Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak seseorang pegawai dalam rangka susunan suatu

satuan organisasi. Kalau kedudukan itu berada dalam lingkup

pemerintahan, maka jabatan yang dimaksud adalah jabatan negeri.

Page 12: Hukum tata usaha negara

12

Jabatan negeri adalah jabatan yang mewakili pemerintah.

Sedangkan dimaksudkan dengan badan negara misalnya karena

keanggotaan seseorang di dalam lembaga-lembaga negara.

Keanggotaan pada badan negara di bidang eksekutif disebut

departemen pada tingkat tertinggi dan jawatan pada tinggkat di

bawahnya.

3. Jawatan, Dinas dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah

Jawatan adalah kesatuan organisasi aparatur pemerintahan yang

mencakup tugas pemerintahan yang bulat dan merupakan kesatuan

anggaran negara tersendiri. Sebagai subyek hukum, maka hak yang

dimiliki jawatan adalah memiliki dan menguasai kekayaan

negara/daerah. Dan oleh sebab itu ia berkewajiban memeliharanya

dan menyimpannya. Dalam kaitan itu setiap barang yang dibeli

dipergunakan dan disimpan oleh jawatan selalu dicantumkan pada

barang itu lebel yang bertuliskan “Milik Negara”.Dan pembelian

barang dilakukan atas nama negara.

4. Daerah-Daerah Swapraja Dan Daerah Swatantra

Daerah adalah suatu kesatuan wilayah dalam organisasi negara yang

karena kelahirannya disebabkan mungkin didasarkan atas hak

swapraja yang diakui ataukah karena hak otonom diperolehnya.

Sebagai kesatuan wilayah di dalam perkembangannya ia berhak

mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri

dalam wilayah kekuasaan negara. Dengan haknya demikian itu ia

berkewajiaban menyelenggarkan kepentingan umum.

5. Negara

Page 13: Hukum tata usaha negara

13

Negara adalah organisasi dari sekumpulan rakyat yang mendiami

wilayah tertentu dan diselenggarakan oleh pemerintah berdasarkan

kedaulatan yang diperolehnya dan dimilikinya. Dalam kedudukannya

sebagai subyek hukum maka negara berhak melindungi, mengurus dan

mengatur dirinya sebagai organisasi sehingga pada gilirannya ia

berkewjiban mencapai tujuan yang ditetapkan. Dan sebagai subyek

hukum maka sumber hak dan kewajibannya bersumber dari lapangan

hukum publik sehingga cakupannya luas dan menyeluruh dalam hal-

hal yang menyangkut kepentingan umum (publik).

D. Bentuk-bentuk kegiatan pemerintah berkaitan dengan Hukum tata

pemerintahan negara

1. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan

sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang

publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di

Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan

Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan

masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2. Abolisi (bahasa latin, abolitio) merupakan penghapusan terhadap

seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada

seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah. Tindakan penghapusan

atau pembatalan, ini merupakan sarana praktek yang ada hukum. [2]

Page 14: Hukum tata usaha negara

14

Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara yang berhak untuk

menghapuskan hak tuntutan pidana dan menghentikan jika telah

dijalankan (pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 2002).[1] Hak abolisi

diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat

(2) UUD 1945).[1]

3. Grasi adalah salah satu dari lima hak yang dimiliki kepala

negara di bidang yudikatif. Grasi adalah Hak untuk memberikan

pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan pembebasan hukuman

sama sekali. Sebagai contoh yaitu mereka yang pernah mendapat

hukuman mati dikurangi menjadi bebas dari hukuman sama sekali .

Di Indonesia, grasi merupakan salah satu hak presiden di bidang

yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.

E. Proses Penyelesaian Kasus Hukum Tata Pemerintahan Negara

Analisis Kasus Grasi di Indonesia

Tidak mudah memahami keputusan Presiden SBY memotong

masa hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia,

Schapelle Leigh Corby. Bukan hanya tak mudah, keputusan

yang tertuang dalam Kepres 22/2012 itu juga membingungkan

karena tidak tidak disertai kejelasan alasan dalam

hubungan bilateral kedua negara yang bersifat resiprokal

atau timbal balik. “Harusnya didahului dengan ikatan

perjanjian saling menguntungkan atau untuk pertukaran

kepentingan yang tepat antar kedua belah pihak, sehingga

tidak menunjukkan kebingungan maupun kelemahan RI

terhadap grasi tersebut,” Dalam sebuah Sidang Kabinet di

Page 15: Hukum tata usaha negara

15

tahun 2011 Menkopolhukam Djoko Sujanto menyatakan bahwa

Presiden SBY tidak akan mengampuni para terpidana kasus

terorisme, narkoba, dan korupsi, kecuali atas

pertimbangan kemanusiaan. Itupun akan diberikan kepada

narapidana yang berusia di atas 70 tahun Corby

tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai, Bali pada 8

Oktober 2004, Corby kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram

narkoba jenis ganja atau mariyuana. Sepanjang

penyelidikan dan di pengadilan, mantan pelajar kecantikan

yang ayah kandungnya, Michael Corby, pernah terseret

kasus peredaran ganja pada awal 1970-an itu, tak pernah

mengakui perbuatannya hingga akhirnya dijatukan pidana 20

tahun penjara. “Karenanya, kasus grasi Corby ini

terbilang aneh, sekaligus hanya mempertontonkan

kebingungan RI di hadapan rakyatnya serta di mata negara

lain, yang bersikap keras dalam menghukum kejahatan

narkoba,” sikap pemerintahan SBY yang melempem dalam

menangani kasus Corby akan semakin memperparah

ketidakberdayaan RI dalam memberantas kejahatan

internasional di bidang narkotika dan sejenisnya. “Itu

karena kita selalu mudah membungkuk pada tekanan pihak

tertentu, yang kemudian membuat sikap politik ataupun

penegakan hukum jadi kacau-balau serta sekadar dijadikan

olok-olokan berbagai pihak

Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan

dari hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran

Page 16: Hukum tata usaha negara

16

sentral hukumdalam upaya menciptakan suasana yang

memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup

berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya

didunia telah diakui[8].

Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum

(rechtaat), hukum harus dijadikan panglima dalam

menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat,

sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti

keadilan, kepastian dan ketertiban. Secara normatif hukum

mempunyai cita-cita indah namun didalam implentasinya

hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi

masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum di dalam teori

(law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi

sebuah perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang

untuk menegakkan sebuah keadilan menurut hukum harus

melalui proses-proses hukum yang tidak adil.

Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis

mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan

dan penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan

tindakan lembaga legilatif untuk membuat undang-undang,

tindakan Pemerintah (Excecutive) dan aparat dalam

menegakkan hukum, bahkan tindakan hakim dalam memutus

perkara selalu menjadikan pemikiran mazhab ini sebagai

acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan hukum

dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari

perspektif keadilan hukum.

Page 17: Hukum tata usaha negara

17

Keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam

pembentukan dan penerapan hukum di Indonsia. Sebagian

besar putusan hakim pengadilan negeri (Vonis) selalu

mendapat reaksi perlawanan dari masyarakat. Rendahnya

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah

sebagai lembaga pembentuk dan pelaksana hukum,

menyebabkan eksistensi cita hukum keadilan pancasila

dipertanyakan. Dalam pandangan masyarakat, sebagian besar

pelaksanaan hukum selalu dianggap tidak adil, sementara

kebanyakan akademisi non-hukum, menganggap hukum sebagai

faktor penghambat proses pembangunan. Sistem hukum

Indonesia tidak terlepas dari pengaruh berbagai aliran

pemikiran filsafat hukum yang berkembang jauh sebelum

kemerdekaan. Dalam filsafat hukum, dikenal beberapa

aliran atau mazhab. Semua aliran hukum tersebut

memberikan warna dalam perkembangan sistem hukum pada

negara-negara modern, termasuk Indonesia.

Di satu sisi, hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan

bernegara karena keberadan hukum sebagai perangkat untuk mencapai

tujuan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan Negara yang

tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Di sisi lain, aspek keadilan dalam sistem hukum nasional selalu

menjadi bahan perdebatan diantara ahli hukum, politisi, dan

masyarakat. Substansi hukum, pelaksanaan dan penegakan hukum

dianggap tidak adil. Faktor ketidakadilan selalu memunculkan ide

tentang arah pembangunan hukum nasional yang progresif demi

Page 18: Hukum tata usaha negara

18

pencapaian tujuan pembangunan masyarakat yang damai dan

sejahtera.

A. Pengertian Grasi

Dalam arti sempit berarti merupakan tindakan meniadakan

hukuman yang telah diputuskan oleh hakim. Dengan kata lain,

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,

pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada

terpidana yang diberikan oleh Presiden. Presiden berhak

mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan

terpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah

mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi

olehPresiden dapat berupa :

ü peringanan atau perubahan jenis pidana;

ü pengurangan jumlah pidana; atau

ü penghapusan pelaksanaan pidana.

B. Prosedur Penerimaan Permohonan Grasi

Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan grasi

kepada Presiden secara tertulis oleh:

1. Terpidana dan atau kuasa hukumnya.

2. Keluarga Terpidana dengan persetujuan Terpidana.

3. Keluarga Terpidana tanpa persetujuan Terpidana,

dalam hal pidana yang dijatuhkanadalah pidana mati.

Page 19: Hukum tata usaha negara

19

Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah:

Pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara paling

singkat 2 (dua) tahun. Permohonan grasi tidak dibatasi oleh

tenggang waktu. Permohonan grasi diajukan kepada Presiden

melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat

pertama dan atau terakhir untuk diteruskan kepada Mahkamah

Agung. Dalam hal permohonan grasi diajukan oleh Terpidana

yang sedang menjalani pidana, permohonan dan salinannya

disampaikan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan, untuk

diteruskan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang

memutus perkara tersebut dan paling lambat 7 ( tujuh ) hari

sejak diterimanya permohonan clan salinannya, berkas

perkara Terpidana dikirim kepada Mahkamah Agung.

Panitera wajib membuat Akta penerimaan Salinan

Permohonan Grasi, selanjutnya berkas perkara beserta

permohonan grasi dikirimkan kepada Mahkamah Agung. Apabila

permohonan grasi tidak memenuhi persyaratan, Panitera

membuat Akta Penolakan Permohonan Grasi.

Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari

kerja sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi,

Pengadilan Tingkat Pertama mengirimkan salinan permohonan

dan berkas perkara kepada Mahkamah Agung. Salinan Keputusan

Presiden yang diterima oleh Pengadilan yang memutus perkara

pada tingkat pertama, dicatat oleh Petugas dalam buku

register induk, dan diberitahukan oleh Panitera kepada

Page 20: Hukum tata usaha negara

20

Terpidana dengan membuat Akta Pemberitahuan keputusan

Grasi.

Berkas perkara yang diajukan kepada Presiden harus

dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut:

1. Surat pengantar,

2. Daftar isi berkas perkara,

3. Akta berkekuatan hukum tetap,

4. Permohonan grasi dan Akta Penerimaan Permohonan

Grasi,

5. Salinan Permohonan grasi dari Terpidana dan Akta

penerimaan salinanpermohonan grasi,

6. Surat kuasa dari terpidana untuk kuasanya atau

surat persetujuan untuk keluargadari Terpidana

(jika ada),

7. Berita Acara Sidang,

8. Putusan Pengadilan tingkat pertama,

9. Putusan Pengadilan tingkat banding (jika ada),

10. Putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi (jika

ada),

11. Surat dakwaan,

12. Eksepsi, dan putusan sela (jika ada),

13. Surat tuntutan,

14. Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada),

15. Surat penetapan penunjukan Hakim,

16. Surat penetapan hari sidang,

17. Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan,

Page 21: Hukum tata usaha negara

21

18. Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas

perkara.

Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu

bersamaan dengan permohonan peninjauan kembali atau jangka

waktu antara kedua permohonan tersebut tidak terlalu lama,

maka permohonan peninjauan kembali dikirim terlebih

dahulu.Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali

kecuali dalam hal:

a. Terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya

dan telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal

penolakan grasinya.

b. Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati

menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah lewat

waktu 2 ( dua ) tahun sejak tanggal keputusan

pemberian grasi diterima[1].

C. Prinsip Dalam Mengajukan Dan Menyelesaikan Permohonan Grasi

Antara Lain:

Analisis Kasus Grasi di Indonesia

Tidak mudah memahami keputusan Presiden SBY memotong masa

hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh

Corby. Bukan hanya tak mudah, keputusan yang tertuang dalam

Kepres 22/2012 itu juga membingungkan karena tidak tidak disertai

kejelasan alasan dalam hubungan bilateral kedua negara yang

bersifat resiprokal atau timbal balik. “Harusnya didahului dengan

ikatan perjanjian saling menguntungkan atau untuk pertukaran

Page 22: Hukum tata usaha negara

22

kepentingan yang tepat antar kedua belah pihak, sehingga tidak

menunjukkan kebingungan maupun kelemahan RI terhadap grasi

tersebut,” Dalam sebuah Sidang Kabinet di tahun 2011

Menkopolhukam Djoko Sujanto menyatakan bahwa Presiden SBY tidak

akan mengampuni para terpidana kasus terorisme, narkoba, dan

korupsi, kecuali atas pertimbangan kemanusiaan. Itupun akan

diberikan kepada narapidana yang berusia di atas 70 tahun Corby

tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai, Bali pada 8 Oktober 2004,

Corby kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram narkoba jenis ganja

atau mariyuana. Sepanjang penyelidikan dan di pengadilan, mantan

pelajar kecantikan yang ayah kandungnya, Michael Corby, pernah

terseret kasus peredaran ganja pada awal 1970-an itu, tak pernah

mengakui perbuatannya hingga akhirnya dijatukan pidana 20 tahun

penjara. “Karenanya, kasus grasi Corby ini terbilang aneh,

sekaligus hanya mempertontonkan kebingungan RI di hadapan

rakyatnya serta di mata negara lain, yang bersikap keras dalam

menghukum kejahatan narkoba,” sikap pemerintahan SBY yang

melempem dalam menangani kasus Corby akan semakin memperparah

ketidakberdayaan RI dalam memberantas kejahatan internasional di

bidang narkotika dan sejenisnya. “Itu karena kita selalu mudah

membungkuk pada tekanan pihak tertentu, yang kemudian membuat

sikap politik ataupun penegakan hukum jadi kacau-balau serta

sekadar dijadikan olok-olokan berbagai pihak

Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari

hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral

hukumdalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia

Page 23: Hukum tata usaha negara

23

merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga

eksistensinya didunia telah diakui.

Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum

(rechtaat), hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan

kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga tujuan hakiki

dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan

ketertiban. Secara normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun

didalam implentasinya hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan

bencana bagi masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum di dalam

teori (law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi

sebuah perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang untuk

menegakkan sebuah keadilan menurut hukum harus melalui proses-

proses hukum yang tidak adil.

Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis

mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan dan

penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan tindakan lembaga

legilatif untuk membuat undang-undang, tindakan Pemerintah

(Excecutive) dan aparat dalam menegakkan hukum, bahkan tindakan

hakim dalam memutus perkara selalu menjadikan pemikiran mazhab

ini sebagai acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan

hukum dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari perspektif

keadilan hukum.

Keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam pembentukan dan

penerapan hukum di Indonsia. Sebagian besar putusan hakim

pengadilan negeri (Vonis) selalu mendapat reaksi perlawanan dari

masyarakat. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

Page 24: Hukum tata usaha negara

24

Pemerintah sebagai lembaga pembentuk dan pelaksana hukum,

menyebabkan eksistensi cita hukum keadilan pancasila

dipertanyakan. Dalam pandangan masyarakat, sebagian besar

pelaksanaan hukum selalu dianggap tidak adil, sementara

kebanyakan akademisi non-hukum, menganggap hukum sebagai faktor

penghambat proses pembangunan. Sistem hukum Indonesia tidak

terlepas dari pengaruh berbagai aliran pemikiran filsafat hukum

yang berkembang jauh sebelum kemerdekaan. Dalam filsafat hukum,

dikenal beberapa aliran atau mazhab. Semua aliran hukum tersebut

memberikan warna dalam perkembangan sistem hukum pada negara-

negara modern, termasuk Indonesia.

Di satu sisi, hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan

bernegara karena keberadan hukum sebagai perangkat untuk mencapai

tujuan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan Negara yang

tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Di sisi lain, aspek keadilan dalam sistem hukum nasional selalu

menjadi bahan perdebatan diantara ahli hukum, politisi, dan

masyarakat. Substansi hukum, pelaksanaan dan penegakan hukum

dianggap tidak adil. Faktor ketidakadilan selalu memunculkan ide

tentang arah pembangunan hukum nasional yang progresif demi

pencapaian tujuan pembangunan masyarakat yang damai dan

sejahtera.

Pengertian Grasi

Dalam arti sempit berarti merupakan tindakan meniadakan

hukuman yang telah diputuskan oleh hakim. Dengan kata lain, Grasi

Page 25: Hukum tata usaha negara

25

adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan,

atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang

diberikan oleh Presiden. Presiden berhak mengabulkan atau menolak

permohonan grasi yang diajukan terpidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Pemberian grasi olehPresiden dapat berupa :

ü peringanan atau perubahan jenis pidana;

ü pengurangan jumlah pidana; atau

ü penghapusan pelaksanaan pidana.

Prosedur Penerimaan Permohonan Grasi

Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap, dapat diajukan permohonan grasi kepada Presiden

secara tertulis oleh:

1. Terpidana dan atau kuasa hukumnya.

2. Keluarga Terpidana dengan persetujuan Terpidana.

3. Keluarga Terpidana tanpa persetujuan Terpidana, dalam hal

pidana yang dijatuhkan adalah pidana mati.

Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah: Pidana

mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara paling singkat 2

(dua) tahun. Permohonan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu.

Permohonan grasi diajukan kepada Presiden melalui Ketua

Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan atau

terakhir untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung. Dalam hal

permohonan grasi diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani

pidana, permohonan dan salinannya disampaikan melalui Kepala

Page 26: Hukum tata usaha negara

26

Lembaga Pemasyarakatan, untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan

Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut dan paling lambat 7

( tujuh ) hari sejak diterimanya permohonan clan salinannya,

berkas perkara Terpidana dikirim kepada Mahkamah Agung.

Panitera wajib membuat Akta penerimaan Salinan Permohonan

Grasi, selanjutnya berkas perkara beserta permohonan grasi

dikirimkan kepada Mahkamah Agung. Apabila permohonan grasi tidak

memenuhi persyaratan, Panitera membuat Akta Penolakan Permohonan

Grasi.

Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja

sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, Pengadilan

Tingkat Pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara

kepada Mahkamah Agung. Salinan Keputusan Presiden yang diterima

oleh Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama,

dicatat oleh Petugas dalam buku register induk, dan diberitahukan

oleh Panitera kepada Terpidana dengan membuat Akta Pemberitahuan

keputusan Grasi.

Berkas perkara yang diajukan kepada Presiden harus dilengkapi

dengan surat-surat sebagai berikut:

1. Surat pengantar,

2. Daftar isi berkas perkara,

3. Akta berkekuatan hukum tetap,

4. Permohonan grasi dan Akta Penerimaan Permohonan Grasi,

5. Salinan Permohonan grasi dari Terpidana dan Akta penerimaan

salinanpermohonan grasi,

Page 27: Hukum tata usaha negara

27

6. Surat kuasa dari terpidana untuk kuasanya atau surat

persetujuan untuk keluargadari Terpidana (jika ada),

7. Berita Acara Sidang,

8. Putusan Pengadilan tingkat pertama,

9. Putusan Pengadilan tingkat banding (jika ada),

10. Putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi (jika ada),

11. Surat dakwaan,

12. Eksepsi, dan putusan sela (jika ada),

13. Surat tuntutan,

14. Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada),

15. Surat penetapan penunjukan Hakim,

16. Surat penetapan hari sidang,

17. Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan,

18. Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas perkara.

Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu bersamaan

dengan permohonan peninjauan kembali atau jangka waktu antara

kedua permohonan tersebut tidak terlalu lama, maka permohonan

peninjauan kembali dikirim terlebih dahulu.Permohonan grasi hanya

dapat diajukan 1 (satu) kali kecuali dalam hal:

a. Terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah

lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penolakan grasinya.

b. Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi

pidana penjara seumur hidup dan telah lewat waktu 2 ( dua )

tahun sejak tanggal keputusan pemberian grasi d

iterima.

Page 28: Hukum tata usaha negara

28

Prinsip Dalam Mengajukan Dan Menyelesaikan Permohonan Grasi Antara

Lain:

1. Grasi merupakan hak prerogatif Presiden yang dijamin oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk

memberikan ampunan kepada seorang terpidana. Pemberian grasi

bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak

terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim, meskipun

pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau

menghapuskanm kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan

pengadilan tidak berarti menghilangkan kesalahan atau

merehabilitasi terpidana.

2. Permohonan grasi kepada Presiden merupakan hak terpidana yang

dijamin oleh undang-undang untuk memperoleh ampunan Presiden yang

dapat berupa:

ü peringanan atau perubahan jenis pidana;

ü pengurangan jumlah pidana; atau

ü penghapusan pelaksanaan pidana.

3. Saat pengajuan permohonan grasi dilakukan sejak putusan

pegadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini

dimaksudkan untuk menjamin kepastian akan status dan kesalahan

yang melatarbelakangi seseorang mengajukan grasi.

4. Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh pemohonkepada

Presiden dan salinannya disampaikan kepadapengadilan yang memutus

perkara pada tingkat pertamauntuk diteruskan kepada Mahkamah

Agung. Hal inidimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian

permohonan grasi.

Page 29: Hukum tata usaha negara

29

5. Permohonan grasi hanya dapat diajukan oleh :

ü terpidana;

ü kuasa hukum terpidana;

ü keluarga terpidana;

ü Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan

ü Kepala pengadilan yang memutus perkara pada

tingkat pertama.

Pemberian hak pengajuan grasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia dan Kepala pengadilan yang memutus perkara pada tingkat

pertama merupakan langkah antisipasi dari kemunginan terpidana

mati atau kuasa hukunya atau keluarga terpidana mati tidak

mengajukan grasi. Hal ini sebagai upaya negara dalam pemenuhan

hak terpidana yang secara kodrati diakui sekalipun telah dijatuhi

hukuman mati.

6. Setelah keputusan hakim memperoleh kekuatan hokum tetap

pengajuan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu tertentu,

kecuali terpidana yang diputus pidana mati maka batas waktu

pengajuan permohonan grasi adalah satu tahun terhitung sejak

putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di

samping itu kesempatan dalam mengajukan grasi dibatasi hanya satu

kali. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban dalam

penyelesaian permohonan grasi dan mencegah terjadinya

penyalahgunaan dalam permohonan grasi.

7. Presiden memberikan atau menolak permohonan grasi setelah

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Sebagai upaya dalam

Page 30: Hukum tata usaha negara

30

meyelaraskan pengaturan mengenai grasi dengan Pasal 14 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

A. Dasar Hukum Pemberian Grasi

Sebelum tahun 2002, pemberian grasi didasarkan pada Undang-

undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi (UU Permohonan

Grasi). Namun, setelah tahun 2002 pemberian grasi didasarkan pada

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi).

Ruang lingkup permohonan dan pemberian grasi menurut UU

Permohonan Grasi yaitu semua putusan pengadilan sipil maupun

pengadilan militer yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan

ruang lingkup permohonan dan pemberian grasi menurut UU Grasi

yaitu terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap. Putusan tersebut adalah pidana mati, penjara seumur

hidup atau penjara paling rendah dua tahun.

B. Bentuk-bentuk Grasi

Pemberian grasi oleh Presiden akan mengakibatkan penerima

grasi tidak usah menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim.

Pemberian grasi tersebut dapat berbentuk pembebasan dari seluruh

pidana, pembebasan sebagian dari pidana, atau perubahan jenis

pidana dari pidana berat menjadi pidana ringan.

Dalam UU Permohonan Grasi tidak disebutkan dengan jelas

bentuk-bentuk grasi yang dapat diberikan oleh Presiden. Sedangkan

bentuk-bentuk grasi yang dapat diberikan kepada Presiden

berdasarkan UU Grasi yaitu;

Page 31: Hukum tata usaha negara

31

ü peringanan atau perubahan jenis pidana; atau

ü pengurangan jumlah pidana; atau

ü penghapusan pelaksanaan pidana.

Keppres yang memberikan grasi berupa pembebasan dari seluruh

pidana akan mengakibatkan terhukum tidak usah lagi menjalankan

pidananya atau dengan kata lain terhukum dibebaskan dari masa

menjalankan pidana. Sedangkan grasi yang meringankan akan

mengakibatkan pidana yang dijatuhkan kepada si terhukum menjadi

dikurangi.

Page 32: Hukum tata usaha negara

32

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Pendapat R. Soeroso, S.H: Hukum yang mengatur susunan

dan kekuasaan alat perlengkapan Badan Umum atau hukum yang

mengatur semua tugas dan kewajiban dari pejabat- pejabat

pemerintah didalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kajian

Hukum Tata Pemerintahan mencakup dua aspek yaitu aspek yang luas

dan sempit. Kedua aspek itu melihat Hukum Tata Pemerintahan dari

fokus perhatian yakni obyek penelitiannya. Aspek yang Luas:

melihat Hukum Tata Pemerintahan sebagai sebagai obyek yang

berorientasipada pengertian Hukum Tata Pemerintahan yang identik

dengan lapangan tugas pemerintahan sedangkan obyek yang sempit

adalah yang tidak identik.

B. Saran

Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini,

kepada rekan-rekan praja agar lebih meningkatkan, menggali dan

mengkaji lebih dalam tentang bagaimana hukum tata pemerintahan

Page 33: Hukum tata usaha negara

33

DAFTAR PUSTAKA

http://infoartikl.blogspot.com/2013/01/hukum-tata-

pemerintahan.html

http://tulisan-dan-ocehan.blogspot.com/2014/06/pengertian-hukum-

tata-pemerintahan.html

https://www.google.com/?

gws_rd=ssl#q=definisi+hukum+tata+pemerintahan+menurut+para+ahli+i

ndonesia

http://eprints.uny.ac.id/8608/2/BAB%201%20-%2008401244039.pdf

https://elkafilah.wordpress.com/2012/05/23/pengadilan-di-

indonesia/

http://lawandbeauty.blogspot.com/2013/07/proses-penyelesaian-

sengketa-tata-usaha.html

http://boyashter.blogspot.com/2012/11/subjek-hukum-tata-

pemerintahan.html

http://exrura.blog.com/2011/05/16/hukum-tata-pemerintahan/

http://exrura.blog.com/2011/05/16/hukum-tata-pemerintahan/