Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama kurang lebih tiga puluh dua tahun masa pemerintahan
Orde Baru, bangsa Indonesia mengalami suatu kondisi dimana
terjadi pemusatan/ sentralisasi dan penyeragaman dalam sistem
pemerintahan. Seruan- seruan untuk kehidupan yang demokratis
diabaikan oleh penguasa. Segala proses pengambilan kebijakan
publik berada di tangan kaum elit politik. Pemerintah menjadi
sangat berkuasa sehingga melahirkan kesewenang- wenangan/
otoriter dan cenderung represif. Keberhasilan di bidang
pembangunan dan ekonomi membuat pemerintah pusat semakin percaya
kepada sistem sentralisasi dan penyeragaman. Birokrasi pun
dirancang untuk berkiblat dan memenuhi kebutuhan pemerintah pusat
sehingga menjadi tidak inovatif dan tidak tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut berbalik menjadi bumerang bagi
pemerintah ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, disaat
pemerintah pusat mengalami keterbatasan ternyata birokrasi
menjadi kelimpungan untuk menopang peran pusat. Kegagalan-
kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut membuat
tingkat kepercayaan masyarakat menjadi menurun. Kondisi tersebut
menunjukkan kerapuhan sistem pemerintahan yang sentralistik
sehingga diperlukan perubahan kepemimpinan dan reformasi di
segala bidang kehidupan.
Page 2
2
Di era reformasi, ketika kebijakan desentralisasi menggantikan
kebijakan sentralisasi, masyarakat masih tetap pesimis. Pesimisme
masyarakat tetap timbul karena praktik- praktik negatif seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme yang mewarnai perilaku aparat
pemerintah daerah, peraturan daerah yang tidak mengakomodasi
kepentingan warga masyarakat dan sulitnya ber investasi karena
rumitnya proses perijinan. Intinya, permasalahan yang terjadi
tidak banyak berubah yaitu buruknya penyelenggaraan tata
pemerintahan (poor governance).
Buruknya penyelenggaraan tata pemerintahan di indikasikan oleh
beberapa hal, antara lain:
1. Dominasi kekuasaan oleh satu pihak terhadap pihak-pihak
lainnya, sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan;
2. Terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme);
3. Rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada
publik atau masyarakat di berbagai bidang.
Selain pendapat diatas, buruknya birokrasi di Indonesia juga
dapat dilihat dari:
1. Penyalahgunaan wewenang dan masih besarnya praktek KKN,
2. Rendahnya kinerja sumber daya manusia dan kelembagaan
aparatur;
3. Sistem kelembagaan (organisasi) dan tata laksana (manajemen)
pemerintahan yang belum memadai;
4. Rendahnya efisiensi dan efektivitas kerja;
5. Rendahnya kualitas pelayanan umum;
Page 3
3
6. Rendahnya kesejahteraan PNS;
7. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi hukum tata pemerintahan negara?
2. Apa sumber hukum dari hukum tata pemerintahan negara?
3. Apa objek dan subjek hukum dari hukum tata pemerintahan
negara?
4. Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan pemerintah berkaitan dengan
Hukum tata pemerintahan negara?
5. Bagaimana proses penyelesaian kasus Hukum tata pemerintahan
negara?
Page 4
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hukum Tata Pemerintahan Negara
PENGERTIAN TATA PEMERINTAHAN
Masyarakat umum dengan kata “Tata Pemerintahan” itu tidak
akan mungkin salah mengartikan bahwa yang dimaksud adalah segala
sesuatu yang menyangkut masalah kewenangan seseorang
pejabat/aparat pemerintah pusat maupun daerah dalam melaksanakan
tugas kewajibannya.
Menurut Taliziduhu Ndaraha dalam bukunya Kybernologi
mengemukakan tentang definisi tata pemerintahan sebagai berikut:
“Tata Pemeritahan adalah peranan diri pemerintah secara
horizontal (fungsionalisasi dan departemenisasi) dan vertikal.
Horizontal antar DPR, Presiden, Wakil Presiden. Secara vertikal
berupa pembagian wilayah Republik Indonesia beberapa tingakatan
wilayah yaitu Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, desa dan
kelurahan” (Ndraha,1999:65)
Sementara itu menurut Prof. H. J. Logemen yang dikutip oleh
Sumber Saparin mengemukakan bahwa:
“Tata Pemerintahan adalah keseluruhan pranata hukum yang
digunakan sebagai landasan untuk menjalankan kegiatan pemerintah
dalam arti khusus ialah pemerintahan dalam negeri dan dapat juga
disebut sebagai “bestuursreach” atau hukum tata negara dalam arti
sempit.” (Saparin,1986:22)
Page 5
5
Dalam hal ini sesuai dengan Hukum Tata Pemerintahan
tersebut, Tata Pemerintahan ialah mencangkup semua pranata
mengenai susunan organisasi, tata kerja, formasi aparaturnya,
tugas, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab, serta hubungan
kerja dari pada badan-badan pemerintahan (Pemerintah Pusat,
Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II).
Luas bidangnya meliputi segi sifat hubungan dari pada
kegiatan pemerintahan umum, pelayanan masyarakat masalah
perizinan umum, dispensasi, grasi, abolisi dan lain sebagainya.
Sedangkan mengenai ruang lingkup tata pemerintahan, ialah masuk
dalam sistem hukum administrasi negar
Hukum tata pemerintahan mempunyai pengertian/ definisi antara
lain:
1. Pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H:
Hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak,
yaitu hubungan yang timbul dari kegiatan administrasi
antara bagian- bagian negara dan antara negara dengan
masyarakat.
2. Pendapat R. Soeroso, S.H:
Hukum yang mengatur susunan dan kekuasaan alat
perlengkapan Badan Umum atau hukum yang mengatur semua
tugas dan kewajiban dari pejabat- pejabat pemerintah
didalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
3. Pendapat J.M Baron de Gerando:
Page 6
6
Hukum yang mengatur hubungan timbal- balik antara
pemerintah dan rakyat.
4. Pendapat C. van Vollenhoven:
Merupakan pembatasan terhadap kebebasan pemerintah,
jadi merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat
kepada pemerintah; akan tetapi untuk sebagian besar
hukum administrasi megandung arti pula, bahwa mereka
yang harus taat kepada pemerintah menjadi dibebani
pelbagai kewajiban yang tegas bagaimana dan sampai
dimana batasnya, dan berhubung dengan itu, berarti
juga, bahwa wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas.
B. Sumber Hukum Tata Pemerintahan Negara
Sumber Hukum Tata Pemerintahan, diantaranya adalah:
Undang-Umdang yang mengatur kehidupan pemerintahan, misalnya:
- UU No 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
- UU No 28 Tahun 1999, tentang penyelenggaran negara yang bersih
dari KKN.
- UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999, tentang kepegawaian.
Keputusan pejabat negara dan pejabat pemerintahan.
Yurisprudensi yang berkaitan dengan pemerintahan.
Doktrin atau pendapat para ahli hukum pemerintahan.
Page 7
7
C. Objek Hukum Tata Pemerintahan Negara
OBJEK HUKUM TATA PEMERINTAHAN DAERAH
Kajian Hukum Tata Pemerintahan mencakup dua aspek yaitu aspek
yang luas dan sempit. Kedua aspek itu melihat Hukum Tata
Pemerintahan dari fokus perhatian yakni obyek penelitiannya.
Aspek yang Luas: melihat Hukum Tata Pemerintahan sebagai sebagai
obyek yang berorientasipada pengertian Hukum Tata Pemerintahan
yang identik dengan lapangan tugas pemerintahan sedangkan obyek
yang sempit adalah yang tidak identik.
Idendifikasi sedemikian ini, maka pemberian Pengertian hukum
Tata Pemerintahan terbagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu :
1. Hukum Tata Pemerintahan Heteronom adalah semua aturan hukum yang
mengatur tentang organisasi pemerintahan negara. Hukum Tata
Pemerintahan yang merupakan bagian dari hukum Tata Negara.
2. Hukum Tata Pemerintahan Otonom adalah aturan-aturan hukum yang
dibuat oleh aparat pemerintah yang sifatnya istimewa, baik aturan
yang sifatnya sepihak maupun aturan yang bersifat dua pihak. atau
hukum yang dibuat oleh aparatur pemerintah atau oleh para
administrasi negara.
Hukum Tata Pemerintahan Heterenom dalam kajiannya berada pada
konteks tugas-tugas pemerintah berkaitan dengan akibat-akibat
hukum yang ditimbulkannya, termasuk didalamnya aspek hukum dalam
kehidupan organisasi pemerintahan seperti organisasi pemerintahan
negara dalam hal hubungan hukum lembaga-lembaga negara dan
berbagai kompetensi hukum kelembagaan organisasi pemerintahan
negara; organisasi pemerintahan daerah dalan kaitan hukum otonomi
Page 8
8
daerah; dan akibat-akibat hukum dalam organisasi pemerintahan
desa dan kelurahan. Juga menyangkut aspek hukum dalam
menyelesaikan pertentangan kepentingan pemerintah dengan warga
yang diayomi atau penyelesaian suatu sengketa akibat dari suatu
perbuatan pemerintah.
Sedangkan Hukum Tata pemerintahan yang Otonom adalah adalah
hukum yang dibuat dan atau diciptakan oleh aparatur pemerintah
dalan rangka pelaksanaan tugas seperti; Peraturan Presiden,
Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota.
Dalam mempelajari Hukum Tata Pemerintahan Heteronom akan
terkait aspek hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, sementara
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan ditentukan oleh
tipe negara.
Pada tipe welfare state (negara kesejahteraan), lapangan
pemerintahan semakin luas. Hal ini disebabkan semakin luasnya
tuntutan campur tangan pemerintah dalam kehidupan masyarakat.
Tugas pemerintah dalam tipe negara demikian ini, oleh Lemaire
(1952) disebut sebagai Bestuurzorg. Ini dimaksudkan bahwa dalam
penyelenggaraan kesejahteraan umum, kepada aparatur pemerintah
memiliki hak istimewa yang disebut Freies Ermessen, yaitu kepada
aparatur pemerintah diberikan kebebasan untuk atas inisiatif
sendiri melakukan perbuatan-perbuatan guna menyelesaikan
persoalan yang mendesak dan peraturan penyelesaiannya belum ada.
Dengan hak yang demikian itu maka aparatur pemerintah dapat
membuat peraturan yang diperlukan. Dari sini terlihat bahwa
dengan hal istimewa menyebabkan fungsi aparatur pemerintah dalam
Page 9
9
Wefare State ini bukan saja berfungsi sebagai badan eksekutif
tetapi juga sudah berfungsi sebagai badan legilatif. Sebagai
konsekwensinya di dalam Undang-Undang Dasar 1945 hak ini pun
diakui, di dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa kepada
Presiden diberikan hak untuk menetapkan Peraturan Pemerintah
sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Fungsi Presiden sebagai kepala eksekutif melakukan perbuatan
dibidang legislatif, yang dalam Tata Negara disebut delegasi
perundang-undangan, dengan tujuan : mengisi kekosongan dalam
undang-undang, mencegah kemacetan dalam bidang pemerintahan, dan
para aparatur pemerintah dapat mencari kaidah-kaidah baru dalam
lingkungan undang-undang atau sesuai dengan jiwa undang-undang.
Didalam Hukum Tata Pemerintahan Heteronom dipelajari pula
hal-hal yang menyangkut leability, responsibility dan accountability. Leability
menuntut tanggung jawab aparatur pemerintah terhadap hukum.
Artinya dalam melaksanakan tugas para aparatur pemerintah
dituntut untuk berbuat sesuai aturan hukum yang berlaku, dituntut
untuk mempertahankan keberlakukan aturan hukum. Begitu pula
dengan responsibility para aparatur pemerintah dituntut tanggung
jawabnya dalam pelaksanaan tugas dalam batas-batas pendelegasian
wewenangan yang pada gilirannya dapat melahirkan hubungan hukum
antara yang memberi dan menerima wewenang. Accountability menunut
para aparatur negara bertanggung jawab atas segala kegiatan dan
tugas yang diemban. Di dalam kerangka itulah maka konteks
hubungan hukum terjelma dalam tuntutan dan realisasi tuntutan.
Page 10
10
Ketiga hal tersebut ini bukan saja menjadi suatu keharusan
dimiliki oleh setiap aparatur pemerintah tetapi justru menjadi
dasar dari kekuasaan para aparatur pemerintah di dalam berbuat
dan bertindak. Kalau berbicara tentang kekuasaan aparatur
pemerintah, maka sumber kekuasaan berasal dari sumber kekuasaan
yang tertinggi yang ada pada setiap negara. Kekuasaan demikian
itu diartikan sebagai kedaulatan yang ada pada setiap negara.
Kekuasaan yang berasal dari kedaulatan adalah disebut kekuasaan
publik yaitu suatu kekuasaan yang tidak dapat dilawan oleh
siapapun kecuali melalui aturan hukum yang bersifat khusus atau
yang bersifat istimewa. Aturan-aturan yang sifatnya istimewa
inilah yang menjadi isi dari aturan Hukum Tata Pemerintahan baik
itu dalam konteks yang heteronom maupun dalm konteks yang otonom.
Dalam konteks yang heteronom, isi Hukum Tata Pemerintahan
adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tentang organisasi
pemerintahan negara mulai dari tingkat pemerintah pusat sampai
pada tingkat pemerintahan desa dan kelurahan termasuk didalamnya
kaitan atas hal-hal tersebut diatas. Sedangkan dalam konteks yang
otonom, maka isi Hukum Tata Pemerintahan adalah aturan-aturan
hukum yang dibuat oleh aparatur pemerintah baik itu bersifat
pengaturan sepihak sebagaimana ketetapan maupun pengaturan dua
pihak sebagaiaman telah dijelaskan sebelumnya. Semua aturan yang
dimaksud adalah bersifat istimewa atau yang bersifat khusus.
SUBJEK HUKUM TATA PEMERINTAHAN DAERAH
Page 11
11
Subyek hukum dimaksudkan sebagai pendukung hak dan
kewajiban. Tidak semua orang atau benda dapat menjadi pendukung
hak dan kewajiban. Hanya mereka yang cakap itulah yang disebut
sebagai pendukung hak dan kewajiban. Kecakapan untuk menjadi
pendukung hak dan kewajiban adalah diartikan sebagai kewenangan
hukum, yang oleh J.L. Van Apeldorn (1983) dimaksudkan sebagai
sifat yang diberikan oleh hukum obyektif dan hanya boleh dimiliki
mereka, untuk siapa diberikan oleh hukum.
Untuk jelasnya masing-masing subyek disebutkan diatas,
dibawah ini secara berturut-turut akan diuraikan pengertiannya
sebagai berikut :
1. Pegawai Negeri
Berangkat dari Undang-undang No.8 tahun 1974 pasal 1 ayat (a)
maka yang dikatakan pegawai negeri adalah mereka yang setelah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara
lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-
undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Jabatan
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak seseorang pegawai dalam rangka susunan suatu
satuan organisasi. Kalau kedudukan itu berada dalam lingkup
pemerintahan, maka jabatan yang dimaksud adalah jabatan negeri.
Page 12
12
Jabatan negeri adalah jabatan yang mewakili pemerintah.
Sedangkan dimaksudkan dengan badan negara misalnya karena
keanggotaan seseorang di dalam lembaga-lembaga negara.
Keanggotaan pada badan negara di bidang eksekutif disebut
departemen pada tingkat tertinggi dan jawatan pada tinggkat di
bawahnya.
3. Jawatan, Dinas dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah
Jawatan adalah kesatuan organisasi aparatur pemerintahan yang
mencakup tugas pemerintahan yang bulat dan merupakan kesatuan
anggaran negara tersendiri. Sebagai subyek hukum, maka hak yang
dimiliki jawatan adalah memiliki dan menguasai kekayaan
negara/daerah. Dan oleh sebab itu ia berkewajiban memeliharanya
dan menyimpannya. Dalam kaitan itu setiap barang yang dibeli
dipergunakan dan disimpan oleh jawatan selalu dicantumkan pada
barang itu lebel yang bertuliskan “Milik Negara”.Dan pembelian
barang dilakukan atas nama negara.
4. Daerah-Daerah Swapraja Dan Daerah Swatantra
Daerah adalah suatu kesatuan wilayah dalam organisasi negara yang
karena kelahirannya disebabkan mungkin didasarkan atas hak
swapraja yang diakui ataukah karena hak otonom diperolehnya.
Sebagai kesatuan wilayah di dalam perkembangannya ia berhak
mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
dalam wilayah kekuasaan negara. Dengan haknya demikian itu ia
berkewajiaban menyelenggarkan kepentingan umum.
5. Negara
Page 13
13
Negara adalah organisasi dari sekumpulan rakyat yang mendiami
wilayah tertentu dan diselenggarakan oleh pemerintah berdasarkan
kedaulatan yang diperolehnya dan dimilikinya. Dalam kedudukannya
sebagai subyek hukum maka negara berhak melindungi, mengurus dan
mengatur dirinya sebagai organisasi sehingga pada gilirannya ia
berkewjiban mencapai tujuan yang ditetapkan. Dan sebagai subyek
hukum maka sumber hak dan kewajibannya bersumber dari lapangan
hukum publik sehingga cakupannya luas dan menyeluruh dalam hal-
hal yang menyangkut kepentingan umum (publik).
D. Bentuk-bentuk kegiatan pemerintah berkaitan dengan Hukum tata
pemerintahan negara
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan
sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang
publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di
Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Abolisi (bahasa latin, abolitio) merupakan penghapusan terhadap
seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada
seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah. Tindakan penghapusan
atau pembatalan, ini merupakan sarana praktek yang ada hukum. [2]
Page 14
14
Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara yang berhak untuk
menghapuskan hak tuntutan pidana dan menghentikan jika telah
dijalankan (pasal 1 angka 1 UU No. 22 Tahun 2002).[1] Hak abolisi
diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat
(2) UUD 1945).[1]
3. Grasi adalah salah satu dari lima hak yang dimiliki kepala
negara di bidang yudikatif. Grasi adalah Hak untuk memberikan
pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan pembebasan hukuman
sama sekali. Sebagai contoh yaitu mereka yang pernah mendapat
hukuman mati dikurangi menjadi bebas dari hukuman sama sekali .
Di Indonesia, grasi merupakan salah satu hak presiden di bidang
yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.
E. Proses Penyelesaian Kasus Hukum Tata Pemerintahan Negara
Analisis Kasus Grasi di Indonesia
Tidak mudah memahami keputusan Presiden SBY memotong
masa hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia,
Schapelle Leigh Corby. Bukan hanya tak mudah, keputusan
yang tertuang dalam Kepres 22/2012 itu juga membingungkan
karena tidak tidak disertai kejelasan alasan dalam
hubungan bilateral kedua negara yang bersifat resiprokal
atau timbal balik. “Harusnya didahului dengan ikatan
perjanjian saling menguntungkan atau untuk pertukaran
kepentingan yang tepat antar kedua belah pihak, sehingga
tidak menunjukkan kebingungan maupun kelemahan RI
terhadap grasi tersebut,” Dalam sebuah Sidang Kabinet di
Page 15
15
tahun 2011 Menkopolhukam Djoko Sujanto menyatakan bahwa
Presiden SBY tidak akan mengampuni para terpidana kasus
terorisme, narkoba, dan korupsi, kecuali atas
pertimbangan kemanusiaan. Itupun akan diberikan kepada
narapidana yang berusia di atas 70 tahun Corby
tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai, Bali pada 8
Oktober 2004, Corby kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram
narkoba jenis ganja atau mariyuana. Sepanjang
penyelidikan dan di pengadilan, mantan pelajar kecantikan
yang ayah kandungnya, Michael Corby, pernah terseret
kasus peredaran ganja pada awal 1970-an itu, tak pernah
mengakui perbuatannya hingga akhirnya dijatukan pidana 20
tahun penjara. “Karenanya, kasus grasi Corby ini
terbilang aneh, sekaligus hanya mempertontonkan
kebingungan RI di hadapan rakyatnya serta di mata negara
lain, yang bersikap keras dalam menghukum kejahatan
narkoba,” sikap pemerintahan SBY yang melempem dalam
menangani kasus Corby akan semakin memperparah
ketidakberdayaan RI dalam memberantas kejahatan
internasional di bidang narkotika dan sejenisnya. “Itu
karena kita selalu mudah membungkuk pada tekanan pihak
tertentu, yang kemudian membuat sikap politik ataupun
penegakan hukum jadi kacau-balau serta sekadar dijadikan
olok-olokan berbagai pihak
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan
dari hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran
Page 16
16
sentral hukumdalam upaya menciptakan suasana yang
memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup
berdampingan secara damai dan menjaga eksistensinya
didunia telah diakui[8].
Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum
(rechtaat), hukum harus dijadikan panglima dalam
menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat,
sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti
keadilan, kepastian dan ketertiban. Secara normatif hukum
mempunyai cita-cita indah namun didalam implentasinya
hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi
masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum di dalam teori
(law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi
sebuah perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang
untuk menegakkan sebuah keadilan menurut hukum harus
melalui proses-proses hukum yang tidak adil.
Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis
mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan
dan penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan
tindakan lembaga legilatif untuk membuat undang-undang,
tindakan Pemerintah (Excecutive) dan aparat dalam
menegakkan hukum, bahkan tindakan hakim dalam memutus
perkara selalu menjadikan pemikiran mazhab ini sebagai
acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan hukum
dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari
perspektif keadilan hukum.
Page 17
17
Keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam
pembentukan dan penerapan hukum di Indonsia. Sebagian
besar putusan hakim pengadilan negeri (Vonis) selalu
mendapat reaksi perlawanan dari masyarakat. Rendahnya
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah
sebagai lembaga pembentuk dan pelaksana hukum,
menyebabkan eksistensi cita hukum keadilan pancasila
dipertanyakan. Dalam pandangan masyarakat, sebagian besar
pelaksanaan hukum selalu dianggap tidak adil, sementara
kebanyakan akademisi non-hukum, menganggap hukum sebagai
faktor penghambat proses pembangunan. Sistem hukum
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh berbagai aliran
pemikiran filsafat hukum yang berkembang jauh sebelum
kemerdekaan. Dalam filsafat hukum, dikenal beberapa
aliran atau mazhab. Semua aliran hukum tersebut
memberikan warna dalam perkembangan sistem hukum pada
negara-negara modern, termasuk Indonesia.
Di satu sisi, hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan
bernegara karena keberadan hukum sebagai perangkat untuk mencapai
tujuan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan Negara yang
tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Di sisi lain, aspek keadilan dalam sistem hukum nasional selalu
menjadi bahan perdebatan diantara ahli hukum, politisi, dan
masyarakat. Substansi hukum, pelaksanaan dan penegakan hukum
dianggap tidak adil. Faktor ketidakadilan selalu memunculkan ide
tentang arah pembangunan hukum nasional yang progresif demi
Page 18
18
pencapaian tujuan pembangunan masyarakat yang damai dan
sejahtera.
A. Pengertian Grasi
Dalam arti sempit berarti merupakan tindakan meniadakan
hukuman yang telah diputuskan oleh hakim. Dengan kata lain,
Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan,
pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada
terpidana yang diberikan oleh Presiden. Presiden berhak
mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan
terpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah
mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi
olehPresiden dapat berupa :
ü peringanan atau perubahan jenis pidana;
ü pengurangan jumlah pidana; atau
ü penghapusan pelaksanaan pidana.
B. Prosedur Penerimaan Permohonan Grasi
Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan grasi
kepada Presiden secara tertulis oleh:
1. Terpidana dan atau kuasa hukumnya.
2. Keluarga Terpidana dengan persetujuan Terpidana.
3. Keluarga Terpidana tanpa persetujuan Terpidana,
dalam hal pidana yang dijatuhkanadalah pidana mati.
Page 19
19
Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah:
Pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun. Permohonan grasi tidak dibatasi oleh
tenggang waktu. Permohonan grasi diajukan kepada Presiden
melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama dan atau terakhir untuk diteruskan kepada Mahkamah
Agung. Dalam hal permohonan grasi diajukan oleh Terpidana
yang sedang menjalani pidana, permohonan dan salinannya
disampaikan melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan, untuk
diteruskan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang
memutus perkara tersebut dan paling lambat 7 ( tujuh ) hari
sejak diterimanya permohonan clan salinannya, berkas
perkara Terpidana dikirim kepada Mahkamah Agung.
Panitera wajib membuat Akta penerimaan Salinan
Permohonan Grasi, selanjutnya berkas perkara beserta
permohonan grasi dikirimkan kepada Mahkamah Agung. Apabila
permohonan grasi tidak memenuhi persyaratan, Panitera
membuat Akta Penolakan Permohonan Grasi.
Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi,
Pengadilan Tingkat Pertama mengirimkan salinan permohonan
dan berkas perkara kepada Mahkamah Agung. Salinan Keputusan
Presiden yang diterima oleh Pengadilan yang memutus perkara
pada tingkat pertama, dicatat oleh Petugas dalam buku
register induk, dan diberitahukan oleh Panitera kepada
Page 20
20
Terpidana dengan membuat Akta Pemberitahuan keputusan
Grasi.
Berkas perkara yang diajukan kepada Presiden harus
dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut:
1. Surat pengantar,
2. Daftar isi berkas perkara,
3. Akta berkekuatan hukum tetap,
4. Permohonan grasi dan Akta Penerimaan Permohonan
Grasi,
5. Salinan Permohonan grasi dari Terpidana dan Akta
penerimaan salinanpermohonan grasi,
6. Surat kuasa dari terpidana untuk kuasanya atau
surat persetujuan untuk keluargadari Terpidana
(jika ada),
7. Berita Acara Sidang,
8. Putusan Pengadilan tingkat pertama,
9. Putusan Pengadilan tingkat banding (jika ada),
10. Putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi (jika
ada),
11. Surat dakwaan,
12. Eksepsi, dan putusan sela (jika ada),
13. Surat tuntutan,
14. Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada),
15. Surat penetapan penunjukan Hakim,
16. Surat penetapan hari sidang,
17. Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan,
Page 21
21
18. Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas
perkara.
Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu
bersamaan dengan permohonan peninjauan kembali atau jangka
waktu antara kedua permohonan tersebut tidak terlalu lama,
maka permohonan peninjauan kembali dikirim terlebih
dahulu.Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali
kecuali dalam hal:
a. Terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya
dan telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal
penolakan grasinya.
b. Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati
menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah lewat
waktu 2 ( dua ) tahun sejak tanggal keputusan
pemberian grasi diterima[1].
C. Prinsip Dalam Mengajukan Dan Menyelesaikan Permohonan Grasi
Antara Lain:
Analisis Kasus Grasi di Indonesia
Tidak mudah memahami keputusan Presiden SBY memotong masa
hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh
Corby. Bukan hanya tak mudah, keputusan yang tertuang dalam
Kepres 22/2012 itu juga membingungkan karena tidak tidak disertai
kejelasan alasan dalam hubungan bilateral kedua negara yang
bersifat resiprokal atau timbal balik. “Harusnya didahului dengan
ikatan perjanjian saling menguntungkan atau untuk pertukaran
Page 22
22
kepentingan yang tepat antar kedua belah pihak, sehingga tidak
menunjukkan kebingungan maupun kelemahan RI terhadap grasi
tersebut,” Dalam sebuah Sidang Kabinet di tahun 2011
Menkopolhukam Djoko Sujanto menyatakan bahwa Presiden SBY tidak
akan mengampuni para terpidana kasus terorisme, narkoba, dan
korupsi, kecuali atas pertimbangan kemanusiaan. Itupun akan
diberikan kepada narapidana yang berusia di atas 70 tahun Corby
tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai, Bali pada 8 Oktober 2004,
Corby kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram narkoba jenis ganja
atau mariyuana. Sepanjang penyelidikan dan di pengadilan, mantan
pelajar kecantikan yang ayah kandungnya, Michael Corby, pernah
terseret kasus peredaran ganja pada awal 1970-an itu, tak pernah
mengakui perbuatannya hingga akhirnya dijatukan pidana 20 tahun
penjara. “Karenanya, kasus grasi Corby ini terbilang aneh,
sekaligus hanya mempertontonkan kebingungan RI di hadapan
rakyatnya serta di mata negara lain, yang bersikap keras dalam
menghukum kejahatan narkoba,” sikap pemerintahan SBY yang
melempem dalam menangani kasus Corby akan semakin memperparah
ketidakberdayaan RI dalam memberantas kejahatan internasional di
bidang narkotika dan sejenisnya. “Itu karena kita selalu mudah
membungkuk pada tekanan pihak tertentu, yang kemudian membuat
sikap politik ataupun penegakan hukum jadi kacau-balau serta
sekadar dijadikan olok-olokan berbagai pihak
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari
hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral
hukumdalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia
Page 23
23
merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai dan menjaga
eksistensinya didunia telah diakui.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum
(rechtaat), hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan
kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga tujuan hakiki
dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan
ketertiban. Secara normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun
didalam implentasinya hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan
bencana bagi masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum di dalam
teori (law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi
sebuah perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang untuk
menegakkan sebuah keadilan menurut hukum harus melalui proses-
proses hukum yang tidak adil.
Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis
mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan dan
penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan tindakan lembaga
legilatif untuk membuat undang-undang, tindakan Pemerintah
(Excecutive) dan aparat dalam menegakkan hukum, bahkan tindakan
hakim dalam memutus perkara selalu menjadikan pemikiran mazhab
ini sebagai acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan
hukum dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari perspektif
keadilan hukum.
Keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam pembentukan dan
penerapan hukum di Indonsia. Sebagian besar putusan hakim
pengadilan negeri (Vonis) selalu mendapat reaksi perlawanan dari
masyarakat. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
Page 24
24
Pemerintah sebagai lembaga pembentuk dan pelaksana hukum,
menyebabkan eksistensi cita hukum keadilan pancasila
dipertanyakan. Dalam pandangan masyarakat, sebagian besar
pelaksanaan hukum selalu dianggap tidak adil, sementara
kebanyakan akademisi non-hukum, menganggap hukum sebagai faktor
penghambat proses pembangunan. Sistem hukum Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh berbagai aliran pemikiran filsafat hukum
yang berkembang jauh sebelum kemerdekaan. Dalam filsafat hukum,
dikenal beberapa aliran atau mazhab. Semua aliran hukum tersebut
memberikan warna dalam perkembangan sistem hukum pada negara-
negara modern, termasuk Indonesia.
Di satu sisi, hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan
bernegara karena keberadan hukum sebagai perangkat untuk mencapai
tujuan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan Negara yang
tertuang dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Di sisi lain, aspek keadilan dalam sistem hukum nasional selalu
menjadi bahan perdebatan diantara ahli hukum, politisi, dan
masyarakat. Substansi hukum, pelaksanaan dan penegakan hukum
dianggap tidak adil. Faktor ketidakadilan selalu memunculkan ide
tentang arah pembangunan hukum nasional yang progresif demi
pencapaian tujuan pembangunan masyarakat yang damai dan
sejahtera.
Pengertian Grasi
Dalam arti sempit berarti merupakan tindakan meniadakan
hukuman yang telah diputuskan oleh hakim. Dengan kata lain, Grasi
Page 25
25
adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan,
atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang
diberikan oleh Presiden. Presiden berhak mengabulkan atau menolak
permohonan grasi yang diajukan terpidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.
Pemberian grasi olehPresiden dapat berupa :
ü peringanan atau perubahan jenis pidana;
ü pengurangan jumlah pidana; atau
ü penghapusan pelaksanaan pidana.
Prosedur Penerimaan Permohonan Grasi
Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dapat diajukan permohonan grasi kepada Presiden
secara tertulis oleh:
1. Terpidana dan atau kuasa hukumnya.
2. Keluarga Terpidana dengan persetujuan Terpidana.
3. Keluarga Terpidana tanpa persetujuan Terpidana, dalam hal
pidana yang dijatuhkan adalah pidana mati.
Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah: Pidana
mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun. Permohonan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu.
Permohonan grasi diajukan kepada Presiden melalui Ketua
Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan atau
terakhir untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung. Dalam hal
permohonan grasi diajukan oleh Terpidana yang sedang menjalani
pidana, permohonan dan salinannya disampaikan melalui Kepala
Page 26
26
Lembaga Pemasyarakatan, untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan
Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut dan paling lambat 7
( tujuh ) hari sejak diterimanya permohonan clan salinannya,
berkas perkara Terpidana dikirim kepada Mahkamah Agung.
Panitera wajib membuat Akta penerimaan Salinan Permohonan
Grasi, selanjutnya berkas perkara beserta permohonan grasi
dikirimkan kepada Mahkamah Agung. Apabila permohonan grasi tidak
memenuhi persyaratan, Panitera membuat Akta Penolakan Permohonan
Grasi.
Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja
sejak tanggal penerimaan salinan permohonan grasi, Pengadilan
Tingkat Pertama mengirimkan salinan permohonan dan berkas perkara
kepada Mahkamah Agung. Salinan Keputusan Presiden yang diterima
oleh Pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama,
dicatat oleh Petugas dalam buku register induk, dan diberitahukan
oleh Panitera kepada Terpidana dengan membuat Akta Pemberitahuan
keputusan Grasi.
Berkas perkara yang diajukan kepada Presiden harus dilengkapi
dengan surat-surat sebagai berikut:
1. Surat pengantar,
2. Daftar isi berkas perkara,
3. Akta berkekuatan hukum tetap,
4. Permohonan grasi dan Akta Penerimaan Permohonan Grasi,
5. Salinan Permohonan grasi dari Terpidana dan Akta penerimaan
salinanpermohonan grasi,
Page 27
27
6. Surat kuasa dari terpidana untuk kuasanya atau surat
persetujuan untuk keluargadari Terpidana (jika ada),
7. Berita Acara Sidang,
8. Putusan Pengadilan tingkat pertama,
9. Putusan Pengadilan tingkat banding (jika ada),
10. Putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi (jika ada),
11. Surat dakwaan,
12. Eksepsi, dan putusan sela (jika ada),
13. Surat tuntutan,
14. Pembelaan, Replik, Duplik (jika ada),
15. Surat penetapan penunjukan Hakim,
16. Surat penetapan hari sidang,
17. Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan,
18. Surat-surat lain yang berhubungan dengan berkas perkara.
Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu bersamaan
dengan permohonan peninjauan kembali atau jangka waktu antara
kedua permohonan tersebut tidak terlalu lama, maka permohonan
peninjauan kembali dikirim terlebih dahulu.Permohonan grasi hanya
dapat diajukan 1 (satu) kali kecuali dalam hal:
a. Terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah
lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penolakan grasinya.
b. Terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi
pidana penjara seumur hidup dan telah lewat waktu 2 ( dua )
tahun sejak tanggal keputusan pemberian grasi d
iterima.
Page 28
28
Prinsip Dalam Mengajukan Dan Menyelesaikan Permohonan Grasi Antara
Lain:
1. Grasi merupakan hak prerogatif Presiden yang dijamin oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk
memberikan ampunan kepada seorang terpidana. Pemberian grasi
bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak
terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim, meskipun
pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau
menghapuskanm kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan
pengadilan tidak berarti menghilangkan kesalahan atau
merehabilitasi terpidana.
2. Permohonan grasi kepada Presiden merupakan hak terpidana yang
dijamin oleh undang-undang untuk memperoleh ampunan Presiden yang
dapat berupa:
ü peringanan atau perubahan jenis pidana;
ü pengurangan jumlah pidana; atau
ü penghapusan pelaksanaan pidana.
3. Saat pengajuan permohonan grasi dilakukan sejak putusan
pegadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin kepastian akan status dan kesalahan
yang melatarbelakangi seseorang mengajukan grasi.
4. Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh pemohonkepada
Presiden dan salinannya disampaikan kepadapengadilan yang memutus
perkara pada tingkat pertamauntuk diteruskan kepada Mahkamah
Agung. Hal inidimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian
permohonan grasi.
Page 29
29
5. Permohonan grasi hanya dapat diajukan oleh :
ü terpidana;
ü kuasa hukum terpidana;
ü keluarga terpidana;
ü Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; dan
ü Kepala pengadilan yang memutus perkara pada
tingkat pertama.
Pemberian hak pengajuan grasi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan Kepala pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama merupakan langkah antisipasi dari kemunginan terpidana
mati atau kuasa hukunya atau keluarga terpidana mati tidak
mengajukan grasi. Hal ini sebagai upaya negara dalam pemenuhan
hak terpidana yang secara kodrati diakui sekalipun telah dijatuhi
hukuman mati.
6. Setelah keputusan hakim memperoleh kekuatan hokum tetap
pengajuan permohonan grasi tidak dibatasi oleh waktu tertentu,
kecuali terpidana yang diputus pidana mati maka batas waktu
pengajuan permohonan grasi adalah satu tahun terhitung sejak
putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di
samping itu kesempatan dalam mengajukan grasi dibatasi hanya satu
kali. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban dalam
penyelesaian permohonan grasi dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan dalam permohonan grasi.
7. Presiden memberikan atau menolak permohonan grasi setelah
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Sebagai upaya dalam
Page 30
30
meyelaraskan pengaturan mengenai grasi dengan Pasal 14 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
A. Dasar Hukum Pemberian Grasi
Sebelum tahun 2002, pemberian grasi didasarkan pada Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi (UU Permohonan
Grasi). Namun, setelah tahun 2002 pemberian grasi didasarkan pada
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (UU Grasi).
Ruang lingkup permohonan dan pemberian grasi menurut UU
Permohonan Grasi yaitu semua putusan pengadilan sipil maupun
pengadilan militer yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan
ruang lingkup permohonan dan pemberian grasi menurut UU Grasi
yaitu terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Putusan tersebut adalah pidana mati, penjara seumur
hidup atau penjara paling rendah dua tahun.
B. Bentuk-bentuk Grasi
Pemberian grasi oleh Presiden akan mengakibatkan penerima
grasi tidak usah menjalankan pidana yang dijatuhkan oleh hakim.
Pemberian grasi tersebut dapat berbentuk pembebasan dari seluruh
pidana, pembebasan sebagian dari pidana, atau perubahan jenis
pidana dari pidana berat menjadi pidana ringan.
Dalam UU Permohonan Grasi tidak disebutkan dengan jelas
bentuk-bentuk grasi yang dapat diberikan oleh Presiden. Sedangkan
bentuk-bentuk grasi yang dapat diberikan kepada Presiden
berdasarkan UU Grasi yaitu;
Page 31
31
ü peringanan atau perubahan jenis pidana; atau
ü pengurangan jumlah pidana; atau
ü penghapusan pelaksanaan pidana.
Keppres yang memberikan grasi berupa pembebasan dari seluruh
pidana akan mengakibatkan terhukum tidak usah lagi menjalankan
pidananya atau dengan kata lain terhukum dibebaskan dari masa
menjalankan pidana. Sedangkan grasi yang meringankan akan
mengakibatkan pidana yang dijatuhkan kepada si terhukum menjadi
dikurangi.
Page 32
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Pendapat R. Soeroso, S.H: Hukum yang mengatur susunan
dan kekuasaan alat perlengkapan Badan Umum atau hukum yang
mengatur semua tugas dan kewajiban dari pejabat- pejabat
pemerintah didalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kajian
Hukum Tata Pemerintahan mencakup dua aspek yaitu aspek yang luas
dan sempit. Kedua aspek itu melihat Hukum Tata Pemerintahan dari
fokus perhatian yakni obyek penelitiannya. Aspek yang Luas:
melihat Hukum Tata Pemerintahan sebagai sebagai obyek yang
berorientasipada pengertian Hukum Tata Pemerintahan yang identik
dengan lapangan tugas pemerintahan sedangkan obyek yang sempit
adalah yang tidak identik.
B. Saran
Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini,
kepada rekan-rekan praja agar lebih meningkatkan, menggali dan
mengkaji lebih dalam tentang bagaimana hukum tata pemerintahan
Page 33
33
DAFTAR PUSTAKA
http://infoartikl.blogspot.com/2013/01/hukum-tata-
pemerintahan.html
http://tulisan-dan-ocehan.blogspot.com/2014/06/pengertian-hukum-
tata-pemerintahan.html
https://www.google.com/?
gws_rd=ssl#q=definisi+hukum+tata+pemerintahan+menurut+para+ahli+i
ndonesia
http://eprints.uny.ac.id/8608/2/BAB%201%20-%2008401244039.pdf
https://elkafilah.wordpress.com/2012/05/23/pengadilan-di-
indonesia/
http://lawandbeauty.blogspot.com/2013/07/proses-penyelesaian-
sengketa-tata-usaha.html
http://boyashter.blogspot.com/2012/11/subjek-hukum-tata-
pemerintahan.html
http://exrura.blog.com/2011/05/16/hukum-tata-pemerintahan/
http://exrura.blog.com/2011/05/16/hukum-tata-pemerintahan/
Page 34
34
http://infoartikl.blogspot.com/2013/01/hukum-tata-
pemerintahan.html