MENUTUP CELAH-CELAH HUKUM DALAM SISTEM PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA: SUATU KAJIAN DALAM KACAMATA HUKUM PROGRESIF Karya Tulis Ilmiah Diajukan dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2008 Tingkat Fakultas Hukum Oleh : Benny Sumardiana 1 1 Disusun saat penulis menempuh studi di Fakultas hukum Unnes, saat ini penulis merupakan dosen fakultas hukum Universitas Negeri Semarang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MENUTUP CELAH-CELAH HUKUM DALAM SISTEM
PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA:
SUATU KAJIAN DALAM KACAMATA HUKUM PROGRESIF
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa 2008
Tingkat Fakultas Hukum
Oleh :
Benny Sumardiana1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2008
1 Disusun saat penulis menempuh studi di Fakultas hukum Unnes, saat ini penulis merupakan dosen fakultas hukum Universitas Negeri Semarang
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : MENUTUP CELAH-CELAH HUKUM DALAM SISTEM
PERADILAN INDONESIA: SUATU KAJIAN DALAM
KACAMATA HUKUM PROGRESIF
Disusun oleh:
Benny Sumardiana 3450405600
Telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing
Ali Masyhar SH, M.HNIP. 132303557
Mengetahui,
Pemb. Dekan Bid. Kemahasiswaan
Dra. Martitah, M.Hum.NIP.131570071
ABSTRAK
Benny Sumardiana, Muhammad Iftar Aryaputra, Ridwan Arifin, FAKULTAS HUKUM, UNNES, 2008. ”Menutup Celah-Celah Hukum Dalam Sistem Penegakkan Hukum di Indonesia : Suatu Kajian Dalam Kacamata Hukum Progresif”. Pembimbing Ali Masyhar SH, MH.Hukum merupakkan sekumpulan peraturan yang didalamnya terdapat nilai-nilai keadilan. Pada idealnya hukum itu sendiri haruslah berada dalam posisi tengah karena memang hukum itu tidaklah memihak kecuali pada kebenaran. Hukum harus diimplementasikan secara tegas, oleh karenanya semua alat-alat penunjang hukum baik itu aparat maupun aturan-aturan atau regulasinya harus menampakkan ketegasan pula. Harus kita sadari hukum merupakkan sebuah ilmu yang selalu bergerak untuk berkembang dan tidak statis, sehingga sudah seharusnya pula hukum itu mengikuti pada perkembangan yang ada dalam masyarakat.Situasi yang saat ini terjadi dalam masyarakat banyak yang tidak mempercayai kalau hukum dapat memberikan keadilan seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Terbukti sampai sejauh ini orang-orang yang melakukan kesalahan cukup fatal dalam kehidupan sadar hukum merupakkan para penegak hukum yang notebene adalah para ahli hukum, tidak lama ini sebuah tamparan keras baru saja diterima oleh wajah hukum Indonesia, seorang jaksa yang dianggap sebagai salah satu jaksa terbaik namun dia menerima suap dari salah satu pelaku korupsi dana BLBI yang sebenarnya harus dia adili, tentunya ini sebuah hal yang ironis dan menyakitkan. Ini sebenarnya memperlihatkan hukum modern tidak selalu dapat memoderasi masyarakat. Hukum modern yang dicirikan rasional, otonom, tertutup yang mengkristal dalam doktrin The Rule of Law bukanlah nilai universal yang bisa berlaku secara sempurna dalam masyarakat.Permasalahan hukum yang selama ini timbul sebenarnya sebuah hal yang sederhana yaitu akibat adanya pengaturan regulasi yang kurang jelas, rancu, dan dapat menimbulkan berbagai persepsi yang dalam karya tulis ini kami sebut sebagai celah-celah hukum. Celah hukum itu sebenarnya merupakkan bahaya laten yang secara sadar atau tidak itu sudah sangat mengancam eksistensi hukum nasional itu sendiri. Kita menyadari hukum memang merupakkan sebuah produk politik yang merupakkan implikasi berbagai kepentingan yang ada pada masyarakat kemudian di rangkum dalam sebuah peraturan perundang-undangan, dan tentunya kita sadari banyak celah yang kemudian ditimbulkan dari kurang tepatnya penggabungan segala kepentingan itu.Analoginya adalah di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara yuridis kepentingan masyarakat atau dikala penerapan hukum mematahkan pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Ibarat air, ketika dibendung oleh suatu tembok, ia akan mencari celah untuk menembus tembok tersebut.Dengan berbagai bentuk dampak yang dapat ditimbulkan karena adanya celah-celah dalam hukum yang itu dapat menimbulkan hal negatif dalam penegakkan hukum nasional di Indonesia, maka kami berusaha menuangkannya dalam bentuk
karya tulis ini yang bertujuan untuk menggali lebih dalam dampak adanya celah-celah dalam hukum tentunya melalui kajian hukum progresif dan juga mencoba memmberikan solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh adanya celah-celah hukum tersebut.Kata kunci : aparat hukum, celah-celah hukum, penegakan hukum, pasal
keranjang sampah
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT limpahan rahmat dan berkah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul ”Menutup Celah-Celah
Hukum Dalam Sistem Peradilan Indonesia : Suatu Kajian Dalam Kacamata
Hukum Progresif”.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ini dapat terlaksana dengan baik
atas bantuan dan dukungan banyak pihak sehingga penulis dengan segala
kerendahan hati mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian karya tulis ini, terutama kepada :
1. Drs. Sartono Sahlan, MH., selaku Dekan Fakultas Hukum yang telah
memberikan izin pada penulis untuk membuat karya tulis
2. Dra. Martitah, M.Hum selaku Pembantu Dekan III bidang Kemahasiswaan
Fakultas Hukum yang telah memberikan motivasi serta izin pada penulis
untuk membuat karya tulis ini.
3. Ali Masyhar, SH. MH., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing,
mengarahkan, serta memotivasi penulis dalam pembuatan karya ilmiah tulis
ini.
4. Ayah Bunda serta seluruh teman-teman yang senantiasa memberikan
semangat serta motivasi yang luar biasa kepada penulis baik dalam suka
maupun duka.
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Tak lupa penulis mohon maaf apabila nantinya dalam penulisan karya tulis ini ada
kekurangan dan kesalahan itu semua semata-mata dari penulis sendiri sebagai
manusia tempatnya salah dan lupa
Semarang,
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL................................................................................................................... i PENGESAHAN..................................................................................................... iiABSTRAK...……………………………………………………………………. .iiiKATA PENGANTAR........................................................................................... ivDAFTAR ISI......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1A. Latar Belakang........................................................................................... 1B. Rumusan Masalah...................................................................................... 4C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 4D. Manfaat Penulisan..................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4A. Pengaturan dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia.................................... 4B. Berlakunya hukum di masyarakat............................................................. 6C. Hukum Progresif........................................................................................ 5
BAB III METODE PENULISAN......................................................................... 8A. Metode Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian.......................................... 8 B. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 9C. Metode Penyajian dan Analiisis Data........................................................10
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................11A. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Celah-celah Hukum dalam Sistem
Penegakkan Hukum di Indonesia............................................................. 11B. Akibat yang Ditimbulkan dari Adanya Celah-celah Hukum....................14C. Kiat-kiat Yang Dilakukan Sebagai Suatu Solusi Cerdas Untuk Menutup
Celah Hukum Yang Ada…………………………………………………
BAB V PENUTUP ...............................................................................................19A. Kesimpulan............................................................................................19B. Saran.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20BIODATA PENULIS........................................................................................... vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita mengulas tentang sistem hukum di Indonesia, dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, khususnya dalam tataran penegakan hukum (law
enforcement), maka dalam pikiran kita akan timbul beberapa pertanyaan yang
bersifat teoritis. Hukum modern yang bercirikan sebuah rasionalitas, otonom,
tertutup yang mengkristal dalam doktrin Rule of Law bukanlah nilai universal
yang bisa berlaku di ladang negara-negara yang tidak memiliki sejarah sama
dengan Eropa tempat kelahirannya dan apabila kita mengkajinya lebih dalam,
serta menghadapkan hal ini dengan masa-masa seperti sekarang maka tak salah
apabila kemudian timbul beberapa pertanyaan seperti, ‘apa’ (what), ‘untuk
siapa’(for whom), ‘bagaimana’(how).
Aspek pertama adalah what. Sebenarnya apa yang dinamakan hukum itu? Bagi
rakyat kecil, interpretasi dari hukum, tak lain adalah suatu perangkat aturan yang
suatu saat dapat membelokkan arah keadilan. Tetapi lain halnya dengan mereka
yang disebut sebagai kalangan elit, bagi mereka hukum adalah suatu perangkat
aturan yang dapat dibeli dengan materi yang mereka miliki.
Pada aspek kedua ialah for whom. Dalam kajian ini, sebenarnya hukum yang ada
di Indonesia sebenarnya ditujukan kepada siapa? Apakah hanya orang-orang
tertentu yang bisa mendapatkan keadilan, sehingga keadilan bersifat subyektif?
Lantas, apakah hal itu dilakukan dengan mengesampingkan dan melukai rakyat?
Dalam praktek ketatanegaraan kita, sudah bukan menjadi suatu rahasia umum lagi
bahwasanya suatu teori hukum tidak akan dapat diterapkan, manakala hal itu
dihadapkan pada praktek yang ada, begitupun demikian dengan praktekpenegaka
hukum di negara kita.
Dalam kajian ketiga adalah how. Bagaimanakah suatu proses peradilan
sesungguhnya di negara kita? Dari hal ini, kita dapat mengkritisi, apakah jalannya
suatu proses peradilan dilakukan secara transparan atau tidak. Sehingga
diharapkan dengan ketransparansiannya, masyarakat luas dapat mengerti atau
mengetahui seberapa jauh daya efektifitas hukum itu sendiri bagi masyarakat.
Tengok saja wacana tentang suatu proses perkara korupsi yang dilakukan kepala
desa, kepala dinas, atau pimpinan proyek, maka dengan cepat kasusnya akan
ditangani, yang lebih mengejutkan lagi mereka dijatuhi hukuman yang hampir
sama dengan dengan para pelaku korupsi yang nilainya jauh lebih besar. Berbeda
dengan mereka yang tergolong kaum elit, seperti misalnya apabila seorang
menteri, anggota legislatif, sampai kepada elit politik, maka system peradilanpun
menjadi sangat lamban dan terkesan ditutup-tutupi. Bahkan ada indikasi kalau
peradilannya dibuat selamban mungkin, maka masyarakat akan lupa dan
cenderung diberi label (labeling theory) sedang dilakukan pendalaman, atau
pengumpulan data, ataupun dengan alasan masih kurangnya alat bukti.
Sungguh ironis memang hukum yang seharusnya berpihak pada keadilan justru
dapat bertolak belakang dengan nilai-nilai keadilan yang ada, sehingga apabila
ditarik suatu benang merah, maka akan ditemukan suatu kesimpulan bahwa,
hukum di Indonesia masih memiliki celah-celah yang dapat dengan mudah
disusupi oleh kepentingan pihak yang tidak bertanggung jawab. Apabila hal ini
dihadapkan oleh suatu konsep tentang hukum progressif yang dipopulerkan oleh
seorang Guru Besar Emeritus Universitas Dipenogoro, Prof. Satjipto Rahardjo,
yang dimaksud hukum progresif, yaitu melakukan pembebasan, baik dalam cara
berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum
itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan
kemanusiaan. Beranjak dari asumsi bahwa hukum itu bukan hanya tatanan
determinatif yang sengaja dibuat (rule making), tetapi dalam kehidupannya
hukum mengalami benturan, kelokan dan terantuk-antuk, sehingga untuk
mencapai tujuannya yang tertinggi perlu dilakukan terobosan-terobosan (rule
breaking). Yang dimaksud dengan hukum progresif dan paradigma yang
menopangnya, yaitu: Pertama hukum adalah untuk manusia, bukan manusia
untuk hukum. Nilai ini menempatkan bahwa yang menjadi titik sentral dari
hukum bukanlah hukum itu sendiri, melainkan manusia. Bila manusia berpegang
pada keyakinan, bahwa manusia ada untuk hukum, maka manusia itu akan selalu
diusahakan, mungkin juga dipaksakan, untuk bisa masuk ke dalam skema-skema
yang telah dibuat oleh hukum. Sebaliknya, pandangan yang menyatakan bahwa
hukum adalah untuk manusia senada dengan pandangan antroposentris yang
humanis dan membebaskan.
Kedua, hukum progresif menolak untuk mempertahankan status quo dalam
berhukum. Mempertahankan status quo berarti mempertahankan segalanya, dan
hukum adalah tolak ukur untuk semuanya. Pandangan status quo itu sejalan
dengan cara positivistik, normatif dan legalistik. Dalam arti, sekali undang-
undang menyatakan atau merumuskan seperti itu, kita tidak bisa berbuat banyak,
kecuali hukumnya diubah terlebih dahulu. Status quo yang dipertahankan lewat
asas kepastian hukum tidak hanya membekukan hukum, tetapi juga berpotensi
besar membekukan masyarakat.
Ketiga, hukum progresif memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku
manusia dalam berhukum. Perilaku di sini dipengaruhi oleh pengembangan
pendidikan hukum. Selama ini pendidikan hukum lebih menekankan penguasaan
terhadap perundang-undangan yang berakibat terpinggirkannya manusia dalam
hukum. Sembilan puluh persen lebih kurikulum pendidikan hukum kini
mengajarkan tentang teks-teks hukum formal dan tata cara
mengoperasionalkannya
Biarkan hukum mengalir secara jelas dipengaruhi oleh hipotesa Karl Ranner yang
menyatakan agar hukum itu dibiarkan mencari dan menemukan jalannya sendiri
secara progresif, “the development of the law gradually works out what is socially
reasonable”. Di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara
yuridis kepentingan masyarakat atau dikala penerapan hukum mematahkan
pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan
sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Ibarat air,
ketika dibendung oleh suatu tembok, ia akan mencari celah untuk menembus
tembok tersebut.
Sehingga untuk menempuh suatu hukum yang progresif, paling tidak kita harus
benar-benar mau untuk mengkaji secara efektif ketiga aspek diatas, dan melihat
hukum sebagai perangkat yang obyektif, serta tidak hanya mengandalkan
peraturan perundang-undangan sebagai satu-satunya pegangan dalam
memutuskan suatu perkara.
Namun dalam prakteknya, celah-celah yang ada dalam hukum tidak hanya sebatas
apa yang digambarkan pada pemaparan diatas, kita harus menyadari banyak
celah-celah yang masih terbuka bagi mafia-mafia peradilan yang siap untuk
merusak tatanan hukum yang sudah sekarat.
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan-permasalahan yang akan dibahas berdasar pemaparan latar
belakang diatas adalah:
1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab timbulnya celah-celah hukum
yang dapat dimanfaatkan oleh mafia peradilan dalam sistem penegakan
hukum di Indonesia?
2. Permasalahan yang seperti apa, ketika muncul celah-celah hukum dalam
sistem penegakan hukum di Indonesia?
3. Solusi yang bagaimana yang digunakan sebagai penutup celah-celah hukum
dan gerak para mafia peradilan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah:
1. Mendapatkan suatu gambaran tentang realitas penegakan hukum dalam
sistem peradilan di Indonesia;
2. Memahami tentang suatu dampak adanya celah-celah hukun dalam sistem
penegakan hukum di Indonesia;
3. Mendapatkan suatu titik tengah (equilibrium point) dalam hal realitas
penegakan hukum di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran dalam
hal penciptaan iklim penegakan hukum yang sesuai dengan jiwa dari hukum
progresif. Selain itu, penulisan ini diharapkan dapat memberikan suatu
sumbangsih bagi realitas penegakan hukum di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengaturan dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa
berisikan suatu perintah, larangan atau ijin untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan
masyarakat. (Surojo Wignyodipuro, SH.). Indonesia merupakan Negara hukum
segala seluk-beluk kehidupan masyarakatnya telah diatur dalam bermacam-
macam aturan yang telah dibuat pemerintah.
Indonesia memiliki perangkat aparat yang memiliki tugas mengatur secara
langsung hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang bertujuan untuk mencapai
apa yang dicita-citakan melalui hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan ketertiban.
Perangkat itu adalah jaksa, hakim, polisi, dan lembaga-lembaga yang memegang
fungsi yuridis lainnya.
Dalam masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang
ideal dan yang actual, antara yang standard an yang praktis. Standar dan nilai-nilai
dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai factor yang menentukan tingkah
laku individu. Apabila membicarakan efektivitas hukum dalam masyarakat
Indonesia berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan/atau
memaksa warga masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektivitas hukum berarti
mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara
yuridis, sosiologis, dan filososfis.
Memandang hukum yang berlaku di Indonesia ketika dihubungkan dengan
masyarakat yang diaturnya memang cukup sulit apalagi berbenturan dengan
norma-norma yang tercipta dalam masyarakat. Rakyat Indonesia yang selalu
mengikuti perkembangan zaman seperti era globalisasi sekarang, kadang tidak
diimbangi dengan aturan hukum yang stagnan atau diam di tempat dan justru ini
membuat masyarakat Indonesia sulit untuk berkembang. Sebagai contoh saat ini
kita memiliki Kitab Undang-Undang baik itu Perdata maupun Pidana yang
merupakkan peninggalan zaman nenek moyang, padahal di Negara asalnya
Belanda Kitab itu bahkan telah diubah berkali-kali. Ini artinya di Indonesia antara
hukum dengan masyarakatnya tidak sejalan atau sinergis oleh karenanya kita
membutuhkan formulasi yang tepat, untuk dapat merubah tatanan kita dalam
berhukum.
B. Berlakunya hukum di masyarakat
Salah satu pendapat yang sampai kini masih sering dikutip sebagai suatu
model adalah dari Savigny yang mengatakan bahwa antara hukum dan keaslian
serta watak rakyat terdapat suatu pertalian yang organis. Tali yang
mempersatukan keduanya sehingga menjadi suatu kesatuan adanya kepercayaan
yang sama dari seluruh rakyat serta sentiment yang sama pula tentang apa yang
merupakan keharusan, yang semua itu menolak adanya gagasan yang bersifat
aksidental dan arbitrer (Satjipto Rahardjo,1980:105). Begitu juga dengan
pembuatan suatu produk hukum yang mengikatkan diri individu-individu dalam
suatu masyarakat. Hukum dilihat sebagai karya manusia, maka pembicaraannya
juga sudah harus dimulai sejak pembuatan hukum. Jika masalah pembuatan
hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai
suatu lembaga sosial, maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai suatu fungsi
kemasyarakatnya.
Perlu dianalisa secara lebih mendalam tentang model kemasyarakatan
dalam pembuatan hukum. Chambliass dan Seidman membuat perbedaan antara
dua model masyarakat, yakni :
Pertama, masyarakat yang mempunyai basis kesepakatan akan nilai-nilai
(value concensus). Model masyarakat yang pertama berdasarkan pada basis
kesepakatan akan nilai-nilai (value concensus). Masyarakat yang demikian itu
akan sedikit sekali mengenal adanya konflik-konflik atau tegangan di dalamnya
sebagai akibat dari adanya kesepakatan mengenai nilai-nilai yang menjadi
landasan kehidupannya. Tidak terdapat perbedaaan diantara para anggota
masyarakat mengenai apa yang seharusnya diterima sebagai nilai-nilai yang harus
dipertahankan di dalam masyarakat. Unsur-unsur yang menjadi pendukung
kehidupan sosial disitu dapat terangkum dalam satu kesatuan yang laras (well
integrated). Di dalam masyarakat yang demikian itu maka masalah yang dihadapi
oleh pembuat hukum hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku
didalam masyarakat itu pembuatan hukum disitu merupakan pencerminan nilai-
nilai yang disepakati oleh warga masyarakat.
Berlainan halnya dengan model yang pertama itu, mayarakat kedua
adalah masyarakat dengan model konflik, disini bukanlah kemantapan dan
kelestarian yang menjadi tanda ciri masyarakat, melainkan perubahan serta
konflik-konflik sosial. Berlawanan dengan yang pertama, dimana berdirinya
masyarakat bertumpu pada kesepakatan para warganya, maka pada model yang
kedua ini masyarakat dilihat sebagai suatu perhubungan Perubahan dan konflik-
konflik disini merupakan kejadian yang umum. Berbeda dengan pembuatan
hukum pada model yang pertama, maka disini kita tidak dapat mengatakan, bahwa
pembuatan hukum adalah penetapan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat.
Nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat berada dalam situasi konflik satu
sama lain, sehingga keadaan ini juga akan tercermin dalam pembuatan hukumnya.
Dari uraian diatas, dapat terlihat betapa rumitnya pembuatan hukum
yang dalam proses awal pembuatannya saja membutuhkan pemetaan masyarakat
yang jelas dan akurat sehingga dapat memberikan social engeenering yang baik
dan mampu memanifestasikan rasa keadilan.
Kebijakan publik yang kemudian menjadi ketentuan mengikat dan tetap
yang baik harus terdapat tiga hal pokok, yakni pertama adalah didalamnya ada
aturan hukum atau peraturan yang legitimate. Kemudian yang kedua adalah aspek
prosedural yang harus diikuti, yaitu mulai dari tatanan pembuatannya hingga
implementasinya harus melalui prosedur atau aturan main yang telah ada, dan
tidak boleh menyimpang dari prosedur yang sudah ada. Terakhir yang ketiga
adalah adanya substansi yang betul-betul memihak pada kepentingan publik. Dari
ketiga prinsip tersebut dapat dilihat bagaimana hukum dan kebijakan publik itu
terdapat pertalian yang sangat erat. Bahkan bisa diartikan bahwa hukum adalah
kebijakan publik yang berlaku dalam sebuah wilayah hukumnya.
B. Hukum Progresif
Teori Hukum Progresif, tidak lepas dari gagasan Profesor Satjipto Rahardjo yang
galau dengan cara penyelenggaraan hukum di Indonesia. Meski setiap kali
persoalan-persoalan hukum muncul dalam nuansa transisi, namun
penyelenggaraan hukum terus saja dijalankan layaknya kondisi normal. Pemikiran
hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan
filosofi tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum.
Hukum bukanlah merupakkan institusi yang lepas dari kepentingan manusia.
Mutu hukum, ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan
manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut ‘ideologi’; hukum yang
pro keadilan dan hukum yang pro rakyat.
Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum
progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan melainkan pada
kreativitas pelaku hukum yang mengaktualisasi hukum dalam ruang dan waktu
yang tepat. Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan
melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus
menunggu perubahan peraturan.
BAB III
METODE PENULISAN
Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat tentang permasalahan
yang dibahas sehingga hasilnya memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada semua pihak perlu diadakan kajian-kajian dan penelitian serta pengamatan
terhadap objek penelitian. Oleh karena itu diperlukan metode-metode yang tepat
dan sesuai dengan apa yang dilakukan dalam memperoleh data-data baik secara
kualitas maupun kuantitas.
Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan
dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai
sebagai upaya dalam bidang Ilmu Pengetahuan yang dijalankan untuk
memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis
untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2004 : 24)
Maka dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah sebagai
berikut:
A. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini
tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau
hipotesis, tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. (Bogdan dan
Taylor dalam Moleong, 1990 : 3)
Metode penelitian kualitatif ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan langsung antara peneliti dengan respondendan lebih peka serta lebih
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola – pola nilai yang dihadapi. Analisis yang digunakan metode ini
adalah analisis data secara induktif yang dapat membuat hubungan peneliti
responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akontable. Selain itu analisis ini
dapat memperhitungkan nilai – nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur
analitik.
Penelitian kualitatif memberi batasan dalam penelitiannya atas dasar
fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian. Penetapan fokus sebagai
masalah penelitian penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian,
sehingga peneliti dapat menemukan lokasi penelitian.
Selain itu penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasnnya sendiri dan berhubungan dengan orang – orang
tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.
B. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu proses dimana peneliti mencari data
yang dibutuhkan guna menunjang penelitian yang tengah dikerjakan. Kegiatan
pengumpulan data ini penting sekali karena kegiatan ini mencari data dari
berbagai sumber yang dianggap berkompeten untuk menunjang hasil penelitian
yang dikehendaki dan menghasilkan data yang valid dan dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya.
Untuk itu maka diperlukan penyusunan instrumen pengumpulan data dan
penanganan yang serius agar diperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya
yaitu pengumpulan variabel yang tepat.
Berdasar pendekatan yang dipergunakan dalam memperoleh data, maka teknik
pengumpulan data yang dipergunakan adalah :
a. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumentasi dibedakan menjadi dua (Irawan
Soehartono, 2000:70), yaitu:
1. Dokumentasi primer, jika dokumentasi ini ditulis oleh orang yang langsung
mengalami suatu peristiwa
2. Dokumentasi skunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang
selanjutnya ditulis oleh orang lain.
Dokumentasi bisa berupa buku harian, surat kabar,transkip, tesis,
desertasi, majalah, laporan, catatan kasus (case records), dan dokumen lainnya
b. Observasi
memberikan data khususnya data kualitatif. Pengamatan tersebut
disesuaikan dengan tema yang Dalam penelitisn ini, penulis berusaha mengamati
objek-objek yang dapat dimbil sehingga data yang diperoleh merupakan data yang
valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
C. Metode Penyajian Data
Data-data yang telah terkumpul, baik data kualitatif maupun kuantitatif
diklasifikasikan sesuai dengan jenis-jenis datanya. Setelah itu hasil penelitian
disusun secara sistematis dan runtut dengan menggunakan metode induktif, yaitu
dengan berdasarkan pada kajian-kajian pesoalan yang bersifat khusus untuk
mengambil dasar-dasar pengetahuan yang bersifat umum. Kesimpulan akan
ditarik sebagai jawaban atas permasalahan yang ada.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Celah-celah Hukum dalam Sistem
Penegakkan Hukum di Indonesia
Suatu kajian terhadap suatu sistem peradilan (kita), memang selalu memberikan
magnet tersendiri dalam dunia penegakkan hukum (law enforcement) di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh bentangan kajiannya yang begitu luas, mulai
dari hal-hal yang bersifat teknis yudikatif, kenegaraan, mafia peradilan, bahkan
sampai kepada hal-hal yang bersifat abstrak filosofis seperti rasa penghormatan
masyarakat terhadap lembaga peradilan yang ada.
Dalam hal ini, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa realitas penegakkan hukum di
Indonesia masih diwarnai dengan adanya celah-celah yang teradapat dalam dunia
penegakkan hukum. Polisi di semua kepangkatan, tidak terkecuali di jajaran
Mabes Polri; Jaksa disemua tingkatan, tak terkecuali di jajaran Kejaksaan Agung;
serta Hakim disemua lini, tidak terkecuali dijajaran Mahkamah Agung, rata-rata
sudah terkontaminasi politik nista mafia peradilan (Deny Indrayana: Mengurai
Benang Kusut Mafia Peradilan, 2006). Dalam hal ini, tentunya kita sepakat
bahwa semua berawal dari adanya suatu celah-celah yang ada dalam sistem
penegakkan hukum itu sendiri, sehingga mengakibatkan adanya praktek-praktek
seperti halnya mafia peradilan yang dapat terjadi dimana saja.
Dalam hal ini, kami mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Lawrence
Freadman tentang sistem hukum yang dibagi menjadi tiga bentuk sub sistem yaitu
substansi, struktur, dan kultur, kedalam pokok pembahasan ini. Dari ketiganya,
kami mengaplikasikan kedalam pokok bahasan ini. Dimana adanya celah-celah
hukum disebabkan oleh tiga faktor. Pertama adalah faktor substansinya, dalam
hal ini adalah regulasi atau peraturan-peraturan yang mengatur. Kedua adalah
struktur dari para aparat penegak hukumnya. Dalam hal ini kami lebih
memandang faktor dari personalnya, yaitu mentalitas dan moralitas dari aparat
penegak hukumnya. Ketiga adalah adanya kultur dari masyarakatnya, yang justru
lebih cenderung untuk menimbulkan suatu celah dalam dunia penegakkan hukum
di Indonesia.
Pada kajian yang pertama, mau tidak mau kita mengakui bahwa banyak regulasi
dalam peraturan perundang-undangan kita yang bersifat fiktif, atau dengan kata
lain suatu regulasi yang menjelma menjadi pasal-pasal keranjang sampah. Dengan
terdapatnya pasal-pasal keranjang sampah tersebut, maka dalam hal ini akan dapat
timbul adanya suatu multi tafsir dan multi interpretasi. .
Namun bagaimanapun juga, potret buram penegakkan hukum di Indonesia sudah
bukan menjadi suatu rahasia umum dikalangan masyarakat nasional, bahkan
internasional. Hal ini merupakan sebuah gambaran mengenai betapa carut
marutnya culture hukum kita. Hukum dan undang-undang tidak berdiri sendiri. Ia
tidak sepenuhnya otonom dan mempunyai otoritas absolut. Sehingga apabila kita
menyoroti kehidupan hukum suatu bangsa hanya dengan menggunakan tolok ukur
undang-undang, maka hasil yang akan kita peroleh tidak akan memuaskan.
Artinya kita tidak akan mendapatkan suatu gambaran yang sebenarnya tentang
keadaan hukum dalam masyarakat itu sendiri, jika hanya terpaku pada sistem
regulasinya saja (Satjipto Rahardjo, Budaya Hukum Indonesia).
Dalam suatu teori hukum modern, sudah menjadi sebuah trade mark, bahwasanya
hukum itu ialah sebuah konstitusi tertulis dan dibuat dengan sengaja oleh manusia
purposive human action (Trubek, 1972). Sehingga dalam teori ini, aparat penegak
hukum begitu terpatri dan seolah-olah mengagungkan konstitusi tertulis. Parahnya
lagi, hal ini juga dianut oleh sistem hukum bangsa kita. Sebuah penelitian yang
berlandaskan pendapat dari Satjipto Rahardjo yang mengemumakakan bahwa
hanya dalam prosentase kecil, juris kita yang tidak menjadikan undang-undang
sebagai ‘panduan’ hidupnya, tentunya kita sepakat bahwa mereka adalah para
juris yang memiliki konsep pemikiran tentang hukum progresif. Selanjutnya
dalam prosentase yang lebih besar, banyak dari para juris kita yang hanya menjadi
terompet undang-undang saja, yang setiap saat akan dibunyikan gaungnya
keseluruh penjuru negeri. Bagaimanpun juga, yang harus diberi penekanan disini
ialah, hukum merupakan suatu produk politik. Tentunya juga dengan produk
hukumnya yaitu undang-undang. Dimana dalam undang-undang pasti disusupi
oleh kepentingan-kepentingan dari berbagai pihak. Sehingga tak jarang, banyakm
terdapat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Padahal, apabila kita mau untuk mengakui dan mengamati gejala sosial yang ada
didalam masyarakat. Banyak pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan
kita yang hanya menjadi pasal keranjang sampah. Artinya, pasal-pasal tersebut
tidak memiliki daya efektivitas dalam masyarakat, serta dapat menimbulkan
kemungkinan adanya salah tafsir dalam menginterpretasikan pasal-pasal yang
bersangkutan.
Ambil saja contoh salah satu pasal dalam pasal 335 ayat (1) ke-1, KUHP
(Wetboek van Strafrecht) yang tertulis:
Diancam dengan pidana paling lama satu tahun atau denda paling banyak tiga
ratus rupiah:
Ke-1: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan
memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang
tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perbuatan yang tak menyenangkan,
baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Dari bunyi pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa pasal tersebut adalah pasal
keranjang sampah. Hal ini dapat dilihat dari kalimat “maupun perlakuan yang
tidak menyenangkan”. Apa yang dimaksud dengan perlakuan yang tidak
menyenangkan? Didalam KUHP kita, tidak terdapat perumusannya. Sehingga hal
ini dapat menimbulkan adanya multi tafsir dan multi interprestasi. Sebagai contoh
adalah, apakah suatu perbuatan menghina, mengumpat, memukul, menendang,
dan sebagainya, merupakan suatu alasan untuk dikatagorikan sebagai perbuatan
yang tidak menyenangkan? Tentunya dalam pasal ini, tidak diketahui batasan-
batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan perbuatan tidak
menyenangkan itu sendiri.
Contoh yang lain adalah Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan
Pornoaksi (RUU APP). Dalam draft ini, banyak sekali terdapat pasal-pasal
keranjang sampah yang ada didalamnya. Apa yang dimaksud dengan pornografi
ataupun pornoaksi, disini tidak ditentukan batasannya. Sehingga dalam hal ini,
RUU ini akan memberikan suatu dampak yang sama dengan pasal 335 KUHP
diatas, yaitu menimbulkan adanya multi tafsir dan multi interpretasi.
Salah satu peranan hukum dalam kajian hukum dan masyarakat ialah hukum yang
berfungsi sebagai engineering social (hukum sebagai sarana rekayasa). Menilik
pendapat Roscoe Pound mengenai teorinya tentang enam langkah yang harus
dilakukan dalam mewujudkan hukum sebagai sarana perubahan sosial , yakni:
1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-
ajaran hukum;
2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan peraturan
undang-undang umtuk mempelajari pelaksanaanya dalam masyarakat,
serta efek yang ditimbulkan, umtuk kemudian dijalankan;
3. Melakukan studi tentang bagaimana suatu peraturan hukum dapat berlaku
efektif;
4. Memperhatkan sejarah hukum;
5. Melakukan penyelesaian individu secara nalar;
6. Mengusahakan secara lebih efektif agar tujuan-tujuan hukum tercapai.
Dalam pendapat yang dikemukakan Pound, adalah pada poin ke tiga kami
memberikan suatu penekanan disini. Dalam arti, pada ajaran hukum yang
berlandaskan teori sosiologis, melakukan studi tentang bagaimana suatu peraturan
hukum dapat berlaku efektif didalam masyarakat merupakan suatu kajian yang
sangat bermanfaat. Jadi bukan hanya para legislator membuat sebuah peraturan
yang ujung-ujungnya hanyalah peraturan dengan seonggok pasal-pasal keranjang
sampah.
Pada kajian yang kedua, adalah mengenai struktur dari aparat penegak hukum di
Indonesia. Dalam hal ini, kami lebih memandang tentang mentalitas dan moralitas
para aparat penegak hukumnya yang suatu saat dapat menjadi sebuah bumerang
bagi penegakkan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak? Aparat yang seharusnya
menjaga, melindungi, serta mengayomi masyarakat, justru berbalik arah dengan
melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan kode etik sebagai seorang aparat
penegak hukum. Apabila hal ini terjadi, maka bukan tidak mungkin masyarakat
memiliki penilainnya sendiri terhadap kinerja para aparatur penegak hukum. Dan
akhirnya terdapat suatu rasa ketidakpercayaan terhadap peranan dari para
punggawa masyarakat.
Pada kajian ketiga adalah tentang kultur masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini
kami memandang bahwa masyarakat memiliki peranan dalam terciptanya suatu
celah dalam penegakkan hukum di Indonesia. Banyaknya anggota masyarakat
yang lebih cenderung untuk memilih suatu jalan yang tidak sesuai dengan
peraturan yang ada, akan lebih mendorong aparat penegak hukum di Indonesia
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela juga, yang kemudian ujung-
ujungnya adalah mereka mencoba untuk menyiasati sejumlah peraturan yang ada
untuk menimbulkan berbagai macam celah dalam penegakkan hukum di
Indonesia, hanya demi kepentingan perut mereka sendiri.
B. Akibat yang Ditimbulkan dari Adanya Celah-celah Hukum
Suatu kajian mengenai faktor penyebab adanya celah-celah hukum dalam sistem
penegakkan hukum di Indonesia, akan membawa kita kearah dampak-dampak
yang timbul dari permasalahan diatas. Berdasarkan uraian diatas dijelaskan,
bahwa penyebab timbulnya celah-celah hukum dalam sistem penegakkan hukum
Indonesia disebabkan oleh tiga faktor substansi, mentalitas dan moralitas aparat
penegak hukumnya, serta kultur masyarakatnya.
Namun apabila ditarik sebuah benang merah, faktor-faktor tersebut akan bermuara
pada satu titik, yaitu sebuah preseden buruk bagi penegakkan hukum di Indonesia.
Adanya korupsi hampir disemua lembaga pemerintahan, bergaungnya mafia
peradilan, bahkan sampai kepada kasus-kasus yang langsung bersinggungan
dengan masyarakat sebagai obyeknya, merupakan contoh-contoh dari akibat
munculnya celah-celah hukum dalam sistem penegakkan hukum kita.
Tak dapat dipungkiri lagi, banyak kasus korupsi yang terjadi dalam negeri ini.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Transparancy International pada
tahun 2000, Indonesia mendapatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 1,7. Dalam
kajian ini, semakin kecil IPK (mendekati nol), maka suatu negara dianggap
semakin korup. Maka apabila meninjau dari ‘hasil’ yang telah dicapai Indonesia,
hal ini merupakan pukulan yang sangat menyakitkan bagi bangsa ini.
Karena dengan IPK yang diraih bangsa ini, maka dapat dikatakan bahwasanya
bangsa kita merupakan bangsa yang korup. Sedangkan IPK pada tahun 2005
adalah 2,2. Dari fakta ini maka dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa selama
kurun waktu tahun 2000-2005, pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami
perbaikan. Namun hal ini tidaklah jauh lebih baik dari hasil yang dicapai oleh
negara-negara lain. Kemiskinan, kelaparan, tindak kriminal, kebodohan,
merupakan contoh konkret yang sering terjadi akibat adanya korupsi-korupsi yang
merajalela.
Dalam kajian mengenai adanya praktek-praktek mafia peradilan, tentunya hal ini
sangat mengagetkan kita. Lembaga peradilan yang selama ini kita anggap sebagai
sebuah tempat yang suci, terbebas dari pengaruh kekuasaan (independent),
mandiri, justru dibalik tabir itu terdapat kebobrokan, kebusukan, kemunafikan,
yang sangat luar biasa yang diwakili dengan adanya mafia peradilan. Bahkan
dalam sebuah headline sebuah koran nasional menuliskan “Mafia Hancurkan
Peradilan” (Kompas, 29/4/06). Dalam tulisan singkat ini sebenarnya menegaskan
bahwa yang dihancurkan bukan hanya lembaga peradilanya semata, melainkan
juga seluruh bangsa ini. Kemandulan fungsi dasar hukum dengan memberi
promosi kepada perilaku buruk-rupa, dan justru menjatuhkan sebuah sanksi
kepada tingkah laku baik-budi, akan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan
masyrakat. Sehingga menimbulkan suatu tertib hukum yang hilang, keadilan yang
lenyap. Itulah akibat paling nyata dari adanya praktek mafia peradilan (Deny
Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Ali, Zainuddin, Prof. Dr. 2006. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Azizy, Qodri, Prof. Dr. dkk. 2006. Menggagas Hukum Progresif Indonesia.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Gie, Kwik Kian. 2006. Pikiran yang Terkorupsi, Jakarta: Kompas
Rahardjo, Sajipto, Prof. Dr. 2006. Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta:
Kompas
Rahardjo, Satjipto, Prof. Dr. 2006. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas
Kartono, Kartini. Dr. 1999. Patologi Sosial, Jilid 1. Edisi Baru. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Mardalis, Drs. 2004. Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:
Bumi Aksara
Moeljatno, 1987, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
Muladi dan Barda Nawawi A, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung.
Nitibaskara, Tb. Ronny R, 2001, Ketika Kejahatan Berdaulat : Sebuah
Pendekatan Kriminologi, Hukum dan Sosiologi, Peradaban, Jakarta.
Nawawi Arief, Barda, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti, Bandung.
www. Kompas. Com
www. Pikiran Rakyat.com
CURRICULUM VITAE
Nama : Benny SumardianaNama Panggilan : Benny
TTL : Kuningan, 06 Oktober 1987Alamat : Jl. Dahlia No. 46 RT 05/RW V Gandasuli, Kabupaten
Brebes 55212Pekerjaan : MahasiswaE-mail : [email protected]. HP : 0856404*****Alamat Sementara : Nevada Kos Gg. Mangga Kel. Sekaran Gunungpati
Semarang
Pengalaman Organisasi: - Presiden BEM Fakultas Hukum UNNES 2008-2009 - Ketua Umum LSM FORMAPERA Brebes 2007-…..
- Wakil Ketua BEM FIS UNNES 2007-2008- Sekjend KMDB Wilayah Semarang 2007- Sekjend LSO FIAT JUSTICIA UNNES 2006-2007- Sekretaris Umum HIMA HKn UNNES 2006-2007- PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum
Indonesia)- Koordinator Jurusan KLAIM FIS UNNES- PARAS FIS UNNES- Forum Ilmiah dan Penerbitan Mahasiswa (FIP-M)- Ketua Divisi Rock Climbing STAPALA Brebes
Karya yang pernah dibuat : 1. Mengungkap Dampak Penayangan Berita Kriminal dan Tayangan Kekerasan di Televisi Terhadap Perilaku Anak
2. Reformasi Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Kesusilaan (Menelusuri Fenomena Pornografi Dan Pornoaksi Di Indonesia)
3. Perda Syariah : Merupakkan Tantangan atau Harapan di Indonesia
4. Meningkatkan Kemampuan Pertahanan Guna Mewujudkan Komando Teritorial Yang Kokoh Dalam Rangka Pembangunan Nasional
5. Regulasi Dan Implementasi Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum : Suatu Kajian Sosio-Yuridis
6.Save Our Soil (Monitoring Pelaksanaan Sertifikasi Tanah Dalam Kajian Sosiologis-Yuridis)
7. Menutup Celah-Celah Hukum Dalam Sistem Penegakkan Hukum Di Indonesia : Suatu Kajian Dalam Kacamata Hukum Progresif
Prestasi yang Pernah diraih : - Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa– Pemantau Terakreditasi KPUD Jawa Tengah– Juara I Lomba Debat Publik tingkat Universitas– Finalis LKT Kecinaan tingkat Nasional UMY
di Yogyakarta– Finalis Pertamina Youth Program tingkat
Nasional di Jakarta– Juara I LKTI tingkat Nasional UNEJ di Jember– Pemantau Terakreditasi KPUD Pilkada Salatiga– Pemantau Terakreditasi KPUD Pilkada Jepara– Pemantau Terakreditasi KPUD Pilkada Brebes