BAB I
Pendahuluan
Pada tanggal 5 maret 1999 pemerintah dan DPR Republik Indonesia
melahiran Undang undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Walapun sudah diresmian
pada tahun 1999 namun Undang-undang ini baru berlaku secara efektif
setahun kemudian pada tanggal 5 september 2000. Sejalan dengan
reformasi politis dan ekonomi, Undang- undang ini diharapakan mampu
mendorong gairah persaingan usaha di dalam negeri yang bisa
dikatakan berhenti atau bahkan mundur.
Baik secara langsung maupun tidak langsung kata monopoli sudah
sangat memberikan dampak / kesan buruk bagi masyarakat. Hali ini
disebabkan karena di dalam pengertiannya sendiri moopoli cenderung
ingin menguasai semua di bawah 1 pimpinan / brand guna mendapatkan
hasil yang maksimum dan dapat menentukannya secara suka-suka.
Apalagi produk yang dimonopoli itu produk kebutuhan pimer. Dapat
dipastikan mereka dapat mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
Masyarakat tidak ada pilihan lain kecuali membeli produk monopoli
itu sendiri (Yani Widjaja;1993,3)Perlu diketahui , secara Umum
praktek Monopoli sangat di takuti, terutama pada negara negara yang
mulai memasuki arena perdagangan dunia yang bebas, karena :
1. Monopoli di khawatirkan akan meninggikan harga dan membatasi
jumlah produksi (output ) di bandin dengan pasar dengan
persaingan;
2. Monopoli dianggap punya kemampuan untuk berproduksi pada
suatu tingkat jumlah yang keuntungannya paling besar, dan ini
berarti pendapat dari monopolist diperoleh dengan mengambil tenaga
beli konsumen (masyarakat);3. Monopoli dapat mencegah alokasi
sumber daya ekonomi yang optimal, karena monopolist akan
berproduksi pada tingkat di mana biaya rata-rata paling rendah
(tidak efisien), berbeda dengan pasar persaingan usaha
sempurna;
4. Prakek monopoli menetukan harga jual sepiha, menghambat
perbaikan teknologi, membatasi perusahaan masuk industritersebut
dan karena berkuasa dalam psara monopolist bisa mempermainkan pasar
(Legowo;1996,12)
BAB II
ISI
Konsepsi dan Pengertian Dasar Mengenai Persaingan
UsahaPersaingan Usaha
Dalam konsepsi persaingan usaha, dengan asumsi bahwa faktor yang
mempengaruhi harga adalah permintaan dan penawaran, dengan kondisi
lain berada dalam ceterius paribus, persaingan usaha akan dengan
sendirinya menghasilkan barang atau jasa yang memiliki daya saing
yang palig baik, melalui mekanisme produksi yang efisien dan
efektif, dengan mempergunakan seminimum mungkin faktor-faktor
produksi yang ada. Dalam sistem ekonomi pasar yang demikian,
persaingan memiliki beberapa pengertian :
1. Persaingan menunjukan banyaknya pelaku usaha yang menawarkan
/ memasok barang atau jasa tertentu ke pasar yang bersangkutan.
Banyak sedikitnya pelaku usaha yang menawarkan barang atau jasa ini
menunjukan struktur pasar (market structure) dari barang atau pasar
tersebut.
2. Persaingan merupakan suatu proses di mana masing-masing
perusahaan berupaya memperoleh pembeli /langgan bagi produk yang di
jualnya, yang antara lain dapat dilakukan dengan :
a. Menekan harga
b. Persaingan bukan harga
c. Berusaha secara lebih efisien
Dengan ini sesungguhnya, dari sisi produsen, hakikat yang
diharapkan dari adanya persaingan usaha tersebut adalah tercapainya
low-cost production , atau efisiensi. Agar persaingan usaha di
lingkungan produsen dapat terpelihara dan berjalan dengan baik,
maka di berlakukanlah kebijakan persaingan yang dapat memberikan
sausana yang kondusif untuk menciptakan persaingan yang baik.
Dengan penggunaan kebijakan persaingan yang baik ini diharapkan
dapat mendorong penggunaan sumber daya ekonomi lebih efisien guna
melindungi kepentingan masyarakat. (Legowo;1996,4-6)
A. Persaingan Usaha SehatPersaingan Usaha Sehat adalah adanya
liberalisasi perdangan dunia bebas dan adil (free trade and fair
trade),dimana pangsa pasar suatu komoditi secara ekonomis
semata-semata ditentukan oleh keunggulan komoditi itu sendiri.Dan
pada UU No. 5 Thn 1999 pasal 2 disebutkan bahwa pelaku usaha di
Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan pelaku usaha
dan kepentingan umum.
B. Persaingan Usaha Tidak Sehat Menurut UU No. 5 Thn 1999 pasal
1 ayat 6 disebutkan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur atau melawan hukum atau menghambata persaingan
usaha.
Rujukan Hukum Persaingan usaha adalah untuk memastian bahwa
ekonomi yang berdasarkan pada persaingan usaha, dengan asumsi bahwa
melalui persaingan usaha yang sehat, para produsaen akan berjuang
untuk mencapai kepuasan konsumen melalui produk yang berkualitas,
penciptaan harga yang murah dengan penggunaan sumber-sumber
produksi yang sekecil mungkin (Gelhorn; 1986, 45). Melalui
persaingan yang sehat di antara sesama produsen, konsumen
dimungkinkan memperoleh barang dan jasa yang terbaik, yang sesuai
dengan keinginan dan kemampuannya.
Secara ekonomis, persaingan usaha yang sehat akan memaksimalkan
kesejahteraan konsumen dengan meningkatkan dua hal, yaitu :
1. Alocative efficiency (yaitu membuat barang atau jasa yang
dikehendaki oleh masyarakat, yang di tunjukan oleh kemauan konsumen
untuk membayarnya);
2. Productive efficiency (yaitu menghasilkan barang atau jasa
dengan harga produksi serendah mungkin, yang mempergunakan sumber
daya seminimum mungkin). Dalam rangka menciptkan iklim yang
kondusif bagi persaingan usaha yang sehat, hukum persaingan usaha
bergantung sepenuhnya kepada sistem operasional pasar untuk :a.
Menentukan jenis barang atau jasa yang akan dihasilkan;b. Bagaimana
sumber-sumber daya yang ada tersebut dapat dialoasikan dengan baik
dalam suatu proses produksi; danc. Kepada siapa hasil produksi akan
didistribusikan (Gelhorn;1986, 45-46)Perlu dicatat bahwa meskipun
dikatakan secara makro persaingan usaha yang sehat bertujuan untuk
memaksimalkan kesejahteraan konsumen, tetapi keberadaan persaingan
usaha yang sehat itu sendiri tidak dengan sendirinya menciptakan
distribusi pendapatan yang maksimal. Jadi meskipun persaingan usaha
yang sehat berusaha untuk menciptakan keadilan pada sisi konsumen
dan produsen secara timbal balik, namun persaingan usaha belum
tentu atau tidak menghasilkan keadilan dalam distribusi pendapatan.
Sedangkan yang disebut dengan permintaan adalah jumlah barang atau
jasa yang ingin atau mempu untuk dibeli konsumen. Hubungan antara
harga dan barang / jasa yang diminta konsumen dilukiskan dalam
kurva permintaan. Garis singgung antara kurva permintaan dan
penawaran menghasilkan harga jual bagi produsen atau harga beli
pada konsumen. Hukum persaingan usaha bermaksud untuk menjaga dan
memastikan bahwa harga beli atau harga njual yang sebenarnya
terjadi dipasar tidak berada terlalu jauh dari titik singgung kedua
kurva permintaan dan penawaran tersebut.Tujuan Pembentukan UU No. 5
tahun 1999
Pada pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pembentukan UU ini adalah
untuk :
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasiopnal sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat;
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil;
c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan
usaha.
Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang
atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara
mutlak, tanpa memberikan kesempatan kepada orang lain untuk ikut
ambil bagian. Monopoli diartikan sebagai suatu hak istimewa
(previlege), yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada
akhirnya juga akan menciptakan penguasaan pasar. Pengertian
monopoli dalam Blacks Law Dictionary: Monopoly is a previlege or
peculiar advantage vested in one or more persons or companies,
consisting in the exclusive right (or power) to carry on a
particular business or trade, manufacture a particular article, or
control the sale of the wholesupply of a particular commodity.
Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat
diartikan secara umum terhadap segala tindakan ketidakjujuran atau
menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi atau bentuk
perdagangan dan komersial.Adanya persaingan tersebut mengakibatkan
lahirnya perusahaan-perusahaan yang mempunyai keinginan yang tinggi
untuk mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi perusahaan yang
besar dan paling kaya.
Pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Pemerintah Republik Indonesia dan
DPR, akhirnya mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
dalam suatu Undang-undang, yaitu Undang-undang No. 5 tahun 1999.
Yang Dalam UU tersebut dimaksud dengan Monopoli adalah penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh suatu pelaku atau suatu kelompok pelaku usaha.
Sedangkan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.Perangkat Hukum yang Ada Sebelum Lahirnya UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
NoAturan Perundang-UndanganPasalIsi
1KUH Pidana (W.v.S)Pasal 382 bisLarangan dan ancaman pidana bagi
pihak yang melakukan perdagangan curang
2B.W.Pasal 1365Setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa
kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian
tersebut untuk memberi ganti rugi.
3UU PA No.5 Tahun 1960Pasal 13Monopoli di bidang pertanahan
harus dicegah.
4UU No. 19 Tahun 1992/ UU No.14 Tahun 1997 tentang MerekPasal 81
dan 82Ancaman pidana bagi perbuatan curang dalam pemakaian
merek
5UU No. 5 Tahun 1984 tentang PerindustrianPasal 7 (3)Mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh salah satu kelompok atau
perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat
6UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan TerbatasPasal 104 Ayat
1Mencegah kemungkinan terjadinya monopoli atau yang merugikan
masyarakat akibat penggabungan, peleburan dan pengambil alihan
perusahaan
7UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar ModalPasal 10Melarang adanya
ketentuan yang menghambat adanya persaingan sehat dalam pasar
modal
8UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha KecilPasal 8 (b)Mencegah
pembentukan struktur pasar pasar yang dapat melahirkan persaingan
yang tidak wajar dalam bentuk monopoli, oligopoli, dan monopoli
yang merugikan usaha kecil.
9Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan TerbatasPasal
4(1b)Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perusahaan, hanya
dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan
persaingan sehat
10Peraturan Pemerintah (PP) No. 70 Tahun 1992 tentang Bank
Umum.Pasal 15 (1)Merjer dan konsolidasi hanya dapat dilakukan
setelah ada izin dari Menkeu.
Akan tetapi, dalam upaya menciptakan iklim persaingan yang
sehat, ternyata masih belum ada putusan pengadilan Indonesia
mengenai perbuatan curang yang dibuat berdasarkan gugatan perdata
atas dasar Pasal 1365 B.W. atau perkara pidana yang menggunakan
Pasal 382 bis KUH Pidana. Yurisprudensi yang ada hanyalah
perkara-perkara merek dagang sehingga yurisprudensi di bidang
persaingan curang dan monopoli usaha dalam rangka untuk mengatasi
kelemahan aturan prundang-undangan yang berlaku melalui kearifan
hakim sejauh ini belum pernah ditemukan.Hal tersebut memperlihatkan
bahwa penegak hukum memiliki pemahaman yang terbatas dalam memahami
aspek-aspek di luar hukum. Akibat dari kelemahan penagak hukum maka
praktek-praktek monopoli sampai saat ini masih serin terjadi dan
secara terus menerus merugikan masyarakat.Secara umum, materi dari
Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang
terdiri dari :1. perjanjian yang dilarang.2. kegiatan yang
dilarang.3. posisi dominan.4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha5.
penegakan hukum6. ketentuan lain-lainDapat dipahami mengapa dalam
pasar bebas harus dicegah penguasaan pasar oleh satu, dua, atau
beberapa pelaku usaha saja (monopoli dan oligopoli), karena dalam
pasar yang hanya dikuasai oleh sejumlah pelaku usaha maka terbuka
peluang untuk menghindari dan mematikan bekerjanya mekanisme pasar
(market mechanism) sehingga harga-harga ditetapkan secara sepihak
dan merugikan konsumen. Pelaku usaha yang jumlahnya sedikit dapat
membuat berbagai kesepakatan untuk membagi wilayah pemasaran,
mengatur harga, kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang
ditawarkan (kartel) guna memperoleh keuntungan yang
setinggi-tingginya dalam waktu yang relatif singkat. Persaingan di
antara para pelaku usaha juga dapat tejadi secara curang (unfair
competition) sehingga merupakan konsumen, bahkan negara. Oleh
karena itu, pengaturan hukum untuk menjamin terselenggaranya pasar
bebas secara adil mutlak diperlukan. Meskipun monopoli harus
dicegah tapi sampai saat ini belum ada suatu perangkat hukum maupun
bisnis yang mampu untuk mencegah terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Bahkan monopoli yang dilakukan oleh
BUMN saat ini yang cenderung merugikan masyarakan ketimbang memberi
manfaat sulit untuk di awasi. Keterbukaan informasi yang kurang
menyebabkan praktek monopoli semakin merajalela dan masyarkat-pun
tidak mampu berbuat apa-apa karena tidak mengetahuinya.Jika
berbicara mengenai monopoli, kita tidak dapat melepas perhatian
kita dengan gejala perkembangan konglomerasi yang banyak
menimbulkan reaksi dari kalangan masyarakat dan para ahli. Pendapat
mereka pun tidak selamanya sama. Suara sumbang mengenai monopoli
memang banyak terdengar. Adanya kelompok tertentu yang memonopoli
suatu bidang atau produk tertentu mulai menjangkiti dan mewabah di
Indonesia. Sebagai bentuk penguasaan pangsa pasar atas produk
tertentu, monopoli bukan saja dapat menarik keuntungan
sebesar-besarnya tetapi dapat mengganggu sistem dan mekanisme
perekonomian yang sedang berjalan sebagai akibat distorsi ekonomi
yang ditaburkannya, seiring dengan semakin besarnya penguasaan atas
pangsa pasar dan produk tertentu.
Sebuah atau beberapa perusahaan yang memonopoli produk tertentu
dapat menentukan harga suatu produk sesuka hatinya, karena
mekanisme pasar tidak berjalan lagi. Apalagi produk yang dimonopoli
kebutuhan primer. Dapat dipastikan mereka akan mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya. Masyarakat tidak ada pilihan lain kecuali
membeli produk monopoli itu.
Monopoli dapat terjadi dalam setiap sistem ekonomi. Dalam sistem
ekonomi kapitalisme dan liberalisme, dengan instrumen adanya
kebebasan pasar, kebebasan keluar masuk tanpa restriksi, serta
informasi dan bentuk pasarnya yang atomistik monopolistik telah
melahirkan monopoli sebagai anak kandungnya. Adanya persaingan
tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang secara
naluriah ingin mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang
paling besar, paling hebat, dan paling kaya.
Dalam sistem ekonomi sosialisme dan komunisme, monopoli juga
terjadi dengan bentuk yang khas. Dengan nilai instrumental
perencanaan ekonomi yang sentralistik mekanistik dan pemilikan
faktor produksi secara kolektif, segalanya dimonopoli negara dan
diatur dari pusat.
Sedangkan di Indonesia dengan sistem ekonomi pancasila, kita
mencoba menghilangkan ciri-ciri negatif yang terkandung dalam
sistem liberalisme dan sosialisme. Ciri-ciri negatif seperti free
figh liberalism, yang membenarkan eksploitasi terhadap manusia,
etatisme di mana negara besrta aparatur ekonomi negara bersifat
dominan serta mendesak dan meminimumkan potensi dan daya kreasi
unit ekonomi di luar sektor negara, dan pemusatan ekonomi pada
salah satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.[12]Landasan Yuridis PhilosofisDalam UU No 5 Tahun 1999
disebutkan pula tentang landasan Yuridis Philosofis dalam bidang
perekonomian Indonesia yaitu ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945,
sebagai landasan pokok yang kuat bagi perekonomian Indonesia.
Landasan Yuridis philosofis ini sebelumnya telah dicanangkan dalam
landasan kebijakan ekonomi Indonesia dalam era pemerintahan Orde
Baru. Kebijakan tersebut telah digariskan dalam Tap MPRS RI No.
XXII/MPRS/1966 yang mengatur tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Dalam Pasal 7 (c) Tap MPRS RI
No. XXII/MPRS/1966 lebih lanjut disebutkan, bahwa dalam demokrasi
ekonomi di Indonesia, sudah tidak ada tempat bagi monopoli yang
merugikan masyarakat.[13] Namun sayang Tap MPRS tersebut dilanggar
sendiri oleh rezim Orde Baru dengan praktek Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme-nya.Dalam pasal 33 Undang-undang dasar 1945 dapat kita
lihat ciri-ciri positif yang hendak kita capai dan mempertahankan
dalam sistem perekonomian kita. Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama atas asas kekeluargaan, Cabang produksi yang penting bagi
negara dan mengenai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara
serta bumi dan air beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi secara
implisit, UUD 1945 juga mengakui adanya monopoli berupa penguasaan
sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ini
terealisasi dari penguasaan yang dilakukan oleh badan usaha milik
negara atas bidang tertentu. Misalnya PLN menguasai listrik,
Pertamina memonopoli minyak dan gas bumi, PT Kereta Api menguasai
perkretaapian.
Kwik Kian Gie menjelaskan kriteria-kriteria terjadinya monopoli
yang diizinkan oleh GBHN :1. monopoli diberikan kepeda penemu
barang baru, seperti oktroi dan paten, maksudnya untuk memberikan
insentif bagi pemikiran yang kreatif dan inofatif;2. monopoli yang
diberikan oleh pemerintah kepada BUMN, lazimnya karena barang yang
diproduksi menguasai hajat hidup orang banyak;3. monopoli yang
diberikan kepada perusahaan swasta dengan kredit pemerintah;4.
monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh dengan cara
natural, karena monopolis menang dalam persaingan yang dilakukan
secara sehat. Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun
masuknya siapa saja ke dalam investasi yang sama harus terbuka
lebar;5. monopoli atau kedudukan yang monopolistik yang diperoleh
secara natural karena investasinya terlampau besar, sehingga hanya
satu saja yang berani dan bisa merealisasikan investasinya. Meski
demikian, Pemerintah harus tetap bersikap persuasif dan kondusif
dalam memecahkan monopoli;6. monopoli atau kedudukan monopolistik
terjadi karena pembentukan kartel ofensif;7. monopoli atau
kedudukan monopolistik yang terjadi karena pembentukan kartel
defensif;8. monopoli yang diberikan kepada suatu organisasi dengan
maksud membentuk dana bagi yayasan, yang dananya lalu dipakai untuk
tujuan tertentu, seperti kegiatan sosial dan sebagainya.
Macam-macam bentuk dan cara terjadinya monopoli1. MONOPOLY BY
LAWUUD 1945 pasal 33 juga membenarkan adanya monopoli jenis ini,
yaitu dengan memberikan monopoli bagi negara untuk menguasai bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta
cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Dengan demikian menurut UUD 1945, sektor yang menguasai hajat hidup
orang banyak seperti perlistrikan, air minum, kereta api dan
sektor-sektor lain yang karena sifatnya yang memberik palayanan
untuk masyarakat dilegitimasi untuk dimonopoli dan tidak
diharamkan. Sayangnya masih banyak pihak yang menyalahartikan
maksud mulia yang dikandung UUD 1945 kita, seperti asas
kekeluargaan ditafsirkan sebagai keluarga sendiri. Sehingga sering
kita lihat pada suatu institusi atau perusahaan hanya kerabat
mereka saja yang dilibatkan. Pemberian hak-hak istimewa dan
eksklusif atas penemuan baru, baik yang berasal dari hak cipta, hak
paten, merk dagang, dan lain-lain juga merupakan bentuk monopoli
yang diakui oleh undang-undang.1. MONOPOLY BY NATUREYaitu monopoli
yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung oleh iklim dan
lingkungan yang cocok. Kita dapat melihat bentuk monopoli seperti
ini yaitu tumbuhnya perusahaan-perusahaan yang karena memiliki
keunggulan dan kekuatan tertentu dapat menjadi raksasa bisnis yang
menguasai seluruh pangsa pasar yang ada. Mereka menjadi besar
karena memiliki sifat-sifat yang cocok dengan tempat di mana mereka
tumbuh. Selain itu karena berasal dan didukung bibit yang unggul
serta memiliki faktor-faktor yang dominan. 1. MONOPOLY BY
LICENSEMonopoli ini diperoleh melalui lisensi dengan menggunakan
mekanisme kekuasaan. Monopoli jenis inilah yang sering menimbulkan
distorsi ekonomi karena kehadirannya mengganggu keseimbangan
(equilibrium) pasar yang sedang berjalan dan bergeser kearah yang
diingini oleh pihak yang memiliki monopoli tersebut. 1. Monopoli
karena Terbentuknya Struktur Pasar Akibat Perilaku dan Sifat
ManusiaSifat-sifat dasar manusia yang menginginkan keuntungan besar
dalam waktu yang singkat dan dengan pengorbanan dan modal yang
sekecil mungkin atau sebaliknya, dengan menggunakan modal (capital)
yang sangat besa untuk memperoleh posisi dominan guna menggusur
para pesaing yang ada. Jenis monopoli yang dimaksud pada poin (3)
dan (4) dapat mengganggu bekerjanya mekanisme pasar dan harus
dilarang. Sementara itu, jenis monopoli pada poin (1) dan (2) tetap
perlu diawasi dan diatur agar pada suatu waktu kekuatan ekonomi
yang dimilikinya tidak akan disalahgunakan. Adanya Undang-undang
tentang Larangan dan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat merupakan rambu-rambu dan batasan dalam mengakses kue
pembangunan sehingga si besar tidak dengan seenaknya mengambil
bagian si kecil. Batas-batas yang jelas akan merupakan pagar agar
salah satu pihak melihat pihak lain bukan sebagai saingan tetapi
sebagai mitra untuk bekerja sama. Sebelumnya usaha-usaha kearah itu
sudah dilakukan pemerintah. Misalnya menganjurkan sistem Bapak
Angkat. Perusahaan-perusahaan yang besar dianjurkan untuk menjadi
bapak dan mendidiki anak-anaknya agar menjadi besar dan berguna
bagi nusa dan bangsa. Konsep ini tampaknya cukup ideal bila semua
pihak terpanggil untuk menjadi bapak dan mengasuh seorang anak
untuk diasuh. Jika sudah menjadi bapak banyak juga yang belum
benar-benar menjadi seorang bapak yang baik karena mereka masih
mengharapkan sesuatu dari anak-anaknya. Selanjutnya pemerintah juga
pernah menganjurkan agar perusahaan konglomerat mengalihkan
sebagian kecil sahamnya kepada koperasi. Maksudnya juga agar jurang
antara yang besar dan yang kecil tidak terlalu jauh dan si kecil
tidak terlalu dikucilkan.dan mempunyai undang-undang persaingan
usaha, memilih efisiensi, efektifitas kegiatan usaha, dan
kesejahteraan umum/rakyat (konsumen) sebagai tujuan utama dari
kebijakanmaupun undang-undang persaingan usahanya.Sedangkan di
Indonesia tujuan undang-undang persaingan usaha ini dapat dibagi
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus ; a.
Secara umum tujuannya adalah menjaga kelangsungan persaingan antar
pelaku usaha itu sendiri agar tetap hidup dan diakui
keberadaannya.b. Secara yuridis tujuan undang-undang persaingan
usaha di Indonesia telah diatur dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1999,
yaitu: 1. Menjaga kepentingan umum serta melindungi konsumen2.
Menumbuhkan iklim usaha yang sehat;3. mnjamin kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi setiap orang;4. Mencegah praktik-praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha5. Menciptakan efekvifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejakteraan rakyatKerangka
Dasar Pengaturan UU Nomor 5 Tahun 2009Selanjutnya, jika kita lebih
seksama mempelajari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, maka
kandungan substansi yang diaturnya meliputi hal-hal sebagai
berikut. 1. Perumusan istilah atau konsep-konsep dasar yang
terdapat atau dipergunakan dalam undang-undang maupun aturan
pelaksanaan lainnya, agar dapat diketahui pengertiannya, Pasal 1
memuat perumusan dari 19 istilah atau konsep dasar, yaitu
pengertian a. monopoli,b. praktik monopolic. pemusatan kekuatan
ekonomid. posisi dominane. pelaku usahaf. persaingan usaha tidak
sehatg. perjanjianh. persekongkolan atau konspirasii. pasarj. pasar
bersangkutank. struktur pasarl. perilaku pasarm. pangsa pasarn.
harga pasaro. konsumenp. barangq. jasar. komisis. pengawas
persaingan usahat. pengadilan negeri2. Perumusan kerangka politik
anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berupa asas dan
tujuan pembentukan undang-undang, sebagaimana dalam Pasal 2 dan
Pasal 3.3. Perumusan macam perjanjian yang dilarang dilakukan
pengusaha. Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 memuat macam perjanjian
yang dilarang tersebut yaitu perjanjian : a. oligopolib. penetapan
hargac. pembagian wilayah pemasaran,d. pemboikotane. kartelf.
oligopsonig. integrasi vertikalh. perjanjian tertutupi. perjanjian
dengan pihak luar negeri4. Perumusan macam kegiatan yang dilarang
dilakukan pengusaha. Pasal 17 sampai dengan Pasal 22 memuat macam
kegiatan yang dilarang tersebut, yaitu monopoli, monopsoni,
penguasaan pasar, dan persekongkolan;5. Perumusan macam posisi
dominan yang tidak boleh dilakukan pengusaha. Pasal 25 sampai
dengan Pasal 29 memuat macam posisi dominan yang tidak boleh
dilakukan tersebut, yaitu : a. jabatan rangkapb. pemilikan sahamc.
serta penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan6. Masalah
susunan, tugas dan fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pasal
30 sampai dengan Pasal 37 memuat perumusan status, keanggotaan,
tugas, wewenang, dan pembiayaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.7.
Perumusan tata cara penanganan perkara persaingan usaha oleh KPPU.
Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 memuat perumusan a. penerimaan
laporan,b. pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutanc.
pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan alat-alat bukti, jangka waktu
pemeriksaand. Putusan Komisie. Kekuatan putusan komisif. Upaya
hukum terhadap putusan komisi8. Ketentuan sanksi yang dapat
dijatuhkan kepada pelaku usaha yang telah melanggar ketentuan dalam
undang-undang. Pasal 47 sampai dengan Pasl 49 memuat macam sanksi
yang dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha, yaitu : a.
administratifb. pidana pokokc. pidana tambahan9. Perumusan
perbuatan atau perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan
undang-undang dan monopoli oleh Badan Usaha Milik Negara dan/atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah.
Pasal 50 memuat ketentuan yang dikecualikan dari undang-undang dan
Pasal 51 memuat ketentuan monopoli oleh Badan Usaha Milik
Negara.10. Hal-hal yang menyangkut pelaksanaan undang-undang, yaitu
perumusan ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Pasal 52
mengatur bahwa pelaku usaha yang telah membuat dan/atau melakukan
kegiatan dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang
diberi waktu untuk menyesuaikan selama 6 (enam) bulan sejak
undang-undang diberlakukan. Sedangkan Pasal 53 mengatur mulai
berlakunya undang-undang, yaitu terhitung sejak 1 (satu tahun
sesudah undang-undang diundangkan oleh pemerintah, yaitu tepatnya 5
maret 2000.Dalam pengaturan persaingan ditetapkan norma larangan
memiliki dua sifat yang harus dimasukkan dalam pengaturan
undang-undang, yaitu larangan yang bersifat per se illegal dan yang
bersifat rule of reason.Berbagai literatur tentang hukum persaingan
usaha sering disinggung mengenai rule of reason dan per se
tersebut. Dalam literatur tersebut rule of reason dan per se
dibahas serba sedikit untuk memberikan pemahaman dan perbandingan
hukum persaingan usaha (competition law) yang berlaku di Amerika.
Dikemukakan dalam literatur tersebut bahwa kedua prinsip tersebut
merupakan pendekatan untuk melakukan penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Sherman Act, Clayton Act,
Federal Trade Commission Act Antitrust Law (Asril Sitompul, 1999;
9, Elyta Ryas Ginting, 2001; 28). Pengertian Rule of Reason dan Per
Se Rule Asri Sitompul mendefinisikan rule of reason adalah suatu
pendekatan dengan menggunakan pertimbangan akan akibat suatu
perbuatan, apakah mengakibatkan praktek monopoli dan akan
menimbulkan kerugian dipihak lain. Sedangkan Susanti Adi Nugroho
rule of reason adalah pertimbangan yang digunakan untuk menentukan
suatu perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum persaingan dimana
penggugat dapat menunjukkan akibat-akibat yang menghambat
persaingan, atau kerugian nyata terhadap persaingan. Dari dua
definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa rule of reason
merupakan (a) suatu pertimbangan hakim untuk menentukan apakah
suatu perbuatan tertentu melanggar hukum persaingan atau tidak, (b)
prinsip yang akan digunakan untuk menentukan perbuatan tertentu
melanggar atau tidak didasarkan pada akibat yang muncul dari
perbuatan yaitu menghambat persaingan atau melahirkan kerugian pada
pelaku usaha lain. Per se rule didefinisikan oleh Asril Sitompul
suatu pendekatan dimana perbuatan dinyatakan sebagai pelanggaran
dan dapat dihukum tanpa perlu melakukan pertimbangan apakah
perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian atau menghambat
persaingan. Sedangkan Susanti mendefinisikan per se rule sebagai
larangan yang jelas dan tegas tanpa mensyaratkan adanya pembuktian
mengenai akibat-akibatnya atau kemungkinan akibat adanya
persaingan. Dari kedua definisi dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan per se rule adalah perbuatan tersebut secara jelas
dan tegas akan dianggap pelanggaran oleh hakim tanpa melihat apakah
terdapat akibat yang merugikan atau menghambat persaingan. Syamsul
Maarif (2002) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan rule of
reason adalah bahwa suatu larangan yang baru berlaku apabila suatu
kegiatan usaha dapat menimbulkan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Larangan bersifat Per se adalah
larangan yang memang secara alamiah dilarang tanpa perlu dikaitkan
dengan dampak kegiatan tersebut pada persaingan karena pada
dasarnya memang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Para ahli
hukum persaingan usaha Indonesia dalam memberikan definisi rule of
reason dan per se rule dapat melakukannya secara tepat namun hanya
sebatas memberikan definisi tanpa melihat latar belakang
kemuncullannya. Definisi rule of reason dan per se rule diberikan
atas dasar keputusan hakim yang memutuskan kasus-kasus persaingan
usaha di Amerika. Karena dalam Sherman Act mengatur perilaku yang
dinyatakan melanggar hukum (illegal) atau berusaha untuk melakukan
monopoli usaha perdagangan. Keputusan hakim sangat berpengaruh
dalam perjalanan hukum persaingan usaha di Amerika, putusan sangat
berperan dalam pembentukan hukum yang didukung oleh sistem hukum
yaitu common law bahwa hakim adalah pembuat hukum (judge made law).
Bahwa rule of reason dan per se lahir akibat dari sistem common
law, dan hal ini sepenuhnya disadari oleh para penulis hukum
persaingan usaha. Bahkan Susanti (2001; 31) dengan tegas mengatakan
bahwa; Dalam hubungannya dengan penerapan peraturan hukum yang
berkaitan dengan monopoli, Mahkamah agung Amerika Serikat mempunyai
peranan yang sangat penting. Pandangan-pandangan para hakim agung
mengenai praktek-praktek bisnis yang mengarah kepada monopoli
selalu mengalami perubahan dan perubahan tersebut secara umum
merefleksikan perkembangan-perkembangan yang berlangsung dalam
bidang ekonomi dan politik.Kesadaran penulis akan arti penting rule
of reason dan per se dalam hukum persaingan di Amerika tidak
diwujudkan dalam mencari pengertian kedua prinsip tersebut dalam
kerangka perjalanan sejarah hukum persaingan. Rule of reason dan
per se bagi para penulis seolah-olah menganggap keberadaannya hanya
sekedar untuk menentukan suatu perbuatan atau kegiatan dalam
rumusan UU Persaingan Usaha termasuk dalam klasifikasi tertentu.
Padahal dalam pembentukan kedua prinsip tersebut muncul dari
penafsiran hakim yang termuat dalam suatu putusan pengadilan.
Keputusan hakim untuk substansi kasus yang sama dapat didekati
dengan prinsip yang berbeda, dengan kata lain apabila di suatu
waktu misalnya horizontal price fixing menggunakan analisa dengan
per se standar tetapi waktu yang berbeda digunakan rule of
reason.[6] Ketiadaan pemahaman yang komprehensif terhadap rule of
reason dan per se akhirnya menjerumuskan kepada pemahaman terhadap
UU Persaingan Usaha. Oleh banyak pihak bahwa keberadaan rule of
reason dan per se terdapat pada ketentuan atau pasal-pasal dalam UU
Persaingan Usaha.Sherman Act hanya mengatur dua hal, yaitu (a)
bahwa kontrak, persekongkolan atau kerjasama yang bertujuan untuk
mengadakan pembatasan perdagangan dinyatakan sebagai pelanggaran
hukum dan (b) setiap orang yang melakukan praktek monopoli atau
melakukan konspirasi untuk melakukan monopoli dinyatakan bersalah.
Dari bunyi ketentuan Section 1 Sherman Act tidak mengemuka prinsip
rule of reason dan per se. Diantara kedua prinsip tersebut yang
pertama kali muncul adalah prinsip rule of reason yang merupakan
hasil penafsiran hakim pada saat mengadili kasus Standard Oil
Company of New Jersey v. United States (1991). Pada kasus tersebut
hakim berpendapat bahwa penafsiran yang kaku terhadap ketentuan
dalam Section 1 Sherman Act tidak dapat diberlakukan dalam
perjanjian bisnis pada umumnya. Apabila dilakukan demikian
(penafsiran yang kaku) maka akibatnya semua perjanjian atau
kerjasama adalah melanggar Section 1 Sherman Act, dan hal tersebut
bukan yang dimaksudkan oleh pembuat undang-undang (Kongres). Bahwa
yang dimaksud membatasi perdagangan (restraint of trade) adalah
perjanjian/kontrak/kerjasama membatasi perdagangan secara tidak
masuk akal (unreasonably restraintt of trade) (David Reitzel, 2001;
965). Suatu ketentuan yang bersifat per se illegal tidak diperlukan
lagi pembuktian dampak larangan tersebut sehingga jika ada pelaku
usaha yang melakukan sesuatu yang dinyatakan yang secara eksplisit
dilarang undang-undang, pelaku usaha tersebut dinyatakan melanggar,
tanpa perlu membuktikan hasil atau akibat tindakan yang dilakukan.
Sementara itu, ketentuan yang bersifat rule of reason memerlukan
bukti suatu tindakan yang dilakukan pelaku usaha, apakah tindakan
tersebut tergolong antipersaingan atau merugikan masyarakat. Tujuan
utama (principal objectives Undang-undang Persaingan Usaha adalah
untuk mendorong timbulnya persaingan dalam rangja mencapai
efisiensi ekonomi (economic efficiency) dan kesejahteraaan konsumen
(consumer welfare). Kepentingan publik (public interest), Seperti
isu tentang keadilan, pembangunan regional, dan penyediaan lapangan
kerja (employment), pemberdayaan perusahaan kecil dan menengah juga
merupakan bagian dari sasaran-sasaran yang ingin dicapai melalui
undang-undang persaingan. 1. Larangan yang Bersifat Per Se
IlegalLarangan yang bersifat per se rule adalah bentuk larangan
yang tegas dalam rangka memberikan kepastian bagi para pelaku usaha
dalam memaknai norma-norma larangan dalam persaingan usaha. Dalam
praktik, pengaturan ini berguna agar pelaku usaha sejak awal
mengetahui rambu-rambu larangan terhadap perbuatan apa saja yang
dilarang dan harus dijauhkan dalam praktik usahanya guna
menghindari munculnya potensi resiko bisnis yang besar di kemudian
hari sebagai akibat pelanggaran terhadap norma-norma larangan
tersebut. Perbuatan-perbuatan sebagai manifestasi perilaku para
pelaku usaha yang secara tegas dilarang (per se illegal) antara
lain menetapkan berbagai bentuk perjanjian yang dilarang (Bab III)
dan kegiatan yang dilarang (Bab IV), tegasnya aturan tersebut dapat
ditemukan dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 6, Pasal 15, Pasal 24,
Pasal 25, dan Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999. Apabila para pelaku
usaha tidak mampu mengandalikan dirinya dan melanggar ketentuan
hukum yang mengaturnya (per se illegal), maka KPPU cukup
membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran. Dengan demikian pelaku
usaha yang bersangkutan sudah dianggap telah melakukan perbuatan
yang dilarang tanpa melihat lagi efek yang ditimbulkannya.
Pelanggaran terhadap larangan yang bersifat per se, ancaman pidana
pokoknya lebih rendah dari pada pelanggaran terhadap larangan yang
bersifat rule of reason (vide Pasal 48). Hal ini dapat dipahami
karena proses pembuktiannya tidak serumit proses pembuktian
terhadap larangan yang bersifat rule of reason.2. Larangan yang
Bersifat Rule of Reason Dalam lingkup doktrin rule of reason, jika
suatu kegiatan yang dilarang dilakukan oleh seorang pelaku usaha
dilihat seberapa jauh efek negatifnya. Jika terbukti secara
signifikan adanya unsur yang menghambat persaingan, baru diambil
tindakan hukum. Ciri-ciri pembeda terhadap larangan yang bersifat
rule of reason, pertama dalah bentuk aturan yang menyebutkan adanya
persyaratan tertentu yang harus terpenuhi sehingga memenuhi
kualifikasi adanya potensi bagi terjadinya praktik monopoli dan
atau praktik persaingan usaha yang tidak sehat seperti yang dapat
ditemukan dalam Pasal 4, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13,
Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 26, dan Pasal 28 UU
No. 5 Tahun 1999. Ciri kedua adalah apabila dalam aturan tersebut
memuat anak kalimat patut diduga atau dianggap. Pengaturan seperti
itu dapat ditemukan dalam Pasal 4 angka (2), Pasal 13 angka (2),
Pasal 17 angka (2), dan Pasal 18 angka (2).Perbuatan-perbuatan dan
kegiatan yang dilarang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang
bersifat rule of reason antara lain apabila pelaku usaha melakukan
beberapa hal berikut.1. Perjanjian yang bersifat oligopoli (Pasal
4)2. Perjanjian pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar
(Pasal 9)3. Perjanjian yang bersifat kartel (Pasal 11)4. Perjanjian
yang bersifat trust (Pasal 12)5. Perjanjian yang bersifat
oligopsoni (Pasal 13)6. Kegiatan usaha yang melakukan praktik
Monopoli (Pasal 17)7. Kegiatan usaha yang melakukan praktik
monopsoni (Pasal 18)8. Kegiatan penguasaan pasar (Pasal 19)9.
Kegiatan menjual di bawah harga pokok (predatory pricing) dalam
Pasal 2010. Jabatan rangkap dalam perusahaan-perusahaan yang saling
bersaing (interlocking directorate) dalam Pasal 2611. Penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan perusahaan lain (Pasal
28)Perbuatan-perbuatan yang dimaksud jika terbukti merupakan
perbuatan yang menghalangi persaingan (antikompetitif) selain
menghadapi sanksi administratif (vide Pasal 47) juga diancam sanksi
pidana, baik pidana poko (vide Pasal 48 ayat 1) maupun pidana
tambahan (vide Pasal 49).Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
oligopoli diartikan sebagai : Keadaan pasar yang produsen penjual
barang hanya berjumlah sedikit sehingga mereka atau seorang dari
mereka dapat mempengaruhi pasar. Oleh karena keterlibatan lebih
dari satu pelaku usaha maka dalam oligopoli diperlukan adanya
kesepakatan antar pelaku usaha tersebut untuk menguasai pasar
secara bersama-sama tanpa merugikan sesamanya. Kejadian seperti itu
baru akan terjadi apabila beberapa perusahaan menyadari bahwa
kebijakan penentuan harga-harga mereka memiliki ketergantungan
antarsesamanya.Kartel umumnya dipraktikkan oleh asosiasi dagang
(trade asociations) bersama para anggotanya. Banyak sekali hal yang
bermanfaat dengan adanya suatu asosiasi dagang, misalnya upaya
menyusun suatu standar teknis atau upaya bersama mengatasi polusi
akan menjadi ringan bila diikuti para anggota. Akan tetapi, bahaya
yang akan muncul bila kegiatan asosiasi tersebut ditujukan untuk
mengatur harga karena akan menghambat serta menghalangi terjadinya
suatu persaingan yang sehat.Penyususn undang-undang juga melihat
bahwa salah satu sarana untuk melakukan tindakan persaingan yang
tidak sehat adalam membuat perjanjian atau kontrak dengan para
pelaku usaha tertentu. Dalam hubungan ini, Pasal 1 ayat (7)
memberikan definisi tentang perjanjian sebagai berikut. Perjanjian
adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan
nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.[46] Pertanyaan
yang kemudian muncul adalah apakah peraturan dalam hal perizinan
kegiatan yang dibuat oleh pemerintah tidak terlepas dari tujuan
monopoli suatu pihak tertentu ?, tentunya hal tersebut pelu
dipertanyakan mengingat perizinan usaha merupakan sarana pengusaha
untuk membuka suatu usaha menjadi lancar dan sah, tentunya tingkat
kesulitan persyaratan tersebut harus menjadi pertimbangan penilaian
apakah menguntungkan pihak-pihak tertentu atau tidak.Tentang Sifat
Pelarangan Tindakan Anti Monopoli dan Persaingan CurangNoTindakan
yang dilarangPasalRule of Reason / Per Se
1.Olipoli4RR dengan Presumsi
2.Penetapan Harga5 s.d. 8RR dan PS
3.Pembagian Wilayah9RR tidak tegas
4.Pemboikotan10RR
5.Kartel11RR tidak tegas
6.Trust12RR tidak tegas
7.Oligopsoni13RR dengan Presumsi
8.Integrasi Vertikal14RR tidak tegas
9.Perjanjian Tertutup15PS
10.Perjanjian Luar Negeri16RR tidak tegas
11.Monopoli17RR dengan Presumsi
12.Monopsoni18RR dengan Presumsi
13.Penguasaan Pasar19 s.d. 21RR tidak tegas
14.Persekongkolan22 s.d .24RR dan PS
15.Posisi Dominan Umum25RR dengan Presumsi
16.Jabatan Rangkap26RR tidak tegas
17.Pemilikan Saham27RR
18.Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi28 s.d. 29RR tidak tegas
Keterangan :- Rule of Reason dilihat dari kata-kata
Mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.- Per Se dilihat dari tidak adanya persyaratan yang
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak
sehat.- Rule of Reason Tidak Tegas karena dipergunakan kata-kata
Dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
tidak sehat.Perbandingan penentuan prinsip rule of reason dan per
seantara KPPU dengan Susanti Adi NugrohoRule of ReasonPer se
rule
KPPUSusantiKPPUSusanti
OligopoliOligopoli**Price fixingPenetapan harga
Predatory pricingPenetapan hargaDiskriminasi hargaPerjanjian
tertutup
Pembagian wilayahPembagian wilayah*Perjanjian
tertutuppersekongkolan
KartelKartel*Persekongkolan
TrustTrust*Posisi dominan untuk Pasal 25 (1)
OligopsoniOligopsoni**Posisi dominan untuk Pasal 26 huruf a dan
b
Integrasi vertikalIntegrasi vertikal*
Perjanjian dengan pihak luar negeriPerjanjian dengan pihak luar
negeri
MonopoliMonopoli**
MonopsoniMonopsoni**
Penguasaan pasarPenguasaan pasar*
Jabatan rangkapPosisi dominan**
Penggabungan, Peleburan dan PengambilalihanBoikot
Persekongkolan
Selanjutnya, untuk mengetahui baik atau buruk dari apa yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, termasuk dalam
bidang bisnis. Secara normatif-etis telah berkembang tiga teori
dasar sebagai berikut :[48](1) Teori Ethical Egoism(2) Teori
Ethical Altruism(3) Teori Utilitarianism(Regan, Tom,
1984:20)Penjelasan dari masing-masing teori adalah sebagai berikut
:(1) Teori Ethical EgoismTerori ini hanya melihat terhadap si
pelaku sendiri. Dalam hal ini teori tersebut mengajarkan bahwa
benar atau salah dari sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang diukur dari apakah hal tersebut mempunyai dampak yang
baik atau buruk terhadap orang tersebut itu sendiri. Bagaimana
dampak dari perbuatan tersebut bagi orang lain tidak relevan,
kecuali jika akibat terhadap orang lain tersebut akan mengubah
dampak terhadap si pelaku tersebut.(2) Teori Ethical AltruismTeori
ini lebih menitikberatkan kepada kepentingan dari pihak lain dari
pihak yang melakukan suatu perbuatan. Menurut teori ini, apakah
seseorang telah melakukan sesuatu perbuatan yang secara moral
terbilang benar atau salah bergantung bagaimana dampak dari
perbuatan tersebut terhadap pihak lainnya. Perbuatan tersebut
dianggap benar jika berdampak baik bagi pihak lain. Demikian juga
sebaliknya. Bagaimana dampak dari perbuatan tersebut bagi si
pelakunya tidak relevan untuk dipertimbangkan, kecuali jika
bagaimana dampak terhadap pihak lain tersebut mempunyai dampak yang
dapat membalikkan dampak terhadap si pelaku tersebut.(3) Teori
UtilitarianismTeori ini lebih menitikberatkan kepada manfaat dari
setiap tindakan terhadap seluruh atau sebagian besar orang. Menurut
teori ini, benar atau salah sesuatu perbuatan diukur dari apakah
perbuatan tersebut berdampak baik atau buruk kepada setiap orang,
baik terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.Tindakan
monopoli itu memang harus diatur oleh hukum, karena dengan praktek
bisnis yang berdasarkan atas monopoli mempunyai banyak kelemahan.
Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut :[49](a)
Ketinggian hargaDengan monopoli akan terjadi suatu ketinggian
harga-harga di pasar. Tingginya harga ini diakibatkan oleh tidak
adanya kompetisi pasar. Hal ini akan mendorong timbulnya inflasi
sehingga dapat merugikan masyarakat secara luas.(b) Excess
profitKarena tidak ada saingan, maka dengan monopoli, suatu harga
dapat ditentukan seenak-enaknya, sehingga monopoli tersebut sangat
berpotensial timbulnya keuntungan yang berlebih-lebihan, Karena itu
pula, suatu monopoli dianggap sebagai suatu pranata
ketidakadilan.(c) EksploitasiEksploitasi dapat terjadi baik
terhadap buruh dalam bentuk upah, tetapi terlebih-lebih terhadap
konsumen, karena rendahnya mutu produk dan hilangnya hak pilih dari
konsumen, karena tidak ada kompetisi di antara pihak produsen
barang.(d) PemborosanPerusahaan monopoli cenderung kepada
pemborosan karena tidak beroperasi pada everage cost yang minimum.
Hal ini menyebabkan ketidakefisienan perusahaan, dan akhirnya cost
tersebut ditanggung konsumen.(e) Entry barrierMonopoli akan
menguasai pangsa pasar yang besar. Hal ini akan mengakibatkan
perusahaan lain terhambat untuk bisa masuk ke bidang-bidang operasi
perusahaan monopoli tersebut, dan gilirannya nanti akan mematikan
perusahaan kecil dan/atau perusahaan pemula.(f) Ketidakmerataan
pendapatanMonopoli dapat mengakibatkan timbulnya unsur akumulasi
modal dan pendapatan dari usaha monopoli.BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka
Siswanto,Arie 2004. Hukum Persaingan Usaha.Bogor : Ghalia
Indonesis
Widjaja,Gunawan 2002.Merger dalam Perspektif Monopoli.Jakarta:PT
Raja Grafindo
Ibrahim,Johny 2006. Hukum Persaingan Usaha .Malang IKAPI
JATIM
Fuady,Munir 2004. Hukum Anti Monopoli. Bandung :PT Citra Aditya
Bakti