Top Banner

of 32

Hukum Korporasi 3 Prof.dwidja Priyatno

Nov 04, 2015

Download

Documents

Ade Gunawans

hukum korporasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • HUKUM KORPORASI 3

  • Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan : Doktrin Strict Liability dan Vicarious Liability. Di lihat dari sejarah perkembangannya,prinsip tanggungjawab

    berdasarkan kepada adanya unsur kesalahan (liability on fault or negligence atau fault liability) merupakan reaksi terhadap prinsip atau teori tanggungjawab mutlak no fault liability atau absolute/strict liability yang berlaku pada jaman masyarakat primitif.Pada masa itu berlaku suatu rumus (formula) :a man acts at his peril yang berarti bahwa perbuatan apapun yang dilakukan seseorang,bila merugikan orang lain,akan menyebabkan dia dipersalahkan telah melanggar hukum.

    Dengan perkataan lain, seseorang bertanggungjawab untuk setiap kerugian untuk bagi orang lain sebagai akibat perbuatannya..

    Jadi prinsip atau teori tanggung jawab mutlak lebih menitik beratkan pada unsur penyebabnya daripada kesalahannya. Apabila perbuatan seseorang menyebabkan kerugian terhadap orang lain, dia diwajibkan memberi santunan (kompensasi) tanpa melihat ada atau tidak adanya unsur kesalahan dari pelaku

  • E.Sefullah Wiradipradja,tentang masalah prinsip tanggungjawab mutlak menyatakan:

    Prinsip tanggungjawab mutlak (no-fault liability or liability without fault) di dalam kepustakaan biasanya dikenal dengan ungkapan absolute liability atau strict liability.Dengan prinsip tanggungjawab mutlak dimaksudkan tanggungjawab tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan.Atau dengan perkataan lain,suatu prinsip tanggungjawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak.

    Ungkapan atau frase absolute liability dipergunakan untuk pertama kalinya oleh John Salmond dalam bukunya berjudul The Law of Torts pada tahun 1907,sedangkan ungkapan strict liabilitydikemukakan oleh W.H. Winfield pada tahun 1926 dalam sebuah artikel yang berjudul The Myth of Absolute Liability

  • Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa sering dipersoalkan ,apakah strict liability itu sama dengan absolute liability.Mengenai hal ini ada dua pendapat.

    Pendapat pertama menyatakan,bahwa strict liablity merupakan absolute liability.Alasan atau dasar pemikirannya ialah,bahwa dalam perkara strict liability seseorang yang telah melakukan perbuatan terlarang (actus reus ) sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang sudah dapat dipidana tanpa mempersoalkan apakah si pelaku mempunyai kesalahan (mens rea)atau tidak. Jadi seseorang yang sudah melakukan tindak pidana menurut rumusan undang-undang harus/mutlak dapat dipidana.

    Pendapat kedua menyatakan ,bahwa strict liability bukan absolute liability,artinya orang yang telah melakukan perbuatan terlarang menurut undang-undang tidak harus atau belum tentu dipidana.

  • Prinsip pertanggungjawaban pidana mutlak ini menurut hukum pidana Inggris hanya diberlakukan terhadap perkara pelanggaran ringan yaitu pelanggaran terhadap ketertiban umum atau kesejahteraan umum.Termasuk ke dalam kategori pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas ialah:

    Contempt of court atau pelanggaran terhadap tata tertib pengadilan.

    Criminal libel atau defamation atau pencemaran nama baik seseorang, dan

    Public nuisance atau mengganggu ketertiban masyarakat (umum).

    Akan tetapi kebanyakan strict liability terdapat pada delik-delik yang diatur dalam undang-undang (statutory offence;regulatory offences; mala prohibita) yang pada umumnya merupakan delik-delik terhadap kesejahteraan umum (public welfare offences).Termasuk regulatory offences misalnya,penjualan makanan dan minuman atau obat-obatan yang membahayakan ,penggunaan gambar dagang yang menyesatkan dan pelanggaran lalu-lintas

  • Selain doktrin strict liability dalam membahas masalah pertanggungjawaban pidana korporasi juga dikenal sistem pertanggungjawaban pidana pengganti adalah pertanggungjawaban seseorang tanpa kesalahan pribadi,bertanggungjawab atas tindakan orang lain ( a vicarious liablity is one where in one person,though without personal fault,is more liable for the conduct of another)

  • Vicarious liability menurut Barda Nawawi Arief, diartikan pertanggungjawaban hukum seseorang atas perbuatan salah yang dilakukan oleh orang lain(the legal responsibility of one person for the wrongful acts of another).Secara singkat sering diartikan pertanggungjawaban pengganti.

    Michael J.Allen,dalam bukunya Textbook on Criminal Law,menyatakan pula sehubungan dengan pengertian vicarious liability yaitu:

    In the law tort an employer is responsible for the tort of his employees acting in the course of their employment.

  • menurut doktrin vicarious liability,seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan dan kesalahan orang lain.Pertanggungjawaban demikian hampir semuanya ditujukan pada delik Undang-undang (statutory offences), dan dasarnya adalah maksud pembuat undang-undang (sebagaimana dapat dibaca dari ketentuan di dalamnya) bahwa delik ini dapat dilakukan baik secara vicarious maupun secara langsung.Dengan kata lain,tidak semua delik dapat dilakukan secara vicarious.Pengadilan telah mengembangkan sejumlah prinsip-prinsip mengenai hal ini.Salah satunya adalah employment principle

  • majikan( employer) adalah penanggungjawab utama dari perbuatan-perbuatan para buruh/karyawan yang melakukan perbuatan itu dalam ruang lingkup tugas/pekerjaannya.Di Australia tidak ada keraguan ,bahwa the vicars criminal act(perbuatan dalam delik vicarious) dan the vicars gulty mind ( kesalahan/sikap batin jahat dalam delik vicarious)dapat dihubungkan dengan majikan atau pembuat (principal).Berlawanan dengan di Inggris a guilty mind hanya dapat dihubungkan (dengan majikan) apabila ada delegasi kewenangan dan kewajiban yang relevan ( a relevan delegation of power and duties) menurut undang-undang.

  • Selanjutnya dalam hal-hal bagaimanakah seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan orang lain ?

    Ketentuan umum yang berlaku menurut Common Law ialah, bahwa seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara vicariousuntuk tindak pidana yang dilakukan oleh pelayan/buruhnya.

    Hal ini terlihat dalam kasus R.v.Huggins (1730): Huggins (X) seorang sipir penjara dituduh membunuh

    seorang narapidana (Y) yang sebenarnya dibunuh oleh pelayan Huggins (Z).

    Dalam kasus ini Z yang dinyatakan bersalah, sedangkan X tidak karena perbuatan Z itu dilakukan tanpa pengetahuan X.

  • Jadi dalam hal ini tetap berlaku prinsip mens rea. Perkecualian terhadap ketentuan umum di atas, artinya seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan salah orang lain, ialah dalam hal tindak pidana terhadap public nuisance (yaitu suatu perbuatan yang menyebabkan gangguan substansial terhadap penduduk atau menimbulkan bahaya terhadap kehidupan, kesehatan dan harta benda). Dengan demikian seorang majikan (X) dipertanggungjawabkan atas public nuisance yang disebabkan oleh pelayannya (Y) sekalipun dalam melakukan perbuatannya itu Y tidak mematuhi petunjuk atau perintah X.

    Jadi pada prinsipnya, menurut Common Law, seorang majikan tidak dapat dipertanggungkjawabkan atas perbuatan (tindak pidana) yang dilakukan oleh pelayannya. Namun ada perkecualiannya, yaitu dalam hal public nuisance dan juga criminal libel. Dalam kedua tindak pidana ini, seorang majikan bertanggungjawab atas perbuatan pelayan/buruhnya sekalipun secara personal dan secara langsung tidak bersalah.

  • Menurut undang-undang (statute law), vicarious liability dapat terjadi dalam hal hal sebagai berikut:

    Seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, apabila ia telah mendelagasian (the delegation principle).

    Seorang majikan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang secara fisik/jasmaniah dilakukan oleh buruh/pekerjanya apabila menurut hukum perbuatan buruhnya itu dipandang sebagai perbuatan majikan (the servants act is the masters act in law). Jadi apabila si pekerja sebagai pembuat materil/fisik (auctor fisicus) dan majikan sebagai pembuat intelektual (auctor intellectualis).

  • Kasus Allen v. Whitehead (1930) X adalah pemilik rumah makan. Pengelolaan rumah

    makan itu diserahkan kepada Y (manajer). Berdasarkan peringatan dari polisi, X telah menginstruksikan/melarang Y untuk mengizinkan pelacuran di tempat itu yang ternyata dilanggar oleh Y.

    X dipertanggungjawabkan berdasarkan Metropolitan Police Act 1839 (Pasal 44). Konstruksi hukumannya demikian: X telah mendelegasikan kewajibannya kepada Y (manajer). Dengan telah melimpahkan kebijaksanaan usahanya itu kepada manajer, maka pengetahuan si manajer merupakan pengetahuan dari si pemilik rumah makan itu.

  • doktrin vicarious liability ,juga mendapatkan kritik yang tajam,sebagaimana dikemukakan oleh John C.Coffee,Jr,yang dimuat dalam Encyclopedia Crime And Justice- Sanford H.Kadish Vol.I.Adapun kritik yang dikemukakan adalah:

    Vicarious liability hanya tepat sebagai prinsip untuk hukum ganti rugi (tort law) karena pembenarannya terletak pada pembagian kerugian pada pihak yang lebih dapat menanggung (atau setidak-tidaknya lebih berhak mendapat beban itu), tetapi ia tidak berkaitan dengan tujuan-tujuan dalam hukum pidana (retribution, deterrence, prevention, rehabilitation).

  • Vicarious liability tidak adil karena bebannya jatuh pada yang tidak bersalah daripada yang salah, yaitu hukuman (penalty) ditanggung oleh para pemegang saham dan orang-orang lain yang mempunyai kepentingan dalam korporasi, daripada dibebankan pada individu yang bersalah.Vicarious liability menghasilkan disparitis antara bisnis yang dilakukan dalam bentuk korporasi dengan yang bersifat kepemilikan (proprietorship), karena pemilik individual tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana untuk perbuatan-perbuatan bebas dari para pegawainya.

    Vicarious liability untuk korporasi dapat membuka pintu di masa yang akan datang untuk vicarious liability yang diperluas juga bagi individu.

  • Jika dibandingkan antara strict liability dan vicarious liability nampak jelas bahwa persamaan dan perbedaan. Persamaan yang nampak bahwa baik strict liability crimes maupun strict liability tidak mensyaratkan adanya mens rea atau unsur kesalahan pada orang yang dituntut pidana. Perbedaannya terletak pada strict liability crimes pertanggungjawaban pidana bersifat langsung dikenakan kepada pelakunya, sedangkan pada vicarious liability pertanggungjawaban pidana bersifat tidak langsung.

  • Doktrin Identifikasi. Secara harfiah suatu tindak pidana menurut

    common law atau menurut penal statute tidak dapat diterapkan terhadap suatu perusahaan.Misalnya ,tindak pidana tersebut memerlukan mens rea.Maka hakim telah mengembangkan suatu sarana untuk mengkaitkan pikiran dengan badan hukum ini,membenarkan pendapat bahwa perusahaan itu secara pidana bertanggungjawab dalam perkara semacam itu.Mereka telah berbuat demikian berdasarkan doktrin Identifikasi.Karena perusahaan itu merupakan kesatuan buatan,maka ia hanya dapat bertindak melalui agennya.Menurut Doktrin Identifikasi,agen tertentu dalam sebuah perusahaan dianggap sebagai directing mind atau alter ego.Perbuatan dan mens rea para individu itu kemudian dikaitkan dengan perusahaan.Bila individu diberi wewenang untuk bertindak atas nama dan selama menjalankan bisnis perusahaan itu,maka mensrea para individu merupakan mens rea perusahaan itu

  • Perundang-undangan sekarang mengakui bahwa perbuatan dan sikap batin dari orang tertentu berhubungan erat dengan korporasi dan dengan pengelolaan urusan korporasi,dipandang sebagai perbuatan dan sikap batin korporasi.Orang-orang itu dapat disebut sebagai senior officers dari perusahaan.

    Doktrin ini merupakan dasar pertanggungjawaban korporasi terhadap tindak pidana.Oleh karena itu telah dikemukakan,bahwa perusahaan bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat senior di dalam perusahaan sepanjang ia melakukanya dalam ruang lingkup kewenangan atau dalam urusan transaksi perusahaan

  • Dalam menentukan apakah seseorang bertindak sebagai perusahaan atau hanya sebagai karyawan atau agennya.,harus dibedakan antara mereka yang mewakili pikiran perusahaan dan mereka yang mewakili tangannya.Berdasarkan hal ini Hakim Denning menyatakan:

    A company may in many ways be likened to a human body.It has a brain and a nerve centre which controls what it does.It also has hands which hold the tools and act in accordance with directions from the centre.Some of the people in the company are mere servants and agents who are nothing more than hands to do the work and cannot be said represent the mind or will.Others are directors and managers who represent the directing mind and will of the company,and control what it does.The state of mind of these managers is the state of mind of the company and is treated by the law as such

  • Dari pendapat Denning tersebut,maka dapat disimpulkan bahwa sebuah perusahaan dalam banyak hal dapat disamakan dengan tubuh manusia.Perusahaan memiliki otak dan pusat syaraf yang mengendalikan apa yang dilakukannya.Ia juga memiliki tangan yang memegang alat dan bertindak sesuai dengan arahan dari pusat syaraf itu.Beberapa orang di lingkungan perusahaan itu ada hanyalah karyawan dan agen yang tidak lebih dari tangan dalam melakukan pekerjaannya dan tidak dapat dikatakan sikap batin atau kehendak perusahaan.Pihak lain merupakan direktur dan manajer yang mewakili sikap batin yang mengarahkan dan mewakili kehendak perusahaan dan mengendalikan apa yang dilakukan.Sikap batin/keadaan jiwa para manajer ini merupakan sikap batin/keadaan jiwa perusahaan dan diperlakukan demikian menurut undang-undang.

  • putusan House of Lord dalam kasus TescoSupermarkets Ltd v.Natrass( 1972) .Adapun kasusnya sebagai berikut:

    Dalam Perkara Tesco,perusahaan dituntut melakukan tindak pidana berdasarkan the Trade Description Act 1968.Tesco mencoba melakukan pembelaan berdasarkan s.24(1) dalam undang-undang itu dengan alasan bahwa dilakukannya pelanggaran disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian orang lain,yaitu manajer cabang toko tersebut,dan perusahaan telah berhati-hati dalam mencegah dilakukannya pelanggaran itu.Pengadilan Rendah mengetahui bahwa perusahaaan itu telah menyusun suatu sistem yang layak,sehingga telah menjalankan kehati-hatian yang semestinya,namun pengadilan menemukan /mendapat keterangan bahwa manajer cabang itu bukan orang lain dan perbuatannya merupakan perbuatan perusahaan.

  • Pada waktu diajukan banding kepada House of Lord,pernyataan bersalah itu dicabut. House of Lord memutuskan bahwa pembelaan itu dapat diterima karena manajer cabang adalah orang lain yang merupakan tangan dan bukan otak perusahaan;belum ada pelimpahan oleh direksi berupa pelimpahan fungsi manajerial mereka sehubungan dengan uurusan perusahaan dengan manajer cabang itu.Dia harus mematuhi arahan umum dari perusahaan dan menerima perintah dari atasannya pada tingkat regional dan distrik.Karenanya perbuatannya atau kelalaiannya bukan kelalaian perusahaan.

  • Kasus Tesco menunjukkan bahwa prinsip identifikasi (the principle of identification) berfungsi bukan hanya untuk menetapkan tanggungjawab,tetapi juga dapat memaafkan tanggungjawab atas delik delik undang-undang( regulatory offences),dimana pembelaan pihak ketiga dapat diterima.Karena manajer cabang itu tidak berbuat sebagai perusahaan,maka perbuatannya adalah perbuatan yang dilakukan oleh pihak ketiga.Perusahaan melalui para pejabat perusahaan jajaran atasnya,telah menetapkan suatu sistem penyeliaan/pengawasan yang sesuai dan karena itu telah menjalankan seluruh kehati-hatian dengan semestinya.

  • Ada beberapa masalah yang timbul dari prinsip identifikasi (principle of identification) :

    Semakin besar dan semakin banyak bidang usaha sebuah perusahaan,maka besar kemungkinan bahwa perusahaan tersebut,akan menghindar dari tanggungjawab. Tesco memiliki lebih dari 800 toko cabang;seorang manajer cabang tidak memiliki kekuasaan atas urusan perusahaan.Dalam sebuah perusahaan kecil,pejabat perusahaan yang mengendalikan perusahaan jauh lebih dekat dengan perbuatan yang mungkin meliputi perbuatan pelanggaran.

  • Prinsip yang dianut oleh Tesco tidak sesuai dengan regulatory offences(termasuk pelanggaran dalam perkara itu) yang tidak memerlukan adanya mens rea ,tetapi untuk pembelaan(kehati-hatian yang semestinya atau kehati-hatian pihak ketiga ) adalah untuk mengurangi tekanan dari pertanggungjawaban berdasarkan strict liability.Haruskah pelanggaran semacam itu masuk ke dalam prinsip identifikasi,atau pelanggaran tersebut tidak akan ditangani berdasarkan pendekatan pertanggungjawaban berdasarkan vicarious liability ? Dalam perkara lain yang melibatkan Tesco (Tesco Stores Ltd v Brent LBC ,1993),salah satu perusahaan dinyatakan bersalah karena telah mensuplai rekaman video untuk konsumen yang sudah berusia 18 tahun kepada seseorang yang belum berusia 18 tahun,yang bertentangan dengan the Video Recording Act1984.Berdasarkan s.11(1)(b) ,merupakan pembelaan bagi terdakwa untuk membuktikan bahwa dia tidak mengetahui dan juga tidak memiliki alasan yang kuat bahwa konsumen yang bersangkutan belum mencapai umur 18 tahun.

  • Tesco mengajukan argumen bahwa the directing minds dari perusahaan(yang adalah para direktur dikantor pusat perusahaan di London) tidak memiliki cara untuk mengetahui umur si pembeli.Hakim menemukan/mengetahui bahwa kasir toko itu memiliki alasan yang kuat untuk percaya bahwa pembeli itu belum berusia 18 tahun dan menyatakan Tesco bersalah.

  • The Divisional Court membatalkan pengajuan banding dengan memutuskan bahwa tidaklah mudah untuk menduga bahwa mereka yang mengendalikan sebuah perusahaan besar akan mengetahui atau memiliki informasi tentang umur pembeli tersebut.Akan tetapi bahwa karena orang yang mesuplai rekaman video tadi berada di bawah pengawasan Tesco dan dia tahu atau memiliki informasi,maka pembelaan itu tidak dapat diterima.Ini secara efektif berarti bahwa pelanggaran itu merupakan salah satu pelanggaran tentang vicarious liability.

  • Bahwa Perusahaan hanya akan bertanggungjawab kalau orang itu diidentifikasikan dengan perusahaan,,yaitu dirinya sendiri,yang secara perorangan/individual bertanggungjawab karena dia memiliki mens rea untuk melakukan tindak pidana.Apabila terdapat beberapa superior officers yang terlibat,maka masing-masing mungkin tidak memiliki tingkat pengetahuan yang disyaratkan agar merupakan mens rea dari tindak pidana tersebut.Dapatkah perusahaan bertanggungjawab jika apa yang diketahui secara bersama-sama oleh para pejabat perusahaan tersebut sudah cukup merupakan mens rea.

  • Prinsip Identifikasi juga telah dilemahkan oleh Keputusan the Privy Council (Meridian Global Funds Management Asia Ltd v Securitas Commissin,1995).Dalam perkara ini the Privy Council mengkaitkan apa yang diketahui oleh perusahaan untuk menentukan tanggungjawab perusahaan atas pelanggaran karena kelalaian,berdasarkan the New Zaeland Securities Act 1988.Lalai membeberkan sesuatu di mana fakta yang harus dibeberkan diketahui oleh tim investasi senior.Tim ini tidak merupakan the directing mind dari perusahaan.The Privy Council tetap berpegang pada pendapat bahwa perusahaan itu bersalah berdasarkan penafsiran dari undang-undang yang ada,dengan mempertimbangkan bahasa perundang-undangan,isinya dan kebijakan yang mendasarinya, yang akan dikalahkan kalau pengetahuan yang dimiliki oleh mereka yang merupakan directing mind di perusahaan ,harus dibuktikan.

  • Hakim Reid memandang ,bahwa untuk tujuan hukum,para pejabat senior biasanya terdiri dari dewan direktur,direktur pelaksana dan pejabat-pejabat tinggi lainnya yang melaksanakan fungsi manajemen dan berbicara serta berbuat untuk perusahaan. Konsep pejabat senior tidak mencakup semua pegawai perusahaan yang bekerja atau melaksanakan petunjuk pejabat tinggi perusahaan.

    Lord Morris menunjuk pada orang yang tanggungjawabnya mewakili/melambangkan pelaksana dari the directing mind and will of the company.

    Viscount Dilhorne menggunakan kata-kata yang sama,antara lain:

    In my view , a person who is in actual control of the operations of a company or of part of them and who is not responsible to another person in the company for the manner in which he discharges his duties in the sense of being under his orders,is to be viewed as being a senior officer.

  • Lord Diplock berkomentar sebagai berikut: Orang-orang mana yang secara hukum

    dipandang sebagai perusahaan,diperoleh dengan mengidentifikasikan mereka-mereka yang berdasarkan memorandum dan ketentuan-ketentuan yayasan atau hasil keputusan para direktur atau rapat umum perusahaan,telah dipercaya melaksanakan kekuasaan perusahaan.

  • House of Lord mengemukakan,bahwa manajer dari salah satu toko /supermarket berantai tidak dipandang sebagai pejabat senior.Ia tidak berfungsi sebagai the directing mind and will of the company.Ia merupakan salah seorang yang diarahkan.Ia merupakan salah seorang yang dipekerjakan,tetapi ia bukan utusan/delegasi perusahaan yang diserahi tanggungjawab.