Top Banner
PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINANNYA Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial AnggotaKelompok : Namla Elfa Syariati Thalita Oka Putri Teresia Maria Protegenti Tini PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
33

Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

Jun 22, 2015

Download

Documents

gieanggie08
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINANNYA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Komersial

AnggotaKelompok :

Namla Elfa Syariati

Thalita Oka Putri

Teresia Maria Protegenti Tini

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2014

Page 2: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia terkadang membutuhkan bantuan dana baik untuk

pemenuhan kebutuhannya maupun untuk modal usahanya. Bantuan dana tersebut bisa diperoleh

melalui pinjaman dari bank atau lembaga pembiayaan seperti leasing. Adapun pinjaman dari

bank atau lembaga pembiayaan inilah yang disebut dengan kredit. Pemberian kredit oleh bank

atau lembaga pembiayaan didasarkan pada perjanjian yaitu perjanjian kredit. Suatu perjanjian

kredit melibatkan para pihak yang terdiri dari pihak yang meminjamkan atau kreditur dan pihak

yang meminjam atau debitur. Perjanjian kredit itu sendiri berakar dari perjanjian pinjam-

meminjam.. Dalam pemberian kredit terkandung resiko yaitu pihak yang meminjam atau debitur

tidak mampu melunasi kredit pada waktunya dan untuk memperkecil resiko itu biasanya kreditur

meminta jaminan kepada debitur. Jaminan inilah yang kemudian menjadi sumber dana bagi

pelunasan kredit dalam hal debitur tidak mampu melunasi kredit yang diterimanya.

Tata cara kegiatan pemberian kredit semakin berkembang terus hingga mengharuskan

kedua belah pihak untuk bertemu langsung hingga bertemu melalui dunia maya.Jual beli

merupakan suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan

hak milik suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Karena

jual beli termasuk dalam lingkup perjanjian, maka syarat sah terbentuknya perjanjian mengikuti

syarat sah terbentuknya perjanjian.Peristiwa perjanjian ini menimbulkan hubungan diantara

orang-orang tersebut yang disebut dengan perikatan.

Suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan. Apabila telah terjadi

kesepakatan, maka pada saat itu timbullah suatu perikatan diantara pihak-pihak yang melakukan

perjanjian. Dalam hal jual beli, maka perikatan timbul sejak terjadinya kesepakatan antara

penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan

suatu perjanjian dianggap telah tercapai, apabila yang dikeluarkan oleh suatu pihak yaitu penjual

diterima oleh pihak lain yaitu pembeli.

Page 3: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kredit

Pengertian kredit menurut Pasal 1(11) UU No.10/1998 tentang Perubahan Atas UU No.

7/1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan pemberian bunga”.

Dari pengertian diatas, dapat ditemukan adanya unsur-unsur dalam kredit yaitu antara lain:

(1) Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa kredit tersebut akan dibayar

kembali oleh si penerima kredit dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan.

(2) Waktu, yaitu bahwa pemberian kredit dengan pembayaran kembali tidak dilakukan pada

waktu yang bersamaan melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu.

(3) Resiko, yaitu bahwa setiap pemberian kredit mempunyai resiko akibat adanya jangka

waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dengan pembayaran kembali. Semakin

panjang jangka waktu kredit semakin tinggi resiko kredit tersebut.

(4) Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat

berbentuk barang atau jasa. Namun dalam obyek kredit yang menyangkut uanglah yang

sering dijumpai dalam praktek perkreditan.

B. Jenis-Jenis Kredit

Dalam praktek saat ini, secara umum ada 2 jenis kredit yang diberikan kepada para

masyarakat, yaitu:

1. Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa:

(a) Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan

barang dan jasa sebagai kontribusi daripada usahanya.

Kredit ini terdiri dari:

i. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-

usaha, termasuk guna menutup biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atas

penjualan.

Page 4: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

ii. Kredit Investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun

jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan ataupun jasa bagi usaha

yang bersangkutan.

(b) Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-perorangan untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat umumnya.

2. Kredit ditinjau dari jangka waktunya dapat berupa:

(a) Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu

1 tahun.

(b) Kredit Jangka Menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 1

tahun tetapi tidak lebih dari 3 tahun.

(c) Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 3

tahun.

C. Dalam Pasal 1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan bahwa suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih.1

Pasal 1754 KUHPer

“Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena

pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah

yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”2

Walaupun perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam-meminjam, tetapi perjanjian

kredit berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam dalam KUHPer.

1. Perbedaan Perjanjian Kredit dengan Perjanjian Pinjam Meminjam

Berdasarkan rumusan Pasal 1754 HUHPer, perjanjian pinjam-meminjam mensyaratkan

barang yang menjadi obyek perjanjian adalah barang yang dapat habis karena pemakaian.

Apabila obyek dalam suatu perjanjian adalah barang yang tidak dapat habis karena pemakaian,

maka perjanjian tersebut bukanlah perjanjian pinjam-meminjam melainkan jenis perjanjian

lainnya sehingga menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula dari perjanjian pinjam-

meminjam.

Akibat Hukum dari Perjanjian Pinjam Meminjam adalah:

1 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 2602 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 351

Page 5: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

(1) Perjanjian pinjam-meminjam menyebabkan terjadinya perpindahan hak atas kepemilikan dari

barang yang menjadi obyek perjanjian. Hal tersebut menyebabkan ‘pihak peminjam’

memiliki kekuasaan penuh atas barang obyek perjanjian dan menimbulkan konsekuensi

baginya bahwa apabila barang obyek perjanjian tersebut rusak atau musnah ketika barang

tersebut telah berada pada kekuasaannya, maka segala kerusakan dan musnahnya barang

obyek perjanjian tersebut menjadi tanggungannya (Pasal 1755 KUHPer)3.

(2) Pihak yang meminjamkan bertanggungjawab terhadap cacad-cacad yang terdapat pada

barang obyek perjanjian yang diketahuinya telah ada sebelum penyerahan barang terjadi.

Dalam keadaan tersebut, pihak yang meminjamkan berkewajiban untuk mengganti barang

obyek perjanjian yang cacad tersebut dengan barang yang sesuai dengan apa yang telah

diperjanjikan (Pasal 1762 KUHPer)4.

(3) Dalam hal obyek perjanjiannya adalah uang, maka pihak peminjam hanya berkewajiban

mengembalikan uang atas jumlah yang disebutkan dalam perjanjian (Pasal 1756 KUHPer).

(4) Jika terjadi kenaikan atau penurunan/kemunduran terhadap nilai mata uang yang menjadi

obyek perjanjian, maka kewajiban dari pihak peminjam adalah sebesar nilai mata uang yang

bersangkutan pada saat pelunasan (pasal 1756 KUHPer), kecuali telah ditegaskan pada

perjanjian bahwa pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan uang yang telah

dipinjamnya dengan menggunakan mata uang yang sama (pasal 1757 KUHPer).

(5) Apabila obyek perjanjian adalah barang yang berupa emas, perak atau barang-barang

perdagangan lainnya, maka pihak peminjam berkewajiban untuk mengembalikan barang

sesuai dengan jenis, jumlah dan mutu yang sama dengan apa yang telah dipinjamnya tanpa

mengindahkan naik atau turunnya harga dari barang yang bersangkutan (pasal 1758

KUHPer).

(6) Pihak yang meminjamkan tidak boleh meminta barang yang telah dipinjamkannya sebelum

lewat jangka waktu pengembalian sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian. (Pasal 1759

KUHPer).

(7) Pihak Peminjam berkewajiban untuk mengembalikan barang pinjaman dalam jumlah dan

keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan. Jika pihak peminjam tidak

mampu memenuhi kewajibannya tersebut, maka pihak peminjam berkewajiban untuk

3 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 3514 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 352

Page 6: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

membayar harga barang yang telah dipinjamnya tersebut sesuai dengan harga pada waktu

dan tempat pengembalian sesuai dengan perjanjian (Pasal 1763-1764 KUHPer).5

2. Perbedaan Perjanjian Kredit dengan Perjanjian Sewa Beli

Dalam Hire-purchase Act (1965), perjanjian sewa-beli dikontruksikan sebagai suatu

perjanjian sewa-menyewa dengan hak opsi dari si penyewa untuk membeli barang yang

disewanya. Pada dasarnya Perjanjian Sewa Beli sama dengan Perjanjian Jual Beli yaitu tertuju

pada perolehan hak milik atas suatu barang di satu pihak (pihak pembeli) dan perolehan sejumlah

uang sebagai imbalannya (harga) dilain pihak (pihak penjual). Namun, pihak penjual pada

perjanjian sewa beli memerlukan jaminan bahwa barangnya (yang menjadi obyek perjanjian)

tidak akan dijual lagi oleh pihak pembeli sebelum dibayar lunas.

Akibat Hukum dari Perjanjian Sewa Beli adalah:

(1) Penyerahan hak milik baru akan dilakukan pada waktu dibayarnya angsuran terakhir.

Penyerahan dapat dilakukan dengan suatu pernyataan saja karena barangnya sudah berada

dalam kekuasaan si pembeli dalam kedudukan sebagai penyewa.

(2) Perjanjian Sewa Beli gugur demi hukum apabila barang yang disewakan musnah karena

suatu kejadian yang tidak disengaja sebelum penyerahan hak milik. Kerugian akibat

musnahnya barang yang disewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan.

(3) Perjanjian Sewa Beli tidak hapus apabila pihak yang menyewakan ataupun pihak yang

menyewa meninggal (Pasal 1575 KUH Perdata).6

(4) Pihak yang menyewakan dapat melakukan pembatalan perjanjian jika penyewa memakai

barang untuk keperluan yang lain dari tujuannya sehingga menimbulkan kerugian pada pihak

yang menyewakan (Pasal 1561 KUHPer).7

(5) Pihak penyewa bertanggungjawab atas segala kerusakan pada barang yang disewa selama

waktu sewa, kecuali dapat dibuktikan bahwa kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya (pasal

1564 KUHPer).

(8) Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya selama masa sewa belum

selesai, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya (Pasal 1579 KUHPer).8

5 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 3526 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 2987 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 2978 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal. 299

Page 7: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

(9) Pihak yang menyewakan maupun pihak penyewa tidak diperkenankan untuk menjual barang

obyek perjanjian selama waktu sewa berlangsung.

Perbedaan antara perjanjian kredit dengan perjanjian sewa beli terletak pada beberapa hal,

antara lain:

(a) Dalam perjanjian kredit, salah satu pihaknya telah ditentukan yaitu Bank atau lembaga

pembiayaan yang pendiriannya dan syarat-syarat berdirinya mengacu pada ketentuan-

ketentuan di bidang ekonomi yang berlaku. Sedangkan dalam perjanjian sewa-beli, tiap

individu maupun badan hukum memiliki kebebasan untuk menjadi para pihak dalam

perjanjian.

(b) Obyek dalam perjanjian kredit adalah sebagaimana yang telah ditentukan dalam UU

perbankan, yaitu uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Sedangkan dalam

perjanjian sewa-beli, obyek perjanjian dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak

bergerak tanpa pembatasan yang spesifik mengenai hal tersebut.

(c) Dalam perjanjian kredit, prestasi dari debitur (pihak yang meminjam) terdiri dari

pengembalian uang (barang) dalam jumlah yang sama ditambah dengan bunga. Sedangkan

dalam perjanjian sewa-beli, prestasi pihak pembeli selaku pihak yang menyewa adalah

membayar harga angsuran berupa harga sewa yang jumlahnya diatur melalui perjanjian.

(d) Perjanjian kredit memerlukan jaminan sebagai dasar penilaian keyakinan akan kemampuan

debitur untuk melunasi hutangnya. Sedangkan perjanjian sewa beli tidak memerlukan

jaminan karena kepemilikan barang belum berpindah.

3. Perbedaan Perjanjian Kredit dengan Perjanjian Jual Beli Dengan Angsuran

Perjanjian Jual-Beli adalah suatu perjanjian timbal balik dimana pihak yang satu (Penjual)

berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya

(Pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari

perolehan hak milik tersebut. Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual-beli adalah barang

dan harga.

Dalam perjanjian jual-beli dengan angsuran, harga tersebut dibayar oleh pihak pembeli

dengan cara angsuran atau cicilan. Akibat Hukum dari Perjanjian Jual Beli Dengan Angsuran

adalah:

(1) Jual beli telah terjadi pada saat penjual dan pembeli sepakat mengenai barang dan harga.

(2) Penjual berkewajiban menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan.

Page 8: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

(3) Pembayaran harga pembelian barang (obyek perjanjian) dilakukan dengan cara angsuran

yang disepakati dalam perjanjian.

(5) Hak milik atas barang beralih dari penjual kepada pembeli pada saat terjadinya penyerahan

barang (levering). Penjual bertanggung jawab terhadap barang tersebut sampai dengan

terjadinyalevering.

(6) Penjual menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut (obyek perjanjian) dan

menanggung terhadap cacad-cacad yang tersembunyi. (vrijwaring, warranty).

(7) Pihak pembeli masih memilki kewajiban berupa hutang yaitu harga atau sebagian dari harga

yang belum dibayarnya, meskipun telah memiliki hak atas barang yang dibelinya.

Perbedaan antara perjanjian kredit dengan perjanjian jual beli dengan angsuran terletak

pada beberapa hal, antara lain:

(a) Perjanjian kredit tidak bersifat konsesual, sehingga kesepakatan saja belum menimbulkan

hak bagi para pihak untuk menuntut. Sedangkan perjanjian jual-beli dengan angsuran adalah

perjanjian konsesual, dimana kesepakatan telah menimbulkan hak dan kewajiban bagi para

pihak.

(b) Dalam perjanjian kredit, salah satu pihaknya telah ditentukan yaitu Bank atau lembaga

pembiayaan yang pendiriannya dan syarat-syarat berdirinya mengacu pada ketentuan-

ketentuan di bidang ekonomi yang berlaku. Sedangkan dalam perjanjian sewa-beli, tiap

individu maupun badan hukum memiliki kebebasan untuk menjadi para pihak dalam

perjanjian.

(c) Obyek dalam perjanjian kredit adalah sebagaimana yang telah ditentukan dalam UU

perbankan, yaitu uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Sedangkan dalam

perjanjian jual-beli dengan angsuran, obyek perjanjian dapat berupa barang bergerak

maupun barang tidak bergerak tanpa pembatasan yang spesifik mengenai hal tersebut.

(d) Dalam perjanjian kredit, prestasi dari debitur (pihak yang meminjam) terdiri dari

pengembalian uang (barang) dalam jumlah yang sama ditambah dengan bunga. Sedangkan

dalam perjanjian jual-beli dengan angsuran, prestasi pihak pembeli adalah membayar harga

angsuran barang yang diperjanjikan, yang jumlahnya diatur melalui perjanjian.

(e) Dalam perjanjian kredit, jaminan diperlukan bank sebagai dasar penilaian atas keyakinan

akan kemampuan debitur untuk melunasi kredit. Sedangkan dalam perjanjian jual-beli

Page 9: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

dengan angsuran, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian pelunasan pembayaran

harga barang yang harus diperjanjikan sebelumnya.

4. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Pembuatan suatu perjanjian kredit harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian tersebut

diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya.

Pasal 1320 KUHPer9 menentukan 4 (empat) syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:

(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya: Maksudnya bahwa para pihak yang membuat

perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat.

Kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila sepakat itu diberikan karena

kekeliruan/kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.

(2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan: Maksudnya cakap adalah orang yang sudah

dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan

untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk

melakukan perbuatan hukum yaitu:

(a) Orang-orang yang belum dewasa. Menurut Pasal 1330 KUHPer jo. Pasal 47 UU No.

1/197410 tentang Perkawinan, orang belum dewasa adalah anak dibawah umur 18 tahun

atau belum pernah melangsungkan pernikahan ;

(b) Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433

KUHPer11 yaitu orang yang telah dewasa tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap

dan pemboros ;

(c) Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu,

misalnya orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan.

Jika pihak dalam suatu perjanjian kredit adalah suatu perseroan terbatas (PT) maka syarat

kecapakan ini terpenuhi apabila PT tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan telah

didaftarkan dalam daftar perusahaan serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.

(3) Suatu hal tertentu ; Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas

sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.

(4) Suatu sebab yang halal; Artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau

yang diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah

9 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 26110 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 26211 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 107

Page 10: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan

ketertiban umum.

5. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit

Adapun pihak-pihak dalam perjanjian kredit antara lain:

(1) Pihak Pemberi Kredit atau kreditur.

Pihak pemberi kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank

misalnya perusahaan leasing;

(2) Pihak Penerima Kredit atau debitur.

Pihak penerima kredit atau debitur adalah pihak yang dapat bertindak sebagai subyek hukum.

Subyek hukum adalah sesuatu badan yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan

suatu perbuatan hukum, baik perbuatan sepihak maupun perbuatan dua pihak.

Pada dasarnya subyek hukum terdiri dari:

(a) manusia (person)

(b) badan hukum (rechtpersoon) misalnya Perseroan Terbatas (PT).

Pasal 1(2) UU Perbankan:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

6. Fungsi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh kreditur maupun oleh

debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian,

pengelolaan maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri.

Fungsi dari perjanjian kredit, yaitu:

(1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok: Artinya perjanjian kredit

merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang

mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan;

(2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan

kewajiban di antara kreditur dan debitur;

(3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Page 11: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

7. Bentuk Perjanjian Kredit

Dalam prakteknya ada 2 bentuk perjanjian kredit, yaitu:

(1) Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan, atau dinamakan akta di bawah tangan.

Artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya hanya dibuat diantara

mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. Namun pada prakteknya dalam perjanjian

kredit bank, akta dibawah tangan ini disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian

ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja

bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar yang isi,

syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap yang kemudian

disodorkan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui dan dipahami dalam rangka

penandatanganan perjanjian kredit tersebut. Jadi calon debitur mau atau tidak mau, dengan

terpaksa atau sukarela, harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir

kredit walaupun ia tidak setuju terhadap pasal-pasal tertentu. Hal tesebut dikarenakan

calon debitur sangat membutuhkan kredit atau berada pada posisi lemah.

(2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris, yang dinamakan akta otentik atau

akta notariil. Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris,

namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur

kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris

dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam

bentuk akta notariil atau akta otentik.

8. Penggolongan Jaminan Kredit Bank

Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut

pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya kebendaan yang dijadikan objek jaminan,

dan lain sebagainya.

a. Jaminan karena undang-undang dan karena perjanjian

Jaminan karena undang-undang adalah jaminan yang dilahirkan atau diadakan

oleh seperti jaminan umum, hak privelege dan hak retensi (pasal 1132, pasal 1134 ayat

(1)). Sedangkan jaminan karena perjanjian adalah jaminan yang dilahirkan atau

diadakan oleh perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotik,

hak tanggungan dan fiducia.

Page 12: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

b. Jaminan umum dan jaminan khusus

Pada prinsipnya menurut hukum segala harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan

bagi perutangannya dengan semua kreditu. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada

pasal 1131 menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun

yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,

menjadi tanggungan untuk segala perikatan perserorangan. Hal ini berarti seluruh harta

kekayaan milik debitur akan menjadi jaminan pelunasan atas utang debitur kepada semua

kreditur. Kekayaan debitur dimaksud meliputi kebendaan bergerak maupun benda tetap,

baik yang sudah ada pada saat perjanjian utang piutang diadakan maupun yang baru akan

ada di kemudian hari yang akan menjadi milik debitur setelahperjanjian utang piutang di

adakan.

Dengan demikian, seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan umum atas

pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan

sebelumnya. Jaminan umum ini dilahirkan karena undang-undang, sehingga tidak perlu

ada perjanjian jaminan sebelumnya.

Dalam jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditur mempunyai kedudukan yang

sama terhadap kreditur-kreditur lain, tidak ada kreditur yang diutamakan atau

diistimewakan dari kreditur-kreditur lain. Karena jaminan umum kurang menguntungkan

bagi kreditur, maka diperlukan penyerahan harta kekayaan tertentu untuk diikat secara

khusus sebagai jaminan pelunasan utang debitur, sehingga kreditur yang bersangkutan

mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan daripada kreditur kreditur lain

dalam pelunasan utangnya. Jaminan yang seperti ini memberikan perlindungan kepada

kreditur dan didalam perjanjian akan diterangkan mengenai hal ini. Jaminan khusus

memberikan kedudukan mendahului (preferen) bagi pemegangnya.

c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan perseorangan.

Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu

benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari

debitur, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat

diperalihkan (contoh: hipotik, hak tanggungan gadai, fidusia). Adapun uraian singkat

mengenai masing-masing bentuk lembaga jaminan adalah sebagai berikut:

Page 13: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

1.       Gadai

Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai

dengan pasal 1160 KUH Perdata.  Gadai merupakan lembaga jaminan yang digunakan

untuk mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak antara lain berupa

barang-barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang emas), surat berharga dan

surat yang mempunyai harga (misalnya saham dan sertifikat deposito), mesin-mesin

yang tidak terpasang secara tetap di tanah atau bangunan (misalnya genset), dan

sebagainya.

Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan jaminan kebendaan kepada

krediturnya sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur mempunyai hak menagih

pelunasan piutangnya atas benda yang diikat dengan Gadai tersebut.

Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan hak didahulukan atau hak

preferen kepada kreditur sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur tersebut akan

memperoleh pembayaran didahulukan atas piutangnya dari hasil pencairan (penjualan)

benda yang diikat dengna Gadai dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.

2.       Hipotik

Lembaga Hipotik pada saat ini hanya digunakan untuk mengikat jaminan utang

yang berupa kapal laut berukuran bobot 20 m3 atau lebih sesuai dengan ketentuan

pasal 314 KUH Dagang dan UU No.21 tahun 1992 tentang Pelayaran, dengan

mengacu antara lain kepada ketentuan Hipotik yang tercantum dalam KUH Perdata. 

Pengikatan kapal laut melalui Hipotik memberikan kepastian hukum bagi kreditur

sesuai dengan dibuatnya akta dan sertifikat Hipotik yang dalam praktek

pelaksanaannya adalah berupa Akta Hipotik berdasarkan perjanjian pinjaman dan Akta

Kuasa Memasang Hipotik.

Page 14: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

3.  Hak Tanggungan

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas  tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

kreditur lain.  Pemberiannya merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian

yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hak tanggungan lahir dengan sebuah

perjanjian. Adapun beberapa unsur pokok dari hak tanggungan adalah:

1. Hak yaitu hak jaminan yang dibebankan atas tanah sebagai yang dimaksud oleh

UUPA;

2. Berikut atau tidak berikut dengan benda-benda yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah itu;

3. Untuk pelunasan utang tertentu;

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap

kreditur yang lain.

Adapun ciri-ciri hak tanggungan adalah memenuhi asas spesialitas dan asas

publisitas. Asas spesialitas yaitu asas yang mewajibkan dalam muatan akta pemberian

hak tanggungan harus mencantumkan ketentuan-ketentuan seperti ditegaskan12.

Sedangkan asas publisitas yaitu asas yang mewajibkan didaftarkannya hak tanggungan

pada kantor pertanahan setempat13.

Objek hak tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Benda-

benda (tanah) akan dijadikan jaminan atas suatu utang dengan dibebani hak tanggungan

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Dapat dinilai dengan uang

2. Harus memenuhi syarat publisitas;

3. Mempunyai sifat droit de suite apabila debitor cidera janji;12 Undang-Undang No 4 Tahun 1996 pasal 11 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah13 Undang-Undang No 4 Tahun 1996 pasal 13 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Page 15: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

4. Memerlukan penunjukkan menurut UU.

Hak tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh suatu perjanjian

(perjanjian kredit) antara debitor dan kreditor. Dalam perjanjian itu diatur tentang

hubungan hukum antara kreditor dan debitor, baik menyangkut besarnya jumlah kredit

yang diterima oleh debitor, jangka waktu pengembalian kredit, maupun jaminan yang

nantinya akan diikat dengan hak tanggungan. Oleh karena hak tanggungan tidak dapat

dilepaskan dari perjanjian kredit, itulah sebabnya maka hak tanggungan dikatakan

accessoir (mengikuti) perjanjian pokoknya.

Kredit yang diberikan oleh kreditor mengandung risiko, maka dalam setiap

pemberian kredit, bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa ada suatu

perjanjian tertulis. Itu sebabnya diperlukan suatu jaminan kredit dengan disertai

keyakinan akan kemampuan debitor melunasi utangnya. Hal ini sesuai dengan

perundangan tentang Perbankan14 yang menyatakan dalam memberikan kredit, bank

umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk

melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan.

Dalam menjalankan suatu perjanjian khususnya dalam perjanjian kredit, para

pihak (debitor, kreditor) selalu dibebani dua hal yaitu hak dan kewajiban. Menurut J.

Satrio bahwa suatu perikatan yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai dua

sudut: sudut kewajiban-kewajiban (obligations) yang dipikul oleh suatu pihak dan

sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak menurut

dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. Jadi hak tanggungan

merupakan jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberi

kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.

Kreditor sebagai pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahului daripada

kreditor-kreditor yang lain (“droit de preference”) untuk mengambil pelunasan dari

penjualan tersebut. Selain itu hak tanggungan akan tetap membebani obyek hak

tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditor pemegang

hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah

dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de suite”).

14 Undang-undang No 10 Tahun 1998 pasal 8 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Page 16: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa seizing

pihak kreditor maka kreditor dapat mengajukan upaya hukum untuk membatalkan

seluruh tindakan deditor yang dianggap merugikan. Dengan demikian, dalam

perjanjian tanggungan, pihak kreditor tetap diberikan hak-hak yang dapat

menghindarkannya dari praktek-praktek “nakal” debitor atau kelalaian debitor.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian hak tanggungan,

seorang kreditor diberikan hak untuk mendapatkan pelunasan terlebih dahulu dari

pihak pemberi tanggungan selain itu, pihak kreditor dapat pula mengajukan hak

mendahuluinya, dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan oleh debitor tanpa

izin kreditor.

4. Fidusia

Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perundang-undangan melainkan

berkembang atas dasar yurisprudensi, di Indonesia baru diatur dalam undang-undang 

pada tahun 1999 dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang

jaminan Fidusia. 

Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu yang

menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang

tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

dibebani hak tanggungan.  Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1

Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah pengalihan hak

kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang

hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan

atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang

melekat pada benda bergerak. Benda bergerak dibedakan lagi atas benda berwujud atau

bertubuh. Pengikatan jaminan benda bergerak berwujud dengan gadai atau fiducia,

sedangkan pengikatan jaminan benda bergerak tidak berwujud dengan gadai, cessie, dan

account receivable.

Page 17: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

Jaminan kebendaan diatur dalam Buku II KUH Perdata serta Undang-undang lainnya,

dengan bentuk, yiatu:

1) Gadai diatur dalam KUH Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150-1161, yaitu suatu hak

yang diperoleh seorang kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh

debitur untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut dengan mendahulukan

kreditur dari kreditur lain.

2) Hak tanggungan; UU No.4/1996, yaitu jaminan yang dibebankan hak atas tanah,

berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu ketentuan dengan

tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

diutamakan pada kreditur terhadap kreditu lain.

3) Fiducia, UU No.42/1999, yaitu hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang

tidak dibebani hak tanggungan sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang

memberikan kedudukan utama terhadap kreditur lain.

Sedang jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan lansung

pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap

harta kekayaan debitur umumnya ( contoh: borgtocht).

Jaminan perorangan dan garansi, diatur dalam Buku III KUH Perdata, dalam bentuk:

1) Penanggungan hutang (Borgtoght) Pasal 1820 KUH Perdata, yaitu suatu perjanjian

dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri

untuk memenuhi perikatan si berhutang mana hak orang tersebut tidak

memenuhinya.

2) Perjanjian Garansi/indemnity (Surety Ship) Pasal 1316 KUH Perdata, yang berbunyi

meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang

pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan

tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah

menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga

tersebut menguatkan sesuatu jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya.

PEMBAHASAN KASUS

Page 18: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

Kasus yang menjadi fokus pembahasan adalah kasus perdata tanah mengenai

kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila

debitur cidera janji sebagaimana diputuskan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan No.

901/Pdt/2007, tanggal 24 Oktober 2007 tentang Perkara Permohonan Eksekusi Hak Tanggungan

No. 147/PEN.EKS/APHT/2003/PN.TNG.

Sengketa hak tanggungan atas tanah ini terjadi antara PT. Bank Niaga selaku Pemohon

Kasasi dahulu Tergugat I – Pembanding I melawan Ny. Han Moy selaku Termohon Kasasi

dahulu Penggugat – Terbanding dan CV. Rahayu, Yohan Suparman, Pemerintah RI cq.

Departemen Keuangan RI cq. Direktorat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara, cq. Kantor

Wilayah IV Bandung cq. Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara Serang selaku para turut

Termohon Kasasi dahulu para Tergugat – Pembanding II dan para turut Terbanding.

URAIAN KASUS :

Kasus ini berawal dari perjanjian kredit antara CV. Rahayu dengan Bank Niaga dengan

tujuan untuk investasi perluasan modal kerja, masa berlakunya kredit ini efektif mulai berlaku

pada tanggal 14 Nopember 2002 dan harus dilunasi pada tanggal 14 Nopember 2005. Namun

setelah pinjaman kredit diterima oleh CV. Rahayu, ternyata pelaksanaan program perluasan

usaha sebagaimana yang tertuang dalam persetujuan fasilitas kredit tidak dilaksanakan, dan

ternyata dialihkan kebidang usaha lain yaitu pembebasan tanah Bandara Soekarno Hatta.

Salah satu persyaratan dalam perjanjian kredit investasiadalah kewajiban dari CV. Rahayu,

untuk menyerahkan sebagai jaminan yaitu 3 (tiga) bidang tanah Sertipikat Hak Guna Bangunan

milik Penggugat yang asalnya dari Sertipikat Hak Milik No. 344, No. 421 dan No. 538 yang kini

telah dibalik nama oleh PT. Bank Niaga menjadi :

1. Sertipikat HGB No. 8563/Cibodas, luas 650 m2, gambar situasi tanggal 15 Desember 2004

No. 271/Cibodas/2004, tertanggal 10 Juli 1987 yang tercatat atas nama PT. Bank Niaga Tbk ;

2. Sertipikat HGB No. 8564/Cibodas, luas 1.133 m2, gambar situasi tanggal 15 Desember 2004

No. 272/Cibodas/2004, tertanggal 15 Oktober 1991 yang tercatat atas nama PT. Bank Niaga

Tbk ;

3. Sertifikat HGB No. 8565/Cibodas, luas 1.500 m2, gambar situasi tanggal 15 Desember 2004

No. 273/Cibodas/2004, tertanggal 10 April 1996 yang tercatat atas nama PT. Bank Niaga

Tbk ;

Page 19: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik Penggugat tersebut diatas telah

dijadikansebagai jaminan karena berdasarkan kesepakatan bersama yang tertuang dalam Akta

pendirian perusahaan yang dibuat oleh Notaris Nani Wahyudi, SH dan Akta perubahan yang

dibuat oleh Notaris Herry Sosiawan, SH, Sdr. Anton Wijaya selaku Direktur CV. Rahayu

berjanji untuk dengan segera selambat-lambatnya pada tanggal 14 Maret 2003, setelah sertipikat

hak atas tanah tersebut selesai segera menyerahkan kepada PT. Bank Niaga sebagai jaminan, dan

melaksanakan serta menandatangani akta pemberian jaminan atas tanah dan bangunan sesuai

dengan Akta Perjanjian Kredit.

Oleh karena CV. Rahayu tidak melaksanakan program perluasan usaha sebagaimana

yang tertuang dalam persetujuan fasilitas kredit antara Bank Niaga dengan CV. Rahayu dan

ternyata dialihkan kebidang usaha lain yaitu pembebasan tanah Bandara Soekarno Hatta. Maka

seluruh jumlah pinjaman baik karena hutang pokok, bunga, provisi, fee dan biaya lainnya wajib

dibayarkan kembali dengan seketika dan seluruhnya kepada Bank Niaga, karena kelalaian dari

CV. Rahayu tersebut.

Oleh karena CV Rahayu terhitung sejak April 2003 tidak melakukan pembayaran atas

kelalaiannya tersebut kepada Bank Niaga. Dengan berdasar pada Pasal 1267 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Pasal 6 UUHT, Bank Niaga melakukan tindakan

penyitaan atas harta milik Penggugat berupa Sertipikat Hak Milik No. 344 No. 421, No. 583 atas

bidang tanah dan bangunan milik suami istri yang tercatat atas nama Yohan Suparman yang telah

dijual lelang oleh Kantor Lelang Negara yang lelangnya telah dilaksanakan pada tanggal 3

September 2004 No. 426/2004.

Namun dalam proses pelelangan objek hak tanggungan dalam hal ini sertipikat hak milik

(yang juga merupakan objek hak tanggungan CV. Rahayu terhadap Bank Niaga) yang dilakukan

oleh Bank Niaga tersebut, namun dalam proses pelelangan tersebut Bank Niaga juga bertindak

sebagai pembeli lelang dari sertipikat tersebut.

Dengan berdasar pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 49/PRP/1960 yang mengatur

mengenai penyelesaian kredit macet menyatakan bahwa penyelesaian kredit macet harus

diadakan kesepakatan terlebih dahulu antara debitur dengan Panitia Urusan Piutang

Negara(PUPN) yang menghasilkan surat pernyataan bersama yang berkepala ‘Atas Nama

Keadilan’. Kemudian surat pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai

landasan hukum untuk melakukan penyitaan barang agunan dan pelelangan, serta Pasal 12

Page 20: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

UUHT yang menyebutkan bahwa “pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk membeli tanah

dimaksud dari pelelangan, jadi ikut dalam pelelangan apa akibatnya, pasti bahwa hal-hal yang

sangat memprihatinkan akan terjadi dan yang menjadi korban adalah rakyat”, pihak penggugat

Ny. Han Moy yang juga merupakan istri dari Yohan Suparman (Direktur Keuangan CV Rahayu

yang mengadakan perjanjian kredit dengan Bank Niaga) menggugat bahwa pelelangan yang

dilakukan oleh Bank Niaga cacat hukum.

Terhadap gugatan dari Ny. Han Moy tersebut di atas Pengadilan Negeri Tangerang telah

membuat putusan, melalui Putusan No. 215/PDT.G/2005/PN.TNG, tanggal 21 Februari 2006

yang amarnya sebagai berikut : “Menyatakan tidak sah penjualan lelang atas tanah-tanah milik

Yohan Suparman yaitu Serfikat Hak Milik No. 344, No. 421, dan No. 583 oleh Bank Niaga

melalui perantaraan Kantor Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara Serang. Menyatakan Risalah

Lelang 426/2004 tertanggal 3 September 2004 yang dibuat oleh turut Tergugat I tidak

mempunyai kekuatan hukum. Dan menghukum turut Tergugat I dan turut Tergugat II tunduk dan

patuh terhadap putusan ini.”

Putusan Pengadilan Negeri tersebut diambil alih sebagai pertimbangan hukum dari Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi Banten di Serang dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Banten

dengan putusan No. 41/Pdt/2006/PT.Banten tanggal 18 September 2006.

Dalam perkara ini dengan mendasarkan diri Pasal 12 A (1) UU No. 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang PERBANKAN yang berbunyi “Bank Umum

dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun diluar pelelangan

berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk

menjual diluar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi

kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan

secepatnya ; yang selanjutnya penjelasan dari pasal ini*menyatakan bahwa “Pembelian agunan

oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat

penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya. Dalam hal Bank sebagai pembeli agunan Nasabah

Debiturnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya. Bank dimungkinkan

membeli agunan diluar pelelangan dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian

kewajiban Nasabah Debiturnya. Bank Niaga melakukan permohonan kasasi secara lisan pada

tanggal 14 Desember 2006 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi No.

215/Pdt.G/2005/PN/TNG yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Tangerang, permohonan

Page 21: Hukum Komersial Kel 1 Tatina Revisi-01

mana disertai dengan/diikuti oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 27 Desember 2006.

Berdasarkan hal tersebut Mahkamah Agung pada tanggal 24 Oktober 2007 melalui Putusan No.

9001 K/Pdt/2007, memutuskan untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banten di Serang

No. 41/Pdt/2006/PT.Banten tanggal 18 September 2006 yang menguatkan putusan Pengadilan

Negeri Tangerang No. 215/Pdt.G/2005/PN.TNG, tanggal 21 Februari 2006, menolak gugatan

Penggugat, dan menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara.

Dari kasus di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi pelanggaran perjanjian

kredit oleh CV. Rahayu pada Bank Niaga yang semula untuk tujuan investasi perluasan modal

kerja ternyata dialihkan ke bidang usaha lain yaitu pembebasan tanah Bandara Soekarno Hatta.

Sehingga CV. Rahayu harus membayar seluruh jumlah pinjaman baik karena hutang pokok,

bunga, provisi, fee dan biaya lainnya wajib dibayarkan kembali dengan seketika dan seluruhnya

kepada Bank Niaga, karena kelalaian dari CV. Rahayu tersebut.