Top Banner
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN PERAWAT DALAM MANAJEMEN NYERI PASIEN POST OPERASI DI BANGSAL BEDAH RSUD DR SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Arif Saifullah NIM : ST 13005 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
88

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Feb 05, 2018

Download

Documents

trinhlien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT

DENGAN TINDAKAN PERAWAT DALAM MANAJEMEN

NYERI PASIEN POST OPERASI DI

BANGSAL BEDAH RSUD DR

SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

Arif Saifullah

NIM : ST 13005

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

Page 2: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang
Page 3: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang
Page 4: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT serta salam terhatur kepada Rasulullah Muhammad S.A.W, yang selalu

melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat

menyusunskripsi penelitian ini dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan

perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di

bangsal bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.

Dalam penyusunanskripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat

menyelesaikan penyusunanskripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta

yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin

penyusunan skripsi ini.

3. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kepselaku pembimbing Utama yang telah

membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.

4. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku pembimbing pendamping

yang telah banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun

skripsi ini.

5. dr. Joko Sugeng P, M.Kes selaku Direktur RSUD dr Soehadi Prijonegoro

Sragen yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

Page 5: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

6. Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi

ini.

7. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

terlibat dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang

sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

para pembaca, khususnya bagi penulis.

Surakarta, Agustus 2015

Penulis

Page 6: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

ABSTRAK xii

ABSTRACT xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 7

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori 10

2.2 Keaslian Penelitian 33

2.3 Kerangka Teori Penelitian 34

2.4 Kerangka Konsep Penelitian 35

2.5 Hipotesis 35

Page 7: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 36

3.2 Populasi dan Sampel 36

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 37

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 38

3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan data 38

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 44

3.7 Etika Penulisan 47

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum RSUD Sragen 49

4.2 Hasil Penelitian 50

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 59

5.2 Tingkat Pengetahuan 62

5.3 Tindakan Perawat 65

5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67

BAB VI PENUTUP

6.1 Simpulan 72

6.2 Saran 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 33

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 38

Tabel 3.2 Interpretasi nilai r 47

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin 51

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur 52

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan 53

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi masa kerja 54

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan 55

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tindakan perawat 56

Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan dengan tindakan 57

Page 9: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskritif 25

Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik 26

Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS 26

Gambar 2.4 Skala Nyeri Bourbonis 26

Gambar 2.5 Kerangka Teori 34

Gambar 2.6 Kerangka konsep Penelitian 35

Gambar 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin 51

Gambar 4.2 Distribusi frekuensi umur 52

Gambar 4.3 Distribusi frekuensi pendidikan 53

Gambar 4.4 Distribusi frekuensi masa kerja 54

Gambar 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan 55

Gambar 4.6 Distribusi frekuensi tindakan perawat 56

Page 10: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Keterangan

1. Lembar konsultasi

2. Surat ijin studi pendahuluan

3. Surat ijin penelitian

4. Surat keterangan penelitian

5. Lembar permohonan menjadi responden

6. Lembar persetujuan menjadi responden

7. Lembar kuesioner pengetahuan perawat

8. Prosedur tetap manajemen nyeri non farmakologi

9. Lembar observasi tindakan perawat

10. Rekapitulasi hasil penelitian

11. Hasil analisa data penelitian

12. Jadwal penelitian

Page 11: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Arif Saifullah

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat

Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

Abstrak

Perawat dengan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri post operasi baik mandiri maupun kolaboratif. Perawat jaga ketika dihadapkan keluhan nyeri, selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil adalah kolaborasi dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang menggunakan teknik non farmakologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi. Penelitian deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional pada 36 perawat yang bertugas di Bangsal Bedah (Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Variabel yang diamati: pengetahuan perawat dan tindakan perawat. Analisis data menggunakan uji korelasi Rank Spearman . Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah, sebagian besar mempunyai tindakan manajemen nyeri yang baik yaitu 19 responden (53%). Hasil penelitian dilihat dari nilai signivikansi yang kurang dari 0,05, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan perawat secara bermakna mempengaruhi tindakan perawat dalam manajemen nyeri dengan p-value sebesar 0,000. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Kata kunci: pengetahuan perawat, tindakan perawat, manajemen nyeri, post operasi. Daftar pustaka: 45 (2004-2014).

Page 12: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Arif Saifullah

Correlation between Nurses’ Knowledge Level and Their Intervention on

Post-operative Patients’ Pain Management at the Surgical Wards of dr.

Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen

ABSTRACT

Nurses with their knowledge can deal with the post-operative pain problem

individually and collaboratively. The nurses in charge when faced with pain

complaints all this time take the initial measures by having collaboration with

doctors for the analgesic drug administration. The collaboration rarely uses the

non-pharmacological technique.

The objective of this research is to investigate the nurses’ knowledge level

and their intervention on the post-operative patients’ pain management.

This research used the descriptive corelational method with the cross-

sectional approach. The samples of research consisted of 36 nurses employed at

the surgical wards (Wards Mawar and Wijaya Kusuma) of dr. Soehadi

Prijonegoro Local General Hospital of Sragen. The research used the

Spearman’s Rank correlation test to analyze the nurses’ knowledge level and their

intervention.

The result of the research shows that 20 nurses (56%) had the good

knowledge level. 19 respondents (53%) had the good intervention on the pain

management as indicated by the significance-value (p-value) = 0.000 which was

less than 0.05, meaning that the nurses’ knowledge level affected their

intervention on the pain management.

Thus, there was a correlation between the nurses’ knowledge level and

their intervention on the post-operative patient’s pain management at the surgical

wards of dr. Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen.

Keywords: Nurses’ knowledge, nurses’ intervention, pain management, post-operative. References: 45 (2004-2014).

Page 13: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong,

mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan anestesi,

individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan

mencakup pula pemberian anestesia atau pembiusan yang meliputi anestesi

lokal, regional atau umum (Smeltzer & Bare, 2007). Proses pembedahan

memerlukan perawatan perioperatif yang terdiri dari pra-operasi, intra-

operasi, pasca-operasi sehingga dapat memberi kenyamanan pada pasien

setelah operasi dan tidak terjadi infeksi nosokomial (Hidayat, 2008).

Pembedahan atau operasi merupakan suatu tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh

yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan

dengan membuat sayatan setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan,

dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan adanya insisi (sayatan)

yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan

berbagai keluhan dan gejala dimana salah satu keluhan yang sering

dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Win, 2005).

Page 14: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual

(Asmadi, 2008). Nyeri pada pasien post operasi merupakan nyeri akut yang

disebabkan oleh kerusakan jaringan karena adanya insisi pada saat

pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri awitannya mendadak,

intensitas ringan sampai berat, durasinya singkat (dari beberapa detik sampai

6 bulan), meningkatkan respon autonum, komponen psikologis yang berperan

adalah ansietas, berhubungan dengan kerusakan jaringan (Brunner & Suddart,

2005)

Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang normal, namun

meskipun demikian nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti

oleh pasien post operasi. Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien

kembali penuh yang semakin meningkat seiring dengan berkurangnya

pengaruh obat anestesi. Nyeri yang dialami oleh pasien post operasi adalah

nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan. Nyeri

akut yang dirasakan oleh pasien post operasi merupakan penyebab stress,

frustasi dan gelisah yang mengakibatkan pasien mengalami gangguan tidur,

cemas, tidak nafsu makan dan ekspresi tegang (Perry & Potter, 2006).Selain

hal itu nyeri post operasi juga dapat menimbulkan peningkatan laju

metabolisme dan curah jantung, kerusakan respon insulin, peningkatan

prodiksi kortisol, dan retensi cairan (Brunner & Suddart, 2005).

Pasien dalam merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan cara

berbeda-beda, misalnya berteriak, meringis, dan lain-lain. Oleh karena nyeri

bersifat subjektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang

Page 15: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

dialami pasien (Asmadi, 2008).Namun sayangnya belum banyak yang

diketahui dan belum dikelola dengan baik, padahal perawat memiliki lebih

banyak kesempatan dibandingkan tenaga kesehatan lain untuk membantu

menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddart,

2005).

Menurut Undang-Undang No 38 tahun 2014, Perawat adalah seseorang

yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di

luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu,

keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

Penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung

jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki

kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi. Penyelenggaraan

Keperawatan dan Praktik Keperawatan juga harus sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Notoatmodjo (2012) mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil

dari tahu, dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra

manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behaviour).

Page 16: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang

memadai dalam semua aspek perawatan perioperatif mencakup fungsi

pernapasan yang optimal, meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan pasca-

operasi (mual dan mutah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu

tubuh normal, bebas dari cidera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi,

kembalinya fungsi perkemihan yang normal, dan tidak adanya komplikasi

(Baradero et al, 2008). Tingkat pengetahuan perawat yang kurang dapat

menyebabkan komplikasi dan keluhan yang membahayakan bagi pasien

sehingga dapat menyebabkan kematian (Nashrulloh, 2009).

Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi

masalah nyeri post operasi baik secara mandiri maupun secara kolaboratif

dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan

pendekatan non farmakologi. Pendekatan farmakologi merupakan pendekatan

kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian

obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri (Brunner & Suddart, 2005).

Sedangkan pendekatan non farmakologi merupakan pendekatan untuk

menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri yang

meliputi: stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas, stimulasi

syaraf eliktris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis dan teknik

relaksasi napas dalam (Brunner & Suddart, 2005).

Jumlah tindakan pembedahan di dunia sangat besar, hasil penelitian di

56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar

234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun

Page 17: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

(Weiser et al. 2008). Studi pada negara-negara industri, angka komplikasi

tindakan pembedahan diperkirakan 3-16% dengan kematian 0,4-0,8%

(Weiser et al. 2008). Tingginya angka komplikasi dan kematian akibat

pembedahan menyebabkan tindakan pembedahan seharusnya menjadi

perhatian kesehatan global. Asumsi angka komplikasi 3% dan angka

kematian 0,5%, menunjukkan hampir tujuh juta pasien mengalami komplikasi

mayor termasuk satu juta orang yang meninggal selama atau setelah tindakan

pembedahan per tahun (Weiser et al. 2008).Jumlah operasi bedah di

Indonesia terjadi peningkatan dimana tahun 2000 sebesar 47.22%, tahun 2001

sebesar 45.19%, tahun 2002 sebesar 47.13%, tahun 2003 sebesar 46.87%,

tahun 2004 sebesar 53.22%, tahun 2005 sebesar 51.59 %, tahun 2006 sebesar

53.68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace, 2007).

Hasil studi pendahuluan tanggal 14 - 15 November 2014 peneliti

memperoleh data berdasarkan data yang terdapat dibagian Rekam Medis

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen jumlah operasi dari Januari 2013

sampai Desember 2013 sebanyak 3538 pasien. Jumlah pasien operasi di ruang

Mawar dan Wijaya Kusuma dari bulan Januari sampai Juni 2014 sebanyak

487 pasien. Peneliti juga mendapatkan data jumlah perawat di Bangsal Bedah

(Mawar dan Wijaya Kusuma) ada 36 perawat, dengan pendidikan S2 ada 1

orang, S1 ada 11 orang, DIV ada 1 orang dan DIII ada 23 orang.

Hasil studi pendahuluan terhadap beberapa perawat yang bertugas di

bangsal bedah didapatkan fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan

dengan keluhan nyeri selama ini kebanyakan langkah awal yang diambil

Page 18: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik,

masih jarang yang menggunakan teknik non farmakologi.Ketika peneliti

menanyakan mengapa hal tersebut dilakukan, ada yang mengatakan karena

sudah ada program terapi dari dokter, ada pula yang mengatakan mereka

mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyerinya dan

juga sekaligus memberikan obat analgetik sesuai program terapi dokter.

Berdasarkan beberapa fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik

untuk mengadakan penelitian tentang “ Hubungan tingkat pengetahuan

perawat dengan tindakan perawat dalam managemen nyeri pasien post

operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.

1.2 Rumusan Masalah

Fenomena yang terjadi di bangsal bedah ketika perawat jaga

dihadapkan dengan keluhan nyeri, kebanyakan langkah awal yang diambil

adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik.

Perawat dapat menggunakan teknik manajemen nyeri non farmakologi untuk

mengatasi masalah nyeri tersebut. Berdasarkan hal diatas maka rumusan

masalah dari penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat

pengetahuan perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri

pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Page 19: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan

perawat dalam managemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan karakteristik responden di Bangsal Bedah RSUD dr

Soehadi Prijonegoro Sragen.

b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen nyeri

pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro

Sragen.

c. Mendiskripsikan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post

operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

d. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan

perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada manajemen untuk

merancang kebijakan pelayanan keperawatan khususnya peningkatan

kualitas sumber daya manusianya dengan cara pengiriman tenaga

keperawatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada hubungannya

dengan pelayanan pasien khususnya perawatan pada pasien post operasi.

2. Manfaat bagi institusi pendidikan

Page 20: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan

ajar terkait tentang perawatan manajemen nyeri pada pasien pasca-operasi

sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya dalam penelitian keperawatan

perioperatif.

3. Manfaat bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terkait dengan topik yang masih

berhubungan dengan manajemen nyeri.

4. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti

dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan hubungan tingkat

pengetahuan perawat post operasi dengan tindakan keperawatan dalam

manajemen nyeri pada pasien post operasi.

Page 21: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pengetahuan

2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh

manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika

seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda

atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan

sebelumnya (Meliono, Irmayanti, dkk. 2007).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2012).

2.1.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai enam

tingkat, yakni :

1. Tahu (know)

Page 22: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension )

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis )

Analisis adalah suatu kompuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis )

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan dan

menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian

Page 23: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, yaitu :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain

terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri

bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka

menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya

rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap

penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada

empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,

hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat

Page 24: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.

Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan

pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5. Pengalaman

Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik

seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman

terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan

timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap

positif.

6. Kebudayaan

Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai

budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin

masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan.

7. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Page 25: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

2.1.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2012), dari berbagai macam cara yang telah

digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah

dapat dikelompokan menjadi dua, yakni :

1. Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah

a. Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh

manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba

coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Metode ini

telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk

memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode

ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau

tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu

masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama

dalam meletakan dasar-dasar mennemukan teori-teori dalam berbagai

cabang ilmu pengetahuan.

b. Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja

oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan

enzim urease oleh Summers pada tahun 1926.

c. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Page 26: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali

kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak

kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional

saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang

otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu

pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di

dalam penemuan pengetahuan.

d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah

ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber

pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman

pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa

yang lalu.

e. Cara Akal Sehat

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori

atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang

tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang

Page 27: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila

anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit.

Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang

menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan

metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak.

Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan

cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak

dalam konteks pendidikan.

f. Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan

dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan

diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas

dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak.

g. Kebenaran secara Intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia cepat sekali melalui

proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau

berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya

karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan

yang sisitematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan

intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja.

h. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir

manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

Page 28: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.

Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia

telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun

deduksi.

i. Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari

pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum.

Proses berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indra atau hal-hal

yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal

yang konkret kepada hal-hal yang abstrak.

j. Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

umum yang ke khusus. Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara

berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”.

Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku bahwa sesuatu

yang dianggap benar secara umumpada kelas tertentu, berlaku juga

kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang

termasuk dalam kelas itu.

2. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian

Page 29: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

ilmiah‟, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research

methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon

(1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat

pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek

yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :

a. Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul

pada saat dilakukan pengamatan

b. Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak

muncul pada saat dilakukan pengamatan.

c. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala

yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu.

2.1.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Baik : Hasil presentase 76%-100%.

2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%.

3. Kurang : Hasil presentase ≤55%.

2.1.1.5 Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2011), perilaku manusia pada hakekatnya

adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku

manusia mempunyai bentangan yang sangat luas. Bahkan kegiatan internal

Page 30: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

(internal activity) seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan

perilaku manusia.

Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan

dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang

paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan

perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan

lingkungan ini melalui suatu proses belajar (Notoatmodjo 2011).

2.1.2 Konsep Nyeri

2.1.2.1 Nyeri

Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul

bilamana jaringan sedang di rusak yang menyebabkan individu tersebut

bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton and Hall,

2008).

Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang

menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang

ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat

pasien dengan nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien

bahwa itu ada (Brunner & Suddarth, 2005).

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007).

Page 31: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat

individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain (Kozier & Erb,

2009).

2.1.2.2 Penyebab Nyeri

Penyebab nyeri menurut Asmadi (2008) dapat diklasifikasikan

menjadi dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan

berhubungan dengan psikis.

1. Penyebab yang berhubungan dengan fisik

Penyebab fisik misalnya trauma (mekanik, termis, kimiawi maupun

elektrik), neoplasma, peradangan, dan gangguan sirkulasi darah.

2. Penyebab yang berhubungan dengan psikis

Merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik,

melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

2.1.2.3 Stimulus Nyeri

Seseorang dapat menoleransinya, menahan nyeri (pain tolerance),

atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri

(pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul

(2006), di antaranya :

1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya

kerusakan jarigan dan iritasi secara langsung pada reseptor.

2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat

terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.

3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.

Page 32: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria

yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

5. Spasme otot, dapat mestimulus mekanik.

2.1.2.4 Klasifikasi Nyeri

Menurut Mubarak dan Chayatin (2008)ada tiga klasifikasi nyeri

berdasarkan sumbernya yaitu:

1. Nyeri Perifer.

Nyeri ini ada tiga macam, yaitu:

a. Nyeri superfisial, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada

kulit dan mukosa.

b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari

reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks.

c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari

penyebab nyeri.

2. Nyeri Sentral

Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan

talamus.

3. Nyeri Psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini

timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.

Sedangkan klasifikasi nyeri menurut bentuknya menurut Mubarak dan

Chayatin (2008) meliputi :

1. Nyeri Akut

Page 33: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan

gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah

diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan

kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.

2. Nyeri Kronis

Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyerinya bisa

diketahui bisa juga tidak diketahui.

2.1.2.5 Teori nyeri

Menurut Asmadi (2008), Nyeri merupakan suatu fenomena yang

penuh rahasia dan menggugah rasa ingin tahu para ahli. Begitu pula untuk

menjelaskan bagaimana nyeri tersebut terjadi masih merupakan suatu

misteri. Namun demikian ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme

transmisi nyeri. Teori tersebut diantaranya:

1. The Specificity Theory (Teori Spesifik).

Menurut teori spesifik nyeri ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan

dengan pengaktifan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh perubahan

mekanik, rangsangan kimia, atau temperatur yang berlebihan. Persepsi

nyeri yang dibawa oleh serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh

spinotalamik ke spesifik pusat nyeri di talamus.

2. The Intensity Theory (Teori Intensitas)

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap

rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika

intensitasnya cukup kuat.

Page 34: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

3. The Gate Control Theory (Teori Kontrol Pintu)

Teori ini menjelaskan mekanisme transmisi nyeri. Kegiatannya

bergantung pada aktivitas serat saraf aferen berdiameter besar atau kecil

yang dapat mempengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas

serat yang berdiameter besar menghambat transmisi yang artinya pintu

ditutup, sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah

transmisi yang artinya pintu dibuka.

2.1.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Potter & Perry (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri adalah sebagai berikut:

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus

mengkaji respons nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang

melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.

Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka

mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka

takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri

diperiksakan.

2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon

nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (tidak pantas kalau laki-laki

mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3. Kebudayaan

Page 35: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan

bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan

kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4. Makna Nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri

dan dan bagaimana mengatasinya.

5. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

6. Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping.

7. Pengalaman Sebelumnya

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat

ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi

nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung

pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Gaya Koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang

mengatasi nyeri.

Page 36: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

9. Dukungan Sosial dan Keluarga

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan

perlindungan.

2.1.2.7 Tingkat Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,

pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Skalaq intensitas nyeri menurut Smeltzer dan Bare (2007) adalah

sebagai berikut :

1. Skala intensitas nyeri deskritif

Gambar 2.1 Skala Nyeri deskritif

2. Skala identitas nyeri numerik

Skala numerik adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk

menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada

Page 37: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

skala numeral dari 0

atau 100 berarti

Gambar 2.2 Skala Nyeri numeric

3. Skala analog visual atau

VAS (Visual Analog Scale

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian

verbal pada setiap ujung. Skala ini memberikan

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.

Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS

4. Skala nyeri menurut Bourbanis

Gambar 2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti

atau 100 berarti severe pain (nyeri hebat).

.2 Skala Nyeri numeric

Skala analog visual atau VAS (Visual Analog Scale)

Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian

verbal pada setiap ujung. Skala ini memberikan kebebasan penuh

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.

Gambar 2.3 Skala Nyeri VAS

Skala nyeri menurut Bourbanis

Gambar 2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

100. Angka 0 berarti no pain dan 10

) adalah suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian

kebebasan penuh

Page 38: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak

dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap

tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri berat tidak terkontrol: pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.

2.1.2.8 Penatalaksanaan nyeri

Menurut Price & Wilson (2006), menghilangkan nyeri merupakan tujuan

dari penatalaksanaan nyeri yang dapat dicapai dengan dua pendekatan

yaitu: pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pendekatan ini

diseleksi berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan klien secara individu.

1. Pendekatan farmakologis

Pendekatan farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan

untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Terdapat

4 kelompok obat nyeri yaitu:

a. Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ OAISN)

Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan sedang

Page 39: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

terutama asetaminofen (Tylenol) dan OAISN dengan efek anti piretik,

analgetik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat (Aspirin) dan

ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OIANS yang sering digunakan

untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan.

b. Analgetik Opioid

Merupakan analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan dalam

penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obat-

obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan

nyeri terkait kanker. Morfin merupakan salah satu jenis obat ini yang

digunakan untuk mengobati nyeri berat.

c. Antagonis dan Agonis-Antagonis Opioid

Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat

pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat jenis ini

yang efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya

menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan dibandingkan

dengan opioid murni.

d. Adjuvan atau Koanalgetik

Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek komplementer

dalam penatalaksanaan nyeri yang semula dikembangkan untuk

kepentingan lain. Contoh obat ini adalah Karbamazopin (Tegretol)

atau Fenitoin (Dilantin).

2. Penatalaksanaan non farmakologis

Page 40: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Menurut Price & Wilson (2006), bentuk-bentuk penatalaksanaan non

farmakologi meliputi:

a. Stimulasi dan Massage Kutaneus

Massage adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering

dipusatkan pada pinggang dan bahu. Massage menstimulasi

reseptor tidak nyeri. Massage juga membuat pasien lebih nyaman

karena membuat relaksasi otot.

b. Terapi Es dan Panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat

sensitifitas reseptor nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area

sekitar pembedahan. Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran

darah yang dapat mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.

c. Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan (TENS)

TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan

elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi

kesemutan atau menggetar pada area nyeri. Mekanisme ini sesuai

dengan teori gate kontrol dimana mekanisme ini akan menutup

transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras asenden sistem syaraf

pusat untuk menurunkan intensitas nyeri.

d. Distraksi

Dilakukan dengan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain pada nyeri. Keefektifan transmisi tergantung pada

Page 41: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input

sensori selain nyeri.

e. Teknik Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan

dan stress yang mampu memberikan individu kontrol ketika terjadi

rasa tidak nyaman atau nyeri/stress fisik dan emosi pada nyeri.

f. Imajinasi Terbimbing

Individu di instruksikan untuk membayangkan bahwa dengan

setiap napas yang diekhalasikan (dihembuskan) secara lambat akan

menurunkan ketegangan otot dan ketidak nyamanan dikeluarkan.

g. Hipnosis

Efektif untuk menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini

mungkin membantu pereda nyeri terutama dalam periode sulit.

2.1.2.9 Skor tindakan perawat dalam manajemen nyeri

Menurut Nursalam (2013) skor yang digunakan untuk mempermudah

dalam mengkategorikan peringkat dalam penelitian dalam bentuk

prosentase. Misalnya:

1. Baik : Hasil presentase 76%-100%.

2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%.

3. Kurang : Hasil presentase ≤55%.

2.1.2.10 Nyeri Post Operasi

1. Pengertian Nyeri Post Operasi

Page 42: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Nyeri post operasi merupakan nyeri akut yang berlangsung kurang

dari 6 bulan dengan serangan yang muncul mendadak dengan sebab dan

daerah nyerinya yang dapat diketahui ( Brunner & Suddart, 2005 ).

Nyeri post operasi adalah nyeri akut yang berhubungan dengan

kerusakan jaringan (Nuraini, 2005). Pengertian lain mengatakan nyeri

post operasi merupakan nyeri menetap selagi luka dalam masa

penyembuhan yang ditandai dengan nyeri yang berlebihan bila daerah

luka tersebut terkena rangsangan yang biasanya hanya sebabkan nyeri

ringan (Guyton and Hall, 2008).

2. Bentuk nyeri post operasi

Menurut Brunner & Suddart (2005), bentuk nyeri pada post operasi

merupakan nyeri akut yang disebabkan oleh kerusakan jaringan karena

adanya insisi pada saat pembedahan yang memiliki karakteristik nyeri

sebagai berikut:

1) Awitannya mendadak.

2) Intensitas ringan sampai berat.

3) Durasinya singkat ( dari beberapa detik sampai 6 bulan ).

4) Meningkatkan respon otonum seperti: konsisten dengan stress

simpatis, frekuensi jantung meningkat, volume sekuncup meningkat,

tekanan darah meningkat, dilatasi pupil meningkat, tegangan otot

meningkat, motilitas gastrointestinal dan prodoksi saliva menurun.

Page 43: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

5) Komponen psikologis yang berperan adalah ansietas.

6) Berhubungan dengan kerusakan jaringan.

3. Mekanisme nyeri post operasi

Mekanisme nyeri berawal dari reseptor nyeri (nosiseptor). Reseptor

nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang hanya berespon pada

stimulus yang kuat yang secara potensial merusak jaringan (Brunner &

Suddart, 2005).

Pada nyeri post operasi rangsangan nyeri disebabkan oleh

rangsangan mekanik yaitu luka (insisi) dimana insisi ini akan

merangsang mediator-mediator kimia dari nyeri seperti histamin,

bradikinin, asetilkolin dan subtansi prostaglandin dimana zat-zat ini

diduga dapat meningkatkan sensitifitas reseptor nyeri yang akan

menimbulkan sensasi nyeri. Selain zat yang mampu merangsang

kepekaan nyeri, tubuh juga memiliki zat yang mampu menghambat

(inhibitor) nyeri yaitu endorfin dan enkefalin yang mampu meredakan

nyeri (Brunner & Suddart, 2005).

2.2 Keaslian penelitian

Table 2.1 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

Riezky Dwi Eriawan (2013)

Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca Operasi dengan General Anesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr.

metode cross sectional dengan uji chi-square

Analisis data didapatkan p value: 0,005, yang lebih kecil dari tingkat signifikan (p <0,05), sehingga ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dan tindakan keperawatan pasien

Page 44: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Soebandi Jember pasca operasi dengan anestesi umum.

Setiyawan (2010)

Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat dalam upaya pencegahan dekubitus di Rumah Sakit Cakra Husada Klaten

metode cross sectional dengan uji chi- square

Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan dengan perilaku perawat dalam mencegah dekubitus dengan nilai p=0,077 (p< 0,05) sedangkan sikap mempunyai hubungan yang signifikan dalam mencegah dekubitus dimana nilai p=0,008 (p< 0,05)

Ni Komang Rai Artini (2009)

Pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri pasca operasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

one group pretest-postest dengan uji paired t-test

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri pasca operasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan nilai sigifikasi p = 0,000 dimana t hitung = 10,661 sedangkan t tabel = 1,684 dan taraf signifikan 5 %.

2.3 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang dapat

dilihat dibawah.

Pengetahuan tentang managemen nyeri

Kerusakan jaringan (Luka Insisi)

Nyeri

Manajemen nyeri

Pasien post operasi

Non Farmakologi Farmakologi

Factor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan:

• Pendidikan • Pekerjaan • Umur •

Page 45: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Gambar 2.5 Kerangka Teori Sumber: Notoatmodjo (2011), Brunner & Suddart (2005), Price & Wilson (2006).

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.6 Kerangka konsep penelitian

2.5 Hipotesis

Tingkat pengetahuan perawat Tindakan perawat dalam managemen nyeri

Variabel independen Varibel dependen

Tindakan perawat dalam managemen nyeri

Perubahan intensitas nyeri

Page 46: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2010).

Hipotesa Nol (H0) adalah tidak ada hubungan antaratingkat pengetahuan

perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post

operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

Hipotesa alternative (Ha) adalah ada hubungan antaratingkat pengetahuan

perawat dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien

post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro

Sragen.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian deskripsi korelasi yaitu

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua

variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi

terhadap data yang sudah ada (Arikunto, 2010). Metode pendekatan yang

digunakan adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan

Page 47: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

waktu pengukuran/observasi data variable independen dan dependen hanya

satu kali pada satu saat (Nursalam, 2013).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi

penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah

(Mawar dan Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang

berjumlah 36 orang. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi

dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.

3.2.2 Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013).

Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan

sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan obyek penelitian

(Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

total sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan sampel dimana

jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan

mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah

populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian semuanya.

Page 48: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Berdasarkan jumlah perawat yang bertugas di Bangsal Bedah RSUD

dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang berjumlah 36 orang, maka jumlah

sampel dalam penelitian ini sebanyak 36 responden.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 16 Mei

2015. Jadwal terlampir.

3.3.2 Tempat penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Bangsal Bedah (Ruang Mawar dan

Ruang Wijaya Kusuma) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Variable Definisi Alat ukur Parameter Skala

Pengetahuan perawat

tingkat pemahaman atau hal-hal yang diketahui oleh perawat yang bertugas di Bangsal Bedah RSUDdr.Soehadi PrijonegoroSragen tentang managemen nyeri non farmakologi.

Kuesioner skor 76-100% = baik, skor 56-75% = cukup dan skor ≤55% = kurang

ordinal

Page 49: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Tindakan perawat dalam managemen nyeri

suatu tindakan perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi keluhan nyeri post operasi yang dihadapi pasien saat itu.

Checklist Observasi

Skor 16-20 = Baik, skor 12-15= cukup, skor ≤ 11 kategori kurang.

Ordinal

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Alat Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik (Arikunto, 2010).

1. Instrumen untuk pengetahuan perawat

Instrument yang digunakan untuk mengukur pengetahuan perawat

adalah kuesioner.Data tingkat pengetahuan tentang managemen nyeri

diperoleh dengan mengukur menggunakan kuesioner yang berjumlah

20 item dengan jawaban benar (B) atau salah (S). pertanyaan terdiri

dari 10 item pertanyaan favorable dan 10 item pertanyaan unfavorable.

Untuk pertanyaan favorable penilainnya B=1 dan S=0. untuk

pertanyaan unfavorable penilaiannya B=0 dan S=1. Pertanyaan

favorable terdapat pada nomor 1,3,5,6,11,14,15,16,18,19, sedangkan

yang termasuk pertanyaan unfavorable yaitu 2,4,7,8,9,10,12,13, 17,20.

Untuk mendapat prosentase dari setiap jawaban yaitu hitung jumlah

jawaban yang benar, kemudian dibagi jumlah soal dan dikalikan

100%. Hasil nilai di atas kemudian ditafsirkan sebagai berikut :

a. Baik : 76 – 100 %

Page 50: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Berarti pengetahuan baik apabila jawaban benar 16-20 soal

b. Cukup : 56 – 75 %

Berarti pengetahuan dianggap cukup apabila jawaban benar 12-15

soal

c. Kurang: ≤ 55 %

Berarti pengetahun dianggap kurang apabila jawaban benar ≤ 11

soal ( Nursalam, 2013).

2. Instrumen untuk tindakan perawat dalam manajemen nyeri

Instrument yang digunakan untuk tindakan perawat adalah lembar

observasi sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen berisi 20 item pernyataan

tentang prosedur tindakan perawat dalam manajemen nyeri, pernyataan

jenis Dichotomy question.Masing-masing pernyataan ada 2 pilihan

jawaban yaitu “Ya” atau “Tidak”, apabila dilakukan diberi skor 1 dan

apabila tidak dilakukan diberi skor 0. Observasi atau pengamatan ini

dilakukan oleh peneliti. Peneliti hanya memberikan tanda chek (√)

pada kolom jawaban. Dari hasil observasi ini akan menghasilkan tiga

kemungkinan yaitu tindakan perawat kategori baik bila skor 16-20,

kategori cukup bila skor 12-15, dan kategori kurang baik bila skor ≤

11.

3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas

Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) menyatakan apa

adalah yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas (keandalan) adanya

Page 51: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh orang yang

berbeda ataupun waktu yang berbeda.

Untuk uji validitas butir kuesioner pengetahuan perawat dan tindakan

perawat dalam manajemen nyeri, digunakan tekhnik korelasi pearson

product moment, karena teknik ini mengorelasikan masing-masing skor

item dengan skor total ( Priyatno, 2009). Rumus yang digunakan adalah :

( )( )( ){ } ( ){ }2222 .. YYNXXN

YXXYNrxy

∑−∑∑−∑

∑∑−∑=

Dimana :

rxy = koefisien korelasi

∑X = jumlah skor item

∑Y = jumlah skor total (item)

N = jumlah responden Untuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil

rhitungdengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka

pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila rhitung

lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus diganti,

diperbaiki atau dihilangkan.

Sedangkan untuk menguji reliabilitas butir angket kuesioner

pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri digunakan

rumus alpha cronbach yaitu :

r11 =

Σ−

− 2

22

1t

t b

k

k

σσσ

Page 52: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Dimana :

r11 = reliabilitas

k = banyaknya butir pertanyaan

∑ σ2b = jumlah varian butir

σ2t = varian total

Menurut Riwidikdo (2008), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha

minimal 0,70.

Instrumen penelitian tingkat pengetahuan perawat ini pernah digunakan

oleh Febri (2010), dengan hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada

20 orang responden diperoleh r hitung 0,533-0,929 dan r tabel 0,444

dalam taraf signifikan 0,05 sehingga menunjukkan bahwa seluruh butir

soal r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir soal pengetahuan

dinyatakan valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner tingkat

pengetahuan perawat diperoleh hasil nilai alpha 0,948 menunjukkan

bahwa nilai alpha lebih besar dari 0,70, maka instrumen penelitian

tersebut reliabel.

Instrumen penelitian tindakan perawat ini lembar observasi yang

sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berlaku di

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen sehingga tidak memerlukan uji

validitas dan uji reliabilitas.

3.5.3 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

Page 53: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

penelitian (Nursalam, 2008). Untuk kuesioner tingkat pengetahuan

perawat, sebelum dilakukan pengumpulan data dengan penyebaran

kuesioner, peneliti memberi penjelasan tentang cara-cara pengisisan

kuesioner kemudian membagikan kepada responden dan diisi saat itu juga

sehingga data yang diperoleh adalah data primer. Sedangkan untuk

kuesioner tindakan perawat, peneliti mengobservasi ketika perawat

melakukan tindakan manajemen nyeri pada pasien post operasi, kemudian

peneliti hanya memberikan tanda chek (√) pada kolom jawaban.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan :

1. Data primer yaitu data yang didapatkan secara langsung diambil dari

obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data

primer dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat pengetahuan

perawat dan lembar observasi tindakan perawat dalam manajemen

nyeri.

2. Data sekunder yaitu data yang didapatkan secara tidak langsung dari

obyek atau subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder dalam

penelitian ini diperoleh dari data di rekam medik dan data dari bidang

keperawatan yang relevan yang mendukung penelitian ini.

Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

1. Wawancara

Page 54: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Peneliti melakukan wawancara langsung kepada responden untuk

memperoleh data mengenai data pendahuluan penelitian dan tindakan

manajemen nyeri yang dilakukan.

2. Angket kuesioner.

Peneliti memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi secara

lengkap setelah sebelumnya diberi penjelasan cara pengisian kuesioner

terlebih dahulu.

3. Observasi responden

Peneliti melakukan pengamatan langsung dengan membawa check list

observasi yang telah disusun sebelumnya.

4. Dokumentasi

Peneliti melakukan dokumentasi pelaksanaan kegiatan penelitian

sebagai bukti pelaksanaan penelitian.

5. Tinjauan literatur

Peneliti membaca buku-buku yang dapat membantu peneliti

melakukan penelitian untuk memperoleh data yang relevan.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner

dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :

Page 55: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

1. Editing

Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk

mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang

diberikan dengan jawaban. Peneliti mengoreksi / memeriksa kembali data-

data yang sudah terkumpul sehingga hasil yang diperoleh tidak bias atau

error dengan cara mengecek nama dan kelengkapan identitas responden

serta mengecek kelengkapan data.

2. Coding

Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk

memudahkan dalam analisis data. Pada kuesioner tingkat pengetahuan,

untuk pengetahuan baik diberi kode 1, pengetahuan cukup diberi kkode 2,

dan pengetahuan kurang diberi kode 3. Pada check list observasi untuk

tindakan manajemen nyeri baik diberi kode 1, untuk tindakan manajemen

nyeri cukup diberi kode 2, dan untuk tindakan manajemen nyeri kurang

diberi kode 3.

3. Transfering

Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam

hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan

program excel.

4. Tabulating

Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. Pada tahap ini,

data dimasukkan kedalam lembaran tabel kerja sesuai kriteria guna

mempermudah pembacaan.

Page 56: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

5. Entry data

Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program

komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss.

3.6.2 Analisa Data

Analisa data hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu sebagai

berikut:

a. Analisis univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang dinarasikan

(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini distribusi frekuensi terdiri dari

umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, tingkat pengetahuan perawat

dan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.

b. Analisis bivariat terhadap dua variabel yang diduga berkorelasi yaitu

analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui

keterkaitan dua variable (Notoatmojo, 2010). Data yang digunakan untuk

pengujian hipotesis ini berasal dari variabel pengetahuan perawat dan

tindakan perawat dalam manajemen nyeri yang pengukurannya

menggunakan skala ordinal. Melalui pengukuran ini, peneliti membagi

respondennya kedalam urutan rangking atas dasar sikapnya pada objek

atau tindakan tertentu, maka digunakan teknik statistik non

parametrik.Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Rank

Spearman (ρ). Korelasi Rank Spearmandigunakan untuk mencari

hubungan dan menguji spesifikasi hipotesis assosiatif, bila datanya

Page 57: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

berbentuk ordinal atau rangking dan sumber data antar variabel tidak harus

sama (Sugiyono, 2010).

Rumus dasar yang bisa digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan:

rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

Ʃd² = selisih mutlak antara rangking data variable X dan variable Y

n = banyaknya responden atau sampel

Pengujian ini menggunakan program komputer SPSS versi 20.0.

Kriteria keputusan:

a. Apabila p value > 0,05 maka hipotesa nol (Ho) diterima dan Ha

ditolak yang berarti tingkat pengetahuan tidak mempunyai hubungan

dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.

b. Apabila p value < 0,05 maka hipotesa nol (Ho) ditolak dan Ha

diterima yang berarti tingkat pengetahuan mempunyai hubungan

dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri.

Menurut Arikunto (2010), koefisien korelasi (r) yang menunjukkan

keeratan hubungan mempunyai rentang nilai dari 0 sampai 1. Indeks

korelasi tidak pernah lebih dari 1,00.

Tabel 3.2 Interpretasi nilai r

Page 58: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

3.7 Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat

dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-

hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini

untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu

pada:

1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent).

Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia

untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut,

namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh

memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup

dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,000 – 0,200

0,200 – 0,400

0,400 – 0,600

0,600 – 0,800

0,800 – 1,00

Sangat lemah

Lemah

Sedang

Kuat

Sangat kuat

Page 59: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya

kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset atau hasil dari penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen

Page 60: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

RSUD Sragen didirikan pada tahun 1958 berklasifikasi type D. pada

tahun 1995 RSUD Sragen menjadi tipe C yang tertuang dalam SK Bupati

Sragen Nomor: 445/461/011/1995 dan pada tahun 1999 menjadi RSUD

Swadana yang tertuang dalam Perda Nomor 7 Tahun 1999. Pada tahun 2011

telah menyelesaikan akreditasi 12 pokja pelayanan menjadi type B rujukan.

Saat ini sedang mempersiapkan untuk akreditasi versi 2012.

Jenis pelayanan di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen meliputi:

rawat jalan (IGD 24 jam, poliklinik), rawat inap, kegawat daruratan, rawat

intensif (ICU dan ICCU), pelayanan operasi (one day care), pelayanan

penunjang medis (Rehabilitasi Medik/ Fisioterapi, Laboratorium 24 jam,

Radiologi 24 jam, Apotik 24 jam), dan haemodialisa.

Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik

PKBRS, Spesialisasi: Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kebidanan

dan Kandungan, Penyakit Kulit dan Kelamin, Penyakit Bedah, Penyakit

Mata, Penyakit Saraf, Penyakit THT, Paru, Orthopedi, Anestesi, Jantung dan

Onkologi serta Konsultasi Gizi. Pelayanaan rawat inap meliputi Bangsal

Wijaya Kusuma (Bangsal VIP dan SVIP), Teratai, Mawar, Tulip, Aster,

Sakura, Anggrek, Melati dan Cempaka. Selain itu juga terdapat bangsal ICU,

ICCU serta bangsal khusus untuk Perinatologi.

Pelayanan penunjang medis meliputi Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi,

Instalasi Laboratorium Klinik, Instalasi Bedah Sentral (IBS), Instalasi

Pemeliharaan Sarana Rumah sakit (IPSRS), Instalasi Rehabilitasi Medik,

Page 61: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Instalasi Radiologi, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat jalan, Instalasi

Gawat Darurat, Instalasi Pemulasaraan Jenazah

RSUD Kabupaten Sragen tahun 1953 dengan jumlah tempat tidur

sekitar 75. Sejak tahun 1960, merupakan tipe D dengan tempat tidur sekitar

100. Tahun 1993 ditingkatkan tipenya menjadi tipe C dengan jumlah tempat

tidur 174 dan pada tahun 2007 rumah sakit ini sudah memiliki 199 tempat

tidur. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien, ada penambahan jumlah

tempat tidur sehingga sampai sekarang menjadi 319 tempat tidur.

Ruang Mawar merupakan ruang rawat inap yang merawat pasien bedah

kelas II dan kelas III. Kapasitas tempat tidur sebanyak 42 buah. Perawat

berjumlah 17 orang dan tenaga administrasi 1 orang. Ruang Wijaya Kusuma

merupakan ruang rawat inap dengan kapasitas 23 tempat tidur dan perawat

berjumlah 19 orang dan 1 orang tenaga administrasi.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Uji Univariat

Hasil uji univariat memberikan deskripsi karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, masa kerja, status

kepegawaian, tingkat pengetahuan dan tindakan perawat dalam manajemen

nyeri.

4.2.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Page 62: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

No

1. 2.

Sumber : Data Primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki

perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki

(31%).

Distribusi frekuensi jenis kelamin dapat dilihat dari gambar 4

berikut :

Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

4.2.1.2 Karakteristik

Karakteristik responden

Perempuan

Jenis kelamin Jml

Laki-laki Perempuan

11 25

Total 36

Sumber : Data Primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki

perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki-laki 11 responden

Distribusi frekuensi jenis kelamin dapat dilihat dari gambar 4

Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan umur

responden berdasarkan umur terdapat dalam tabel berikut ini.

Laki-laki

31%

Perempuan

69%

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

%

31% 69%

100%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, dimana

laki 11 responden

Distribusi frekuensi jenis kelamin dapat dilihat dari gambar 4.1

berdasarkan umur terdapat dalam tabel berikut ini.

Page 63: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sumber: Data Primer

Dari tabel 4.2 dapat diketahui

30 tahun sebanyak 12 responden (33%), 31

responden (36%), 36

sebanyak 1 responden (3%), 46

dan 51-55 tahun seb

Distribusi frekuensi berdasarkan umur dapat dilihat dari gambar 4.2

berikut:

Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

4.2.1.3 Karakteristik

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yaitu :

36-40

Thn

14%

41-45 Thn

3%

46-50 Thn

11%

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

Umur Jml

26 – 30 Thn 31 – 35 Thn 36 – 40 Thn

41 – 45 Thn 46 – 50 Thn 51 – 55 Thn

12 13 5 1 4 1

Total 36 Sumber: Data Primer

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berusia 26

30 tahun sebanyak 12 responden (33%), 31-35 tahun sebanyak 13

responden (36%), 36-40 tahun sebanyak 5 responden (14%), 41

sebanyak 1 responden (3%), 46-50 tahun sebanyak 4 responden (11%)

55 tahun sebanyak 1 responden (3%).

Distribusi frekuensi berdasarkan umur dapat dilihat dari gambar 4.2

Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yaitu :

26-30 Thn

33%

31-35 Thn

36%

45 Thn

50 Thn

11%

51-55 Thn

3%

Umur

% 33% 36% 14% 3%

11% 3%

100%

bahwa jumlah responden yang berusia 26-

35 tahun sebanyak 13

40 tahun sebanyak 5 responden (14%), 41-45 tahun

50 tahun sebanyak 4 responden (11%)

Distribusi frekuensi berdasarkan umur dapat dilihat dari gambar 4.2

berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yaitu :

30 Thn

26-30 Thn

31-35 Thn

36-40 Thn

41-45 Thn

46-50 Thn

51-55 Thn

Page 64: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No 1. 2. 3. 4.

Sumber: Data Primer

Dari Tabel 4.3 mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa 23 responden

(64%) berpendidikan DIII, 1 responden (3%) berpendidikan DIV, 11

responden (30%) berpendidikan S1 dan 1 responden (3%) berpendidikan

S2.

Distribusi frekuensi tingkat pendidikan dapat

berikut :

Gambar 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan

4.2.1.4 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja

Karakteristik responden

DIV

3%

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jml

DIII DIV S1 S2

23 1 11 1

Total 36 Sumber: Data Primer

Dari Tabel 4.3 mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa 23 responden

(64%) berpendidikan DIII, 1 responden (3%) berpendidikan DIV, 11

responden (30%) berpendidikan S1 dan 1 responden (3%) berpendidikan

Distribusi frekuensi tingkat pendidikan dapat dilihat dari gambar 4.3

Gambar 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan masa kerja

responden berdasarkan masa kerja yaitu:

DIII

64%

S1

30%

S2

3%

Pendidikan

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

% 64% 3%

30% 3%

100%

Dari Tabel 4.3 mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa 23 responden

(64%) berpendidikan DIII, 1 responden (3%) berpendidikan DIV, 11

responden (30%) berpendidikan S1 dan 1 responden (3%) berpendidikan

dilihat dari gambar 4.3

Karakteristik responden berdasarkan masa kerja

DIII

DIV

S1

S2

Page 65: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa 13 responden (36%) memiliki masa

kerja 1-5 Thn, 13 responden (36%) memiliki masa kerja 6

responden (14%) memiliki masa kerja 11

memiliki masa kerja 16

21-25 Thn, dan 2 responden (6%) memiliki masa kerja 2

Distribusi frekuensi masa kerja dapat dilihat dari gambar 4.4 berikut :

Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Masa Kerja

4.2.1.5 Tingkat pengetahuan responden

Tingkat pengetahuan

11-15

Thn

14%

16-20 Thn

0%

21-25 Thn

8%

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jml

1-5 Thn 6-10 Thn

11-15 Thn 16-20 Thn 21-25 Thn 26-30 Thn

13 13 5 0 3 2

Total 36 Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa 13 responden (36%) memiliki masa

5 Thn, 13 responden (36%) memiliki masa kerja 6

responden (14%) memiliki masa kerja 11-15 Thn, 0 responden (0%)

memiliki masa kerja 16-20 Thn, 3 responden (8%) memiliki masa kerja

25 Thn, dan 2 responden (6%) memiliki masa kerja 26-

Distribusi frekuensi masa kerja dapat dilihat dari gambar 4.4 berikut :

Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Masa Kerja

Tingkat pengetahuan responden

ingkat pengetahuan responden antara lain:

Tabel 4.6

1-5 Thn

36%

6-10 Thn

36%

26-30 Thn

6%

Masa Kerja

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja

% 36% 36% 14% 0% 8% 6%

100%

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa 13 responden (36%) memiliki masa

5 Thn, 13 responden (36%) memiliki masa kerja 6-10 Thn, 5

15 Thn, 0 responden (0%)

20 Thn, 3 responden (8%) memiliki masa kerja

-30 Thn.

Distribusi frekuensi masa kerja dapat dilihat dari gambar 4.4 berikut :

1-5 Thn

6-10 Thn

11-15 Thn

16-20 Thn

21-25 Thn

26-30 Thn

Page 66: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Distribusi Frekuensi Berdasarkan

No 1. 2. 3.

Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai

tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20

yang mempunyai tingkat cukup 16 responden (44%), dan tidak ada yang

mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%).

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dapat dilihat dari gambar 4.6

berikut:

Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Tin

4.2.1.6 Tindakan perawat dalam manajemen nyeri

Tindakan perawat dalam manajemen nyeri yaitu sebagai berikut:

Cukup

44%

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan Jml Baik

Cukup Kurang

20 16 0

Total 42 Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai

tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Sedangkan

yang mempunyai tingkat cukup 16 responden (44%), dan tidak ada yang

mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%).

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dapat dilihat dari gambar 4.6

Gambar 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan

Tindakan perawat dalam manajemen nyeri

Tindakan perawat dalam manajemen nyeri yaitu sebagai berikut:

Kurang

0%

Pengetahuan

Pengetahuan

% 56% 44% 0%

100%

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai

responden (56%). Sedangkan

yang mempunyai tingkat cukup 16 responden (44%), dan tidak ada yang

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dapat dilihat dari gambar 4.6

Tindakan perawat dalam manajemen nyeri yaitu sebagai berikut:

Baik

56%

Baik

Cukup

Kurang

Page 67: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

No

1. 2. 3.

Sumber : Data Primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mempunyai

tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan dengan yang

mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%)

mempunyai tindakan baik, seda

Distribusi frekuensi tindakan manajemen nyeri dapat dilihat dari gambar

4.7 berikut :

Gambar 4.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat

4.2.2 Hasil Uji Bivariat

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat

Tindakan Jml

Baik Cukup Kurang

19 17 0

Total 36

Sumber : Data Primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mempunyai

tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan dengan yang

mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%)

mempunyai tindakan baik, sedangkan tindakan cukup 17 responden (47%).

Distribusi frekuensi tindakan manajemen nyeri dapat dilihat dari gambar

Gambar 4.7 Distribusi Frekuensi Tindakan Perawat

Hasil Uji Bivariat

Baik

53%

Cukup

47%

Kurang

0%

Tindakan Perawat

%

53% 47% 0%

100%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mempunyai

tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan dengan yang

mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19 responden (53%)

ngkan tindakan cukup 17 responden (47%).

Distribusi frekuensi tindakan manajemen nyeri dapat dilihat dari gambar

Baik Cukup

Kurang

Page 68: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan

perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dilakukan analisa dengan program

SPSS versi 20.0 dengan uji Rank Spearman yang hasilnya dalam tabel

sebagai berikut:

Table 4.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat

Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen

tindakan perawat Total r ρ

Baik Cukup

tingkat pengetahuan

Baik 16 4 20 0.610 0.000

cukup 3 13 16

Total 19 17 36

Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa perawat yang memiliki tingkat

pengetahuan baik yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik

sebanyak 16 responden, dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup

sebanyak 4 responden. Perawat yang memiliki tingkat pengetahuan cukup

yang melakukan tindakan manajemen nyeri baik sebanyak 3 responden,

dan melakukan tindakan manajemen nyeri cukup sebanyak 13 responden.

Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa, nilai Sig. (2-tailed) = 0,000

< p = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan ada

hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat

dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr

Soehadi Prijonegoro Sragen

Page 69: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Korelasi diatas menghasilkan korelasi positif. Hal ini berarti

semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat, maka semakin

tinggi atau semakin baik tindakannya dalam manajemen nyeri. Begitu pula

sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat,

maka semakin rendah atau semakin kurang kemampuannya dalam

melakukan tindakan manajemen nyeri pasien post operasi.

Menurut Arikunto (2010), kriteria hubungan antar variabel adalah

bahwa semakin mendekati nilai 1 maka hubungan yang terjadi semakin

erat dan jika mendekati 0 maka hubungan semakin lemah. Karena nilainya

0.610 yang mendekati 1 maka hubungan yang terjadi adalah kuat.

Page 70: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi

Prijonegoro Sragen.

5.1.1 Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden

perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki,

dimana perempuan 25 responden (69%), sedangkan laki-laki 11

responden (31%). Dilihat dari sejarah perkembangan keperawatan

dengan adanya perjuangan seorang Florence Nightingale sehingga

dunia keperawatan identik dengan pekerjaan seorang perempuan.

Namun demikian kondisi tersebut sekarang sudah berubah, banyak

laki-laki yang menjadi perawat, tetapi kenyataannya proporsi

perempuan masih lebih banyak daripada laki-laki (Utami dan

Supratman, 2009). Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat

dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan

yang secara umum lebih baik dikerjakan oleh laki-laki, ada juga

pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan perempuan. Peneliti

berpendapat tidak ada pengaruh antara perawat laki-laki dan

perempuan dalam melakukan tindakan keperawatan, hal ini di buktikan

baik perawat laki-laki maupun perempuan sama-sama menjalankan

tugasnya dengan penuh tanggung jawab.

Page 71: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

5.1.2 Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang

paling banyak berusia 31-35 tahun yaitu 13 responden (36%). Dalam

bekerja umur mempengaruhi produktivitas, usia rata-rata perawat

tergolong dalam usia produktif sehingga berpeluang untuk mencapai

produktivitas kinerja yang lebih baik. Umur merupakan faktor yang

mempengaruhi pengetahuan dari seseorang. Pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor umur.

Meningkatnya usia seseorang, akan meningkat pula kebijaksaan dan

kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan dan berpikir

rasional. Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami

perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), Pada aspek psikologis

atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan

dewasa (Mubarok, 2011). Semakin tinggi umur seseorang semakin

bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo,

2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin dewasa umur seorang

perawat, makin tinggi tingkat pengalamannya. Semakin lama masa

kerjanya maka pengalamannya dalam menjalankan tugas dibidang

keperawatan akan semakin meningkat.

5.1.3 Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa

sebagian besar tingkat pendidikan adalah DIII keperawatan yaitu

Page 72: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

sebanyak 23 responden (64%). Pengetahuan sangat erat kaitannya

dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi maka individu tersebut

akan semakin luas pengetahuannya. (Notoatmodjo, 2012). Pendidikan

berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar

dapat memahami sesuatu hal. Semakin tinggi pendidikan seseorang,

semakin mudah pula menerima informasi, pengetahuan yang

dimilikinya akan semakin banyak. Pendidikan yang rendah akan

menghambat perkembangan terhadap informasi (Mubarok, 2011).

Peneliti berasumsi bahwa diperlukan pendidikan berkelanjutan bagi

perawat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

Pendidikan diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang

pada berikutnya mempengaruhi pengetahuan dan ketrampilan

seseorang. Walaupun sebagian besar pendidikan perawat adalah DIII

keperawatan, namun tingkat pengetahuan dan tindakan keperawatan

yang dilakukan mayoritas katogori baik. Hal ini dikarenakan perawat

rata-rata pernah mengikuti pelatihan- pelatihan maupun seminar.

5.1.4 Masa Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kerja paling banyak

adalah masa kerja 1-5 Thn 13 responden (36%) dan memiliki masa

kerja 6-10 Thn 13 responden (36%). Masa kerja perawat berpengaruh

pada pengetahuan dan keterampilan yang yang dimiliki. Proses belajar

dapat memberikan keterampilan, apabila keterampilan tersebut

dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat keterampilannya, hal ini

Page 73: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

dipengaruhi oleh masa kerja seseorang yang bekerja dalam suatu

badan/instansi. Semakin lama seseorang bekerja, maka keterampilan

dan pengalamannya juga semakin meningkat (Robbins & Judge,

2008). Peneliti berpendapat bahwa perawat senior lebih

berpengalaman dan memiliki keterampilan yang lebih dalam

melaksanakan tindakan keperawatan. Masa kerja dan pengalaman

kerja akan mempengaruhi tingkat keterampilan dan kematangan

seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.

5.2 Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Manajemen Nyeri Pasien Post

Operasi di Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Tingkatan dalam

pengetahuan ada enam antara lain tahu (know), memahami

(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis

(synthesis), dan evaluasi (evaluation). Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-

tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2011).

Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai

tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%). Sedangkan

yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup sebanyak 16 responden

(44%), dan tidak ada yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang (0%).

Page 74: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Sehingga dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan

baik lebih banyak daripada responden yang memiliki pengetahuan cukup

dan kurang. Pendidikan, umur, pengalaman merupakan faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi pengetahuan dari seorang perawat (Meliono, dkk,

2007).

Tingkat pengetahuan responden yang baik disebabkan karena terdapat

tingkat pendidikan DIV dan Sarjana sebanyak 33% dan pendidikan S2

sebanyak 3%. Tingkat pengetahuan perawat yang tidak semuanya

mempunyai pengetahuan dengan kategori baik dikarenakan perbedaan

tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan

dalam mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan seorang perawat

bervariasi tergantung tingkat pendidikan yang dimiliki. Hal ini berkaitan

dengan perkembangan dari ilmu keperawatan, kedalaman dan luasnya

ilmu pengetahuan akan mempengaruhi kemampuan perawat untuk

berpikir kritis dalam melakukan tindakan keperawatan. Hasil tersebut

sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan dibagi

menjadi dua yaitu pengetahuan secara formal yang didasarkan dari

jenjang pendidikan rendah ke jenjang yang lebih tinggi dan didapatkan

dari hasil pembelajaran, dan pengetahuan informal dimana pengetahuan

ini didapatkan dari lingkungan luar pendidikan yaitu melalui media

massa, media elektronik, dan dari orang lain disekitar lingkungannya.

(Notoatmodjo, 2012).

Page 75: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Pengetahuan terbentuk dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal antara lain yaitu umur dan intelegensi sedangkan faktor

eksternal yaitu pendidikan, lingkungan, pengalaman, informasi, dan orang

yang dianggap penting. Pendidikan sebagai faktor eksternal pembentuk

pengetahuan. Semakin rendah pendidikan seseorang maka akan

menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan,

informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkannya. Sebaliknya semakin

tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi,

dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya

(Bahtiar dkk, 2008).

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka daya serapnya terhadap

informasi menjadi semakin baik. Selain itu tingkat pendidikan yang

semakin tinggi, akan semakin baik pula pola pikirnya. Pola pikir yang

baik akan menyebabkan seseorang mempunyai kemampuan dalam hal

analisis yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang, sebab perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan karena apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka perilaku tersebut tidak akan

berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).

Page 76: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

5.3 Tindakan Perawat Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di

Bangsal Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

Tindakan atau praktik adalah respon atau reaksi konkret seseorang

terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan

(action) yang melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah

mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi. Perilaku manusia pada

hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara,

bekerja, kuliah, membaca dan sebagainya. Perilaku juga dapat diartikan

sebagai semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2012). Pendapat lain mengatakan perilaku manusia adalah aktivitas yang

timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara

langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004).

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa jumlah responden yang

mempunyai tindakan manajemen nyeri baik lebih banyak dibandingkan

dengan yang mempunyai tindakan manajemen nyeri cukup, dimana 19

responden (53%) mempunyai tindakan baik, sedangkan tindakan cukup

17 responden (47%). Sehingga dapat dikatakan bahwa sebagian besar

responden mempunyai tindakan manajemen nyeri baik. Peneliti

berpendapat walaupun sebagian besar responden berpendidikan DIII

Page 77: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

keperawatan, namun faktor yang yang paling berpengaruh adalah masa

kerja, pengalaman kerja perawat dan seringnya perawat mengikuti

seminar maupun pelatihan. Masa kerja seseorang akan menentukan

pengalaman dan keterampilan perawat yang merupakan dasar prestasi

dalam bekerja. Sebagaimana pendapat yangmenyatakan semakin

bertambah masa kerja seseorang maka semakin bertambah pengalaman

kliniknya, sehingga pengalaman dan masa kerja saling terkait. Semakin

bertambah masa kerja seseorang maka akan bertambah pula pengalaman

klinik dan keterampilan klinisnya (Eriawan, 2013).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek

tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo,

2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Eriawan

(2013) bahwa selain tingkat pendidikan, faktor yang paling berpengaruh

bagi perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan adalah

pengalaman kerja yang lebih dari 5 tahun. Karena itu dari pengalaman

dan penelitian terbukti perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan.

Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan sikap akan

mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012). Pendapat lain

mengatakan pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk

model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan

Page 78: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek

(Kusrini, 2006).

5.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan Perawat

Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di Bangsal Bedah

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Tindakan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional

melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga

kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan

lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Tindakan keperawatan

mandiri dikenal dengan tindakan independent dan tindakan keperawatan

kolaborasi dikenal dengan tindakan interdependent (Hidayat, 2008).

Tindakan terjadi setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian

mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui dan memberikan

respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya diharapkan subjek

akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo,

2012).

Page 79: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Analisa data menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 < p = 0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat dikatakan bahwa ada

hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan perawat

dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah RSUD dr

Soehadi Prijonegoro Sragen. Korelasi ini menghasilkan korelasi positif.

Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki perawat,

maka semakin tinggi atau semakin baik tindakannya dalam manajemen

nyeri. Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan yang

dimiliki perawat, maka semakin rendah atau semakin kurang

kemampuannya dalam melakukan tindakan manajemen nyeri pasien post

operasi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan terhadap suatu obyek

tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overbehavior) (Notoatmojo,

2012). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang menyimpulkan bahwa

semakin tinggi tingkat pengetahuan responden tentang keperawatan pasca

operasi maka semakin baik dalam melakukan tindakan keperawatan pasca

operasi. Karena itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang

didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap,

sedangkan sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Rahardyan dan

Murdeani, 2006)

Page 80: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Pengetahuan yang didapatkan oleh responden sangat berpengaruh

terhadap tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam manajemen nyeri

pada pasien post operasi. Semakin baik pengetahuan perawat maka

semakin baik pula tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam

manajemen nyeri pada pasien post operasi. Pengetahuan tidak selamanya

didapatkan dari pendidikan tetapi bisa diperoleh melalui pelatihan

maupun seminar (Majid, 2011).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kusriyati (2005) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan

perawat yang baik akan diikuti oleh meningkatnya keterampilan perawat

dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Domain

kognitif pengetahuan pada tingkatan aplikasi menjadikan perawat

memiliki kemampuan untuk melaksanakan prosedur tetap isap

lendir/suction pada situasi atau kondisi sebenarnya. Penelitian lain

menunjukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan

perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur tetap isap

lendir/suction di Ruang ICU RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto (Paryanti, 2007). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat

tentang pemberian obat terhadap tindakan pendokumentasian

keperawatan, dengan p value = 0,000 <α = 0,05 (Endang, 2008).

Pengetahuan diperoleh dari pendidikan, seminar, pelatihan dan

pengalaman itu terbukti kebenarannya. Berdasarkan wawancara yang

Page 81: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

dilakukan kepada responden, bahwa pengetahuan responden diperoleh

melalui pendidikan pada waktu duduk di bangku perkuliahan dan

seminar maupun pelatihan yang pernah diikuti selama responden menjadi

perawat. Oleh karena itu pengetahuan seorang perawat akan suatu hal

akan mempengaruhi perilaku perawat tersebut, hal ini sesuai dengan

pendapat bahwa perubahan perilaku sebagai tujuan akhir dari pendidikan

kesehatan dapat dicapai melalui berbagai cara, salah satunya proses

belajar (Maulana, 2009).

Pengetahuan yang baik dari para perawat dapat menjadikan perawat

bertindak lebih baik dalam melakukan tindakan keperawatan manajemen

nyeri. Dengan pengetahuan yang baik maka perawat dapat lebih dinamis

dalam menerima informasi baru yang berkaitan dengan manajemen nyeri.

Latar belakang pendidikan mempengaruhi motivasi seseorang dalam

bertindak. Perawat yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih

tinggi akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dibandingkan

yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Pendidikan seseorang dapat

meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan

dalam bertindak (Nursalam, 2013).

Hasil penelitian Widodo (2010), menunjukkan ada hubungan antara

pengetahuan perawat tentang kegawatdaruratan Infark Miokard Akut

dengan sikap perawat dalam penanganan pasien Infark Miokard Akut

diruang intensif RSUD DR Moewardi Surakarta. Hasil korelasi (r) hitung

sebesar 0,450 dan nilai signifikansi hitung (2-tailed) sebesar 0,036. Hasil

Page 82: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

ini menunjukkan bahwa pengetahuan sangat mempengaruhi perawat

dalam melakukan tugasnya. Seiring dengan bertambahnya lama kerja

yang telah dijalani oleh perawat akan membentuk pengalaman kerja

sehingga akan mampu meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dalam

melaksanakan tugasnya.

Penelitian lain tentang manajemen nyeri dilakukan oleh Riyadi

(2013), dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara sikap dengan tindakan perawat dalam manajemen nyeri pasien post

operasi di Ruang Bedah RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Hal ini

ditunjukkan dari hasil signivikansi ρ = 0,001 yang kurang dari 0,005.

Sikap yang positif dari perawat sangat membantu pasien dalam mengatasi

nyeri yang dialaminya.

Page 83: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Bangsal Bedah RSUD dr

Soehadi Prijonegoro Sragen, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

berikut:

1. Karakteristik responden di Bangsal Bedah, jumlah perempuan lebih

banyak dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 25 responden (69%), umur

paling banyak umur 31-35 tahun sebanyak 13 responden (36%), tingkat

pendidikan paling banyak DIII keperawatan sebanyak 23 responden

(64%), masa kerja paling banyak 1-5 Thn dan 6-10 Thn sebanyak 13

responden (36%), dan sebagian besar responden berstatus PNS yaitu

sebanyak 22 responden (61%).

2. Tingkat pengetahuan perawat di Bangsal Bedah sebagian besar responden

mempunyai tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 responden (56%).

3. Tindakan perawat dalam manajemen nyeri di Bangsal Bedah sebagian

besar mempunyai tindakan manajemen nyeri baik yaitu sebanyak 19

responden (53%).

Page 84: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

4. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan tindakan

perawat dalam manajemen nyeri pasien post operasi di Bangsal Bedah

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen dengan arah hubungan positif dan

kekuatan hubungan kuat. Hal ini dapat dilihat dari nilai signivikansi yang

kurang dari 0,05, p-value sebesar 0,000 dan koefisien korelasi sebesar

0,610.

6.2 Saran

1. Bagi institusi rumah sakit

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peningkatan pelayanan di

RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen misalnya dengan sering

mengirimkan tenaga keperawatan untuk mengikuti pelatihan, seminar,

work shoop maupun mengadakan in house training di rumah sakit sendiri

tentang tindakan perawat dalam manajemen nyeri.

2. Bagi institusi pendidikan

Skripsi ini dapat menjadi informasi tambahan bagi pembaca, dan instansi

pendidikan sebaiknya dapat menyediakan buku bacaan yang berhubungan

dengan pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen

nyeri.

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi megenai

tingkat pengetahuan perawat dan tindakan perawat dalam manajemen

Page 85: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

nyeri pada pasien post operasi dengan variabel yang lebih luas dan

berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka

Cipta. Asmadi, 2008, Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar klien, Jakarta : Salemba Medika Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Bahtiar. dan Suarli. 2008. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan praktis.

Jakarta: Erlangga. Brunner & Suddart. 2005. Buku ajar keperawatan medikal bedah, (Edisi8). Alih

bahasa: Andry Hartono Kuncara, Elyna S. Laura Siahaan & Agung Waluyo. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Endang. 2008. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang pemberian

obat dengan tindakan pendokumentasian keperawatan. Skripsi. Febri, Fabiana. 2010. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang

manajemen nyeri dengan sikap perawat terhadap nyeri pasien post

operasi di Bangsal Bedah RSUD Sragen. Skripsi. Grace A. N Pierce & Neil R Borley. 2007. Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EMS Guyton, A. & Hall, J 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Page 86: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep

dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Kozier Barbara ERD, Glenora, Berman Audrey & Snyder Shirlee, J. 2009.

Fundamental of nursing consept proses end praktice, (Seven Edition). New Jersey: Pearson Prectice Hail Upper Saddel River.

Kusrini. 2006. Sistem Pakar, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi. Kusriyati. 2005. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan ketrampilan

perawat dalam pemasangan infus di ruang rawat inap RSUD Cilacap. Skripsi.

Long, C Barbara. 2006. Perawatan medikal bedah (suatu pendekatan proses

keperawatan). Alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung: Yayasan Ikatan AlumniPendidikan Keperawatan Padjajaran.

Majid, A., Judha, M., dkk 2011. Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen

Publishing. Maulana HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Meliono, Irmayanti, dkk, 2007, MPKT Modul I, Jakarta: Lembaga Penerbitan

FEUI. Mubarak W., Chayatin N. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses

Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta:Graha Ilmu

Narbuko, C, 2007, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. Nashrulloh M. 2009. Hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan

tindakankeperawatan pasca bedah dengan general aenesthesia di Ruang Al

Fajr dan Al Hajji di Rumah Sakit Islam Islam Surakarta [skripsi]. Notoatmodjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, 2011, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka

Cipta.

Page 87: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Nuraini, 2006, Gangguan Pola tidur pasien 2-11 hari pasca operasi. Jurnal

Keperawatan Indonesia Vol 7. Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Paryanti, 2007. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan

melaksanakan prosedur tetap isap lendir/suction di ruang ICU RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.1, Maret 2007.

Peraturan Gubernur Jawa Timur No 30 Tahun 2013 tentang Pengangkatan dan

Pemberhentian Pegawai Badan Layanan Umum Daerah Non PNS. Perry Anne Griffin, Potter Patricia A. 2006. Fundamental keperawatan, konsep,

klinis dan praktek, Ed 4, Vol 2, alih bahasa: Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina Hany dan Sari Kurnianingsih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Price A,Sylvia & Wilson M Lorraine. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit,( Edisi 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Priyatno, D, 2009, Mandiri Belajar SPSS, Mediakom, Yogyakarta. Rahardyan & Murdechi (2006). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang

Teknik Perawatan Luka Post Operasi dengan Pencegahan Infeksi

Nosokomial di ruang Rawat Inap Rmah Sakit Kepolisian Pusat Raden

Said Soekanto. Artikel Ilmiah

Riwidikdo. H, 2008, Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisa Data

Dalam Penelitian Kesehatan (Plus aplikasi sofeware SPSS), Yogyakarta : Citra Cendikia Press.

Riyadi, Didik. 2013. Hubungan Sikap Perawat Terhadap Tindakan Perawat

Dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi Di Ruang Bedah RSUD dr

Soehadi Prijonegoro Sragen. Skripsi Robbins, S.P.,& Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi ke-12. Jakarta: salemba

Empat. Sjamsuhidajat, R & Jong de Wim. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran, EGC. Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2007. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Page 88: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT ...5.4 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Perawat 67 BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan 72 6.2 Saran ... kolaborasi antara dokter dengan perawat yang

Sugiyono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Penerbit Alfa Beta. Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Tamsuri, A, 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Undang Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara. Undang Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Jakarta: Penerbit Laksana.

Utami, W,Y. & Supratman. (2009). Pendokumentasian dilihat dari beban kerja

perawat. Berita ilmu keperawatan, 2, (I), 7-12.

Weiser S.D., Heisler M., Leiter K., et al. 2007. Routine HIV testing in Botswana:

A population-based study on attitudes, practices, and human right

concerns. PLoS Med 3(7): e261. Widodo. 2010. Hubungan antara pengetahuan perawat tentang

kegawatdaruratan Infark Miokard Akut dengan sikap perawat dalam

penanganan pasien Infark Miokard Akut diruang intensif RSUD DR

Moewardi Surakarta.Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Jilid 2,

November2012, hlm. 1-94