HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Nadhira Puspita Ayuningtyas G0009145 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user
81
Embed
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA … fileHUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK AEDES
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Nadhira Puspita Ayuningtyas G0009145
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 12 Desember 2012
Nadhira Puspita Ayuningtyas NIM G0009145
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK Nadhira Puspita Ayuningtyas, G0009145, 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang : Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia dan merupakan penyakit endemis yang ada hampir di seluruh propinsi. Jumlah kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karenanya pemerintah menggalakkan upaya pencegahan DBD melalui pengendalian vektornya yaitu nyamuk Aedes dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Namun, tampaknya hingga saat ini upaya tersebut belum memberikan hasil yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September - Desember 2012 di Surakarta. Subyek penelitian adalah kepala keluarga yang bertempat tinggal di Surakarta. Perilaku subyek diukur dengan menggunakan kuesioner yang meliputi kuesioner perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk Aedes yang terdiri atas 20 item pertanyaan. Diperoleh data sebanyak 50 dan analisis data menggunakan uji Annova satu jalan melalui program SPSS 17.00 for Windows. Hasil Penelitian : Hasil penelitian dari total 50 sampel didapatkan skor rata-rata perilaku 25 dari skor 40. Penelitian ini menunjukkan nilai F hitung sebesar 11,64 sedangkan nilai F 1) = 3 dan (df2) = 46 didapatkan nilai sebesar 2,81. Hal ini berarti bahwa nilai F hitung > nilai F tabel. Sementara itu = 0,000 yang berarti bahwa p < 0,05. Kedua hasil analisis tersebut memiliki simpulan yang sama, yaitu menolak Ho. Simpulan Penelitian : Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, semakin baik pula perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes. Kata Kunci : Tingkat pendidikan formal kepala keluarga, perilaku pemberantasan
sarang nyamuk Aedes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT Nadhira Puspita Ayuningtyas, G0009145, 2012. Correlation between Patriarch Formal Education Degree and Behaviour in Eradication of Aedes Mosquitoes Nest. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta Background: Dengue Hemoragic Fever (DHF) is a serious health problem in Indonesia and it is an endemic diesase in almost every province in Indonesia. The number of DHF cases increased each year. That’s why, the government promote a way to prevent DHF through controlling the vector, Aedes mosquitoes, with the eradication of mosquitoes nest. However, it seems that until today it hasn’t give the desired result. This study aims to determine the relationship between patriarch formal education degree with the behaviour in eradication of aedes mosquitoes nest. Methods: This was an observational analytic study with cross-sectional approach that was conducted on September-December 2012 in Surakarta. The subject were partiarch residing in Surakarta. Subject’s behaviour was measured through a questionnaire which included questionnaires of behaviour towards eradication of Aedes mosquitoes nest which consist 20 items of questions. The obtained data were 50 and the data analysis used One Way Anova test with SPSS 17.00 for Windows program. Results: The results of a total of 50 samples abtained an average score of their behaviour 25 out of 40. This study demonstrates the value of F count equal to 11.64, while the value of F table with = 0.05 and degrees of freedom (df1) = 3 and (df2) = 46 obtained a value of 2.81. It means that the value of F count > value of F table. Meanwhile, with = 0.05 shows p = 0.000, which means that p < 0.05. Thus, the two analyzes are the same conclusions that reject Ho. Conclusion: There is a statistically significant relationship between patriarch formal education degree and behaviour in eradication of Aedes mosquitoes nest. The higher the education degree, the better the behaviour in eradiction of Aedes mosquitoes nest. Keywords: Patriarch formal education degree, behaviour in eradication of Aedes
mosquitoes nest.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji kehadirat Allah SWT, atas segala karunia, rahmat, izin, dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu rasa hormat dan ucapan terima kasih yang dalam penulis berikan kepada : 1. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. H. Rustam Siregar, dr. Sp. A selaku Pembimbing Utama atas semua bimbingan,
saran, nasihat, dan masukannya selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini. 3. Arif Suryawan, dr. selaku Pembimbing Pendamping atas semua bimbingan,
saran, dan masukannya selama penyusunan hingga selesainya skripsi ini. 4. Ismiranti Andarini, dr. Sp. A, M.Kes selaku Penguji Utama yang telah
memberikan banyak kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Prasetyadi Mawardi, dr. Sp. KK selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan banyak kritik, saran, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Annang Giri Moelyo, dr. Sp. A, M.Kes, Mutmainah, dr.,M.Kes, Bu Enny, SH.,
MH dan Mas Sunardi selaku TIM Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini
7. Yang tercinta dan amat saya sayangi kedua orang tua saya, Dra. Fathia, Apt. dan Hery Indyanto, drh. yang senantiasa mendoakan dengan tiada henti serta memberikan dukungan, semangat, dan motivasi sehingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Kakak saya yang tercinta Imania Mustika Purwitaningtyas, S.T. yang senantiasa mendoakan dan memberi semangat sehingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Novia Damara, Namira Octaviyati, Pratiwi Prasetya Primisawitri, dan teman-teman lainnya atas segala bantuan dan waktu yang selalu tersedia.
10. Mbak Daryanti yang sangat membantu saya dalam terselesaikannya skripsi ini. 11. Seluruh warga dan pihak kelurahan atas segala waktu dan bantuan selama proses
pengambilan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses
penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 21 Desember 2012
Nadhira Puspita Ayuningtyas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ..................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ..................................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka........................................ ............................................ 7
1. Pendidikan ............................................................. ........................... 7
2. Tingkat Pendidikan Formal ....................................................... ...... 8
Penghambatan Hemaglutinasi, titer IgG yang comparable dengan
enzyme-linked immunosorbent assay, atau tasting positive pada
test antibodi IgM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b) Terjadinya di lokasi dan waktu yang sama dengan kasus demam
dengue yang sudah terkonfirmasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis harus memenuhi kriteria yang telah
disebutkan di atas, dengan setidaknya salah satu dari berikut:
a) isolasi virus dengue dari serum, CSF atau sampel otopsi.
b) peningkatan empat kali lipat atau lebih kenaikan serum IgG
(dengan uji inhibisi Hemaglutinasi) atau peningkatan IgM
antibodi spesifik untuk virus dengue.
c) deteksi virus dengue atau antigen dalam jaringan, serum atau
cairan serebrospinal dengan uji imunohistokimia,
imunofluoresensi atau enzyme-linked immunosorbent assay.
d) deteksi urutan genom virus dengue dengan reverse transcription-
polymerase chain reaction (WHO, 2011).
2) Demam Berdarah Dengue
Terdapat semua dari kriteria berikut:
a) Onset akut demam 2-7 hari.
b) Manifestasi perdarahan, yang ditunjukkan oleh salah satu dari
berikut: tourniquet tes positif, petechiae, ekimosis atau purpura,
atau perdarahan dari mukosa, saluran pencernaan, situs injeksi,
atau lokasi lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c) Trombosit
d) Bukti objektif kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang ditunjukkan oleh salah satu
kriteria berikut: Meningkatnya hematokrit
asites atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia (WHO, 2011).
3) Dengue Shock Syndrome
Memenuhi kriteria untuk demam berdarah dengue seperti yang
tercantum sebelumnya, dengan tanda-tanda shock berikut:
a) Takikardia, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler
melambat, nadi lemah, lesu atau gelisah, yang mungkin
merupakan tanda perfusi otak berkurang.
b) Tekanan nadi Hg dengan tekanan diastolik yang
meningkat.
c) Hipotensi berdasarkan usia, yang didefinisikan sebagai tekanan
sistolik < 80 mm Hg bagi anak berusia <5 tahun, dan 80-90 mm
Hg untuk anak yang lebih tua dan orang dewasa (WHO, 2011).
Konfirmasi laboratorium lain yang dapat dlakukan untuk
infeksi dengue adalah dengan melalui isolasi virus, deteksi asam
nukleat virus, deteksi antigen virus, test imunologis (IgM dan IgG),
dan analisis parameter hematologis (Mandal, et al., 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
f. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue menurut WHO tahun 2011 terbagi dalam
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD), di mana
Demam Berdarah Dengue terbagi dalam empat derajat menurut tigkat
keparahannya. DBD derajat III dan IV sudah masuk ke dalam keadaan
Dengue Shock Syndrome (DSS).
Tabel 2.2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD
DD/DBD Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium DD Demam dengan dua Leukopenia (leukosit dari gejala berikut: 5000 sel/mm3) Sakit kepala Trombositopenia Nyeri retro-orbital Meningkatnya Mialgia hematokrit (5% - 10%) Arthtralgia Tidak ada bukti Ruam kehilangan plasma Manifestasi perdarahan Tidak ada bukti kebocoran plasma DBD I Demam Trombositopenia Manifestasi perdarahan (<100000 sel/mm3) (test torniquet positif) Kenaikan hematokrit Adanya bukti kebocoran plasma DBD II Seperti derajat I Trombositopenia ditambah perdarahan (<100000 sel/mm3) spontan Kenaikan hematokrit DBD III Seperti derajat I atau II Trombositopenia ditambah kegagalan (<100000 sel/mm3) peredarah darah (nadi Kenaikan hematokrit lemah, tekanan nadi gelisah) DBD IV Seperti derajat III Trombositopenia ditambah syok berat (<100000 sel/mm3) dengan tekanan darah Kenaikan hematokrit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dan nadi yang tidak terdeteksi
(WHO, 2011).
g. Penularan
Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopticus betina. Nyamuk tersebut dapat secara langsung
menularkan virus dengue kepada manusia, yaitu setelah menggigit
orang yang mengalami viremia, atau secara tidak langsung setelah
mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari.
Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari sebelum menjadi sakit
setelah virus masuk ke dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus
masuk ke dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan
virus seumur hidupnya. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai lima hari setelah demam
timbul (Depkes RI, 2001).
h. Pencegahan Penyakit Dengue
Pencegahan penyakit dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Pencegahan Primer
Pada tahap ini dilakukan upaya menghilangkan kemungkinan
terjadinya penyakit yang akan terjadi. Tingkatan ini terdiri dari:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
a) Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dilakukan dengan cara penyuluhan
kesehatan yaitu memberikan penyuluhan kesehatan kepada
masyarakat mengenai apa itu DBD, apa tanda-tandanya, apa
penyebabnya, dan bagaimana cara penularannya; bila terjadi
serangan apa yang harus dilakukan.
b) Perlindungan khusus
Karena penyakit ini tidak terdapat vaksinnya, dan penularan
terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus
dengue, masyarakat diminta untuk menghindari gigitan nyamuk
(Farouk, 2004)
2) Pencegahan Sekunder
Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menghambat perjalanan
penyakit dan mencegah komplikasi. Upaya ini meliputi melakukan
diagnosis seawal mungkin terhadap kasus penyakit dengue dan
memberikan pengobatan yang tepat. Begitu didapatkan kasus dengan
gejala panas segera dilakukan pemeriksaan fisik dengan cermat
untuk menetapkan apakah kasus dengue atau bukan dan bila telah
didiagnosis dilakukan pengobatan yang tepat terutama untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan syok (Farouk, 2004)
3) Pencegahan Tersier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Upaya yang dilakukan pada tahap ini bertujuan agar penderita
sembuh seperti sedia kala dan tanpa cacat. Upaya ini meliputi:
a) Menghindakan dari kecacatan. Bila kasus menjadi berat dilakukan
perawatan rumah sakit untuk menghindari perdarahan hebat dan
kematian.
b) Rehabilitasi. Bila ada tanda-tanda penyembuhan, dilakukan
pemulihan kesehatan dengan cara pemberian makanan yang
bergizi serta vitamin. (Farouk, 2004)
Langkah pencegahan DBD yang paling baik adalah dengan
mengeliminasi nyamuk Aedes dengan cara mengeliminasi tempat
berbiaknya (Wijaya, 2007). Pemberantasan vektor tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
1) Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk trsebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, menyingkirkan tempat perkembangbiakan nyamuk, dan
perbaikan desain rumah
2) Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan
pemakan jentik (ikan cupang), tanaman pencegah nyamuk, dan
bakteri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
3) Kimiawi
Pengendalian kimiawi antara lain dengan pengasapan/fogging
dengan menggunakan malathion dan fenthion, berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
Dapat juga dilakukan dengan memberikan bubuk abate (temephos)
pada tempat-tempat penampungan air, seperti gentong air, vas
bunga, kolam, dan lain-lain. Bubuk abate 1% diberikan dengan dosis
1ppm (part per-million) yaitu 10 gram untuk 100 liter air diulangi
dalam jangka waktu 2-3 bulan (Wijaya, 2007)
5. Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes
Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah upaya untuk
memberantas nyamuk Aedes, dilakukan dengan cara:
a. Menguras dengan menggosok tempat-tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan untuk merusak
telur nyamuk, sehingga jentik-jentik tidak bisa menjadi nyamuk atau
menutupnya rapat-rapat agar nyamuk tidak bisa bertelur di tempat
penampungan air tersebut.
b. Mengganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat minum burung
seminggu sekali dengan tujuan untuk merusak telur maupun jentik
nyamuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas dan sampah-
sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak
menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
d. Mencegah barang-barang/pakaian-pakaian yang bergelantungan di
kamar ruang yang remang-remang atau gelap yang berpotensi untuk
menjadi tempat hinggap nyamuk. (Depkes RI, 1996).
Gerakan PSN biasa disebut dengan 3M Plus, yaitu menguras, menutup,
dan menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus yang bertujuan
untuk mencegah gigitan nyamuk, seperti memelihara ikan pemakan jentik,
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang
kawat kasa pada ventilasi, menyemprot insektisida, menggunakan lotion
anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, tidak
menggantung pakaian di ruang gelap, menutup pintu dan jendela saat
senja, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat (Wahono, 2004).
Dengan melakukan kegiatan PSN secara rutin dan dilakukan oleh
semua masyarakat, maka perkembangan penyakit akibat infeksi virus
dengue di suatu wilayah tertentu dapat dicegah dan dibatasi
penyebarannya, sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
6. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis,
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai
dengan manusia memiliki perilaku karena semua itu mempunyai
aktifitas masing-masing.
Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas
manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain:
berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan
sebagainya. Maka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas seseorang, baik yang
dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori
skiner disebut teori Stimulus-Organisme-Respon atau S-O-R. Skiner
membedakan adanya dua respon, yaitu:
1) Respondent response atau reflexsive response, yakni respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Stimulus semacam ini disebut electing stimulation karena
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan
yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang
menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response
ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita
musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan
kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
2) Operant response atau instrumental response, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation,
karena perangsangan tersebut bersifat memperkuat respon yang
telah dilakukan. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh
penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan
lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2003).
b. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Perilaku tertutup. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati
secara jelas oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dan dapat diamati dalam
bentuk tindakan ataupun praktek (Notoatmodjo, 2007a).
c. Determinan Perilaku
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perilaku merupakan
bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Akan tetapi,
walaupun bentuk stimulusnya sama, bentuk respon akan berbeda pada
setiap setiap orang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1) Faktor internal. Yaitu karakteristik seseorang yang bersangkutan
yang bersifat bawaan. Misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Faktor eksternal. Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,
ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
sering menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2007a).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
d. Proses Adopsi Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.
2) Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap
terhadap objek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menilai) menimbang terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
4) Trial (Mencoba) subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dihendaki oleh stimulus.
5) Adoption (menerima) di mana subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila adopsi perilaku terjadi melalui proses yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu
tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut
tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007a).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
7. Hubungan Pendidikan Formal Kepala Keluarga dengan Perilaku
terhadap PSN Aedes
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku terhadap
PSN Aedes. Pendidikan mempunyai tujuan untuk mengubah dan
membentuk sikap, watak serta perilaku manusia ke arah yang lebih baik
(Syah, 2011). Maka, diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut tentang suatu
hal, sehingga diharapkan berperilaku dengan mengambil tindakan yang
baik, dalam hal ini termasuk juga pemberantasan sarang nyamuk yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit demam berdarah.
Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk
untuk mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta
pencegahannya. Pendidikan akan mempengaruhi pemahaman terhadap
demam berdarah dengue dan cara-cara penanggulangannya. Sedangkan
kepala keluarga sendiri memiliki peran yang penting dalam sebuah
keluarga. Kepala keluarga berperan sebagai role model dalam sebuah
keluarga, apabila kepala keluarga berperilaku baik dan aktif dalam
melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk maka dapat juga memberikan
manfaat positif dan mencontohkan keluarganya untuk melakukan hal yang
sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia hakikatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respons atau reaksi
manusia, dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) maupun
tindakan nyata atau praktik. Sedangkan stimulus di sini terdiri dari empat
unsur pokok yanki sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan. Para ahli pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain,
ketiga domain dukur dalam:
a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
b. Sikap atau persepsi peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan
c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007b).
Perilaku kesehatan dapat diklassifikasikan menjadi 3:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana terjadi
sakit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan atau pencarian
pengobatan (health seeking behavioral)
Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan
atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari
pengobatan keluar negeri
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang maupun lingkungan, baik fisik maupun social
budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi derajat
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Machfoedz, 2003).
Dapat disimpulkan bahwa perilaku tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku
petugas yang akan mendukung terbentuknya perilaku. Tiga kategori yang
memberi kontribusi atas perilaku kesehatan merupakan hasil tahu, ini akan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu, terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan rasa, paling besar dipengaruhi penglihatan
dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003).
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di bidang
kesehatan, yaitu:
a. Latar belakang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Di sini dibedakan atas pendidikan, penghasilan, norma-norma yang
dimiliki, kebiasaan serta keadaan sosial budaya yang berlaku.
Pendidikan itu sendiri dapat diperoleh dari pendidikan formal,
pendidikan informal, maupun pendidikan nonformal. Bila faktor-faktor
ini bersifat menguntungkan terhadap kesehatan, maka akan timbul
perilaku yang baik.
b. Kepercayaan dan kesiapan mental
Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh
kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental
yang dimilikinya, terutama tentang manfaat yang akan diperoleh,
kerugian yang akan didapatkan, kepercayaan bahwa dirinya dapat
diserang penyakit, dan lain-lain.
c. Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana kesehatan yang dapat dimanfaatkan.
Sebab betapapun positifnya latar belakang serta sikap mental yang
dimiliki tetapi jika sarana kesehatan yang akan dimanfaatkan tidak
tersedia, tentunya orang tersebut tidak akan bisa berbuat banyak,
sehingga perilaku kesehatan tidak akan muncul.
d. Cetusan
Faktor pencetus seperti pengaruh media masa, tenaga kesehatan, dan
lain-lain, dalam bidang kesehatan mempunyai peran yang cukup besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
yang harus diperhatikan jika ingin memunculkan perilaku kesehatan
yang diinginkan (Liana, 1996).
B. Kerangka Pemikiran
C.
Keterangan:
: Faktor yang diteliti
: Faktor yang tidak diteliti (Variabel luar)
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran
Tingkat pendidikan formal
Pengetahuan tentang
kesehatan
Perilaku kesehatan
Perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk Aedes
penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi
dari media massa maupun elektronik, lingkungan, sosial budaya, kondisi
ekonomi, sarana dan prasarana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
D. Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga
dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini d ilakukan di Surakarta, dengan memilih sampel secara acak
dari beberapa kelurahan, yang juga akan dipilih secara random, yang tersebar
di lima kecamatan di Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Surakarta
dengan kriteria inklusi dan ekslusi, antara lain:
1. Kriteria Inklusi:
a. Pria
b. Berusia lebih dari 20 tahun
c. Sudah berkeluarga dan memiliki anak
d. Tinggal di rumah milik pribadi
e. Bisa membaca dan menulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
f. Antara subyek yang satu dengan subyek yang lain tidak tinggal dalam
satu rumah
g. Bersedia menjadi subyek penelitian
2. Kriteria ekslusi:
a. Tidak lulus SD
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel akan dilakukan secara multi stage random sampling.
Pertama Kota Surakarta akan dibagi ke dalam lima Kecamatan (Pasar
Kliwon, Jebres, Banjarsari, Laweyan, Serengan). Kemudian dari tiap
kecamatan akan saya jabarkan lagi pada tingkat kelurahan. Kemudian, ambil
secara random kelurahan dari tiap kecamatan dengan menggunakan teknik
randomisasi, sehingga akan terpilih kelurahan yang akan dijadikan lokasi
penelitian untuk mendapatkan sampel (Nasir, et.al, 2011).
Setelah itu, sampel akan dipilih berdasarkan ketentuan inklusi dan ekslusi
di atas. Individu yang memenuhi kriteria dalam populasi diberi kesempatan
yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Besar sampel dihitung menurut hukum rule of thumbs dimana jumlah
sampel minimal adalah 30, jumlah tersebut telah memenuhi syarat
pengambilan sampel penelitian (Murti, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
E. Alat dan Bahan
1. Lembar informed consent
2. Lembar kuesioner
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah tingkat pendidikan formal kepala keluarga.
2. Variabel terikat adalah perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
3. Variabel perancu adalah penyuluhan dari petugas kesehatan sebagai faktor
yang dikendalikan sedangkan lingkungan, pola hidup, kebiasaan,
pekerjaan, serta sosial ekonomi sebagai faktor yang tidak d ikendalikan.
G. Definisi Operasional Penelitian
1. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga.
a. Defin isi : Tingkat pendidikan formal subyek penelitian mulai dari
SD, SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi. Yang dikategorikan
menjadi skala angka untuk memudahkan dalam pengolahan data,
dimana lulusan SD memilki nilai 1, Lulusan SMP bernilai 2, lulusan
SMA bernilai 3, lulusan Perguruan Tinggi (D III, D IV, S1, S2, S3)
bernilai 4.
b. Alat ukur : Kuesioner.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
c. Skala : Ordinal.
2. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes
a. Definisi : aktivitas manusia dalam upaya melakukan pemberantasan
sarang nyamuk Aedes untuk mencegah penyakit infeksi virus dengue
dengan kegiatan 3M plus. Untuk memperoleh informasi dari subyek
penelitian, peneliti menggunakan lembaran kuesioner yang disusun
secara terstruktur dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab subyek
penelitian. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi,
dan kuesioner untuk perilaku upaya pemberantasan sarang nyamuk
Aedes. Instrumen tentang data demografi meliputi kode atau in isial,
umur, dan pendidikan. Bagian kedua berupa kuesioner dalam bentuk
pertanyaan tertutup yang berisi 20 pertanyaan penilaian dengan
menggunakan skala Likert yaitu dengan pilihan jawaban “selalu”
(skor 2), “kadang-kadang” (skor 1), dan “tidak pernah” (skor 0). Total
skor diperoleh terendah 0 dan tertinggi 40. Semakin tinggi skor maka
semakin baik perilaku kepala keluarga terhadap upaya pemberantasan
sarang nyamuk Aedes.
b. Alat ukur : Kuesioner.
c. Skala : Rasio.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
H. Desain Penelitian
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
I. Cara Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Memilih Kelurahan yang akan dijadikan lokasi pengambilan sampel
dengan teknik randomisasi.
Populasi
Seluruh Kepala Keluarga yang tinggal di Surakarta
Sampel
Informed Consent
Kuesioner
SD Perguruan Tinggi
SMA SMP
Perilaku PSN Aedes
Perilaku PSN Aedes
Analisis Data
Perilaku PSN Aedes
Perilaku PSN Aedes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Menyiapkan surat-surat perijinan dan birokrasi untuk mengadakan
penelitian di lokasi yang sudah ditentukan.
3. Memilah sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi di lokasi
penelitian.
4. Menyebarkan kuesioner penelitian kepada sampel
5. Melakukan analisis data yang diperoleh dari penelitian.
6. Menyusun laporan hasil penelitian.
J. Teknik Analisis Data
Hubungan antara pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku
pemberantasan sarang nyamuk Aedes ditunjukkan dengan Analisis Anova 1
Jalan. Data akan diolah dengan SPSS 17 for Windows.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Sebelum dilakukan penyebaran kuesioner, terlebih dahulu dilakukan uji
untuk melihat validitas jawaban kuesioner dengan memberikannya kepada 10
responden secara acak dan dilakukan wawancara untuk mengetahui apakah
responden dapat memahami pertanyaan pada kuesioner, kemudian juga
dilakukan wawancara dengan pertanyaan yang identik dengan isi kuesioner
yang telah diisinya (Nasir, 2011).
Dari hasil penelitian ini, didapatkan jumlah sampel yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yaitu berjumlah 50 subyek penelitian, yang
kemudian didapatkan skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
Skor ini kemudian akan dihubungkan dengan tingkat pendidikan formal
subyek. Berikut adalah gambaran distribusi subyek penelitian.
Tabel 4.1. Umur, Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan Formal Kepala
Keluarga
No Karakterisik Jumlah Presentase 1. Umur 20-30 8 16% 31-40 15 30% 41-50 15 30% >50 12 24%
2. Pekerjaan Swasta 25 50%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Wiraswasta 9 18% PNS 5 10% Buruh 9 18% Tidak Bekerja 2 4%
3. Tingkat Pendidikan Formal SD 15 30% SMP 13 26% SMA 15 30% Perguruan Tinggi 7 14% Sumber: Data primer, 2012
Jumlah subyek penelitian ditinjau dari tingkat pendidikan formal, yang
terbanyak adalah SD dan SMA, yaitu sebanyak 30%, disusul oleh SMP
sebanyak 26% dan yang terkecil adalah perguruan tinggi yaitu hanya 14%.
Distribusi subyek berdasarkan umur, paling banyak subjek berumur 31-40
dan 41-50 tahun yaitu sebanyak 30%, kemudian disusul umur >50 tahun
sebanyak 24% dan paling sedikit adalah subyek dengan umur 20-30 tahun,
yaitu hanya 16%. Sedangkan apabila ditinjau dari pekerjaannya, paling
banyak adalah subyek dengan pekerjaan swasta sebanyak 50%, kemudian
disusul wiraswasta dan buruh sebanyak 18%, kemudian PNS sebanyak 10%,
dan subyek yang tidak bekerja berjumlah paling sedikit yaitu 4%.
Selain kriteria di atas, subyek juga dilihat apakah subek pernah
mendapatkan penyuluhan mengenai PSN atau tidak. Berikut adalah gambaran
distribusi subyek penelitian dalam hal apakah subyek pernah atau tidak
mendapatkan penyuluhan mengenai PSN.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel 4.2. Distribusi penyuluhan PSN
No Penyuluhan PSN Jumlah Presentase 1. Pernah 42 84% 2. Tidak Pernah 8 16%
Sumber: Data primer, 2012
Sebagian besar subyek penelitian pernah mendapatkan penyuluhan
mengenai Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), yaitu sebanyak 84%
subyek, sedangkan subyek yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan hanya
berjumalah 16%.
Skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes diperoleh melalui
kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan. Dari data yang diperoleh,
didapatkan rata-rata skor perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes total
adalah 25 dari skor sempurna 40.
B. Analisis Data Penelitian
Data yang didapat kemudian diolah menggunakan SPSS 17 for windows
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Aedes.
Tabel 4.3. Hasil Analisis Anova Satu Jalan tentang hubungan pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Aedes
Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes df F p Tingkat Pendidikan Formal Between Groups 3 11,643 0,000 Within Groups 46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Total 49 Penyuluhan Between Groups 1 5,316 0,025 Within Groups 48 Total 49
Tabel 4.3 menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
formal kepala keluarga dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk
Aedes. Dari hasil analisis didapatkan nilai probabilitas (p) yaitu 0,000. Nilai p
yang didapatkan kurang dari tingkat signifikan ( o
ditolak. Dari hasil analisis juga didapatkan nilai F hitung 11,64 untuk df1 3
dan df2 46, sedangkan bila dibandingkan dengan nilai F tabel untuk df1 3 dan
df2 46 bernilai 2,81, maka nilai F hitung lebih besar dari F tabel, sehingga Ho
ditolak. Dari penjelasan di atas, maka terdapat hubungan yang signifikan
secara statistik antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan
perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes.
Sedangkan untuk variabel luar yang dikendalikan, dalam hal ini yaitu
penyuluhan, ternyata juga memiliki hubungan yang signifikan secara statistik
dengan perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes. Penyuluhan memiliki
nilai p 0,025 yang juga di
hitung 5,316 yang lebih besar dari pada F tabel untuk df1 1 dan df2 48 yaitu
4,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 4.1. Perbedaan Rata-Rata Skor Perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Menurut Tingkat Pendidikan
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan formal kepala keluarga dengan skor perilaku Pemberantasan
Sarang Nyamuk Aedes. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, semakin tinggi skor perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Aedes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa tingkat
pendidikan formal berhubungan dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk
Aedes, hal ini dibuktikan dengan hasil analisis data dimana nilai probabilitas yang
didapatkan kurang dari 0,05 dan nilai F hitung melebihi nilai F tabel. Dengan
demikian, maka Ho dapat ditolak dan juga berarti bahwa hasil ini mendukung
hipotesis yang diajukan yaitu, ada hubungan antara tingkat pendidikan formal
kepala keluarga dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
Pemberantasan sarang nyamuk adalah upaya untuk memberantas sarang
nyamuk Aedes dalam rangka pencegahan penyakit degue. Gerakan pemberantasan
sarang nyamuk ini, biasa disebut dalam masyarakat dengan 3M Plus yaitu,
Menguras, Menutup, Menimbun, serta upaya lain yang mencegah timbulnya
gigitan nyamuk Aedes (Wahono, 2004). Pemberantasan sarang nyamuk ini
merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan sendiri
merupakan suatu respon seseorang terhadap sakit, atau penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang di bidang kesehatan (Liana, 1996). Pendidikan
juga memiliki tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku
manusia menuju ke arah yang lebih baik (Syah, 2011). Faktor pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
memang merupakan salah satu unsur yang penting, karena dengan pendidikan,
seseorang dapat menerima banyak informasi dan pengetahuan, termasuk dalam
upaya menjaga kesehatan, serta memperluas pandangan berpikir seseorang
sehingga lebih mudah mengembangkan diri dalam mencegah terjangkitnya suatu
penyakit (Ebrahim, 1996). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat juga
dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula
perilaku seseorang.
Hal tersebut juga ditunjukkan dalam hasil penelitian ini, dimana
berdasarkan gambar 3.1, dimana rata-rata skor perilaku pada subyek dengan
tingkat pendidikan SD menempati posisi paling rendah yaitu 20,33, kemudian
disusul dengan subyek berpendidikan SMP dengan rata-rata skor 22,5, lagu
subyek berpendidikan SMA dengan rata-rata skor 24,1, dan rata-rata skor tertinggi
adalah pada subyek dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu 32,5. Maka,
dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin baik pula perilaku orang tersebut, dalam hal ini
khususnya perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Sari
(2010), dimana juga didapatkan hasil tingkat pendidikan formal ibu berhubungan
dengan perilaku pencegahan demam berdarah dengue. Penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan formal subyek, semakin
tinggi pula perilaku subyek tersebut. Namun, pada penelitian Sari (2010)
dinyatakan bahwa penyuluhan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap
perilaku subyek. Sedangkan pada penelitian ini, didapatkan hubungan yang juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
signifikan antara penyuluhan dengan perilaku subyek. Walaupun, pada penelitian
ini juga didapatkan subyek yang tidak pernah mendapatkan penyuluhan, namun
merupakan salah satu subyek yang memiliki skor perilaku tertinggi yaitu 38.
Namun, subyek tersebut merupakan subyek dengan tingkat pendidikan formal
perguruan tinggi, sehingga faktor yang berpengaruh kepada skor perilakunya
adalah tingkat pendidikannya. Terdapat juga subyek dengan skor perilaku terkecil,
yaitu 12, walaupun subyek pernah mendapat penyuluhan. Hal ini menunjukkan
bahwa penyuluhan tidak menjamin secara pasti perubahan perilaku seseorang.
Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk menambah pengetahuan
seseorang terhadap suatu hal. Penyuluhan ini juga merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh kepada perilaku seseorang. Melalui penyuluhan maka
pengetahuan seseorang akan bertambah, maka perilaku seseorang juga diharapkan
berubah menuju ke arah yang lebih baik setelah orang tersebut mendapatkan
penyuluhan. Namun, memang perubahan perilaku seseorang selain didasari oleh
pengetahuan, juga didasari oleh kesadaran dan sikap yang positif, apabila perilaku
tersebut tidak didasari oleh kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).
Namun, pendidikan yang tinggi juga tidak menjamin terbentuknya suatu
perilaku kesehatan yang baik pula. Selain pendidikan banyak faktor lain yang
mempengaruhi perilaku seseorang di b idang kesehatan, di antaranya kebiasaan,
ekonomi, sosial, budaya, sarana prasarana, kepercayaan seseorang, media masa,
dan tenaga kesehatan (Liana, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tingkat ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang penting. Tingkat
ekonomi yang baik, maka akan juga mendukung perilaku kesehatan yang baik.
Karena ekonomi juga berpengaruh pada faktor lain seperti tersedianya sarana dan
prasarana, lingkungan, juga tingkat pendidikan. Orang dengan tingkat ekonomi
rendah, cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah pula. Skor perilaku
terendah pada data penelitian ini adalah 12, dan didapatkan pada subyek dengan
pekerjaan sebagai buruh. Walaupun subyek merupakan lulusan SMA, namun
subyek memiliki skor perilaku paling kecil di antara subyek yang lain. Selain itu,
salah satu subyek dengan skor perilaku tertinggi, yaitu 38, adalah subyek yang
hanya lulusan SD, namun subyek bekerja sebagai pegawai swasta. Hal ini
menunjukkan juga bahwa tidak hanya pendidikan yang berpengaruh pada perilaku
seseorang, tetapi keadaan ekonomi seseorang juga memiliki pengaruh yang cukup
besar dalam pembentukan perilaku seseorang.
Lingkungan juga berperan penting dalam pembentukan perilaku kesehatan
yang baik. Lingkungan yang baik dan sehat akan juga mempengaruhi perilaku
seseorang untuk leb ih berperilaku bersih dan sehat, sebaliknya lingkungan yang
padat dan kotor akan juga mempengaruhi perilaku seseorang ke arah yang lebih
buruk. Lingkungan yang kotor juga berdampak pada banyaknya angka kejadian
suatu penyakit dan kecepatan penularan suatu penyakit d i daerah tersebut.
Selain hal yang sudah disebutkan tadi, faktor agama dan kepercayaan
seseorang juga termasuk salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk di sini juga
merupakan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana juga diketahui bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
kebersihan adalah sebagian dari iman, maka seseorang dengan kepercayaan dan
keimanan yang baik maka orang tersebut akan berperilaku bersih dan sehat. Selain
itu juga, hati yang bersih, niat yang baik, juga akan mempengaruhi seseorang
dalam berperilaku. Seorang yang memiliki niat yang baik dan hati yang bersih
cenderung akan berperilaku baik pula. Namun, semua hal itu juga perlu didukung
dengan keteladanan, apabila seseorang itu teladan dalam menjalani suatu perilaku,
maka perubahan perilaku yang terjadi pada orang tersebut akan berlangsung lama
dan akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Data perilaku yang didapatkan dari kuesioner menunjukkan subyek
mendapatkan skor rata-rata 25 dari total 40. Perilaku in i sesungguhnya dapat
ditingkatkan lagi. Untuk meningkatkan perilaku seseorang menuju ke arah yang
lebih baik, d ibutuhkan juga peningkatan kesadaran seseorang terhadap masalah
kesehatan. Dalam hal ini, masyarakat masih perlu ditingkatkan kesadarannya
mengenai penyakit infeksi dengue, sehingga masyarakat akan lebih aktif
melakukan pencegahan penyakit ini yaitu dengan cara melakukan pemberantasan
sarang nyamuk Aedes. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di b idang kesehatan, seperti
meningkatkan sarana dan prasarana, memperbanyak dan meningkatkan kualitas
tenaga kesehatan, terus digalakkan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang
nyamuk, meningkatkan kebersihan lingkungan, dan juga meningkatkan informasi
dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan melalui media masa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Keterbatasan pada penelitian ini adalah pada jumlah sampelnya yang
tidak terlalu banyak, dikarenakan adanya kesulitan dan keterbatasan saat
pengambilan sampel di lapangan. Sehingga, hasil yang didapat akan lebih
merepresentasikan populasi apabila jumlah sampel yang didapat lebih banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga
dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes, yang dibuktikan
dengan penolakan Ho.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar dengan variabel yang tidak terkendali lebih sedikit agar didapatkan
data yang mempresentasikan keadaan populasi yang sesungguhnya
dengan lebih akurat.
2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain
yang juga mempengaruhi perilaku pemberantasan sarang nyamuk Aedes.
3. Perlunya peningkatan penyuluhan dan penyebaran informasi mengenai
penyakit infeksi virus dengue dan cara pencegahannya, yaitu gerakan
pemberantasan sarang nyamuk oleh petugas kesehatan dan dinas terkait.
4. Warga, khususnya kepala keluarga diharapkan mampu meningkatkan
pendidikan dan pengetahuan agar dapat berperan lebih aktif dan baik
dalam melakukan pencegahan penyakit infeksi dengue, melalui gerakan
pemberantasan sarang nyamuk, agar dapat mengurangi angka kejadian