HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN EMPOWERMENT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Keperawatan pada Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: ANNISA ZULFA ARIFIN J 210.151.027 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
17
Embed
HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN …eprints.ums.ac.id/52142/11/02. NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH.pdf · petugas kesehatan puskesmas sibela dalam melaksanakan program saat ini
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN
EMPOWERMENT PADA PENDERITA DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SIBELA KOTA
SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Keperawatan pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
ANNISA ZULFA ARIFIN
J 210.151.027
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN EMPOWERMENT
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
ANNISA ZULFA ARIFIN
J 210.151.027
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Okti Sri P, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B
ii
iii
1
HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN EMPOWERMENT
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA
ABSTRAK
Keywords: strategi pemberdayaan, empowerment, pasien DM tipe 2
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik
yaitu dengan cara melaksanakan strategi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan
yang dibutuhkan untuk meningkatkan empowerment pasien DM yang akhirnya
dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes mellitus. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi pemberdayaan dengan
empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Sibela Kota Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian korelatif dengan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh penderita diabetes
mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sibela Surakarta yang berjumlah 218
penderita. Sample penelitian sebanyak 141 responden yang diperoleh dengan
teknik proporsional stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman.
Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai rs sebesar 0,370 (p-value =
0,001), sehingga keputusan uji adalah H0 ditolak. Kesimpulan penelitian ini
adalah strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus sebagian besar adalah
cukup, Empowerment penderita diabetes melitus tipe 2 sebagian besar adalah
sedang, dan terdapat hubungan antara strategi pemberdayaan dengan
empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Sibela Surakarta. Peneliti menyarankan penderita lebih aktif mencari pengetahuan
tentang penatalaksanaan DM dan meningkatkan sikap mereka terhadap perawatan
DM.
2
THE RELATIONSHIP BETWEEN EMPOWERMENT STRATEGY AND
EMPOWERMENT IN CLIENT WITH DIABETES MELLITUS
TYPE 2 IN THE AREA OF PUBLIC HEALTH SIBELA
SURAKARTA
ABSTRACT
Diabetes mellitus is the cronic disease which is need extra treatment in order to
increase the better life quality. One of the way to increase quality of life is doing
empowerment strategy. The empowerment strategy need to increase DM patient
so that it can increase the health of DM patient. The research aim to know the
relation between strategy empowerment with empowerment in the DM patient
type 2 in public health Sibela in Surakarta. This research is correlative research
with cross sectional. The population of this research is all of the DM patient type
2 in public health Sibela in Surakarta about 218 patient. The sample of this
research consist of 141 respondent got from proporsional stratified random
sampling techniques. The collect of this data using questioner, besides the data
analysis using correlation rank spearman. The result of rank spearment
correlation gets from rs result 0,370 (p-value = 0,001), so the result is H0 not
accepted. The conclusion of this research is empowerment strategy DM patient in
range is enough, empowerment of DM patient type 2 mainly is medium, and there
is a relation between empowerment strategy and empowerment in DM patient
type 2 in working area regional occupational health center Sibela in Surakarta.
Researcher suggest to the patient of DM to active for knowing about DM and
ready to increase their treatment of DM.
Keywords: the empowerment strategy, empowerment, type 2 DM patients
3
1. PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit gangguan
metabolik yang diakibatkan oleh salah satu fungsi organ tubuh tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif. Sehingga terjadi peningkatan kadar gula di dalam
darah atau disebut juga dengan hiperglikemia (KEMENKES RI, 2013).
Diabetes melitus hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di
dunia. Jumlah penderita DM dari tahun ketahun cenderung mengalami
peningkatan. Hasil laporan dari International diabetes federation (IDF, 2014)
menyatakan ada sekitar 382 juta penderita DM dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Dari 382 juta penderita
tersebut ada 175 juta penderita diantaranya belum terdiagnosis, sehingga
terancam mengalami komplikasi tanpa disadari maupun tanpa pencegahan.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, saat ini di
dunia terdapat 366 juta jiwa dengan DM, pada tahun 2000 di Indonesia
sebanyak 8, 4 juta dan akan meningkat menjadi 21, 8 juta pada tahun 2030.
Angka tersebut, menempatkan pada Indonesia peringkat keempat setelah
Amerika Serikat, China dan India (Taluta, et.al , 2012)
Data dari PERKENI (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan
negara urutan ke 5 teratas diantara Negara-negara dengan jumlah penderita
diabetes terbanyak dunia. Prevalensi penderita diabetes di Indonesia sebesar
9,1 juta orang. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,
prevalensi DM di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 sebesar 14,96%,
angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2013 yakni sebesar 13,6% (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014). Kasus DM menduduki urutan kedua
pada pola penyakit tidak menular. Pada tahun 2015 berdasarkan data
kunjungan pasien ditemukan 8.684 kasus baru untuk pasien DM tipe 2 dan
363 untuk pasien DM tipe 1 (Dinas Kesehatan Surakarta, 2015).
Prevalensi jumlah pasien DM tipe 2 menurut profil Dinas Kesehatan
Kota Surakarta tahun 2015 salah satu puskesmas dengan penderita paling
banyak adalah di wilayah kerja Puskesmas Sibela. Tercatat pada tahun 2013
penderita DM tipe 2 sebanyak 820 orang, pada tahun 2014 sebanyak 840
orang dan pada tahun 2015 sebanyak 913 orang. Dari hasil studi pendahuluan
di wilayah kerja puskesmas tersebut, tercatat penderita DM tipe 2 mengalami
peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2014, jumlah penderita DM lama
sebanyak 181 orang dan penderita DM baru sebanyak 9 orang, sedangkan
pada tahun 2015 penderita DM lama sebanyak 178 orang dan penderita DM
baru sebanyak 19 orang, jumlah penderita DM tahun 2016 bulan Januari
sampai dengan November 2016 sebanyak 213 orang DM lama dan 5 orang
DM baru (Puskesmas Sibela, 2016).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang tidak dapat
disembuhkan namun dapat di kontrol. Penderita diabetes melitus
membutuhkan perawatan yang berkesinambungan untuk meningkatkan
kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik yaitu dengan cara melaksanakan
strategi pemberdayaan. Menurut Woodall, Raine, South & Booth (2010)
strategi pemberdayaan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup
atau meningkatkan kesehatan pada penderita diabetes melitus dipengaruhi
4
oleh lima bidang utama yakni peningkatan self-efficacy dan self-esteem,
pengambilan kontrol yang lebih besar (greater sense of control), peningkatan
pengetahuan dan kesadaran, perubahan perilaku, memperluas jaringan serta
dukungan social (a greater sense of community, broadened social network and
social support).
Kelima strategi tersebut akan berpengaruh pada kualitas hidup apabila
individu mempunyai kemauan untuk berubah. Individu dengan penyakit DM
mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam
melakukan perubahan terutama perawatan pada penyakitnya. Kemampuan
individu untuk mengontrol diri dan menentukan pilihan mengenai kesehatan
mereka disebut dengan empowerment. Empowerment penderita DM
dipengauhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, usia, pendidikan,
penghasilan dan lama menderita.
Empowerment tersebut direalisasikan untuk membangun kepercayaan,
meningkatkan harga diri, dan mengembangkan mekanisme koping untuk
meningkatkan ketrampilan pribadi (Woodal, Raine, Shout, & Booth, 2010).
Seorang perawat dapat melaksanakan empowerment kepada penderita DM
tipe 2 dengan menggunakan potensi lingkungannya yaitu dengan cara
memandirikan diabetisi untuk merubah diabetisi dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak mampu menjadi mampu sesuai dengan keadaan diabetisi dan
keluarga serta kemauan diabetisi untuk berubah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan,
terhadap seorang petugas kesehatan dan 5 penderita DM di puskesmas Sibela
kota Surakarta, seorang petugas kesehatan mengatakan di puskesmas Sibela
ada program yang disebut dengan Prolanis yaitu Program Pengelolaan
Penyakit Kronis salah satunya untuk penderita diabetes yang dilakukan 2 kali
setiap bulan pada minggu pertama dan ketiga. Kegiatan yang dilakukan pada
minggu pertama biasanya senam, pemeriksaan kesehatan (Tekanan Darah dan
Gula Darah), serta edukasi tentang kesehatan dan kegiatan yang dilakukan
pada minggu ketiga adalah senam dan pemeriksaan kesehatan (Tekanan
Darah). Petugas kesehatan tersebut juga mengatakan bahwa program-program
tersebut dirancang oleh puskesmas untuk penderita DM agar dapat
mengontrol kondisi mereka tetap stabil. Adapun hambatan yang dialami
petugas kesehatan puskesmas sibela dalam melaksanakan program saat ini
adalah kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang bertugas untuk menjalankan
program yang sudah disusun oleh puskesmas. Hasil wawancara 5 orang
penderita DM mereka mengatakan sudah pernah mendapatkan pendidikan
kesehatan di puskesmas mengenai diabetes melitus tetapi dari lima penderita
2 orang mengatakan untuk mengontrol gula darahnya pasien sering lupa
terutama dalam hal mengontrol pola makan sesuai diit dan berolah raga. Tiga
orang penderita DM mengatakan bahwa dirinya merasa sudah mampu untuk
mengontrol gula darah dan menjalankan anjuran-anjuran sesuai yang
diberikan oleh petugas kesehatan di puskesmas.
Berdasarkan latar belakang diatas mengenai kasus penyakit diabetes
mellitus tipe 2 yang merupakan salah satu kasus penyakit tertinggi, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan strategi
pemberdayaan dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di
wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta”.
5
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
korelasi (correlation study) dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian
yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan
efek, dimana pendekatan atau observasi dilakukan sekaligus dalam suatu
waktu atau point time approach (Pratiknya, 2014).
Populasi penelitian adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe II di
wilayah kerja Puskesmas Sibela Surakarta yang berjumlah 218 penderita.
Sample penelitian sebanyak 141 responden yang diperoleh dengan teknik
proporsional stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman.
Penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner strategi
pemberdayaan dan kuesioner empowerment kepada responden dengan cara
peneliti mendatangi rumah responden. Peneliti menunggu selama responden
mengisi kuesioner, membantu responden dalam pengisian kueisoner dan
mengecek kelengkapan pengisian kuesioner. Hasil penelitian selanjutnya
dilakukan koding, tabulasi dan analisis data.
3. Hasil Penelitian
3.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden (n= 141)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1. Umur responden
a. 30 – 40 tahun
b. 41 – 50 tahun
c. 51 – 60 tahun
d. 61 – 70 tahun
e. > 70 tahun
7
30
31
46
11
5
21
22
33
8
2. Jenis kelamin
a. Perempuan
b. Laki-laki
95
30
76
24
3. Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. PT
11
64
45
5
9
51
36
4
4. Pekerjaan
a. IRT
b. Pensiunan
c. Pedagang
d. PNS
e. Buruh
f. Tidak bekerja
g. Lain-lain
55
5
1
14
4
32
14
44
4
8
11
3
26
11
5. Lama menderita DM
a. < 5 tahun
b. 5 – 10 tahun
c. < 10 tahun
41
59
25
33
47
20
6
Karakteristik responden sebagaimana ditampilkan pada table 4.1 menunjukkan
sebagian besar responden berumur 61 – 70 tahun sebanyak 46 responden (33%),
berjenis kelamin perempuan sebanyak 90 responden (76%), berpendidikan SMP
sebanyak 64 responden (51%), dan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 55
responden (44%).Karakteristik lama diagnosa sakit menunjukkan sebagian besar
adalah 5 – 10 tahun yaitu sebanyak 59 responden (47%).
3.2 Analisis Univariat
3.2.1 Distribusi Frekuensi Strategi Pemberdayaan pada Penderita Diabetes
Melitus tipe 2
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Strategi Pemberdayaan pada Penderita
DM tipe 2
No Strategi Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
Kurang
Cukup
Baik
37
69
19
30
55
15
Total 125 100
Distribusi frekuensi strategi pemberdayaan pada penderita diabetes mellitus tipe 2
menunjukkan sebagian besar adalah cukup yaitu sebanyak 69 responden (55%),
selanjutnya kurang sebanyak 37 responden (30%), dan baik sebanyak 19
responden (15%).
3.2.2 Distribusi Frekuensi Empowerment pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2
Tabel 3.. Distribusi Frekuensi Empowerment pada Penderita DM tipe 2
No Empowerment Frekuensi Persentase (%)
1
2
3
Rendah
Cukup
Tinggi
15
104
6
12
83
5
Total 125 100
Distribusi frekuensi empowermentpada penderita diabetes mellitus tipe 2
menunjukkan sebagian besar adalah cukup yaitu sebanyak 104 responden (83%),
selanjutnya rendah sebanyak 15 responden (12%), dan tinggi sebanyak 6
responden (5%).
3.3 Analisis Bivariat
Table 4. Ringkasan Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
Hubungan rs p-value Keputusan
Strategi pemberdayaan
dengan Empowerment 0,370 0,001 H0 ditolak
Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan strategi pemberdayaan
penderita diabetes melitus tipe 2 dengan empowerment diperoleh nilai rs sebesar
0,370 dengan nilai signifikansi (p-value) 0,001. Nilai p-value lebih kecil dari 0,05
(0,001 < 0,05) maka keputusan uji adalah H0 ditolak yang berarti terdapat
hubungan strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan
empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Sibela Kota Surakarta. Selanjutnya berdasarkan nilai koefisien korelasi yang
bernilai positif, maka hubungan strategi pemberdayaan dengan empowerment
7
pada penderita diabetes melitus tipe 2 adalah searah artinya semakin baik strategi
pemberdayaan, maka empowermentnya semakin baik.
4. Pembahasan
4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden menurut umur menunjukkan sebagian besar
berumur 61 – 70 tahun (33%). Peningkatan umum menyebabkan seseorang
beresiko terhadap peningkatan kejadian DM, orang yang memasuki usia 55
tahun keatas, berkaitan dengan terjadinya diabetes karena pada usia tua, fungsi
tubuh secara fisiologis menurun karena terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Suyono, 2011).
Hasil Penelitian Kekenusa (2013) menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara umur dan riwayat hidup dengan kejadian DM tipe 2, dimana
orang yang berumur lebih dari 45 tahun memiliki resiko menderita DM tipe 2
delapan kali lebih tinggi dibandingkan orang yang berusia dibawah 45 tahun.
Penelitian lain dilakukan Jelantik (2014) menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan faktor risiko umur dengan kejadian DM tipe 2 di wilayah Kerja
Puskesmas Mataram tahun 2013 dimana sebagian besar berumur > 40 tahun.
Karakteristik jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan (76%). Prevalensi DM pada perempuan
dibuktikan dalam penelitian Jelantik (2014), yaitu terdapat hubungan faktor
risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan hipertensi dengan kejadian DM
tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas Mataram Tahun 2013, dimana sebagian
besar berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain dilakukan Trisnawati,
Kurnia & Setyorogo (2013) yang menunjukkan jenis kelamin berhubungan
dengan kejadian DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng.
Distribusi klien menurut pendidikan menunjukkan distribusi tertinggi
adalah SMP. Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pengetahuan
seseorang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
kesehatan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam
mempengaruhi pikiran seseorang. Seorang yang berpendidikan ketika
menemui suatu masalah akan berusaha berfikir sebaik mungkin dalam
menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang berpendidikan baik cenderung
akan mampu berfikir tenang terhadap suatu masalah (Potter & Perry, 2010).
Pendidikan seseorang berhubungan dengan pengetahuan orang tersebut
tentang kesehatan. Penelitian Galveia, Cruz & Deep (2012) tentang pengaruh
faktor demografis terhadap kepatuhan klien diabetes dalam pengelolaan stres,
kecemasan dan depresi menyimpulkan bahwa faktor pendidikan merupakan
salah satu variabel yang memiliki hubungan secara signifikan dengan
kepatuhan klien diabetes dalam pengelolaan penyakitnya.
Karakteristik status pekerjaan responden sebagian besar merupakan ibu
rumah tangga (44%). Notoatmodjo (2011), jenis pekerjaan dapat berperan di
dalam timbulnya penyakit melalui ada tidaknya aktivitas fisik di dalam
pekerjaan, sehingga dapat dikatakan pekerjaan seseorang mempengaruhi
tingkat aktivitas fisiknya. Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang
membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyeterika,
berkebun dan berolahraga tertentu. Olahraga aerobik yang mengikuti
serangkaian gerak beraturan akan menguatkan dan mengembangkan otot dan
8
semua bagian tubuh. Termasuk di dalamnya jalan, berenang, bersepeda,
jogging atau senam (Tandra, 2008). Hubungan aktivitas fisik dengan kadar
gula darah sebagaimana disimpulkan dalam penelitian Anani (2012) di RSUD
Arjawinangun Kab. Cirebon dengan studi cross sectional menunjukkan bahwa
aktivitas fisik berhubungan dengan kadar glukosa darah (p=0.012).
Karakteristik lama diagnosa sakit menunjukkan distribusi tertinggi
adalah 5 – 10 tahun (47%). Menurut Notoadmodjo (2011), lama menderita
DM mempunyai hubungan dengan pengetahuan seseorang mengenai
pencegahan komplikasi sebab meski semakin lama responden menderita DM
belum tentu pengetahuannya bertambah. Lama di diagnosa DM juga
berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Hal ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, Kamaluddin & Sumarwati (2014)
tentang pengaruh program diabetes self management education berbasis
keluarga terhadap kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 diwilayah
puskesmas 2 Batturaden, dimana responden terbanyak adalah dengan lama
menderita DM 5-10 tahun. Begitu juga penelitian Mier et.al (2008),
menemukan pada umumnya responden menderita DM tipe 2 kurang dari 10
tahun.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami, Karim
&Agrina (2014) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetikum, dimana responden terbanyak
adalah dengan lama menderita DM lebih dari 10 tahun. Demikian juga studi
tentang kualitas hidup yang dilakukan Andayani, Ibrahim & Asdie (2010),
terhadap 115 pasien DM tipe 2 bahwa lama menderita pasien rata-rata lebih
dari 10 tahun. Sedangkan penelitian dilakukan oleh Kalda, Ratsep & Lamber
(2008) yang meneliti predictor of quality of life of patient with type 2 diabetes.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
lama menderita sakit DM dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2.
4.2 Distribusi Frekuensi Strategi Pemberdayaan pada Penderita Diabetes Melitus
tipe 2
Distribusi frekuensi strategi pemberdayaan pada penderita diabetes
melitus tipe 2 menunjukkan sebagian besar adalah kategori cukup (55%) dan
sebagian kecil baik (15%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan