Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan Perundang-undangan Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi.Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No. HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan. 1. Lingkup Praktek KebidananLingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan selanjutnya. Hal ini berarti bidan memberikan pengawasan yang diperlukan asuhan serta nasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas. 1. Standar Praktek Kebidanan Standar I : Metode asuhan. Metode asuhan Meliputi :Pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi. Standar II : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Standar III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN MENGHARGAI OTONOMI
39
Embed
Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan Perundang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Hubungan Standar Praktek Kebidanan Dengan Hukum dan
Perundang-undangan Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi.Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam PERMENKES RI No. HK.02.02/MENKES/149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.
1. Lingkup Praktek KebidananLingkup prakek kebidanan yang
digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi pada anak-anak
perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan
dan selanjutnya.
Hal ini berarti bidan memberikan pengawasan yang diperlukan
asuhan serta nasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin
dan nifas.
1. Standar Praktek Kebidanan
Standar I : Metode asuhan.
Metode asuhan Meliputi :Pengumpulan data, penentuan diagnosa
perencanan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian Pengumpulan data tentang
status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan.
Standar III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan
dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan
ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
MENGHARGAI OTONOMI
A. PENGERTIAN Secara etimologi , Otonomi berasal dari bahasaYunani autos yang artinya sendiri, dan nomos yang berartihukuman atau aturan, jadi pengertian otonomi adalahpengundangan sendiri (Danuredjo, 1979).
Menurut Koesoemahatmadja (1979: 9), Otonomi adalah Perundangan Sendiri, lebih lanjutmengemukakan bahwa menurut perkembangan sejarahnya diIndonesia, otonomi selain memiliki pengertian sebagaiperundangan sendiri, juga mengandung pengertian "pemerintahan"(bestuur)
Menurut Wayong (1979: 16), Menjabarkan pengertian otonomi sebagai kebebasan untukmemelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengankeuangan sendiri, menentukan hukuman sendiri, dan pemerintahansendiri.
Menurut Syarif Saleh (1963) Menjelaskan bahwa otonomi ialah hak mengatur danmmerintah sendiri, hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Menurut Ateng Syafruddin (1985: 23) Adalah kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
B. OTONOMI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa
manusia, adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat
(accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya.
Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus
berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based.
Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum yang
mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih
luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak
secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan
sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika
profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai
kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang
harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2. Penelitian dalam bidang kebidanan.
3. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam
kebidanan.
4. Akreditasi.
5. Sertifikasi.
6. Registrasi.
7. Uji Kompetensi.
8. Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal
yang mendasari dan terkait dengan
pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
1. Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002
Tentang registrasi
dan praktik bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor
369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang
Standar Prof esi Bidan.
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
5. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga
kesehatan.
6. Kepmenkes Republik Indonesia
1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang organisasi
dan tata kerja Depkes.
7. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
8. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
9. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan
transplantasi.
10. KUHAP, dan KUHP, 1981.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 585/ Menkes/
Per/ IX/ 1989 Tentang Persetujuan Tindakan
Medik.
12. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan
Keluarga Berencana;
UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan di Dalam Rumah Tangga.
C. TUJUAN OTONOMI DALAM KEBIDANAN
Supaya bidan mengetahui kewajiban otonomi dan
mandiri yang sesuai dengan kewenangan yang didasari oleh
undang – undang kesehatan yang berlaku.
Selain itu tujuan dari otonomi
pelayanan kebidanan ini meliputi :
1. Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan
Misalnya mengumpulkan data – data
dan mengidentifikasi masalah pasien
pada kasus tertentu.
2. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan.
Merencanakan asuhan yang akan
diberikan pada pasien sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh
pasien tersebut.
3. Untuk mengetahui perkembangan
kebidanan melalui penelitian.
4. Berperan sebagai anggota tim
kesehatan
Misalnya membangun komunikasi yang
baik antar tenaga kesehatan, dan
menerapkan keterampilan manajemen
5. Untuk melaksanakan
dokumentasi kebidanan
Mengevaluasi hasil tindakan yang
telah dilakukan, mengidentifikasi
Perubahan yang terjadi dan
melakukan pendokumentasian.
6. Untuk mengelola perawatan
pasien sesuai dengan lingkup tanggung
jawabnya.Membangun
komunikasi yang efektif dengan pasien dan
melakukan asuhan terhadap
pasien.
D. PERSYARATAN
Suatu ketentuan untuk melaksanakan praktek kebidanan
dalam memberikan asuhan pelayanan kebidanan sesuai dengan
bentuk – bentuk otonomi bidan dalam praktek kebidanan.
Syarat – syarat dari otonomi pelayanan kebidanan meliputi :
Administrasi
Seorang bidan dalam melakukan praktek kebidanan, hendaknya
memiliki sarana dan prasarana yang melengkapi pelayanan yang
memiliki standard dan sesuai dengan fasilitas kebidanan.
Dapat diobservasi dan diukur
Mutu layanan kesehatan akan diukur berdasarkan perbandingannya
terhadap standar pelayanan kesehatan yang telah disepakati dan
ditetapkan sebelum pengukuran mutu dilakukan
Realistic
Kinerja layanan kesehatan yang diperoleh dengan nyata akan
diukur terhadap criteria mutu yang ditentukan, untuk melihat
standar pelayanan kesehatan apakah tercapai atau tidak.
Mudah dilakukan dan dibutuhkan.
E. KEGUNAAN OTONOMI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
Otonomi pelayanan kesehatan meliputi
pembangunan kesehatan, meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif untuk meningkatkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
F. REGISTRASI
Registrasi adalah proses seorang profesi untuk
mendaftarkan dirinya kepada badan tertentu untuk mendapatkan
kewenangan dan hak atas tindakan yang dilakukan secara
professional setelah memenuhi syarat – syarat yang telah
ditetapkan oleh badan tersebut.
Pengertian registrasi menurut keputusan menteri
kesehatan republikindonesia nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 yaitu
proses pendaftaran,pendokumentasian dan pengakuan terhadap
seorang bidan setelah memenuhi standar penampilan minimal yang
ditetapka sehingga mampu dalam melaksanakan profesinya.
Setelah terpenuhnya persyaratan yang ada, maka
tenaga profesi tersebut telah mendapatkan surat izin melakukan
praktik.
Tujuan :
1) Mendata jumlah dan kategori melakukan
praktik
2) Meningkatkan mekanisme yang objektif
dan komprehensif dalam
penyelesaian dalam kasus malpraktik
3) Meningkatkan kemampuan tenaga profesi
dalam mengadopsi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang pesat.
Persyaratan :
Beberapa syarat yang mesti
dilengkapi pada saat mengajukan registrasi:
1) Fotocopy ijazah bidan
2) Fotocopy transkip nilai akademik
3) Surat keterangan sehat dari
dokter
4) Pas foto 4 X 6 sebanyak 2 lembar
Masa berlaku registrasi yaitu dalam rentang waktu
5 tahun, setelah 5 tahun bidan harus melakukan registrasi
ulang.
Kegunaan
Registrasi berguna untuk mendapatkan surat izin
bidan sebagai dasar menerbitkan surat izin praktek bidan.
Bidan teregistrasi merupakan seseorang yang telah
menamatkan pendidikan bidandan telah mampu menrapkan
kemampuannya dalam memberikan asuhan kepada ibu dan anak
sesuai dengan standar profesinya.
Lisensi Praktik Kebidanan
Lisensi praktik kebidanan merupakan proses
administrasi yang dilakukan pemerintah dalam mengeluarkan
surat izin praktik yang diberikan kepada suatu tenaga profesi
untuk pelayanan yang mandiri.
Menurut IBI : Lisensi adalah pemberian ijin praktek
sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah
ditetapkan.
Tujuan
1) Memberikan kejelasan batas wewenang
Dalam hal ini, seorang bidan harus mengetahui
wewenang yang harus dilakukannya sesuai dengan standar profesi
yang dimiliki dan sesuai dengan undang – undang yang berlaku
agar dalam menjalankan profesinya tidak melakukan pelanggaran
– pelanggaran.
2) Menetapkan sarana dan prasarana
Seorang profesi juga harus mengetahui apa –
apa saja sarana dan prasanayang mesti dimiliki dalam melakukan
praktek profesi.
3) Meyakinkan klien
Dalam melakukan asuhan terhadap klien,
seorang tenaga profesi harusbisa meyakinkan klien tersebut
terhadap asuhan yang telah kita berikan dan jelaskan.
Persyaratan
Syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam
mengajukan license praktik suatu profesi meliputi :
1) Fotokopi SIB yang masih
berlaku
2) Fotokopi ijazah bidan
3) Surat keterangan sehat
4) Rekomendasi dari
organisasi profesi
5) Pas foto ukurab 4 x 6 cm
sebanyak 2 lembar
PENUTUP
Kesimpulan
Profesi kebidanan menyangkut dengan keselamatan jiwa
manusia yang menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat atas
semua tindakan kebidanan yang dilakukan. Praktik kebidanan
merupakan sesuatu yang sangat penting dan dituntut dalam
profesi kebidanan.
Tindakan yang dilakukan oleh profesi kebidanan ini
didasari oleh kompetensi dan evidence base dan diperkuat oleh
landasan hukum yang mengatur profesi yang bersangkutan.
Seorang bidan memiliki kewenangan atas hak otonomi dan
kemandirian untuk bertindak secara professional yang memiliki
ilmu pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar
profesi kebidanan. Jadi otonomi dalam pelayanan kebidanan ini
adalah kekuasaan seorang bidan dalam melakukan praktik
kebidanan yang sesuai dengan peran dan fungsi bidan
berdasarkan wewenang yang dimiliki oleh bidan itu sendiri.
Staffing adalah salah satu fungsi manajemen yang melakukan penarikan, penyeleksian, pengembangan dan penggunaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Hubungan staffing dengan pengorganisasian :
Organizing yaitu berupa penyusunan wadah legal yang menampung berbagai kegiatan yang harus dilakukan pada suatu organisasi. Sedangkan staffing berhubungan dengan penerapan orang-orang yang memangku masing-masing jabatan yang terdapat didalam organisasi.
Jika diibaratkan sebuah kendaraan..pengorganisasian menyiapkan kendaraan, sedangkan staffing mengisi pengemudinya.
Ketika manajer melaksanakan fungsi staffing, hal itu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pencapaian tujuan (kinerjaorganisasi)
Prinsip Staffing :
mengarahkan karyawan yang tepat untuk berkontribusi terhadap pencapaian tujuan dalam sistem manajemen.
" The Right Man on The Right Place"
Proses Staffing :
1. Perencanaan kebutuhan SDM2. Recruitment (penarikan tenaga kerja)3. Pelatihan dan Pengembangan4. Pemberian kompensasi5. Pemeliharaan6. Integrasi pengusaha dan karyawan untuk menjadi partner
kerja7. PHK
Memimpin (Leading) :suatu proses untuk memengaruhi seseorang atau kelompok kegiatan terhadap pencapaian tujuan yang telah ditentukan
Kepemimpinan (Leadership) :adalah sebuah kemampuan dalam menggunakan kekuasaannya (power) untuk menggerakkan orang lain yang diarahkan demi pencapaian tujuan organisasi.
Jenis Kekuasaan :
1. Coercive Power : dengan dasar pemberian sanksi2. Reward Power : dengan dasar pemberian hadiah3. Legitimate Power : dengan dasar jabatan yang sah4. Expert Power : dengan dasar keahlian5. Refferent Power : dengan dasar rekomendasi
Gaya Kepemimpinan ( Styles of Leadership ) :
1. Kepemimpinan Otokratis : pemimpin mendominasi pengambilankeputusan, memberi sanksi pada bawahan yang melakukan kesalahan, komunikasi satu arah (Top Down).
2. Kepemimpinan Demokratis : pemimpin memberdayakan pemikiran bawahan, dalam pengambilan keputusan mempertimbangkan masukan dari bawahan. komunikasi dua arah (Top Down dan Bottom Up)
Teori dua faktor Herzbergterdapat dua faktor yang memengaruhi tingkat kepuasan kerja karyawan :
1. Motivational Factors
pencapaian prestasi kerja pengakuan atau penghargaan hasil kerja jenis pekerjaan menarik tanggung jawab pada pekerjaan pengembangan karir
2. Maintenance Factors
gaji sistem pengawasan kebijakan dan administrasi organisasi hubungan antar karyawan kondisi lingkungan kerja
PENGERTIAN STAFFING
Staffing merupakan fungsi manajemen yang berkenaan denganpenarikan, penempatan, pemberian latihan, dan pengembangananggota- anggota organisasi.[2] dipahami bidang-bidangpekerjaan yang akan dilakukan dan penempatan tenaga-tenagayang sesuai. Staffing merupakan salah satu fungsi administrasiberupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak darimerekrut tenaga kerja, pengembangannya sampai dengan usahaagar setiap tenaga kerja memberikan daya guna yang maksimalbagi organisasi.
B. PRINSIP DALAM STAFFING
Dalam staffing berlaku prinsip utama yaitu : “The Right Man in TheRight Place and Time” yang berarti bahwa setiap personel ditempatkanpada unit kerja yang sesuai dengan keahlian dan kecakapannya,dengan demikian suatu perkerjaan/tugas dalam unit kerjadilakukan oleh orang yang tepat dan mendapat hasil pekerjaanyang optimal. Jika prinsip ini tidak diterapkan, danmenempatkan personel pada tugas dan jenis pekerjaan yang bukankeahliannya, maka akan menghambat upaya pencapaian tujuanadministrasi itu sendiri, sebab hasil dari pekerjaan tersebutcenderung kurang berdaya guna bagi organisasi.
Hal ini sering terjadi pada unit kerja yang kekurangankaryawan, sehingga memaksa seorang karyawan membawahi danmengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang bukan pada bidangkeahliannya, atau bisa terjadi karena menempatkan seseorangatas pendekatan nepotisme tanpa memperhatikan keahlian orangtersebut, tindakan nepotisme ini tentu akan membuka peluangkolusi dan korupsi yang berakibat buruk terhadap kemajuan unitorganisasi kerja itu sendiri.
C. TUJUAN DALAM STAFFING
1. Terwujudnya sinergitas pekerja sesuai dengan seluruhtugas dan kewajibannya
2. Terwujudnya mekanisme kerja yang kooperatif, efektif danterpadu
3. Memudahkan pekerja dengan keahlian pada bidang masing-masing menyelesaikan tugasnya dengan baik
4. Mendorong pekerja untuk memberikan daya guna dan hasilguna yang maksimal bagi organisasi
D. TAHAPAN PROSES STAFFING
Kegiatan ini dilaksanakan oleh bagian personalia dalam unitorganisasi kerja. Diawali dengan pendataan jumlah tenaga kerjayang dibutuhkan, dan membuat susunan perencanaan prosesrekruitmen.
Rekruitmen karyawan dilakukan untuk menggantikan pekerja lamayang telah berhenti dikarenakan pensiun, meninggal,mengundurkan diri atau diberhentikan karena suatu kebijakantertentu.
Pada organisasi pendidikan, penambahan dan rekruitmen jumlahkaryawan/tenaga pengajar juga disesuaikan dengan penambahanjumlah pendaftaran peserta didik baru.
PENGERTIAN PENGORGANISASIAN (ORGANIZING)
1. Pengertian Pengorganisasian (Organizing)Pengorganisasian adalah merupakan fungsi kedua dalam Manajemen
dan pengorganisasian didefinisikan sebagai proses kegiatan
penyusunan struktur organisasi sesuai dengan tujuan-tujuan,
sumber-sumber, dan lingkungannya. Dengan demikian hasil
pengorganisasian adalah struktur organisasi.
Pengorganisasian (Organizing) adalah suatu langkah untuk
menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan
yang di pandang. Seperti bentuk fisik yang tepat bagi suatu
ruangan kerja administrasi, ruangan laboratorium, serta
penetapan tugas dan wewenang seseorang pendelegasian wewenang
dan seterusnya dalam rangka untuk mencapai tujuan.
2. Pengertian Struktur OrganisasiStruktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-
unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan
adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi
atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut
diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur
organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Struktur Organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-
mekanisme formal organisasi diolah. Struktur organisasi
terdiri atas unsur spesialisasi kerja, standarisasi,
koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan
keputusan dan ukuran satuan kerja.
3. Pengorganisasian sebagai Salah satu Fungsi
Manajemen Setelah kita telah mempelajari perencanaan sebagai salah satu
fungsi manajemen, tentunya kita harus mempelajari fungsi
manajemen lainnya. Salah satu fungsi manajemen adalah
mengetahui pengorganisasian yang merupakan salah satu fungsi
manajemen yang penting karena dengan pengorganisasian berarti
akan memadukan seluruh sumber-sumber yang ada dalam
organisasi,baik yang berupa sumber daya manusia maupun sumber
daya lainnya ke arah tercapainnya suatu tujuan.pentingnya
pengorganisasian sebagai fungsi yang dijalankan oleh setiap
manajer atau orang-orang yang menjalankan manajemendalam
setiap organisasi.Fungsi manajemen lainnya yaitu
pengorganisasian,yang sama pula pentingnya dengan fungsi
perencanaan karena dalam pengorganisasian seluruh sumber
(resources) baik berupa manusia maupun yang nonmanusia harus
diatur dan paduakan sedemikian rupa untuk berjalannnya suatu
organisasi dalam rangkai pencapaian tujuannya. Pemahaman
tentang pengorganisasian sebagai salah satu fungsi
manajemen,akan memberikan kejelasan bahwa proses pengaturan di
dalam organisasi tidak akan selesai,tanpa diikuti oleh aktuasi
yang berupa bimbingan kepada manusia yang berada di dalam
organisasi tersebut,agar secara terus-menerus dapat
menjalankan kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.Akademik freedom adalah hak/ jaminan untuk bebas menyampaikan kritikdalam mimbar akademik, sesuai dengan kaedah yang berlaku dalam ilmu pengetahuan. Ada juga student government adalah instansi formal yangindependen dan tidak dapat dipengaruhi otoritas universitas. Pemerintahan ini hanya terdiri dari mahasiswa yang terorganisir dengan baik sehingga dapat menjadikan kampus kedua setelah kampus akademik untuk belajar.
Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan
Akademisi Jerman Wilhelm von Humbolt (1809) memformulasi konsep Akademische Freiheit (kebebasan akademik). Lernfreiheit (kebebasan mahasiswa untuk belajar) dan Lerhfreiheit (kebebasan dosen untuk mengajar) bersama dengan otonomi institusi menjadipilar dasar kebebasan akademik.
Sebelum adanya kebebasan akademik ini, para ilmuwan masa lalu dibayangi oleh adanya rasa ketakutan jika memformulasikan suatu teori atau aksioma baru yang bertentangan dengan norma yang dianut pada saat itu. Astronom termasyhur Galileo Galilei(1564-1642) menjadi contoh korban peminggiran terhadap ilmuwanyang berani berseberangan dengan kaidah umum. Ia dikenakan tahanan rumah hingga akhir hayatnya, karena memverifikasi keabsahan teori Copernicus yang mengatakan bahwa galaksi anggota tata surya mengelilingi matahari. Ini bertentangan dengan teori Tychonic (bumi dan bulan tak mengitari matahari) yang dipercaya pada zaman itu.
Apa definisi kebebasan akademik?
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebebasan akademik? Menurut Arthur Lovejoy yang dikutip oleh Haryasetyaka (2004), kebebasan akademik adalah kebebasan seseorang atau seorang peneliti di lembaga i1mu pengetahuan untuk mengkaji persoalan
serta mengutarakan kesimpulannya baik melalui penerbitan atau perkuliahan tanpa campur tangan dari penguasa politik atau keagamaan atau lembaga yang mempekerjakannya kecuali apabila metode yang digunakannya tidak memadai atau bertentangan dengan etika professional atau lembaga yang berwenang dalam bidang keilmuannya.
Nymeyer (1956) sendiri menyatakan bahwa kebebasan akademik merupakan kebebasan anggota fakultas untuk mengajar pada suatusekolah dengan pikirannya sendiri dan mempromosikan spekulasi dan kesimpulan yang dibuat secara independen atau bebas dari apa yang mungkin dikehendaki institusi.
Pada akhirnya, kebebasan akademik harus dipahami sebagai seperangkat hak dan kewajiban dengan tetap bertanggung jawab dan akuntabel penuh kepada masyarakat. Mandiri, dapat diartikan mampu berbicara dengan bebas tentang masalah-masalahetika, budaya, sosial, ekonomi dan lain-lain secara mandiri. Adapun menurut Prof. Dr .Abdullah Ali M.Sc. kebebasan akademiksebagai bagian dari kebebasan yang bertanggung jawab yang tidak terpisahkan dari kebebasan setiap warga negara.
Sejarah Kebebasan Akademik
Munculnya tuntutan untuk mendapatkan hak kebebasan akademik harus dipahami dalam konteks kesejarahan, yaitu dalam abad pertengahan, tatkala gereja merupakan pusat wewenang dan wibawa untuk mendalami berbagai masalah yang berkaitan dengan upaya mencari kebenaran filsafat dan ilmu.
Pada masa itu, upaya tersebut bukan saja dilakukan dalam lingkungan gereja, melainkan juga di luar gereja, yaitu di kalangan para ilmuwan. Namun karena pada masa itu masih berlaku asas ‘faith-over-reason’, maka bila terjadi perbedaan pendapat antara lingkungan gereja dan kalangan ilmuwan, maka dengan sendirinya pendapat lingkungan gereja (berdasarkan faith)diunggulkan atas pendapat kalangan ilmuwan (berdasarkan reason).
Keabsahan pendapat dari lingkungan gereja itu bisa diperkuat oleh melalui pernyataan secara ex cathedra (dari mimbar), yang dalam hal ini berarti dari mimbar gereja.
Selama abad pertengahan perbedaan pendapat antara kalangan gereja dan ilmuwan sering menimbulkan pertentangan yang tak terselesaikan. Perbedaan pendapat itu mungkin saja berlangsungsekedar dalam posisi kesejajaran (juxta-position) tanpa saling berbenturan, dalam hal mana tidak terjadi sengketa dengan konsekuensi serius. Lain halnya kalau perbedaan pendapat itu terjadi dengan pengambilan posisi yang saling berlawanan (contra-position).
Perkembangan ilmu yang mulai pesat menghasilkan berbagai temuan dan pernyataan pendapat tidak selalu sejalan dengan pandangan kalangan gereja. Makin lama makin banyak terjadi benturan antara hasil perenungan dalam lingkungan gereja dan pemikiran di kalangan ilmuwan. Seiring dengan perkembangan tersebut, masyarakat ilmuwan makin berhasrat untuk membedakan diri dari lingkungan gereja sejauh kegiatannya bersangkutan dengan ikhtiar mencari kebenaran ilmiah (scientific truth) melalui penalaran (reasoning).
Dalam ikhtiar tersebut perlu pertama-tama dibedakan antara pandangan yang berorientasi pada dalil-dalil keimanan di satu pihak dan pendekatan yang berdasarkan pada pengamatan dan penalaran. Demikianlah diterimanya sesuatu kebenaran bisa merupakan konsekuensi tindakan keimanan (act of faith) dan bisa juga sebagai konsekuensi tindakan penalaran (act of reason).
Perkembangan ini merintis diterimanya kesepakatan, bahwa di samping adanya kebenaran yang diterima berdasarkan keimanan, juga ada kebenaran yang diterima melalui penalaran. Faith dan reason tidak perlu satu terhadap lainnya saling ditempatkan apirori pada posisi saling bertentangan, apalagi dalam perbandingan superior-inferior. Demikianlah tidak tertutup kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat antara lingkungan gereja dan kalangan ilmuwan tanpa ada keharusan untuk secara apriori mengunggulkan posisi yang satu terhadap lainnya.
Pelaksanaan Kebebasan Akademik
Gagasan Humbolt tentang reformasi pendidikan tinggi dengan kebebasan akademik dan otonomi institusi ini mengilhami lahirnya paradigma perguruan tinggi search after truth (kebenaran ilmiah). Perguruan tinggi ideal selain berkiprah sebagai ajangtransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai kawah
candradimuka yang selalu bergelora dan dinamis bagi mengkader ilmuwan, pemikir andal dan profesional, juga menjadi wahana verifikasi kebenaran atau ketidakbenaran suatu teori, serta tempat berkuncup dan berkembangnya teori dan teknologi baru.
Pada konferensi dunia pendidikan tinggi di Paris (1998) tentang Autonomy, Social Responsibility and Academic Freedom, kebebasan akademik dan otonomi perguruan tinggi menjadi prakondisi yang mesti dipenuhi untuk menggapai peran universitas sebagai pengembang dan penyebar ilmu pengetahuan yang independen. Dengan semakin dinamisnya masyarakat dan beragamnya aktivitas ekonomi, universitas dihadapkan pada realitas untuk selalu adaptif bagi mewadahi tuntutan kedinamisan tersebut. Pendidikan tinggi harus menjadi elemen sentral dan proaktif memosisikan dan menata diri untuk memenuhi ritme perubahan dalam masyarakat.
Setiap institusi pendidikan pada hakekatnya adalah pusat kegiatan transfer dan transmisi ilmu pengetahuan antar akademisi. Interaksi, transfer, dan transmisi ilmu pengetahuantersebut melibatkan struktur, sarana, prasarana, metodologi dan pengelola, hingga institusi-institusi tersebut pada gilirannya akan menjelma menjadi sebuah mesin ilmu pengetahuan. Turbin proses ilmu pengetahuan tersebut pada akhirnya memunculkan konkritisasi-nya di tengah masyarakat melalui berbagai kegiatan pengembangan masyarakat, yang tidak menutup kemungkinan pada perkembangan selanjutnya akan memunculkan permasalahan-permasalahan, terkait dengan peran dan fungsi akademisi selaku pengemban moral keilmuan yang objektif dan ilmiah.
Salah satu karakter utama akademisi adalah komitmennya terhadap proyek rekonstruksi atau rethingking segala sesuatu yangberkaitan dengan masyarakat dan peradaban, terutama apabila kondisinya sudah kurang menguntungkan bagi kemanusiaan. Untuk itu, mereka senantiasa akrab dengan perubahan, dan memang mereka sendiri yang bergerak sebagai agen-nya. Akan tetapi pada saat yang sama para akademisi juga terlalu sadar bahwa mereka sedang berada dalam masa transisi yang harus hidup dalam kejujuran, keintelektualan, keyakinan dan kekritisan.
Salah satu perkara yang dianggap urgen dalam hal ini adalah bagaimana seharusnya kebebasan akademik itu dijalankan di
lembaga ilmu pengetahuan (baca: dalam hal ini diwakili oleh Perguruan Tinggi ) oleh civitas akademika. Kebebasan akademik yang dilaksanakan oleh civitas akademika tidaklah mutlak dan absolut. Kebebasan tersebut haruslah memperhatikan etika professional, etika yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kebebasan akademik tidak akan dibenarkan jika bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa. Pelaksanaannya dapat dilakukan melalui berbagai media massa, tatap muka dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah kebebasan akademik harus dipahami sebagai seperangkat hak dan kewajiban dengan tetap bertanggungjawab penuh kepada masyarakat.
Ada 3 konsep pelaksanaan kebebasan akademik. Pertama, sebagai peneliti dosen harus bebas. Kedua, sebagai pemikir asli dosen harus bebas tanpa mematuhi (terikat dan kaku) hal-hal yang berlaku di masa lalu. Ketiga, sebagai penyebar gagasan kedua, setelah sebelumnya ada orang lain yang mengemukakannya, dosen dalam beberapa hal mungkin bebas, namun dalam beberapa hal lainnya mungkin tidak bebas.
Kebebasan akademik terdiri dari proteksi terhadap independensiintelektual profesor, peneliti dan mahasiswa dalam mencari/menggali pengetahuan dan mengekspresikan gagasan-gagasan yang bebas dari turut campur legislator atau pihak yang berwenang dalam instutisinya sendiri. Ini berarti tidak ada kekolotan politik, ideologi atau agama yang dibebankan kepada professor, peneliti dan mahasiswa melalui berbagai cara.
Kebebasan untuk mengajar menimbulkan konsekuensi pada keniscayaan bagi sang dosen untuk selalu mengkontribusikan hasil-hasil riset mutakhir dalam setiap materi pengajarannya agar tidak usang termakan zaman. Seorang dosen dituntut kecakapan mengembangkan IQ (intelligence quotient), EQ (emotional quotient), SQ (spiritual quotient), dan daya nalar mahasiswanya (modifikasi St Kartono, 2002).
Dalam konteks kebebasan akademik, dosen ideal berupa sosok guru dan ilmuwan profesional yang haus akan pembaruan dan selalu berupaya untuk meng-update pengetahuannya melalui riset, pertemuan ilmiah, studi literatur, dan produktif mengaktualisasikan kepakarannya via publikasi; serta selalu
tanggap dan responsif terhadap persoalan di masyarakat yang terkait dengan bidang keilmuannya. Jadi, dosen itu seyogianya berkarakter kaya gagasan, bertabur kreativitas, luas wawasan, dan tajam analisis yang disokong oleh sentuhan intelektualitasterkini. Bukan sosok yang terkubur dalam rutinitas mengajar dan membimbing semata!
Di sisi lain mahasiswa bebas belajar, mengambil, mengikuti pandangan yang disampaikan dalam perkuliahan dan bebas menilaimateri yang diberikan tersebut. Mereka mendapat perlakuan yangsama dalam pembelajaran serta tidak boleh dipaksa dalam kelas maupun di lingkungan akademik untuk menerima pendapat atau gagasan tentang filosofi, politik dan isu-isu lain, merupakan bagian dari pelaksanaan kebebasan akademik.
Peribahasa Latin Non scholae sed vitae discimus (belajar demi hidup) seyogianya menumbuhkan inspirasi mahasiswa untuk belajar tidakhanya mengejar prestasi akademik cemerlang dengan perolehan indeks prestasi tinggi, tapi miskin kreativitas dan tumpul daya nalar, melainkan juga suatu dorongan kalbu untuk menimba ilmu pengetahuan dan mampu mengkritisi hakikat ilmu pengetahuan tersebut.
Jenis-Jenis Evaluasi Pendidikan
1) Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilaksanakan pada setiap kali satuan program pelajaran atau subpokok bahasan dapat diselesaikan, dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah mampu menguasai (memiliki kompetensi) sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
2) Evaluasi Summatif
Evaluasi yang dilaksanakan setelah sekumpulan program pelajaran selesai diberikan (berakhir), tujuan utama dari evaluasi summatif ini adalah untuk menentukan keberhasilan peserta didik, setelah mereka menempuh program pengajaran.
Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran :1. Evaluasi program pembelajaran
Evaluais yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi
program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspe-aspek
program pembelajaran yang lain.
2. Evaluasi proses pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses
pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran
yang di tetapkan, kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam
mengikuti proses
pembelajaran.
3. Evaluasi hasil pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa
terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun
khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.1[1]
B. Bentuk Evaluasi1) Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/topic, dan di maksudkan untuk mengetahui sejauh manakah proses pembelajaran telah berjalan sebagaimna yang direncanakan.
Winkel menyatakan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru memperoleh informasi mengenai kemajuan yang telah di capai
Sementara Tesmer menyatakan evaluasi formatif adalah untukmengontrol sampai sejauh mana siswa menguasai materi yang di ajarkan pada pokok pembahasan tersebut.2[2]
2) Evaluasi Sumatif
1
2
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari satu unitke unit yang berikutnya.
3) Evaluasi Diagnostic
Evaluasi diagnostic adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat di berikan perlakuan yang tepat. 2.2 Syarat-syarat Alat Penilaian Yang Baik
Sebuah instrumen evaluasi hasil belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyarataninstrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harusmemenuhi beberapa kaidah antara lain:
Validitas
Reliabilitas
2.3 Validitas dan ReliabilitasA. Validitas1. Pengertian Validitas
Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validityyang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatualat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkandata yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan
tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’ atau B (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya (Azwar 1986).
Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), sertavalid bagi kelompok subjek yang mana? (Azwar 1986)
Pengertian validitas menurut Walizer (1987) adalah tingkaat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan.
Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan kemampuan instrument itu untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari variabel yang dimaksudkan untuk diukur. Instrumen yang dimaksudkan untuk mengukur sikap konsumen terhadap suatu iklan, misalnya, harus dapat menghasilkan skor sikap yang memang menunjukkan sikap konsumenterhadap iklan tersebut. Jadi, jangan sampai hasil yang diperoleh adalah skor yang menunjukkan minat konsumen terhadapiklan itu.
Validitas suatu instrumen banyak dijelaskan dalam kontekspenelitian sosial yang variabelnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti sikap, minat, persepsi, motivasi, dan lain sebagainya. Untuk mengukur variabel yang demikian sulit, untukmengembangkan instrumen yang memiliki validitas yang tinggi karena karakteristik yang akan diukur dari variabel yang demikian tidak dapat diobservasi secara langsung, tetapi hanyamelalui indikator (petunjuk tak langsung) tertentu. (AritonangR. 2007)
Menurut Masri Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Bila seseorang ingin mengukur berat suatu benda, maka dia harus menggunakan timbangan. Timbangan adalah alat pengukur yang valid bila dipakai untuk mengukur berat, karena timbanganmemang mengukur berat. Bila panjang sesuatu benda yang ingin diukur, maka dia harus menggunakan meteran. Meteran adalah alat pengukur yang valid bila digunakan untuk mengukur panjang, karena memang meteran mengukur panjang. Tetapi timbangan bukanlah alat pengukur yang valid bilamana digunakanuntuk mengukur panjang.
Sekiranya penelliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam praktek belumtentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid. Banyak hal-hal lain yang akan mengurangi validitas data; misalnya apakah si pewawancara yang mengumpulkan data betul-betul mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam kuesioner. (Masri Singarimbun)
Menurut Suharsimi Arikunto, validitas adalah keadaan yangmenggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.3[3]
3
Menurut Soetarlinah Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur.Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tapi tergantung penggunaan dan subyeknya.
B. ReliabilitasMenurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks
yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebutreliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensisuatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.
Menurut Brennan (2001: 295) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes.
Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 28) reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.
Dalam pandangan Aiken (1987: 42) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang.
Dengan demikian, keandalan sebuah alat ukur dapat dilihatdari dua petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas. Kedua statistik tersebut masing-masingmemiliki kelebihan dan keterbatasan (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsistenuntuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila
pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat statistik (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Berdasarkan sejarah, reliabilitas sebuah instrumen dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas (Feldt & Brennan: 105). Kedua statistikdi atas memiliki keterbatasannya masing-masing. Kesalahan pengukuran merupakan rangkuman inkonsistensi peserta tes dalamunit-unit skala skor sedangkan koefisien reliabilitas merupakan kuantifikasi reliabilitas dengan merangkum konsistensi (atau inkonsistensi) diantara beberapa kesalahan pengukuran. Dalam kerangka teori tes klasik, suatu tes dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila skor tampak tes tersebut berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri. Interpretasi lainnya adalah seberapa tinggi korelasi antara skor tampak pada dua tes yang pararel. (Saifuddin Azwar, 2006: 29). Reliabilitas menurut Ross E. Traub (1994: 38) yang disimbolkan oleh dapat didefinisikan sebagai rasio antara varian skor murni dan varian skor tampak Secara matematis teori di atas dapat ditulis : Reliabilitas alat ukurtidak dapat diketahui dengan pasti tetapi dapat diperkirakan. Dalam mengestimasi reliabilitas alat ukur, ada tiga cara yang sering digunakan yaitu (1) pendekatan tes ulang, (2) pendekatan dengan tes pararel dan (3) pendekatan satu kali pengukuran.Pendekatan tes ulang merupakan pemberian perangkat tes yang sama terhadap sekelompok subjek sebanyak dua kali dengan selang waktu yang berbeda. Asumsinya adalah bahwa skor yang dihasilkan oleh tes yang sama akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama. Estimasi dengan pendekatan tes ulang akan menghasilkan koefisien stabilitas. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama dengan skor subyek padapemberian tes kedua. Pendekatan tes ulang sangat sesuai untuk mengukur ketrampilan terutama ketrampilan fisik.
Misalnya seorang guru hendak melihat reliabilitas tes yang telah dibuatnya. Setelah melakukan dua kali pengukuran didapatkan skor tes sebagai berikut:
Koefisien reliabilitas test di atas dapat dihitung dengan menggunakan formula korelasi produk momen dari Pearson sebagaiberikut:
Dengan demikian, korelasi sebesar 0,954 menggambarkan bahwa reliabilitas tes cukup tinggi. Salah satu kelemahan mendasar dari teknik test-retest adalah carry-over effect. Masalah ini disebabkan oleh adanya kemungkinan pada test yang kedua dipengaruhi oleh test pertama. Misalnya, jika peserta tes masih ingat dengan soal-soal dan bahkan jawaban ketika dilakukan test pertama. Hal ini dapat meningkatkan korelasi serta overestimasi terhadap PXX’. Ross E. Traub (1994: 38)2. Jenis-jenis Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum untuk mengukur reliabilitas, yaitu:1. Relibilitas stabilitas. Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yangdiukur setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.2. Reliabilitas ekivalen. Menyangkut usaha memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu yang sama. Definisi konseptual yang dipakai sama tetapi dengansatu atau lebih indicator yang berbeda, batasan-batasan operasional, paeralatan pengumpulan data, dan / atau pengamat-pengamat. Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam kuesioner, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat cara tertentu. (Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah tengah ini.) Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor, lalu skor masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam skor kemudian skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila keduaskor itu relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga diukur dengan menggunakan teknik pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah diukur dengan laporan pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini haruslah sesuai dengan skor yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah” orang tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan relatif yang sama bila tekanan darahnya yang diukur.4[4]3. Metode pengujian reliabilitas
Tiga tehnik pengujian realibilitas instrument antara lain:a. Teknik Paralel (Paralel Form atau Alternate Form) Teknik paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).b. Teknik Ulang (Test Re-test) Disebut juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun ditesdua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas.Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu kewaktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. Metode pengujian reliabilitas stabilitas yang paling umum dipakai adalah metode pengujian tes-kembali (test-retest). Metode test-retest menggunakan ukuran atau “test” yang sama untuk variable tertentu pada satusaat pengukuran yang diulang lagi pada saat yang lain. Cara lain untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas, bila kita menggunakan survai, adalah memasukkan pertanyaan yang sama di dua bagian yang berbeda dari kuesioner atau wawancara. Misalnya the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MPPI) mengecek reliabilitas test-retest dalam satu
4
kuesionernya dengan mengulang pertanyaan tertentu di bagian-bagian yang berbeda dari kuesioner yang panjang.
Kesulitan terbesar untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas adalah membuat asumsi bahwa sifat/ variable yang akan diukur memang benar-benar bersifat stabil sepanjang waktu. Karena kemungkinan besar tidak ada ukuran yang andal dan sahih yang tersedia. Satu-satunya faktor yang dapat membuat asumsi-asumsi ini adalah pengalaman, teori dan/atau putusdan terbaik. Dalam setiap kejadian, asumsi ini selalu ditantang dan sulit rasanya mempertahankan asumsi tersebut atas dasar pijakan yang obyektif.1. Jenis Evaluasi Berdasarkan Tujuana. Evaluasi DiagnostikEvaluasi diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.b. Evaluasi SelektifEvaluasi selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan kriteria programkegiatan tertentu.c. Evaluasi PenempatanEvaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.d. Evaluasi FormatifEvaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.e. Evaluasi sumatifEvaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan bekerja siswa.2. Jenis Evaluasi Berdasarkan Sasaran.a. Evaluasi KonteksEvaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaanb. Evaluasi InputEvaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
c. Evaluasi ProsesEvaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.d. Evaluasi Hasil Atau ProdukEvaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.e. Evaluasi Outcom Atau LulusanEvaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.3. Jenis Evalusi Berdasarkan Lingkup Kegiatan Pembelajarana. Evaluasi Program PembelajaranEvaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang lain.b. Evaluasi Proses PembelajaranEvaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.c. Evaluasi Hasil PembelajaranEvaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupunkhusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotorik.4.Jenis Evaluasi Berdasarkan Objek Dan Subjek Evaluasia. Berdasarkan Objeka.1.Evaluasi InputEvaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap,keyakinan.a.2.Evaluasi TransformasiEvaluasi terhadao unsur-unsur transformasi proses pembelajaranantara lain materi, media, metode dan lain-lain.
a.3.Evaluasi output5.Evaluasi Terhadap Lulusan Yang Mengacu Pada Ketercapaian Hasil Pembelajaran Berdasarkan Subjek a.Evaluasi internalEvaluasi yang dilakukan oleh orang dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.b.Evaluasi eksternalEvaluasi yang dilakukan oleh orang luar sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.Sesuai dengan pengertian evaluasi, sebagai suatu kegiatan yangterencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan beberapa instrumen dan hasilnya, dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan. Artinya, dalam mengambil langkah untuk melaksanakan evaluasi, tentunya diperlukan pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu objek dengan terus menerus diadakan instrumen-instrumen yang kemudian dengan hasil instrumen tersebut diharapkan akan memperoleh sebuah kesimpulan.Pelaksanaan evaluasi demikian sesuai dengan anjuran baginda Rosulullah dalam sabda Beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut :
Artinya : “ dari Ismail bin Roja’ dari bapaknya dari abu sa’id dan qois bin muslim dari thoriq bin syihab dari abu sa’id al khudri berkata : Rosulullah saw bersabda : barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya apabila belum bisa, maka dengan lidahnya, apabila belum juga bisa maka dengan hatinya, dan demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Imam )
Tujuan Evaluasi Pembelajaran :
a. Mendeskripsikan kemampuan belajar siswab. Mengetahui tingkay keberhasilan PBMc. Menentukan tindak lanjut hasil penilaiand. Memberikan pertanggung jawaban (account ability)
Fungsi Evaluasi Pembelajaran :a. Selektifb. Diagnostikc. Penempatand. Pengukuran tingkat keberhasilan
Menurut Asmawi Zainul dan Noehi Nasution fungsi evaluasi pembelajarn yaitu :
a) Fungsi remedialb) Fungsi umpan balikc) Fungsi motivasi & pembimbingan Anakd) Perbaikan kurikulim dan program pendidikane) Pengembangan ilmu
Syarat-syarat Evaluasi PembelajaranSyarat-syarat Umum :
A. Kesahihan, pengganti validitas yang dapat diartikan sebagai ketepatan untuk mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi, hal ini dapat diterjemahkan juga kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instumen evaluasi atau tes tindak terhadap instrumen itu sendiri
B. Keterandalan, hal ini berhubungan dengan masalah kepercayaanyakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrumen mampu memberikan hasil yang tepat.
C. Kepraktisan, hal ini dapat diartikan sebagai kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempesiapkan, mempergunakan, menginterpretasi/memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpannya
gembangkan teori kepribadian yang telah mempengaruhi sejumlahbidang yang berbeda, termasuk pendidikan. Ini pengaruh luaskarena sebagian tingginya tingkat kepraktisan’s teori Maslow.Teori ini akurat menggambarkan realitas banyak dari pengalamanpribadi. Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami apakata Maslow. Mereka dapat mengenali beberapa fitur daripengalaman mereka atau perilaku yang benar dan dapatdiidentifikasi tetapi mereka tidak pernah dimasukkan ke dalamkata-kata.
Maslow adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percayabahwa manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatanmekanik, salah satu dari rangsangan dan bala bantuan(behaviorisme) atau impuls naluriah sadar (psikoanalisis).Humanis berfokus pada potensi. Mereka percaya bahwa manusiaberusaha untuk tingkat atas kemampuan. Manusia mencari batas-batas kreativitas, tertinggi mencapai kesadaran dankebijaksanaan. Ini telah diberi label “berfungsi penuh orang”,“kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut tingkat ini,“orang-aktualisasi diri.”
Maslow telah membuat teori hierarkhi kebutuhan. Semua kebutuhandasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluri pada hewan.Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudiankuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yangbenar, orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensiyang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar” (dankebanyakan tidak ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi danlurus dan indah.
Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkatkebutuhan dasar. Di luar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkatyang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan untuk memahami,apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni. Dalam tingkatdari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu keduahingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai keduatelah puas, dan sebagainya. Kebutuhan dasar Maslow adalahsebagai berikut:
Teori Kebutuhan Maslow
1. Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhanoksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Merekaadalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semuakebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarianseseorang untuk kepuasan.
2. Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikanpikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadiaktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan merekakebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasidalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anaksering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3. Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraanfisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta,sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwaorang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian danketerasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasihsayang dan memberikan rasa memiliki.
4. Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untukharga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baikharga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari oranglain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan,tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain.Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri danberharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi,orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya makaadalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslowmenggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untukmenjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untukdilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harusmelukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuatdiri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itumerasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah.Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atauditerima, atau kurang harga diri, sangat mudah untukmengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu
jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untukaktualisasi diri.
Teori hierarkhi kebutuhan sering digambarkan sebagai piramida,lebih besar tingkat bawah mewakili kebutuhan yang lebihrendah, dan titik atas mewakili kebutuhan aktualisasi diri.Maslow percaya bahwa satu-satunya alasan bahwa orang tidakakan bergerak dengan baik di arah aktualisasi diri adalahkarena kendala ditempatkan di jalan mereka oleh masyarakatnegara. Dia bahwa pendidikan merupakan salah satu kendala. Diamerekomendasikan cara pendidikan dapat beralih dari orangbiasa-pengerdilan taktik untuk tumbuh pendekatan orang. Maslowmenyatakan bahwa pendidik harus menanggapi potensi individutelah untuk tumbuh menjadi orang-aktualisasi diri / jenis-nyasendiri. Sepuluh poin yang pendidik harus alamat yangterdaftar:
1. Kita harus mengajar orang untuk menjadi otentik, untukmenyadari diri batin mereka dan mendengar perasaanmereka-suara batin.
2. Kita harus mengajar orang untuk mengatasi pengkondisianbudaya mereka dan menjadi warga negara dunia.
3. Kita harus membantu orang menemukan panggilan merekadalam hidup, panggilan mereka, nasib atau takdir. Hal initerutama difokuskan pada menemukan karier yang tepat danpasangan yang tepat.
4. Kita harus mengajar orang bahwa hidup ini berharga, bahwaada sukacita yang harus dialami dalam kehidupan, dan jikaorang yang terbuka untuk melihat yang baik dan gembiradalam semua jenis situasi, itu membuat hidup layak.
5. Kita harus menerima orang seperti dia atau dia danmembantu orang belajar sifat batin mereka. Daripengetahuan yang sebenarnya bakat dan keterbatasan kitabisa tahu apa yang harus membangun di atas, apa potensiyang benar-benar ada.
6. Kita harus melihat itu kebutuhan dasar orang dipenuhi.Ini mencakup keselamatan, belongingness, dan kebutuhanharga diri.
7. Kita harus refreshen kesadaran, mengajar orang untukmenghargai keindahan dan hal-hal baik lainnya di alam dandalam hidup.
8. Kita harus mengajar orang bahwa kontrol yang baik, danlengkap meninggalkan yang buruk. Dibutuhkan kontrol untukmeningkatkan kualitas hidup di semua daerah.
9. Kita harus mengajarkan orang untuk mengatasi masalahsepele dan bergulat dengan masalah serius dalamkehidupan. Ini termasuk masalah ketidakadilan, rasasakit, penderitaan, dan kematian.
10. Kita harus mengajar orang untuk menjadi pemilih yangbaik. Mereka harus diberi latihan dalam membuat pilihanyang baik.
Read more: TEORI MASLOW : Teori Hierarki Kebutuhan Maslow