Top Banner
1 A. Judul Tesis HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME PENDIDIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMADIYAH KARANGGEDE KABUPATEN BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012 B. Latar Belakang Masalah Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang sudah memakai sistem kelas dan menekankan pelajaran agama. Namun di masyarakat kualitas Madrasah masih menjadi sorotan terutama prestasi belajar peserta didik yang kurang merata. Hal ini bisa terjadi, karena beberapa faktor, antara lain kepemimpinan kepala sekolah dan profesionalisme guru. Wahjosumidjo (2007:83) mengemukakan Kepala dapat diartikan “Ketua” atau “Pemimpin” dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan sekolah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai : “Seorang tenaga
188

hubungan profesionalisme

Jul 25, 2015

Download

Documents

Heri Purwanto
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: hubungan profesionalisme

1

A. Judul Tesis

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN

PROFESIONALISME PENDIDIK TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA

DIDIK DI MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMADIYAH KARANGGEDE

KABUPATEN BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

B. Latar Belakang Masalah

Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang sudah memakai sistem

kelas dan menekankan pelajaran agama. Namun di masyarakat kualitas Madrasah

masih menjadi sorotan terutama prestasi belajar peserta didik yang kurang merata.

Hal ini bisa terjadi, karena beberapa faktor, antara lain kepemimpinan kepala sekolah

dan profesionalisme guru.

Wahjosumidjo (2007:83) mengemukakan Kepala dapat diartikan “Ketua”

atau “Pemimpin” dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan sekolah

adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran.

Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai :

“Seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah

dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi

antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”.

Pendidik merupakan seorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman

yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya membimbing muridnya.1

keberadaan pendidik tersebut sangat penting sekali bagi peserta didik yaitu sebagai

penunjuang keberhasilan belajar peserta didik. Bahkan menurut E. Mulyasa, hasil

Page 2: hubungan profesionalisme

2

belajar peserta didik salah satunya adalah ditentukan oleh peran pendidik.2

Tanpa pendidik di sekolah jelas sekali peserta didik tidak mungkin dapat belajar

memahami mata pelajaran sekaligus mengatur operasionalnya hanya dengan dirinya

sendiri. Di sinilah letak peran pendidik yang demikian sentral bagi kepentingan

peserta didik di sekolah.

Menurut Wrigtman, seorang pendidik harus dapat mewujudkan terciptanya

serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi

tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan

perkembangan peserta didik yang menjadi tujuannya. 3 Pelaksanaan profesionalisme

pendidik tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa perwujudan yaitu

profesionalisme pendidik sebagai motivator, organisator, fasilisator serta sebagai

evaluator bagi peserta didik di sekolah. 4

Berdasarkan konsep profesionalisme pendidik, maka keberadaan pendidik

juga sangat sentral mengingat pendidik adalah salah satu komponen manusiawi

dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam proses pembentukan sumber

data manusia yang potensial di bidang pembangunan. Kegiatan belajar mengajar

akan berhasil kalau seorang pendidik disiplin dan kreatif. Seseorang yang

mempunyai disiplin akan terwujud suri tauladan bagi peserta didiknya bahkan

disiplin pendidik tersebut sangat berpengaruh terhadap peserta didiknya.

Berkaitan dengan masalah disiplin pendidik, Subari mengatakan bahwa

“Disiplin pendidik yang baik merupakan pengendalian (controlling) dan pengaruh

(directing) segala perasaan dan sikap orang yang ada di dalam sekolah untuk

menciptakan dan memelihara suau suasana bekerja yang efektif.”5 Pendidik dalam

28. Ibid., hal.21

Page 3: hubungan profesionalisme

3

menjalani fungsi sekolah harus mempunyai disiplin tinggi karena keberhasilan

pendidik dalam proses pembelajaran ditentukan oleh disiplin pendidik. Untuk itu

disiplin memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pengajaran secara

maksimal.

Pendidik dipandang sebagai factor yang menempati posisi yang sangat

penting karena ia sebagai subyek yang merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi kegiatan belajar mengajar. Pada umumnya pendidikan di kota lebih

berkualitas daripada pendidikan di desa. Hal ini tidak terlepas dari profesionalisme

para pendidik yang tentu saja lebih professional, kesejahteraan lebih tinggi dan sikap

disiplin yang tinggi pula.6

Oleh karena itu dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dan hasil

belajar di Madrasah Tsanawiyah Muhamadiyah karanggede kabupaten Boyolali

yang telah diupayakan oleh pendidik sekaligus pengajar bagi peserta didik, idealnya

juga di ukur kualitanya baik dari segi pemahamanya terhadap materi atau bahan

pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek

afektif) dan pengalamanya (aspek psikomotor).7 ketiga aspek ini merupakan ranah

kejiwaan yang sangat erat sekali dalam berkaitan sehingga ketiganya tidak mungkin

lagi untuk dipisahkan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar itu sendiri.

Benjamin S. Bloom juga menyatakan bahwa taksonomi (pengelompokan)

tujuan pendidikan sebagai tolak ukur dari prestasi belajar peserta didik juga harus

senantiasa mengacu pada tiga jenis domain (daerah binaan atau daerah ranah) yang

melekat pada diri peserta didik, yaitu : ranah berfikir (cognitive domain), ranah nilai 5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2004), hal.766. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 4: hubungan profesionalisme

4

atau sikap (affective domain), dan ranah keterampilan (psikomotor domain) sehingga

pembelajaran disekolah dapat terlaksana dengan baik dengan hasil belajar peserta

didik yang baik dan dinamis dari waktu ke waktu.8

Realitas gejala yang ada dalam pengamatan pra penelitian terdapat indikasi

bahwa kinerja kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru sebagian telah

dilaksanakan dengan baik di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali,

dan sebagian yang lagi belum terlaksana dengan baik. Sedangkan hasil belajar

peserta didik di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali sebagian

peserta didik telah memiliki hasil belajar yang baik dan sebagian lainnya hasil

belajarnya masih kurang baik.

Adanya profesionalisme pendidik, kedisiplinan pendidik dan hasil belajar

peserta didik di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali yang berbeda-

beda tersebut, sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Mengingat hal tersebut dapat

memunculkan spekulasi pendapat, yaitu apakah prestasi hasil belajar peserta didik di

MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali memperoleh kontribusi dari

faktor hubungan kepemipinan kepala sekolah dan kompetensi guru di MTs

Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali ataukah karena faktor lain.

Oleh karena itu, apabila kontribusinya diberikan oleh hubungan kinerja

kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru di MTs Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali, maka kepemimpinan kepala sekolah dan

kompetensi guru yang belum dapat berjalan secara maksimal dan harus ditingkatkan

lagi sampai semaksimal mungkin dalam rangka untuk lebih meningkatkan hasil

prestasi belajar peserta didik MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali.

28. Ibid., hal.21

Page 5: hubungan profesionalisme

5

Pengamatan sementara yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa

kinerja kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru memberikan pengaruh

terhadap prestasi hasil belajar peserta didik di MTs Muhamadiyah Karanggede

Kabupaten Boyolali. Namun demikian kebenaran mengenai realitas gejala pada

hubungan kinerja kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru terhadap

prestasi hasil belajar peserta didik di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten

Boyolali tersebut masih harus dibuktikan kebenaranya. Sehingga kebenaran yang

dimaksud tidak ditimbulkan oleh factor perkiraan atau spekulasi pendapat. Maka

untuk mencari kebenaran hal tersebut harus dilakukan pembuktian serta harus diuji

pula secara ilmiah.

Pembuktian yang dimaksud dilakukan dengan jalan mengadakan penelitian

yang didalamnya mengkaji dan meneliti tentang hubungan kepemimpinan kepala

sekolah dan kompetensi guru terhadap prestasi hasil belajar peserta didik, sehingga

dapat di lihat nantinya hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai

gambaran hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru terhadap

prestasi belajar peserta didik tahun 2011/2012.

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka peneliti berusaha untuk

membahas dan menganalisis hal tersebut pada penelitian yang tersusun dalam bentuk

tesis dengan judul : HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN

PROFESIONALISME GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA

DIDIK MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMADIYAH KARANGGEDE

KABUPATEN BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 6: hubungan profesionalisme

6

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas dan kenyataan bahwa penelitian yang

dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian ilmiah dalam rangka penyusunan tesis,

maka dibutuhkan batasan permasalahan yang jelas. Oleh karena itu peneliti membuat

beberapa rumusan permasalahan yang akan dijadikan sebagai penuntun dalam

langkah-langkah penelitian pada bab-bab berikutnya. Adapun yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah di MTs Muhammadiyyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012?

2. Bagaimana profesionalisme pendidik di MTs Muhammadiyyah Karanggede

Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012?

3. Bagaimana prestasi belajar peserta didik kelas IX di MTs Muhammadiyyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012? 

4. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan

profesionalisme pendidik terhadap prestasi belajar peserta didik kelas IX di

MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012? 

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dalam relevansinya dengan permasalahan tersebut di atas,

terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu :

28. Ibid., hal.21

Page 7: hubungan profesionalisme

7

1. Untuk mengetahui kepemimpinan kepala sekolah di MTs

Muhammadiyyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012

2. Untuk mengetahui profesionalisme pendidik di MTs Muhammadiyyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012

3. Untuk mengetahui prestasi belajar peserta didik kelas IX di MTs

Muhammadiyyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012

4. Untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan

profesionalimependidik terhadap prestasi belajar peserta didik kelas IX di

MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012

E. Kegunaan Penelitian

Sebuah penelitian terhadap suatu masalah pasti memiliki harapan atas

manfaat dan kegunaan yang ingin dicapai. Termasuk dalam penelitian ini penulis

berharap bahwa penelitian akan dapat memberikan manfaat dan kegunaan

sebagai berikut:

1) Kegunaan secara teoritis

a. Dapat memberikan informasi khususnya tentang kegiatan-kegiatan yang

berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah dan profesionalime

pendidik terhadap prestasi belajar peserta didik di MTs, sehingga dapat

meningkatkan kinerja guru lebih professional dan menarik.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 8: hubungan profesionalisme

8

b. Dapat memberikan informasi mengenai pengembangan dalam

meningkatkan profesionalisme pendidik dalam proses pembelajaran

dalam kaitannya dengan peningkatan prestasi peserta didik MTs.

c. Sebagai bahan pertimbangan bagi penyusun kebijakan bagi kepala

sekolah dalam meningkatkan profesionalisme pendidik dan prestasi

peserta didik.

d. Sebagai bahan kajian lebih lanjut, khususnya bagi peneliti dan

akademisi yang berkait dengan bidang pendidikan.

2) Manfaat Praktis :

a. Untuk pedoman memecahkan berbagai masalah dan memberikan

pengaruh yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah dan

profesionalisme pendidik dalam meningkatkan prestasi belajar peserta

didik secara dinamis.

b. Sebagai acuan untuk memperbaiki strategi kinerja kepemimpinan

kepala sekolah dalam peningkatan profesionalisme pendidik dan

prestasi peserta didik.

c. Agar institusi MTs Muhammadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali

dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi untuk

meningkatkan prestasi belajar peserta didiknya melalui peningkatan

profesionalisme dan kinerja kepala sekolah dan guru dalam bertugas.

3) Manfaat Individual

Untuk mendapatkan gelar Pasca Sarjana (S2) Pada Universitas Nahdlatul

Ulama (UNU) Surakarta.

28. Ibid., hal.21

Page 9: hubungan profesionalisme

9

F. Kerangka Teori dan Hipotesa

1. Kerangka Teori

a. Pengertian kepemimpinan.

Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas

seorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk

mencapai tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership

telah didefinisikan oleh banyak para ahli diantaranya adalah Stoner

mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan

sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-

kegiatan dari sekelompok anggota yang selain berhubungan dengan

tugasnya.

T. Hani Handoko (1999:294) mengemukakan bahwa kepemimpinan

adalah bagian penting manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen.

Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk

mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi

lainnya seperti peencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi.

b. Pelaksanaan tugas kepemimpinan.

Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain

dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu

perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 10: hubungan profesionalisme

10

Usaha-usaha yang sistematis tersebut membuahkan teori sifat dan kesifatan

dari kepemimpinan.

Salah satu teori sifat atau kesifatan adalah yang dikemukakan oleh

Soebagio (1991:153-154) bahwa kepemimpinan dibagi lagi menjadi

beberapa yaitu kepemimpinan struktural, filsafat dan parsitipatif. Kepala

Sekolah sebagai pemimpin harus memperhatikan dan mempraktekkan

fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sekolah.

Covey dalam Antonio (2007:20) menekankan bahwa pemimpin dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsinya harus memiliki empat fungsi

kepemimpinan yang dimaksud yaitu :

1) Fungsi Perintis (pathfinding)

Mengungkapkan bagaimana upaya sang pemimpin memahami dan

memenuhi kebutuhan utama para stake holder-nya, misi dan nilai-nilai

yang dianutnya, serta yang berkaitan dengan visi dan strategi, yang

kemana perusahaan (lembaga yang dipimpin) akan akan dibawa dan

bagaimana caranya agar usaha yang dilakukan mampu membawa

lembaga tersebut dalam pencapaian tujuan.

2) Fungsi Penyelaras (aliging)

Yaitu berkaitan dengan bagaimana pemimpin menyelaraskan keseluruhan

system dalam organisasi agar mampu bekerja dan saling sinergis.

3) Fungsi Pemberdayaan (empowering)

Yaitu berhubungan dengan upaya pemimpin untk menumbuhkan

lingkungan dan dapat memaksimalkan sumber daya yang ada termasuk

28. Ibid., hal.21

Page 11: hubungan profesionalisme

11

sumber daya manusia (SDM) agar setiap orang dalam organisasi mampu

melakukan yang terbaik dan selalu mempunyai komitmen yang kuat

(committed).

4) Fungsi Panutan (modeling)

Yaitu mengungkapkan bagaimana agar pemimpin dapat menjadi panutan

bagi para karyawannya. Seorang pemimpin hendaknya mampu

memberikan contoh kepada karyawannya yang menjadi tanggung

jawabnya dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang positif.

c. Pengertian Kediplinan Pendidik

Pengertian kedisiplinan bisa diartikan sebagai suatu ketaatan pada

aturan atau tata tertib.14 Kedisiplinan juga merupakan salah satu bentuk

implementasi dari terwujudnya peraturan yang telah dibuat dalam rangka

mengatur dan menjaga keseimbangan sosial yang ada di suatu lingkungan

sosial sekolah.

d. Hubungan Kepemimpinan Kepala sekolah dan Kompetensi Guru dengan

Prestasi Belajar Peserta didik.

Pengamatan yang telah dilakukan tentang kepemimpinan kepala

sekolah dan kompetensi profesionalisme guru di MTs Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012 menunjukan

adanya indikasi bahwa sebagai kepala sekolah dan guru telah melaksanakan

kinerja cukup baik. Namun demikian dalam pengamatan pra peneliti, kepala

sekolah dan sebagian guru yang lain di MTs Muhamadiyah Karanggede

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 12: hubungan profesionalisme

12

Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012, masih ada yang belum

mengetahui tentang kompetensi guru dengan baik.

Berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik di MTs Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012, dapat di

indikasikan bahwa sebagian peserta didik prestasin belajarnya sudah cukup

baik, akan tetapi sebagian peserta didik yang lain juga masih ada yang

belum baik. Upaya untuk meminimalisir spekulasi pendapat tentang adanya

hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru dalam

menunjang peningkatan prestasi belajar peserta didik di MTs Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012, masih perlu

penelitian.

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka teori penelitian tentang

hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru terhadap

prestasi belajar peserta didik dapat dilihat skema gambar sebagai berikut:

Gambar 1Skema Kerangka Berfikir Penelitian

28. Ibid., hal.21

Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)

Prestasi Belajar Peserta didik (Y)

Kompetensi Guru (X2)

Page 13: hubungan profesionalisme

13

2. Hipotesis

dalam pengertian secara teoritis, hipotesis ialah “Jawaban sementara

terhadap masalah penelitian, yang kebenaranya masih harus diuji secara

empiis”.21 Sedangkan secara teknis, hipotesis adalah “pernyataan mengenai

populasi yang akan diuji kebenaranya berdasarkan data yang diperoleh dari

sempel penelitian”.22

Penelitian pada tesis ini dapat dirumuskan bahwa hubungan

kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru berhubungan secara

positif dan signifikan terhadap prestasi belajar peserta didik di MTs

Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah

dengan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan penelitian yang pada

umumnya digunakan untuk pengumpulan data yang luas dan banyak melalui

perhitungan dalam bentuk angka.23 dalam pendekatan penelitian kuantitatif

ini peneliti analis data dilakukan dengan statistik menggunakan rumus

product moment sebagai langkah untuk menyelesaikan penelitian ini.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Waktu Penelitian

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 14: hubungan profesionalisme

14

Penelitian tentang hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan

kompetensi guru terhadap prestasi belajar peserta didik MTs

Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012, adalah menggunakan waktu mulai bulan Maret sampai bulan

Juni 2012.

b. Tempat penelitian

Tempat yang dipakai oleh penulis dalam meneliti obyek yang sedang

dikaji adalah di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali.

3. Populasi,Sampel dan Sampling

a. Populasi

Populasi adalah ”seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu

ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan”.24 Penelitian ini adalah kepala

sekolah MTs Muhamadiyah Karanggede, seluruh guru MTs Muhamadiyah

Karanggede, dan peserta didik siswi MTs Muhamadiyah Karanggede yang

berjumlah 6 kelas dengan jumlah peserta didik 192 peserta didik.

b. Sampel

Secara definitif Sampel adalah ”Sebagai bagian dari populasi, sebagai

contoh yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu”.25 Adapun

sampel yang penulis ambil adalah kepala sekolah MTs Muhamadiyah

Karanggede, seluruh guru MTs Muhamadiyah Karanggede, dan peserta

didik siswi Muhamadiyah Karanggede berjumlah 6 kelas dengan jumlah

peserta didik 192 peserta didik.

c. Sampling

28. Ibid., hal.21

Page 15: hubungan profesionalisme

15

Sampling atau tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah

dengan memperhatikan dan melihat populasi. Maka penulis mengambil

sampel menurut pendapat dari Suharsimi Arikunto (1989: 107) yang

menyebutkan bahwa untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya

kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitianya merupakan

penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar, dapat diambil

10 – 15 % atau 20 – 25 % atau lebih.

Berdasarkan Dari pendapat di atas, penelitian ini mengambil pendapat

Arikunto yaitu masing-masing 20 % dari semua populasi. Mengambil

pendapat dari Arikunto sebesar 20%, karena keterbatasan biaya yang

dimiliki oleh peneliti. Sehingga sampelnya adalah 192 x 20 % = 40

dibulatkan menjadi 40 orang.

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tehnik

simple random sampling, yaitu pengambilan sampel dari semua anggota

populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

anggota populasi tersebut.

4)Variabel Penelitian.

Variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita diletakkan

bilangan atau nilai (Kerlinger, 1988 : 49). Dalam penelitian ini variabel-

variabel yang diteliti terdiri atas dua jenis yaitu yang pertama Variabel bebas

(Indepent) yang meliputi Kepemimpinan kepala sekolah (X1) dan Kompetensi

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 16: hubungan profesionalisme

16

Guru (X2) sedang yang kedua Variabel terikat (Dependent) yang meliputi

Prestasi belajar Peserta didik. (Y)

a. Variabel bebas (Indepent) (X1).

Dalam penelitian ini untuk mengetahui data kepemimpinan kepala

sekolah tersebut, peneliti mengelompokan beberapa indikator yaitu :

1) Kompetensi kepala sekolah.

2) Fungsi kepemimpinan kepala sekolah.

3) Kreatifitas kepala sekolah.

4) Keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah.

b. Variabel bebas (Indepent) (X2).

Kedisiplinan pendidik, dengan indikatornya sebgaai penunjang

dalam spesifikasi pada variabel yang dapat dipakai sebagai acuan adalah

sebagai berikut :

1) Kedisiplinan pribadi

2) Kedisiplinan sosial

3) kedisiplinan di sekolah

4) Kedisiplinan dalam mengajar

5) Kedisiplinan dalam menjalankan tugas

c. Variabel terikat (Dependent) (Y)

Prestasi belajar peserta didik MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten

Boyolali dalam penelitian ini diamati dengan indikator-indikator hasil

28. Ibid., hal.21

Page 17: hubungan profesionalisme

17

belajar peserta didik untuk semua mata pelajaran yang diberikan selama

semester gasal tahun pelajaran 2011/2012.

Gambar 2Gambar Bagan Hubungan Variabel X1,X2 terhadap Y

5) Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang akan peneliti kumpulkan

yaitu data kualitatif dan data kuantitaif. Data kualitatif dikumpulkan untuk

memperoleh keterangan yang mendalam mengenai obyek penelitian.

Sedangkan data kuantitaif dikumpulkan untuk memperoleh gambaran

diskriptif yang dapat menunjang dan mempertajam data kuantitif.

Untuk memperoleh data tersebut di atas penulis menggunakan

beberapa metode sebagai berikut :

a. Metode Observasi

Metode observasi adalah “Pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang Nampak pada obyek penelitian”.27 Metode

ini digunakan untuk memperoleh data tentang pengaruh profesionalisme

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

X1

Y

X2

Page 18: hubungan profesionalisme

18

pendidik dan kedisiplinan pendidik terhadap prestai belajar peserta didik

kelas IV dan V di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali.

b. Metode Angket

Metode angket ialah “Suatu metode pengumpulan infomasi

dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara

tertulis pula oleh responden”.28 Metode angket digunakan untuk

disampaikan dan diajukan kepada responden sebagai anggota sampel,

dalam rangka upaya memperoleh data tentang pengaruh profesionalisme

pendidik dan kedisiplinan pendidik terhadap prestasi belajar peserta kelas

IV dan V didik di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi ialah metode yang digunakan untuk

menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,

peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”.29

Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data-data dan

informasi serta pengetahuan kepustakaan yang berkaitan dengan materi

penelitian ini yaitu tentang pengaruh profesionalisme pendidik dan

kedisiplinan pendidik terhadap prestasi belajar peserta didik kelas IV dan

V di MTs Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali.

II. Analisis Pendahuluan

Setelah data terkumpul, selanjutnya dalam analisis pendahuluan

penulis melakukan pengolahan data dengan tehnik sebagai berikut :

28. Ibid., hal.21

Page 19: hubungan profesionalisme

19

1. Editing, yaitu tehnik pemeriksaan kembali kelengkapan jawaban yang

telah diperoleh.

2. Coding, yaitu tehnik pemberian kode pada masing-masing jawaban

responden dengan cara mempertimbangkan katagori-katagori yang sudah

ada atau yang sudah disusun sebelumnya.

3. Tabulating, yaitu teknik memutuskan atau meletakkan data pada tabel atau

grafik untuk keperluan tersebut sesuai dengan jenis kodenya.30.

Analisis pendahuluan ini dilakukan oleh peneliti dengan menyusun data

yang telah terkumpul dari hasil penelitian, kemudian dimasukan kedalam

tabel distribusi frekuensi untuk tiap-tiap variabel. Untuk memudahkan

pengolahan data statistiknya maka dari semua alternatif jawaban dari tiap

item atau soal dari variabel diberi skor sebagai berikut :

1. Untuk jawaban SS (Sangat Setuju) diberi skor 5

2. Untuk jawaban S (Setuju) diberi skor 4

3. Untuk jawaban KS (Kurang Setuju) diberi skor 3

4. Untuk jawaban TS (Tidak Setuju) diberi skor 2

5. Untuk jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) diberi skor 1

III. Analisis Hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan antara variabel-variabel. Tehnik analisis data yang dipilih untuk

menganalisis data menggunakan tehnik analisis korelasi dengan

menggunakan korelasi produk moment, untuk menguji hipotesis hubungan

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 20: hubungan profesionalisme

20

antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen dan korelasi

ganda untuk menguji hipotesis hubungan antara dua variabel independen

dan satu variabel dependen (Sugiyono, 2008: 153). Langkah-langkah yang

dipergunakan dalam tehnik analisis ini adalah:

1. Merumuskan hipotesis penelitian.

2. Merumuskan hipotesis statitik, yang terdiri dari hipotesis nol (Ho) dan

hipotesis alternatif (Ha), dengan ketentuan :

Jika Ho : = 0 , maka tidak ada hubungan antara variabel X dan Y.

Jika Ha : ≠ 0, maka ada hubungan antara variabel X dan Y.

3. Menentukan nilai statistik hitung dengan rumus th=r √ n−2

1−r2

Keterangan:

th = t hitung

r = koefisien korelasi

n = jumlah sampel yang diteliti

Untuk menentukan nilai koefisien korelasi (r) menggunakan rumus

korelasi product moment :

rXY =

N (∑ XY ) − (∑ X ) (∑ Y )

√ {N (∑ X2) − (∑ X )2} {N (∑Y 2) − (∑ Y )2 }dan korelasi ganda

dengan rumus

28. Ibid., hal.21

Page 21: hubungan profesionalisme

21

rx1x2y = √ r 2 x1 y+r2 x2 y−2 rx1 y . rx 2 y .rx 1 x2

1−r2 x1 x2

keterangan:

X adalah variabel bebas

Y adalah variabel terikat

4. Menentukan nilai t tabel.

t tabel = t [( 1 – α ), ( n – 2 )] dan nilai α = 5%.

5. Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

Kriteria pengujian

Ho diterima apabila −t tabel < thitung < t tabel

Ho ditolak apabila thitung > t tabel

6. Menentukan persamaan garis regresi.

Secara umum persamaan garis regresi sederhana (dengan satu prediktor)

adalah: Y = a + bX.

Keterangan :

Y = Nilai yang diprediksikan.

a = Konstanta atau apabila nilai X = 0

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 22: hubungan profesionalisme

22

b = Koefisien regresi.

X = Nilai variabel independen.(Sugiyono, 2003: 188)

Sedangkan persamaan garis regresi ganda adalah : Y = a + b1X1 + b2X2

Keterangan :

Y = Nilai yang diprediksikan.

a = Konstanta atau apabila nilai X = 0

b = Koefisien regresi.

7. Membuat keputusan uji berupa simpulan.

8. Melakukan Pembuktian Hipotesis

c. Analisis Lanjut

Analisis lanjut merupakan analisis yang dilakukan oleh peneliti

setelah dilakukan analisis pendahuluan dan analisis dan analisis uji hipotesis.

Analisis ini dilakukan dalam rangka menganalisis secara orientatif tentang

kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru terhadap prestasi belajar

peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Muhamadiyah Karanggede Kabupaten

Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012.

H. Sistematika Penulisan

28. Ibid., hal.21

Page 23: hubungan profesionalisme

23

Sebagai suatu upaya memudahkan pembahasan atau untuk mengetahui

gambaran secara umum tesis ini, perlu kiranya peneliti memaparkan sistematika yang

dalam hal ini dibagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian

ahir.

Pada bagian awal terdiri dari jilid luar, jilid dalam, lembar persetujuan

pembimbing, lembar pengesahan, motto, abstrak Bahasa Indonesia, abstrak Bahasa

Inggris, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar lampiran.

Pada bagian isi terdiri : 

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan

Hipotesis, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.

BAB II : KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KOMPETENSI GURU

DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK

Pada bab ini berisi kajian teori tentang kepemimpinan kepala sekolah

dan kompetensi guru dan prestasi belajar peserta didik.

BAB III : GAMBARAN UMUM MTs MUHAMADIYAH KARANGGEDE

KABUPATEN BOYOLALI.

Pada bab ini berisi profil keberadaan sekolah, keberadaan kepala

sekolah, keberadaan guru dan keberadaan peserta didik MTs

Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran 2011/2012.

BAB IV : ANALISIS HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 24: hubungan profesionalisme

24

DAN KOMPETENSI GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR

PESERTA DIDIK MADRASAH TSANAWIYAH

MUHAMADIYAH

KARANGGEDE KABUPATEN BOYOLALI TAHUN

PELAJARAN 2011-2012

Pada bab ini berisi analisis kepemimpinan kepala sekolah di MTs

Muhamadiyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran

2011/2012, analisa kompetensi guru di MTs Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran 2011/2012, analisa

prestasi belajar peserta didik di MTs Muhamadiyah Karanggede

Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran 2011/2012, dan analisis

hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi guru

terhadap prestasi belajar peserta didik di MTs Muhamadiyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran 2011/2012.

BAB V : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

I. Time Schedule

Time schedule pada penulisan tesis ini dapat dilihat pada pemaparan

berikut.

N0 BULAN KEGIATAN

1. Januari 2012 Pengajuan judul tesis

28. Ibid., hal.21

Page 25: hubungan profesionalisme

25

2. Februari 2012 1. Pengajuan proposal tesis2. Revisi proposal tesis

3. Maret 2012 1. Pelaksanaan penelitian berupa inventarisasi data2. Pelaksanaan penelitian berupa pengumpulan data

dengan menggunakan intrumen angket3. Analisis data4. Penyimpulan data

4. April 2012 1. Penyusunan laporan tesis2. Revisi laporan tesis

5. Mei 2012 1. Pelaksanaan ujian tesis2. Revisi hasil ujian tesis3. Penggandaan naskah ujian

J. Kerangka Isi Tesis

BAB I : PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

b. Rumusan Masalah

c. Tujuan Penelitian

d. Kegunaan Penelitian

e. Kerangka Teori Dan Hipotesis

f. Metode Penelitian

g. Sistematika Penelitian

BAB II : KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KOMPETENSI

GURU DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK

A. Kepemimpinan Kepala Sekolah

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 26: hubungan profesionalisme

26

B. Kompetensi Guru

C. Prestasi Belajar Peserta didik

BAB III : OBYEK PENELITIAN

A. Profil MTs Muhammadiyyah Karanggede Kabupaten

Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012

B. Keberadaan kepala sekolah MTs Muhammadiyyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012

C. Keberadaan guru MTs Muhammadiyyah Karanggede

Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011/2012

D. Keberadaan peserta didik MTs Muhammadiyyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012

BAB IV : ANALISIS

A. Analisis kepemimpinan kepala sekolah MTs

Muhammadiyyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun

Pelajaran 2011/2012

B. Analisis kompetensi guru MTs Muhammadiyyah

Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran

2011/2012

C. Analisis prestasi belajar peserta didik MTs

Muhammadiyyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun

Pelajaran 2011/2012

28. Ibid., hal.21

Page 27: hubungan profesionalisme

27

D. Analisis hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan

kompetensi guru terhadap prestasi peserta didik MTs

Muhammadiyyah Karanggede Kabupaten Boyolali Tahun

Pelajaran 2011/2012

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

K. Daftar Pustaka

Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan kepala sekolah tinjauan teoritik dan permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Poerwadarminto W.J.S. 1987. Kamus bahasa indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Kamal Muhammad Isa. 1994. Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Fikahati Anesta

M. Uzer Usman. 2006.  Menjadi Guru Profesional, \Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Ahmad Tafsir 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. RemajaRosdakarya

Handoko T. Hani. 1995. Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta : LPFE

Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen Serta Standar Nasional Pendidikan Tahun 2005

Soebagio Admodiwito. 1991. Kepemimpinan kepala sekolah. Semarang. Adhi Waskito .

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 28: hubungan profesionalisme

28

Muhibbin Syah. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

M. Ngalim Purwanto. 2003. Psikologi pendidikan. Bandung: Remaja Rosadakarya

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian,Jakarta: PT. Rineka Cipta Atzine, Amitai, 1989, Organisasi modern, Terjemahan Suratin, Jakarta : UI

Hadi, Sutrisno, 2002, Metodologi research, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak. Psikologi UGB

L. Identitas Peneliti / Riwayat Hidup

Nama : Muh Marfu`i

Tempat / Tgl Lahir : Boyolali, 01 Juni 1968

No Pokok :10.MPI.008

NIRM :

Program Study : Pendidikan Islam

Pragram Pasca Sarjana : MPI

Alamat : Kauman Rt. 03/01 Gemolong, Kecamatam

Gemolong Kabupaten Boyolali

Pendidikan :

2. MI Ma`arif Grogolan : Lulus Tahun 1982

28. Ibid., hal.21

Page 29: hubungan profesionalisme

29

3. MTsN Karanggede : Lulus Tahun 1985

4. MAN Suruh : Lulus Tahun

1988

5. IAIN Salatiga : Lulus Tahun

1994

Sragen, Februari 2012

Penulis

Muh Marfu`i

Antonio, Muhammad Syafii. 2007. Muhammad SAW, the super leader super

manager. Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Centre. Prof.

Danim S. 2004. Inovasi pendidikan. Jakarta: CV. Pustaka Setia

Fandy Tjiptono, Anastasia Diana. 2001. Total quality management.

Yogyakarta:Valentine

Handoko T. Hani. 1995. Manajemen personalia dan sumber daya manusia.

Yogyakarta : LPFE

Kasminto, Sjamsuddin.(2007:37-44). Kepemimpinan.http://www.google.com

Stephen R.Covey.1997. Kepemimpinan yang berprinsip. Jakarta: Binarupa Aksara

The Liang Gie. 1997. Administrasi perkantoran modern. Yogyakarta: Liberty

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 30: hubungan profesionalisme

30

Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen Serta Standar Nasional

Pendidikan Tahun 2005

Donald R. Cruickshank, Deboran Bainer Jenkins, and Kim K. Metcalf. 2006. The act of teaching. Boston: Mc.Graw Hill

1.Kamal Muhammad Isa,Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati

Anesta,1994), Cet. Ke-1, h. 64.

2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,

(Bandung: Citra Umbara, 2006), h. 2-3.

3 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006),Cet. Ke-20, h. 15.

4Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis

atas Lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: eLSAS, 2006), Cet. Ke-1, h. 3

5 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis

atas Lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: eLSAS, 2006), h. 4

28. Ibid., hal.21

Page 31: hubungan profesionalisme

31

6Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis

atas Lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: eLSAS, 2006), h. 4-5.

7Martinis Yamin,Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: GaungPersada

Press, 2007), Cet. Ke-2, h. 4.

8Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,(Bandung: PT. RemajaRosdakarya,

2005), Cet. 6,h. 107.

BAB II

PEMBAHASAN

PROFESIONALISME GURU DANHUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI

BELAJAR PESERTA DIDIK

A.Profesionalisme Guru

1. Pengertian Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris

Indonesia, “ profession berarti pekerjaan”.1 Arifin dalam buku Kapita Selekta

Pendidikan mengemukakan bahwa Profession mengandung arti yang sama dengan

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 32: hubungan profesionalisme

32

kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui

pendidikan atau latihan khusus.2

Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional

Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa

profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang

ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan

atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus

yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu

pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.3

Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang

menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur

berlandaskan intelektualitas.4

Jasin Muhammad yang dikutipoleh Yunus Namsa, beliau menjelaskan bahwa

profesi adalah “suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya

memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi

lapangan pekerjaan yng berorientasi pada pelayanan yang ahli”. Pengertian profesi ini

tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta

prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang

ahli.5

  Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi

adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas,

sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses pendidikan secara

akademis.

28. Ibid., hal.21

Page 33: hubungan profesionalisme

33

Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian

dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran,dan pelatihan yang

ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang

bersangkutan. Guru sebagai profesiberarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan

kompetensi (keahliandan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar

dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.6

Adapun mengenai kata “Profesional”, Uzer Usman memberikan suatu

kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa

bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi

kepentingan umum. Kata“ prifesional” itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti

pencaharian dan sebagai katabenda yang berarti orang yang mempunyai keahlian

seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang

bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang

khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena

tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini,

maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan

keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan

fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.7

H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang professional menjalankan

pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki

kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional

menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran.

Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 34: hubungan profesionalisme

34

menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan

pelatihan.8

Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah,suatu

pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang

mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.9.

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu

keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan

dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru

yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk

melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain,maka dapat

disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki

kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu

melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru

yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki

pengalaman yang kaya dibidangnya.10 Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa

guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru

dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah

berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.11

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu

jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan

tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional.

Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme

guru dalam bidang studi Fiqih, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan

28. Ibid., hal.21

Page 35: hubungan profesionalisme

35

keahlian khusus dalam bidang studi Fiqih serta telah berpengalaman dalam mengajar

Fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Fiqih dengan

kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru

profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumbermata pencaharian.

2.Dalil Guru Profesional

3.Perlunya Guru Profesional

Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan

pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman,

nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah peserta didik

dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa

berat diterima oleh para peserta didik. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan

keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya. Menyadari

hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat

diperlukan.

Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang

bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harusmampu menemukan jati diri

dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritasyang sangat rendah pada pembangunan

pendidikan selama beberapa puluhtahun terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas

bagi kehidupanberbangsa dan bernegara.12

Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikansaat ini,

penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaanguru profesioanal.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 36: hubungan profesionalisme

36

Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatasmenjalankan profesinya, tetapi guru

harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan melakukan

perbaikan kualitas pelayananterhadap anak didik baik dari segi intelektual maupun

kompetensi lainnyayang akan menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan

belajarmengajar serta mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.

Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam

bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Barumengemukakan bahwa guru

dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar melainkan

harus menjadi direktur belajar.Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai

mengarahkan kegiatan belajar peserta didik agar mencapai keberhasilan belajar

(kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan

belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi

lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi

timbulnya fungsi-fungsikhusus yang menjdi bagian integral dalam kompetensi

profesionalismekeguruan yang disandang para guru. Menanggapi kondisi tersebut,

Muhibbin Syah mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsisebagai:

a.Designer of intruction(perancang pengajaran)

b.Manager of intruction(pengelola pengajaran)

c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar peserta didik).13

  Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalismedunia

pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkanmelaksanakan tugas

kependidikan yang tidak semua orang dapatmelakukannya, artinya hanya mereka yang

memang khusus telahbersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi guru

28. Ibid., hal.21

Page 37: hubungan profesionalisme

37

profesional.Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan

danmenggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskanbahwa

guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memangdiperlukan berbagai syarat,

dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami,dan dipenuhi, kalau saja setiap orang guru

memahami dengan benar apayang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan

menyadaribagaimama ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian

iamelakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuatdemikian,

ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorangprofesional, yang menjadi

semakin profesional.14

Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yangprofesional,

penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatulembaga pendidikan

diharapkan akan memberikan perbaikan kualitaspendidikan yang akan berpengaruh

terhadap prestasi belajar peserta didik.Dengan perbaikan kualitas pendidikan dan

peningkatan prestasi belajar,maka diharapkan tujuan pendidikan nasional akan

terwujud dengan baik.Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain

untuk mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga

diharapkanmampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga

mampumenghasilkan peserta didik yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu,

perludipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guruyang

memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikandan cara pandang

yang maju.

4.Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 38: hubungan profesionalisme

38

Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahasmengenai

pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akanmenjelaskan mengenai

kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guruyang profesional. Karena seorang

guru yang profesional tentunya harusmemiliki kompetensi profesional. Dalam buku

yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu

mencakupempat aspek sebagai berikut:

a.Kompetensi Pedagogik.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butira

dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuanmengelola

pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahamanterhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,evaluasi hasil belajar, dan

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimilikinya.15

 b.Kompetensi Kepribadian.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butirb,

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan

kepribadian yang mantap, stabil,dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan

bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.16

a. Kompetensi Profesioanal. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan

Pasal 28 ayat (3) butirc dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi

profesional adalahkemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas

danmendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik

28. Ibid., hal.21

Page 39: hubungan profesionalisme

39

memenuhistandar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar

NasionalPendidikan.17

b. Kompetensi Sosial.

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butird

dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosialadalah

kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan

bergaul secara efektif dengan peserta didik,sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserte didik,dan masyarakat sekitar.18

Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutippernyataan

Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakanefektif dalam mengajar

apabila ia memiliki potensi atau kemampuanuntuk mendatangkan hasil belajar pada

murid-muridnya. Untuk mengaturefektif tidaknya seorang guru, Mitzel

menganjurkan cara penilaian dengan3 kriteria, yaitu:  presage,  process dan product .

Dengan demikian seorangguru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif

apabila ia dari segi: presage, ia memiliki“ personality attributes”dan“ teacher

knowledge” yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampumendatangkan

hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampumenjalankan (mengelola dan

melaksanakan) kegiatan belajar-mengajaryang dapat mendatangkan hasil belajar

kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan hasil belajar yang

dikehendaki oleh masing-masingmuridnya.Dengan penjelasan di atas berarti latar

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 40: hubungan profesionalisme

40

belakang pendidikan atauijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage,

sedangkanijazah selain pendidikan guru berarti nilainya di bawah standar.

Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambilkesimpulan

bahwa mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan

product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:

1.Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yangterdiri dari unsur

sebagai berikut:

a.Latar belakang pre-servicedan in-service guru.

b.Pengalaman mengajar guru.

c.Penguasaan pengetahuan keguruan.

d.Pengabdian guru dalam mengajar.

2.Kriteria Process (kemampuan guru dalam mengelola danmelaksanakan proses

belajar mengajar) terdiri dari:a.Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan

ProsesPembelajaran (RPP).

b.Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar didalam kelas.

c.Kemampuan guru dalam mengelola kelas.

3.Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiridari hasil-

hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan olehguru tersebut.Dalam

prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau dimadrasah tentunya

harus didasarkan kepada effektifitas mengajar gurutersebut sesuai dengan tuntutan

kurikulum sekarang yang berlaku,dimana guru dituntut kemampuannya untuk

merumuskan danmengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media dan

evaluasipengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses

28. Ibid., hal.21

Page 41: hubungan profesionalisme

41

belajarmengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan

ataumembimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami olehmurid-

muridnya.19

Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secarakonseptual,

unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan danKebudayaan dan Johnson

mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuanprofesional, (b) kemampuan sosial, dan

(c) kemampuan personal (pribadi).Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi:

a.Kemampuan profesional mencakup:

1)Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahanyang harus

diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan daribahan yang diajarkannya itu.

2)Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasankependidikan dan keguruan.

3)Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran peserta didik.

b.Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada

tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.

c.Kemampuan personal (pribadi) mencakup:

1)Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan

terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.

2)Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai seyogianya dianut oleh

seseorang guru.

3)Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para

peserta didiknya.20

Ahmad Sabri dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsamengemukakan

pula bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajardengan baik, guru harus

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 42: hubungan profesionalisme

42

memiliki kemampuan profesional, yaituterpenuhinya 10 kompetensi guru, yang

meliputi:

a.Menguasai bahan meliputi:

1)Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah;

2)Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi;

b.Mengelola program belajar mengajar, meliputi :

1)Merumuskan tujuan intsruksional;

2)Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yangtepat;

3)Melaksanakan program belajar mengajar;

4)Mengenal kemampuan anak didik;

c.Mengelola kelas, meliputi:

1)Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran;

2)Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi;

d.Menggunakan media atau sumber, meliputi:

1)Mengenal, memilih dan menggunakan media;

2)Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana;

3)Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;

4)Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalanlapangan;

e.Menguasai landasan-landasan pendidikan.

f.Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.

g.Menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pelajaran.

h.Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan:

28. Ibid., hal.21

Page 43: hubungan profesionalisme

43

a.Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan;

b.Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan;

i.Mengenal dan menyelengarakan administrasi sekolah;

 j.Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitianpendidikan guna

keperluan pengajaran.21

Dalam lokakarya kurikulum pendidikan guru yangdiselenggarakan oleh

Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G),telah dirumuskan sejumlah

kemampuan dasar seorang calon guru lulusansistem multistrata sebagai berikut:

a.Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum-kurikulum

sekolah, menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.

b.Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional,

mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur

instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal

kemampuan anak didik, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan

merencanakan pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil belajar.

c.Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA, dan

menciptakan iklim belajar yang efektif.

d.Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan media, mebuatalat-alat

bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium,

mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam proses

belajar mengajar.

e.Menguasai landasan-landasan kependidikan.

f.Merencanakan program pengajaran.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 44: hubungan profesionalisme

44

g.Mengelola interaksi belajar mengajar.

h.Menguasai macam-macam metode mengajar.

i.Menilai kemampuan prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran.

 j.Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan disekolah.

k.Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.

l.Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikanyang sederhana

guna kemajuan pengajaran.22

Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28) menegaskanmengenai

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut:

a.Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaiagen

pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilkikemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b.Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahtingkat

pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorangpendidik yang dibuktikan

dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yangrelevan sesuai ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.

c.Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasardan

menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

1)Kompetensi pedagogik;

2)Kompetensi kepribadian;

3)Kompetensi profesional; dan

4)Kompetensi sosial.

28. Ibid., hal.21

Page 45: hubungan profesionalisme

45

d.Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/sertifikat keahliansebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khususyang diakui dan diperlukan dapat

dianggap menjadi pendidik setelahmelewati uji kelayakan dan kesetaraan.

e.Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaransebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4)dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan

dengan Peraturan Menteri.23

Dalam PERMENDIKNAS RI No. 16 Tahun. 2007 (Pasal 1 dan 2)mengenai

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dijelaskan pulabahwa:

Pasal 1

a.Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dankompetensi guru

yang berlaku secara nasional.

b.Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana yangdimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteriini.

Pasal 2 Ketentuan mengenai guru dalam jabatan yang belum memenuhikualifikasi

akademik diploma (D-IV) atau Sarjana (S1) akan diatur denganPeraturan Menteri

tersendiri.24

Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas mengenai aspek-aspek

kompetensi guru profesional, untuk memudahkan penulis dalammelakukan

penelitian, maka indikator yang akan diteliti dalam skripsi ini akan merujuk kepada

pendapat yang ditulis oleh Nana Sudjana dalambukunya yang berjudul Dasar-dasar

Proses Belajar Mengajar.

Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas gurusebagai pengajar,

maka kemampuan guru atau kompetensi guru yangbanyak hubungannya dengan

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 46: hubungan profesionalisme

46

usaha meningkatkan proses dan hasil belajardapat diguguskan ke dalam empat

kemampuan yakni:

a.Merencanakan program belajar mengajar.Sebelum membuat perencanaan belajar

mengajar, guru terlebih dahuluharus mengetahui arti dan tujuan perencanaan

tersebut, dan menguasaisecara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat

dalamperencanaan belajar mengajar. Kemampuan merencanakan programbelajar

mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan teori,keterampilan dasar, dan

pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Makna

atau arti dariperencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah

suatuproyeksi/perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukanpeserta didik

selama pengajaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebutsecara terinci harus jelas

ke mana peserta didik akan dibawa (tujuan), apayang harus peserta didik pelajari (isi

bahan pelajaran), bagaimana cara peserta didik mempelajarinya (metode dan teknik)

dan bagaimana kita mengetahuibahwa peserta didik telah mencapainya (penilaian).25

b.Menguasai bahan pelajaran.Kemampuan menguasai bahan pelajaran sebagai bahan

integral dariproses belajar mengajar, jangan dianggap pelengkap bagi profesi

guru.Guru yang bertaraf profesional penuh mutlak harus menguasai bahanyang akan

diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran ternyatamemberikan pengaruh terhadap

hasil belajar peserta didik. Nana Sudjanamengutip pendapat yang dikemukakan oleh

Hilda Taba yangmenyatakan bahwa keefektifan pengajaran dipengaruhi oleh

(a)karakteristik guru dan peserta didik, (b) bahan pelajaran, dan (c) aspek lainyang

berkenaan dengan sistuasi pelajaran. Jadi terdapat hubunganyang positif antara

penguasaan bahan pelajaran oleh guru dengan hasilbelajar yang dicapai oleh peserta

28. Ibid., hal.21

Page 47: hubungan profesionalisme

47

didik. Artinya, makin tinggi penguasaanbahan pelajaran oleh guru makain tinggi pula

hasil belajar yangdicapai peserta didik.

c.Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar.Melaksanakan

atau mengelola program belajar mengajar merupakantahap pelaksanaan program

yang telah dibuat. Dalam pelaksanaanproses belajar mengajar kemampuan yang

dituntut adalah keaktifanguru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan

peserta didik belajarsesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan.

Guruharus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah

kegiatan mengajar dihentikan, ataukah diubah metodenya,,apakah mengulang

kembali pelajaran yang lalu, manakala para peserta didikbelum dapat mencapai

tujuan pengajaran. Pada tahap ini di sampingpengetahuan teori tentang belajar

mengajar, tentang pelajar,diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik

mengajar.Misalnya prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu

pengajaran,penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai hasil belajarpeserta

didik, keterampilan memilih dan menggunakan strategi ataupendekatan mengajar.

d.Menilai kemajuan proses belajar mengajar.Setiap guru harus dapat melakukan

penilaian tentang kemajuan yangdicapai para peserta didik, baik secara iluminatif-

obsrvatif maupun secarastruktural-objektif. Penilaian secara iluminatif-observatif

dilakukan dengan pengamatan yang terus menerus tentang perubahan dankemajuan

yang dicapai peserta didik. Sedangkan penilaian secara struktural-objektif

berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yangbiasa dilakukan dalam

rangka penilaian hasil belajar peserta didik.26

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 48: hubungan profesionalisme

48

 5. Aspek Guru Islam Profesional

Kamal Muhammad ‘Isa mengemukakan bahwa seorang guru dituntut harus

memilki berbagai sifat dan sikap yang antara lain sebagaiberikut:

a.Seorang guru haruslah manusia pilihan. Siap memikul amanah danmenunaikan

tanggung jawab dalam pendidikan generasi muda.

b.Seorang guru hendaklah mampu mempersiapkan dirinya sesempurnamungkin.

Agar bisa berperan sebagai pendidik dekaligus sebagai da’I yang selalu menyeru ke

jalan Allah. Oleh sebab itu, kebutuhan hidupguru, haruslah dapat dipenuhi oleh pihak

penguasa. Agar dalamketenangan hidupnya, mereka bisa melaksanakan tugasnya denganpenuh

rasa cinta dan ikhlas.

c.Seorang guru juga hendaknya tidak pernah tamak dan bathil dalam melaksanakan

tugasnya sehari-hari. Sehingga seorang guru semata-mata hanya mengharapkan

ganjaran dan pahala dari Allah swt.Sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Hud as dalam

Q.S. Huud ayat 51:“  Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku

ini.Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah

kamu memikirkan-Nya?” .(Q.S. Huud (11): 51)

d.Seorang guru haruslah dapat meyakini Islam sebagai konsep ilahidimana dia hidup

dengan konsep itu, dan mampu mengamalkannya.

e.Seorang guru harus memilki sikap yang terpuji, berhati lembut,berjiwa mulia,

ruhya suci, niatnya ikhlas, taqwanya hanya pada Allah,ilmunya banyak dan pandai

menyampaikan berbagai buah pikirannyasehingga penjelasannya mudah ditangkap

dengan atau tanpa alatperaga.

f.Penampilan seorang guru hendaknya selalu sopan dan rapi.

28. Ibid., hal.21

Page 49: hubungan profesionalisme

49

g.Seorang guru seyogyanya juga mampu menjadi pemimpin yangshalih.

h.Seruan dan anjuran seorang guru hendaknya tercermin pula dalamsikap keluarga atau

para sahabatnya.

i.Seorang guru harus menyukai dan mencintai muridnya. Tidak bolehangkuh dan

tidak boleh menjauh, sebaliknya ia harus mendekati anak didiknya.27

 6. Kriteria Guru Sebagai Profesi

Menurut Glen Langford dalam buku yang ditulis oleh MartinisYamin

menjelaskan, kriteria profesi mencakup: (1) upah, (2) memilikipengetahuan dan

keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dantujuan, (4) mengutamakan

layanan, (5) memiliki kesatuan, (6) mendapatpengakuan dari orang lain atas

pekerjaan yang digelutinya.28

 Kemudian Robert W. Richey dalam bukunya “Preparing for aCarier in Education”,

yang dikutip Yunus Namsa mengemukakan ciri-cirisekaligus syarat-syarat dari suatu

profesi sebagai berikut:

a.Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal daripada kepentingan

pribadi.

b.Seorang pekerja profesional secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk

mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus yang mendukung

keahliannya.

c.Memiliki kualifikasi tertentu untuk memenuhi profesi tersebut serta mampu

mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 50: hubungan profesionalisme

50

d. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku sikapserta cara

kerja.

e.Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.

f. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanandisiplin diri dalam

profesi, serta kesejahtraan anggotannya.

g. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup (a live carier ) danmenjadi seorang

anggota yang permanen.29

Soetjipto dan Raflis Kosasi dalam bukunya Profesi Keguruanmengemukakan,

Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya sudah ada yangmencoba menyusun kriteria profesi

keguruan. Misalnya

 National Education Association (NEA) 1998 dengan menyarankan kriteria

sebagaiberikut:

a.Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

b.Jabatan yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus.

c.Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.

d.Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yangbersinambungan.

e.Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yangpermanen.

f.Jabatan yang menentukan buku (standarnya) sendiri.

g.Jabatan yang mempunya organisasi profesional yang kuat dan terjalinerat.30

Dalam buku yang dikutip Yunus Namsa, Sanusi mengutarakanciri-ciri utama

suatu profesi sebagai berikut :

a.Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yangmenentukan (crusial).

b. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.

28. Ibid., hal.21

Page 51: hubungan profesionalisme

51

c.Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melaluipemecahan masalah

dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.

d.Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,sistematik,

eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.

e.Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi denganwaktu yang

cukup lama.

f.Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-

nilai profesional itu sendiri

g.Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang

teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.

h.Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam

memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.

i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom danbebas dari

campur tangan orang luar.

 j. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat danoleh karenanya

memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa,Syafaruddin dan Irwan

Nasution berpendapat bahwa ada beberapa alasanrasional dan empirik sehingga tugas

mengajar disebut sebagai profesiadalah; (1) bidang tugas guru memerlukan

perencanaan yang matang,pelaksanaan yang mantap, pengendalian yang baik. Tugas

mengajardilaksanakan atas dasar sistem; (2) bidang pekerjaan mengajarmemerlukan

dukungan ilmu teoritis pendidikan dan mengajar; (3) bidangpendidikan ini

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 52: hubungan profesionalisme

52

memerlukan waktu lama dalam masa pendidikan danlatihan, sejak pendidikan dasar

sampai pendidikan tenaga keguruan.31

 7. Kriteria Guru Profesional

Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, sepertiyang dibayangkan

sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materidan menyampaikannya kepada

peserta didik sudah cukup, hal ini belumlah dapatdikategori sebagai guru yang

memiliki pekerjaan profesional, karena guruyang profesional, mereka harus memiliki

berbagai keterampilan,kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya, menjaga kode

etik guru, danlain sebagainya.

Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar, guru profesional

harus memiliki persyaratan, yang meliputi;

a.Memiliki bakat sebagai guru.

b.Memiliki keahlian sebagai guru.

c.Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.

d.Memiliki mental yang seha.

e.Berbadan sehat

.f.Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.

g.Guru adalah manusia berjiwa pancasila.

h.Guru adalah seorang warga negara yang baik.32

Kunandar mengemukakan bahwa suatu pekerjaan professional memerlukan

persyaratan khusus, yakni (1) menuntut adanya keterampilanberdasarkan konsep dan

teori ilmu pengetahuan yang mendalam; (2)menekankan pada suatu keahlian dalam bidang

28. Ibid., hal.21

Page 53: hubungan profesionalisme

53

tertentu sesuai denganbidang profesinya; (3) menuntut adanya tingkat pendidikan

yangmemadai; (4) adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan daripekerjaan

yang dilaksanakannya; (5) memungkinkan perkembangansejalan dengan dinamika

kehidupan.

Menurut Surya dalam buku yang ditulis oleh Kunandar, guru yang

profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugasyang ditandai

dengan keahlian baik dalam materi maupun dalam metode.Selain itu, juga

ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalammelaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru

yang profesional hendaknyamampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai

guru kepadapeserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya.

Guruprofesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral,dan

spiritual.33

 6. Indikator Guru Profesional

Dalam penelitian ini, setelah penulis mengemukakan teorimengenai profesionalisme guru, maka selanjutnya untuk lebih. memudahkan proses penelitian, dibawah ini penulis mencantumkanindikator guru profesional yang akan diteliti dalam skripsi ini, adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Indikator Guru Profesional

Tabel 1 Indikator Guru Profesional No.

Kompetensi

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 54: hubungan profesionalisme

54

Konsep Sub Kompetensi Indikator

1.1 Kemampuan merencanakan program belajar-mengajar.

a. Mampu membuat Rencana program Pembelajaran (RPP). b. Kemampuan guru

dalam merumuskan tujuan pembelajaran.

1.2 Menguasai bahan pelajaran.

a. Mampu menjelaskan materi pelajaran dengan baik. b. Mampu menjawab

soal/pertanyaan dari peserta didik.

1. Kompetensi Profesional

Merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan

dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang

yang menjadi mata pencaharian. Guru profesional adalah guru yang memilki

kompetansi yang

1.3Melaksanakan/

mengelola proses belajar-mengajar.

a. Mampu membangkitkan motivasi kepada peserta didik. b.

Mampu memberikan appersepsi kepada peserta didik. c.

Mampu menggunakan metode mengajar

28. Ibid., hal.21

Page 55: hubungan profesionalisme

55

Dalam penelitian ini, yang termasuk kategori guru Fiqih yang profesional adalah

guru yang memilki ijazah Strata 1 (S1) dengan latar belakang pendidikan keguruan

dan telah berpengalaman dalam mengajar.

B.Prestasi Belajar

1.Pengertian Prestasi Belajar Kata prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu

“prestasi”dan “belajar”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud

dengan presatasi adalah: “Hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan

sebagainya)”.34

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 56: hubungan profesionalisme

56

Adapun belajar menurut pengertian secara psikologis, adalah merupakan suatu

proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut

akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto pengertian belajar

dapat didefinisikan sebagai berikut: “

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.35

M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan, mengemukakan

bahwabelajar adalah “tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar

menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan

dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, ataupun sikap.36

Dalam rumusan H. Spears yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi

mengemukakanbahwa belajar itu mencakup berbagai macam perbuatan

34 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke- 2, h. 895.

35 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengeruhinya, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2003), Cet. Ke-4, h. 2.

36M Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosadakarya,

2003), Cet. Ke- 19, h. 85.

28. Ibid., hal.21

Page 57: hubungan profesionalisme

57

mulai dari mengamati, membaca, menurun, mencoba sampai mendengarkan untuk

mencapai suatu tujuan.37

Selanjutnya, defini belajar yang diungkapkan oleh Cronbach di dalam bukunya

Educational Psychology yang dikutip oleh Sumardi Suryabrata menyatakan bahwa:

belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si

pelajar mempergunakan pancainderanya.38

Berdasarkan definisi yang dikemukakan beberapa tokoh di atas, maka penulis dapat

mengambil suatu kesimpulan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah

laku yang merupakan sebagai akibatdari pengalaman atau latihan. Sedangkan

pengertian prestasi belajar sebagaimana yang tercantum dam Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah: “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan

oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru”.39

Prestasi belajar dapat bersifat tetap dalam serjarah kehidupan manusia karena

sepanjang kehidupannya selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan

masing-masing. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan kepada orang yang

bersangkutan, khususnya orang yang sedang menuntut ilmu di sekolah. Prestasi

belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari

pengalaman dan proses belajar peserta didik yang bersangkutan. Prestasi belajar

dapat dinilai dengan cara: a.Penilaian formatif Penilaian formatif adalah kegiatan

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 58: hubungan profesionalisme

58

penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya

hasil penilaian

37Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya:

Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke-1, h.17.

38 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2002), Cet. Ke-2, h.231.

39 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 895.

tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang

atau yang sudah dilaksanakan. b.Penilaian Sumatif Penilaian sumatif adalah penilaian

yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan

atau pencapaian belajar peserta didik terhadap bahan pelajaran yang telah

dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.40

2.Dalil Keutamaan Belajar Dari Abu Daud Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia

berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalallam bersabda:

Artinya: “Barang siapa menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah

akan memudahkan baginya jalan menuju syurga. Sesungguhnya para malaikat benar-

benar akan membentangkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai bentuk

28. Ibid., hal.21

Page 59: hubungan profesionalisme

59

keridhaan terhadap yang mereka lakukan. Sesungguhnya orang alim akan

dimohonkan ampunan oleh seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi, hingga

ikan-ikan pun turut beristighfar untuknya. Keutamaan orang alim atas orang ahli

ibadah seperti keutamaan bulan malam purnama atas seluruh bintang-bintang.

Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi dan sesungguhnya para Nabi

tidak mewarisklan dinar atau dirham hanya mewariskan ilmu. Jadi barang siapa yang

mengambilnya berart ia telah mengambil

40 M Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-10, h. 26.

bagiannya yang banyak”.(HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).41

Dari hadits di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Allah swt. memberikan

suatu penghargaan dan kemudahan bagi orang yang senantiasa belajar dan menuntut

ilmu sehingga Allah menjanjikan bagi mereka kenikmatan untuk dimudahkan

menuju pintu syurga. Selain itu, orang ‘alim tidak hanya diberikan keistimewaan oleh

Allah swt. melainkan seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi akan

memohonkan ampun baginya.

3.Jenis-jenis Prestasi Belajar Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal

meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan

proses belajar peserta didik. Yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 60: hubungan profesionalisme

60

mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang dapat

mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar peserta didik, baik yang

berdimensi cipta dan rasa maupun karsa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan

data hasil belajar peserta didik adalah mengetahui garis-garis besar indikator

(penunjuk adanya prestasi belajar) dikaitkan dengan jenis-jenis prestasi yang hendak

diukur.42

Dalam sebuah situs yang membahas Taksonomi Bloom, dikemukakan mengenai

teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan belajar peserta didik diarahkan untuk

mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini

pula akan terlihat tingkat keberhasilan peserta didik dalam menerima hasil

pembelajaran atau

41 Abu Muhammad bin Khallad Ad-Dimyati, Hadits Shahih Keutamaan Amal

Shalih, (Jakarta: Najla Press, 2003), Cet. Ke-1, h.11.

42Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 150.

ketercapaian peserta didik dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain,

prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian peserta didik dalam penguasaan

ketiga ranah tersebut. Maka Untuk lebih spesifiknya, penulis akan akan menguraikan

ketiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori

Bloom berikut: a. Cognitive Domain

(Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,

seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Bloom membagi domain

kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama

28. Ibid., hal.21

Page 61: hubungan profesionalisme

61

adalah berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan

Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).

1). Pengetahuan (Knowledge) Berisikan kemampuan untuk mengenali dan

mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi,

prinsip dasar dan sebagainya.43

Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-hal yang

pernah dipelajaridan disimpan dalam ingatan.44

2). Pemahaman (Comprehension) Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan

untuk menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari.45

Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami

gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.46

3). Aplikasi (Application) Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan

untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus

43http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

44W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Grasindo, 1996), Cet. Ke-4, h. 247.

45 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 247.

46 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/

 

atau problem yang konkret dan baru.47

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan,

prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja.48

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 62: hubungan profesionalisme

62

4). Analisis (Analysis) Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci

suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau

organisasinya dapat dipahami dengan baik.49

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan

membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk

mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor

penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.50

5). Sintesis (Synthesis) Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk

suatu kesatuan atau pola baru.51

Sintesis satu tingkat di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu

menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat,

dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan

solusi yang dibutuhkan.52

6). Evaluasi (Evaluation) Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik membentuk

suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan

pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria

47 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 247.

48 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

49W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 247.

50 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

51 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 247.

52 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/

28. Ibid., hal.21

Page 63: hubungan profesionalisme

63

tertentu.53 Evaluasi dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap

solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar

yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.54

b. Affective

Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan

dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.55

Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang

berhubungan dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif

terdiri dari aspek:

1). Penerimaan (Receiving/Attending) Penerimaan mencakup kepekaan akan

adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangsangan itu,

seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru.56

2). Tanggapan (Responding) Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di

lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan

tanggapan.57

3). Penghargaan (Valuing) Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan

untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan

penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap

itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap

batin.58

53 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 247.

54 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 64: hubungan profesionalisme

64

55 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

56 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 248.

57 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

58 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 248.

4). Pengorganisasian (Organization) Memadukan nilai-nilai yang berbeda,

menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang

konsisten.59

Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai

sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan

diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus

diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.60

5). Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value

Complex) Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga

menjadi karakteristik gaya-hidupnya.61

Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan

sedemikin rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan

nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.62

c. Psychomotor

Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek

keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan

mengoperasikan mesin.63

28. Ibid., hal.21

Page 65: hubungan profesionalisme

65

Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan, keterampilan ini disebut

‘motorik’ karena keterampilan ini melibatkan

secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar

pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan

serangkaian gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi

gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik

ini ialah adanya kemampuan “Automatisme” yaitu gerakan-gerik yang

59 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

60 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 248.

61 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

62 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, h. 248.

63 http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom./2008/05/02/.

terjadi berlangsung secara teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa

harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal itu

dilakukan. Keterampilan motorik lainnya yang kaitannya dengan pendidikan agama

ialah keterampilan membaca dan menulis huruf Arab, keterampilan membaca dan

melagukan ayat-ayat Al-Qur’an, keterampilan melaksanakan gerakan-gerakan shalat.

Semua jenis keterampilan tersebut diperoleh melalui proses belajar dengan prosedur

latihan. 64

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Kegiatan belajar dilakukan oleh setiap peserta didik, karena melalui belajar

mereka memperoleh pengalaman dari situasi yang dihadapinya. Dengan demikian

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 66: hubungan profesionalisme

66

belajar berhubungan dengan perubahan dalam diri individu sebagai hsil

pengalamannya di lingkungan.

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik

dapat kita bedakan menjadi dua macam:

a. Faktor Internal (faktor dari dalam peserta didik), yakni keadaan atau kondisi

jasmani dan rohani peserta didik, meliputi dua aspek yakni:

1) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat

kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi

semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Kondisi

organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif)

sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak membekas.

2) Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi

kuantitas dan kualits perolehan pembelajaran peserta didik. Namun, di

antara faktor-faktor rohaniah peserta didik yang pada umumnya dipandang

lebih esensial itu adalah sebagai berikut:

a) Tingkat kecerdasan atau intelegensi peserta didik

Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-

fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan

lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan

persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh

28. Ibid., hal.21

Page 67: hubungan profesionalisme

67

lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam

hubungan dengan intelegensi manusia lebih menonjol dari pada peran

organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak

64 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-

2, h. 99-100.

merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktifitas manusia.

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) peserta didik tak dapat

diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta

didik. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang

peserta didik mak semakin besar peluangnya untuk memperoleh

sukses.

b) Sikap peserta didik

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency)

dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, barang,dan

sebgainya, baik secara positif maupun negatif. 65

Sikap merupakan faktor psikologis yang kan mempengaruhi belajar.

Dalam hal ini sikap yang akn menunjang belajar seseorang ialah sikap

poitif (menerima) terhadap bahan atau pelajaran yang akan dipelajari,

terhadap guru yang mengajar dan terhadap lingkungan tempat dimana

ia belajar seperti: kondisi kelas, teman-temannya, sarana pengajaran

dan sebagainya. 66

c) Bakat Peserta didik

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 68: hubungan profesionalisme

68

Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki

seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

Dengan denikian, sebetulnya setiap orang mempunyai bakat dalam arti

berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai

dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat mirip

dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi

sangat cerdas (superior) atau cerdas luar bisa (very superior) disebut

juga sebagai gifted, yakni anak berbakat intelektual.

65 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 135.

66 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. Ke-

2, h

d) Minat peserta didik

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi seseorang terhadap sesuatu. Minat dapat

mempengaruhi kualits pencapaian hasil belajar peserta didik dalam

bidang-bidang studi tertentu.67

b. Faktor eksternal (faktor dari luar diri peserta didik), terdiri dari faktor

lingkungan dan faktor instrumental sebagai berikut:

1)Faktor-faktor Lingkungan Faktor lingkungan peserta didik ini dapat dibagi

menjadi dua bagian yaitu: faktor lingkungan alam/non sosial dan faktor

lingkungan sosial. Yang termasuk faktor lingkungan non sosial/alami ini

ialah seperti: keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam),

tempat letak gedung sekolah, dan sebagainya. Faktor lingkungan sosial baik

28. Ibid., hal.21

Page 69: hubungan profesionalisme

69

berwujud manusia dan representasinya termasuk budayanya akan

mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik.

2) Faktor-faktor Instrumental Faktor instrumental ini terdiri dari

gedung/sarana fisik kelas, sarana/alat pengajaran, media pengajaran, guru dan

kurikulum/materi pelajaran serta strategi belajar mengajar yang digunakan

akan mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik.68

Dari semua faktor di atas, dalam penelitian kali ini akan diarahkan pada

faktor instrumental yang di dalamnya guru profesional itu akan ditunjukan.

Faktor-faktor di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya: Seorang

peserta didik yang conserving terhadap ilmu pengetahuan biasanya cenderung

mengambil pendekatan yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya seorang

peserta didik yang memiliki kemampuan intelegensi yang tinggi (faktor Internal)

dan mendapat dorongan positif dari orang tua atau gurunya (faktor eksternal)

akan lebih memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil

belajar. Akibat pengaruh faktor-faktor tersebut di atas muncul peserta didik-

peserta didik yang berprestasi tinggi, rendah atau gagal sama sekali. Dalam hal

ini seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik dan profesional

diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya

peserta didik yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui

dan mengatasi faktor-faktor yang menjadi penghambat proses belajar peserta

didik.

6. Indikator Prestasi Belajar

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 70: hubungan profesionalisme

70

Indikator prestasi belajar peserta didik dalam penelitian ini akan

diperoleh dari penilaian yang ditinjau dari aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik, yang dirangkum dalam nilai raport peserta didik dalam bidang

studi Fiqih.

C. Hubungan Profesionalisme Guru Dengan Prestasi Belajar Peserta didik

Dari penjelasan diatas, penulis memberikan kesimpulan bahwa yang

menjadi alasan adanya hubungan profesionalisme guru dengan prestasi belajar

peserta didik dalam penelitian ini, dapat dilihat dalam dua hal sebagai berikut:

1. Karena keberadaan guru dalam kelas adalah sebagai manajer bidang studi..

Yaitu, orang yang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil

belajar di sekolah.

2. Karena guru di sekolah bertugas menentukan keberhasilan peserta didik. Oleh

karena itu, apabila peserta didik belum berhasil, maka guru perlu mengadakan

remedial. Untuk itu, guru yang mampu merencanakan, melaksanakan, dan

mengevaluasi hasil belajar adalah guru yang profesional.

67 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 136.

68 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, h. 59-60.

D. Kerangka Berpikir

Profesionalisme berasal dari kata profesion yang mengandung arti pekerjaan

yang memerlukan keahlian yang dapat diperoleh melalui jenjang pendidikan atau

latihan tertentu.

Berbicara mengenai profesionalisme, guru adalah termasuk suatu profesi

yang memerlukan keahlian tertentu dan memiliki tanggung jawab yang harus

28. Ibid., hal.21

Page 71: hubungan profesionalisme

71

dikerjakan secara profesional. Karena guru adalah individu yang memiliki tanggung

jawab moral terhadap kesuksesan anak didik yang berada dibawah pengawasannya,

maka keberhasilan peserta didik akan sangat dipengaruhi oleh kinerja yang dimiliki

seorang guru. Oleh karena itu, guru profesional diharapkan akan memberikan sesuatu

yang positif yang berkenaan dengan keberhasilan prestasi belajar peserta didik.

Dalam pelaksanaannya, tanggung jawab guru tidak hanya terbatas kepada

proses dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Banyak hal yang menjadi tanggung

jawab guru, yang salah satunya adalah memiliki kompetensi idealnya sebagaimana

guru profesional. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan

profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Dengan kata lain,

guru yang profesional ini memiliki keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga

dia mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal dan terarah.

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar, seorang guru profesional harus terlebih

dahulu mampu merencanakan program pengajaran. Kemudian melaksanakan

program pengajaran dengan baik dan mengevaluasi hasil pembelajaran sehingga

mampu mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, seorang guru profesional akan

menghasilkan anak didik yang mampu menguasai pengetahuan baik dalam aspek

kognitif, afektif serta psikomotorik.

Dengan demikian, seorang guru dikatakan profesional apabila mampu

menciptakan proses belajar mengajar yang berkualitas dan mendatangkan prestasi

belajar yang baik. Demikian pula dengan peserta didik, mereka baru dikatakan

memiliki prestasi belajar yang maksimal apabila telah menguasai. materi pelajaran

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 72: hubungan profesionalisme

72

dengan baik dan mampu mengaktualisasikannya. Prestasi itu akan terlihat berupa

pengetahuan, sikap dan perbuatan.

Kehadiran guru profesional tentunya akan berakibat positif terhadap

perkembangan peserta didik, baik dalam pengetahuan maupun dalam keterampilan.

Oleh sebab itu, peserta didik akan antusias dengan apa yang disampaikan oleh guru

yang bertindak sebagai fasilitator dalam proses kegiatan belajar mengajar. Bila hal

itu terlaksana dengan baik, maka apa yang disampaikan oleh guru akan berpengaruh

terhadap kemampuan atau prestasi belajar anak. Karena, disadari ataupun tidak,

bahwa guru adalah faktor eksternal dalam kegiatan pembelajaran yang sangat besar

pengaruhnya terhadap keberhasilan proses kegiatan pembelajaran itu. Untuk itu,

kualitas guru akan memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap proses

pembentukan prestasi anak didik. Maka oleh karena itu, dengan keberadaan seorang

guru profesional diharapkan akan mampu memberikan pengaruh positif terhadap

kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar serta mampu memaksimalkan

hasil prestasi belajar peserta didik dengan sebaik-baiknya.

E. Hipotesis

Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan variabel X (profesionalisme

guru) dengan variabel Y (prestasi belajar peserta didik), maka penulis mengajukan

hipotesa sebagai berikut:

28. Ibid., hal.21

Page 73: hubungan profesionalisme

73

Ha: Terdapat hubungan positif yang signifikan antara profesionalisme guru

dengan prestasi belajar peserta didik di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog

Sukabumi.

Ho: Tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara profesionalisme

guru dengan prestasi belajar peserta didik di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog

Sukabumi.

Dari hipotesis di atas, penulis memiliki dugaan sementara bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara profesionalisme guru dengan prestasi belajar

peserta didik di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Untuk itu, penulis

sepakat dengan petnyataan Ha di atas. Adapun untuk kebenarannya, maka akan

dibuktikan melalu hasil penelitian yang dilakukan di sekolah yang bersangkutan.

BAB III METODE PENELITIAN A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Jamii

ah Tegallega Desa

. Tegallega, Kecamatan. Cidolog, Kabupaten. Sukabumi, Propinsi. Jawa

barat. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2008 sampai

dengan bulan Juli 2008.

B.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 74: hubungan profesionalisme

74

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menguji profesionalisme guru dan hubungannya

dengan prestasi belajar peserta didik di MTs Al-Jamii

ah Te

gallega Cidolog Sukabumi. 1.

Variabel bebas (

independent variable

) profesionalisme guru. 2.

Variabel terikat (

dependent variable

) adalah prestasi belajar peserta didik atau hasil belajar (nilai raport) mata

pelajaran Fiqih.

C.

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh peserta didik/siswi MTs Al-

Jamii

ah Tegallega Cidolog Sukabumi

28. Ibid., hal.21

Page 75: hubungan profesionalisme

75

kelas VII dan VIII, tahun pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 110 orang.

Adapun sampelnya diambil secara acak (Random Sampling). Melalui penelitian ini

penulis mengambil sampel sebanyak 40% dari populasi yaitu 40 orang, dengan 20

orang laki-laki dan 20 orang perempuan.

D.Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan beberapa instrumen penelitian antara lain:

1. Angket (kuesioner) Angket ini diberikan kepada peserta didik untuk

memperoleh informasi mengenai kemampuan profesional yang dimiliki

oleh guru dalam proses belajar mengajar. Angket dibuat dengan model

Likert yang mempunyai empat kemungkinan jawaban yang berjumlah

genap ini dimaksud untuk menghindari kecenderungan responden

bersikap ragu-ragu dan tidak mempunyai jawabanyang jelas.

Penyusunan angket kompetensi guru mengacu kepada aspek-aspek

kemampuan guru (kompetensi profesionalisme guru) yang terdiri dari 25

item dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 2 Kisi-kisi Angket Guru Fiqih Profesional

Nomor Angket

Variabel

Indikator Sub Variabel

Positif

(+)

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 76: hubungan profesionalisme

76

Negatif

(-)

a. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar

1 -

b. Menguasai bahan pelajaran 3,4,5 2

c. Melaksanakan/mengelola proses belajar-mengajar

6,7,8,9,10,11,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22

12

Kompetensi Profesional Guru Fiqih d. Menilai kemajuan proses belajar-

mengajar

23,24,25 -

2.Observasi Sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan dengan

pengamatan dan pencatatan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.

Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi sekolah atau

deskripsi lokasi penelitian yang dilaksanakan di MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog

Sukabumi.

3.Wawancara Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk

memperoleh data yang lebih mendalam dan untuk mengkomparasikan data yang

diperoleh melalui angket. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah

4.Studi Dokumentasi Peneliti mencari data tentang prestasi belajar peserta

didik, yaitu nilai raport pada mata pelajaran Fiqih semester ganjil tahun 2007/2008.

E.Teknik Analisis Data

28. Ibid., hal.21

Page 77: hubungan profesionalisme

77

Teknik analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menguraikan

keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami

bukan oleh orang yang mengumpulkan data saja, tapi juga oleh orang lain. Adapun

langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:

1.Editing

Dalam pengolahan data yang pertama kali harus dilakukan adalah editing.

Ini berarti bahwa semua angket harus diteliti satu persatu tentang kelengkapan dan

kebenaran pengisian angket sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan.

2.Scoring

Setelah melalui tahapan editing, maka selanjutnya penulis memberikan skor

terhadap pertanyaan yang ada pada angket. Adapun pemberian skor untuk tiap-tiap

jawaban adalah:

Tabel 3 Skor Jawaban Angket Guru Fiqih Profesional

Positif (+)

Negatif (-)

Jawaban

Skor

Jawaban

Skor

Selalu 4 Selalu 1

Sering 3 Sering 2

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 78: hubungan profesionalisme

78

Kadag-kadang 2 Kadag-kadang 3

Tidak pernah 1 Tidak pernah 4

Kemudian hasil seluruh jawaban peserta didik dengan melihat rata-rata jumlah

skor, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 4 Klasifikasi Skor Angket Guru Profesional

Klasifikasi

Keterangan Jumlah Skor Jawaban

25

50 Rendah

51

75 Sedang

76

100 Tinggi

3.Pengujian Hipotesis Selanjutnya adalah penghitungan terhadap hasil skor yang

telah ada. Karena penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada korelasi antara

profesionalisme guru dengan prestasi belajar peserta didik, maka yang dipakai adalah

rumus

“r”product moment. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: r

xy : Angka indeks korelasi

28. Ibid., hal.21

Page 79: hubungan profesionalisme

79

“r”product moment

N : Jumlah responden

xy : Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y

x : Jumlah seluruh skor x

y : Jumlah seluruh skor y Kemudian memberikan interpretasi terhadap angka

indeks korelasi “r” product moment dengan interpretasi kasar atau sederhana, yaitu

dengan mencocokkan perhitungan dengan angka indeks korelasi

“r”product moment. Selanjutnya untuk menentukan data penelitian ini signifikan

atau tidak, interpretasi juga menggunakan tabel nilai

“r” (rt), dengan terlebih dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of

freedom

(df) yang rumusnya adalah: df : degrees of freedom

N : Number of Cases

Nr : Banyaknya variabel (Profesionalisme guru Fiqih dan Prestasi belajar Peserta

didik).

Rumus selanjutnya adalah untuk mencari kontribusi variabel X terhadap variabel Y

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KD : Koefision Determinatio(kontribusi variabel X terhadap variabel Y). r :

Koefisien korelasi antara variabel X dan Y.

nrNdf

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 80: hubungan profesionalisme

80

KD = r

2x 100%

BAB IV HASIL PENELITIAN A.

Kondisi Sekolah

1.Deskripsi Lokasi Penelitian MTs Al-Jamii'ah Teagallega terletak di kabupaten

Sukabumi, tepatnya di desa Tegallega, kecamatan Cidolog. Jaraknya dari kotamadya

Sukabumi (Kota) kurang lebih 66 km dengan kondisi jalan yang berbelok-belok dan

relatif buruk. Sedangkan kecamatan Cidolog berada di sebelah selatan desa

Tegallega. Di kecamatan ini terdapat dua sekolah lanjutan yaitu Madrasah

Tsanawiyah Al-Jamii'ah itu sendiri dan sekolah tingkat Lanjutan Pertama Negeri

(SLTPN) yang berada di desa Cidolog yang notabene adalah kecamatan. Jarak

tempuh dari desa Tegallega ke kecamatan Cidolog adalah 7 km. Salah satu

kecamatan yang cukup penting untuk disebutkan di sini adalah Sagaranten karena ia

merupakan tempat alternatif yang menjadi sentral pemenuhan kebutuhan hidup bagi

masyarakat dari daerah-daerah yang berada di selatannya selain harus ke kotamadya

Sukabumi. Jarak tempuh antara Tegallega dan Sagaranten adalah 13 km dan dari kota

madya Sukabumi ke Sagaranten berjarak 53 km. Di kecamatan Sagaranten sendiri

terdapat SLTP Negeri, Madrasah Tsanawiyah Negeri dan Madrasah Aliyah, dan

Sekolah Menengah Umum. Dari paparan di atas tergambar bahwa MTs Al-Jamii'ah

berada diantara kecamatan yang memilki sekolah negeri. Madrasah Tsanawiyah Al-

Jamii'ah memiliki bangunan sendiri yang terdiri dari enam lokal dengan rincian:

a.Tiga lokal dipakai untuk kelas (I, II dan III);

28. Ibid., hal.21

Page 81: hubungan profesionalisme

81

b.Satu lokal untuk ruang guru (kantor);

c.Satu lokal untuk perpustakaan;

d.Dan satu mesjid untuk kegiatan shalat berjamaa'ah;

e.Asrama atau pondok untuk peserta didik-siswi yang rumahnya jauh dari sekolah.

MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar mempunyai visi dan misi sebagai berikut:

Visi:

Visi MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi yaitu:“Dengan ilmu kita tahu,

dengan agama kita bertakwa”.

Misi:

Adapun yang menjadi misi dari MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi yaitu:

a.Mencetak kader yang berilmu dan beragama.

b.Membentuk karakter peserta didik/siswi dengan nilai-nilai ajaran Islam untuk

melahirkan manusia yang berakhlaqul karimah.

c.Mempersiapkan peserta didik/siswi untuk melanjutkan ke pendidikan berikutnya,

baik jurusan agama maupun umum.

d.Mempersiapkan peserta didik/siswi agar dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan

dan keterampilannya di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan belajar-mengajar di

MTs Al-Jamii'ah ini dilaksanakan di pagi dan siang hari. Sebagian peserta didik ada

yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar di pagi hari, dan sebagian peserta

didik yang lain melaksanakan kegiatan belajar-mengajar pada siang hari. Hal itu

dilakukan secara bergantian mengingat tempat yang tersedia tidak sesuai dengan

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 82: hubungan profesionalisme

82

jumlah peserta didik yang ada. Keseluruhan peserta didik-siswi MTs Al-Jamii'ah

Tegallega berjumlah 165 orang, dengan jumlah peserta didik setiap kelas sebanyak

55 orang. Tenaga pengajar dan pengelola sekolah MTs Al-Jamii’ah Tegallega

Cidolog Sukabumi secara keseluruhan berjumlah 16 orang dengan klasifikasi sebagai

berikut:

a.Jenis Kelamin

Laki-laki : 11 orang.

Perempuan : 5 orang.

b.Tingkat Pendidikan

S1 : 10 orang.

D2 : 3 orang.

PGA : 1 orang.

SLTA : 2 orang. Letak Madrasah Tsanawiyah Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog

Sukabumi berada pada lokasi yang strategis, yakni di sekitarnya terdapat empat

Sekolah Dasar (SD) yaitu:

a.Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tegallega.

b.Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cipamingkis.

c.Sekolah Dasar Negeri (SDN) Puncak Batu.

d.Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cilengka.

Dan dua Madrasah Ibtidaiyah (MI), yaitu:

a.Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cibengang.

28. Ibid., hal.21

Page 83: hubungan profesionalisme

83

b.Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cipari. Peserta didik/siswi tingkat dasar tersebut antara

50%-70% meneruskan sekolahnya dan MTs Al-Jamii’ah Tegallega menjadi alternatif

utama sekolah lanjutan karena jaraknya yang relatif lebih dekat dengan Sekolah

Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah yang berada di sekitarnya dibanding sekolah lanjutan

lainnya.

2.Sejarah Singkat Sekolah Pembentukan Yayasan Pendidikan Islam (YASPI) Al-

Jamii'ah Tegallega berawal dari keinginan untuk membangun Madrasah Tsanawiyah

yang kemudian berhasil didirikan pada tanggal 23 Maret 1986 dengan tempat

kegiatan belajar sementara berlokasi di Madrasah Diniyah (MD) Annur, kampung

Sinapeul, desa Tegallega kecamatan Cidolog. Adapun para pendirinya adalah:

1). K.H. M. Mahmudin

2). K.H. M. Didin

3). H. Daradjat Sudrajat

4). H. Ridwan Syafe'i

5). M. Tabrani

6). Iim Ibrahim

7). M. Sarmaja (Alm) Baru pada tanggal 9 Mei 1986 mendapat pengesahan dari

Akte Notaris: Ibrahim Basya No. 5 dan terdaftar pada Pengadilan Negeri Sukabumi

No.W8. DLHM 07.01.50/1986-PN-Smi. Mts Al-Jamii'ah mulai beroperasi/membuka

tahun ajaran baru pada tanggal 16 Juli 1986 dengan jumlah pendaftar perdana 42

peserta didik. Tujuan utama pendirian Madrasah Al-Jamii'ah ini adalah untuk

mencetak lulusan-lulusan yang berintelektual-santri dan bersantri-intelektual. Oleh

karena itu dalam kegiatan dipadukan antara pengajaran di sekolah dan kegiatan

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 84: hubungan profesionalisme

84

pengajian Al-Qur'an dengan materi ayat-ayat pilihan yang disesuaikan dengan

pelajaran agama di sekolah yang menggunakan metode tahfidz berikut

terjemahannya terutama ayat-ayat yang berkenaan dengan akhlak (moral). Pada

tahun 1995 Madrasah Tsanawiyah Al-Jamii'ah resmi memiliki bangunan sendiri

dengan lima lokal dan menyediakan asrama putera/puteri bagi peserta didik yang

tempat tinggalnya jauh namun bersungguh-sungguh untuk belajar di Madrasah

Tsanawiyah tersebut. Sampai saat ini Tsanawiyah Al-Jamii'ah Tegallega telah

mengeluarkan 21 angkatan/lulusan. Adapun yang menjabat sebagai ketua yayasan

MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi saat ini adalah Bapak H. Muhammad

Mahmudin yang merupakan pendiri dan pemilik tanah sekaligus sekolah MTs Al-

Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi.

3.Sarana dan Prasarana Sarana yang tersedia di MTs Al-Jamii'ah Tegallega

Cidolog Sukabumi adalah sebagai berikut:

1). Alat Praktek IPA Alat praktek IPA yang ada di MTs Al-Jamii'ah yaitu:

a.Mikroskop.

b.Alat peraga tubuh/kerangka manusia.

c.Alat peraga elektronik sederhana

d.Jenis batu-batuan alam.

e.Alat Pengujian teori IPA sederhana.

2). Asrama peserta didik

3). Gedung sekolah milik sendiri

4). Mesjid

28. Ibid., hal.21

Page 85: hubungan profesionalisme

85

5). Lapangam Volley Ball

6). Lapangan Tenis Meja Kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi rutinitas peserta

didik/siswi Al-Jamii'ah Tegallega Cidolog Sukabumi yaitu:

a.Pramuka

b.Majlis Training Dakwah

c.Sepak bola

d.Volley Ball

e.Tenis Meja

B.Deskripsi Data

1.Gambaran Umum Tingkat Profesionalisme Guru MTs Al-Jamii'ah Tegallega

Cidolog Sukabumi. Jumlah guru MTs Al-Jamii'ah Tegallega Cidolog Sukabumi

seluruhnya berjumlah 16 orang dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut:

Tabel 5 Keadaan Tenaga Pengajar dan Tenaga Administrasi MTs Al-Jamii'ah

Tegallega Cidolog Sukabumi Tahun Pelajaran 2007/2008 No.

Nama Jenjang Pendidikan dan Jurusan

Jabatan Tugas Mata Pelajaran

1. Anwar Jahid, S.Ag S1 SPI, UIN SYAHID Jakarta, Kepala Sekolah IPS, SKI

Dari tabel di atas, guru Fiqih yang ada di MTs Al-Jamii'ah Tegallega Cidolog

Sukabumi berjumlah 2 orang. Keduanya merupakan lulusan Strata 1 (S1) Sarjana

Pendidikan Agama Islam.

2.Hasil Penelitian

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 86: hubungan profesionalisme

86

Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi Fiqih Tabel 6 Skor Angket Penelitian

Hubungan Profesionalisme Guru Bidang Studi Fiqih dengan Prestasi Belajar Peserta

didik

Nama: ……………………………

No. Responden : ………

Kelas: ……………………………

Jenis Kelamin : (P/L)

Petunjunk Pengisian:

Bacalah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda cek list (√) pada

kolom jawaban sesuai dengan pendapat kamu. Alternativ jawaban dan skor yang

disediakan adalah sebagai berikut: Untuk skor jawaban pertanyaan positif adalah

sebagai berikut:

Selalu (S) : 4

Kadang-kadang (KK) : 2 Sering

(SR) : 3 Tidak pernah

(TP) : 1 Adapun skor jawaban pertanyaan negatif adalah sebagai berikut:

Dari tabel di atas, guru Fiqih yang ada di MTs Al-Jamii'ah Tegallega Cidolog

Sukabumi berjumlah 2 orang. Keduanya merupakan lulusan Strata 1 (S1) Sarjana

Pendidikan Agama Islam. 2.

28. Ibid., hal.21

Page 87: hubungan profesionalisme

87

Hasil Penelitian

Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi Fiqih Tabel 6 Skor Angket Penelitian

Hubungan Profesionalisme Guru Bidang Studi Fiqih dengan Prestasi Belajar Peserta

didik

Nama: ……………………………

No. Responden : ………

Kelas: …………………………….

Jenis Kelamin : (P/L)

Petunjunk Pengisian:

Bacalah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda cek list (√) pada

kolom jawaban sesuai dengan pendapat kamu. Alternativ jawaban dan skor yang

disediakan adalah sebagai berikut: Untuk skor jawaban pertanyaan positif adalah

sebagai berikut:

Selalu (S) : 4 Kadang-kadang (

KK) : 2 Sering (SR) : 3

Tidak pernah (TP) :

1 Adapun skor jawaban pertanyaan negatif adalah sebagai berikut:

Dari tabel di atas, guru Fiqih yang ada di MTs Al-Jamii'ah Tegallega Cidolog

Sukabumi berjumlah 2 orang. Keduanya merupakan lulusan Strata 1 (S1) Sarjana

Pendidikan Agama Islam. 2.

Hasil Penelitian

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 88: hubungan profesionalisme

88

Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi Fiqih Tabel 6 Skor Angket Penelitian

Hubungan Profesionalisme Guru Bidang Studi Fiqih dengan Prestasi Belajar Peserta

didik

Nama:

……………………………

.

No. Responden :

………

Kelas:

……………………………

.

Jenis Kelamin : (P/L)

Petunjunk Pengisian:

Bacalah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda cek list (

) pada kolom jawaban sesuai dengan pendapat kamu. Alternativ jawaban dan skor

yang disediakan adalah sebagai berikut: Untuk skor jawaban pertanyaan positif

adalah sebagai berikut: Selalu (S) : 4 Kadang-kadang (KK) : 2 Sering (SR) : 3

Tidak pernah (TP) : 1 Adapun skor jawaban pertanyaan negatif adalah sebagai

berikut:

10. Apakah guru Fiqih memberikan teguran kepada peserta didik yang mengganggu

kegiatan belajar mengajar?

28. Ibid., hal.21

Page 89: hubungan profesionalisme

89

11. Sebelum memulai pelajaran, apakah guru Fiqih mengatur kerapihan tata ruang

kelas terlebih dahulu serta kesiapan peserta didik untuk belajar?

12. Apakah guru Fiqih mengalami kesulitan mengatur peserta didik dalam kelas?

13. Selain buku pegangan, apakah guru Fiqih menggunakan buku-buku lain yang

menunjang materi pembelajaran?

14. Selain buku, papan tulis, apakah guru Fiqih menggunakan alat bantu belajar yang

lain seperti karton, peta dan sarana prasarana lainnya?

15. Apakah guru Fiqih dalam mengajar merancang dan membuat alat bantu (alat

peraga) belajar yang sederhana?

16. Dalam kegiatan belajar mengajar, apakah guru Fiqih menggunakan laboratorium

atau alat peraga?

17. Apakah guru Fiqih memanfaatkan perpustakaan dalam mengajar?

18. Dengan alat peraga yang digunakan oleh guru Fiqih, apakah kamu lebih mengerti

materi yang diajarkan?

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 90: hubungan profesionalisme

90

19. Apakah guru Fiqih memberikan pujian kepada peserta didik ketika menjawab

pertanyaan dengan tepat serta mengarahkan bagi peserta didik yang menjawab

pertanyaan kurang tepat?

20. Apakah guru Fiqih memberikan motivasi, nasihat dan ide cemerlang kepada

murid ketika mengajar?

21. Dalam mengajar, apakah guru Fiqih menanyakan kembali pembahasan yang telah

dipelajari sebelumnya?

22. Setelah selesai pembelajaran, apakah guru Fiqih mampu menyimpulkan materi

pelajaran dengan baik?

23. Apakah soal-soal yang diberikan guru Fiqih dalam ulangan sesuai dengan materi

yang diajarkan?

24. Bila guru Fiqih memberi tugas, apakah selalu dinilai dan diberikan kepada

peserta didik?

25. Apabila hasil tes peserta didik rendah, apakah peserta didik diberikan kesempatan

untuk memperbaiki?

28. Ibid., hal.21

Page 91: hubungan profesionalisme

91

Angket yang disebarkan kepada peserta didik kemudian dianalisis dan diberikan skor

jawaban per item soal dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 7 Analisis Item Untuk Skor Angket Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi

Fiqih

ITEM ANGKET

SUBYEK

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 92: hubungan profesionalisme

92

17

18

19

20

21

22

23

24

25

JUMLAH

SKOR

1 2 1 3 2 3 3 2 3 2 1 2 3 3 1 3 1 2 1 2 2 2 2 3 3 4 56

2 1 3 3 3 3 3 2 3 2 1 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2 3 2 3 4 4 62

3 4 3 3 3 4 2 4 1 2 3 2 4 2 3 3 2 2 4 3 4 2 2 4 4 4 74

4 1 3 3 3 3 3 2 3 2 1 2 3 3 3 2 1 2 1 2 2 3 2 4 4 4 62

5 2 3 3 3 3 4 4 1 1 4 2 3 3 2 1 1 2 3 4 3 1 2 3 4 4 65

6 1 2 3 2 4 3 1 1 1 3 2 3 3 1 1 1 1 3 2 3 2 1 4 4 3 55

7 2 3 3 3 3 3 2 1 2 3 4 2 2 3 3 1 2 4 2 3 2 1 3 4 4 65

8 3 2 3 2 3 3 4 1 2 3 1 3 3 2 1 1 1 3 4 2 1 3 3 4 4 62

9 2 3 4 2 3 2 3 1 3 2 1 3 3 2 1 2 1 2 3 2 3 1 3 4 4 6

10 2 2 2 2 3 3 3 1 2 3 1 1 4 2 2 1 2 2 3 3 2 2 2 2 4 56

28. Ibid., hal.21

Page 93: hubungan profesionalisme

93

11 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 1 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 4 4 2 63

12 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 1 3 2 3 2 2 1 2 2 3 2 2 4 4 2 62

13 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 1 1 3 2 2 2 3 4 2 3 61

14 4 2 2 2 2 3 2 1 2 4 1 1 4 2 2 1 1 2 3 4 2 2 2 2 4 57

15 1 2 2 2 2 4 4 1 2 4 2 3 4 1 1 1 1 3 4 2 2 3 4 4 3 62

16 3 2 2 2 2 3 3 1 1 3 1 1 4 2 2 1 2 2 3 4 2 2 2 2 4 56

17 1 2 3 2 1 4 4 1 1 4 2 3 4 1 1 1 1 3 4 2 3 3 4 4 3 61

18 1 3 2 3 2 3 2 3 2 1 2 3 2 1 3 1 2 1 2 2 2 2 3 3 4 55

19 3 4 2 3 3 2 3 1 2 3 2 4 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 4 3 4 66

20 2 3 3 2 2 3 3 1 3 3 1 2 4 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 4 62

21 3 2 3 3 2 2 3 2 2 3 1 3 4 1 2 1 1 3 3 2 3 1 4 3 4 63

22 3 3 2 2 2 2 2 1 2 3 2 4 1 1 2 2 1 4 2 2 2 2 3 4 2 56

23 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 1 1 3 2 2 2 3 4 2 3 60

24 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 1 2 1 1 2 3 2 3 1 4 3 4 58

25 3 2 3 3 2 2 3 2 2 3 1 3 4 1 2 1 1 3 4 2 3 1 4 3 4 62

26 3 2 3 3 2 4 4 1 1 3 2 3 3 2 1 1 2 3 4 3 1 2 3 4 4 64

27 3 2 2 2 1 3 4 1 1 4 1 3 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 3 4 4 56

28 4 2 3 4 3 4 2 3 4 3 2 3 1 2 1 3 3 2 3 2 1 1 4 4 4 68

29 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 4 4 3 62

30 3 2 2 2 3 3 2 1 3 3 2 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 3 3 2 55

31 2 1 3 2 1 2 2 1 2 4 2 2 3 2 2 2 1 2 3 2 2 1 4 2 4 54

32 3 1 2 3 2 2 2 3 1 3 1 3 2 2 2 1 1 2 3 3 2 2 4 2 4 56

33 2 1 2 2 4 1 3 1 4 3 1 1 3 2 2 2 1 2 3 2 2 2 4 3 4 57

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 94: hubungan profesionalisme

94

34 2 1 2 2 4 2 3 1 2 3 1 3 2 2 3 1 1 4 2 3 2 1 4 2 3 56

35 2 4 3 4 3 4 2 3 4 3 2 3 1 2 1 3 2 2 3 2 1 1 4 4 4 67

36 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 50

37 3 4 3 4 2 4 2 3 4 3 2 3 1 2 1 3 2 2 3 2 1 1 4 4 4 67

38 3 2 2 4 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 4 4 4 50

39 3 4 4 3 2 2 4 3 4 3 2 3 1 2 2 1 2 2 2 3 1 1 4 4 4 66

40 3 4 3 4 2 2 4 3 4 3 2 3 1 2 1 2 2 2 3 2 1 1 4 4 4 66

=40 Jumlah Skor =2415

Setelah jumlah skor dibagi oleh jumlah responden (2415 : 40), maka hasil yang

diperoleh adalah 60.375. Dengan demikian, jumlah sko

rata-rata tingkat profesionalisme guru Fiqih MTs Al-Jamii

ah Tegallega

Cidolog Sukabumi adalah cukup baik. Dari tabel 2 diketahui bahwa jumlah skor

jawaban peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 8 Klasifikasi Jumlah Skor Jawaban Peserta didik dari Angket Profesionalisme

Guru Fiqih Klasifikasi Jumlah Peserta didik Keterangan Jumlah Skor Jawaban

25-50 2 Peserta didik Rendah

51-75 38 Peserta didik Sedang

76-100 - Tinggi

Jadi, tingkat profesionalisme guru Fiqih menurut pendapat peserta didik dianggap

sedang, yakni antara 51-75, sebanyak 38 peserta didik.

28. Ibid., hal.21

Page 95: hubungan profesionalisme

95

Prestasi Belajar

Prestasi belajar peserta didik diambil dari daftar nilai peserta didik pada buku daftar

nilai (

legger

), prestasi belajar yang diambil oleh penulis adalah nilai raport peserta didik pada

semester ganjil tahun ajaran 2007/2008 sebagai berikut:

Tabel 9 Daftar Nilai Peserta didik Dalam Mata Pelajaran Fiqih Semester 1

No. Nama Responden Nilai

1. Pipit Pitaloka Kartika 75

2. Deki Ramdani 75

3. Pita Yuli Rahayu 80

4. Fachrurrazi 75

5. Kholifah 75

6. Nana Suryana 70

7. Suci Yulistiani 75

8. Asep Mulyana 70

9. Lintang Wira Ningrum 80

10. Ajat Sudrajat 65

11. Dede Trisnawati 80

12. Riadi Syauqi 65

13. Ridwan Sawita 75

14. Elisa Mutiara 75

15. Didis Kurniadi 80

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 96: hubungan profesionalisme

96

16. Diana Melida Puji 65

17. Nurjaman 75

18. Siti Jenabiah 70

19. Rinal Anbiya 75

20. Siti Julaeha 80

21. Hendri Nugroho 80

22. Eni Verawati 75

23 Deri Kusmana 80

24. Nita Fitriani 70

25. Imadduddin 80

26. Siti Mira 75

27. Bayu 70

28. Siska Suci N 80

29 Aan Irawan 75

30. Euis Kartika 70

31. Angga Lesmana 65

32. Susi 70

33. Gunawan 75

34. Neuis Larasati 75

35. Hifdullah 80

36. Tuti Alawiyah 65

37. Fajri Ginanjar 80

38. Fitri 65

28. Ibid., hal.21

Page 97: hubungan profesionalisme

97

39. Nurodin 80

40 Komala Sari 80

N=40

Nilai=2970

Jumlah nilai keseluruhan bidang studi Fiqih peserta didik/siswi MTs Al-Jamii’ah

Tegallega Cidolog Sukabumi yang diteliti adalah 2970. Setelah jumlah nilai 2970

dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 40 orang, maka nilai rata-rata

peserta didik/siswi MTs Al-Jamii’ah Tegallega Cidolog Sukabumi dalam bidang

studi Fiqih adalah 74.25. Dengan demikian, nilai rata-rata prestasi belajar peserta

didik dalam bidang studi Fiqih di MTs Al-Jamii’ah Tegallega adalah cukup baik.

Dari tabel diatas diketahui bahwa prestasi belajar peserta didik pada bidang studi

Fiqih dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 10 Klasifikasi dan Kualifikasi Jumlah Nilai Peserta didik Dalam Bidang Studi

Fiqih Klasifikasi Jumlah Peserta didik Kualifikasi

80-89 13 Peserta didik Tinggi

70-79 21 Peserta didik Sedang

60-69 6 Peserta didik Rendah

Jadi, tingkat prestasi belajar peserta didik dalam pelajaran Fiqih dianggap sedang,

yakni antara klasifikasi 70-79 sebanyak 21 peserta didik.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 98: hubungan profesionalisme

98

3.

Hubungan Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi Fiqih Dengan Prestasi Belajar

Peserta didik. Untuk menguji data antara skor angket profesionalisme guru dalam

bidang studi Fiqih dengan prestasi belajar peserta didik, terlebih dahulu dikorelasikan

kedua variabel tersebut, seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 11 Analisis Korelasi Variabel X (Profesionalisme Guru Dalam Bidang Studi

Fiqih) dan Variabel Y (Prestasi Belajar Peserta didik) Responden X Y X

²

Y

²

XY

1 56 75 3136 5625 4200

2 62 75 3844 5625 4650

3 74 80 5476 6400 5920

4 62 75 3844 5625 4650

5 65 75 4225 5625 4875

6 55 70 3025 4900 3850

7 59 75 3481 5625 4425

8 62 70 3844 4900 4340

9 60 80 3600 6400 4800

10 56 65 3136 4225 3640

11 63 80 3969 6400 5040

28. Ibid., hal.21

Page 99: hubungan profesionalisme

99

12 62 65 3844 4225 4030

13 61 75 3721 5625 4575

14 57 75 3249 5625 4275

15 62 80 3844 6400 4960

16 56 65 3136 4225 3640

17 61 75 3721 5625 4575

18 55 70 3025 4900 3850

19 66 75 4356 5625 4950

20 62 80 3844 6400 4960

21 63 80 3969 6400 5040

22 56 75 3136 5625 4200

23 60 80 3600 6400 4800

24 58 70 3364 4900 4060

25 62 80 3844 6400 4960

26 64 75 4096 5625 4800

27 56 70 3136 4900 3920

28 68 80 4624 6400 5440

29 62 75 3844 5625 4650

30 55 70 3025 4900 3850

31 54 65 2916 4225 3510

32 56 70 3136 4900 3920

33 57 75 3249 5625 4275

34 56 75 3136 5625 4200

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 100: hubungan profesionalisme

100

35 67 80 4489 6400 5360

36 50 65 2500 4225 3250

37 67 80 4489 6400 5360

38 50 65 2500 4225 3250

39 66 80 4356 6400 5280

40 66 80 4356 6400 5280

N=40

X=2415

Y=2970

X

²=146829

Y

²=221600

XY=180060

28. Ibid., hal.21

Page 101: hubungan profesionalisme

101

222

NN

Nyr

22

2970) (-40.221600.(2415) - 40.146829

2970) (2415).( - 40.180060

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 102: hubungan profesionalisme

102

8820900-640005832225.88-5873160

7172550-7202400

29850

1764298500

29850

55,42003

29850

71065422,0

710,0

C.

28. Ibid., hal.21

Page 103: hubungan profesionalisme

103

Analisis Interpretasi Data

Dari perhitungan di atas ternyata angka korelasi antara Variabel X dan Variabel Y

sebesar 0,710 itu berarti klorelasi tersebut bertanda positif. Untuk melihat

interpretasi terhadap angka indeks korelasi product moment secara kasar atau

sederhana terletak pada angka 0,70 - 0,90 yang berarti korelasi antara Variabel X dan

Variabel Y itu adalah terdapat korelasi yang kuat atau tinggi . Selanjutnya untuk

mengetahui apakah hubungan Variabel X dan Variabel Y itu signifikan atau tidak,

maka

r

hasil perhitungan dibandingkan

dengan

r

tabel. Sebelum membandingkannya, maka terlebih dahulu dicari

df

atau

db

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 104: hubungan profesionalisme

104

nya dengan rumus

df = N-nr

. Berdasarkan tabel di atas, peserta didik yang di teliti atau yang menjadi sampel

penelitian di sini adalah 40 orang. Dengan demikian N = 40. Variabel yang dicari

korelasinya adalah Variabel X dan Variabel Y; jadi nr = 2. Maka dengan mengacu

kepada rumus di atas,dengan mudah dapat kita peroleh df-nya yaitu: df = 40-2 = 38.

Dengan

df

sebesar 38, dikonsultasikan dengan tabel nilai

r

, baik pada taraf

signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Dengan melihat

rt

dip

eroleh hasil sebagai berikut:

28. Ibid., hal.21

Page 105: hubungan profesionalisme

105

Pada taraf signifikansi 5% = 0,304

Pada taraf signifikansi 1% = 0,393

Ternyata,

rxy

atau

ro

lebih besar dari

r

tabel atau

rt

baik pada

taraf signifikansi 5% maupun 1% yaitu (0,710

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 106: hubungan profesionalisme

106

>

0,304/0,393). Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, sedangkan hipotesa

alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa terdapat hubungan/korelasi yang positif

dan signifikan antara profesionalisme guru dalam bidanng studi Fiqih dengan prestasi

belajar peserta didik. Kemudian, untuk mengetahui seberapa besar hubungan kedua

variabel tersebut maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus Koefisien

Determinasi, yaitu KD = r

²x100%

.

KD = r

²x100%

= (0,710)

²x100% =

0,50x100 = 50%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa, prestasi

belajar peserta didik ditentukan atau dipengaruhi oleh profesionalisme guru sebesar

50%. Maka 50% lagi ditentukan oleh faktor lain.

BAB V PENUTUP A.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut: 1.

28. Ibid., hal.21

Page 107: hubungan profesionalisme

107

Dari jawaban peserta didik mengenai profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih,

sebagian besar peserta didik berpendapat bahwa guru bidang studi Fiqih MTs Al-

Jamii

ah Tegallega Cidolog Sukabumi berada pada kualifikasi sedang. Sedangkan menurut

pendapat sebagian peserta didik yang lain, guru mempunyai tingkat kompetensi

profesional yang rendah. Dengan demikian, sesuai dengan data yang ada,

profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih di MTs Al-Jamii

ah Tegallega Cidolog Sukabumi

adalah berada pada rata-rata sedang atau cukup baik. 2.

Nilai rata-rata prestasi hasil belajar Fiqih peserta didik kelas VII dan VIII MTs Al-

Jamii

ah Tegallega Cidolog Sukabumi tergolong cukup baik atau

sedang. 3.

Terdapat korelasi positif yang signifikan antara profesionalisme guru dalam bidang

studi Fiqih dengan prestasi hasil belajar Fiqih peserta didik MTs

Al-Jamii

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 108: hubungan profesionalisme

108

ah Tegallega Cidolog Sukabumi. Profesionalisme guru

tersebutdapat mempengaruhi prestasi hasil belajar peserta didik 50%. Adapun 50%

lainnya dipengaruhi oleh faktor lain.

B.

Saran

Dalam penelitian pendidikan ini, penulis ingin memberikan beberapa saran kepada

sekolah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah khususnya

peningkatan dalam proses kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru

dan peserta didik. Adapun saran yang diajukan penulis adalah sebagai berikut: 1.

Meskipun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme guru

berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik dengan persentase yang cuku

baik, akan tetapi bukan berarti guru bidang studi maupun peserta didik merasa puas

dengan situasi yang ada. Penulis mengharapkan, baik guru maupun murid lebih

meningkatkan profesionalisme dan prestasi belajar yang ada. Sehingga hasil

pembelajaran akan lebih maksimal. 2.

Meskipun prestasi belajar peserta didik dapat dikualifikasikan cukup baik, akan tetapi

peserta didik diharapkan lebih meningkatkan prestasi belajar baik secara konseptual

maupun praktis. Karena khusus dalam bidang studi Fiqih, penguasaan peserta didik

tidak hanya terbatas kepada penguasaan konsep, melainkan peserta didik harus

28. Ibid., hal.21

Page 109: hubungan profesionalisme

109

mampu mempraktekkan dan menghayatinya. Dengan demikian, apabila hal tersebut

dapat dilaksanakan dengan baik, maka tujuan perestasi belajar akan lebih optimal. 3.

Bagi kepela sekolah atau bidang kurikulum, setelah penelitian ini dilakukan,

diharapkan pengawasan terhadap guru lebih ditingkatkan. Pembinaan terhadap

peserta didik lebih dimaksimalkan. Karena, tanpa adanya pengawasan yang intens

tidak menutup kemungkinan kinerja guru akan menurun. Khusus untuk tenaga

pengajar, penulis berharap bisa lebih meningkatkan kualitasnya baik secara personal,

profesional, maupun secara sosial. Dengan demikian diharapkan akan memberikan

iklim pembelajaran yang harmonis dan berkualitas baik secara akademik maupun

non akademik. 4.

Meskipun dalam penelitian yang dilakukan penulis tidak memberikan kesimpulan

yang negatif, untuk peningkatan kualitas sekolah yang bersangkutan, penulis

berpendapat perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor lain yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M,

Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),

Jakarta: Bumi Aksara, 1995, Cet. Ke-3. Arikunto, Suharsimi,

Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 110: hubungan profesionalisme

110

Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-12. Departemen Pendidikn dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. Ke- 2. Dimyati, Abu Muhammad bin Khallad,

Hadits Shahih Keutamaan Amal Shalih

, Jakarta: Najla Press, 2003, Cet. Ke-1. Gani, Bustami, A,

Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam

, Jakarta: Bulan Bintang, 1970, Cet. Ke-1. Hamalik, Oemar,

Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006, Cet, Ke-4.

http://www.unissula.ac.id/v1/download/Peraturan/PP_19_2005_STANDAR_NAS_P

ENDDKN.PDF/2008/01/09/.

http://www.setjen.depdiknas.go.id/prodhukum/dokumen/5212007134511Permen_16

2007.pdf/2008/01/09/.

http://suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-dunia-pendidikan-

oleh-winarno-surakhmad/2008/01/09/.

Isa, Kamal Muhammad,

Manajemen Pendidikan Islam,

Jakarta: PT. Fikahati Anesta, 1994, Cet. Ke-1. Kunandar,

Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan

Persiapan Menghadapi Sertifikasi Gur,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, Cet. Ke-1. Mulyasa, E,

Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru

28. Ibid., hal.21

Page 111: hubungan profesionalisme

111

, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya: Bandung, 2008, Cet. Ke-3. Namsa, M. Yunus,

Kiprah Baru Profesi Guru Indonsia Wawasan Metodologi Pengajaran Agama Islam,

Jakarta: Pustaka Mapan, 2006, Cet. Ke-1. Purwanto, M. Ngalim,

Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke-10.

_________________,

Psikologi Pendidikan

, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2003, Cet. Ke-19. Sabri, Alisuf,

Mimbar Agama dan Budaya,

Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IAIN, 1992, Cet. Ke-1.

_________________,

Psikologi Pendidikan,

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet. Ke-2. Sholeh, Asrorun, Ni

am,

Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya Undang-

Undang Guru dan Dosen,

Jakarta: eLSAS, 2006, Cet. Ke-1. Slameto,

Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,

Jakarta: Rineka Cipta, 2003, Cet. Ke-4. Soetjipto dan Raflis Kosasi,

Profesi Keguruan,

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, Cet. Ke-2. Sudijono, Anas,

Statistik Pendidikan,

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 112: hubungan profesionalisme

112

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Ke-10. Sudjana, Nana,

Dasar-dasar Pproses Belajar Mengajar

, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 1998, Cet. Ke-4. Sukardi, Dewa, Ketut,

Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah,

Surabaya: Usaha Nasional, 1983, Cet. Ke-1. Suryabrata, Sumardi,

Psikologi Pendidikan

, Jakarta: PT. Raja Grafindi Persada, 2002, Cet. Ke-2. Syah, Muhibbin,

Psikologi Belajar

, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. Ke-2. Tafsir, Ahmad,

Ilmu Pendidikan dan Perspektif Islam,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. Ke-6. Tilaar, H.A.R,

Membenahi Pendidikan Nasional,

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-1. Tim Penyusun Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Kegeruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Pedoman Skripsi

2007.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005

,

Tentang Guru dan Dosen,

Bandung: Citra Umbara, 2006, Cet. Ke-1

Usman, M. Uzer,

28. Ibid., hal.21

Page 113: hubungan profesionalisme

113

Menjadi Guru Profesional,

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, Cet. Ke-20. Winkel, W.S,

Psikologi Pengajaran

, Jakarta: Grasindo, 1996, Cet. Ke-4. Yamin, Martinis,

Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, Jakarta

: Gaung Persada Press, 2007, Cet. Ke-2. Zurinal Z. Dan Wahdi Sayuti,

Ilmu Pendidikan,

Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, Cet. Ke-1.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 114: hubungan profesionalisme

114

28. Ibid., hal.21

Page 115: hubungan profesionalisme

115

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 116: hubungan profesionalisme

116

1John M. Echols dan Hassan Shadili,Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta:

PT.Gramedia, 1996), Cet. Ke-23, h. 449.

2Arifin,Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta: Bumi Aksara,1995),

Cet. Ke- 3, h. 105.

 

3 Kunandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2007),Cet. Ke-1, h. 45.

4 Martinis Yamin,Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP,h. 3.

5 M.Yunus Namsa,Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan

MetodologiPengajaran Agama Islam, h. 29.

6Kunandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, h. 46.

7M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, h. 14-15.

8H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2002),Cet. Ke-1, h. 86.

28. Ibid., hal.21

Page 117: hubungan profesionalisme

117

9Arifin,Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta: BUMI

AKSARA,1995), Cet. Ke- 3, h. 105.

 

10Kunandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, h. 46-47.

11Oemar Hamalik,Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,(Jakarta:

PT. Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-4, h. 27

12Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta: Elsas,2006),

Cet. Ke- 1, h.9.

13Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung:PT.

Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-13, h.250.

14http://Suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-dunia-pendidikan-

oleh -Winarno-Surakhmad/2008/05/12/.

15 E. Mulyasa,Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (PT. Remaja RosdaKarya:

Bandung, 2008), Cet. Ke-3, h.75.

16 E. Mulyasa,Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 117.

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 118: hubungan profesionalisme

118

17 E. Mulyasa,Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 135.

18 E. Mulyasa,Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 173.

19 Alisuf Sabri, Mimbar Agama dan Budaya, (Jakarta: Pusat Penelitian

danPengabdian Pada Masyarakat IAIN, 1992, Cet. Ke-1, h. 16-18.

20Martinis Yamin,Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP,h. 4-5

21M. Yunus Namsa,Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan

MetodologiPengajaran Agama Islam, h. 37-38.

22Oemar Hamalik,Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi, h. 44-45.

23

http://www.unissula.ac.id/v1/download/Peraturan/PP_19_2005_STANDAR_NAS_P

ENDDKN.PDF/2008/01/09/.

24http://www.setjen.depdiknas.go.id/prodhukum/dokumen/

5212007134511Permen_16_2007.pdf./2008/05/04/

25Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar

BaruAlgesindo, 1998), Cet. Ke-4, h. 19-20. 

28. Ibid., hal.21

Page 119: hubungan profesionalisme

119

26 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar,h. 20-22.

27 Kamal Muhammad ‘isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.

FikahatiAnesta, 1994), Cet. Ke-1, h. 64-67.

28 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, h. 14.

29 M. Yunus Namsa,Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan

MetodologiPengajaran Agama Islam, h. 39.

30

Soetjipto dan Raflis Kosasi,Profesi Keguruan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2004 ), Cet.

Ke-2, h. 18

31 M. Yunus Namsa, Kiprah Baru Profesi Guru Indonesia Wawasan

MetodologiPengajaran Agama Islam, h. 31-32

32Martinis Yamin,Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP,h. 5-7.

33Kunandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, h. 47.

   28

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 120: hubungan profesionalisme

120

28. Ibid., hal.21

Page 121: hubungan profesionalisme

121

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 122: hubungan profesionalisme

122

28. Ibid., hal.21

Page 123: hubungan profesionalisme

123

 

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 124: hubungan profesionalisme

124

Dalam penelitian ini, yang termasuk kategori guru Fiqih yang profesionaladalah guru yang memilki ijazah Strata 1 (S1) dengan latar belakang pendidikankeguruan dan telah berpengalaman dalam mengajar

28. Ibid., hal.21

Page 125: hubungan profesionalisme

125

 

5. Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal.76

6. Umar Tirtahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.233.7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal.17

Page 126: hubungan profesionalisme

126

 29yang bervariasi.d. Mampumenggunakan alatbantu pengajaran.e. Mampu Mengatur danmengubah suasanakelas.g. Mampu memberikanteguran bagi peserta didik.h. Mampu mengaturanmurid.i. Mampu memberireward dan sanksipada peserta didik.i. Mampu Memberipujian kepada peserta didik.dipersyaratkanuntuk melakukantugaspendidikandanpengajaran.1.4 Menilaikemajuanprosesbelajar-mengajar.a. Mampu membuat danmengkoreksi soal.b. Mampu memberikanhasil penilaian(raport ).c. Mampu mengadakanremedial.Dalam penelitian ini, yang termasuk kategori guru Fiqih yang profesionaladalah guru yang memilki ijazah Strata 1 (S1) dengan latar belakang pendidikankeguruan dan telah berpengalaman dalam mengajar

28. Ibid., hal.21