-
HUBUNGAN PERILAKU TENAGA TEKNISI ELEKTRONIK DENGAN
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) TERHADAP
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA(K3)
DI KECAMATAN KUALA BATEE
ACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
DENY GUSMADY
11C10104265
PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir-akhir ini, banyak kita lihat alat elektronik yang beredar
di pasar
global maupun lokal yang didesain sesuai dengan perkembangan
teknologi yang
semakin canggih. Hal ini membuat suatu sistem peredaran ekonomi
di suatu
negara semakin maju dan bahkan persaingan di segala bidang pun
semakin
meningkat sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki
oleh masing-
masing manusia.
Menurut Ennanoza (2008), para pemuda tertarik dan melirik
profesi bisnis
karena cukup menjanjikan masa depan yang cerah. Untuk
mengantisipasi
pekerjaan bisnis, mereka harus mempersiapkan bekal berupa sikap
dan mental
serta menguasai beberapa keterampilan, salah satunya
keterampilan di bidang
Elektronika. Akan tetapi, keterampilan ini dapat memberi peluang
terhadap resiko
terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja pada tenaga teknisi
elektronik yang
disebabkan oleh unsafe action (faktor manusia) dan unsafe
condition (faktor
lingkungan). Hal ini juga dikatakan oleh Anizar (2012), yang
mengutip catatan
International Labor Organization (ILO) di mana setiap tahunnya
terjadi 1,1 juta
kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan kerja,
dengan 300.000
kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah
kematian karena
penyakit akibat kerja, dimana diperkirakan terjadi sekitar 160
juta penyakit karena
pekerjaan setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat
ratusan juta
penduduk dunia bekerja dalam kondisi yang tidak sehat dan tidak
selamat.
1
-
2
Indonesia merupakan negara berkembang didunia dengan angka
penyakit
dan kecelakaan kerja yang masih sangat besar setiap tahunnya.
Hal ini juga
diungkapkan oleh Anizar (2012), yang menutip data Biro Pusat
Statistik dimana
jumlah tenaga kerja Indonesia pada tahun 1997 sebanya 89 juta
dan pada tahun
2000 sudah mencapai lebih dari 95 juta orang, Oleh karena itu
setiap pekerja di
Indonesia harus diberikan pengetahuan lebih dalam tentang
penyakit akibat kerja,
penyebabnya dan cara penanggulangannya.
Menurut penelitian, 80-85% kecelakaan kerja tersebut disebabkan
oleh
unsafe action. Oleh karena itu pencegahan harus berdasarkan
pengetahuan tentang
sebab-sebab kecelakaan. Hal ini dapat diketahui dengan
mengadakan analisa
tentang kecelakaan. Oleh karena itu, kebijakan perusahaan
memegang peranan
penting dalam mengatasinya dan tentu saja pihak pekerja memegang
peranan
penting untuk meminimalisasi kecelakaan tersebut (Anizar,
2012).
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam kesehatan kerja sesuai
dengan
Undang-Undang No.1 tahun 1970 yang mengatur tentang penyediaan
dan
penggunaan APD ditempat kerja, baik bagi pengusaha maupun tenaga
kerja
(Keusuma, T.A, 2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Kuala Batee
periode
Januari sampai dengan Juni 2014 tercatat 405 tindakan UGD (Unit
Gawat
Darurat) yang mana 6 diantaranya berprofesi sebagai tenaga
teknisi elektronik,
675 kasus penyakit ISPA dan 27 kasus menimpa tenaga teknisi
elektronik secara
ganda.
-
3
Dari hasil pengamatan tahap awal yang dilakukan pada teknisi
elektronik
di delapan tempat service yang ada di Kecamatan Kuala Batee
Kabupaten Aceh
Barat Daya (ABDYA) Tahun 2014, diketahui bahwa tenaga teknisi
elektronik
tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan
benar seperti
masker, goggles, penutup muka khusus, sepatu mengkonduktor,
sarung tangan
10.000 volt/3 menit dan pakaian pengaman sesuai fungsinya.
Padahal alat dan
bahan yang digunakan dapat mengancam kesehatan pekerja dan usaha
itu sendiri
seperti penggunaan solder, solder uap/Hot air, timah, cairan
rosin, pasta
solder/lowpet, cairan IPA dan cairan songka sehingga terjadi
gangguan kesehatan
seperti batuk, sesak, kesetrum/tersengat listrik, mata perih,
mudah lelah, luka pada
jari dan stres.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis ingin mengetahui
Hubungan
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tenaga Teknisi Elektronik Dengan
Penggunaan
APD Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Di Kecamatan
Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik
Dengan
Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun
2014.
-
4
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan Tenaga
Teknisi
Elektronik Dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan
Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
2. Untuk mengetahui hubungan Sikap Tenaga Teknisi Elektronik
Dengan
Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014
3. Untuk mengetahui Hubungan Tindakan yang dilakukan Tenaga
Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan tingkat Pengetahuan Tenaga Teknisi dengan
Penggunaan
APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
2. Ada hubungan Sikap Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD
Terhadap
K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
3. Ada hubungan Tindakan yang dilakukan Tenaga Teknisi
dengan
Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian
1.3.3. Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai Hubungan
Perilaku
Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD
-
5
2. Sebagai masukan dan bahan bacaan Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Teuku Umar (FKM-UTU)
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan para teknisi
elektronik
tentang pentingnya penggunaan APD pada saat bekerja
4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam
penggunaan APD.
1.3.4. Manfaat Praktis
1. Memberi informasi tentang penggunaan APD kepada para
teknisi
elektronik
2. Sebagai bahan pertimbangan dinas kesehatan dan tenaga kerja
dalam
upaya promosi kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai K3 dan penggunaan APD secara benar.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Teknisi Elektronik
Kata teknisi tidak asing lagi kita dengar dari masyarakat
karena
keberadaan teknisi sekarang sangat mudah dijumpai, teknisi
merupakan julukan
atau istilah yang disandang oleh seseorang yang bisa
menyelesaikan sesuatu
permasaalahan pada teknologi dengan dilandasi keahlian dan
profesi yang
dimiliki dalam dunia wirausaha.
Teknisi umumnya adalah seseorang yang menguasai bidang
teknologi
tertentu yang lebih banyak memahami teori bidang tersebut,
seperti insinyur.
Umumnya mereka lebih menguasai teknik dibandingkan layperson
rata-rata, atau
malah profesional dalam bidang itu. Pemahaman tingkat menengah
atas teori dan
teknik tingkat tinggi umumnya dikuasai oleh teknisi untuk
menjadi ahli dalam hal
peralatan tertentu dan Elektronika Secara Umum adalah ilmu yang
mempelajari
tentang listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara
mengontrol aliran
elektron atau partikel bermuatan listrik dalam suatu alat.
Pengendalian elektron ini
terjadi dalam ruangan hampa atau ruang yang berisi gas
bertekanan rendah seperti
tabung gas dan bahan semikonduktor. Seperti komputer, peralatan
elektronik,
termokopel, semikonduktor, dan lain sebagainya. sementara
pengertian elektronik
adalah kata sifat yang dapat kita hubungkan dengan
piranti-piranti kekal atau
sistem yang mengunakan piranti-piranti electron. (Mahdinursyah,
2009).
Menurut Ennanoza (2008) dalam dunia wirausaha ada beberapa
karakteristik yang perlu dimiliki dan perlu dikembangkan yaitu
berwatak luhur,
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologihttp://id.wikipedia.org/wiki/Insinyurhttp://id.wikipedia.org/wiki/Profesionalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Teorihttp://id.wikipedia.org/wiki/Ahlihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bidang_studihttp://id.wikipedia.org/wiki/Peralatan
-
7
kerja keras dan disiplin, mandiri dan realitis, prestatif dan
komitmen tinggi,
berfikir positif dan bertanggung jawab, dapat mengendalikan
emosi, tidak ingkar
janji dan tepat waktu, belajar dari pengalaman, memperhitungkan
resiko, merasa
kebutuhan orang lain, bekerja sama dengan orang lain,
menghasilkan sesuatu
untuk orang lain, memberi semangat orang lain, mencari jalan
keluar bagi setiap
permasaalahan, merencanakan sesuatu sebelum bertindak.
2.2. Alat dan Bahan Teknisi Elektronik
Dalam bekerja tentu saja harus ada alat dan bahan yang digunakan
sesuai
dengan pekerjaan yang dilakukan, begitu juga halnya dengan alat
dan bahan yang
digunakan oleh teknisi elektronik seperti yang dikatakan oleh
Daniswara dan
Riyan, (2007) yang mana alat dan bahan yang digunakan oleh
tenaga teknisi
adalah sebagai berikut ;
1. Obeng dengan berbagai jenis, untuk membuka dan memasang
baut,
2. Pinset, untuk mengambil dan memegang komponen IC atau baut
dengan cara
menjepit,
3. Multitester, (Avo Meter), untuk mengecek ada tidaknya
hubungan arus antar
komponen,
4. Solder, untuk mematri kaki-kaki komponen ke PCB (Print
Circuit Boar)
dengan menggunakan timah,
5. Solder uap (Hot Air), untuk mencairkan timah sehingga
memudahkan
pencabutan IC atau komponen lainnya dari PCB,
6. Power Supply, merupakan alat pengantar dan pembagi arus
listrik keseluruh
komponen sesuai kebutuhan,
-
8
7. Desktop multi, untuk pengisian arus pada baterai dalam tahap
awal,
8. Blower, untuk pelengkap pada saat menyolder komponen yang
akan
menghisap asap hasil dari solderan,
9. Lampu duduk, untuk alat bantu penerang,
10. Penjepit PCB, untuk menjepit PCB agar tidak lari-lari,
11. Bahan untuk servis ;
- Timah, untuk menyolder,
- Flug/cairan Rosin, untuk mengangkat IC,
- Kabel jumper, untuk menghubungkan satu komponen dengan
komponen
lainnya,
- Pasta solder (lowpet), untuk membersihkan mata solder,
- Cairan IPA, untuk membersihkan karat atau bekas cairan songka
(arpus),
- Cairan songka, untuk mendinginkan dan mempermudah pencairan
timah.
2.3. Penyakit Akibat Kerja di Tempat Servis Elektronik
Penyakkit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan,
alat, bahan, dan proses yang terjadi ditempat kerja (Anizar,
2012).
Penyakit akibat kerja di tempat servis elektronik dapat
digolongkan
kedalam golongan fisik (infrared), kimiawi (timah, cairan IPA),
biologis (debu),
fisiologis (ergonomis), fisikososial (beban kerja).
2.1.1. Golongan Fisik
Ruangan kerja di tempat servis elektronik dapat menimbulkan
konjungtivitas foto elektrika pada mata yang di sebabkan oleh
radiasi infra merah
yang ada pada sebahagian elektronik.
-
9
Pencegahan :
- Mengurangi lamanya paparan,
- Pengukuran dosis,
- Mempertahankan jarak aman,
- Memakai APD kobalt biru,
- Sheilding (mengurangi waktu kerja).
2.1.2. Golongan Kimiawi
Bahan yang digunakan dapat menimbulkan rasa nyeri kepala dan
iritasi
pada saluran napas yang disebabkan oleh cairan IPA.
Pencegahan :
- Pengawasan Hygiene yang baik ditempat kerja,
- Memakai masker.
2.1.3. Golongan Biologis
Ruangan kerja di tempat servis elektronik dapat menimbulkan
leptopirosis
dan tuberkulosis yang disebabkan oleh Bakteri.
Pencegahan :
- Mengurangi hewan reservior atau serangga vektornya,
- Pembatasan peredaran hewan vektor.
2.1.4. Golongan Fisiologis
Tempat kerja yang kurang ergonomis tidak sesuai dengan fisiologi
dan
anatomi manusia dapat berakibat cacat pada tubuh.
Pencegahan :
- Memperbaiki kondisi tempat kerja yang tidak ergonomis,
-
10
- Mengajarkan kepada para pekerja postur kerja yang benar sesuai
profesi
masing-masing.
2.1.5. Golongan Fisikososial
Penyakit akibat kerja pada golongan ini diakibatkan karena beban
kerja
yang terlalu berat dan melebihi kapasitas kerja manusia.
Pencegahan :
- Kerjasama yang baik antar pekerja,
- Waktu untuk refreshing,
- Bagi para pemimpin agar menghindari pemaksaan hasil kerja
maksimal yang
terlalu berlebihan dari para pekerja.
2.4. Kecelakaan Kerja di Tempat Servis Elektronik
Seperti yang kita ketahui, setiap kegiatan pasti ada dampak baik
dan
buruknya begitu juga dengan kegiatan yang dikerjakan oleh
teknisi elektronik,
berikut ini kegiatan yang berdampak buruk terhadap pekerja
diruangan service;
1. Aktivitas didepan komputer, resiko iritasi mata,
2. Perbaikan Liquid Colour Display (LCD)/layar, beresiko
jari/tangan terluka,
tergores pecahan kaca,
3. Pencucian PCB dan komponen-komponen, beresiko
terhirup/tertelan cairan
IPA,
4. Pensolderan, pencabutan dan penjamperan komponen-komponen,
beresiko
terhirup dan iritasi mata yang disebabkan oleh Asap dan uap
hasil pemanasan
serta tersengat anggota tubuh oleh solder dan gordak,
-
11
5. Pengecasan baterai dengan Power Supply/desktop multi,
beresiko cidera
anggota tubuh jika baterai meledak karena kelebihan arus,
6. Tersengat arus listrik pada saat pemeriksaan jalur pada
PCB.
2.5. Alat Pelindung Diri (APD)
Akhir-akhir ini banyak kita temui teknisi ditempat-tempat
service baik
usaha besar maupu kecil yang sangat minim dalam penggunaan Alat
Pelindung
Diri (APD), padahal penggunaannya sangat berpengaruh besar
terhadap kesehatan
dan keselamatan teknisi itu sendiri karena tanpa disadari bahan
dan alat yang
digunakan bisa saja mengancam teknisi tersebut, meskipun APD
tidak bisa
dengan sempurna menjadi benteng yang kokoh setidaknya bisa
menjadi
penyangga dalam arti kata bisa mencegah atau meminimalisasikan
resiko
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat pekerjaan.
Berdasarkan pendapat Anizar (2012) dalam bukunya cetakan ke 2
tahun
2012 yang berjudul “Teknik Keselamatan dan Kesehatan kerja di
Industri” APD
adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk
melindungi sebahagian
atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan
kerja. Hal ini
bukanlah berarti secara sempurna dapat melindungi tubuh si
pekerja, tetapi akan
dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Menurut
Anizar APD
adalah suatu kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh
bangunan yang
bekerja disebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung,
diwajibkan
menggunakannya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah
melalui
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Alat-alat demikian
harus
memenuhi persyaratan tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan
-
12
efektif terhadap jenis bahaya.
Anizar juga menyebutkan syarat-syarat yang harus diperhatikan
dan APD
yang digunakan oleh tenaga teknisi yaitu sebagai berikut;
1. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam APD;
a. Enak dan nyaman dipakai,
b. Tidak mengganggu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang
gerak
pekerja,
c. Memberikan perlindungan yang efektif terhadap segala
jenis
bahaya/potensi bahaya,
d. Memenuhhi syarat estetika,
e. Memperhatikan efek samping dari APD,
f. Mudah dalam pemeliharaan, tepat ukuran, tepat penyediaan, dan
harga
terjangkau.
2. APD yang digunakan oleh teknisi adalah sebagai berikut;
a. Masker, perlindungan ini untuk mengatasi partikel debu, uap
timah dan
asap hasil pemanasan,
b. Goggles, merupakan pelindung pada mata untuk mengatasi asap
dari hasil
pemanasan yang dapat menyebabkan keperihan,
c. Penutup muka khusus,
d. Sepatu pengaman, pekerja harus memakai sepatu mengkonduktor,
yaitu
sepatu tanpa paku/logam,
e. Sarung Tangan, sarung tangan terbuat dari karet tahan sampai
10.000 volt
selama 3 menit,
-
13
f. Pakaian pengaman, pakaian yang mampu melindungi tubuh pekerja
dari
bahaya yang timbul ditempat kerja.
2.6. Asas Pencegahan Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah sesuatu hal yang tidak dikehendaki dan
diluar
dugaan yang tidak kita ketahui kapan akan terjadinya, Setiap
akibat pasti ada
sebabnya begitu juga denga kecelakaan pasti ada sebabnya.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan
dengan
hubungan kerja pada perusahaan, hubungan kerja disini dapat
berarti bahwa
kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan
pekerjaan (Anizar, 2012).
Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat
mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh.
Secara umum penyebab kecelakaan ada 2 yaitu ;
1. Unsafe Action, yang disebabkan oleh hal-hal berikut ;
1) Ketidak seimbangan fisik tenaga kerja seperti ;
a. Posisi tubuh yang menyebabkan mudah lelah,
b. Cacat fisik,
c. Cacat sementara,
d. Kepekaan panca indra terhadap sesuatu.
-
14
2) Kurang pendidikan seperti ;
a. Kurang pengalaman,
b. Salah pengertian terhadap suatu perintah,
c. Kurang terampil,
d. Salah mengartikan SOP (Standard Operational Procedure)
sehingga
mengakibatkan kesalahan pemakaian alat kerja.
3) Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan
4) Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian
5) Pemakaian APD hanya berpura-pura
6) Mengangkut beban yang berlebihan
7) Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja.
2. Unsafe Condition, yang disebabkan oleh hal berikut ;
1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai,
2) Ada api di tempat bahaya,
3) Pengamanan gedung yang kurang standar,
4) Terpapar bising,
5) Terpapar radiasi,
6) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan,
7) Kondisi suhu yang membahayakan,
8) Dalam pengadaan pengamanan yang berlebihan,
9) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya.
Asas pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan oleh pihak
manajemen
perusahaan maupun oleh pihak pekerja atau tenaga kerja.
-
15
2.7. Undang-Undang K3
Dilihat dari dampak buruk yang menjadi suatu masalah kesehatan
dan
keselamatan kerja terhadap seluruh tenaga kerja, pemerintah juga
mengambil
suatu kebijakan yang dibubuhkan dalam undang-undang dan
keputusan presiden
sebagai berikut;
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
2. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
3. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang
Timbul
Akibat Hubungan Kerja.
2.8. Perilaku
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap
rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai
suatu aksi-reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila
ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut
rangsangan. Berarti
rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku
tertentu. Perilaku
manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan
respons serta
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan batasan perilaku yang dikutip oleh notoatmodjo,
(2012) dari
Skinner, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang
(organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.
-
16
2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap
stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain
dari orang yang
bersangkutan seperti yang dikatakan oleh notoatmodjo, (2012)
dalam bukunya
yang berjudul “Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan”
perilaku merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan
hasil bersama atau
resultant antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun
faktor eksternal.
Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan
mempunyai
bentangan yang sangat luas. Notoatmodjo juga memodisifikasi
teori bloom (1908)
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni;
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan,
pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebahagian besar pengetahuan manusia
diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kongnitif mempunyai enam
tingkat,
yaitu ;
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah
dipelajari sebelumnya.
-
17
b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication), adalah suatu kemampuan untuk
menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real
(sebenarnya).
d. Analisis (Analysis), adalah kemampuan untuk menjabarkan
materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
suatu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis), kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari
formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian
atau responden notoatmodjo, (2012).
2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi suatu respons seseorang yang masih
tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap
itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan
sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus-stimulus
sosial.
Notoatmodjo, (2012).
-
18
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan.
a. Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang
diberikan (objek).
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan
tugas yang diberikanadalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat diukur secara langsung dan tidak lansung.
Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden
notoatmodjo, (2012).
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Menurut notoatmodjo, (2012) Suatu sikap belum otomatis terwujud
dalam
suatu tindakan (overt behavoir). Untuk mewujudkan sikap menjadi
suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor
fasilitas, juga
-
19
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Praktik
ini mempunyai
beberapa tingkatan.
a. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu
sesuai
dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan
indikator
praktik tingkat pertama.
b. Mekanisme (Mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan
sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah
merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat kedua.
c. Adopsi (Adopsion), suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya
tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni
dengan
wawancara dengan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam,
hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara
lansung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden.
Pengukuran praktik (overt behavoir) juga dapat diukur dari hasil
perilaku
tersebut notoatmodjo, (2012).
-
20
2.10. Landasan Teori
Gambar 2.1 Landasan Teori
2.11. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 kerangka konsep
Perilaku
Teori
Notoatmodjo, 2012
Alat Pelindung
Diri (APD)
Teori
Anizar, 2012
Teknisi Elektronik
Teori
Mahdinursyah, (2009)
Alat dan Bahan Tenaga
Teknisi
Teori
Daniswara, Riyan, (2012)
Penyakit Akibat Kerja
ditempat Servis elektronik
Teori
Anizar, (2012)
Alat Pelindung Diri (APD)
Teori
Anizar, (2012)
Undang-Undang (UU) K3 - UU No.1 Tahun 1970 - UU No.23 Tahun 1992
- UU No.13 Tahun 2003 - Kepres No.22 Tahun
1993
Asas Pencegahan
Kecelakaan Kerja
Teori
Anizar, (2012)
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD)
-
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat Analitik dengan desain Cross Sectional,
dimana
peneliti di sini ingin melihat Hubungan Perilaku Tenaga Teknisi
Elektronik
Dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee
ABDYA
Tahun 2014 dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2010)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian berlokasi di tempat-tempat service elektronik yang
akan
dilakukan pada tenaga teknisi elektronik yang ada di Kecamatan
Kuala Batee
ABDYA Tahun 2014.
3.2.2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 08 s/d 15 Mei
2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga teknisi
elektronik yang
menyediakan jasa service di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun
2014 yaitu
sebanyak 34 jiwa.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah total dari populasi tenaga teknisi
elektronik
yang menyediakan jasa service di Kecamatan Kuala Batee ABDYA
Tahun 2014
sebanyak jumlah populasi yaitu 34 jiwa. Menurut Arikunto apabila
subjek kurang
21
-
22
dari 100, lebih baik semua subjek dijadikan sampel sehingga
penelitian tersebut
merupakan penelitian populasi (Arikunto, 1998).
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
dari
pengumpulan secara langsung oleh peneliti pada subjek dan objek
penelitian
dengan melakukan observasi, wawancara dengan menggunakan
kuisioner dan
angket terhadap tenaga teknisi elektronik yang menyediakan jasa
service di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014 yang termasuk dalam
sampel
penelitian ini.
3.4.2. Data Sekunder
Data skunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
secara tidak
langsung oleh peneliti dari kantor camat, serta
literatur-literatur lainnya tentang
tenaga teknisi elektronik yang menyediakan jasa service di
Kecamatan Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014 yang berhubungan dengan penelitian
ini.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Bebas (Independen)
NO Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Pengetahuan Kemampuan
responden dalam
hal pemahaman
terhadap
penggunaan APD
Terhadap K3
Wawancara Kuisioner 1. Baik 2. Kurang
Baik
Ordinal
-
23
2 Sikap Reaksi/respon
responden untuk
berperilaku yang
mempunyai
motivasi dalam
kesiapan
bertindak
terhadap
penggunaan APD
Terhadap K3
Wawancara Kuisioner 1. Setuju 2. Tidak
Setuju
Ordinal
3 Tindakan Perlakuan yang
ditimbulkan dari
pengetahuan dan
sikap responden
terhadap
penggunaan APD
Terhadap K3
Wawancara Kuisioner 1. Baik 2. Kurang
Baik
Ordinal
Variabel Terikat (Dependen)
4 Penggunaan
APD
Kelengkapan
APD yang
digunakan
responden pada
saat bekerja
Wawancara Kuisioner 1. Lengkap 2. Tidak
Lengkap
Ordinal
3.6. Aspek Pengukuran
3.6.1. Variabel Independen
Aspek pengukuran variabel independen adalah faktor yang
mempengaruhi
perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.
1. Variabel Pengetahuan
Untuk mengetahui pengatahuan responden tentang Penggunaan
APD
diajukan 5 butir pertanyaan berbentuk kuisioner. Setiap butir
pertanyaan yang
benar di beri skor 2, maka interval skor adalah 2x5=10, maka
kelompok rentang
skor variabel pengetahuan dibagi 2 kelompok sama besar
yaitu;
a. Baik : apabila total skor >5
b. Kurang baik : apabila total skor ≤5
-
24
2. Variabel Sikap
Untuk mengetahui sikap rasponden diajukan 5 butir pertanyaan
berbentuk
kuisioner. Setiap butir pertanyaan yang benar di beri skor 2,
maka interval skor
adalah 2x5=10, maka pengelompokan skor variabel sikap dibagi
menjadi 2
kelompok yaitu;
a. Setuju : apabila total skor >5
b. Tidak setuju : apabila total skor ≤5
3. Variabel Tindakan
Untuk mengetahui tindakan responden tentang Penggunaan APD
diajukan
5 butir pertanyaan berbentuk kuisioner. Setiap butir pertanyaan
yang benar di beri
skor 2, maka interval skor adalah 2x5=10, maka kelompok rentang
skor variabel
tindakan dibagi 2 kelompok sama besar yaitu;
a. Baik : apabila total skor >5
b. Kurang baik : apabila total skor ≤5
3.6.2. Variabel Dependen
Untuk mengetahui responden yang tidak menggunakan APD diajukan
2
butir pertanyaan berbentuk kuisioner. Setiap butir pertanyaan
yang benar di beri
skor 2, maka interval skor untuk variabel penggunaan APD adalah
2x2=4,
pengelompokan skor variabel penggunaan APD dibagi 2 kelompok
yaitu;
a. Lengkap : apabila total skor >2
b. Tidak lengkap : apabila total skor ≤2
-
25
3.7.1. Cara Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Editing ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang dapat di
olah
dengan baik sehingga mendapat informasi yang benar dengan
mengoperasikan kesalahan-kesalahan dalam pengisian atau
pengolahan data
2. Coding, adalah usaha untuk mengklasifikasikan
jawaban-jawaban
yang ada menurut macamnya dengan cara menanda masing-masing
jawaban dengan kode-kode tertentu
3. Tabulating adalah data yang diperoleh dikelompokkan dan
ditampilkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
3.8. Teknik Analisa Data
3.8.1. Univariat
Analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara deskritif
distribusi
frekuensi variabel-variabel yang diteliti baik variabel terikat
maupun bebas. Untuk
analisa ini semua variabel disajikan dalam bentuk proporsi skala
ordinal.
3.8.2. Bivariat
Analisa yang yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga
berhubungan atau korelasi. Dalam penelitian ini data akan
disajikan dalam bentuk
tabel narasi tabulasi silang (tabel cross sectional) dengan
menggunakan uji Chi-
Square (X2) pada tingkat kemaknaan 95% (0,05) dengan menggunakan
rumus ;
X2=∑ (fo-fe)
2
fe
-
26
Keterangan ;
X2
= Nilai Chi-Square
𝑓0 = Nilai Observasi
𝑓e = Nilai Ekspektasi
Jika nilai p-value < nilai α 0.05 maka HO diterima yang
berarti ada
hubungan dan jika nilai p-value > nilai α 0.05 maka HO
ditolak yang
berarti tidak ada hubungan.
-
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Keadaan Geografis
Kecamatan Kuala Batee terletak di Kabupaten Aceh Barat Daya
(ABDYA) dengan luas tanah ± 652.00 KM2 yang berjarak ± 20,60 KM
dari
ibukota kabupaten dan terdiri dari 21 desa, 3 mukim. Adapun
batas-batas wilayah
Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) sebagai
berikut ;
- Sebelah Utara = Kabupaten Gayo Lues
- Sebelah Selatan = Samudera Indonesia
- Sebelah Barat = Kecamatan Babahrot
- Sebelah Timur = Kecamatan Jeumpa.
4.1.2. Keadaan Demografis
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kecamatan dan
hasil
pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, Jumlah tempat service
elektronik
sebanyak 8 tempat dengan jumlah teknisi sebanyak 34 0rang. Untuk
lebih jelasnya
dapat di lihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Tempat Dan Tenaga Teknisi Elektronik
Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Tempat Jumlah Teknisi %
1. Amier Service 3 8.82
2. Andy Service 2 5.88
3. Burhan Service 2 5.88
4. Elecktro Service 4 11.76
5. JALEO Celluller 6 17.65
6. RJ Celluller 6 17.65
27
-
28
7. SUNY Celluller 3 8.82
8. SUNY LOVE Celluller 8 23.53
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Pendidikan Frekuensi %
1. Tamatan SD/Sederajat 0 0
2. Tamatan SLTP/Sederajat 8 23.53
3. Tamatan SMA/Sederajat 16 47.06
4. Tamatan PT/Sederajat 10 29.41
5. Kursus Elektronik 0 0
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak
berpendidikan tamatan SMA/Sederajat dengan 16 responden (47.06%)
dan yang
tidak ada sama sekali tamatan SD/Sederajat dan Kursus
Elektronik.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Kecamatan
Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014
No Umur Frekuensi %
1. 31 Tahun 4 11.76
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak
terdapat pada umur 21-25 tahun dengan 14 responden (41.18%)
sedangkan yang
paling sedikit umur >31 tahun dengan 4 responden
(11.76%).
-
29
Tabel 4.4 Distribusi Sarana Umum Di Kecamatan Kuala Batee
ABDYA
Tahun 2014
No Desa
SD
/MI
SL
TP
/MT
sN
SM
U/M
A
Pu
skes
mas
Pra
kte
k d
ok
ter
Po
s p
ersa
lin
an/p
oli
nd
es/
po
skes
des
Do
kte
r
Bid
an
Per
awat
/man
tri
Kes
ehat
an
Mes
jid
Su
rau
1. Lama Tuha 1 - - 1 - 1 - 1 - 1 2
2. Keude Baro - 1 - 2 - 1 - 1 2 2 2
3. Ie Mameh 1 - - 1 - - - 1 2 1 2
4. Alue Pisang 1 - - 1 - - 2 1 11 1 2
5. Krung Batee - - - - - 1 - 1 1 1 2
6. Lhok Gajah 1 - - - - 1 - 1 - 1 2
7. Muka Blang - - - 1 - - - 1 - 1 2
8. Padang Sikabu 1 1 1 - 1 - - 1 1 1 3
9. Lhung Gelumpang - - - - - 1 - 1 - 1 1
10. Alue Padee 2 - 1 1 - 1 - 1 2 1 2
11. Blang Panyang - - - 1 - 1 - 1 1 1 -
12. Kampung Tengah 1 - - 1 - 1 - 1 - 1 2
13. Blang Makmur 1 - - 1 - 1 2 1 12 3 3
14. Kuala Tereubu 1 - - 1 - 1 - 1 2 1 3
15. Pasar Kota Bahagia 2 1 1 - 1 1 - 1 - 2 4
16. Panto Cut 1 - - - - 1 - 1 - 1 3
17. Kota Bahagia 1 - - - - 1 - 1 - 1 2
18. Geulanggang Gajah 1 - - - - 1 - 1 - 1 2
19. Krung Panto 1 - - - - 1 - 1 - 1 3
20. Drien Beurumbang 1 1 - - - 1 - 1 - - 1
21. Rumah Panjang 1 - - - - 1 - 1 - 1 -
Jumlah 18 4 3 11 2 17 4 21 34 24 43 Sumber: Data Skunder (Kantor
Kecamatan 2014)
-
30
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Analisa Univariat
4.2.1.1. Pengetahuan
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di
Kecamatan
Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Pengetahuan Frekuensi %
1. Baik 14 41.2
2. Kurang baik 20 58.8
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden dengan pengetahuan kurang baik sebanyak 20 responden
(58.8%) dan
yang paling sedikit adalah dengan pengetahuan baik sebanyak 14
responden
(41.2%).
4.2.1.2. Sikap
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Di Kecamatan
Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014
No Sikap Frekuensi %
1. Setuju 16 47.1
2. Tidak setuju 18 52.9
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden dengan sikap tidak setuju sebanyak 18 responden
(52.9%) dan yang
paling sedikit adalah dengan sikap setuju sebanyak 16 responden
(47.1%).
Tindakan.
-
31
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Di Kecamatan
Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014
No Tindakan Frekuensi %
1. Baik 9 26.5
2. Kurang baik 25 73.5
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden dengan tindakan kurang baik sebanyak 25 responden
(73.5%) dan yang
paling sedikit adalah dengan tindakan baik sebanyak 9 responden
(26.5%).
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD
Teknisi
Elektronik Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Penggunaan APD Frekuensi %
1. Lengkap 12 35.3
2. Tidak lengkap 22 64.7
Jumlah 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah 2014)
Dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden dengan penggunaan APD tidak lengkap sebanyak 22
responden
(64.7%) dan yang paling sedikit adalah dengan penggunaan APD
lengkap
sebanyak 12 responden (35.3%).
4.2.2. Analisa Bivariat
Tabel 4.9 Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap
Penggunaan
APD Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Pengetahuan
Penggunaan APD Jumlah
Responden p-value OR Lengkap Tidak
Lengkap
N % N % N %
1 Baik 9 26.47 5 14.70 14 41.17
0.009 10.200 2 Kurang Baik 3 8.82 17 50 20 58.82
Jumlah 12 35.29 22 64.7 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah
2014)
-
32
Dari tabel 4.9 diketahui bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden yang berpengetahuan kurang baik dengan menggunakan APD
tidak
lengkap sebanyak 17 responden (50%), yang berpengetahuan baik
dengan
menggunakan APD lengkap sebanyak 9 responden (26.47%), yang
berpengetahuan baik dengan menggunakan APD tidak lengkap
sebanyak 5
responden (14.70%), dan yang berpengetahuan kurang baik dengan
menggunakan
APD lengkap sebanyak 3 responden (8.82%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji
chi-square dengan
tingkat keyakinan 95% dan konsentrasi kesalahan 5%, maka
diperoleh nilai p-
value 0.009 < α (0.05) maka HO diterima, yang berarti ada
hubungan antara
Pengatahuan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3
Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
Tabel 4.10 Distribusi Sikap Responden Terhadap Penggunaan APD
Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Sikap
Penggunaan APD Jumlah
Responden p-value OR Lengkap Tidak
Lengkap
n % N % N %
1 Setuju 10 29.41 6 17.64 16 47.05
0.006 13.333 2 Tidak Setuju 2 5.88 16 47.05 18 52.93
Jumlah 12 35.29 22 64.69 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah
2014)
Dari tabel 4.10 diketahui bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden yang bersikap tidak setuju dengan penggunaan APD tidak
lengkap
sebanyak 16 responden (47.05), yang bersikap setuju dengan
menggunakan APD
lengkap sebanyak 10 responden (29.41%), yang bersikap setuju
dengan
menggunakan APD tidak lengkap sebanyak 6 responden (17.64%), dan
yang
-
33
paling sedikit yang bersikap tidak setuju dengan menggunakan APD
lengkap
sebanyak 2 responden (5.88%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji
chi-square dengan
tingkat keyakinan 95% dan konsentrasi kesalahan 5%, maka
diperoleh nilai p-
value 0.006 < α (0.05) maka HO diterima, yang berarti ada
hubungan antara Sikap
Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di Kecamatan
Kuala
Batee ABDYA Tahun 2014.
Tabel 4.11 Distribusi Tindakan Responden Terhadap Penggunaan APD
Di
Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014
No Tindakan
Penggunaan APD Jumlah
Responden p-value OR Lengkap Tidak
Lengkap
n % N % N %
1 Baik 7 20.59 2 5.88 9 26.47
0.007 14.000 2 Kurang Baik 5 14.70 20 58.82 25 73.52
Jumlah 12 35.29 22 64.7 34 100 Sumber: Data Primer (Diolah
2014)
Dari tabel 4.11 diketahui bahwa dari 34 responden, yang paling
banyak adalah
responden yang tindakannya kurang baik dengan penggunaan APD
tidak lengkap
sebanyak 20 responden (58.82%), yang tindakannya baik dengan
menggunakan
APD lengkap sebanyak 7 responden (20.59%), yang tindakannya
kurang baik
dengan menggunakan APD lengkap sebanyak 5 responden (14.70%),
dan yang
paling sedikit yang berpengetahuan baik dengan penggunaan APD
tidak lengkap
sebanyak 2 responden (58.8%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji
chi-square dengan
tingkat keyakinan 95% dan konsentrasi kesalahan 5%, maka
diperoleh nilai p-
value 0.007 < α (0.05) maka HO diterima, yang berarti ada
hubungan antara
-
34
Tindakan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD Terhadap K3 Di
Kecamatan
Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
4.3. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
dari 34
sampel di delapan tempat service elektronik, maka diketahui
bahwa ada
Hubungan Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan
APD
Terhadap K3 di Kecamatan Kuala Batee ABDYA Tahun 2014.
4.3.1. Pengetahuan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa
ada
hubungan antara pengetahuan tenaga teknisi elektronik dengan
penggunaan APD
dimana dari 34 responden sebahagian besar responden yakni
sebanyak 14 orang
(100%) yang pengetahuannya dikatagorikan baik terdapat 9 orang
(26.47%) yang
menggunakan APD secara lengkap bila dibandingkan dengan
katagori
pengetahuan yang kurang baik dimana dari 20 orang ternyata
terdapat 17 orang
(50%) yang tidak menggunakan APD secara lengkap. Tahu
didevinisikan dari
pengetahuan yang bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
didalam diri
seseorang terjadi proses yang berurutan (Notoatmodjo, 2012).
Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan
tidak
adanya sosialisasi oleh pihak terkait mengenai APD. Hasil dari
penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Teuku
AdrianKeusuma
(2008) yang mana ia menyebutkan bahwa ada hubungan antara
Pengetahuan
dengan Penggunaan APD.
-
35
4.3.2. Sikap
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa
ada
hubungan antara sikap tenaga teknisi elektronik dengan
penggunaan APD dimana
dari 34 responden sebahagian besar responden yakni sebanyak 16
orang yang
sikapnya dikatagorikan setuju terdapat 10 orang (29.41%) yang
menggunakan
APD secara lengkap bila dibandingkan dengan katagori sikap yang
tidak setuju
dimana dari 18 orang ternyata terdapat 16 orang (47.05%) yang
tidak
menggunakan APD secara lengkap. Hal ini disebabkan karena reaksi
atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap sesuatu stimulus
atau objek, sikap itu
tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
dahulu dari perilaku
yang tertutup (Notoatmodjo, 2012).
Sikap timbul dari pengetahuan dan sikap dapat diperoleh dan
diubah maka
dari itu sikap tenaga teknisi elektronik yang kurang setuju
dapat diubah dengan
cara mencari pengalaman-pengalaman atau ilmu-ilmu yang dapat
dipelajari, ilmu
yang dipelajari tidak hanya dari satu orang tetapi dari semua
orang dengan berbagi
ilmu dan pengalaman-pengalaman yang ada. Penelitian ini tidak
sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Teuku AdrianKeusuma (2008)
yang mana ia
menyebutkan bahwa ada hubungan antara Sikap dengan Penggunaan
APD.
4.3.3. Tindakan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa
ada
hubungan antara tindakan tenaga teknisi elektronik dengan
penggunaan APD
dimana dari 34 responden sebahagian besar responden yakni
sebanyak 9 orang,
yang tindakannya dikatagorikan baik terdapat 7 orang (20.59%)
yang
-
36
menggunakan APD secara lengkap bila dibandingkan dengan katagori
tindakan
yang kurang baik dimana dari 25 orang ternyata terdapat 20 orang
(58.82%) yang
tidak menggunakan APD secara lengkap. Hal ini disebabkan karena
tenaga teknisi
elektronik kurang memahami bagaimana tindakan yang harus
dilakukan dalam
penggunaan APD.
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain
adalah fasilitas
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang telah
dilakukan oleh Tendra Saputra (2013) yang mana ia menyebutkan
bahwa ada
hubungan antara Tindakan dengan penggunaan APD.
-
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah di lakukan di delapan tempat
service
elektronik yang ada di kecamatan Kuala Batee ABDYA, tentang
Hubungan
Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD
Terhadap K3,
maka penulis mengambil kesimpulan bahwa ;
1. Hubungan tingkat Pengetahuan Tenaga Teknisi dengan Penggunaan
APD
Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA masih sangat erat
karena
masih kurangnya tingkat pengetahuan tenaga teknisi Elektronik.
Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang telah diperoleh dengan nilai
p-value = 0.009
< α (0.05),
2. Ada hubungan Sikap Tenaga Teknisi dengan Penggunaan APD
Terhadap K3
Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA masih sangat erat karena
masih
banyaknya sikap yang tidak setuju dari tenaga teknisi
Elektronik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian yang telah diperoleh dengan nilai
p-value = 0.006
< α (0.05),
3. Ada hubungan Tindakan yang dilakukan Tenaga Teknisi dengan
Penggunaan
APD Terhadap K3 Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA masih sangat
erat
karena masih banyaknya tindakan yang kurang baik dari tenaga
teknisi
Elektronik. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang
telah diperoleh
dengan nilai p-value = 0.007 < α (0.05).
37
-
38
5.2. Saran
1. Sebagaimana hasil observasi, peneliti menemukan bahwa ada
hubungan
Perilaku Tenaga Teknisi Elektronik Dengan Penggunaan APD
Terhadap K3
Di Kecamatan Kuala Batee ABDYA, sehingga diharapkan kepada
tenaga
teknisi elektronik dan pihak pengelola usaha agar menyediakan
dan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap dan benar
sesuai
dengan fungsi dan keperluannya, guna menjaga Kesehatan dan
Keselamatan
Kerja K3 teknisi sendiri dan perusahaan,
2. Diharapkan kepada petugas di kantor kecamatan kuala batee
kabupaten Aceh
Barat Daya (ABDYA) yang membidangi bagian kesehatan agar dapat
bekerja
sama dengan pihak-pihak terkait,
3. Diharapkan kepada petugas bidang promosi kesehatan (promkes)
di dinas
kabupaten Aceh Barat Daya (ABDYA) agar dapat melaksanakan
tugasnya di
bidang promotif dan preventif, terutama terhadap Kesehatan dan
Keselamatan
Kerja (K3), sehingga tenaga teknisi elektronik dapat bekerja
dengan optimal
dan hasil yang memuaskan.
-
DAFTAR PUSTAKA
Anizar, 2012, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Industri. 2(1): 3-4
dan 85-103, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Daniswara, S ; Riyan, 2007, Mencari & Memperbaiki Kerusakan
Pada Hand
Phone. Jilid pertama, terbitan ke sembilan, Jakarta Selatan,
PT.Kawan
Pustaka.
Ennanoza, 2008, KEWIRAUSAHAWAN, 1, 1, 1-20, Banda Aceh,
Poltekkes
Depkes Nad.
Gusmady, D, 2009, Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Tenaga
Kesehatan
Lingkungan Dalam Menuju Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
di Gampoeng Gue Gajah Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh
Besar, 1, 1, Banda Aceh, Poltekkes Depkes Nad.
Keusuma, T.A, 2008, Perilaku tenaga Laboratorium Terhadap
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada UPTD Laboratorium
Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam Kota Banda Aceh, 1, 1,
Banda
Aceh, Poltekkes Depkes Nad.
Mahdinursyah, 2009, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Elektronik,
1, 1, Banda
Aceh, Poltekkes Depkes Nad.
Marniati, 2014, Pedoman Penulisan Proposal dan Penelitian
Skripsi Program
Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Meulaboh, Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar.
Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, 1, 1,
Jakarta, Renika
Cipta.
Notoatmodjo, S, 2012, Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan,
1, 1,
Jakarta, 137-144, PT.Rineka Cipta.
-
Saputra, T, 2013, Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada
Kecelakaan
Pekerja di PT SOCFIDO Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan
Raya, 1, 1, 45-52, Meulaboh, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas
Teuku Umar.
Sudjana, 2002, Metoda Statistika,1, 1, 492, Bandung, PT.
Tarsito
Sunyoto, D, 2010, Uji KHIKuadrat dan Regresi untuk Penelitian,
1, 1, 2-7,
Yogyakarta, Graha Ilmu
-Unlicensed-1 Caver luar-Unlicensed-11 BAB I-Unlicensed-12 BAB
II-Unlicensed-13 BAB III-Unlicensed-14 BAB IV-Unlicensed-15 BAB
V-Unlicensed-16 DAFTAR PUSTAKA