BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Sabandar (2008), dekubitus juga terjadi dengan frekuensi yang cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh karena imobilisasi yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik. Dan Feigin (2007), juga mengatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian setelah stroke tanpa pencegahan yang memadai, pada 10-20% pasien mengalami dekubitus dengan atau tanpa disertai infeksi. Dekubitus merupakan kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang 1
86
Embed
Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Pencegahan Dekubitus
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Sabandar (2008), dekubitus juga terjadi dengan frekuensi
yang cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh karena imobilisasi
yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik. Dan Feigin (2007), juga
mengatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian setelah stroke
tanpa pencegahan yang memadai, pada 10-20% pasien mengalami
dekubitus dengan atau tanpa disertai infeksi.
Dekubitus merupakan kerusakan/kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka
tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompressi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony
prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Kompressi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada
daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan
akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Sutanto, 2008).
1
1
Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien
dengan penyakit kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien lumpuh
dalam waktu lama, bahkan saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder
yang banyak dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di Rumah Sakit
(Morison, 2003).
Angka prevalensi yang dilaporkan berbeda direntang antara 3%-11%
Tiga elemen dasar yang menjadi dasar terjadi dekubitus, yaitu :
intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler, durasi dan
besarnya tekanan, dan toleransi jaringan.
Menurut Meehan (1994), tempat yang paling sering terjadi
dekubitus adalah sacrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokanter besar,
dan tuberositis iskial (Potter, Perry, 2005).
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dengan
tekanan. Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar
pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat
mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar
daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan
aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jika tekanan dihilangkan
sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih
kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif (Potter, Perry,
2005).
6. Pencegahan dekubitus
Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor resiko
klien. Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang
mempercepat terjadinya dekubitus, seperti suhu ruangan panas
36
(penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen tempat tidur yang berkerut
(Potter, Perry, 2005).
Identifikasi awal pada klien beresiko dan faktor-faktor resikonya
membantu perawat mencegah terjadinya dekubitus. Pencegahan
meminimalkan akibat dari faktor-faktor resiko atau faktor yang member
kontribusi terjadinya dekubitus. Tiga area intervensi keperawatan utama
mencegah terjadinya dekubitus adalah perawatan kulit, yang meliputi
higienis dan perawatan kulit topical ; pencegahan mekanik dan
pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi,
penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik ; dan pendidikan (Potter,
Perry, 2005).
Potter, Perry (2005), menjelaskan tiga area intervensi keperawatan
dalam pencegahan dekubitus, yaitu :
a. Higiene dan perawatan kulit
Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada
perlindungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien
dikaji terus-menerus oleh perawat, daripada delegasi ke tenaga
kesehatan lainnya. Jenis produk untuk perawatan kulit sangat banyak
dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari
pemakaiannya. Sabun dan lotion yang mengandung alkohol
menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit.
37
Residu alkalin menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit,
dan meningkatkan pertumbuhan bakteri oportunistik yang berlebihan,
yang kemudian dapat masuk pada luka terbuka.
b. Pengaturan posisi
Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi takanan dan
gaya gesek pada kilit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur
setiggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan perluang terjadinya
dekubitus akibat gaya gesek. Posisi klien immobilisasi harus diubah
sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi, dan rutinitas
sehari-hari. Oleh karena itu standar perubahan posisi dengan interval
1 ½ sampai 2 jam mungkin tidak dapat mencegah terjadinya
dekubitus pada beberapa klien. Telah direkomendasikan penggunaan
jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh klien
minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat Bantu
unuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang. Untuk
mencegah cidera akibat friksi, ketika mengubah posisi, lebih baik
diangkat daripada diseret. Pada klien yang mampu duduk di atas kursi
tidak dianjurkan duduk lebih dari 2 jam.
c. Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)
Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur
khusus, telah dibuat untuk mengurangi bahaya immobilisasi pada
sistem kulit dan muskuloskeletal. Tidak ada satu alatpun yang dapat
38
menghilangkan efek tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami
perbedaan antra alas atau alat pendukung yang dapat mengurangi
tekanan dan alat pendukung yang dapat menghilangkan tekanan. Alat
yang menghilangkan tekanan dapat mengurangi tekanan antar
permukaan (tekanan antara tubuh dengan alas pendukung) dibawah
32 mmHg (tekanan yang menutupi kapiler. Alat untuk mengurangi
tekanan juga mengurangi tekanan antara permukaan tapi tidak di
bawah besar tekanan yang menutupi kapiler.
Potter, Perry (2005), mengidentifikasi 9 parameter yang digunakan
ketika mengevaluasi alat pendukung dan hubungannya dengan setiap tiga
tujuan yang telah dijelaskan tersebut :
a. Harapan hidup
b. Kontrol kelembaban kulit
c. Control suhu kulit
d. Redistribusi tekanan
e. Perlunya servis produk
f. Perlindungan dari jatuh
g. Kontrol infeksi
h. Kemudahan terbakar api dan
i. Friksi klien/produk
39
7. Penatalaksanaan dekubitus
Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik
yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa
disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk
dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi.
Beberapa aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan
luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang ade kuat dan
cara penghilang tekanan (Potter, Perry, 2005).
Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk
lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus,
eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan
granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1
kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi
karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi
perawatan. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses
penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter, Perry, 2005).
D. STROKE
1. Definisi
Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti stroke
adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh
darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah,
40
penyempitan pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh darah Feigin
(2007).
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan,
dengan gejala lemas/lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai hilang
kesadaran, dan kematian (Junaidi, 2008).
2. Penyebab dan penggolongan stroke
Serangan stroke disebabkan oleh dua hal utama, yaitu
penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otak yang disebut stroke
iskemik/non perdarahan dan karena adanya perdarahan di otak yang
disebut stroke hemoragik/perdarahan (Junaidi, 2008).
Menurut Feigin (2007), stroke iskemik biasanya disebabkan oleh :
a) Sumbatan oleh bekuan darah (ateroma)
b) Penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke
otak, atau
c) Embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakrani
(arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di
satu atau beberapa arteri intrakrani (arteri yang ada di dalam
tengkorak) ini disebut infark otak atau stroke iskemik.
41
Lalu Junaidi (2008), menambahan penyebab stroke iskemik yaitu:
d) Infeksi
Stroke bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah yang menuju otak.
e) Obat-obatan
Obat-obatan juga dapat menyebabkan stroke, seperti kokain dan
amfetamin, dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah di
otak dan menyebabkan stroke.
f) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah keotak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya
parah dan menahun. Hal ini tejadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cidera atau pembedahan,
serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
Stroke hemorogik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan
otak (hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke
dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan yang menutupi otak (hemoragia subaraknoid) Feigin (2007).
42
3. Faktor resiko
Sebagian besar besar stroke terjadi akibat kombinasi faktor
penyebab medis (misalnya, peningkatan tekanan darah) dan penyebab
perilaku (misalnya merokok). Penyebab-penyebab ini disebut “faktor
resiko”. Sebagin faktor resiko dapat dikendalikan atau dihilangkan sama
sekali baik dengan cara medis misalnya minum obat tertentu, atau
dengan cara nonmedis misalnya dengan perubahan gaya hidup. Ini
disebut faktor resiko yang dapat dimodifikasi (Feigin, 2007).
Feigin (2007) menyatakan sejumlah faktor resiko yang tidak dapat
diubah atau dimodifikasi mencakup penuaan, kecenderungan ginetis dan
suku bangsa. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi mencakup:
a) Hipertensi
b) Tinggi kandar zat-zat berlemak seperti kolesterol di dalam darah
c) Aterosklerosis (mengerasnya arteri)
d) Berbagai gangguan jantung, termasuk febrilasi atrium (denyut jantung
tidak teratur), diabetes, dan aneurisma intrakranium yang belum
pecah.
e) Riwayat stroke dalam keluarga atau penanda ginetis lainnya
f) Migraine
g) Masalah medis lain mencakup berbagai gangguan darah seperti
penyakit sel sabit dan kelainan pembekuan darah, serta adanya
antibody antifosfolipid.
43
h) Merokok
i) Mengkonsumsi alcohol
j) Inaktivitas fisik (kurang aktif secara fisik)
k) Mengkonsumsi kontrasepsi oral
l) Mendengkur dan apnea tidur
m) Menggunakan terapi sulih hormone
n) Kehamilan
o) Stress dan depresi
p) Menyalah gunaan narkoba
q) Kelebihan berat badan (obesitas)
r) Cidera leher
s) Dan faktor resiko lain seperti infeksi virus dan bakteri
4. Gejala dan tanda stroke
Menurut Junaidi (2008), berikut ini adalah gejala dan tanda-tanda
stroke yang lebih menditail :
a) Adanya serang defisit neurologist fokal, berupa kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai, atau salah satu sisi tubuh
b) Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan, tungkai,
atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah, terasa
kesemutan, terasa seperti terkena cabai, rasa terbakar
c) Mulut, lidah mencong bila diluruskan
44
d) Gangguan menelan seperti sulit menelan, minum suka tersedak
e) Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak
sesuai dengan keinginan, pelo, sengal, bicara ngaco, kata-katanya
tidak dapat difahami (afasia). Bicara tidak lancer, hanya sepatah-
sepatah kata yang terucap
f) Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
g) Tidak memahami pembicaraan orang lain
h) Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan
i) Tidak dapat berhitung, kepadaian menurun
j) Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
k) Hilangnya kendali terhadap kandung kemih seperti kencing yang tidak
disadari
l) Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil
m) Menjadi pelupa (dimensia)
n) Vertigo (pusing, puyeng), atau perasan berputar yang menetap saat
tidak beraktivitas
o) Awal terjadinya penyakit (onset), mendadak, dan biasanya terjadi pada
saat beristirahat atau bagung tidur
p) Hilangnya penglihatan berupa penglihatan yang terganggu sebagian
lapang pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa
nyeri, penglihatan gelap atau ganda sesaat
q) Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh
45
r) Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran berupa tuli satu
telinga atau pendengaran kurang
s) Menjadi lebih sensitif seperti mudah menagis atau tertawa
t) Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur
u) Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terorganisasi dengan
baik, sempoyongan, atau terjatuh
v) Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri (koma)
5. Akibat yang dapat ditimbulkan stroke
Sebagian stroke bersifat fatal, sementara yang lain menyebabkan
cacaat tetap atau sementara. Sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami
stroke akut akan meningggal dalam 1 bulan pertama 3 dari 10 orang
meninggal dalam 1 tahun, 5 dari 10 orang yang meninggal dalam 5 tahun,
dan 7 dari 10 orang meninggal dalam 10 tahun. Tanpa pencegahan yang
memadai 10-20% pasien mengalami dekubitus (luka akibat terlalul lama
tidur/berbaring) dengan atau tanpa disertai infeksi dalam bulan pertama.
Dekubitus adalah salah satu penyebab utama kematian setelah stroke
(Feigin, 2007).
Junaidi (2008), mengemukakan beberap kecacatan yang mungkin
diderita pasien pascastroke :
a) Tidak mampu berbicara atau kemampuan kemampuan berkomunikasi
menjadi berkurang
46
b) Tidak mampu berjalan secara mandiri, perlu bantuan orang lain atau
alat.
c) Gangguan buang air besar, ngompol
d) Gangguan menelan atau makan
e) Ketidak mampuan berpindah posisi, misal dari tempat tidur ke kursi
f) Perlu bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari misalnya
berpakaian mandi mencuci dan lain-lain.
6. Pemeriksaan yang dilakukan di Rumah Sakit
Menurut Feigin (2007), pemeriksaan yang dilakukan di Rumah
sakit meliputi :
a) CT (Computerised Tomography) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
b) Ultrasonografi dan MRA (Magnetic Resonance Angiography)
c) Angiografi otak
d) Pungsi lumbal
e) EKG (Elektrokardiografi)
f) Ekokardiografi
g) Foto torak
h) Pemeriksaan darah dan urin
47
7. Penatalaksanaan stroke
Menurut Junaidi (2008), keadaan khusus yang perlu mendapat
penanganan :
a) Hipertensi
b) Kelainan fungsi jantung
c) Hiperglikemia
d) Hemoglobin yang rendah
e) Penurunan kadar albumin
Penatalaksanaan pada stroke iskemik yang ideal adalah sesuai
dengan patofisiologinya, dan kemajuan dalam bidang biologi molekuler,
seluler, dan subseluler membuktikan bahwa sel neuron yang terancam
mati dan terganggu fungsinya pada serangan stroke bukan hanya di
daerah lesi melainkan juga di daerah sekitarnya yaitu di daerah
penumbra. Jadi penanganan pertama yang ideal untuk stroke adalah
tindakan umum suportif yang dilakukan mulai pre-hospital (dirumah
penderita, selama transportasi, atau di klinik) sampai di ruang gawat
darurat rumah sakit sebelum dikonsultasikan kepada spesialis saraf untuk
penanganan yang lebih khusus. Biasanya diberikan oksigen dan dipasang
infuse untuk memasukkan cairan dan zat makanan, dan diberi terapi
sesuai keadaan atau proses tahapan strokenya. Obat terapi khusus
stroke iskemik adalah obat trombolitik (penghancur thrombus atau
sumbatan pembuluh darah), obat anti agregasi trombosit/antikoagulan
48
(anti pembekuan darah), neuroprotektan (pelindung saraf), dan antagonis
kalsium seperti nimodipin (Junaidi, 2008).
E. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian ini adalah :
Skema 2.1 : Kerangka konsep hubungan pengetahuan perawat
dengan pencegahan dekubitus pada pasien stroke
berdasarkan pendidikan, pengalaman, dan usia.
Variabel Independen Variabel Dependen
F. HIPOTESA PENELITIAN
1. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan
pencegahan dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun
2009.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
49
Pengetahuan Perawat :
Pendidikan
Lama kerja
Usia
Pencegahan Dekubitus pada pasien stroke
2. Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan perawat dengan
pencegahan dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun
2009.
Ha : Ada hubungan antara pendidikan perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
3. Ho : Tidak ada hubungan antara lama kerja perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
Ha : Ada hubungan antara lama kerja perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
4. Ho : Tidak ada hubungan antara usia perawat dengan pencegahan
dekubitus di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
Ha : Ada hubungan antara usia perawat dengan pencegahan dekubitus di
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Tahun 2009.
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis survei bersifat deskriptif analitik
dengan desain cross sectional yaitu melihat apakah ada hubungan
pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien stroke
(Notoatmodjo, 2005).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah Di RSUD Dr.
RM. Djoelham Binjai dengan pertimbangan :
a. Tersedianya jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian.
b. RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai merupakan rumah sakit milik
pemerintah dengan tipe B yang merupakan lahan praktek bagi
mahasisiwa/i program D III dan S I Keperawatan Universitas Prima
Indonesia Medan.
c. Lokasi penelitian berada di tengah Kota Binjai dan merupakan jalur
transfortasi sehingga dapat mudah dijangkau oleh peneliti.
51
50
2. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2009 di RSUD Dr. RM.
Djoelham Binjai.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang
bertugas di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai pada tahun 2009 yang
berjumlah 252 orang.
2. Sampel
a. Besar sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat RSUD Dr. RM. Djoelham
Binjai pada bulan Juli 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Berdasarkan jumlah populasi perawat pelaksana pada bulan
Juli 2009 yaitu sebanyak 252, didapatkan perawat yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 54 orang. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka ditetapkan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 54 orang.
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara
porposive sampling atau pengambilan sampel yang didasarkan pada
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (kriteria inklusi
52
dan eksklusi). Subjek penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana
RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kriteria Inklusi:
1. Perawat pelaksana penyakit dalam (Ruang Melati dan
Flamboyan) ruang ICU.
2. Setuju mengikuti penelitian (inform concent)
Kriteria eksklusi:
1. Perawat pelaksana yang bukan bertugas di ruang penyakit dalam
(Ruang Melati dan Flamboyan) dan ICU.
2. Tidak setuju mengikuti penelitian (inform concent)
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui data
primer yang diperoleh dari pemberian kuesioner yang diberikan pada perawat
di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai tahun 2009. Lalu peneliti melakukan
penelitian dan memperoleh data dengan memberikan kuesioner pada
responden untuk diisi, setelah diisi oleh responden peneliti mengumpulkan
kembali kuesioner tersebut untuk selanjutnya dikoreksi dan diolah untuk
mendapatkan hasil penelitian.
53
E. Definisi Operasional
VariabelDefinisi
OperasionalParameter Alat Ukur
Skala Ukur
Kode
Variabel independentPengetahuan
Pendidikan
Lama kerja
Usia
Perawat Mengerti dan paham untuk melakukan suatu tindakan tertentu dalam pencegahan dekubitus
Suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian yang di dapat dari dalam dan luar sekolah yang di jalani seseorang untuk mendalami ilmu keperawatan
Lama peristiwa atau kejadian yang telah dialami perawat dalam pencegahan dekubitus dari awal masuk RS hingga saat dikaji
Ukuran hidup seseorang perawat sejak lahir hingga perawat diteliti
a.Berpengetahuan baik dalam pencegahan dekubitus
b.Berpengetahuan cukup dalam pencegahan dekubitus
c. Kurang tahu mencegah dekubitus
d.Pengetahuan tidak baik untuk mencegah dekubitus
a.Tamatan SPKb.Tamatan D-III
Keperawatanc. Tamatan S-I Keperawatan
a.Mempunyai pengalaman kerja < 2 tahun
b.Mempunyai pengalaman kerja ≥ 2 tahun
a.20-30 tahunb.30-40 tahunc. >40 tahun
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Ordinal
Ordinal
Nominal
Ratio
1)Baik (76-100%)
2)Cukup (56-75%)
3)Kurang (40-55%)
4)Tidak baik (<40%)
1)SPK2)D-III
Keperawatan 3)S-I keperawatan
1)< 2 tahun
2)≥ 2 tahun
1)20-30 tahun2)31-40 tahun3)>40 tahun
Variabel dependentPencegahan dekubitus pada pasien stroke
Pencegahan yang dilakukan pada luka akibat lama berbaring akibat serangan stroke
a.Dapat mencegah dekubitus pada pasien stroke
b.Tidak dapat mencegah dekubitus pada pasien stroke
Kuesioner Nominal 1)Ya
2)Tidak
54
F. Aspek Pengukuran
1. Pengukuran
Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner, maka dapat
dikategorikan pengetahuan dalam 4 kategori, yaitu:
a. Baik, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh total nilai
13-16 atau 76-100% (kode 1).
b. Cukup, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh total
nilai 9-12 atau 56-75% (kode 2).
c. Kurang, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh total
nilai 5-8 atau 40-55% (kode 3).
d. Tidak baik, bila responden menjawab pertanyaan dan memperoleh
total nilai 0-4 atau <40% (kode 4).
2. Pencegahan Dekubitus
Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh dari kuesioner, maka dapat
dikategorikan pencegahan dekubitus dalam 2 kategori, yaitu:
a. Ya, bila responden menjawab semua pertanyaan dengan benar
dengan nilai 5 atau 100% (kode 1)
b. Tidak, bila responden tidak dapat menjawab benar dari semua
pertanyaan <5 atau <100% (Kode 2).
55
3. Umur
Umur dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
a. 20-30 tahun, jika responden berusia < 20 tahun (kode 1).
b. 31-40 tahun, jika responden berusia 20-40 tahun (kode 2).
c. > 40 tahun, jika responden berusia > 40 tahun (kode 3).
4. Lama Kerja
Lama kerja dikategorikan ke dalam 2 kategori, yaitu:
a. < 2 tahun, jika responden bekerja < 2 tahun (kode 1).
b. ≥ 2 tahun, jika responden berusia ≥2 tahun (kode 2).
5. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
a. SPK, jika responden mendapatkan pendidikan formal
terakhir di SPK (kode 1).
b. D-III Keperawatan, jika responden mendapatkan
pendidikan formal terakhir D-III Keperawatan (kode 2).
c. S1 Keperawatan, jika responden mendapatkan
pendidikan formal terakhir S1 Keperawatan (kode 3).
56
G. Uji Statistik
Untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu
pengetahuan perawat dan variabel dependen yaitu pencegahan dekubitus
pada pasien stroke dilakukan uji statistik chi square (X2). Dasar pengambilan
keputusannya dapat dilakukan dengan perbandingan chi square uji hitung
dan tabel dimana :
1. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan pengetahuan perawat maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan pengetahuan perawat maka Ho ditolak, Ha
diterima.
2. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan pendidikan perawat maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan pendidikan perawat maka Ho ditolak, Ha
diterima.
3. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan lama kerja perawat maka Ho diterima, Ha
ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan lama kerja perawat maka Ho ditolak, Ha
diterima.
4. Jika X2hit < X2
tab berdasarkan usia perawat maka Ho diterima, Ha ditolak.
Jika X2hit > X2
tab berdasarkan usia perawat maka Ho ditolak, Ha diterima.
57
H. Pengolahan dan Analisis Data
1. Tekhnik Pengolahan Data
a. Editing
Dilakukan pengecekan atau kelengkapan data yang telah terkumpul.
Bila terdapat kesalahan atau kekurangan data maka akan di perbaiki
dengan memeriksa serta dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Cooding yaitu data telah diedit, diubah kedalam kode atau angka.
Dalam hal ini pengolahan data memberikan kode kepada semua
variable, kemudian mencoba menentukan tempatnya didalam coding
sheet (coding form), dalam beberapa kolom baris ke berapa.
c. Tabulating
Data yang telah lengkap dihitung sesuai dengan variable yang
diperbaiki kemudian data dimasukkan kedalam distribusi frekuensi.
d. Entry
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke program
komputer untuk diolah dengan SPSS (Statistik Product Service
Solution) versi 16.
58
2. Analisa Data
Semua data yang diperoleh dibuat suatu analisa sehingga data
tersebut dapat memberi makna yang berguna untuk memecahkan
masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan analisa :
1. Univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran masing-masing
variabel. Data tersebut ditampilkan dalam tabel frekuensi.
2. Bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
Pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien
stroke menggunakan uji chi-square (x2) didapat P<0,05 atau
confidence levelnya 95% dengan kriteria jika xhitung > xtabel
maka ada
hubungan pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada
pasien stroke dan jika xhitung < xtabel maka tidak ada hubungan
pengetahuan perawat dengan pencegahan dekubitus pada pasien