BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau . Hak akan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar dari warga negara Indonesia, sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang disediakan adalah puskesmas. Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi ujung tombak pembangunan bidang kesehatan (Muninjaya, 2004). Tuntutan masyarakat saat ini akan pelayanan kesehatan yang bermutu semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat. Puskesmas diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memberikan kepuasan bagi masyarakat. Persaingan yang semakin ketat dengan fasilitas pelayanan primer lainnya juga 1
91
Embed
hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau . Hak akan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar
dari warga negara Indonesia, sehingga pemerintah wajib menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan untuk
masyarakat yang disediakan adalah puskesmas.
Puskesmas merupakan unit teknis pelayanan dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Puskesmas memiliki tiga fungsi yaitu sebagai pusat pembangunan kesehatan
masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang menjadi ujung tombak pembangunan bidang kesehatan
(Muninjaya, 2004).
Tuntutan masyarakat saat ini akan pelayanan kesehatan yang bermutu
semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya pendapatan dan
tingkat pendidikan masyarakat. Puskesmas diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Persaingan yang semakin ketat dengan fasilitas pelayanan primer lainnya juga
1
2
menuntut peningkatan mutu pelayanan di puskesmas. Upaya dalam meningkatkan
mutu puskesmas harus dilakukan dari segala aspek seperti meningkatkan
profesionalisme dari para pegawainya dan meningkatkan fasilitas kesehatannya.
(Muninjaya, 2004).
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik (tangible)
kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan
empati (emphaty) (Parasuraman dkk. dalam Muninjaya, 2014). Pelayanan
kesehatan yang bermutu diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan, sehingga dapat memberikan kepuasan
kepada setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian
Safrudin dkk. (2010) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan berhubungan
dengan kepuasan pasien. Masalah mutu pelayanan kesehatan di puskesmas
semakin berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Rendahnya mutu pelayanan di puskesmas sering menjadi keluhan dari
masyarakat.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas terdiri dari upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu dari enam
program wajib puskesmas adalah program pengobatan. Upaya pengobatan ini
perlu mendapat perhatian, karena masyarakat cenderung melihat puskesmas pada
mutu pelayanan upaya kuratif daripada program lain seperti upaya promotif, dan
preventif. Masyarakat berpandangan bahwa puskesmas merupakan tempat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, sehingga masyarakat sering
3
membanding-bandingkan kualitas pelayanan di puskesmas dengan rumah sakit.
Program pengobatan dasar di puskesmas saat ini juga mendapat perhatian dari
pengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Puskesmas merupakan gate keeper
dalam penerapan pelayanan rujukan berjenjang pada program JKN. Ada beberapa
diagnosa pasien peserta JKN yang tidak dapat dirujuk langsung, namun harus
ditangani di puskesmas sebagai pemberi layanan tingkat pertama. Berdasarkan
situasi tersebut, puskesmas dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan pada
upaya pengobatan dasar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan
kesehatan termasuk pada pelayanan pengobatan di puskesmas adalah faktor input,
lingkungan dan proses (Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012). Untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu ditunjang oleh
manajemen puskesmas yang baik dan tenaga yang profesional (Kemenkes, 2012).
Penerapan manajemen puskesmas merupakan proses dalam rangkaian
kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan puskesmas
(Kemenkes, 2012). Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ramsar dkk. (2012) tentang penerapan fungsi
manajemen puskesmas di Puskesmas Minasa Upa Makasar, dinyatakan bahwa
sebelum melakukan kegiatan dan strategi, terlebih dahulu dilakukan perencanaan
dan penetapan tujuan kegiatan, pembagian tugas dan wewenang, koordinasi dan
pengarahan serta penilaian. Hal tersebut menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan
kegiatan untuk mencapai tujuan.
4
Tenaga profesional merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan
pelayanan kesehatan yang bermutu. Berkenaan dengan hal ini, maka sumber daya
manusia yang berkualitas mutlak diperlukan. Makna dari yang berkualitas
merupakan tidak hanya terbatas pada pekerja yang mempunyai pendidikan dan
keahlian saja, melainkan juga yang memiliki motivasi dan komitmen pada
pekerjaan dan organisasi (Muninjaya, 2004).
Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai
dan tujuan untuk memilih keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan
(Robbins, 2006). Suatu puskesmas akan efektif bila memiliki pegawai yang
mempunyai komitmen kerja yang kuat. Petugas dengan komitmen yang kuat akan
rela mencurahkan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan
puskesmas dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dari beberapa
penelitian tentang komitmen kerja, diketahui bahwa komitmen kerja dapat
mengurangi adanya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Aziza,
2010). Komitmen kerja juga berpengaruh terhadap prestasi kerja (Sudiro, 2011).
Penelitian lain tentang komitmen perawat terhadap perilaku caring oleh
Noyumala (2013) diketahui bahwa ada hubungan komitmen perawat dengan
perilaku caring profesional. Karyawan yang memiliki komitmen kerja akan lebih
bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan (Ping dalam Puspitawati, 2012).
Komitmen kerja harus dimiliki oleh seluruh petugas puskesmas terutama
oleh petugas yang memiliki waktu kontak lebih lama dengan pasien seperti dokter
dan perawat. Petugas ini sangat berpotensi untuk pengembangan mutu dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Oleh
5
karena itu komitmen kerja dokter dan perawat harus ditingkatkan. Dalam upaya
peningkatan komitmen tersebut, terlebih dahulu harus diketahui bagaimana
komitmen kerja petugas dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas.
Jumlah puskesmas saat ini di Indonesia adalah sebanyak 9.510 buah
(Kemenkes, 2012), di Propinsi Bali sebanyak 120 buah (Dinkes Propinsi Bali,
2013). Dari seluruh jumlah puskesmas tersebut, 12 puskesmas terdapat di
Kabupaten Karangasem yang terletak diujung timur Pulau Bali. Upaya program
pengobatan telah berjalan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Jumlah
kunjungan pasien di puskesmas Kabupaten Karangasem adalah tahun 2011
sebanyak 281.676 kunjungan (63,0%) , tahun 2012 sebanyak 243.916 kunjungan
(53,5%) dan tahun 2013 sebesar 238.018 kunjungan (52,1%). Pencapaian
cakupan kunjungan pasien di puskesmas rata-rata sebesar 56,2 % (Dinkes
Karangasem, 2014).
Mengingat jumlah kunjungan pasien ke puskesmas mengalami penurunan
dalam tiga tahun terakhir, maka perlu diketahui bagaimana mutu pelayanan
pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem. Berdasarkan hasil survei
pendahuluan melalui wawancara dan observasi, diketahui bahwa masih ada
beberapa permasalahan yang terkait dengan mutu pelayanan, komitmen petugas
dan penerapan manajemen puskesmas.
Hasil wawancara dengan pasien yang pernah berobat ke puskesmas, terdapat
beberapa keluhan seperti 1) jam pelayanan belum tepat waktu sehingga pasien
sering menunggu petugas, 2) petugas kurang ramah, 3) ketelitian dan kecepatan
petugas dalam memberikan pelayanan masih kurang. Hasil wawancara dengan
6
petugas pelayanan pengobatan, diketahui bahwa petugas pada pelayanan
pengobatan memiliki beban ganda, yaitu sebagai pelaksana program pengobatan
dan bertanggungjawab terhadap program promotif dan preventif. Ketersediaan
alat kesehatan yang sering digunakan seperti tensimeter masih kurang. Beberapa
obat-obat yang diperlukan tidak tersedia di puskesmas. Kegiatan pelatihan-
pelatihan terkait dengan program pengobatan hampir tidak pernah diadakan.
Pasien peserta jaminan /asuransi kesehatan banyak yang tidak mengetahui
prosedur pelayanan sehingga banyak pasien yang datang ke puskesmas hanya
mencari surat rujukan untuk ke rumah sakit. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena kurangnya sosialisasi prosedur pelayanan pengobatan kepada masyarakat
atau ketidak puasan pasien terhadap pengobatan di puskesmas. Kondisi tersebut
mengakibatkan angka rujukan di puskesmas melebihi dari target yang ditetapkan
yaitu sebesar 15%. Angka rujukan khususnya untuk puskesmas yang lokasinya
dekat dengan rumah sakit umum daerah, rata-rata sebesar 20% (Dinkes
Karangasem, 2014).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala puskesmas diketahui bahwa
terdapat beberapa permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pelayanan di
puskemas. Permasalahan tersebut seperti masih adanya keluhan dari masyarakat
terkait dengan mutu pegobatan di puskesmas, keluhan ini disampaikan secara
langsung maupun dipublikasikan melalui media massa.
Permasalahan lain yang disampaikan kepala puskesmas adalah kurangnya
komitmen kerja dari pegawai di puskesmas. Hal ini dilihat dari beberapa hal
seperti 1) terjadi kesulitan dalam membagi pekerjaan karena petugas sering
7
menolak tugas yang diberikan, 2) tempat pengobatan sering terlihat kosong
terutama pada siang hari, 3) petugas tidak memiliki inisiatif dalam pengembangan
program, 4) inovasi petugas di puskesmas masih kurang dimana petugas terlihat
bekerja hanya melanjutkan yang sudah berjalan dan menjadi rutinitas. Beberapa
petugas juga mempunyai keinginan pindah tugas dari puskesmas terutama yang
berasal dari luar Kabupaten Karangasem. Kedisiplinan petugas juga masih
menjadi masalah di puskesmas Kabupaten Karagasem.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan kepala puskesmas
diketahui bahwa penerapan manajemen puskesmas di puskesmas Kabupaten
Karangasem belum berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dalam pembuatan
perencanaan tingkat puskesmas (PTP) belum dilakukan dengan baik. Pembuatan
rencana kegiatan dari masing-masing program tidak dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan namun lebih banyak bersifat melaksanakan apa yang diinstruksikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Penyampaian rencana usulan
kegiatan (RUK) yang diajukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem juga
tidak tepat waktu, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem mengalami
kesulitan dalam mengajukan anggaran ke Pemerintah Daerah Kabupaten
Karangasem. Hal ini mengakibatkan banyaknya kegiatan yang semestinya
dibutuhkan di puskesmas tidak mendapatkan anggaran biaya.
Terkait dengan penerapan manajemen puskesmas di Kabupaten Karangasem
yaitu dalam hal pengawasan dan pertanggungjawaban juga belum berjalan
optimal, hal ini terlihat dari 12 puskesmas yang ada di Kabupaten Karangasem
hanya tiga puskemas yang menyusun laporan kinerja secara rutin. Pembinaan dan
8
pengawasan dari dinas kesehatan terkait pelaksanaan program pengobatan dan
manajemen puskesmas dirasakan masih kurang oleh puskesmas. Hal ini
mengakibatkan puskesmas mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan
seperti dalam menyusun perencanaan kegiatan termasuk program pengobatan,
penyusunan Standar Operational Prosedure (SOP), dan penyusunan laporan
pengukuran kinerja puskesmas. Kepala puskesmas saat ini sebagian besar belum
mendapatkan pelatihan terkait dengan manajemen puskesmas, yaitu dari 12 kepala
puskesmas hanya tiga orang yang pernah mendapatkan pelatihan tentang
manajemen puskesmas.
Dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
menunjukkan hasil yang beragam yaitu diantaranya ada yang menunjukkan
hubungan dan ada pula penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan
antara pelaksanaan fungsi manajemen dengan pencapaian program di puskesmas.
Hasil penelitian tersebut adalah penelitian dari Kustiawan tahun 2014
menyatakan bahwa adanya hubungan fungsi manajemen dengan cakupan kegiatan
pada program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Puskesmas
Kabupaten Gerobogan. Terdapat pula hasil penelitian lain oleh Ningrum, S.F
(2006) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan fungsi manajemen dengan
keberhasilan program PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas dengan
mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas yang ada di
Kabupaten Karangasem.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu
pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten
Karangasem?
2. Bagaimanakah hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
3. Variabel manakah yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
hubungan antara penerapan manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas
dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten
Karangasem.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. hubungan penerapan manajemen puskesmas dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem
2. hubungan komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan pada
Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem
10
3. variabel yang paling dominan berhubungan dengan mutu pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di puskesmas se- Kabupaten Karangasem.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran untuk peneliti lain serta sebagai dokumen
ilmiah untuk bahan penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sebagai masukan untuk
puskesmas dan dinas kesehatan terkait dengan intervensi pada penerapan
manajemen puskesmas dan komitmen kerja petugas sebagai upaya peningkatan
mutu pelayanan di puskesmas.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan merupakan tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan
yang ditetapkan, sehingga menimbulkan kepuasan bagi setiap pasien (Kemenkes
dalam Muninjaya 2014). Pelayanan yang bermutu sangat diperlukan karena
merupakan hak setiap pelanggan, dan dapat memberi peluang untuk
memenangkan persaingan dengan pemberi layanan kesehatan lainnya. Kualitas
pelayanan dan nilai berdampak langsung terhadap pelanggan. Kepuasan
pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang dirasakan (Kui Son Cui et al,
2002). Pelanggan insitusi pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pelanggan internal (internal customer) yaitu mereka yang bekerja di dalam
institusi kesehatan seperti staf medis, paramedis, teknisi, administrasi,
pengelola dan lain sebagainya.
2. Pelanggan eksternal (external customer) yaitu pasien, keluarga pasien,
pengunjung, pemerintah, perusahaan asuransi kesehatan, masyarakat umum,
rekanan, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya (Muninjaya,
2014).
Supardi (2008) berpendapat hampir sama dengan teori tersebut yaitu bahwa
mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang pengguna layanan,
penyandang dana pelayanan, dan penyelenggara pelayanan.
11
12
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan menurut
Azwar, 1994 dalam Endarwati, 2012) adalah unsur masukan, lingkungan dan
proses.
1. Unsur Masukan
Unsur masukan meliputi sumber daya manusia, dana dan sarana. Jika sumber
daya manusia dan sarana tidak sesuai dengan standar dan kebutuhan, maka
pelayanan kesehatan akan kurang bermutu. Upaya dalam meningkatkan mutu
puskesmas diperlukan sumber daya manusia yang profesional (SDM) dan
peningkatan fasilitas kesehatan (Muninjaya, 2004). SDM yang profesional
harus mempunyai pendidikan dan keahlian serta memiliki motivasi,
kompetensi dan komitmen kerja yang baik (Muninjaya, 2004).
2. Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan meliputi kebijakan, organisasi dan manajemen.
3. Unsur Proses
Yang termasuk dalam unsur proses meliputi proses pelayanan baik tindakan
medis maupun tindakan non-medis. Tindakan non medis salah satunya
adalah penerapan manajemen puskesmas yang merupakan proses dalam
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai
tujuan puskesmas (Kemenkes, 2012).
Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Muninjaya (2014) bahwa
mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji berdasarkan output sistem pelayanan
13
kesehatan. Output sistem pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga komponen
yaitu masukan/input, proses dan lingkungan.
Menurut Donabedian dalam Alwi, A. (2011) ada tiga pendekatan penilaian
mutu yaitu :
1. Input
Aspek struktur meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat
melaksanakan kegiatan berupa sumber daya manusia, dana dan sarana. Input
fokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi, termasuk komitmen,
prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan
diberikan.
2. Proses
Merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga
kesehatan (dokter, perawat, dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan
pasien, meliputi metode atau tata cara pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
fungsi manajemen.
3. Output
Aspek keluaran adalah mutu pelayanan yang diberikan melalui tindakan
dokter, perawat yang dapat dirasakan oleh pasien dan memberikan perubahan
ke arah tingkat kesehatan dan kepuasan yang diharapkan pasien.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Melinda (2011) diketahui bahwa faktor
lingkungan yaitu iklim kerja organisasi dan komitmen organisasi dapat menjadi
prediktor mutu pelayanan kesehatan. Penelitian lain oleh Hardianti dkk.(2013)
menyatakan bahwa kenyamanan lingkungan kerja dan hubungan antar manusia
14
berhubungan dengan mutu pelayanan antenatal di Puskesmas Pattingallloang Kota
Makasar dengan nilai p=0,001.
2.1.2 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Muninjaya (2014), menganalisis
dimensi mutu jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Lima aspek
komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama Servqual (Service Quality).
Servqual mempunyai kontribusi dalam mengidentifikasi masalah dan menentukan
langkah awal pemberi layanan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan (Emin
Babakus, 1992). Dimensi mutu menurut Parasuraman dkk. terdiri dari lima
dimensi.
1. Bukti fisik (tangibles), mutu pelayanan dapat dirasakan langsung terhadap
penampilan fasilitas fisik serta pendukung pendukung dalam pelayanan.
2. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditetapkan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesediaan petugas untuk memberikan
pelayanan yang cepat sesuai prosedur dan mampu memenuhi harapan
pelanggan.
4. Jaminan (assurance), yaitu berhubungan dengan rasa aman dan kenyamanan
pasien karena adanya kepercayaan terhadap petugas yang memiliki
kompetensi, kredibilitas dan ketrampilan yang tepat dalam memberikan
pelayanan dan pasien memperoleh jaminan pelayanan yang aman dan
nyaman.
15
5. Empati (emphaty), yaitu berhubungan dengan kepedulian dan perhatian
petugas kepada setiap pelanggan dengan mendengarkan keluhan dan
memahami kebutuhan serta memberikan kemudahan bagi seluruh pelanggan
dalam menghubungi petugas.
Terkait dengan dimensi mutu pelayanan, terdapat beberapa pendapat dari
hasil penelitian. Melinda (2011) menyatakan bahwa kunci keberhasilan dari
pelayanan kesehatan adalah kecepatan pelayanan, keramahan, efektifitas tindakan
serta kenyamanan bagi pasien dan pengunjung lainya. Dukungan dan komitmen
petugas menjadi faktor pendorong yang sangat efektif dalam tahap-tahap menuju
kemajuan puskesmas. Noor, A. (2013) menyatakan bahwa mutu pelayanan
kesehatan lebih terfokus pada dimensi daya tanggap petugas. Pasien lebih
membutuhkan keramahan petugas dan komunikasi petugas dengan pasien.
Sedangkan pendapat Rosita
dkk.(2011) adalah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, empati atau
perhatian tenaga kesehatan sangat diharapkan oleh pemakai jasa atau pasien.
2.1.3 Pengembangan Mutu Pelayanan Kesehatan
Langkah-langkah pengembangan mutu pelayanan harus dimulai dari
perencanaan, pengembangan jaminan mutu, penentuan standar hingga monitoring
dan evaluasi hasil. Menurut Amchan dalam Muninjaya (2014) langkah-langkah
pengembangan jaminan mutu terdiri dari tiga tahap.
1. Tahap pengembangan strategi dimulai dengan membangkitkan kesadaran
(awareness) akan perlunya pengembangan jaminan mutu pelayanan yang
diikuti dengan berbagai upaya pelaksanaan, peningkatan, komitmen dan
16
pimpinan, merumuskan visi dan misi institusi diikuti dengan penyusunan
rencana strategis, kebijakan dan rencana operasional, perbaikan infrastruktur
agar kondusif dengan upaya pengembangan mutu.
2. Tahap tranformasi yaitu membuat model-model percontohan di dalam
institusi untuk peningkatan mutu secara berkesinambungan yang mencakup
perbaikan proses perbaikan standar prosedur, dan pengukuran tingkat
kepatuhan terhadap standar prosedur tersebut, pembentukan kelompok kerja
(pokja) mutu yang trampil melakukan perbaikan mutu, pelatihan pemantauan,
pemecahan masalah untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar peningkatan
mutu, monitoring dan evaluasinya. Rangkaian ini disingkat PDCA (Plan, Do,
Check and Action).
3. Tahap integrasi yaitu pengembangan pelaksanaan jaminan mutu diterapkan di
seluruh jaringan (unit) institusi, tetapi tetap memperthanakan komitmen yang
sudah tumbuh, optimalisasi proses pengembangan jaminan mutu secara
berkesinambungan.
Berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan, Josep Juran dalam PKMK
(2000) menyebutkan trilogi dalam perbaikan mutu yaitu perencanaan mutu,
pengendalian mutu, dan peningkatan mutu. Perencanaan mutu menjamin bahwa
tujuan mutu dapat dicapai melalui kegiatan operasional. Perencanaan mutu
meliputi identifikasi pelanggan eksternal dan internal, pengembangan gambaran
atau ciri produk, merumuskan tujuan mutu, dan merancang bangun proses untuk
memproduksi produk atau jasa pelayanan sesuai dengan spesifikasi yang
17
ditentukan serta menunjukkan bahwa proses tersebut secara operasional mampu
untuk mencapai tujuan mutu yang telah ditetapkan.
Perbaikan atau peningkatan mutu bertujuan untuk mencapai kinerja yang
optimal, proses operasional juga harus optimal. Kegiatan peningkatan mutu
meliputi mengidentifikasi proses, membentuk tim untuk melakukan perbaikan
proses tersebut, melakukan diagnosis dan analisis untuk mencari penyebab dan
mengidentifikasi penyebab masalah yang utama dan mengembangkan kegiatan-
kegiatan korektif dan preventif serta melakukan uji coba dan berikan rekomendasi
untuk perbaikan yang efektif.
Pengendalian mutu bertujuan untuk dokumentasi dan sertifikasi bahwa tujuan
mutu tercapai. Dalam memilih metode dan menyusun instumen pengukuran yaitu
melakukan pengukuran secara nyata, memahami dan menganalisis serta
melakukan interpertasi antara kenyataan dibandingkan standar serta melakukan
tindakan koreksi terhadap adanya kesenjangan antara kenyataan dan standar.
Hasil penelitian tentang peningkatan mutu pelayanan disebutkan bahwa
karyawan selalu memberikan layanan andal, konsisten, dan karyawan bersedia
dan mampu memberikan layanan secara tepat waktu, karyawan mudah didekati
dan mudah untuk dihubungi, sopan, hormat dapat dipercaya, dan jujur. Dalam
peningkatan mutu pelayanan, fasilitas kesehatan pada umumnya menyediakan
lingkungan yang bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan (Joseph, C. 2000).
Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, mutu pelayanan kesehatan
dalam penelitian ini terdiri atas lima sub variabel yaitu bukti fisik (tangible)
18
kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan
empati (emphaty).
2.2 Komitmen Kerja
Komitmen kerja adalah identifikasi kekuatan yang terkait dengan nilai-nilai
dan tujuan untuk memelihara keanggotaan dalam institusi pelayanan kesehatan
(Robbins, 2006). Komitmen kerja juga didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan,
keterikatan, individu terhadap tujuan dan mempunyai keinginan untuk tetap
berada dalam organisasinya (Mathis dan Jakson, 2001 dalam Wijaya, 2012).
Komitmen petugas terhadap puskesmas ditunjukkan dengan prestasi yang lebih
baik dengan terlibat aktif melakukan asuhan pelayanan kesehatan (Luthans,
2006).
Kesuksesan sebuah karir, dituntut adanya suatu komitmen, dimana komitmen
seseorang terhadap karirnya terlihat dari kesabaran membangun karir yang
dipilihnya. Seseorang yang berkomitmen terhadap karir tidak akan mudah kalah
dengan tantangan yang menghadangnya di depan (Noordin et al, dalam Siswanto,
2012). Berdasarkan pandangan tersebut, faktor sumber daya manusia menjadi
faktor yang penting untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas.
Penelitian tentang komitmen kerja dilaksanakan oleh Nursyahfitri (2011)
pada karyawan Divisi Produksi PT. Marumitsu Indonesia, diketahui bahwa
komitmen berpengaruh terhadap kinerja karyawan (t = 3,037 dan p = 0,001).
Penelitian tentang pengaruh komitmen anggota dan budaya kerja terhadap kinerja
Tim Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi Nasional yang dilakukan oleh Rois
19
(2010) menemukan pengaruh yang signifikan komitmen anggota dengan kinerja
Tim Kormonev Nasional dengan nilai uji t 2,3 dan uji f 0,637. Penelitian lain
tentang komitmen oleh Suparman (2007) menyatakan bahwa komitmen kerja
secara nyata berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain oleh Karsh et
al (2005) yang dilakukan pada perawat di panti jompo, menyatakan bahwa
komitmen dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh pekerjaan dan faktor
organisasinya dan dengan kurangnya komitmen dan kepuasan kerja sehingga
berimplikasi dengan adanya keinginan untuk pindah.
Penelitian tentang komitmen juga dilakukan oleh Malhotra dan Mukherjee
(2004) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen akan memberikan
layanan yang optimal. Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi selalu akan
berpihak dan memberikan yang terbaik kepada organisasi (Robbins dan Judge,
2008 dalam Sopiah, 2008). Komitmen kerja dapat ditingkatkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan dengan cara sebagai berikut (Djati dalam Wijaya,
2012) .
1. Menciptakan rasa aman, suasana kerja yang kondusif serta lakukan promosi
secara reguler.
2. Menempatkan petugas sesuai dengan kapasitas, minat dan motivasi kerjanya
agar memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
3. Meningkatkan keterampilan, kesempatan pengembangan diri, dan bimbingan
perencanaan karier agar perawat dan bidan merasa mantap dalam pencapaian
kariernya.
20
4. Mengembangkan fleksibilitas dan otonomi pelaksanaan tugas tetapi tetap
memegang teguh tanggung jawab.
5. Mengembangkan sistem monitoring, peningkatan kinerja dan pemahaman
terhadap nilai dan tujuan rumah sakit untuk menjaga kesesuaian visi dan misi.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja
Komitmen merupakan kekuatan secara menyeluruh terhadap tugas dalam
pelayanan dan kondisi lingkungan puskesmas. Faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen kerja adalah keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi,
kemauan berusaha dan bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi, keyakinan
dan kepercayaan terhadap nilai dan tujuan organisasi (Spector, 2000).
Komitmen kerja ini sangat dipengaruhi oleh faktor lain seperti yang
disebutkan dalam penelitian Siswanto (2012) yaitu komitmen kerja dipengaruhi
oleh iklim kerja dan pengembangan karir. Kiesler dalam Siswanto (2012)
berpendapat bahwa adanya komitmen akan memotivasi serta memaksa seseorang
untuk bertindak lebih jauh, karena sifat ikatannya akan berpengaruh terhadap
respon individu pada kekuatan yang memaksa mereka melakukan sesuatu.
Menurut (Lokce et all, 1988 dalam Wijaya, 2012) tiga kategori utama penentu
komitmen adalah faktor eksternal (otoritas, pengaruh teman sebaya, penghargaan
eksternal), faktor interaktif (partisipasi dan kompetisi), dan faktor internal
(harapan, penghargaan internal).
Komitmen kerja petugas pelayanan dapat dilihat inisiatif, penghayatan
terhadap visi misi puskesmas, dan peraturan-peraturan (Wijaya, 2012).
21
1. Inisiatif
Inisiatif merupakan kemampuan petugas pemberi pelayanan yaitu dokter,
perawat dan bidan dalam melakukan tugas tanpa menunggu perintah. Hal ini
terkait dengan hasil pekerjaan, menciptakan peluang untuk menghindari
timbulnya masalah (Ubaydilah, 2009 dalam Wijaya, 2012). Inisiatif juga
menyangkut kreativitas petugas untuk mengembangkan potensi diri dalam
melaksanakan asuhan pelayanan dan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan.
2. Penghayatan terhadap visi misi puskesmas
Visi merupakan suatu pernyataan yang berisi tentang cita-cita dari organisasi,
sedangkan misi mencakup kegiatan jangka panjang dan jangka pendek yang
akan dilaksanakan dalam mencapai visi (Mangkuprawira, 2009 dalam
Wijaya, 2012). Pernyataan visi dan misi harus sesuai dengan kebutuhan
puskemas dan kebutuhan pasien. Keduanya harus dapat mengantarkan
puskesmas mencapai tujuan dengan menumbuhkan semangat kerja,
keharmonisan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai Standar
Prosedur Operasional (SPO). Peningkatan komitmen kerja memerlukan
penghayatan visi dan misi puskesmas.
3. Peraturan-peraturan
Peraturan dapat mengatur segala kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas.
Mereka harus mematuhi karena ada sanksi yang melanggar. Peraturan dapat
berupa tata tertib yang mengikat petugas melaksanakan kegiatan pelayanan
sehingga tidak menyimpang dari tujuan puskesmas. Ketaatan terhadap
22
peraturan puskesmas oleh petugas diperlukan untuk meningkatkan kinerja di
puskesmas.
Berdasarkan teori dan penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya.
variabel komitmen kerja dalam penelitian ini, terdiri dari tiga sub variabel yaitu
inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.
2.3 Manajemen Puskesmas
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/ Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dinyatakan bahwa puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis kegiatan yang bertanggungjawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Untuk dapat melaksanakan pembangunan
kesehatan di puskesmas perlu ditunjang oleh manajemen yang baik. Manajemen
puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk
menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efesien (Kemenkes, 2012).
Manajemen diselenggarakan sebagai proses pencapaian tujuan, menselaraskan
tujuan organisasi dan tujuan pegawai puskesmas, mengelola dan memberdayakan
sumber daya dalam rangka efisiensi dan efektifitas puskesmas, sebagai proses
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, proses kerjasama dan kemitraan
dalam pencapaian tujuan puskesmas (Alamsyah, 2011).
Penelitian tentang penerapan fungsi manajemen dilakukan oleh Dewi (2011)
pada 77 perawat RSUP Dr. Sardjito, diketahui bahwa penerapan lima fungsi
manajemen oleh kepala ruangan berhubungan dengan penerapan keselamatan
pasien (p=0,000-0,032). Faktor yang paling berpengaruh dalam penerapan
23
keselamatan pasien adalah fungsi pengendalian. Sedangkan fungsi perencanaan,
pengaturan staf, pengarahan dan pengendalian berhubungan dengan penerapan
keselamatan perawat (p=0,005-0,032) dan faktor yang paling berpengaruh adalah
fungsi pengarahan.
Manajemen puskesmas terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Semua fungsi
manajemen tersebut berkaitan dan dilaksanakan secara berkesinambungan
(Kemenkes, 2012).
2.3.1 Perencanaan
Perencanaan merupakan langkah awal sebelum kegiatan dilaksanakan yang
meliputi kegiatan merumuskan tujuan puskesmas sampai dengan menetapkan
alternatif kegiatan. Tanpa ada perencanaan puskesmas, tidak akan ada kejelasan
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh staf untuk mencapai tujuan puskesmas
(Alamsyah, 2011). Perencanaan program wajib puskesmas salah satunya program
pengobatan dilakukan sebagai berikut.
1. Menyusun usulan kegiatan pada program pengobatan sesuai kondisi yang ada
mulai dari perencanaan target capaian kegiatan seperti target kunjungan,
tenaga, dana, obat-obatan, bahan habis pakai dan sarana dan prasarana
lainnya terkait dengan pengembangan layanan pengobatan di puskesmas.
2. Mengajukan usulan kegiatan yang direncanakan ke dinas kesehatan untuk
mendapatkan persetujuan.
3. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan (RPK).
24
Hasil penelitian oleh Ulfayani dkk. (2012) menunjukkan bahwa dalam
perencanaan pada delapan bagian unit di puskesmas Minasa Upa Kota Makasar,
selalu diawali dengan penentuan program kegiatan yang mencakup penyusunan
rencana kegiatan, rencana tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan, jadwal
kegiatan, biaya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (2006) bahwa
perencanaan selalu menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan.
2.3.2. Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan dan pengendalian merupakan proses penyelenggaraan,
pemantauan serta penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan di puskesmas (Depkes
R.I, 2004). Langkah-langkah pelaksanaan dan pengendalian pada upaya
pengobatan di puskesmas adalah sebagai berikut.
1. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan serangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber daya yang ada di puskesmas dan dimanfaatkan
secara efesien untuk program pengobatan. Pada program pengobatan
ditetapkan penanggungjawab dan petugas pelaksana yang saling bekerjasama.
2. Penyelenggaraan
Langkah berikutnya adalah menyelenggarakan rencana kegiatan program
pengobatan di puskesmas dan menunjuk penanggungjawab serta pelaksana
program dan pelaksanaan lokakarya mini puskesmas, baik lintas program
maupun lintas sektor.
25
3. Pemantauan
Pemantauan terhadap kegiatan dilakukan secara berkala seperti melakukan
telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai serta melakukan
telaahan eksternal terkait hasil yang dicapai oleh fasilitas dan sektor lain yang
terlibat di wilayah puskesmas.
4. Penilaian
Penilaian kegiatan bisa dilakukan oleh pihak eksternal dan internal
puskesmas.
Kegiatan penilaian pada program pengobatan dilakukan setiap bulan,
triwiulan maupun tahunan. Kegiatan penilaian mencakup penilaian terhadap
cakupan jumlah kunjungan, survei kepuasan dan evaluasi dari dinas
kesehatan.
Hasil penelitian di Puskesmas Minasa Upa Kota Makasar oleh Ramsar dkk.
(2012) diketahui bahwa pengelompokan kelompok kerja sebelum pembagian
tugas dilakukan agar rencana kegiatan akan lebih terarah pada tujuan. Dalam
pergerakan dan pelaksanaan ada tiga komponen yang saling berhubungan yaitu
komponen koordinasi, pengarahan dan pimpinan (Ramsar dkk, 2012). Pendapat
ini sejalan dengan hasil penelitian Ridwan (2010) dalam Ramsar dkk. (2012),
yang menyatakan pimpinan selaku administrator memiliki tugas untuk melakukan
koordinasi dan mengarahkan seluruh komponen untuk mencapai tujuan.
26
2.3.3 Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Pengawasan dan pertanggungjawaban merupakan proses untuk mendapatkan
kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dalam mencapai tujuan puskesmas
(Depkes R.I, 2004).
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan kegiatan mengamati secara terus menerus terhadap
pelaksanaan kegiatan puskesmas. Pengawasan dapat dilakukan oleh pihak
internal (kepala puskesmas) dan eksternal (masyarakat, dinas kesehatan, serta
institusi lainnya).
2. Pertanggungjawaban
Untuk pertanggungjawaban kegiatan kepala puskesmas harus membuat
laporan kinerja hasil dari pelaksanaan kegiatan.
Bedasarkan hasil penelitian pada Puskesmas Batua Makassar oleh Mu’rifah
(2012 menyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan menyusun langkah perbaikan
untuk mencapai tujuan.
2.4 Program Pengobatan di Puskesmas
Puskesmas bertanggungjawab untuk melaksanakan upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat untuk mencapai visi pembangunan
kesehatan. Upaya kesehatan puskesmas terdiri dari upaya wajib dan
pengembangan. Salah satu upaya program wajib puskesmas dalam upaya
kesehatan perorangan adalah program pengobatan. Program pengobatan
27
merupakan kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan pada masyarakat dalam
rangka menghentikan proses perjalanan suatu penyakit untuk dapat
menghilangkan penderitaan yang dirasakan (Depkes RI, 1990).
Program pengobatan di puskesmas dilaksanakan dengan melakukan diagnosa,
melaksanakan tindakan dan melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu
(Subekti, 2009). Tujuan dari pelayanan pengobatan di puskesmas adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat. Dalam upaya
pengobatan pasien, kegiatan yang dilakukan adalah mencari riwayat penyakit,
mengadakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, membuat diagnosa,
memberikan pengobatan yang tepat dan melakukan rujukan bila diperlukan.
Penelitian tentang upaya pengobatan di puskesmas dilakukan oleh Subekti
tahun 2009 pada balai pengobatan umum puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi mutu pelayanan administrasi, dokter,
perawat dan obat berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien. Sedangkan sarana
dan fasilitas penunjang tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien.
2.4.1 Gambaran Umum Pengobatan di Puskesmas Kabupaten Karangasem
Upaya pengobatan di puskesmas dapat dilakukan di luar gedung dan di dalam
gedung dan rawat jalan maupun rawat inap. Adapun unit-unit pelayanan
pengobatan yang ada di puskesmas seperti pelayanan poli umum, Unit Gawat
Darurat (UGD), poli gigi dan mulut, pelayanan rawat inap maupun puskesmas
keliling.
28
Poli umum merupakan salah satu unit program pengobatan di puskesmas
yang melayani pasien rawat jalan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam
pelayanan di poli umum adalah melakukan anamnesa terhadap keluhan dan
riwayat penyakit pasien, melakukan pemeriksaan fisik, melakukan pemeriksaan
laboratorium, mendiagnosa penyakit pasien, melakukan tindakan pengobatan dan
melakukan upaya rujukan bila dianggap perlu.
Petugas yang bertugas pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem adalah dokter dan perawat. Petugas tersebut selain bertugas pada
poli umum juga bertugas di unit-unit pengobatan lain di puskesmas. Petugas
tersebut juga mempunyai tugas sebagai pengelola program promotif dan preventif,
sehingga diatur jadwal petugas yang mendapatkan tugas memberikan pelayanan
pengobatan pada poli umum.
2.5 Hubungan Penerapan Manajemen dan Komitmen Kerja terhadap
Mutu Pelayanan di Puskesmas
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya diketahui bahwa
ada beberapa penelitian yang menyatakan hubungan antara penerapan fungsi
manajemen di puskesmas dengan pencapaian kinerja di puskesmas. Beberapa
penelitian sebelumnya juga menunjukkan hubungan antara komitmen kerja
dengan kualitas pelayanan.
Hubungan karakteristik petugas juga ditunjukkan dari hasil penelitian
sebelumnya yang berhubungan dengan kinerja dalam memberikan pelayanan yang
berkualitas. Umur diatas 30 tahun mempunyai motivasi kerja lebih tinggi daripada
petugas lebih dari 30 tahun, dan masa kerja yang lebih lama menggambarkan
29
kinerja organisasi yang baik. Makin tinggi pendidikan maka produktivitas
kerjanya juga tinggi, serta jika berdasarkan jenis kelamin jenis petugas juga
berpengaruh terhadap motivasi kerjanya (Naya, 2013).
2.5.1 Hubungan Penerapan Manajemen terhadap Mutu Pelayanan di
Puskesmas
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa fungsi
manajemen yang diterapkan di puskesmas memiliki hubungan dengan pencapaian
program di puskesmas. Hasil penelitian oleh Kustiawan R.B (2004) menyatakan
bahwa ada hubungan antara pelaksanaan fungsi manajemen perencanaan
((p=0,042), pelaksanaan (p=0,001) dan penilaian (p=0,001) dengan program
pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue ( P2DBD) di puskesmas
Kabupaten Grobogan.
Penelitian lain yang dilakukan pada program Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) pada balita gizi buruk di Puskesmas Kabupaten Tegal yang dilakukan oleh
Ningrum (2006). Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa penerapan fungsi
perencanaan, pergerakkan dan pengawasan penilaian serta pencatatan
berhubungan dengan cakupan PMT di Puskesmas Kabupaten Tegal.
Hasil yang sama terkait hubungan penerapan manajemen terhadap mutu
pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kota Semarang. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Novianingrum (2007) bahwa perencanaan, pengorganisasian,
pergerakkan dan pengawasan mempunyai hubungan dengan cakupan imunisasi di
puskesmas Kota Semarang. Pada program lain di puskesmas juga dilakukan
penelitian oleh Irmawati (2007) yaitu pada kegiatan Stimulasi Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) balita dan anak prasekolah di
30
Puskesmas Kota Semarang disebutkan bahwa ada hubungan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan cakupan SDIDTK.
2.5.2 Hubungan Komitmen Kerja terhadap Mutu Pelayanan di Puskesmas
Komitmen kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting yang harus
ditumbuhkan pada petugas pemberi layanan kesehatan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hidayat (2000) menyatakan bahwa komitmen kerja berhubungan
dengan kualitas pelayanan. Dengan komitmen kerja yang tinggi, petugas
pelayanan diantaranya dokter, perawat menjadi lebih giat bekerja dan mempunyai
motivasi kuat untuk berprestasi (Wijaya, 2012). Karyawan yang memiliki
komitmen akan memberikan layanan yang optimal (Malhotra dan Mukherjee,
2004). Penelitian lain tentang pengaruh komitmen dengan prestasi kerja dilakukan
oleh Arisanty (2007), diketahui bahwa komitmen kerja berpengaruh terhadap
prestasi kerja karyawan.
Komitmen kerja juga dapat menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap
puskesmas karena ingin bertahan menjadi anggota dalam organisasinya yaitu
puskesmas (Wijaya, 2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Fawzy
(2010) bahwa komitmen karyawan memberikan pengaruh negatif terhadap
keinginan meninggalkan organisasi. Adanya pengaruh tersebut menunjukkan
bahwa sikap karyawan yang merasa memiliki dan menjadi bagian organisasi,
merasa bahwa organisasi memiliki arti tersendiri bagi pribadi karyawan, sikap
bangga terhadap organisasi dan loyalitas yang dimiliki karyawan membuat
karyawan mau memberikan semua kemampuan yang dimiliki bagi kemajuan
organisasi.
31
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Kesehatan merupakan hak asasi sekaligus investasi bagi setiap manusia.
Untuk itu pemerintah Indonesia terus berupaya melaksanakan pembangunan di
bidang kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Puskesmas merupakan salah satu unit pemberi layanan kesehatan yang
disiapkan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat. Upaya kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat adalah upaya kesehatan wajib dan pengembangan.
Program pengobatan merupakan salah satu upaya program wajib puskesmas yang
cukup mendapatkan sorotan dari masyarakat terkait dengan mutu pelayanananya.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan pelanggan baik internal maupun eksternal. Faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan meliputi unsur masukan (input) dan proses atau
aktivitas. Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan dalam
pengembangan mutu pelayanan. Baik buruknya pelayanan pengobatan tergantung
dari komitmen kerja petugas dalam hal ini dokter dan perawat. Komitmen kerja
merupakan kekuatan dokter dan perawat secara menyeluruh terhadap tugas dan
kondisi lingkungan puskesmas. Komitmen kerja merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi sumber daya manusia disamping kompetensi, motivasi,
penghargaan yang diterima baik finansial maupun non finansial maupun status
31
32
dari kepegawaian. Masing-masing individu dalam melaksanakan pekerjaan juga
terdapat beberapa faktor yang kemungkinan berpengaruh seperti umur, jenis
kelamin, pendidikan maupun masa kerja.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap mutu pelayanan pengobatan di
puskesmas adalah penerapan manajemen puskesmas. Penerapan manajemen
puskesmas merupakan faktor penting dalam proses pelaksanaan pelayanan
pengobatan di puskesmas. Manajemen puskesmas dalam upaya pengobatan terdiri
dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban yang diberkaitan kegiatan pengobatan dasar di puskesmas.
Perencanaan pada upaya pengobatan adalah proses penyusunan kegiatan
pada program pengobatan di puskesmas yang dimulai dengan menyusun usulan
kegiatan dalam bentuk RUK dan RPK. Usulan ini dituangkan dalam perencanaan
tingkat puskesmas (PTP). Pelaksanaan dan pengendalian upaya program
pengobatan merupakan proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian
terhadap penyelenggaraan rencana kegiatan pengobatan puskesmas. Kegiatan
yang dilakukan adalah menyusun penanggung jawab dan pelaksana di setiap unit
pengobatan. Permasalahan yang ada pada program pengobatan disampaikan dan
dibahas pada lokakarya mini puskesmas. Pengawasan dan pertanggungjawaban
merupakan proses dalam penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas yang
dapat berupa pengawasan internal dan eksternal. Laporan pertanggungjawaban
kegiatan dibuat dalam laporan kinerja puskesmas.
Kedua faktor tersebut dalam penelitian ini dihubungkan melalui komponen
penilaian mutu yaitu dari komponen input, proses dan output.
33
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir dapat disusun konsep penelitian ini sebagai
berikut :
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
INPUT
PROSES
OUTPUT
SDM
DANA
SARANA
Karakteristik (Umur Jenis
Kelamin, Profesi, Masa
Kerja
Komitmen Kerja (Inisiatif,
Penghayatan Visi Misi,
Ketaatan terhadap
Peraturan Puskesmas)
Motivasi, Kompetensi,
Penhargaan, Status
Kepegawaian
PELAYANAN MEDIS
PENERAPAN MANAJEMEN
PUSKESMAS
(Perencanaan, Pelaksanaan dan
Pengendalian, Pengawasan
dan Pertanggungjawaban)
MUTU PELAYANAN
PENGOBATAN
(Bukti Fisik, Kehandalan,
Daya Tanggap, Jaminan,
Empati)
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
34
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian dapat disusun hipotesis sebagai berikut
ini.
1. Ada hubungan yang signifikan antara penerapan manajemen puskesmas
dengan mutu pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas
Kabupaten Karangasem.
2. Ada hubungan yang signifikan antara komitmen kerja petugas dengan mutu
pelayanan pengobatan pada Poli Umum di puskesmas Kabupaten
Karangasem.
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain survei analitik kuantitatif dengan
pendekatan cross-sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran variabel pada
waktu yang sama dan hanya dilakukan satu kali saja (Sudigdo, 2011). Penelitian
ini tujuan untuk melihat hubungan penerapan manajemen puskesmas dan
komitmen kerja petugas dengan mutu pelayanan pengobatan di puskesmas.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Tempat yang diambil sebagai lokasi penelitian ini adalah salah satu unit
pengobatan yaitu poli umum yang terdapat pada 12 puskesmas di Kabupaten
Karangasem. Alasan diambilnya seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten
Karangasem adalah karena 12 puskesmas tersebut merupakan wilayah penelitian
dan untuk representatif data yang diperoleh.
4.2.2 Waktu Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Maret
2015.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian kesehatan masyarakat di
bidang ilmu manajemen dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan
35
36
terhadap masyarakat. Penelitian ini terbatas pada upaya program pengobatan yang
ada di puskesmas sebagai salah satu program wajib di puskesmas.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi
Populasi target penelitian ini adalah seluruh dokter dan perawat yang
bertugas di puskesmas Kabupaten Karangasem. Sedangkan populasi terjangkau
adalah dokter dan perawat yang terlibat dalam pelayanan pengobatan pada Poli
Umum di Puskesmas yang berjumlah 191 orang.
4.4.2 Sampel
Sampel diambil dari suatu populasi untuk menjadi subjek dalam penelitian.
Berikut ini merupakan beberapa tahapan dalam menentukan sampel penelitian.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yang digunakan adalah seperti diuraikan di bawah ini.
a. Dokter dan perawat yang bertugas pada Poli Umum di Puskesmas se-
Kabupaten Karangasem pada saat pengumpulan data.
b. Dokter dan perawat di poli umum yang berstatus Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
2. Kriteria ekslusi
Kriteria eksklusi yang digunakan dapat diuraikan seperti dibawah ini.
a. Dokter dan perawat di poli umum yang sedang mengikuti tugas belajar
b. Dokter dan perawat di poli umum yang sedang cuti.
37
4.4.3 Besar Sampel
Besar sampel digunakan rumus perhitungan sampel dengan besar
sampel untuk proporsi tunggal karena N sudah diketahui, maka perhitungan besar
sampelnya dihitung dengan rumus Lameshow, 1997 (Adiputri, 2014).
Rumus : 𝑛 =Z²1−
α
2. P.(1−P).N
d2(N−1)+Z² 1−α
2.P(1−P)
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
Z1-α /2 = Standar deviasi dengan confidence level 95 % adalah 1,96
P = Proporsi mutu pelayanan di puskesmas baik (65%)
(Naya, 2014)
d = Degree of precision yaitu sebesar 10 %
N = Jumlah populasi dokter dan perawat di puskesmas Kabupaten
Karangasem
Berdasarkan rumus tersebut didapat perhitungan sampel sebagai berikut :
n = Z²1−
α
2. P.(1−P).N
d2(N−1)+Z² 1−α
2.P(1−P)
n = 1,96².0,5.0,5.191
(0,1². (191-1))+ 1,96². 0,65.0,35
n = 60,17
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 61 orang.
Untuk jumlah sampel pada masing-masing puskesmas dan jumlah setiap
profesi dokter dan perawat dihitung dengan teknik Proportional Stratified
Random Sampling. Jumlah sampel setiap profesi dokter dan perawat dihitung pula
secara proporsional berdasarkan jumlah tenaga yang ada pada masing-masing
38
puskesmas. Adapun jumlah populasi dan sampel pada masing-masing puskesmas
di Kabupaten Karangasem adalah seperti tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Jumlah Populasi dan Sampel Berdasarkan Puskesmas dan Jenis Petugas
di Kabupaten Karangasem
Puskesmas
Populasi Jumlah
Dokter Perawat
P S P S P S
Manggis I 6 2 12 4 18 6
Manggis II 3 1 9 3 12 4
Sidemen 3 1 11 3 14 4
Selat 4 1 16 5 20 6
Rendang 5 1 10 3 15 5
Bebandem 2 1 15 5 17 6
Karangasem I 3 1 11 3 14 4
Karangasem II 4 1 14 4 18 5
Abang I 4 1 14 5 18 6
Abang II 2 1 12 4 14 4
Kubu I 7 2 14 5 21 7
Kubu II 2 1 8 3 10 4
Jumlah 45 14 146 47 191 61
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pada masing-
masing profesi di puskesmas adalah dengan teknik consecutive sampling,
sehingga dokter dan perawat yang sedang bertugas pada saat waktu pengumpulan
data akan dijadikan sampel penelitian. Waktu pengumpulan data dilakukan secara
bervariasi yaitu pada pagi dan siang hari.
39
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah penerapan manajemen puskesmas
dan komitmen kerja petugas. Variabel penerapan manajemen puskesmas terdiri
dari tiga sub variabel yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban. Variabel komitmen kerja petugas terdiri
dari tiga sub variabel yaitu inisiatif, penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap
peraturan puskesmas.
4.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah mutu pelayanan kesehatan pada
program pengobatan di poli umum yang terdiri dari lima sub variabel yaitu bukti
fisik (tangible) kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan
(assurance) dan empati (emphaty).
4.5.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah seperti berikut ini.
40
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel dan Skala Data
Variabel Sub Variabel Definisi Operasional Skala
Penguku
ran
Cara dan
Alat
Ukur
Catatan tentang rencana analisis
1 2 3 4 5 6
Karakteris
tik
Umur Umur dalam tahun responden saat wawancara mengenai
usia
Interval
(dalam
tahun)
Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dalam analisis dikelompokkan
dalam dua kategori yaitu:
1=Umur 20 -39 tahun
2=Umur ≥ 39 tahun
Jenis Kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-
laki dan jenis kelamin perempuan.
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Diberikan skor 1 = laki-laki
2 = perempuan
Profesi Profesi sesuai dengan ijazah dan jabatan fungsional di
puskesmas Kabupaten Karangasem.
Ordinal
Wawanca
ra dengan
kuesioner
Diberikan skor
1= Perawat
2= Dokter
Masa Kerja Lamanya bekerja di puskesmas diukur dalam tahun
Interval Wawanca
ra dengan kuesioner
Dalam analisis dikelompokkan ke
dalam dua kategori yaitu: 1= Masa Kerja <15tahun
2= Masa Kerja ≥15 tahun
41
1 2 3 4 5 6
Penerapan Manajemen
Puskesmas
Pelaksanaan manajemen puskesmas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan
dan pertanggungjawaban yang dipersepsikan oleh petugas
pada poli umum di puskesmas se-Kabupaten Karangasem
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan 2 kategori:
1= Baik (jika terdapat 2 atau 3 sub
variabel penerapan manajemen puskesmas dalam kategori baik.
2 = Kurang (jika terdapat 0 atau 1
subvariabel penerapan manajemen puskesmas dalam
kategori baik.
Perencanaan
Rencana kegiatan yang disusun oleh penanggungjawab
program pengobatan pada puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi perencanaan dalam hal target
kunjungan, kebutuhan dana, tenaga, obat dan alat
kesehatan, pembuatan rencana usulan kegiatan dan rencana pelaksanaan kegiatan.
Penilaian menggunakan 7 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian 1= Baik (≥55% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 55% dari skor
total)
Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan kegiatan program pengobatan di puskesmas
Kabupaten Karangasem dengan pelaksanaan kegiatan loka
karya mini, penyusunan tim pelaksana, dan penyusunan
jadwal jaga. Penilaian menggunakan 6 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan
tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥55% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 55% dari skor total)
Pengawasan dan Pertanggung
jawaban
Kegiatan evaluasi dan pelaporan yang dilaksanakan oleh
pihak internal dan eksternal puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi pengawasan kepala puskesmas, dinas kesehatan, pembuatan laporan kinerja.
Penilaian menggunakan 5 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥55% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 55% dari skor
total)
42
1 2 3 4 5 6
Komitmen Kerja
Komitmen dari petugas poli umum di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem dalam memberikan pelayanan
pengobatan yang meliputi subvariabel inisiatif,
penghayatan visi misi dan ketaatan terhadap peraturan puskesmas.
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :
1= Baik (jika terdapat 2 atau 3 sub
variabel komitmen kerja petugas dalam kategori baik).
2 = Kurang (jika terdapat 0 atau 1
subvariabel komitmen kerja petugas dalam kategori baik).
Insiatif
Kreatifitas dokter dan perawat untuk mengembangkan
potensinya dalam memberikan pelayanan pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi inovasi
untuk mengembangkan pelayanan, pengembangan
kompetensi dan semangat dalam dalam memberi kepuasan pasien.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya, dan tidak , skor dilakukan
sebagai berikut: pertanyaan positif : Ya (skor 1) dan tidak (skor 0).
pertanyaan negatif: Ya (skor 0) dan tidak (skor 1).
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Penghayatan Visi Misi
Pemahaman dan pelaksanaan cita-cita bersama untuk
pengembangan program pengobatan di puskesmas
Kabupaten Karangasem yang meliputi pengetahuan visi
misi, sosialisasi visi misi, dan melakukan pelayanan sesuai visi misi.
Penilaian menggunakan 3 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0)
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)
43
1 2 3 4 5 6
Ketaatan
terhadap Peraturan
Puskesmas
Ketaatan terhadap pelaksanaan dari peraturan yang dibuat
di puskesmas untuk mengatur pelaksanaan kegiatan
program pengobatan dan untuk kepentingan petugas di
puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi kepatuhan terhadap jam pelayanan, tata tertib pembagian
tugas dan pembagian jasa pelayanan. Penilaian
menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian sub
variabel :
1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Mutu
Pelayanan Pengobatan
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi lima dimensi yaitu bukti fisik,
kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empati
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan menjadi 2 kategori
yaitu : 1=Baik (jika terdapat 4 atau 5
subvariabel mutu pelayanan
pengobatan dalam kategori baik.
2 =Kurang (jika terdapat 0 sampai 3 subvariabel mutu pelayanan
pengobatan dalam kategori baik.
Bukti Fisik/
Tangible
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi kesediaan dokumen
perencanaan kegiatan, uraian tugas dan jadwal jaga
petugas, ketersediaan SOP dan tempat cuci tangan, ketersediaan alat kesehatan dan obat, ruang tunggu pasien
dan parkir yang cukup. Penilaian menggunakan 9 item
pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawancara dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Kehandalan/
Reliability
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi ketepatan waktu pelayanan, tanggung jawab, pemberian informasi dan pelatihan
terkait program pengobatan.Penilaian menggunakan 4
item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
44
1 2 3 4 5 6
DayaTanggap/
Responsiveness
Persepsi dokter dan perawat dalam melayani pasien pada
Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang
meliputi pelayanan sesuai prosedur, kecepatan pelayanan.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan 2 tingkatan skala yaitu Ya, dan tidak , skor dilakukan
sebagai berikut:
pertanyaan positif : Ya (skor 1) dan tidak (skor 0). pertanyaan negatif: Ya (skor 0) dan tidak (skor 1).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor total)
Jaminan/
Assurance
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem yang meliputi bekerja berpedoman pada
SOP, kesopanan, keramahan, dan keselamatan yang
meliputi informed consent dan penggunaan alat pelindung diri.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian 1= Baik (≥65% dari skor total)
2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
Empati/
Empathy
Persepsi dokter dan perawat terhadap pelayanan
pengobatan pada Poli Umum di Puskesmas Kabupaten
Karangasem yang meliputi waktu untuk mendengarkan keluhan, pemahaman terhadap kebutuhan, kemudahan
untuk dihubungi dan fokus dalam memberikan pelayanan.
Penilaian menggunakan 4 item pertanyaan diukur dengan
2 tingkatan skala yaitu Ya (skor 1), dan tidak (skor 0).
Nominal Wawanca
ra dengan
kuesioner
Dikelompokkan berdasarkan
persentase skor penilaian
1= Baik (≥65% dari skor total) 2= Kurang (dibawah 65% dari skor
total)
45
4.6 Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data mengenai variabel bebas dan variabel tergantung,
instrumen yang digunakan penelitian ini menggunakan kuesioner yang berkaitan dengan
penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja petugas dan lima dimensi mutu
pelayanan pada program pengobatan di puskesmas. Sebelum digunakan kepada
responden, kuesioner ini telah dilakukan uji coba kepada perawat dan bidan yang
bekerja pada puskesmas pembantu di Kabupaten Karangasem.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer
yang dikumpulkan meliputi hasil wawancara terhadap responden mengenai penerapan
manajemen puskesmas, komitmen kerja petugas dan mutu pelayanan pengobatan.
4.7.2 Cara Pengumpulan Data
Cara pengambilan dan pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah dengan
wawancara menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dilakukan langsung oleh
peneliti sendiri. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah seperti di bawah ini.
1. Peneliti meminta izin kepada kepala puskesmas dan responden agar dapat melakukan
penelitian dengan cara menjelaskan tujuan penelitian.
2. Peneliti memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian
kepada calon responden.
3. Peneliti melakukan wawancara kepada responden berdasarkan keusioner.
4. Peneliti melakukan pengecekan kembali pada semua item pertanyaan sebelum
mengakhiri pengumpulan data.
46
4.7.3 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi penelitian di Badan
Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali dengan nomor 070/24764/IV/BPMP
dan surat ijin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan
Masyarakat (Kesbang Pol dan Linmas) Kabupaten Karangasem dengan nomor
070/198/KBPPM/2015. Penelitian ini juga dilaksanakan setelah mendapatkan Ethical
Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor
183/UN.14.2/Litbang/2015. Sebelum responden bersedia menjadi responden, responden
diberikan lembar persetujuan dan mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan
manfaat penelitian serta informasi yang diperoleh hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian. Dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan
data namun hanya berisi kode-kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan responden.
4.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4.8.1 Teknik Pengolahan Data
Sebelum analisis data, dilakukan tahapan-tahapan kegiatan pengecekan ulang
setelah selesai pengumpulan data tentang kelengkapan dan kebenaran data. Tahapan-
tahapan kegiatan berikutnya adalah seperti diuraikan di bawah ini.
1. Editing Data
Data yang dilakukan editing adalah data berdasarkan jawaban responden tentang
karakteristik dokter dan perawat.
2. Coding Data
Data yang dilakukan koding adalah data berdasarkan jawaban responden tentang
penerapan manajemen puskesmas, komitmen kerja dan mutu pelayanan puskesmas.
47
3. Entry Data
Entry data yaitu memasukan data dalam variabel sheet dengan menggunakan
computer.
4. Cleaning Data
Cleaning data yaitu pembersihan data untuk mencegah kesalahan yang mungkin
terjadi.
5. Scoring
Hasil pengisian kuesioner oleh responden dilakukan scoring untuk keperluan
analisis. Penilaian pada penelitian ini menggunakan 2 tingkatan jawaban yaitu Ya dan
Tidak. Pemberian skor untuk masing-masing pertanyaan adalah sama untuk semua
pertanyaan pada masing-masing sub variabel yaitu untuk pertanyaan positif jawaban
“Ya” diberi skor 1, dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 0. Sedangkan untuk
pertanyaan negatif jawaban “Ya” diberi skor 0, dan untuk jawaban “Tidak”diberi skor 1.
4.8.2 Analisis data
4.8.2.1 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan
proporsi dari karakteristik responden, variabel bebas yaitu penerapan manajemen
puskesmas dan komitmen kerja petugas, serta variabel terikat yaitu mutu pelayanan
kesehatan.
4.8.2.2 Analisis Bivariat
Untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara variabel manajemen
puskesmas dengan mutu pelayanan pengobatan dan komitmen kerja dengan mutu
pelayanan pengobatan dengan menggunakan uji chi-square.
48
4.8.2.3 Analisa Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan secara independen
antara beberapa variabel bebas dengan variabel terikat serta mencari manakah variabel
independen yang mempunyai hubungan paling besar dengan variabel dependen dengan
uji analisis regresi logistik. Analisa multivariat dapat dilihat dari nilai p dimana
dikatakan signifikan jika nilai p < 0.05.
49
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Karangasem merupakan kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau
Bali. Batas wilayah Kabupaten Karangasem adalah di sebelah timur adalah Selat
Lombok, di sebelah selatan adalah Samudra Indonesia dan sebelah barat adalah
Kabupaten Klungkung, Bangli dan Buleleng. Ibukota Kabupaten Karangasem adalah
Amlapura yang terletak ± 84 km dari ibu kota Provinsi Bali (Denpasar). Secara
administratif Kabupaten Karangasem terdiri atas delapan kecamatan, 78
desa/kelurahan yang terdiri dari 75 desa dan tiga kelurahan. Luas wilayah Kabupaten
Karangasem adalah 839,54 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 406.600 jiwa
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Karangasem, 2015).
Kabupaten Karangasem mempunyai 12 puskesmas yang tersebar di delapan
kecamatan. Puskesmas tersebut enam diantaranya adalah puskesmas dengan fasilitas
rawat inap. Selain puskesmas induk terdapat juga puskesmas pembantu sebanyak 70
buah, polindes/poskesdes sebanyak 80 buah dan posyandu sebanyak 673 buah.
Pencapaian visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Kedua upaya tersebut jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Salah satu upaya program wajib puskesmas adalah Program
Pengobatan.
49
50
Program pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem dilaksanakan dengan
melakukan diagnosa, melaksanakan tindakan dan melakukan upaya rujukan bila
dipandang perlu. Upaya pengobatan pasien meliputi seperti menggali riwayat penyakit,
mengadakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, membuat diagnosa,
memberikan pengobatan yang tepat dan melakukan rujukan bila diperlukan. Upaya
pengobatan di puskesmas Kabupaten Karangasem dilakukan di luar gedung dan di
dalam gedung, terdiri dari rawat jalan maupun rawat inap. Adapun unit-unit pelayanan
pengobatan yang ada di puskesmas seperti Poli Umum, Unit Gawat Darurat (UGD),
Poli Gigi dan Mulut, Poli KIA, Pelayanan Rawat Inap maupun Puskesmas Keliling.
Penelitian ini dilakukan pada salah satu unit pelayanan dalam gedung yaitu pada
Poli Umum. Poli Umum puskesmas di Kabupaten Karangasem di koordinir oleh salah
satu penanggungjawab yang dipegang oleh seorang dokter. Dokter penanggungjawab
bertugas mengkoordinir pelaksanaan pelayanan. Pelayanan di poli umum dilaksanakan
oleh dokter dan perawat, namun ada juga sebagian puskesmas yang melibatkan bidan.
Pasien yang berkunjung ke puskemas terdiri dari pasien umum, maupun pasien sebagai
peserta jaminan kesehatan seperti JKBM maupun JKN. Kunjungan pasien baru ke
puskesmas pada tahun 2014 sebesar 20,14% dari jumlah penduduk, dengan diagnosa
penyakit ISPA yang memiliki peringkat tertinggi. (Dinas Kesehatan, 2015).
5.2 Karakteristik Responden dan Distribusi Variabel Penelitian
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdiri dari dokter dan
perawat yang bertugas di Poli Umum pada 12 puskesmas di Kabupaten Karangasem.
Karakteristik responden adalah seperti tabel di bawah ini.
51
Tabel 5.1
Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Karakteristik n=61 %
Umur, Median (IQR) 39 (31-45)
20 - 39 tahun 26 42,6
≥ 39 tahun 35 57,4
Jenis Kelamin
Laki-laki 29 47,5
Perempuan 32 52,5
Profesi
Perawat 47 77,1
Dokter 14 22,9
Masa Kerja, Median (IQR) 15 (5-18)
<15 tahun 26 42,6
≥15 tahun 35 57,4
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan kelompok umur
terlihat bahwa sebagian besar berada pada kelompok umur ≥39 tahun yaitu sebanyak 35
orang (57,4%), berdasarkan distribusi jenis kelamin terdapat lebih banyak perempuan
(52,5%). Dilihat dari jenis profesi responden sebagian besar berprofesi sebagai perawat
(77,1%), dan dilihat dari masa kerja, responden lebih banyak berada pada kelompok
masa kerja ≥15 tahun yaitu sebanyak 35 orang (57,4%).
Distribusi dari variabel penelitian ini yang terdiri dari penerapan manajemen
puskesmas, komitmen kerja petugas dan mutu pelayanan pengobatan diketahui bahwa
penerapan manajemen puskesmas kurang sebesar 52,8 %, komitmen kerja petugas
kurang sebesar 50,8 % dan mutu pelayanan pengobatan kategori kurang sebesar 75,4%.
Lebih lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
52
Tabel 5.2
Distribusi Frekwensi Variabel Penelitian
pada Poli Umum di Puskesmas se- Kabupaten Karangasem Tahun 2015
Variabel n=61 %
Penerapan Manajemen Puskesmas
Kurang 32 52,5
Baik 29 47,5
Komitmen Kerja Petugas
Kurang 31 50,8
Baik 30 49,2
Mutu Pelayanan Pengobatan
Kurang 46 75,4
Baik 15 24,6
5.3 Penerapan Manajemen Puskesmas di Puskesmas se-Kabupaten Karangasem
Variabel penerapan manajemen puskesmas pada penelitian ini terdiri dari tiga sub
variabel yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan
pertanggungjawaban. Distribusi penerapan manajemen puskesmas di puskesmas se-
Kabupaten Karangasem adalah seperti tabel di bawah ini.