i Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Perilaku Agresif pada Wanita Karier SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi Oleh : MARTINA KUSUMAWATI 03320190 FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Perilaku Agresif pada
Wanita Karier
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh :
MARTINA KUSUMAWATI 03320190
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi
Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat
Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan
dalam membuat laporan penelitian, tidak melanggar etika akademik seperti
penjiplakan, pemalsuan data, dan manipulasi data. Jika pada saat ujian skripsi saya
melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima sanksi dari dewan
penguji. Apabila kemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya
sanggup menerima konsekwensi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah
saya peroleh.
Yang menyatakan,
Martina Kusumawati
xiv
HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN PERILAKU AGRESIF
PADA WANITA KARIER
Martina Kusumawati Thobagus Muh. Nu’man
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif pada wanita karier. Semakin tinggi konflik peran ganda, semakin tinggi perilaku agresif. Sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda, semakin rendah perilaku agresif.
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawati yang sudah menikah, minimal mempunyai satu orang anak, masa kerja minimal dua tahun, dan berusia 25 tahun - 45 tahun. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala konflik peran ganda yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Pareek (dalam Widyasari, 1997) dan Kopelman & Burley (Arinta dan Azwar, 1993) dan skala perilaku agresif yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Berkowitz (dalam Sari, 2005).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11.5 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Korelasi Product Moment dari Pearson one-tiled menunjukkan korelasi sebesar r = 0,589 dengan p = 0,00 (p<0,01) yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Konflik Peran Ganda, Perilaku Agresif
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur nikmat tercurah hanya pada-Mu ya Allah SWT,
karya sederhana ini dapat terselesaikan
Terima Kasih untuk segala cinta, perhatian, do’a dan dukungan
dari orang-orang terdekat di hati:
Kedua Orang Tua, Kakak dan Adikku
Ayahanda Hasto Waluyo, SH dan Ibunda Hartini tercinta serta Hesty, SE dan
Bagus tersayang atas ketulusan limpahan cinta, kasih sayang yang tiada
terkira yang selalu menyertai langkah ananda, dukungan dan do’a yang takkan
pernah terbalas. Semoga Allah SWT memberkahi dan menyayangi kita semua.
Amin.
Eyang Kakung tersayang
Terimakasih atas semua bentuk dukungan, do’a, perhatian dan bimbingan yang
diberikan.
Teman Terbaikku Iwar
Terima kasih atas segala limpahan kasih sayang, rasa cinta, kesabaran, dukungan
semangat, do’a, pengertian, perhatian dan juga kesedihan, semua yang ada
menjadikanku lebih dewasa dan mengerti tentang hidup. “Thanks for everything”.
v
HALAMAN MOTTO
Artinya : “ …Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,… Oleh karena itu,
jika kamu telah selesai dari suatu tugas, kerjakan tugas lain dengan
sungguh-sungguh…” (Q.S. Alam Nasyrah 6-7)
Artinya : “…Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dari Allah dengan
kesabaran dan salat, Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang
sabar…” (Q.S. Al-Baqarah 153)
“Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan
dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
maka ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar
menyesali. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan diri. Jika
anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan
dengan dorongan, maka ia belajar untuk percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan
sebaik-bainya perlakuan, maka ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa
aman, maka ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
maka ia belajar menyayangi diri. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan
persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.” (Pepatah Bijak)
vi
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Puji syukur Kehadirat Allah SWT, atas petunjuk
dan pertolongan-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Keberhasilan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semata-mata adalah rahmat Yang Maha
Pemurah lagi Maha penyayang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telah banyak pihak yang memberikan
bantuan berupa dorongan, arahan dan data yang diperlukan mulai dari persiapan,
tempa dan pelaksanaan penelitian hingga tersusunya skripsi ini. Tidak berlebihan
kiranya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi
dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
agresif. Menurut Botha (1990) makin banyak film atau program televisi
dengan kandungan kekerasan yang ditonton pada masa kanak-kanak, makin
tinggi tingkat agresi ketika remaja atau dewasa.
4) Keterangsangan
Keterangsangan yang meningkat dapat menimbulkan perilaku agresi, jika
keterangsangan masih tetap ada setelah melalui kejadian atau situasi yang
tidak menyenangkan dan salah diinterpretasikan sebagai rasa marah.
b. Faktor pribadi
1) Pola perilaku
Pola perilaku terdiri dari dua tipe, tipe A menunjukkan karakteristik individu
yang tingkat kompetitif, urgensi waktu, dan hostility yang tinggi, sedangkan
tipe B menunjukkan karakteristik yang berlawanan dengan tipe A. Tipe A
lebih cenderung melakukan agresi hostile dibanding tipe B, namun
sebaliknya tipe A lebih cenderung untuk tidak melakukan agresi instrumental.
2) Bias atribusional hostile
Bias atribusional hostile merupakan kecenderungan untuk mempersepsikan
maksud atau motif hostile dalam tindakan orang lain ketika tindakan itu
dirasa ambigu.
3) Gender
Perbedaan gender dalam agresi menjadi lebih besar dengan ada atau
tidaknya provokasi. Pria lebih cenderung agresif dibandingan wanita, namun
24
adanya provakasi yang intens menunculkan persamaan agresif yang sama
pada pria dan wanita (Betancourt & Miller,1996).
c. Faktor situasional
1) Suhu udara
Agresi meningkat pada suhu udara pertengahan 80 derajat Fahrenheit,
namun agresi mengalami penurunan pada suhu yang lebih tinggi (Bell &
Baron, 1976). Artinya suhu panas meningkatkan agresi, namun hanya pada
batas titik tertentu.
2) Alkohol
Alkohol memberi pengaruh munculnya perilaku agresif pada individu yang
mempunyai kecenderungan agresi rendah, tetapi berbeda dengan individu
yang mempunyai kecenderungan agresi tinggi akan sedikit berkurang dalam
pengaruh alkohol.
3) Belief budaya dan nilai-nilai
Breakwell (1998) menjelaskan ada penilaian sub-kultural terhadap agresi
yang berbeda pada masyarakat, misalnya pada masyarakat tertentu agresi
diharapkan diekspresikan secara fisik namun masyarakat lain secara verbal,
selain itu perbedaan antara cara atau bentuk agresi yang diekspresikan pada
kaum pria atau wanita.
Sementara Harris (Baron, 2005) menyatakan bahwa pria lebih banyak
melakukan perilaku agresif daripada wanita. Ini menjelaskan bahwa perbedaan
gender dalam agresi lebih kompleks. Pria secara umum lebih cenderung dari wanita
untuk melakukan perilaku agresif dan menjadi target dari perilaku tersebut. Namun
25
pendapat lain Penrod (Koeswara, 1988) bahwa ada peningkatan perilaku agresi
yang dilakukan wanita. Peningkatan perilaku agresi ini terjadi karena adanya
gerakan wanita yang menuntut kebebasan dan persamaan hak serta banyaknya
kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang menjadi
penyebab atau pencetus perilaku agresif, yaitu frustrasi, stress, deindividuasi,
kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, suhu
udara, pemaparan terhadap kekerasan di media, keterangsangan, pola perilaku,
bias atribusional hostile, gender, belief budaya dan nilai-nilai serta pada wanita
karena adanya gerakan yang menuntut kebebasan dan persamaan hak dan
banyaknya kesempatan melakukan kegiatan di luar rumah. Dimana faktor-faktor
tersebut menpunyai pengaruh yang berbeda terhadap munculnya perilaku agresif,
namun faktor yang dianggap paling menonjol adalah frustrasi.
B. Konflik Peran Ganda Wanita Karier
1. Pengertian Konflik Peran Ganda Wanita Karier
Konflik secara umum merupakan suatu proses dimana individu atau
kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera mengambil
tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi individu tersebut (Baron,
2005). Selain itu Webster (Pruitt, 2004) mengartikan konflik sebagai persepsi
mengenai perbedaan kepentingan atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-
pihak berkonflik tidak dapat dicapai. Sedangkan peran diartikan seperangkat
26
patokan yang membatasi perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang
menduduki suatu posisi (Suhardono, 1994).
Kemudian Pareek (dalam Widyasari, 1997) yang menyatakan bahwa konflik
peran terjadi karena adanya harapan-harapan yang saling bertentangan pada waktu
yang sama. Selain itu Newcomb (1981) menyatakan konflik peran berasal dari
kumpulan-kumpulan harapan yang bertentangan, hal ini dirasakan individu jika salah
satu dari dua kumpulan harapan-harapan peran salaing bertentangan, dalam
keadaan ini akan menimbulkan konflik karena menghadapi harapan-harapan yang
tidak dapat disatukan sekaligus. Sementara Gibson (1990) menyatakan konflik
peran terjadi apabila seseorang menghadapi suatu situasi dimana terdapat dua atau
lebih persyaratan untuk melaksanakan peran yang satu dapat menghalangi
pelaksanaan peran yang lain khususnya dalam hal ini adalah peran ganda.
Peran ganda adalah peran yang sekaligus harus dimainkan seseorang sebab
orang tersebut menduduki banyak jabatan, seperti seorang wanita yang berperan
sebagai karyawati suatu perusahaan dan sebagai ibu rumah tangga (Gibson, 1990).
Pendapat lain Arinta & Azwar (1993) menyatakan peran ganda adalah suatu
pandangan yang menekankan bahwa urusan dalam lingkup rumah tangga tidak
boleh dilupakan oleh perempuan, meskipun aktif di luar rumah. Hal ini terjadi karena
banyak peran berbeda yang diduduki dalam berbagai organisasi dan dalam tiap-tiap
organisasi mencoba untuk menduduki dan menampilkan peran tertentu, jadi
kebanyakan orang melakukan peran ganda. Selain itu Arinta & Azwar (1993)
menjelaskan bahwa konflik peran ganda bersifat psikologis dengan gejala antara
lain, rasa bersalah, gelisah, tergantung, dan frustrasi. Konflik peran ganda muncul
27
karena peran dengan orientasi berbeda sama-sama membutuhkan pengabdian yang
baik.
Wanita karier adalah seseorang wanita yang melaksanakan suatu tugas
pada waktu dan tempat tertentu menjadi pekerja atau karyawan (Vuuren, 2001).
Selain itu Wolfman (1995) menyatakan wanita karier adalah wanita yang bekerja di
luar rumah. Pendapat lain Anoraga (2006) menyatakan wanita karier adalah wanita
yang memperoleh atau mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan,
jabatan, dan lain-lain. Sementara pengertian karier itu sendiri adalah sikap dan
perilaku yang berhubungan dengan pengalaman dan kegiatan kerja sepanjang hidup
orang tersebut (Gibson, 1990). Definisi ini sejalan dengan pengertian karier yang
dikemukakan Flippo (1990) bahwa karier adalah rangkaian kegiatan kerja yang
terpisah tetapi berkaitan, yang memberi kesinambungan, ketentraman dan arti
dalam hidup seseorang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda wanita
adalah suatu konflik atau pertentangan batin yang dialami wanita yang sudah
berkeluarga dan bekerja diluar rumah, dimana wanita kurang mampu
mengkoordinasi secara efektif perannya, baik sebagai ibu rumah tangga dan
sebagai wanita karier, sehingga menghadapi kondisi dimana tiap-tiap peran yang
memang mengandung persyaratan tertentu dan menghalangi pelaksanaan peran
satu sama lain.
28
2. Aspek-aspek Konflik Peran Ganda Wanita Karier
Menurut Pareek (dalam Widyasari, 1997) yang aspek-aspek konflik peran
ganda berdasarkan role stress scale adalah sebagai berikut:
a. Berkarier sepenuhnya, yang diwujudkan sebagai pandangan terhadap
keberhasilan kerja.
b. Keinginan hanya sebagai ibu dan istri, diwujudkan sebagai perasaan bersalah
mengabaikan tangguang jawab.
c. Tuntunan kedua peran, diwujudkan dengan kebinggungan dan keraguan dalam
melaksanakan peran sebagai wanita karier dan sebagai ibu rumah tangga.
d. Pembagian tugas rumah tangga, diwujudkan kurang adanya toleransi dari suami
dalam mengatur rumah tangga dan mendidik anak.
e. Mendampingi suami berkarier, diwujudkan dengan mendorong suami baik
secara moril maupun dengan berbagi kegiatan ditempat suami bekerja namun
terbentur dengan kurangnya waktu.
f. Memperhatikan kebutuhan anak, diwujudkan dengan rasa ragu dan cemas tidak
mampu memenuhi segala tuntutan dari kenginan anak, baik yang menyangkut
sekolah maupun rekreasi.
g. Perbedaan jenis kelamin, diwujudkan dengan pandangan bahwa wanita kurang
mampu dalam menyelesaikan tugas kantor.
h. Rekan sekerja, diwujudkan dengan rekan sekerja merasa terganggu.
i. Hambatan promosi, diwujudkan dengan pandangan diskriminasi pria dan wanita.
29
Pendapat lain Kopelman dan Burley (Arinta dan Azwar, 1993) dalam konflik
peran ganda terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu:
a. Masalah pengasuhan anak, pada umumnya wanita peran ganda mencemaskan
kesehatan jasmani dan emosi anak-anaknya. Ini berarti menuntut perhatian,
tenaga dan pikiran mereka di rumah sewaktu berada di tempat kerja.
b. Bantuan pekerjaan rumah tangga, wanita berperan ganda membutuhkan
bantuan dari berbagai pihak baik dari suami, anak maupun pembantu untuk turut
serta dalam urusan pekerjaan rumah tangga.
c. Komunikasi dan interaksi dengan keluarga, komunikasi merupakan sarana untuk
untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Dengan komunikasi dapat
mengutarakan kebutuhan, keinginan bahkan keluhan pada seseorang.
d. Waktu untuk keluarga, wanita peran ganda sering merasa kekurangan waktu
untuk suami, anak-anak bahkan untuk dirinya sendiri.
e. Penentu prioritas, prioritas disusun tergantung pada kepentingan individu yang
bersangkutan agar tidak menimbulkan pertentangan antara kepentingan yang
satu dengan kepentingan yang lain.
f. Tekanan karier dan keluarga, dalam bekerja akan terdapat banyak masalah
yang menuntut para pekerja untuk menyelesaikannya. Begitu juga dirumah, akan
terdapat banyak pekerjaan rumah yang menuntut untuk diselesaikan. Tuntutan
tersebut dapat menjadi sebuah tekanan bagai seseorang yang kemudian akan
menjadi konflik dalam diri wanita peran ganda.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan aspek-aspek konflik peran
ganda adalah masalah pengasuhan anak, masalah pembagian tugas rumah tangga,
30
tuntutan kedua peran, berkarier sepenuhnya, keinginan hanya sebagai ibu rumah
tangga, mendampingi suami berkarier, perbedaan jenis kelamin, hubungan dengan
rekan sekerja, hambatan promosi, dan waktu untuk keluarga. Dimana wanita peran
ganda seringkali mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan permasalahan-
permasalahan tersebut. Aspek-aspek tersebut dipilih dan digabungkan dengan
tujuan untuk saling melengkapi, pada aspek yang diungkapkan oleh Pareek (dalam
Widyasari, 1997) tidak terdapat aspek waktu untuk keluarga padahal hal ini
dianggap cukup penting dalam mengungkap konflik peran ganda yang dialami
wanita karier, begitu juga sebaliknya aspek yang dikemukakan oleh Kopelman dan
Burley (Arinta dan Azwar, 1993) tidak terdapat aspek mengenai hubungan dengan
rekan sekerja, perbedaan jenis kelamin dan hambatan promosi.
C. Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Perilaku Agresif pada Wanita
Karier
Pada dasarnya peran seorang wanita yang telah menikah sangat penting
dalam perkembangan dan pembinaan anak dan keluarga. Dalam sebuah keluarga
inti peran utama wanita adalah sebagai isteri, ibu rumah tangga, dan sebagai
pengurus rumah tangga (Munandar, 1985). Ketiga peran tersebut memberi
pengertian bahwa wanita diberikan diri yang sepenuhnya guna kesejahteraan
keluarga. Namun, zaman yang terus berkembang menyebabkan peran wanita
bergeser dari sektor domestik menjadi sektor publik. Ini berarti, wanita memiliki dua
peran yang harus dijalankan secara bersamaan dalam kehidupannya.
31
Saat ini banyak wanita berkarier tetapi tetap mendapatkan porsi yang sama
dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, sehingga peran ganda bagi wanita
yang telah berkeluarga sama dengan beban ganda. Wanita dengan peran ganda
seringkali dihadapakan dengan situasi yang mengharuskan memilih dan
mengorbankan salah satu kepentingan, karena tidak jarang tuntutan dari tugas
kantor saling bertentangan dengan tugas rumah tangga.
Menjalankan dua peran sekaligus secara tidak langsung memberikan
dampak baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi lingkungan keluarga dan
lingkungan kerja. Wanita berperan ganda dituntut untuk berhasil dalam dua peran
yang bertentangan, dirumah wanita dituntut untuk berperan subordinat (memiliki
kedudukan dibawah suami) dan menunjang kebutuhan keluarga dengan mengurus
suami dan anak-anak. Sementara ditempat kerja mereka dituntut untuk mampu
bersikap mandiri dan dominan (Munandar, 1985). Disebutkan juga untuk
memuaskan tuntutan dari satu atau dua peran tertentu, individu membutuhkan
sebagian besar waktu dan usahanya.
Memadukan kehidupan rumah tangga dan pekerjaan membutuhkan
penyesuaian diri agar berhasil (Hurlock, 1992). Keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan tugas atau dapat terpenuhinya segala sesuatu yang dibutuhkan,
akan mendatangkan kepuasan. Demikian pula didunia kerja, apabila seorang wanita
karier dapat mencapai dan mendapatkan apa yang diharapkan, maka individu akan
merasa puas dan wanita akan merasa dirinya diperlakukan adil dalam lingkungan
kerjanya. Adanya rasa keadilan dan tercapainya suatu harapan akan membawa
pengaruh terhadap perilakunya kearah yang positif, baik yang menyangkut
32
hubungan dengan keluarga, hubungan sosial dengan rekan kerja serta lingkungan
kerjanya.
Namun sebaliknya, konflik yang dialami wanita peran ganda akan lebih
dirasakan sebagai suatu beban apabila pada saat wanita berkeluarga menerjunkan
dirinya dalam dunia kerja, perusahaan kurang memberikan kesempatan bagi
pengembangan kariernya. Jika demikian konflik bisa terjadi dan akan membawa
dampak perilaku yang negatif terhadap tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya. Selain itu dengan bekerja wanita akan merasa bersalah jika
menelantarkan urusan rumah tangga, yang oleh Rini (2002) dikatakan bahwa
perasaan bersalah mempengaruhi tindakan atau perilaku individu tersebut.
Disatu sisi wanita peran ganda menginginkan dirinya untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pekerjaanya. Sebagai wanita karier harus melakukan pekerjaan
dengan sepenuhnya atau sungguh-sungguh untuk mencapai keberhasilan tersebut.
Sedyono & Hasibuan (1998) menyatakan tantangan terbesar wanita karier dalam
mencapai sebuah keberhasilan adalah masalah kekurangan waktu, dimana ada
perbedaan besar antara waktu yang dimiliki dengan jumlah tugas yang harus
dikerjakan. Dengan demikian wanita peran ganda mengalami kesulitan dalam
mencapai keberhasilan dalam berkarier, hal ini berkaitan dengan permasalahan
dalam rumah tangga tidak kalah penting dengan masalah pekerjaan di luar rumah
yang harus ditangani oleh wanita peran ganda. Menurut Munandar (1985) pada
dasarnya, perhatian wanita adalah terutama terhadap keluarganya dan cinta kasih,
sedangkan profesi dan “komepetisi” bagi wanita baru pada tempat kedua. Sebagai
ibu rumah tangga, wanita peran ganda mempunyai tanggungjawab untuk memenuhi
33
tuntutan dari keinginan anak serta suami dan yang paling utama adalah tanggung
jawab terhadap pembinaan dan perkembangan mental anak. Kemudian tuntutan
kedua peran yang dijalankan wanita peran ganda akan memunculkan kebingungan
atau keraguan dalam melaksanakan peran, baik sebagai ibu rumah tangga dan
wanita karier, hal itu merupakan akibat dari keterbatasan kemampuan dan waktu
yang dimiliki oleh wanita peran ganda Ray & Miller (Hardyastuti, 2001).
Selain itu masalah yang dihadapi wanita peran ganda bukan hanya tuntutan
kedua peran yang dijalankan, akan tetapi masalah kurangnya toleransi serta
bantuan yang diberikan oleh orang lain khususnya suami. Rini (2002) menyatakan
jika suami kurang memberikan tolerasi karena merasa terancam, tersaingi, cemburu
dengan status “bekerja” wanita peran ganda, maka kedua peran yang dijalankan
menimbulkan beban ganda, bahkan menganggap suami tidak mengerti dengan
keadaan wanita peran ganda. Kemudian adanya hambatan promosi menjadi
permasalahan pada wanita peran ganda karena muncul pandangan bahwa wanita
yang telah berkeluarga dianggap kurang mampu menjalankan pekerjaan dengan
baik, karena selain tugas kantor, ada tugas lain yang harus dikerjakan (sebagai ibu
rumah tangga) meskipun pada dasarnya mampu dan berprestasi. Hal semacam ini
membuat wanita peran ganda merasa diperlakukan tidak adil dalam tempat
kerjanya, sehingga dengan masalah-masalah yang muncul mengakibatkan konflik
peran ganda pada wanita karier. Dimana konflik peran ganda secara umum
dikatakan sebagai konflik antara dua peran yang bertentangan. Sementara
(Atkinson, 1983) menyatakan konflik antara dua motif yang bertentangan dapat
menjadi sumber utama frustrasi.
34
Frustrasi sendiri diartikan sebagai situasi dimana individu terhambat atau
gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami
hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan (Koeswara, 1988).
Selain itu Gerungan (2002) menjelaskan bahwa orang-orang yang mengalami
frustrasi apabila maksud-maksud dan keinginan-keinginannya yang diperjuangkan
dengan intensif mengalami kegagalan, sebagai akibat dari frustrasi mungkin akan
timbul perasan jengkel atau perilaku agresif. Sementara Berkowitz (1995)
mengatakan bahwa frustasi dan agresi sangat berkaitan erat. Artinya, frustasi dapat
mengarahkan individu kepada tindakan agresif karena frustasi bagi individu
merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan ingin mengatasi atau
menghindarinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif. Biasanya individu
akan memilih tindakan agresif sebagai rekasi atau cara untuk mengatasi frustasi.
Selain itu Koeswara (1988) yang menyatakan bahwa peningkatkan
agresivitas pada wanita terjadi karena wanita semakin meninggalkan kegiatan-
kegiatan tradisionalnya (hanya berperan sebagai ibu rumah tangga) di lingkungan
keluarga, dan karena memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan kegiatan
di luar rumah. Sesuai dengan wanita peran ganda yang harus membagi waktunya
untuk urusan atau masalah rumah tangga dan pekerjaan di luar rumah, bahkan
peran yang dijalankan dirasa saling menghambat, maka wanita peran ganda mudah
mengalami frustrasi dan berpotensi untuk melakukan agresi. Kemudian Atkinson
(1983) menyatakan agresi sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang
lain (secara fisik maupun verbal) atau merusak harta benda.
35
Pada individu yang mengalami frustrasi, mungkin untuk melakukan perilaku
agresif untuk mengurangi atau meghilangkan frustrasi (Dayakisni, 2001). Hal ini
sejalan dengan individu yang mengalami konflik antara dua peran yang dijalankan
sehingga menimbulkan frustrasi dan memungkinkan untuk memunculkan perilaku
agresif, seperti munculnya perasaan jengkel dan marah.
Dari uraian diatas, dapat disimpulakan bahwa konflik peran ganda pada
wanita karier sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas, memungkinkan
timbulnya frustrasi jika banyak hambatan atau rintangan dalam menjalankan kedua
peran, baik sebagai ibu rumah tangga maupun wanita karier. Untuk mengurangi atau
menghilangkan perasaan frustrasi, maka wanita peran ganda dapat memunculkan
perilaku agresif atau mencoba berusaha untuk mencari sasaran terhadap pihak atau
sumber yang dirasa sebagai penghambat dalam pencapaian tujuannya.
D. Hipotesis Penelitian
Dari uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan
positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif pada wanita karier.
Semakin tinggi konflik peran ganda, maka semakin tinggi pula perilaku agresif dan
sebaliknya.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian
Sesuai dengan hipotesa yang diajukan, maka variabel pada penelitian ini
adalah :
1. Variabel Bebas : Konflik Peran Ganda
2. Variabel Tergantung : Perilaku Agresif
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Konflik peran ganda pada wanita karier adalah suatu konflik atau
pertentangan batin yang dialami wanita yang sudah berkeluarga dan bekerja diluar
rumah, dimana wanita kurang mampu mengkoordinasi secara efektif perannya, baik
sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karier, sehingga menghadapi kondisi
dimana tiap-tiap peran yang memang mengandung persyaratan tertentu dan
menghalangi pelaksanaan peran satu sama lain. Tinggi rendahnya konflik peran
ganda diukur dengan menggunakan skala yang dibuat peneliti berdasarkan teori
Pareek (dalam Widyasari, 1997) dan Kopelman & Burley (Arinta dan Azwar, 1993).
Aspek-aspek yang akan diukur dalam penelitian ini adalah masalah pengasuhan
anak, masalah pembagian tugas rumah tangga, tuntutan kedua peran, berkarier
sepenuhnya, keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga, mendampingi suami
berkarier, hubungan dengan rekan sekerja, hambatan promosi, perbedaan jenis
kelamin, dan waktu untuk keluarga. Konflik peran ganda pada wanita karier diketahui
37
dengan skor yang diperoleh subjek setelah mengisi skala konflik peran ganda wanita
karier. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi juga konflik peran
ganda wanita karier.
Perilaku agresif adalah tingkah laku yang merupakan kekerasan fisik maupun
verbal yang ditujukan kepada orang lain atau objek-objek (benda) yang bersifat
mencelakakan, merugikan atau merusak yang mengandung unsur kesengajaan
serta adanya usaha menghindar yang dilakukan oleh pihak yang dilukai atau
dirugikan. Tinggi rendahnya perilaku agresif diukur dengan menggunakan skala
perilaku agresif yang dibuat peneliti berdasarkan teori Berkowitz (dalam Sari, 2005).
Aspek yang akan diukur dalam penelitian ini adalah fisik, agresi verbal dan agresi
pasif. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi juga perilaku agresif.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan ciri-ciri tertentu yang erat
dengan karakteristik penelitian. Adapun karakteristik subjek penelitian ini adalah
karyawati yang sudah menikah, minimal mempunyai satu anak, berusia 25 tahun -
45 tahun (yang merupakan usia produktif) dan masa kerja minimal 2 (dua) tahun.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala
konflik peran ganda dan skala perilaku agresif, dimana subjek diminta untuk mengisi
skala tersebut. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode
purposive sampling. Aitem-aitem skala dibuat bervariasi antara pernyataan yang
38
bersifat favorable dan unfavorable untuk menghindari stereotipe jawaban.
Pernyataan favorable adalah pertanyaan yang memihak objek penelitian, sedangkan
unfavorable adalah pernyataan yang tidak mendukung atau tidak memihak pada
objek penelitian. Skala pada penelitian ini menggunakan metode likert yang
memberikan empat alternatif jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju
(TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Alternatif jawaban yang terdiri dari empat
dilakukan agar tidak terjadi kekaburan perbedaan antara jenjang alternaif yang ada
serta meghindari ketidakpekaan subjek apabila terlalu banyak alternatif jawaban.
Kemudian jawaban netral (N) atau “tidak menentukan pendapat” sengaja ditiadakan,
hal ini bertujuan untuk menghindari jawaban yang ragu-ragu oleh subjek serta
kecenderungan subjek untuk memilih alternatif jawaban hanya pada satu pilihan
tersebut (Azwar, 2004). Skala pengukuran yang akan digunakan adalah:
1. Skala Konflik Peran Ganda
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dikembangkan
sendiri oleh peneliti. Variabel konflik peran ganda diukur berdasarkan jumlah skor
yang diperoleh individu atas respon yang diberikan terhadap skala tersebut. Jumlah
aitem pada skala konflik peran ganda adalah 43 aitem yang terdiri dari 32 aitem
favorable dan 11 aitem unfavorable. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka
konflik peran ganda pun semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Aspek-aspek konflik
peran ganda berdasarkan teori Pareek (dalam Widyasari, 1997) dan Kopelman &
Burley (Arinta dan Azwar, 1993) yang akan diukur adalah sebagai berikut:
a. Masalah pengasuhan anak,
b. Pembagian pekerjaan rumah tangga,
39
c. Tuntutan kedua peran,
d. Berkarier sepenuhnya,
e. Keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga,
f. Mendampingi suami berkarier,
g. Hubungan dengan rekan sekerja,
h. Hambatan promosi,
i. Perbedaan jenis kelamin, dan
j. Waktu untuk keluarga.
Tabel 1. Distribusi Penyebaran Aitem Skala Konflik Peran Ganda Sebelum Uji Coba
Aspek Butir Favourable Butir Unfavourable
Total Nomor Butir Jumlah Nomor Butir Jumlah
Masalah pengasuhan anak Pembagian pekerjaan rumah tangga Tuntutan kedua peran Berkarier sepenuhnya Keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga Mendampingi suami berkarier Hubungan dengan rekan sekerja Hambatan promosi Perbedaan jenis kelamin Waktu untuk keluarga
Bentuk aitem pada skala kecenderungan perilaku agresif adalah pernyataan
dengan pilihan jawaban, sebagai berikut:
Tabel 4. Variasi Jawaban dan Skor Aitem pada Skala Perilaku Agresif
Variasi Jawaban Skor
Favourable Unfavourable
Sangat Sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak Sesuai 2 3
Sangat Tidak Sesuai 1 4
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Sebelum alat ukur digunakan dalam penelitian yang sesungguhnya, perlu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut. Tujuannya agar alat yang
digunakan dalam penelitian lebih akurat dan dapat dipercaya (Azwar, 2005).
Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan agar skala psikologis dapat
dipertanggung jawabkan. Kedua pengujian tersebut tetap dilakukan selama skala
yang bersangkutan masih digunakan. Uji relaibilitas dan validitas merupakan
langkah awal dalam melakukan uji korelasi maupun uji beda. Validitas dan
42
reliabilitas diperlukan dalam rangka kelayakan suatu alat ukur untuk dapat
digeneralisasi.
1. Uji Validitas
Validitas adalah sejauh mana alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Validitas lebih mengarah pada derajat fungsi atau derajat
kecermataan suatu alat ukur atau alat tes (Suryabrata, 2006). Validitas alat ukur
artinya alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan
tujuan ukurnya. Sebuah alat ukur yang reliabilitasnya terpenuhi belum dapat
dipastikan tentang validitas atau keabsahannya.
Relevansi aitem dengan tujuan alat ukur sebenarnya sudah dapat dievaluasi
dengan akal sehat, tetapi yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah apakah
skala layak digunakan untuk mengungkap atribut yang dikehendaki oleh perancang
skalanya (Azwar, 2005).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan
alat tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas alat ukur menunjukkan pada sejauh mana
perbedaan-perbedaan skor perolehan tersebut dapat mencerminkan perbedaan-
perbedaan atribur sebenarnya. Reliabilitas ditunjukkan oleh taraf keajegan
(konsistensi) skor yang diperoleh subjek yang diukur dengan alat yang sama atau
diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda (Suryabrata, 2006).
Selain itu reliabilitas alat ukur berkaitan erat dengan masalah kesalahan
pengukuran. Kesalahan pengukuran menunjuk pada sejauh mana inkonsistensi hasil
pengukuran dilakukan ulang pada kelompok subjek yang sama dengan waktu yang
43
berbeda. Pengukuran yang tidak reliabel tidak akan konsisten dari waktu ke waktu
sehingga dalam menggunakannya pun masih dipertanyakan (Azwar, 2005).
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode statistik. Model analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
korelasi Product Moment (r) dari Pearson one-tiled, karena penelitian ini ingin
mengukur korelasi atau hubungan antara dua variabel serta untuk mengetahui
seberapa besar korelasi atau hubungan tersebut. Korelasi product moment dapat
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua gejala interval (Hadi, 2000).
Analisis data penelitian yang diperoleh dalam bentuk angka akan dianalisis dengan
memanfaatkan fasilitas komputerisasi SPSS versi 11.5 for windows.
44
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Pengumpulan Data
1. Oreintasi Kancah
a. Struktur Organisasi Bank Rakyat Indonesia
Dari kantor cabang BRl yang tersebar di Indonesia salah satunya adalah BRl
Cabang Wonosobo ditempat dimana penulis melakukan kegiatan pelatihan kerja.
BRl Cabang Wonosobo didirikan di Jalan Ahmad Yani No. 1 Wonosobo, sebagai
tempat untuk melancarkan kegiutan operasi perbankannya. BRl Cabang W onosobo
tersebut didirikan berdasarkan surat keputusan Direksi Pusat No. S. II. POR /2/ 1986
tentang pemberian ijin usaha kantor cabang BRI daerah Propinsi Jawa Tengah yang
terdapat di Kabupaten Wonosobo. Kantor cabang BRl Wonosobo ini diresmikan
pada tanggal 5 Desember 1985 oleh Direksi Pusat BRI. Operasinya secara resmi
pada tanggal 3 Februari 1986 dengan jumlah karyawan sebanyak 56 orang terdiri
dari 49 karyawan laki- laki dan 7 orang karyawan perempuan.
Semakin lama perkembangan operasi perbankan semakin luas dan nasabah
yang dilayani datang dari pelosok dan berbagai kalangan sehingga perlu adanya
sebuah sarana berupa gedung untuk mendukung kegiatan perbankan. Tahun 1991
dimulai pembangunan gedung baru yang diharapkan mampu menampilkan wajah
baru yang dapat menumbuhkan semangat dalam melayani nasabah dengan lebih
baik. Dalam jangka waktu 100 hari kalender gedung bank BRI cabang Wonosobo
selesai dibangun dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 26 luni 1993 dengan
45
penandatanganan prasasti oleh Dirut BRI yaitu Bapak Iwan R. Prawiranata. Gedung
baru tersebut dibangun di atas sebidang tanah seluas 2.979 M2 dengan banguan
permanen berlantai dua (luas bangunan secara keseluruhan 1100 M2, termasuk
bangunan penunjang) serta letaknya yang cukup strategis, berada dipertigaan alun-
alun Wonosobo sebagai pintu gerbang Kabupaten Wonosobo serta berhadapan
dengan pendopo Kabupaten.
Arsitektur bangunan ini dibuat dalam bentuk Joglo, suatu bangunan khas
Jawa. Pendekatan ini diharapkan akan mampu menarik masyarakat untuk menjadi
nasabah BRI Cabang Wonosobo. Tokoh utama pendiri BRI cabang Wonosobo ialah
Direksi Pusat BRI Propinsi Jawa Tengah. Kantor cabang BRI Wonosobo saat ini
memiliki karyawan sebanyak 141 orang termasuk pramubakti, pekerja kontrak baik
unit maupun cabang. Pimpinan BRI Cabang Wonosobo saat ini dijabat oleh Bapak
Ir. I Ketut Manuartha, MM.
Di bawah ini peneliti mengupas sedikit struktur organisasi BRl Cabang
Wonosobo. Struktur organisasi yang terdapat di BRI Cabang Wonosobo adalah
sebagai berikut :
1) Pimpinan Cabang, membawahi :
a) Staff
b) AO Kredit Umum
c) AO Kredit Program
d) AO Tapsum
e) Mantri BKD
f) Pengawas TPSP
46
g) OPK Umum
h) OPK Tapsum
i) Operating Officer
j) Sekertariat
k) Satpam
l) Pengemudi
m) Pramubakti
2) Asisten Manager Operasional membawahi :
a) UPN
b) Administrasi dan Jasa
c) Teller
3) Asisten Manager Bisnis Mikro membawahi 15 unit BRI dan Pos
Pelayanan Desa, yaitu :
a) BRI Unit Kertek dan PPD Pasar Kertek
b) BRI Unit Selomerto dan PPD Sukoharjo
c) BRI Unit Ruko
d) BRI Unit Kaliwiro
e) BRI Unit Sapuran
f) BRI Unit Wadaslintang
g) BRI Unit Garung
h) BRI Unit Kepil
i) BRI Unit Kalikajar
j) BRI Unit Mojotengah
47
k) BRI Unit Kejajar
l) BRI Unit Reco
m) BRI Unit Leksono
n) BRI Unit Wonosobo Asri
o) BRI Unit Watumalang
4) Kepala Unit membawahi :
a) Mantri BRI unit
b) Deskman BRI unit
c) Teller BRI unit
b. Sistem kerja dan peraturan pada Bank Rakyat Indonesia
Adanya sistem kerja dan peraturan yang berlaku pada Bank Rakyat
Indonesia secara garis besar mempunyai tujuan untuk mencapai apa yang menjadi
visi dan misi yang telah ada. Bagi Bank Rakyat Indonesia yang merupakan salah
satu bank yang terbesar di Indonesia, yang bergerak dibidang pelayanan jasa
masyarakat yang tentu saja dituntut disiplin, tanggung jawab dan profesionalitas
yang tinggi. Setiap karyawan, karyawati, serta pramubakti dan pekerja kontrak harus
mematuhi peraturan yang ada. Seluruh karyawan mempunyai kewajiban berada di
kantor sebelum jam kerja dimulai (pukul 07.30) sampai dengan jam kerja berakhir
(pukul 16.30) dan waktu istirahat pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00. Selain itu,
karyawan harus bertanggung jawab atas pekerjaannya dan dilarang keras
menggunakan uang perusahaan, apabila rekan kerja lain mengetahui kesalahan
yang dilakukan oleh karyawan lain namun tidak melaporkan kepada atasan maka
akan mendapat sanksi. Setiap karyawan yang melanggar akan mendapatkan
48
sanksi, pertama akan mendapat teguran lisan dari atasan, kedua berupa teguran
secara tertulis, selanjutnya adanya penggurangan tunjangan yang diberikan,
penurunan jabatan, serta pemecatan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Seluruh karyawan Bank Rakyat Indonesia diberikan cuti kerja selama 12 hari
kerja dalam satu tahun dan mendapatkan tunjangan cuti. Untuk karyawati juga
mendapatkan keringanan cuti kerja pada saat akan hamil dan melahirkan (cuti
hamil). Selain itu seluruh karyawan harus siap ditempatkan di seluruh kantor Bank
Rakyat Indonesia. Karyawan Bank Rakyat Indonesia harus siap dalam menjalankan
pekerjaannya yang bisa dikatakan monoton, tetapi sangat membutuhkan ketelitian,
kecermatan serta kecepatan dalam pengerjaanya karena banyak sekali pekerjaan
yang setiap harinya harus diselesaikan dengan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Setiap karyawan mempunyai kesempatan yang sama dalam promosi, akan
tetapi ada beberapa kejadian seorang karyawati yang menjabat sebagai mantri
salah satu kantor unit Bank Rakyat Indonesia Cabang Wonosobo, merasa tidak
mampu untuk menjalankan tugasnya karena pekerjaan sebagai mantri sangat berat
untuk dijalankan oleh seorang wanita. Disini tugas seorang mantri adalah meninjau
keadaan nasabah (khususnya yang akan melakukan kredit) yang berada di desa-
desa, sehingga karyawati lebih sering menjabat sebagai deskman maupun teller.
Sementara untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, para karyawati harus
menjabat sebagai mantri terlebih dahulu kemudian dapat menjabat sebagai kepala
unit dan seterusnya. Hal semacam ini dirasakan para karyawati sebagai hambatan
dalam pencapaian karier.
49
Selain itu pada akhir bulan karyawan harus membuat laporan keuangan,
yang biasanya memakan waktu cukup lama sehingga memungkinkan sekali untuk
kerja lembur. Kerja lembur tidak hanya pada akhir bulan saja, jika ada pekerjaan
yang harus diselesaikan atau dilaporkan kepada atasan hari itu juga maka kerja
lembur tetap harus dilakukan. Hal semacam ini menuntut profesionalitas para
karyawan. Dilihat dari sistem kerja dan peraturan yang ada, maka seluruh karyawan
maupun karyawati mempunyai tanggung jawab pekerjaan yang cukup berat dan
padat serta membutuhkan usaha dan waktu. Bagi karyawati mungkin akan
mengalami sedikit kendala karena banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan selain
pekerjaan kantor, yaitu pekerjaan rumah tangga.
2. Persiapan Penelitian
Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan
persiapan penelitian yang meliputi persiapan administrasi mengenai administrasi
tempat untuk melaksanakan penelitian dan persiapan alat ukur.
a. Persiapan Administrasi
Untuk dapat melakukan pengambilan data try out dan penelitian, peneliti
menggunakan surat perizinan yang dikeluarkan oleh pihak Fakultas Psikologi dan
Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Surat–surat tersebut adalah
sebagai berikut:
50
1) Surat Permohonan Ijin Try Out untuk Skripsi dengan nomor:
484/Dek/70/Akd/VI/2007, tertanggal 18 Juni 2007 dan ditujukan kepada
Kepala LSM Upipa, Kepala Kantor BKK Kertek, BKK Sapuran, BKK Kepil,
Wonosobo.
2) Surat Permohonan Ijin Penelitian untuk Skripsi dengan nomor:
491/Dek/70/Akd/VI/2007, tertanggal 21 Juni 2007, ditujukan kepada
Pimpinan Cabang Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Wonosobo.
Setelah mendapatkan surat ijin penelitian dari Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia, peneliti menyerahkannya kepada Kantor
BKK Kertek, Kantor BKK Sapuran, Kantor BKK Kepil, Kantor LSM Upipa dan Bank
Rakyat Indonesia Kantor Cabang Wonosobo beserta proposal penelitian.
Persetujuan try out diberikan lima hari setelah pengajuan permohonan ijin try out
sedangkan untuk penelitian diberikan dua minggu setelah pengajuan permohonan
ijin penelitian. Setelah peneliti mendapatkan surat pengantar persetujuan penelitian
dari Kepala Kantor yang bersangkutan, peneliti dapat langsung melakukan
pengambilan data.
b. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua buah skala yaitu
skala konflik peran ganda dan skala perilaku agresif.
1) Skala Konflik Peran Ganda
Skala yang digunakan untuk mengukur konflik peran ganda disusun sendiri
oleh peneliti berdasarkan aspek konflik peran ganda yang dikemukakan oleh Pareek
(dalam Widyasari, 1997) dan Kopelman & Burley (Arinta dan Azwar, 1993), yaitu:
51
masalah pengasuhan anak, masalah pembagian tugas rumah tangga, tuntutan
kedua peran, berkarier sepenuhnya, keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga,
mendampingi suami berkarier, hubungan dengan rekan sekerja, hambatan promosi,
perbedaan jenis kelamin, dan waktu untuk keluarga. Dari kesepuluh aspek tersebut
dapat diketahui konflik peran ganda yang dimiliki oleh wanita karier. Peneliti
kemudian menyusun blueprint skala konflik peran ganda yang berjumlah 32 aitem
favourable dan 11 aitem unfavourable yang siap untuk diujicobakan.
2) Skala Perilaku Agresif
Skala Perilaku Agresif ini disusun peneliti berdasar aspek yang dikemukakan
oleh Berkowitz (dalam Sari, 2005). Aspek-aspek yang tercakup dalam perilaku
agresif ini meliputi: agresi fisik, agresi verbal, dan agresi pasif. Dari aspek-aspek
tersebut dapat menunjukkan perilaku agresif yang dimiliki oleh wanita karier.
Selanjutnya peneliti menyusun blueprint dengan 30 aitem favourable dan 15 aitem
favourable yang siap untuk diujicobakan.
c. Uji coba alat ukur
Pengujian terhadap kedua alat ukur ini bertujuan untuk melakukan seleksi
dan memilih aitem-aitem yang berkualitas sehingga dapat dipakai sebagai alat ukur
yang valid dan reliabel pada penelitian sesungguhnya. Tahap selanjutnya adalah
evaluasi kuantitatif dalam format skala semi-final yang siap untuk diuji coba secara
empiris (field-tested). Uji coba ini dilakukan pada tanggal 25 Juni sampai dengan 2
Juli 2007 terhadap 30 orang karyawati Kantor BKK Kepil, Kantor BKK Sapuran,
Kantor BKK Kertek dan Kantor UPIPA. Pembagian skala yang akan diujicobakan
dilakukan sendiri oleh peneliti, karena peneliti harus menjelaskan secara rinci
52
informasi tentang latar belakang, tujuan, dan prosedur pengisian skala terutama
mengenai pentingnya pengisian lembar identitas. Kesemuanya ini dilakukan untuk
mengantisipasi kebingungan yang mungkin dialami subjek.
Jumlah skala yang disebarkan sebanyak 35 eksemplar dan tidak semua
skala yang disebarkan dapat kembali secara keseluruhan. Jumlah skala yang
kembali sebanyak 30 eksemplar dan kesemuanya memenuhi syarat yang telah
ditentukan dalam penelitian ini.
Setelah skala terkumpul kembali, maka selanjutnya dilakukan analisis secara
kuantitatif menggunakan program komputer Statistical Package for Social Science
(SPSS) for Windows 11.5 untuk mengetahui nilai validitas dan reliabilitas skala.
1) Skala Konflik Peran Ganda
Hasil analisis aitem yang dilakukan pada skala konflik peran ganda
menunjukkan bahwa dari 43 aitem yang diujicobakan diperoleh 28 aitem yang sahih.
Adapun aitem yang gugur adalah aitem nomer 2, 3, 4, 11, 12, 17, 18, 27, 29, 31, 32,
34, 35, 36 dan 41. Koefisien validitasnya bergerak antara 0.3002 sampai dengan
0.7982 dan koefisien reliabilitas sebesar 0.8458
Berikut ini distribusi penyebaran aitem pada skala konflik peran ganda
setelah melalui uji coba:
Tabel 5 Distribusi Penyebaran Aitem Skala Konflik Peran Ganda Setelah Uji Coba
Aspek Butir Favourable Butir Unfavourable
Total Nomor Butir Jumlah Nomor Butir Jumlah
Masalah pengasuhan anak Pembagian pekerjaan rumah tangga
1(1), 11, 21(14) 2, 12, 22(15)
2
1
31 32
0
0
2
1
53
Tuntutan kedua peran Berkarier sepenuhnya Keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga Mendampingi suami berkarier Hubungan dengan rekan sekerja Hambatan promosi Perbedaan jenis kelamin Waktu untuk keluarga
Catatan: angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut aitem baru setelah uji coba
Selanjutnya aitem-aitem yang telah diuji cobakan, diperiksa validitas isinya
untuk melihat apakah aitem-aitem tersebut dapat mengungkap aspek-aspek konflik
peran ganda. Akan tetapi terdapat beberapa aitem yang memiliki validitas isi kurang
baik. Adapun aitem yang gugur adalah aitem nomer 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 15, 17, 19,
20, 21, 23, 24, 25, 26, 27, dan 28. Koefisien reliabilitas sebesar 0.5946.
Berikut distribusi aitem yang memiliki validitas isi yang cukup baik pada skala
konflik peran ganda:
54
Tabel 6 Distribusi Penyebaran Aitem Skala Konflik Peran Ganda Setelah Uji Coba dan Dilihat Validitas Isinya
Aspek Butir Favourable Butir Unfavourable
Total Nomor Butir Jumlah Nomor Butir Jumlah
Masalah pengasuhan anak Pembagian pekerjaan rumah tangga Tuntutan kedua peran Berkarier sepenuhnya Keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga Mendampingi suami berkarier Hubungan dengan rekan sekerja Hambatan promosi Perbedaan jenis kelamin Waktu untuk keluarga
memenajemen diri dan memelihara dukungan dukungan sosial, sangat berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya konflik peran ganda. Sesuai dengan penelitian ini, konflik
peran ganda pada wanita karier dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang kurang
memungkinkan subjek untuk melimpahkan tugas dan tanggung jawab mengurus
rumah tangga secara mudah kepada pembantu atau anggota keluarga lainnya
(suami), selain itu kondisi kerja yang kurang mendukung dalam hal ini wanita yang
berperan ganda merasakan adanya dalam pencapaian karier. Sejalan dengan
Anoraga (2006) yang menyatakan bahwa cukup banyak wanita yang tidak cukup
mampu mengatasi hambatan, sekalipun mempunyai teknis yang cukup tinggi.
Dari hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa semakin tinggi konflik peran
ganda, maka semakin tinggi pula perilaku agresi pada wanita karier, begitupula
sebaliknya. Pada dasarnya wanita karier adalah ibu rumah tangga yang sulit lepas
begitu saja dari lingkungan keluarga. Karenanya dalam meniti karier, wanita
mempunyai beban ganda dan hambatan yang lebih berat dibanding rekan pria.
Dalam artian, wanita lebih dahulu harus mengatasi urusan keluarga dan lain-lain
yang menyangkut urusan rumah tangga. Menjadi seorang ibu yang baik di rumah
tidaklah selalu mudah bagi para wanita yang bekerja. Diferensiasi dalam beberapa
66
peran itu dapat menimbulkan kompetisi dalam penggunaan waktu, energi, perhatian,
dan komitmen. Hal ini dapat memicu timbulnya konflik peran, sehingga dapat
dikatakan konflik peran ganda sebagai akibat dari munculnya pertentangan dalam
diri perempuan yang telah menikah atas peran yang dimainkan, telah menyebabkan
timbulnya dilema dalam diri wanita.
Konflik peran ganda dapat timbul karena kecemasan akan terjadinya efek
negatif terhadap keluarga, seperti berkurangnya kesempatan atau kemampuan
membina rumah tangga yang ideal, serta dilema psikologos atau moral yang harus
dihadapi saat mengalami peran ganda Sedyono. Sementara penelitian yang
dilakukan Coke dan Resseou (dalam, Afifah 2004), membuktikan bahwa semakin
besar harapan yang diberikan, baik di tempat kerja maupun di rumah pada karyawan
perempuan yang memiliki anak, maka memungkinkan timbulnya konflik antar peran
yang semakin besar pula.
Secara singkat, perilaku agresif pada wanita kareir muncul karena adanya
pertentangan dari dalam diri wanita yang telah menikah kemudian atas perannya
yang dimainkan menyebabkan timbulnya dilema psikologis dalam diri wanita
tersebut. Berbagai masalah yang dialami wanita saat berperan ganda, memberi
kontribusi bagi terjadinya konflik peran ganda yang berakhir dengan frustrasi karena
terhambatnya kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya. Dengan
kata lain konflik peran ganda yang berujung pada frustrasi dapat memicu munculnya
perilaku agresif. Menurut Kartono (2002) jika seseorang ingin sekali memecahkan
satu kesulitan hidup dan mencapai suatu tujuan, namun pelaksaananya terhalangi
67
maka dapat dikatakan bahwa individu ini mengalami frustrasi, sementara frustrasi
dapat memberikan reaksi negatif yaitu memunculkan perilaku agresif.
Sejalan dengan pendapat Berkowitz (Baron, 2005) yang menyatakan kondisi-
kondisi eksternal terutama frustrasi membangkitkan motif yang kuat untuk menyakiti
orang lain. Tinggi rendahnya perilaku agresi pada wanita karier juga dipengaruhi
konflik peran ganda yang dialaminya. Konflik peran ganda memberi kontribusi
munculnya frustrasi yang berujung pada perilaku agresi.
Sementara karena banyaknya tugas yang harus dijalankan oleh wanita peran
ganda, pastinya akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan juga disebut sebagai
pemicu munculnya perilaku agresi sehingga sangat mungkin terjadi pada wanita
yang memiliki konflik peran ganda yang tinggi. Pendapat ini sejalan dengan
Breakwell (1998) yang menyatakan bahwa kelelahan adalah pemicu agresi yang
sudah mapan.
Selain beberapa alasan yang telah disampaikan diatas, menurut Freud
(Sears, 1991) pada dasarnya setiap individu memiliki dorongan bawaan atau naluri
untuk berkelahi. Sebagaimana pengalaman fisiologis rasa lapar, haus atau
bangkitnya dorongan seksual, maka dibuktikan bahwa manusia mempunyai naluri
bawaan untuk berperilaku agresif. Walaupun mekanisme fisiologis yang berkaitan
dengan perasaan agresif, seperti yang berkaitan dengan dorongan-dorongan lain,
dijelaskan bahwa agresi merupakan dorongan dasar.
Sejalan dengan Wrighsman dan Deaux (Dayakisni, 2001) yang merupakan
suatu revisi yang dilakukan pengikut-pengikut Neo Freudian. Mereka mengatakan
bahwa agresi merupakan bagian dari ego (bagian kepribadian yang beroreientasi
68
pada kenyataan) daripada menempatkan agresi diantara proses-proses irasional id.
Menurut mereka dorongan agresi adalah sehat, karena merupakan usaha untuk
menyesuaikan dengan lingkungan yang nyata dari manusia.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresi pada wanita
karier dipicu adanya konflik peran ganda yang berujung dengan frustrasi serta
adanya kelelahan yang dialami wanita karier karena harus menjalankan kedua
perannya dalam waktu yang bersamaan serta adanya dorongan dasar (agresi) yang
dimiliki oleh setiap individu. Namun pada penelitian ini masih terdapat beberapa
kelemahan dalam skala konflik peran ganda pada content validity-nya terutama
setelah diperiksa kembali aitem-aitem yang telah dibuat. Selain itu konflik peran
ganda lebih baik untuk diuji sebagai variabel tergantung dan mencari variabel lain
sebagai variabel bebas.
69
BAB. V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, dapat diambil
kesimpulan bahwa ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku
agresif pada wanita karier. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran-saran yang dapat diajukkan
adalah sebagai berikut:
1. Bagi subjek penelitian
Bagi wanita karier agar dapat menempatkan prioritas tugasnya berdasarkan
tempat dan waktu dimana wanita karier berada, sehingga kedua peran yang
dijalankan seimbang. Selain itu dalam menghadapi kodrat sebagai ibu rumah tangga
dan peran ganda, wanita karier harus mampu mengambil hikmah, dimana tantangan
dan hambatan hendaknya dijadikan peluang untuk maju sehingga tujuan dari
pekerjaan yang dilakukan tercapai. Serta dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dan menjaga hubungan baik dengan keluarga, rekan sekerja
maupun lingkungan sekitarnya.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dan bermaksud melakukan penelitian
yang sama, diharap untuk mengadakan penelitian terhadap variabel konflik peran
70
ganda namun digunakan sebagai variabel tergantung dan dikaitkan dengan variabel
lain (mencari variabel bebas). Selain perlu adanya pengujian ulang terhadap skala
konflik peran ganda, jika akan digunakan sebagai alat ukur. Serta lebih diperhatikan
content validity-nya pada skala konflik peran ganda.
3. Bagi perusahaan
Bagi perusahaan dimana wanita karier bekerja, diharapkan memberikan
beberapa alternatif pilihan dalam usaha pencapaian karier yang dilakukan oleh
karyawati. Selain itu untuk menghindari kejenuhan yang dapat terjadi karena adanya
pekerjaan yang monoton, perlu adanya rotasi karyawan bank, misalnya teller pada
suatu unit tertentu pindah ke unit yang lain, sehingga terasa suasana baru yang
tidak membosankan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D. 2004. Hubungan antara Religiusitas dengan Konflik Peran Ganda Wanita Karier. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Ahmad, M. 2007. Dari Dulu Saya Fokus ke Anak. http : // www.sapos.co.id/berita/index.asp?IDKategori=86&id=79227. Diakses Maret 2007
Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Anshari. 1996. Kamus Psichologi. Surabaya: Usaha Nasional.
Arinta, I. L., Azwar, S. 1993. Peran Jenis Androgini dan Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja. Jurnal Psikologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Ashari, V. 2005. Hubungan Pemahanan Jender Dan Dukungan Suami Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Karier. Skripsi (Tidak Terbit). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Hilgard, E. R. 1983. Introduction To Psychology.
Eighth Edition. (Alih Bahasa Nurdjannah Taufiq). Harcourt Brace Jovanovich.
Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, R. A. 2005. Psikologi Sosial. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Berkowitz, L. 1995. Agresi I : Sebab dan Akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.
Berkowitz, L. 2003. Emotional Behavior. Jakarta: Penerbit PPM.
Breakwell, G. M. 1998. Coping with Aggression Behaviour. Yogyakarta: Kanisius.
Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Dayakisni, T, dkk. 2001. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Dayakisni, T, dkk. 2003. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Diansari, E. 2006. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Aspirasi Karier Pada Ibu Bekerja. Skripsi (Tidak Terbit). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Irvanus, E. 2002. Dilema Peran Ganda Perempuan Bekerja. http : //www.sinarharapan.com/cetak/2002/dilema/perempuan.htm. Diakses Februari 2007
Kartono, K. 1994. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek. Jilid
III. Bandung: Mandar Maju.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial untuk Manajemen, Perusahaan, dan Industri. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Koeswara. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT. Eresco.
Krahé, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mappiare, A. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.
Munandar, U. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Mu’tadin, Z. 2002. Faktor Penyebab Perilaku Agresi. http : // www.e-psikologi.com/remaja/100602.htm. Diakses Februari 2007
Newcomb, T. M, dkk. 1981. Psikologi Sosial. Bandung: CV. Diponegoro.
Pruitt, D. G. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rini, J. F. 2002. Wanita Bekerja. http : // www.e-psikologi.com/keluarga/280502.htm. Diakses Februari 2007
Salimon, A. M. 1995. Sikap Wanita Bekerja Terhadap Status Sosial Tanggung Jawab Dan Keluarga. http://72.14.235.104/search?q=cache:LKToI24djsMJ:tapnm.melaka.gov.my/UserFiles/File/wanita%2520kerjaya%2520cabaran%2520dan%2520harapan.pdf+Sikap+Wanita+Bekerja+Terhadap+Status+Sosial+Tanggung+Jawab+Dan+Keluarga&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id. Diakses September 2007
Sari, C. 2005. Hubungan Antara Kepuasan Perkawinan Dengan Agresivitas Suami Istri. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Sears, D. O, dkk. Psikologi Sosial. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Solihin, L. 2004. Tindakan Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga. http : // www.bpkpenabur.or.id/jurnal/03/129-139.pdf. Diakses Februari 2007
Suhardono, E. 1994. Teori Peran : Konsep, Derivasi dan Implikasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suryabrata, S. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Susanto. 2006. Wanita dan Karier. http : // www.jakartaconsulting.com/art-15-11.htm. Diakses Februari 2007
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Vuuren, N. 2001. Wanita dan Karier: Bagaimana Mengenal dan Mengatur Karya. Yogyakarta: Kanisius.
Widyasari, G. 1997. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Wanita Karier Dengan Sikap Terhadap Kerja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Wolfman, B. R. 1995. Peran Kaum Wanita: Bagaimana Menjadi Cakap dan Seimbang Dalam Aneka Peran. Yogyakarta: Kanisius.
Yasim, S. 1995. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Amanah.