BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Saat ini indonesia menerapkan paradigma sehat yang merupakan paradigma pembangunan kesehatan. Paradigma ini merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Prioritas utama pada paradigma sehat menekankan kepada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) (Depkes RI, 2008). Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata (Depkes RI, 2008). 1
84
Embed
Hubungan Kondisi Sanitasi dan Persoonal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare Pada Balita
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional. Saat ini indonesia menerapkan paradigma sehat yang merupakan
paradigma pembangunan kesehatan. Paradigma ini merupakan upaya untuk lebih
meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat proaktif. Prioritas utama pada
paradigma sehat menekankan kepada upaya pelayanan peningkatan kesehatan
(promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) (Depkes RI, 2008).
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, secara adil dan merata (Depkes RI, 2008).
Dalam rangka meningkatkan kesehatan di dunia dibentuklah Sustainable
Development Goals (SDG’s) yang merupakan kelanjutan dari program Millenium
Development Goal’s (MDG’s). Adapun tujuan dari SDG’s terdiri dari 8 tujuan
pembangunan millenium dan 17 tujuan global. Salah satu dari tujuan
pembangunan millenium adalah menurunkan angka kematian anak yaitu dengan
cara mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak dibawah usia lima tahun
(Anonim, 2015).
Berdasarkan data WHO tahun 2010, pada Weekly Morbidity and Mortality
Report (WMMR) IDP husting and crisis affected districts, Kyberpakhtunkhwa,
1
2
Pakistan, dilaporkan bahwa dari semua jumlah kunjungan pasien 12% diantaranya
adalah kasus penyakit diare dan dari semua jumlah kunjungan pasien 23%
diantaranya adalah balita, dimana yang menderita penyakit diare adalah 9% dari
semua jumlah kunjungan pasien balita.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden dan
period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 %
dan 7,0 %. Lima provinsi dengan insiden maupun period prevalen diare tertinggi
adalah Papua, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.
Insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden
diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi
Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Di Sumatera Utara insiden rate diare sebesar
4,9 % terjadi penurunan sebesar 3,9% dari tahun 2007. Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%),
tinggal di daerah pedesaan (5,3%).
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 insidens rate penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan
tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga
masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB
di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
3
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
orang (CFR 1,74 %) (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun
2015 angka kesakitan diare di Kota Medan sebanyak 22.952 jiwa, angka ini turun
dari tahun 2014 sebanyak 25.575 jiwa (12.364 laki-laki dan 13.211 perempuan).
Dengan mengevaluasi data ini dapat disimpulkan bahwa angka kesakitan diare
dari tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan.
Profil Kesehatan di Puskesmas Medan Belawan tahun 2015, penyakit diare
menempati urutan kedua dalam sepuluh penyakit terbesar setelah ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) dengan kasus sebanyak 1205 kasus. Pada tahun 2015
jumlah balita yang terkena diare pada balita di kelurahan Belawan I sebanyak 315
jiwa.
Penyakit diare dapat disebabkan beberapa faktor seperti sanitasi dasar dan
personal hygiene ibu. Menurut Mahfazah (2013), bahwa penyakit diare memiliki
hubungan erat dengan kurang tersedianya sarana air bersih, sarana pembuangan
tinja, sarana tempat pembungan sampah, sarana pembuangan air limbah dan
personal hygiene ibu. Faktor-faktor tersebut berhubungan langsung dengan
kondisi lingkungan dan perilaku perorangan sehingga jika keduanya saling
berinteraksi maka penyebaran penyakit diare semakin terus berkembang.
Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII Kelurahan Belawan I
Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu lingkungan yang terletak di
4
seberang laut tepatnya 700 meter dari permukaan. Lokasi yang terletak di
seberang laut menyebabkan kurangnya akses air bersih pada masyarakat sehingga
dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat hanya mengharapkan air sumur
bor yang terbatas.
Berdasarkan data dari Kepala Lingkungan Kampung Nelayan Sebrang
Lingkungan XII bahwa dari 2250 jiwa dengan 565 Kepala Keluarga (KK)
terdapat hanya sebanyak 40 sumur bor yang menjadi sumber air bersih. Hal ini
menggambarkan akses air bersih yang terbatas sehingga dapat menyebabkan
risiko terjadinya penyakit diare. Menurut Cita (2014), menyatakan bahwa ada
hubungan antara kondisi sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare.
Kampung Nelayan Sebrang juga belum memiliki sarana tempat
pembuangan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, Pengelolaan sampah
dibagi menjadi dua kegiatan yaitu pengurangan sampah dan penangan sampah.
Sampah yang tidak ditangani dengan baik seperti pemilahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah akan menimbulkan
penyakit-penyakit seperti diare. Menurut Sudasman (2014), menyatakan bahwa
ada hubungan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan kejadian diare.
Menurut Ketua Program Water, Sanitation dan Hygiene (WASH) dari
UNICEF Indonesia Dr. Aidan Cronin (2015), menyatakan bahwa sekitar 88%
angka kematian anak akibat diare disebabkan oleh kesulitan mengakses air bersih
dan keterbatasan sistem sanitasi. Saat ini 63 juta penduduk di Indonesia masih
5
Buang Air Besar Sembarangan seperti di sungai dan laut. Kondisi ini sesuai
dengan Kampung Nelayan Sebrang yaang sebagian besar penduduknya masih
menggunakan WC cemplung sebagai sarana pembuangan tinja dan langsung
terbuang ke laut. Menurut Saragi (2014), menyatakan bahwa ada hubungan sarana
pembuangan tinja dengan kejadian diare. Kebiasaan ini menyebabkan terjadinya
penyebaran penyakit-penyakit seperti diare. Hal ini mulai dari tinja yang terinfeksi
mencemari tanah atau air permukaan yang terkontaminasi bibit penyakit yang
berasal dari tinja diminum oleh manusia, tinja yang terinfeksi dihinggapi kecoa
atau lalat kemudian hinggap pada makanan atau alat-alat makan (piring, sendok
dan gelas) (Depkes RI, 2006).
Selain sanitasi dasar faktor penyebab diare juga salah satunya adalah
personal hygiene ibu dalam menangani balita. Wardhani (2010) menyebutkan
dalam hasil penelitiannya bahwa erat kaitannya personal hygiene dengan diare
sebagai agen pembawa penyakit. Perilaku ibu juga berkontribusi meningkatkan
kasus diare pada balita. Ibu merupakan orang terdekat dengan balita yang
mengurus segala keperluan balita seperti mandi, menyiapkan dan memberi
makanan/minuman. Perilaku ibu yang tidak hygiene antara lain seperti tidak
mencuci tangan sebelum memberi makan anak, tidak mencuci bersih peralatan
masak dan makan, tidak mencuci tangan setelah buang air besar (BAB) dan
sebelum memasak. Hal tersebut dapat menyebabkan balita terkena diare.
Berdasarkan pantauan awal yang dilakukan penulis di lokasi penelitian
status personal hygiene warga di sekitar lokasi penelitian dapat dikatakan masih
rendah, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit
6
diare pada anak balita, masih tingginya jumlah keluarga yang memiliki WC yang
tidak memenuhi syarat kesehatan dan masih ada sejumlah keluarga yang biasa
buang air besar di laut ketika surut. Sementara itu warga masih menggunakan
jamban cemplung tempat membuang kotoran manusia langsung ke laut yang
dapat mencemari air yang digunakan sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
penyebaran penyakit diare pada masyarakat.
Dari data yang ada di atas penulis tertarik untuk mengetahui hubungan
sanitasi dasar dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di
Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII, Kelurahan Belawan I Kecamatan
Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.
1.2. Perumusan Masalah
Angka kesakitan diare di Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan XII
Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Kota Medan menduduki
peringkat kedua setelah ISPA dengan jumlah 1205 jiwa dan terdapat 315 jiwa
pada balita. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang
sangat erat kaitannya dengan sanitasi dasar dan personal hygiene. Berdasarkan
permasalahan tersebut perlunya analisis akan hubungan sanitasi dasar dan
personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita di Kampung Nelayan
Sebrang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan.
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Sanitasi Dasar dan Personal Hygiene Ibu
dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kampung Nelayan Sebrang Lingkungan
XII Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kondisi sanitasi dasar yang meliputi sarana air bersih,
sarana pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, serta kondisi
sanitasi jamban.
2. Untuk mengetahui kejadian diare pada balita.
3. Untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar dengan kejadian diare pada balita.
4. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene ibu yang meliputi kebiasaan
mencuci tangan ibu setelah Buang Air Besar (BAB), kebiasaan mencuci
tangan sebelum pemberian makan pada balita, kebiasaan buang air besar pada
balita dengan kejadian diare.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai data yang diperlukan untuk
kegiatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan
lingkungan serta membina partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat di Kampung Nelayan Sebrang.
2. Sebagai bahan masukan bagi petugas sanitasi puskesmas dalam rangka
peningkatan peran serta masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan.
8
3. Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya sanitasi dasar, personal
hygiene di Kampung Nelayan Sebrang Kelurahan Belawan I Kecamatan
Medan Belawan Kota Medan Tahun 2015.
4. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih
dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran
dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan
menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Mundiatun, 2015).
2.2 Sanitasi Dasar
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku disengaja dalam
pembudayaan hidup bersih dengan maksud bersentuhan langsung dengan kotoran
dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga
dan meningkatkan kesehatan manusia (Manalu, 2012). Sanitasi dasar yang dapat
menyebabkan diare, antara lain :
1. Sarana air bersih.
2. Pembuangan kotoran manusia/tinja.
3. Pembuangan air limbah.
4. Pengelolaan sampah.
2.2.1 Sarana Air Bersih
Kualitas air sangat menentukan kesehatan manusia. Menurut laporan
United Nation Environtmental Program (UNEP) dalam buku Wiryono (2013),
setiap tahun jumlah balita yang meninggal karena penyakit yang berkaitan dengan
buruknya kualitas air mencapai 1,8 juta jiwa. Air merupakan kebutuhan yang
sangat penting bagi kehidupan manusia setelah udara. Dalam tubuh manusia
10
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa memiliki, sekitar 55-60%
berat badan terdiri dari air, anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.
Dalam kehidupan sehari-hari air dipergunakan untuk keperluan mandi, mencuci,
memasak, membersihkan rumah, pelarut obat, dan pembawa bahan buangan
industri (Chandra, 2012). Sedangkan Menurut WHO bahwa manusia memerlukan
60-120 liter per hari. Sedangkan dinegara berkembang termasuk Indonesia
memerlukan air antara 30-60 liter per harinya.
Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya
penyakit di masyarakat. Volume rata-tara kebutuhan air setiap individu perhari
berkisar 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi
bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat.
(Chandra, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tertuang dua
syarat penyediaan air bersih yaitu secara kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
a. Syarat Kuantitas
Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung
kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan
maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia
diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian
yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter,
kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).
11
b. Syarat Kualitas
Adapaun persyaratan kualitas air bersih meliputi :
1. Parameter Fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak berwarna, tidak
berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Maka dari itu untuk mengenal syarat
fisik dikehidupan sehari-hari sangatlah tidak sukar.
2. Parameter Bakteriologis
Air bersih untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala
bakteri, terutama bakteri patogen. Sebagai indikator bateriologik adalah basil coli
(Escherichia coli). Apabila dijumpai basil coli dalam jumlah tertentu
menunjukkan air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.
3. Parameter Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah
yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air,
akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Bahan-bahan atau zat
kimia yang terdapat dalam air idealnya antara lain adalah :
Tabel 2.1 Bahan kimia dalam air
Jenis Bahan Kadar yang dibenarkan (mg/l)Flour (F)Chlor (Cl)Arsen (As)Tembaga (Cu)Besi (Fe)Zat OrganikpH (Keasaman)CO2
1-1,52500,051,00,3106,5-9,00
Sumber : Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, hal 177
12
Syarat sarana air bersih yang sehat adalah:
1. Jarak sumber air bersih dengan sumber pencemaran ≥ 10 meter.
2. Harus dijaga kebersihannya seperti tidak ada genangan air di sekitar
sumber air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada
lantai/dinding.
3. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan tidak diletakkan di
lantai.
4. Kondisi fisik, air tidak berasa, tidak berbau, berwarna, tidak keruh
(Permenkes RI No.416 Tahun 1990).
2.2.1.1 Sumber Air Bersih
Menurut Kusnoputranto (1986) keperluan air sehari-hari dapat diperoleh
dari beberapa macam sumber diantaranya, air hujan, air permukaan, air tanah
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi murni yang
ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat
diudara. Diantara benda-benda yang terlarut dari udara tersebut dapat berupa gas
karbondioksida, oksigen, nitrogen, jasad renik, dan debu.
2. Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber yang dapat dipakai untuk
bahan baku air bersih. Dalam menyediakan air bersih terutama untuk air minum,
dalam sumbernya perlu diperhatikan tiga segi yang penting yaitu : mutu air baku,
banyaknya air baku, dan kontinuitas air baku. Air permukaan yang meliputi
badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, air terjun, dan
13
sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi.
3. Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang yang jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan kedalam tanah dan mengalami
proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut,
didalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan
lebih murni dibandingkan dengan air permukaan.
2.2.1.2 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
Air yang tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan dampak
negatif berupa penyakit bagi penggunanya, menurut (Kusnoputranto, 1986) air
berperan dalam memindahkan penyakit kepada manusia dengan empat cara yaitu :
1. Water Borne Disease
Kuman patogen dapat berada didalam air minum untuk manusia dan
hewan. Bila air yang mengandung kuman patogen ini terminum maka dapat
terjadi penyakit. Diantara penyakit-penyakit yang disebakan olehnya seperti
Pembuagan tinja merupakan salah satu bagian penting dari kesehatan
lingkungan. Hampir disemua negara, pembuangan tinja yang layak merupakan
kebutuhan masyarakat yang paling mendesak. Pembuangan yang tidak baik dan
tidak saniter dari tinja manusia yang terinfeksi berperan dalam kontaminasi dari
air tanah dan sumber-sumber air bersih (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002).
2.2.2.2 Sumber Tinja
Sumber tinja saat ini adalah bersumber dari manusia. Dalam hubungannya
dengan stratregi penanganan tinja, manusia sebagai sumber tinja dibedakan
menjadi dua macam, yaitu : manusia sebagai individu atau perorangan dan
manusia sebagai kelompok (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002).
2.2.2.3 Transmisi penyakit dari tinja
Manusia adalah reservoir dari sebagian besar penyakit-penyakit dan hal
ini lambat laun akan menurunkan kesehatannya. Penyakit yang penularannya
melalui tinja (faecal borne infection) merupakan salah satu penyebab kematian
maupun cacat. Tetapi dari sebagian penyakit tersebut dapat dikendalikan melalui
sanitasi yang baik terutama pembungan tinja yang saniter dan memenuhi syarat
kesehatan. Transmisi penyakit dari orang sakit atau carier ke manusia sehat
melalui suatu mata rantai tertentu. Agar transmisi penyakit dapat berlangsung
diperlukan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Agen penyebab (causative/etiological agent).
2. Reservoir atau sumber infeksi dari agen penyebab.
3. Cara menghindar dari reservoir.
4. Cara transmisi dari reservoir ke pejamu baru yang potensial.
17
5. Cara masuk ke pejamu baru.
6. Pejamu yang rentan.
Gambar 2.1Transmisi penyakit melalui tinja
Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa tinja merupakan sumber
transmisi penyakit. Banyak cara yang dilalui oleh agen penyebab dari penyakit
dalam mencapai pejamu. Tergantung kepada kondisi dan situasi sehingga mata
rantai bisa berbeda-beda. Pemutusan rantai pencegahan merupakan salahsatu
tindakan agar tidak terjadinya sakit. Salah satu caranya adalah dengan cara
penyediaan jamban agar tinja dapat terisolasi sebagai sumber infeksi.
Tinja/Sumber Infeksi
Tanah
Serangga/Tikus
Tangan
Air
Makanan/sayuran/
buah
Pejamu baru
Sembuh
Mati
Cacat
18
Gambar 2.2Pemutusan Mata Rantai Transmisi Penyakit Melalui Tinja
Sumber : (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)
Maka dari itu, akibat mata rantai penyakit oleh tinja perlu dilakukan
tindakan pencegahan agar penyakit tidak menular. Pencegahan itu memutuskan
mata rantai penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan mengisolasi tinja
dengan jamban yang saniter. Rintangan sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja
sebagai sumber infeksi.
2.2.2.4 Karakteristik Tinja
Menurut Azrul Azwar dalam buku H.M. Soeparman & Suparmin (2002),
perkiraan manusia menghasilkan tinja rata-ratanya setiap hari sekitar 83 gram.
R
I
N
T
A
N
G
A
N
S
A
N
I
T
A
S
I
AIR
TANGAN
Pejamu Terlindung
Tinja/ Sumber Infeksi
19
Tabel 2.2 Perkiraan komposisi tinja tanpa air seniKomponen Kandungan (%)
AirBahan Organik (dari berat kering)Nitrogen (dari berat kering)Fosfor (Sebagai P2O5) (dari berat kering)Potasium (sebagai K2O) dari berat keringKarbon (dari berat kering)Kalsium (Sebagai CaO) (dari berat kering)C/N rasio (dari berat kering)
66-8088-975,0-7,03,0-5,41,0-2,540-554-55-10
Sumber : Gotaas (1956, hlm 35) dalam buku (H.M. Soeparman & Suparmin, 2002)
2.2.2.5 Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran
tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan
mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher
angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
membersihkannya (Proverawaty dan Rahmawaty 2012)
Penyediaan jamban merupakan salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya penyakit. Ditinjau dari sanitasi lingkungan pembungan tinja yang tidak
saniter akan menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pada tanah dan air.
Hal ini telah dikemukakan diatas bahwa pencemaran penyakit dapat melalui
media air yang tidak bersih.
20
2.2.2.6 Jenis Jamban
Jamban yang baik adalah jamban yang tidak menimbulkan bau, dan
memiliki kebutuhan air yang cukup dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus
dapat dibedakan atas beberapa macam :
1. Jamban cubluk (Pit Privy)
Jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat
injakan atau dibawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi
tinja sedemikian rupa sehingga tidak dimungkinkan penyebaran dari bakteri
secara langsung ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk
ke jamban dan tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya
sekitar 1,5-3 meter (Mashuri, 1994).
2. Jamban Empang (Overhung Latrine)
Jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban
model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk
makanan ikan, ayam.
3. Jamban Kimia (Chemical Toilet)
model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada
transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja
disenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai
kertas tissue (toilet paper). Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang
telah terkumpul perlu di buang lagi.Jamban kimia ada dua macam, yaitu :
a. Tipe lemari (commode type)
b. Tipe tangki (tank type)
21
c. Jamban Leher Angsa (Angsa Trine)
Jamban leher angsa adalah jamban leher lubaang closet berbentuk
lengkungan, dengan demikian akan terisi air gunanya sebagai sumbat sehingga
dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. jamban leher
angsa merupakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan (Warsito, 1996).
2.2.2.7 Syarat Jamban Sehat
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban tersebut sehat jika
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes RI, 1995)
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak sumber air bersih ke penampungan
kotoran minimal 10 meter).
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
3.Air seni, air pembersih dan penggelontoran tidak mencemari tanah disekitarnya.
4. Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan yang
kuat dan tahan lama.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.
6. Luas ruangan cukup.
7. Ventilasi cukup baik.
8. Tersedia air dan alat pembersih.
9. Cukup penerangan.
Menurut WSP (2009) Jamban Sehat adalah fasilitas pembuangan tinja
yang sesuai syarat
1. Mencegah kontaminasi ke badan air.
22
2. Mencegah kontak antara manusia dan tinja.
3. Membuat tinja tersebut tidak dapat dihinggapi serangga, serta binatang lainnya.
4. Mencegah bau yang tidak sedap.
5. Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik, aman dan mudah dibersihkan.
2.2.3 Sarana Pembuangan Air Limbah
2.2.3.1 Pengertian Air Limbah
Air limbah aadalah sisa air yang dibuang berasal dari buangan rumah
tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang sangat membahayakan kesehatan
manusia dan mengganggu lingkungan hidup (Adnani, 2011). Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari
suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari
rumah tangga (domestic) maupun (industry).
Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting :
1. Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba patogen.
2. Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen dan Fosfor.
3. Grey Water, air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi. Grey water
ini sering juga disebut dengan sullage.
Air limbah rumah tangga (sullage) adalah air limbah yang tidak
mengandung ekskreta manusia dan dapat berasal dari buangan kamar mandi,
dapur, air cuci pakaian, dan lain-lain yang mungkin mengandung
mikroorganisme patogen. Volume air limbah rumah tangga bergantung pada
volume pamakaian air penduduk setempat. Penggunaan air untuk keperluan
23
sehari-hari mungkin kurang dari 10 liter per orang di daerah yang sumber
airnya berasal dari sumur pompa atau sambungan rumah sendiri, penggunaan
air dapat mendapat mencapai 200 liter per orang (Chandra, 2006).
Ada 5 cara pembuangan air limbah air limbah rumah tangga menurut
Chandra (2006), yaitu :
a. Pembuangan umum, yaitu melalui tempat penampungan air limbah yang
terletak di halaman
b. Digunakan untuk menyiram tanaman kebun
c. Dibuang ke lapangan peresapan
d. Dialirkan ke saluran terbuka
e. Dialirkan ke saluran tertutup atau selokan
Volume air limbah yang dihasilkan pada suatu masyarakat dipengaruhi
oleh beberapa faktor menurut Chandra (2012), antara lain:
a. Kebiasaan manusia. Semakin banyak orang menggunakan air semakin
banyak air limbah yang dihasilkan
b. Waktu. Air limbah yang dihasilkan bervariasi, di pagi hari manusia
cenderung menggunakan air dalam aktivitas sehari-hari. Akibatnya volume
air limbah yang dihasilkan meningkat daripada siang hari.
2.2.3.2 Dampak Buruk Air Limbah
Menurut (Mulia, 2005), air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa
dampak buruknya yaitu :
1. Gangguan Kesehatan
24
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan
penyakit bawaan (waterborne disease). Adakalanya air limbah yang tidak dikelola
dengan baik juga dapat menjadi sarang vektir penyakit (misalnya nyamuk, lalat,
kecoa, dan lain-lain)
2. Penurunan Kualitas Lingkungan
Air limbah yang langsung dibuang ke air permukaan dapat mengakibatkan
pencemaran air permukaan tersebut. Misalnya, bahan organik yang terdapat dalam
limbah bila dibuang langsung kesungai dapat menyebabkan penurunan kadar
oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) didalam sungai tersebut. Dengan demikian
akan menyebabkan kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen akan
terganggu, dalam hal ini akan mengurangi perkembangannya.
3. Gangguan Terhadap Keindahan
Air limbah yang mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan
perubahan warna pada badan air penerima. Walaupun tidak menimbulkan
gangguan kesehatan akan tetapi pigmen warna ini akan mengganggu estetika
keindahan.
4. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda
Air limbah yang mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri
anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini akan mempercepat proses
perkaratan pada benda yang terbuat dari besi.
Sedangkan menurut Chandra (2012), bahwa air limbah yang tidak
menjalani pengolahan yang benar tentunya dapat menimbulkan dampak yang
tidak diinginkan. Dampak tersebut antara lain :
25
1. Kontaminasi dan pencemaran pada permukaan dan badan-badan air yang
digunakan oleh manusia
2. Mengganggu kehidupan dalam air, mematikan hewan dan tumbuhan air
3. Menimbulkan bau (sebagai hasil dekomposisi zat anaerobik dan zat anorganik)
4. Menghasilkan lumpur yang dapat mengakibatkan pendangkalan air sehingga
terjadi penyumbatan yang dapat menimbulkan banjir.
Berdasarkan Depkes RI Tahun 1993, syarat SPAL yang sehat adalah:
1. Tidak mencemari sumber air bersih.
2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk.
3. Tidak menimbulkan bau.
4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan.
2.2.4 Sarana Pembuangan Sampah
2.2.4.1 Pengertian Sampah
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah juga didefinisikan sebagai
sisa-sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008).
Sampah diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan
dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi
dengan sendirinya (Mubarak dan Chayatin, 2009).
26
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah
tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri
patogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit
(vektor).
2.2.4.2 Jenis-Jenis Sampah
Menurut Slamet cit Suhartono (1998) sampah dibedakan berdasarkan sifat
biologis dan kimianya untuk mempermudah pengelolaannya, yaitu :
1. Sampah yang dapat membusuk (sisa makanan, daun, sampah kebun,
pertanian,dll).
2. Sampah yang tidak membusuk (kertas, plastik, karet, gelas, logam, dll).
3. Sampah yang berupa debu/abu.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan (sampah yang berasal dari industri
yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya).
2.2.4.3 Sumber-sumber Sampah
Menurut Adnani (2011) sumber sampah dibedakan menjadi enam besar
yaitu :
1. Sampah dari daerah pemukiman/sampah rumah tangga.
2. Sampah dari daerah perdagangan.
3. Sampah dari jalan raya.
4. Sampah dari industri.
5. Sampah dari daerah pertanian dan perkebunan.
6. Sampah dari tempat-tempat umum.
Menurut Entjang (2000), syarat tempat sampah yang baik adalah:
27
1. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kedap air dan tidak mudah rusak.
2. Mempunyai tutup, mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat
dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori
tangan.
3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu
orang.
2.2.4.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Sampah
Sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat
baik kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Slamet (2009), ada beberapa faktor
penting yang mempengaruhi jumlah sampah antara lain :
1. Jumlah Penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin banya jumlah sampah
yang dihasilkan. Pengelolaan sampah ini berpacu dengan laju pertambahan jumlah
penduduk.
2. Keadaan Sosial Ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak
jumlah jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnyapun semakin
banyak bersifat tidak dapat membusuk.
3. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah,
karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan
produk manufaktur yang semakin beragam pula.
28
2.2.4.5 Pengelolaan Sampah
Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :
a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah
tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus
membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah.
Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut diangkut ke
tempat pembuangan sampah sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat
penampungan akhir sampah (TPA).
b. Pemusnahan dan pengolahan sampah
Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan
melalui berbagai cara, antara lain :
1. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah
kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
2. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tungku pembakaran (incinerator).
3. Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk
(kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan
sampah lain yang dapat membusuk.
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi
vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk mencari
makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat mengganggu kesehatan
manusia.
29
2.2.4.6 Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek
yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung disebabkan karena kontak
langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah yang mengandung kuman
patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Efek tidak langsung berupa
proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah yang dirasakan oleh
masyarakat. Selain itu eefek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan
vektor yang berkembangbiak di dalam sampah. Sampah bila ditimbun
sembarangan dapat menjadi sarang lalat dan tikus (Slamet, 2009).
Lalat merupakan vektor dari berbagai macam penyakit saluran pencernaan
seperti: diare, typus, cholera, dan sebagainya. Sedangkan tikus disamping
merusak harta benda masyarakat sering juga membawa pinjal yang dapat
menyebarkan penyakit pes (Adnani, 2011).
Tabel 2.3 Penyakit yang Ditimbulkan Akibat SampahNama Penyakit Penyebab PenyakitBawaan lalat :Dysenterie basillarisDysenterie amoebicaTyphus abdominalisCholeraAscariasisAncylostomiasis