Top Banner

of 51

Hubungan Komunikasi Bidan Dengan Kepuasan Pasien

Feb 29, 2016

Download

Documents

kewirausahaan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PAGE 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Visi pembangunan kesehatan yang dinyatakan dalam Indonesia Sehat 2010 merupakan reformasi dibidang kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Adapun visi yang ingin dicapai adalah masyarakat, Bangsa dan Negara yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan berperilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki kesehatan yang setinggi-tingginya (Castro, toto. 2004).

Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi, salah satu diantaranya adalah kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk bidan) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien (Resnani, 2002).

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Di Jawa Tengah Angka Kematian Ibu pada tahun 2005 berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah sebesar 252 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2005).

Salah satu pilar Safe Motherhood adalah pelayanan antenatal untuk mencegah adanya komplikasi obstetric bila mungkin dan ditangani secara memadai. Salah atu tenaga kesehatan yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan mutu pelayanan kebidanan adalah bidan. Pelayanan yang diberikan bidan salah satunya adalah Antenatal Care yang bermutu (Prawirohardjo, 2002).

Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal yaitu satu kali kunjungan selama trimester I dan II, dan dua kali kunjungan pada trimester III. Pada setiap kunjungan antenatal tersebut, perlu didapatkan informasi penting (Saefudin, 2002).

Apabila ibu hamil melakukan perawatan kehamilan secara teratur maka akan mendapatkan keuntungan yaitu mendapatkan informasi penting dan mengetahui keadaan janin dengan lebih jelas, dan akan mengetahui kondisi fisiknya, riwayat kehamilannya, perkiraan persalinan, tanda bahaya pada kehamilan, petunjuk agar ibu dan bayinya sehat, serta tanda-tanda persalinan (Depkes RI).

Komunikasi baik antara bidan dengan ibu hamil sangat mempengaruhi kepuasan ibu hamil dalam mendapat pelayanan oleh bidan. Sehingga dapat diperoleh rasa saling percaya antara bidan dan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setelah melakukan perawatan kehamilan, bidan mendengarkan dengan penuh perhatian apabila ada keluhan dari penderita menanggapi dengan baik apabila ada pertanyaan (Saefudin, 2002).

Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indikator cakupan yaitu cakupan K1,cakupan K4, dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal atau nifas. Untuk itu sejak tahun 1990-an digunakan alat pantau berupa PWS KIA (Pemantau Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak), yang mengikuti program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahun dari semua populasi (profil,2004).

Secara nasional cakupan K1 adalah 84,11% dan cakupan K4 adalah 65,75%. Sedangkan cakupan K1 di Semarang tahun 2005 adalah 99,3% dan cakupan K4 adalah 89,32%. Setelah melakukan survey pendahuluan di RB Buah Hati Kedungmundu Semarang pada bulan maret 2007 didapatkan cakupan K1 41,7% dan cakupan K4 45%, pada bulan april 2007 cakupan K1 43,3% dan cakupan K4 46,7%, sedangkan pada bulan mei cakupan K1 33,3% dan cakupan K4 51,7%. Berdasarkan uraian diatas banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Salah satunya adalah komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan ANC ada kemungkinan berhubungan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC. Dari studi pendahuluan di RB Buah Hati Semarang diperoleh hasil bahwa kunjungan ibu hamil mengalami kenaikan dan penurunan pada tiap bulannya yang kemungkinan ada kaitannya dengan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC di RB Buah Hati.

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Umum

Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan Ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC pada ibu hamil di RB Buah Hati Kedungmundu Semarang.

2. Khusus

a. Untuk mengetahui komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan ANC di RB Buah Hati Kedungmundu Semarang.

b. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan ANC di RB Buah Hati Kedungmundu Semarang.

c. Untuk mengetahui hubungan komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapat pelayanan ANC di RB Buah Hati Kedungmundu Semarang.

D. Manfaat

1. Bagi profesi bidan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan sekaligus sebagai bahan perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.

2. Bagi institusi

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi peserta didik mengaenai komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapat pelayanan Antenatal Care.

3. Bagi Ibu Hamil

Diharapkan ibu hamil merasa puas terhadap komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan ANC sehingga dapat meningkatkan kunjungan dalam memeriksakan kehamilannya.

4. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pengalaman nyata dan tak terlupakan bagi peneliti tentang komunikasi bidan dalam pelayanan ANC di RB Buah Hati.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Komunikasi Bidan

a. Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari kata to commune yang berarti menjadikan milik bersama. Beberapa ahli menyampaikan pengertian komunikasi.Komunikasi adalah proses pertukaran informasi (Taylor, 1993, dikutip oleh Lea uripni, 2003: 5). Mengemukakan komunikasi adalah proses penyampaian informasi, makna dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Burgess, 1988, dikutip oleh Lea uripni, 2003: 5). Komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang diinginkan penerima informasi (Yuwono, 1985, dikutip oleh lea uripni, 2003: 5). Dari ketiga pengertian diatas, intinya adalah komunikasi merupakan seni penyampaian informasi (pesan, ide, sikap, gagasan) dari komunikator atau penyampai berita, untuk mengubah serta membentuk perilaku komunikan atau penerima berita (pola, sikap, pandangan, dan pemahamannya), ke pola dan pemahaman yang dikehendaki bersama (Lea uripni, C dkk. 2003).

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau berita dari seseorang keorang lain sehingga antara kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian (Depkes RI, 1992).

Menurut Saefudin (2002) komunikasi adalah peristiwa sosial atau peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain.

Komunikasi kebidanan adalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada klien. Komunikasi kebidanan merupakan penggambaran terjadinya interaksi antara bidan dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien. Sebagaimana diketahui, klien atau pasien menuntut pelayanan yang paripurna, baik fisik maupun psikologis terutama klien yang mengalami ketidak stabilan emosi selam proses adaptasi terhadap suatu perubahn status misalnya menjadi ibu, menjadi orang tua, mengalami kehamilan yang pertama. Karena keadaan tersebut, klien perlu memperoleh pendampingan dan kedekatan dengan tenaga pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah bidan (Lea uripni, dkk. 2003).

Melalui komunikasi bidan dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada pasien, dan kemudian bidan dapat mengetahui pikiran dan perasaan pasien terhadap penyakit yang diderita dan juga sikap perilaku pasien terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian segala tindakan bidan disepakati oleh pasien, dan pasien itu sendiri ikut membantu segala penyembuhan yang dilakukan terhadapnya bila dilakukan tindakan tanpa diberi penjelasan terlebuih dahulu, atau pendapat klien tidak diminta atau sebaliknya pasien menyembuyikan perasaannya, maka upaya penyembuhan akan kurang berhasil (Depkes RI, 1992)

b. Tujuan komunikasi

Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Artinya dalam proses komunikasi, terjadi suatu pengertian yang diinginkan bersama sehingga tujuan lebih mudah tercapai (Lea uripni,C.dkk.2003).

Komunikasi juga bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik antara bidan dengan pasien agar mampu meredakan segala ketegangan emosinya dan memahami dirinya serta mendukung tindakan konstruktif terhadap kesehatannya dalam rangka mencapai kesembuhan. Upaya yang dilakukan oleh bidan sebaiknya tidak hanya diakhiri oleh penyembuhan akan tetapi diikuti rasa kepercayaan diantara kedua belah pihak atas tindakan pelayanan yang dilakukan. Oleh karena itu emosi perlu terkendali dan pemahaman atas masalah yang dihadapi dan upaya pemecahannya perlu dijaga (Depkes RI,1992).

c. Jenis-jenis komunikasi

Komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi non verbal (Tamsuri, anas.2005).

1) Komunikasi verbal merupakan pertukaran informasi lisan maupun tertulis. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. Contoh penggunaan komunikasi verbal adalah ketika perawat memberi penjelasan kepada klien, saat dokter membuat catatan perkembangan. Pada semua contoh komunikasi verbal ini terdapat kata-kata dan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.

2) Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan bahasa atau kata-kata. Komunikasi nonverbal disebut juga bahasa tubuh (body language). Informasi dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata, ekspresi wajah, postur, gerak tubuh, posisi tubuh, kondisi fisik umum, gaya berpakaian, suara, dan keadaan diam. Contohnya seperti memegang tangan orang dan menariknya menginformasikan mengajak.

d. Proses komunikasi

Komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila terdapat elemen-elemen yang mendukung proses komunikasi, antara lain meliputi:

1) Pengirim (sender/encoder), yaitu pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lainnya.

2) Penulisan dalam bentuk sandi (encoding), yaitu suatu proses penyebaran dalam bentuk simbol atau kode atau sandi.

3) Pesan (message), yaitu serangkaian simbol-simbol yang disampaikan pengirim.

4) Media, yaitu suatu alat bantu atau saluran untuk menyampaikan pesan.

5) Penerima (receiver/decoder), yaitu pihak tang menerima pesan dari pengirim pesan.

6) Pembacaan sandi (decoding), yaitu suatu proses pengartian atau menterjemahkan symbol-simbol oleh pihak penerima.

7) Tanggapan (response), yaitu serangkaian reaksi dari pihak penerima atas pesan-pesan yang disampaikan kepadanya.

8) Umpan balik (feedback), yaitu respon penerima yang disampaikan kepada pengirim pesan.

Dalam proses komunikasi antara pihak pengirim pesan dan penerima pesan kerap kali muncul suatu persimpangan atau gangguan (noise/distorsi) yang mengakibatkan pesan yang diterima diartikan berbeda dari yang dimaksudkan oleh pihak pengirim.

Menurut Tamsuri, Anas (2005), adapun model komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi antara lain:

1) Model komunikasi satu arah

Model yang melibatkan tiga unsur dasar dalam komunikasi, yaitu pengirim (komunikator), pesan, dan penerima pesan (komunikan).

2) Model komunikasi dua arah

Unsur-unsur yang terlibat pada model ini meliputi: unsur pengirim atau sumber, pesan, saluran, penerima, dan umpan balik (feedback) (David, 1990, dikutip oleh Tamsuri, 2005: 6).

3) Model komunikasi Heliks

Model ini menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan manusia dapat dilakukan secara terus-menerus dan bersifat dinamis, sehingga komunikasi yang terbentuk antara satu manusia dan manusia lain dapat berkembang, baik dalam tema maupun konteks yang terjadi.

4) Model komunikasi Ellits & McClintok (1990)

Model ini menyatakan bahwa komunikasi tidak hanya melibatkan unsur penyampaian pesan (direct message), tetapi juga ada pesan tambahan yang menyertai suatu proses komunikasi (Tamsuri,Anas, 2005: 6).

Hubungan antar manusia yang baik mendasari keberhasilan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, komunikasi secara efektif sangat diperlukan untuk memberikan kemudahan dalam memahami pesan. Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude, change) pada orang yang terlihat dalam komunikasi. Tujuan komunikasi yang efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman, dan umpan balik seimbang dan melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik (Lea uripni, C. dkk. 2003).

Setiap pasien mempunyai hak-hak yang harus diberikan, tanpa memandang suku bangsa, usia, agama, sosio-ekonomi, status perkawinan, partai politik, kehidupan seksual ataupun jumlah anak dalam keluarga (Saefudin, 2002).

Hak-hak keluarga:

a. Hak untuk memperoleh informasi tentang kondisi dan keadaan apa yang sedang mereka alami.

b. Hak untuk bertanya mendiskusikan tentang kondisi atau keadaan dirinya dan harapan pasien dari system pelayanan.

c. Hak pasien untuk dilayani secara pribadi

d. Hak untuk menyatakan pandangannya

e. Hak untuk memutuskan secara bebas

Tingkat kesabaran yang tinggi dan teknik berkomunikasi yang efektif merupakan syarat yang harus dimiliki oleh penolong atau petugas kesehatan dalam menghadapi orang sakit. Komunikasi juga merupakan salah satu bentuk kewajiban penolong terhadap pasien untuk memperoleh informasi objektif dan lengkap tentang apa yang sedang dialaminya, upaya yang akan atau sedang dilakukan oleh penolong dan hasil tindakan pengobatan yang telah diberikan. Oleh sebab itu komunikasi harus selalu berlangsung dalam berbagai tahap, yaitu:

1) Sebelum pelayanan dilakukan

2) Selama prosedur klinik

3) Setelah tindakan atau pengobatan

Dalam komunikasi harus terdapat komunikator, pesan, saluran komunikasi, metode komunikasi, komunikasi, dan umpan untuk mencapai hubungan yang baik.

2. Mutu dan Kepuasan Pelayanan Kesehatan

a. Mutu pelayanan kesehatan

1) Pengertian mutu

Beberapa pakar berpendapat tentang mutu (Azwar,1996):

a) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston,1956, dikutip oleh Azwar, 1996: 35).

b) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian,1980, dikutip oleh Azwar, 1996: 35).

c) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402,1986, dikutip oleh Azwar, 1996: 1996).

d) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby,1984, dikutip oleh Azwar, 1996: 35).

Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan atau kinerja yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standard dan kode etik profesi yang telah ditetapkan(Depkes RI,1992).

2) Dimensi Mutu menurut Azwar, Azrul (1996):

a) Interpersonal relationship : hubungan antar manusia

b) Affordability : pelayanan yang diberikan dapat dijangkau oleh masyarakat.

c) Acceptability : pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat.

d) Safety : pelayanan yang diberikan aman

e) Efficiency : pelayanan yang diberikan efisien.

f) Continuity of care : pelayanan yang diberikan berkelanjutan, terkoordinir dari waktu ke waktu.

g) Respect and caring : sopan, hormat, dan penuh perhatian

h) Legitimacy / accountability : pelayanan yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan.

i) Timeliness : tepat waktu.

3) 14 prinsip Deming :

a) Peningkatan mutu merupakan tujuan yang secara konsisten hendak dicapai.

b) Menerapkan filosofi mutu.

c) Mengurangi ketergantungan pada pengawasan. d) Hentikan pendapat bahwa harga membawa nama.

e) Peningkatan yang berkesinambungan system pelayanan dan produksi.

f) Pendidikan dan pelatihan karyawan.

g) Kepemimpinan yang mempunyai komitmen terhadap mutu.

h) Menghilangkan rasa takut dalam iklim kerja.i) Menghilangkan barier antar unit kerja.

j) Membatasi slogan. k) Mengurangi penekanan pada angka pencapaian target.

l) Menghilangkan hambatan terhadap kepuasan kerja.m) Merencanakan dan melaksanakan program diklat yang membangun.

n) Melaksanakan proses perubahan.

b. Standar Pelayanan Kesehatan

Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu institusi kesehatan agar pemakai jasa pelayanan kesehatan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (Azwar, 1996). Standar dalam pelayanan kesehatan banyak macamnya. Untuk dapat memahami macam standar tersebut, perlulah terlebih dahulu diketahui unsur unsur yang terdapat pelayanan kesehatan. Standar dalam pelayanan kesehatan dapat dibedakan pula atas 4 macam (Azwar, 1996). Ke empat standar unsur unsur tersebut adalah :

1) Standar masukan (standard of input)

Adalah yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur masukan.

a)Standar masukan ini dibedakan atas 3 macam :

Standar tenaga (standard of man power).

Di sini ditetapkanlah persyaratan minimal tenaga kerja yang harus tersedia yakni yang menyangkut jumlah, jenis, dan kualifikasi.

b)Standar sarana (standard of facilities)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal sarana yang harus bersedia yakni yang menyangkut jumlah, jenis dan spesifikasi.

c)Standar dana

Di sini ditetapkan persyaratan minimal dana yang harus bersedia, yakni yang menyangkut, alokasi, serta pengelolaan.

2) Standar proses (standard of process)

Yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur proses, yang dikenal dengan nama standard of conduct dibedakan atas dua macam :

a) Standar tindakan medis (standard of medical procedure)

Ke dalam standar tindakan medis termasuk persyaratan minimal tata cara anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan sepanjang, diagnosis terapi, dan pelayanan tindak lanjut.

b) Standar tindakan non medis (standard non medical procedure)Ke dalam standar tindakan non medis termasuk persyaratan minimal tata cara pendaftaran, konseling, penyuluhan, dan pengaturan pelayanan rujukan.

3) Standar lingkungan (standard of environment )

Yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur lingkungan. Standar lingkungan ini dapat dibedakan atas 3 macam :

a) Standar kebijakan (standard of policy)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal kebijakan yang harus dianut oleh suatu institusi kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

b) Standar organisasi (standard of organization)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal struktur organisasi yang harus dianut oleh suatu institusi kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

c) Standar manajemen (standard of management)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal prinsip-prinsip manajemen yang harus dipenuhi oleh suatu institusi kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

4) Standar keluaran (standard of output)

Yang menunjuk pada penampilan penyelenggaraan yang diselenggarakan, di kenal dengan nama standard of performance. Dibedakan atas dua macam :

a) Standar keluaran aspek medis Kedalam standar ini termasuk antara lain angka kesembuhan, angka efek samping, angka komplikasi, dan angka kematian.

b) Standar keluaran aspek non medis

Kedalam standar ini termasuk antara lain hubungan dokter pasien, keramahtamahan petugas, keluhan pasien, dan kepuasan pasien.

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat, keempat standar ini perlulah dipantau serta dinilai secara sistematis, objektif, dan berkesinambungan. Apabila ditemukan penyimpangan, perlulah segera diperbaiki, sedemikian rupa sehingga perlawanan kesehatan yang diselenggarakan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Konsep pelayanan ANC

Antenatal Care yaitu asuhan yang diberikan untuk ibu sebelum persalinan (Prawirohadjo,2002).

Pengawasan Antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional untuk ibu selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (dinkes, 2005).

1) Tujuan ANC

Menurut saefudin (2002) tujuan asuhan antenatal adalah :

a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan bayi

b) Meningkatkan dan mempertahankan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.

c) Mengenali sedini mungkin adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya agar trauma seminimal mungkin.

e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.

2) Kebijakan

a) Kebijakan program

Antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan (WHO) yaitu satu kali trimester pertama, satu kali trimester kedua, dua kali trimester ketiga (Saefudin, 2002).

b) Kebijakan teknis

Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilan. Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut (Saefudin,2002) :

(1) Mengupayakan kehamilan yang sehat(2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan.

(3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman.

(4) Perencanaan antisipatif dan persiapan diri untuk melakukan rujukan bila terjadi komplikasi.

d. Standar pelayanan ANC

Standar pelaksanaan antenatal yang dilakukan pada ibu hamil pada setiap kunjungan terdapat 6 standar (IBI, 2004):

1) Identifikasi ibu hamil

Melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar memeriksakan kehamilan sejak usia dini dan teratur.

2) Pemeriksaan dan pemantauan antenatal

Memberikan sedikitnya empat pelayanan, pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin secara seksama untuk menilai apakah perkembangannya berlangsung normal.

3) Palpasi Abdominal

Melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palapasi untuk memperkirakan usia kehamilan.

4) Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Melakukan pencegahan. Penemuan, penaganan, dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai ketentuan yang berlaku.

5) Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

Menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenal tanda serta gejala pre eklamsi.

6) Persiapan persalinan

Memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarga pada trimester III untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang aman dan bersih direncanakan dengan baik termasuk transportasi.

e. Kepuasan pelayanan ANC

Kepuasan adalah perasaan konsumen dalam hal ini ibu hamil setelah membandingkan hasil yang diperoleh dengan harapan yang dimiliki, dimana hasil yang diharapkan sesuai maka konsumen akan puas (Supranto, J.2001).

Aspek-aspek kepuasan :

1) Aspek kognitif

Ibu hamil merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh bidan.

2) Aspek afektif

Ibu hamil diperhatikan oleh bidan dengan penuh perhatian, mendengarkan keluhan dan mempunyai empati yang tinggi.

3) Aspek perilaku

Ibu hamil melakukan evaluasi atas kemampuan komunikasi bidan dalam memberikan anjuran yang diberikan.

Menurut Azwar, Azrul (1996), secara umum dimensi kepuasan dibedakan atas dua macam:

1) Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik dan standar pelayanan

a) Hubungan bidan dan pasien

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan dokter pasien yang baik harus dapat dipertahankan. Diharapkan setiap dokter dapat dan bersedia memberikan dan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui pasien.

b) Kenyamanan pelayanan

Kenyamanan yang dimaksudkan disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi juga sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

c) Kebebasan melakukan pilihan

Memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan.

d) Pengetahuan dan kompetensi teknis

Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan maka makin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan.

e) Efektifitas pelayanan

Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutunya.

f) Keamanan tindakan

Untuk dapat dikatakan pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan harus diperhatikan. Pelayanan medis yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan yang baik.

2) Kepuasan yang mengacu pada penerapan sesuai persyaratan pelayanan kesehatan.

a) Available (ketersediaan layanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

b) Appropriate (kewajaran pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti sesuai dengan kebutuhan masalah medis yang dihadapi.

c) Continue (kesinambungan pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap waktu dan ataupun pada setiap kebutuhan.

d) Acceptable (penerimaan pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan.

e) Accessible (ketercapaian pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan.

f) Affordable (keterjangkauan pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan.

g) Efficient (efisisensi pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien.

h) Effectivity (efektifitas pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efektif.

3. Hubungan komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan ibu hamil dalam mandapatkan pelayanan ANC

Komunikasi kebidanan merupakan faktor pendukung pelayanan kebidanan profesional yang dilaksanakan oleh bidan, dalam mengekspresikan peran dan fungsinya, salah satu kompetensi bidan yang harus dimiliki adalah kemampuan berkomunikasi dalam pelayanan kebidanan. Kemampuan berkomunikasi akan mendasari upaya pemecahan klien, mempermudah pemberian bantuan kepada klien, baik pelayanan medik maupun pelayanan psikologi yang diberikan dengan pendekatan konseling(Lea uripni,C.dkk.2003)

Ibu hamil disarankan untuk menemui petugas kesehatan bilamana ia merasakan tanda-tanda bahaya atau merasakan khawatir (Saefudin,2002). jika ibu mempercayai bidan, maka kemungkinan besar ia akan kembali lagi kebidan yang sama untuk persalinan dan kelahiran bayinya. Apabila diperlukan, komuikasi hanya berlangsung diantara pasien penolong saja. Keterbukaan, rasa aman, dan jaminan kerahasiaan informasi hanya mungkin dilaksanakan pada suasana yang bersifat pribadi atau adanya privasi bagi pasien.

Kepuasan sangat bersifat subjektif, sehingga sulit sekali untuk mengukurnya. Namun, walaupun demikian, tentu saja kita harus tetap berupaya memberikan perhatian kepada pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak kita dapat memberikan pelayanan yang terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan kualitas sampai dengan pelaksanaannya. Pada saat berhubungan dengan pelanggan dengan standar yang diperkirakan dapat menimbulkan kepuasan yang paling optimal bagi pelanggan (Barata, 2003).

Untuk meningkatkan kepuasan pada ibu hamil maka perlu dilakukan komunikasi yang efektif antara pasien-petugas kesehatan. Sehingga peran bidan dalam memberikan pelayanan bukan hanya dari kemampuan medis saja melainkan komunikasi juga sangat berpengaruh (Prawirohardjo, 2002).

B. Kerangka Teori

Standar

Sumber : Azwar, 1996

C. Kerangka Konsep

D. Variabel PenelitianDalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu :

1. Variabel Independent

Suatu stimulasi aktifitas yang dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam, 2001). Variabel independent dalam penelitian ini adalah komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan ANC.

2. Variabel Dependent

Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent (Notoadmodjo, 2002). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapat pelayanan ANC.

E. Definisi Operasional

1. Komunikasi BidanKomunikasi bidan adalah suatu proses penyampaian informasi oleh bidan kepada pasien baik secara verbal yaitu dengan menggunakan bahasa maupun secara nonverbal yaitu tidak menggunakan bahasa melainkan bahasa tubuh seperti sentuhan, kontak mata dan lainnya. Pengukuran komunikasi bidan di ukur dengan berbagai item pertanyaan dalam kuesioner yang dinyatakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan harapan yang diinginkan.

Alat ukur: Kuesioner

Skala : Ordinal

Hasil ukur: Nilai 2, bila jawaban Ya

Nilai 1, bila jawaban Tidak

Sedangkan kategori pelaksanan komunikasi bidan dibagi menjadi 3 (tiga) :

Baik: bila skor total >16

Cukup: bila skor total 11-15

Kurang: bila skor total 16

Cukup Puas: bila total skor 11-15

Kurang Puas: bila total skor