HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN KECEMASAN EKSISTENSIAL PADA REMAJA DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG TAHUN 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) ERI DWIARTI 1102016 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG 2007
153
Embed
HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN KECEMASAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/77/jtptiain-gdl... · pengesahan skripsi hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN
KECEMASAN EKSISTENSIAL PADA REMAJA
DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA
SEMARANG TAHUN 2007
(Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam)
SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
ERI DWIARTI
1102016
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG
2007
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (lima) bendel
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaiman mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari :
Nama : Eri Dwiarti
NIM : 1102016
Fak/Jurusan : Dakwah/ BPI
Judul : Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial pada
Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007
(Analisis Asaz BKI).
Dengan ini telah saya setujui dan mohon segera diujikan. Demikian, atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 04 November 2007
Pembimbing,
Bidang Subtansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Drs.H. Djasadi, M.Pd Abdul Sattar, M.Ag
NIP. 150 057 618 NIP. 150 290 160
PENGESAHAN
SKRIPSI
HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN KECEMASAN
EKSISTENSIAL PADA REMAJA DI KEC. SEMARANG UTARA KOTA
SEMARANG TAHUN 2007
(Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam)
Disusun oleh :
Eri Dwiarti
1102016
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 06 Desember 2007
dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji Anggota Penguji
Penguji I
Drs. Ali Murtadho, M.Pd Komarudin, M.Ag
NIP. 150274618 NIP. 150299489
Sekretaris Dewan Penguji Pembimbing I Penguji II
Drs.H. Djasadi, M.Pd Drs.H.Abdul Ghofier Romas
NIP. 150057618 NIP. 150070388
MOTTO
ين بم اتقبعم ى لهتم حا بقوم ريغال ي ر الله إن اللهأم من هفظونحلفه يخ منه ويدن ي
يغيروا ما بأنفسهم وإذا أراد الله بقوم سوءا فال مرد له وما لهم من دونه من وال
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka & dibelakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan tersebut sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya: dan sekali-kali tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia" (Qs. Ar-Ra,ad : 11)..
Kehebatan dan kepintaran bukanlah sekedar kecerdasan dan
kekuasaan, bukan pula keturunan pelanjut generasi atau
kesaktian menggulung dunia, melainkan memberi makna setiap
jengkal bumi walaupun hanya sebesar pasir dalam tebaran
pantai dan “Gurun Sahara”.
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 04 November 2007
Eri Dwiarti
NIM : 1102016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang Maha Pengasih,
Penyayang dan pemurah karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Hubungan Kesadaran-Diri dengan
Kecemasan Eksistensial pada Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam).
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan baginda nabi
besar Muhammad saw beserta keluarga dan sahabat-nya yang kita nantikan
syafa’atnya kelak di yaumul qiyamah.
Penulis menyadari, tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. H.M Zain Yusuf, MM selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang dan sekaligus sebagai dosen wali yang telah
memberikan pengarahan, motivasi serta bimbinga kepada penulis.
2. Drs. H. Djasadi, M.Pd selaku Pembimbing I dan bapak Abdul Sattar, M.Ag
selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran serta
pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan
4. Segenap bapak/ ibu dosen, serta karyawan dan karyawati Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang.
5. Bapak dan ibu yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada
penulis untuk menuntut lmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
6. Bapak Camat Semarang Utara beserta stafnya yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
7. juga tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya
penyusunan tugas ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga
skripsi ini dapat membawa manfaat sekaligus menambah wawasan pengetahuan
kita, terutama dalam pengembangan Bimbingan Konseling Islam.
Semarang, 04 November 2007
Penulis
Eri Dwiarti
ABSTRAKSI
Kajian pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menggambarkan hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Penelitian ini juga ingin mengetahui metodologi pemahaman Asaz Bimbingan Konseling Islam dalam upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial dengan pemikiran reflektif yang terlepas dari keterpakuan terhadap rumusan yang ada, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lebih applicable dalam pelayanan BKI.
Dua dimensi utama dalam penelitian ini adalah kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial. Kesadaran-diri di fokuskan pada empat tahapan, yaitu tahap ketidaktahuan, tahap berontak, tahap kesadaran normal akan diri dan tahap kesadaran diri yang kreatif. Sedangkan mengenai kecemasan eksistensial penulis lebih memfokuskan pada pemahaman makna, dapat dipahami bahwa hakekat kecemasan eksistensial bukanlah kecemasan yang destruktif melainkan mengarah pada kecemasan yang konstruktif, serta kerangka materi tersebut dikaitkan dengan konsep “taubat”. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja, khususnya di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Sementara itu dalam kerangka diskriptifnya terdapat upaya implementasi kerangka materi tentang kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas BKI. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang mempunyai kriteria usia 18-21 tahun dan beragama Islam, yang berjumlah 105 orang, yang terdiri dari 60 orang laki-laki dan 45 orang perempuan dari 1.050 populasi secara random sample melalui teknik purposive sampling dalam menentukan daerah kunci yang hendak diteliti. Data diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden, berupa angket tertutup yang berbentuk rating scale. Juga diperoleh melalui wawancara yang diwakili oleh 6 remaja, yaitu 1 perempuan dan 5 laki-laki. Variabel kesadaran-diri dijabarkan 29 item dan variabel kecemasan eksistensial dijabarkan dalam 27 item yang terdiri dari favorable dan unfavorable. Dengan validitas koefisien item yang bergerak antara -0.11 sampai 0.793 untuk skala kesadaran-diri dan -0.028 sampai 0.666 untuk skala kecemasan eksistensial. Penelitian ini mempergunakan analisis data korelasi product moment seri person. Sedangkan dalam menganalisis metodologi pemahaman azas BKI dalam upaya implementasi kerangka materi mengenai kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial, digunakan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah (1) terdapat hubungan yang signifikan antara
kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial dengan angka korelasi yang
menunjukkan signifikansi sebesar 0.685 pada taraf signifikan 1% (0.195) dan taraf
signifikan 5% (0.256). (2) ada upaya penting dalam implementasi kerangka materi
kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial dalam metodologi pemahaman azas BKI.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ..................................................................................... ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iii
MOTTO ............................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN .............................................................................................. v
PERNYATAAN ................................................................................................. vi
ABSTRAKSI ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1. Seberapa besarkah perbandingan statistika kenakalan/ kriminalitas remaja di
kecamatan Semarang seluruhnya tahun 2006?
2. Berapa macamkah kenakalan/ kriminalitas yang dilakukan remaja di
kecamatan Semarang Utara? Dan apa saja bentuknya?
3. Kelurahan manakah yang paling tinggi tingkat kenakalan/ kriminalitasnya
diantara sembilan kelurahan yang lain di kecamatan Semarang Utara? (tiga
kelurahan)
4. Dari tahun 2006- Maret 2007, ada berapa kasuskah tindak kriminalitas remaja
yang terjadi diantara tiga kelurahan tersebut?
II. UNTUK REMAJA DI KECAMATAN SEMARANG UTARA
1. Bentuk kenakalan/ kriminalitas yang pernah dilakukan?
2. Faktor apa saja yang mendorong melakukan kenakalan/ tindak kriminalitas?
3. Apakah ada perasaan takut ataupun rasa bersalah, ketika sebelum dan sesudah
melakukan kenakalan/ kriminalitas?
4. Apakah kenakalan/ kriminalitas tersebut masih dilakukan sampai sekarang
atau tidak?
5. Apabila sudah tidak melakukan kenakalan ataupun kriminalitas, motivasi apa
dalam rangka untuk meninggalkan perbuatan tersebut?
III. UNTUK TOKOH AGAMAWAN
1. Bagaimanakah umumnya perilaku remaja di kecamatan Semarang Utara
sekarang ini, apabila di lihat dari kaca mata agama?
2. Bagaimana kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara khususnya
dalam hal beragama?
3. Kira-kira berapa prosentasekah remaja yang mempunyai kesadaran diri
didalam menerapkan ajaran islam pada kehidupan sehari-hari?
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Spesifikasi Kesadaran-Diri 64
Tabel II Spesifikasi Kecemasan Eksistensial 66
Tabel III Jumlah Penduduk di Kec. Semarang Utara Menurut Agama 71
Tabel IV Sarana Peribadatan di Kec. Semarang Utara 72
Tabel V Data Penduduk Menurut Tingkat Usia di Kec. Semarang Utara 72
Tabel VI Data Tingkat Pedidikan di Kec. Semarang Utara 73
Tabel VII Sarana Pendidikan Umum di Kec. Semarang Utara 74
Tabel VIII Sarana Pendidikan agama Islam di di Kec. Semarang Utara 74
Tabel IX Mata pencahariaan Penduduk di Kec. Semarang Utara 75
Tabel X Jumlah penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Bandarharjo) 76
Tabel XI Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Tanjung Mas)77
Tabel XII Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Purwosari) 79
Tabel XIII Diskripsi Subyek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin 84
Tabel XIV Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian 85
Tabel XV Nilai Angket Skala Kesadaran-Diri Remaja 86
Tabel XVI Nilai Angket Skala Kecemasan Eksistensial Remaja 92
Tabel XVII Tabel Kerja Koefisien Skala Kesadaran-Diri dan
Kecemasan Eksistensial 92
Tabel XVIII Taraf Signifikan Hasil Koefisien Korelasi 104
Tabel XIX Perhitungan Hasil Uji Hipotesis 105
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eri Dwiarti
Tempat/ Tanggal Lahir : Semarang, 02 Oktober 1981
Alamat : Jl. Rorojonggrang Selatan I Rt 09 Rw VI
Kel. Manyaran Kec. Semarang Barat
Agama : Islam
Pendidikan Formal :
1. SDN Panjangan 02 Semarang lulus tahun 1993
2. SMP Muhammadiyah 04 Semarang lulus tahun 1996
3. SMK Muhammadiyah 01 Semarang lulus tahun 1999
4. IAIN Walisongo lulus tahun 2008
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Semarang, 04 November 2007
Eri Dwiarti
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai khalifah yakni sebagai pengganti-
Nya dalam hal memanage alam dan ekosistem ilahiyah yang rahmatan lil’alamin,
menaburkan potensi keselarasan, kemanfaatan, musyawarah, kasih sayang ke
seluruh penjuru alam, baik di bumi maupun di langit, di dunia maupun di akhirat,
di alam lahir (musyahadah) maupun alam batin (ghaib) serta memiliki
kemerdekaan (freedom) untuk mengembangkan diri.
Allah SWT melengkapi manusia dengan sifat khauf dan sifat rajaa'. Sifat
khauf adalah sifat yang diberikan Allah berupa rasa cemas, was-was, takut dan
khawatir dan pesimis. Sedangkan rajaa’ adalah sifat berupa sikap penuh harapan,
keyakinan, optimisme dan kekuatan. Kondisi ini merupakan eksistensial manusia
yang tidak dapat dihindari, dan keduanya merupakan kekuatan yang ada pada diri
manusia tetapi tidak harus berbenturan, melainkan harus sinergis dan harmonis,
berkembang kearah kesatuan (Yusuf, dkk, 2005 : 137).
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan
hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian, manusia lahir ke dunia ini
dalam keadaan sendirian dan mati dalam keadaan sendirian pula. Sungguhpun
pada hakekatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan
2
dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah
makhluk yang rasional (Corey, 1988:55). Manusia juga memiliki kesanggupan
untuk menyadari dirinya sendiri yang unik dan nyata yang memungkinkan
manusia mampu berfikir dan memutuskan.
Menyadari dirinya sendiri merupakan syarat utama dari pertumbuhan diri,
dan tujuannya untuk memperbesar kesanggupan menghadapi kecemasan-
kecemasan secara konstruktif.
Menurut May yang dikutip oleh Koesworo dalam bukunya "psikologi
Eksistensial" (1998:23) kecemasan merupakan masalah yang mendasar. Pada
taraf individual, kecemasan dialami sebagai ancaman "inti" dari individu karena
individu tidak lagi mengetahui peran apa yang harus dimainkan dan asas apa yang
harus diikutinya untuk tindakan-tindakan yang akan diambilnya. Kecemasan itu
menyakitkan individu karena menyerang dan akan mengancam menghancurkan
diri. Oleh karena itu untuk memperoleh inner strength (kekuatan dalam) yang
diperlukan individu agar dirinya mampu mengatasi kecemasan-kecemasan adalah
dengan mempertinggi kesadaran dirinya.
Sedangkan masa remaja adalah masa bergejolaknya bemacam-macam
perasaan yang kadang-kadang bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Termasuk masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak
menuju dewasa. Masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa peralihan pada kanak-
kanak yang penuh ketergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri
sendiri (Darajdat, 1979:86). Maka remaja perlu meningkatkan kesadaran dirinya
3
sehingga mampu melihat kesalahannya untuk kemudian membuat dan mengambil
tindakan yang bertanggung jawab, sehingga adanya pengendalian atas hidupnya
dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan di dalam hidup.
Uraian tersebut merupakan wacana kemanusiaan yang mengarah pada
kesadaran masyarakat untuk menjadi da'i bagi dirinya sendiri. Salah satunya
remaja yang menjadi objek penelitian ini. Selain itu esensi dakwah bukan terletak
pada usaha merubah masyarakat, namun lebih berorientasi untuk mampu merubah
diri dengan kesadaran dan pemahamannya terhadap masalah yang mereka hadapi
(Pimay, 2005: 46). Konsep tersebut sejalan dengan pernyataan wahyu: “Allah
tidak akan merubah keadaan sebuah masyarakat sampai mereka sendiri
merubahnya", sebagaimana firman Allah Qs. Ar-Ra’ad:11
له معقبات من بين يديه ومن خلفه يحفظونه من أمر الله إن الله ال يغير ما بقوم حتى
روءا فال مم سبقو الله ادإذا أرو فسهما بأنوا مريغاليونه من ون دم ما لهمو له د
Artinya : "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka & dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan tersebut sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya: dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia" .
Tugas perkembangan yang penting dihadapi remaja adalah bebas dari
ketergantungan emosional seperti masa kanak-kanak mereka. Pada masa kanak-
kanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang dewasa lain.
Dalam masa remaja, individu dituntut tidak lagi mengalami perasaan bergantung
4
semacam itu. Pentingnya kebebasan emosi bagi remaja ini, didasarkan pada
kenyataan bahwa remaja yang selalu bergantung secara emosional, akan
menemui berbagai kesukaran dalam masa dewasa. Dalam masa remaja, individu
yang demikian itu tidak dapat menentukan rencana sendiri terhadap langkah atau
pilihan yang ditempuhnya. Hal demikian ini tentu saja akan menimbulkan
kesukaran-kesukaran dalam masa dewasa dan mengakibatkan kecemasan, bila
tidak dihadapi secara konstruktif akan mengarah pada kompensasi-kompensasi
dalam bentuk pelarian diri kepada obat bius, seks, judi (Mapiare, 1982: 104).
Permasalahan yang dihadapi oleh remaja bermacam-macam bentuknya,
sehingga menimbulkan ketegangan yang mengarah pada kecemasan. Menurut
Kartono (1992:121) kecemasan bisa timbul karena perasaan takut kehilangan,
perasaan bersalah (berdosa). Remaja merasa cemas kalau-kalau dia akan diadili,
diejek, dikutuk, ditertawakan, disisihkan, dan lain-lain. Perasaan tersebut berakar
dari kesadaran diri sehingga mengarah pada kekhawatiran untuk menghadapi
ancaman, mengatasi bahaya-bahaya yang mungkin menghadang. Menurut
Goleman (2002:93) kekhawatiran tersebut memunculkan sesuatu yang positif,
Fungsi kekhawatiran – apabila berhasil – adalah untuk melatih mengenali bahaya
dan menyajikan pemecahan untuk dihadapinya. Akan tetapi permasalahan yang
muncul dalam kekhawatiran ataupun rasa bersalah kadang tidak sesukses itu.
Malah justru sebaliknya menghancurkan eksistensi diri dan mengarah pada
kecemasan neurotis (berperilaku menyimpang) bukan mengarah pada kecemasan
yang konstruktif (eksistensial). Dalam pandangannya Corey (1988:64) kecemasan
5
neurotis erat kaitannya dengan kebiasaan menggunakan mekanisme pembelaan
diri dan pelarian diri, sehingga orang selalu menjadi bingung gelisah, merasa
terancam, tersudut dan seterusnya. Fenomena inilah yang terjadi juga pada remaja
di Kec. Semarang Utara Kota semarang yang notabenenya tinggi tingkat
kriminalitasnya yang mengarah pada perilaku menyimpang.
Sedangkan sifat dasar manusia adalah baik dan ingin kembali kepada
kebenaran sejati. Oleh karena itu remaja memerlukan bimbingan dalam upaya
memperbesar kesanggupan menghadapi kecemasan-kecemasan secara konstruktif
dan mampu menentukan rencana sendiri (mandiri), sebab salah satu azas
bimbingan adalah azas kemandirian agar individu tidak tergantung pada orang
lain dan dapat mandiri (Ancok 2001:161). Azas kemandirian merupakan tujuan
akhir bimbingan dan konseling pada setiap individu ; oleh karena itu pelayanan
bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar
mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau
permasalahan yang dihadapinya .
Bimbingan menurut Prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa
orang, baik kanak-kanak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 1999 : 99).
6
Ajaran Islam datang kepermukaan bumi juga memiliki tujuan yang sangat
prinsip atau mendasar, yaitu membimbing, mengarahkan, menganjurkan kepada
manusia menuju kepada jalan yang benar yaitu “Jalan Allah”. melalui jalan itulah
manusia akan dapat hidup selamat dan bahagia di dunia hingga di akherat.
Firman Allah SWT dalam Qs.. An-Nahl : 125
كبإن ر نسأح م بالتي هيادلهجة ونسعظة الحوالمة وبالحكم كببيل رإلى س عاد
دينتهبالم لمأع وهبيله ون سل عن ضبم لمأع وه
Artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Sedangkan pengertian bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat
(Faqih, 2001:4).
Secara garis besar, tujuan Bimbingan Konseling Islam yaitu “membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Individu yang dimasudkan disini adalah
orang yang dibimbing atau diberi konseling baik orang perorangan maupun
kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya” berarti mewujudkan
diri sesuai dengan hakekat sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras
perkembangan unsur dirinya dan pelaksana fungsi atau kedudukannya sebagai
makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial dan sebagai
7
makhluk berbudaya. Bimbingan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia.
Maksud Citra manusia yaitu manusia yang sebenar-benarnya manusia; manusia
dengan aku dan kediriannya yang matang, tangguh dan dinamis; dengan
kemampuan sosialnya yang luas dan bersemangat, tetapi menyejukkan; dengan
kesusilaannya yang tinggi; serta dengan keimanan dan ketakwaannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang mendalam (Hasanah, 2004:62). Islam memandang
seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu
mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan
mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan
kemampuan fundamental potensial rohaniahnya. Maka dalam pelayanan
bimbingan konseling Islam salah satunya memuat azas kemaujudan individu
(eksistensi diri).
Sebagai makhluk individu, yang memiliki kekhasan masing-masing,
memiliki potensi dan eksistensinya sendiri. Dengan keunikan yang dimilikinya,
menjadikan setiap individu itu berbeda dengan yang lainnya, sehingga manusia
dituntut untuk memikirkan keadaan dirinya. (Kibtiyah, 2005: 52). Oleh sebab itu
wacana kemanusiaan sangat diperlukan untuk mengetahui akan misteri eksistensi,
dengan mengetahui eksistensi manusia otomatis mengarah pada pemahaman diri.
Pemahaman diri sangat menunjang dalam layanan Bimbingan Konseling Islam
(BKI), karena yang dihadapi adalah klien sebagai manusia yang bereksistensi.
Sebab masing-masing individu memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam
arti terdapat perbedaan individual diantara mereka, seperti menyangkut aspek
8
kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian
diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan senantiasa mengalami berbagai
perubahan baik dalam sikap maupun tingkah lakunya.
Sesuai dengan visi konseling terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang
membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian
dukungan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal,
mandiri, dan bahagia (Murtadho, 2006:02).
Untuk itu diperlukan pemahaman secara filosofis tentang berbagai hal
yang bersangkut paut dalam pelayanan bimbingan konseling Islam, diantaranya
dalam memahami keberadaan individu (klien). Pemikiran dan pemahaman
filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan konseling
Islam, dan khususnya bagi konselor yaitu membantu memahami situasi konseling
dan dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan
pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri
lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberi
bantuan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti remaja di
Kec. Semarang Utara Kota Semarang, karena daerah ini termasuk kategori tinggi
tingkat kriminalitasnya di bandingkan dengan Kec. Semarang yang lain. Dalam
data prosentase statistika perbandingan (POLSEK, 2006) dapat diketahui bahwa
prosentase ; Kec. Semarang Utara 25,63%, Kec. Semarang Timur 23,58%, Kec.
Semarang Barat 21,61%, Kec. Semarang Selatan 15,56%, Kec. Semarang Tengah
9
13,62%. Diukur dari 10.727 remaja yang melakukan kenakalan dan kriminalitas
di seluruh kecamatan Semarang, dengan jumlah keseluruhan remajanya 42.774
orang. Apabila merujuk data kriminalitas remaja pada tahun 2006 – maret 2007 di
Polsek Kec. Semarang Utara kota Semarang, di antara tindak kriminalitasnya
adalah ; pencurian, penggelapan, pengancaman/ penganiayaan, pembunuhan,
percobaan pembunuhan, penipuan, perbuatan tidak menyenangkan, pengroyokan,
penjambretan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam skripsi
dengan judul Hubungan Kesadaran-diri dengan Kecemasan Eksistensial pada
Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007 (Analisis
Azas Bimbingan Konseling Islam).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.2.1 Adakah hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial
pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang tahun 2007 ?
1.2.2 Bagaimanakah bila ditinjau dalam prespektif Bimbingan Konseling
Islam, khususnya analisis azas BKI ?
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa:
1.3.1.1 Ada tidaknya hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan
eksistensial pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang
tahun 2007.
1.3.1.2 Juga ditinjau dalam prespektif Bimbingan Konseling Islam,
khususnya analisis azas BKI.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan
BKI dan secara khusus Ilmu Dakwah dalam memberikan pemahaman
terhadap diri pribadi kaitannya untuk bersikap dan berperilaku
menurut kadar nilai moral dan pola islam .
1.3.2.2 Manfaat praktis
1) Sebagai pedoman dan arahan bagi remaja khususnya di Kec.
Semarang Utara, serta pada masyarakat luas pada umumnya dalam
menyadari akan keberadaan mereka untuk mengambil sikap positif
dalam kehidupan masyarakat juga dalam hal menghadapi
kecemasan-kecemasan secara konstruktif.
11
2) Sebagai acuan alternatif bagi konselor dalam memahami dan
mengaplikasikan azas-azas konseling dalam pelayanan bimbingan,
berdasarkan kondisi dan kebutuhan klien.
1.4 Telaah Pustaka
Penelitian yang secara khusus membahas hubungan kesadaran-diri
dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam) belum
ditemukan. Meski demikian terdapat kajian ataupun hasil penelitian terdahulu
yang terkait dan ada relevansinya dengan penelitian ini, adapun hasil-hasil
penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Mariyatul Kibtyah, di PUSLIT IAIN
Walisongo Semarang tahun 2005 yang berjudul Enam Dimensi Dasar Positif
Teori Eksistensial Humanistik dan Kemungkinan Penerapannya dalam Konseling
Islam membahas mengenai teori eksistensial Humanistik tentang enam dimensi
dasar positif, dan tinjauan Islam tentang enam dimensi dasar tersebut serta
kemungkinan penerapan enam dimensi dasar tersebut ke dalam konseling Islam.
Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan menggunakan pendekatan
content analysis atau analisis isi yang positivistik kualitatif dan metode induktif.
Sedangkan hasil temuannya adalah kemungkinan penerapan dan relevansi enam
dimensi dasar positif dari teori eksistensial humanistik dalam konseling Islam.
Bahwa pada dasarnya di dalam ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
12
Hadist sudah memuat keseluruhan isi dari enam dimensi dasar positif tersebut,
namun enam dimensi dasar tersebut hanya sebagian kecil dari ajaran Islam. Sebab
secara khusus tidak menjelaskan akan adanya akhirat, pahala dan dosa, surga dan
neraka, keimanan, ketakwaan, apa lagi penagukuan akan keberadaan Tuhan,
orientasinya masih bersifat keduniaan semata.
Penelitian yang dilakukan oleh Zaenal Abidin, Fakultas Psikologi Sosial
UGM tahun 2002 dalam bukunya yang berjudul Analisis Eksistensial untuk
Psikologi dan Psikiatri membahas mengenai metodologi pemahaman beberapa
artikel yang terdapat dalam dua buah buku klasik berjudul Existence (1961) yang
dipelopori oleh Rollo May dan Existential-Phenomenological Alternatives for
Psychology (1978) oleh Vale, Rollo.S dan Mark King. Menurutnya tidak mudah
memahami buku-buku analisis eksistensial yang ditulis dalam bahasa asing,
karena selain kendala bahasa terdapat juga kendala substansi (isi) serta banyak
konsep atau istilah yang di ungkap dalam bahasa yang tidak lazim sehingga
mengalami kesulitan untuk memahami isi dan artinya. Pembahasanya memuat
tentang esensi dan latar belakang munculnya analisis eksistensial serta
kemungkinan diperlukannya analisis eksistensial dalam terapi untuk masa kini
ataupun masa datang. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan
menggunakan pendekatan deskriptif analysis. Hasil temuannya adalah analisis
eksistensial bisa dijadikan pendekatan alternatif untuk masa kini maupun masa
depan dalam memahami dan menangani individu (pasien). Namun tidak berarti
menolak pendekatan-pendekatan lain seperti behaviorisme dan psikoanalisis, juga
13
ada kesamaan yang signifikan antara eksistensialisme (filsafat yang mendasari
analisis eksistensial) dengan filsafat timur, sehingga bisa dikatakan cocok dengan
kondisi masyarakat Indonesia. Maka pemahaman intersubyektif atas individu dan
pendekatan yang bersifat intim dengan klien, sangat membantu pemahaman dan
terapi dalam masyarakat yang bersifat kolektivistik seperti Indonesia. Sebab
dibalik itu semua setiap orang pasti ingin dihargai, diakui, dipahami dan
diperlakukan sebagai manusia.
Diantara penelitian yang lain dilakukan oleh Ina Sastrowardoyo, Fakultas
Sastra Jurusan Filsafat UI Jakarta tahun 1991 dalam bukunya yang berjudul Teori
Kepribadian Rollo May yaitu membahas mengenai teori kepribadiannya Rollo
May yang fokusnya pada eksistensi manusia sepenuhnya, dengan segala
perubahan dalam emosi. Juga polarisasi yang terjadi dalam aliran eksistensialisme
dalam psikologi yang menjadi penopang besar untuk pihak yang mengandalkan
peran religiositas. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan
menggunakan pendekatan content analysis atau analisis isi yang positivistik
kualitatif . Hasil temuannya bahwa individu dengan kesadaran penuh akan dirinya
serta lingkungannya dapat mencapai kebebasan batin dan dapat hidup sesuai
dengan integritasnya serta dapat membuat keputusan penting dengan bebas
menurut tanggung jawabnya sendiri. Manusia senantiasa merupakan satu
kesatuan dengan zamannya, tetapi karena manusia adalah satu-satunya makhluk
yang dapat mentransendensikan waktu, maka tidak perlu terbelenggu dengan
keadaan zamannya. Nilai-nilai batiniah dapat mengatasi segala zaman.
14
Menurutnya pemikiran Rollo May menandakan satu punck baru dalam dunia
psikologi, filsafat dan religi. Sebab pemikirannya menunjuk jalan untuk
mengintregrasikan nilai-nilai lama yang selama ini diabaikan, ke dalam
kehidupan masyarakat modern yang sedang dilanda krisis nilai-nilai.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam rangka menguraikan perumusan masalah diatas, maka peneliti
berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih
terarah dan bisa dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sebelum memasuki bab pertama dan bab berikutnya yang merupakan satu pokok
pikiran yang utuh, maka penulisan skripsi ini diawali dengan bagian muka, yang
memuat Halaman Judul, Nota Pembimbing Pengesahan, Motto, Persembahan,
Pernyataan, Abstraksi, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
Bab Pertama adalah Pendahuluan. Bab ini berisi tentang Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Sistematika Penulisan.
Bab Kedua adalah Kerangka Dasar Pemikiran Teoritik yang menjelaskan
tentang Kesadaran Diri, Kecemasan Eksistensial, Definisi Teoritik, Hubungan
Kesadaran Diri dengan Kecemasan Eksistensial dan Bimbingan Konseling Islam.
Bab kedua ini dibagi menjadi tiga sub bab. Sub bab pertama menjelaskan
Landasan Teori yang terdiri dari empat sub anak sub bab yaitu: Pengertian
Mempertinggi Kesadaran Diri, Manfaat Mempertinggi Kesadaran Diri. Sub anak
bab kedua menjelaskan tentang Definisi Kecemasan Eksistensial yang meliputi
sub anak sub bab, yaitu pengertian kecemasan eksistensial, Struktur atau Esensi
Pengalaman Manusia, Asumsi Tentang Manusia (yang terdapat dalam analisis
eksistensial, behaviorisme, psikoanalisis), Ancaman yang Membangkitkan
Kecemasan Eksistensial. Sub anak bab ketiga berisi Definisi Teoritik Bimbingan
Konseling Islam, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam, Hakekat Manusia
Prespektif Bimbingan Konseling Islam, Tujuan dan Azas Bimbingan Konseling
Islam. Sub bab ketiga menjelaskan tentang Definisi Teoritik Hubungan
Kesadaran Diri dengan Kecemasan Eksistensial. Sub bab keempat menjelaskan
tentang Hipotesis Penelitian.
Bab Ketiga berisi tentang Metodologi Penelitian. Bab ketiga ini dibagi
menjadi enam sub bab. Sub bab pertama berisi tentang Jenis dan Metodologi
Penelitian. Sub bab kedua berisi tentang Definisi Konseptual dan Operasional
Variabel. Sub bab ketiga berisi tentang Sumber dan Jenis Data. Sub bab keempat
berisi tentang Populasi dan Sampel. Sub bab kelima berisi tentang Pengumpulan
Data. Sub bab keenam Teknik Analisis Data.
Bab Keempat memuat tentang Gambaran Garis Besar mengenai daerah
penelitian/obyek penelitian yang meliputi Kondisi Geografis, Kondisi Masyarakat
Islam, Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Kondisi Umum Remaja di Kecamatan
Semarang Utara.
16
Bab Kelima berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab
kelima ini dibagi menjadi tiga sub bab, pertama yakni: Hasil Penelitian yang
berisi deskripsi dan penelitian, sub bab kedua berisi tentang Pengujian Hipotesis
dan sub bab ketiga berisi Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab Keenam adalah penutup. Bab ini memuat Kesimpulan, yang
merupakan hasil dari penelitian Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan
Eksistensial Remaja di Kecamatan Semarang Utara, serta ditinjau dari Bimbingan
Konseling Islam. Kedua adalah Saran-Saran serta diikuti dengan uraian kata
Penutup. Setalah penutup dibagian akhir dicantumkan Daftar Pustaka, Lampiran-
Lampiran dan Biodata.
17
BAB II
TINJAUAN TENTANG KESADARAN – DIRI, KECEMASAN
EKSISTENSIAL DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1 Kesadaran – Diri
2.1.1 Pengertian Kesadaran Diri
Para ahli mempunyai pendapat yang beragam tentang kesadaran diri.
Diantaranya menurut Mayer seorang ahli psikologi dari University of new
Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan, berpendapat bahwa
kesadaran-diri berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran
kita tentang suasana hati (Goleman, 2000:64).
Sementara itu, Steven dan Howard (2003:39) mendefinisikan
kesadaran diri sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa
kita merasakannya seperti itu dan pengaruh perilaku kita terhadap orang
lain. Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara
jelas pikiran dan perasaan kita, membela diri dan mempertahankan pendapat
(sikap asertif), kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan
berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali
kekuatan dan kelemahan kita dan menyenangi diri sendiri meskipun kita
memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan
potensi yang kita miliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang kita
raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).
18
Goleman (2000:63) menjelaskan kesadaran diri yaitu perhatian terus
menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri ini,
pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.
May (1953) seorang psikiater yang mempelopori pendekatan
eksistensial yang dikutip oleh Koesworo menjelaskan bahwa kesadaran-diri
adalah sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati
dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta
kapasitas yang memungkinkan manusia mampu menempatkan diri di dalam
waktu (masa kini, masa lampau, dan masa depan) (Koeswara, 1987:31).
Binswanger dan Boss menggambarkan kesadaran-diri adalah salah
satu ciri yang unik dan mendasar pada manusia, yang membedakan manusia
dari makhluk lainnya. Pendek kata dalam pandangan mereka, kesadaran-diri
adalah kapasitas yang memungkinkan manusia bisa hidup sebagai pribadi
yang utuh dan penuh. Mereka akan menolak istilah kepribadian apabila
istilah tersebut menunjuk kepada sekumpulan trait atau sifat-sifat yang tetap
pada diri manusia. Mereka mengembangkan konsep ada-dalam-dunia
yaitu; dunia fisikal atau dunia biologis (Umlet), dunia manusia atau dunia
sosial (Mitwelt), dunia diri sendiri termasuk kebutuhan manusia (Eigenwelt).
Mereka percaya bahwa kepribadian setiap individu adalah unik dan dapat
dibedakan dari caranya mengada di dalam atau berelasi dengan ketiga taraf
dunia itu. Yang dimaksud “dunia” menurut pandangan Husserl,
sebenarnya bukan dunia sebagaimana dipahami atau diinterpretasikan oleh
19
teori-teori ilmiah. Dunia yang secara langsung dan tanpa perantara, dialami
oleh setiap individu didalam kehidupan sehari-hari. Tidak lain adalah gejala
atau fenomena murni. Inilah dunia yang dihidupi, dihayati, atau dialami oleh
manusia.
Sedangkan gagasan tentang perkembangan keberadaan dengan
bertumpu pada konsep pemenjadian (becoming) dan konsep yang mereka
kembangkan sendiri, yakni konsep ada-di-luar-dunia, berikut kebebasan
dan tanggung jawab. Konsep pemenjadian menerangkan bahwa keberadaan
adalah dinamis dan selalu berproses menjadi sesuatu yang lain dari
sebelumnya. Artinya bahwa manusia terdapat kesanggupan untuk
mentransendensikan dirinya di dalam dunia (pengalaman) baru yang di
tujukan kepada realisasi kemungkinan-kemungkinan (potentialities) dari
keberadaannya (Koeswara, 1987:31).
Dalam pandangan Frankl kebebasan berkeinginan adalah ciri yang
unik dari keberadaan dan pengalam manusia. Manusia tidak hanya sanggup
mengambil sikap terhadap dunia, tetapi juga sanggup dan bebas mengambil
sikap terhadap dirinya sendiri, menerima atau menolak dirinya. Dengan
mengambil sikap atau mengambil jarak terhadap dirinya sendiri, manusia
bisa keluar dari ruangan biologis dan psikologisnya, dan masuk ke dalam
ruang noologis (dimensi spiritual) . Suatu dimensi atau ruang tempat
manusia hadir sebagai fenomena yang berbeda dari makhluk lainnya.
Dengan memasuki ruang noologis atau dimensi spiritual, manusia
20
meninggikan martabatnya sebagai manusia, sebagai makhluk yang hidupnya
tidak semata-mata dikuasai oleh ketentuan-ketentuan biologis dan
psikologisnya. Di dalam ruang noologis inilah terletak kebebasan
berkeinginan dari manusia (Koeswara, 1987:38).
Menurut Chaplin (2002:450) kesadaran-diri adalah kesadaran
mengenai proses-proses mental sendiri atau mengenai eksistensi sebagai
individu yang unik.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran-
diri (self conciousness) adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada
manusia, di mana manusia tersebut mempunyai kesadaran meng-ada-
dalam-dunia (umwelt, mitwelt, eigenwelt). Juga kesadaran meng-ada-di-
luar-dunia (becoming = pemenjadian) yaitu kebebasan yang tidak dapat
dipisahkan dari tanggung jawab.
Umwelt dapat di pahami sebagai “dunia sekitar” (dunia natural),
kalau dunia biologis disamakan dengan lingkungan (environment) yaitu
berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan biologis; dorongan-dorongan,
naluri-naluri. Bisa diartikan dunia hukum alam dan perputaran ilmiah, dunia
tidur dan terjaga, lahir dan mati. Mitwelt artinya perhubungan manusia
dengan manusia lain, pada manusia berlangsung komunikasi yang
melibatkan makna, makna orang lain sebagian ditentukan oleh perhubungan
dengan sesamanya, esensi dari perhubungan adalah bahwa perjumpaan
(encounter) kedua pribadi diubah. Perhubungan selalu melibatkan kesadaran
21
timbal-balik, dan ini selalu terjadi dalam suatu perjumpaan. Sedangkan
eigenwelt artinya kesadaran diri, yang berhubungan dengan diri sendiri dan
cara khas hadir dalam diri manusia. Sebagai dasar dan diatas dasar itu kita
melihat dunia nyata dalam prespektif yang sebenarnya.
2.1.2 Tahapan-Tahapan Kesadaran diri
Kesadaran diri yang dimiliki remaja dapat mempengaruhi
perkembangan diri sendiri dan bahkan perkembangan sesamanya. Sebab
manusia tampil diluar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Oleh sebab itu
kesadaran diri sangat fundamental bagi pertumbuhan remaja. Menurut
Sastrowardoyo (1991:83-84) untuk mencapai kesadaran diri yang kreatif
seseorang harus melalui empat tahapan yaitu :
2.1.2.1 Tahap ketidaktahuan
Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran
diri, atau disebut juga dengan tahap kepolosan.
2.1.2.2 Tahap berontak
Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan
untuk memperoleh kebebasan dalam usaha membangun “inner
strength”. Pemberontakan ini adalah wajar sebagai masa transisi
yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan
lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru
pula.
22
2.1.2.3 Tahap kesadaran normal akan diri
Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya
untuk kemudian membuat dan mengambil tindakan yang
bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-pengalaman sadar akan
diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap
kemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian
manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil
keputusan dalam hidupnya.
2.1.2.4 Tahap kesadaran diri yang kreatif.
Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif
mampu melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh
perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan subjektifnya. Tahapan
ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius, ilmiah atau
dari kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin.
Melalui tahapan ini seseorang mampu melihat hidupnya dari
perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi dan
membuat peta mental yang menunjuki langkah dan tindakan yang
akan diambilnya.
2.1.3 Langkah-Langkah Mempertinggi Kesadaran-Diri
Kesadaran diri tidak terbentuk secara otomatis, melainkan karena
adanya usaha individu. Tahapan kesadaran diri individu, ditentukan oleh
23
beberapa besar atau sejauh mana individu tersebut berusaha mempertinggi
kesadaran dirinya.
Ada beberapa langkah yang perlu diambil oleh remaja dalam rangka
meningkatkan atau mempertinggi kesadaran dirinya. Langkah-langkah
tersebut dimulai dari :
2.1.3.1 Menemukan kembali perasaan-perasaannya
Agar dapat mencapai tingkatan tersebut, banyak orang harus kembali
lagi pada permulaan untuk menemukan kembali apa itu perasaan.
Perasaan adalah pernyataan hati nurani yang dihayati secara suka
maupun tidak senang. Sebab sering seseorang tidak tahu-menahu
tentang apa yang dirasakannya sendiri, yang diucapkan tentang
perasaan mereka hanya ungkapan samar. “baik-baik saja”, “tidak
enak badan”, mereka tidak mengalami perasaan secara langsung,
hanya ide-ide yang samar mereka kemukakan sebagai apa yang
dirasa penting.
2.1.3.2 Mengenal keinginan-keinginan sendiri
Sadar akan perasaan kita membawa kita ke langkah berikutnya yaitu
mengetahui dengan jelas apa yang diinginkannya. Seseorang yang
tidak mengenali keinginan-keinginan sendiri adalah mereka yang
hanya memikirkan keinginan-keinginan yang rutin atau mereka yang
berkeinginan menurut orang lain. Mengetahui keinginan kita tidak
berarti bahwa kita harus memaksakan dan mengutarakan keinginan
24
kita kapan dan dimana saja. Keputusan dan pertimbangan yang
matang adalah sisi utama dari kesadaran diri. Mengenal keinginan
sendiri maksudnya, mengenal keinginan secara spontan, yaitu
membuat interaksi yang tepat dan melihat gambaran situasi
menyeluruh : tahu menetapkan dirinya dan menjadikan dirinya
bagian yang integral dalam hubungan dengan dunia sekitarnya.
2.1.3.3 Menentukan kembali relasi diri dengan aspek-aspek ketaksadaran.
Individu-individu masyarakat modern bersikap pasif terhadap aspek-
aspek ketaksadaran, bahkan cenderung menyisihkannya dan lebih
mengutamakan aspek-aspek kesadaran yang dipandang identik
dengan rasionalitas. Maka untuk mencapai kesadaran diri, seseorang
perlu menemukan kembali relasi diri dengan aspek-aspek
ketaksadaran melalui aspek-aspek ketaksadaran individu tidak hanya
akan menemukan kembali perasaan-perasaannya, tetapi juga
menemukan kembali sumber pemecahan bagi masalah-masalah yang
dihadapi (Koeswara, 1987: 33 – 36).
2.1.4 Manfaat Mempertinggi Kesadaran Diri
Melalui kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung
jawabnya untuk memilih. “Manusia adalah makhluq yang bisa menyadari
dan oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”. Seperti
ungkapan Kierkegard yang dikutip oleh Billington dalam bukunya “Living
Philosopy An Introduction To Moral Thought”, Bahwa:
25
“Man’s existence as a free – whiled personality, not the slave of a mechanistic universe, but capable of determining his own future, and consequently his “essence” by the decisions he made” (Billing ton, 1993: 152).
Maksudnya, eksistensi manusia merupakan pribadi yang bebas
berkehendak dan mampu menentukan masa depannya sendiri, serta mampu
mengarahkan perkembangannya. Tidak lagi membicarakan yang konkrit
tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Perpindahan
pemikiran logis manusia ke bentuk religius ini hanya di jembatani lawan
iman religius.
Menurut Kiergaard (Dagun, 1990:51) eksistensi dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu; Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Di
dalam eksistensi ini manusia mempunyai minat besar terhadap hal-hal di
luar dirinya (bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan
kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu). Eksistensi etis untuk
keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong hal-hal yang konkrit
saja tetapi lebih dari itu bahkan lebih penting yakni memperhatikan situasi
batinnya. Eksistensi religius yaitu tidak lagi membicarakan yang konkrit
tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Perpindahan
pemikiran logis manusia ke bentuk religius ini hanya di jembatani lewat
iman religius.
Pada hakekatnya, semakin tinggi kesadaran seseorang, maka
sebagaimana dinyatakan oleh kiergaard, “semakin utuh diri seseorang”.
26
Dengan kesadaran diri, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung
jawabnya untuk memilih (Corey, 1988:64). Menurut Rogers (Budiraharjo,
2001:139) ada lima sifat khas dari seseorang yang berpribadi penuh yaitu;
pertama keterbukaan pada pengalaman yang berarti bahwa seseorang tidak
bersifat kaku dan defensif melainkan bersifat fleksibel terhadap
pengalaman. Kedua kehidupan eksistensial adalah kondisi orang yang tidak
mudah berprasangka ataupun memanipulasi pengalaman-pengalaman
melainkan dapat menyesuaikan diri karena kepribadiannya terus-menerus
terbuka pada pengalaman baru. Ketiga Kepercayaan terhadap organisme
orang sendiri yang berarti bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar.
Keempat Perasaan bebas, artinya semakin seseorang sehat secara psikologis
semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak (dimungkinkan
terjadinya pilihan). Kelima kreatifitas yaitu kemampuan untuk mencipta
yang berarti bahwa seseorang yang kreatif bertindak bebas dan menciptakan
ide-ide dan rencana hidup yang konstruktif, serta dapat mewujudkan
kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan.
Dengan demikian, kesadaran diri membukakan kita pada inti
keberadaan manusia diantaranya:
1. Kita adalah makhluq yang terbatas dan kita tidak selamanya mampu
mengaktualkan potensi.
2. Kita memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil tindakan.
27
3. Kita memiliki suatu ukuran pilihan tentang tindakan yang akan diambil
oleh karena itu kita menciptakan sebagian dari nasib kita sendiri.
4. Kita pada dasarnya sendirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk
berhubungan dengan orang lain, kita menyadari bahwa kita terpisah,
tetapi juga terkait dengan orang lain.
5. Dengan meningkatkan kesadaran atas keharusan memilih, maka kita
mengalami peningkatan tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi
tindakan memilih.
6. Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan.
7. Kita mampu mengenal kondisi-kondisi kesepian, rasa berdosa dan isolasi
1) Menurut Behaviorisme maupun psikoanalisis adalah materi atau
organisme. Hakekat manusia, dengan perkataan, adalah tubuh
biologisnya beda (sesuai dengan landasan filsafatnya yakni
vitalisme dan materialisme).
2) Menurut analisis eksistensial, hakekat manusia adalah kesadaran
dengan segala aktivitasnya yang selalu terarah ke luar dirinya
(intensionalitas). Peran penting kesadaran dengan menunjukkan
bahwa peran tubuh pun dimediasi oleh kesadaran, sehingga kita
menyebut tubuh bukan sebagai tubuh organisme melainkan
tubuh-subjek atau tubuh berkesadaran.
2.2.3.2 Pusat kendali atau dorongan perilaku
1) Menurut behaviorisme maupun psikoanalisis adalah materi atau
organisme, maka kendali atau dorongan perilaku manusia
35
bersifat eksternal. (dimana pun respon merupakan fungsi dari
stimulus).
2) Analisis eksistensial meyakini bahwa pusat kendali atau sumber
perilaku adalah internal, yakni dari kesadaran yang bersifat
intensional. Tindakan manusia, pemaknaan manusia atas
lingkungannya, berasal dari kesadaran manusia ; karakter
kesadaran manusia yang bersifat intensional, menjadikan
manusia sebagai inisiator bagi tindakan-tindakannya sendiri.
2.2.3.3 Tabiat manusia
1) Menurut behaviorisme mendasarkan diri pada filsafat Jhon
Locke (1632-1764), yang berasumsi bahwa jiwa-jiwa manusia
adalah seperti “kertas kosong”. Oleh sebab itu, baik buruknya
perilaku manusia terutama disebabkan oleh faktor
lingkungannya (eksternal) tempat ia hidup.
2) Menurut psikoanalisis berasumsi bahwa tabiat manusia adalah
buruk atau jahat, karena di dorong oleh naluri-naluri hewani
(misal naluri seksual, agresif, dan seterusnya). Kalaulah perilaku
manusia itu baik, karena ada faktor lain seperti superego atau
norma atau hokum yang bersifat memaksa.
3) Analisis eksistensial menegaskan bahwa tabiat manusia pada
dasarnya adalah baik, sebagaimana tampak misalnya dari
perasaan bersalah. Perasaan tersebut tanda bahwa ia pada
36
dasarnya adalah baik, memiliki kepekaan baik pada orang lain
dan lingkungan sekitarnya maupun pada hati nuraninya sendiri.
2.2.3.4 Posisi manusia pada dunianya
1) Menurut psikoanalisis maupun behaviorisme, tidak ada
kebebasan pada manusia. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh
kehendak bebas manusia, melainkan faktor-faktor eksternal,
yakni stimulus eksternal (lingkungan) atau dorongan yang tidak
disadari (id). Manusia sebagai variabel dependent, lingkungan
dan id sebagai variabel independent.
2) Menurut analisis eksistensinya manusia pada dasarnya adalah
kesadaran dan kesadaran adalah intensionalitas, maka ia adalah
bebas. Perilaku manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri dan
menuntut pertanggungjawaban dari si pelaku itu sendiri (Abidin,
2002 : 23-24).
2.2.4 Ancaman yang Membangkitkan Kecemasan Eksistensial
Ancaman-ancaman ini melekat pada kondisi kemanusiaan kita.
Menurut Frankl ancaman-ancaman yang membangkitkan kecemasan
eksistensial diantaranya:
2.2.4.1 Kematian, yang berarti bahwa kita semua adalah makhluk yang
tidak abadi. Kematian sewaktu-waktu akan datang menjemput
kita. Kematian merupakan peristiwa yang membayang-bayangi
eksistensi. Eksistensi manusia terancam berakhir oleh
37
kematian. Menurut Koestenbaum (1968) disadari atau tidak ,
manusia mempunyai kesadaran akan kematian. Namun respon
terhadap kematian bisa mengambil banyak bentuk.
Diantaranya: menyibukkan diri dalam kerja, memperkaya
kehidupan, ambisi mendapatkan kekuasaan, menghentikan
eksistensi sendiri (bunuh diri), ikhlas dan patuh menerima
keterbatasan (orang beragama), percaya kekuatan mistis.
2.2.4.2 Takdir, maksudnya memandang takdir sebagai suatu
kesengsaraan atau malapetaka yang tidak dapat diramalkan
atau dikendalikan.
2.2.4.3 Pilihan, maksudnya keharusan untuk membuat pilihan
sehingga mengundang kecemasan eksistensial. Setidaknya
melalui tiga cara:
1) Menjatuhkan suatu pilihan, tanpa informasi cukup
2) Ketika mengambil keputusan, seseorang condong untuk
mencari bimbingan dari sumber transendental yang lebih
tinggi. Namun sebaliknya, mereka menganggap bahwa
“sesuatu yang lebih tinggi” itu tidak ada dan tidak
memberikan bimbingannya.
3) Menjatuhkan satu pilihan berarti mengabaikan pilihan
lainnya. Mengatakan “ya” pada satu pilihan yang belum
tentu terwujud, berarti melepaskan kesempatan lain yang
38
belum tentu terwujud, berarti melepaskan kesempatan lain
yang jumlahnya tak terhingga. Sebagian orang tidak berani
menyia-nyiakan peluang itu, sehingga mereka tak kunjung
menjatuhkan pilihan. Mereka “terperosok” dalam hidup,
tak melakukan apapun untuk memperbaiki hidupnya.
(Abidin, 2002:165)
2.3 Bimbingan dan Konseling Islam
2.3.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
2.3.1.1 Bimbingan Islam
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan
dari kata bahasa inggris yaitu “guidance” yang berasal dari kata
kerja to guidance yang berarti menunjukkan pengertian
bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan atau menuntun
orang lain ke arah tujuan dengan lebih bermanfaat bagi hidupnya
di masa kini dan masa datang (Arifin, 1994:1).
Sedangkan bimbingan secara terminologi seperti yang
dikemukakan beberapa tokoh di bawah ini, diantaranya, Sunaryo
Kartodinata (1998:3) yang dikutip oleh Yusuf, dkk
mendefinisikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian
bimbingan kepada individu yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
39
dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada
umumnya (yusuf, dkk, 2005:6).
Walgito (1995:4) mengatakan bahwa bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu-
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di
dalam kehidupannya agar individu atau sekumpulan individu-
individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Prayitno, dkk, (1999:34) mendefinisikan bimbingan
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik anak-anak
remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu, sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seseorang atau beberapa orang (anak-anak, remaja dan dewasa)
agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan
yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-
40
persoalan). Sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan
hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada
orang lain. Setelah diuraikan beberapa pengertian bimbingan,
maka perlu diketahui pula pengertian bimbingan Islam.
Menurut Faqih (2001:4) bimbingan islam yaitu proses
pemberian bantuan terhadap individu atau kelompok agar mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.3.1.2 Konseling Islam
Konseling berasal dari bahasa inggris “counseling”
dikaitkan dengan kata “counsel” yang artinya nasehat (to obtain
counsel)” anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take
counsel). Dengan demikian konseling diartikan sebagai
pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan
bertukar pikiran (Adz-Dzaki, 2004:179).
Sebagaimana pengertian bimbingan, maka di dalam
pengertian konseling secara umum dan islam juga dapat
dikemukakan sebagai berikut:
ASCA (American School Counselor Association) dalam
bukunya Yusuf, dkk (2005: 8) mengemukakan bahwa konseling
adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan
sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor
41
kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan
ketrampilan untuk membantu kliennya mengatasi masalah-
masalahnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa
konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami
masalah agar individu dapat mengatasi permasalahan yang
dihadapinya.
Setelah mengetahui pengertian konseling dari sudut
pandang umum maka perlu dikemukakan pengertian konseling
islam. Sebagaimana dirumuskan oleh Faqih (2001: 62) bahwa
konseling islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu
agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluq Allah
yang seharusnya dalam kehidupan keagamaannya senantiasa
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2.3.2 Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam
Al-Qur'an dan sunnah rasul adalah landasan ideal dan konseptual
bimbingan konseling islam. Dari kedua dasar tersebut gagasan tujuan dan
konsep-konsep bimbingan konseling islam bersumber. Segala usaha atau
perbuatan yang dilakukan manusia selalu membutuhkan adanya dasar
sebagai pijakan untuk melangkah pada suatu tujuan, yakni agar orang
42
tersebut berjalan baik dan terarah. Begitu juga dalam melaksanakan
bimbingan islam didasarkan pada petunjuk al-Qur'an dan hadist, baik yang
mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar memberi
bimbingan dan petunjuk.
2.3.2.1 Dasar Bimbingan Islam
Dasar yang memberi isyarat pada manusia untuk memberi
petunjuk atau bimbingan kepada orang lain dapat dilihat dalam
surat al-Baqarah : 2 :
قنيتى للمدفيه ه بيال ر ابالكت ذلك
Artinya : “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”.
2.3.2.2 Dasar Konseling Islam
Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk memberi
nasehat (konseling) kepada orang lain, firman Allah QS: al-Ashr:
الذين آمنوا إال} ٢{إلنسان لفي خسر إن ا} ١{والعصر
}٣{وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
Artinya : “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”.
43
2.3.3 Hakekat Manusia Perspektif Bimbingan Konseling Islam
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo
religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitroh untuk memahami dan
menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta
sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi)
sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keberagamaan,
kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.
Kefitrohan inilah yang membedakan manusia dari hewan dan juga
yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi
Tuhan (Yusuf dkk, 2005:135).
Manusia adalah ciptaan Tuhan dan paling tinggi derajatnya.
Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bumi,
atau bahkan kiranya diseluruh semesta ciptaan Tuhan. Hakekat
“paling indah” artinya rasa senang dan bahagia. Dengan demikian,
predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada
sesuatupun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang
mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimanapun dan
pada saat apapun, baik dalam dirinya sendiri, maupun bagi makhluk
lain. Sedangkan predikat “paling tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak
ada makhluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia.
Manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun
44
menguasai makhluk-makhluk lain sesuai dengan hakekat penciptaan
manusia itu (Prayetno dkk,1999:9-10).
Menurut Adz-Dzaky (2004:13-14) manusia adalah salah satu
makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniah
lebih-lebih rohaniahnya dan mempunyai sifat dasar fitroh yang
terpencar dari alam rohaninya, yaitu gemar bersahabat, ramah, lemah
lembut dan sopan santun serta taat kepada Allah. Mempunyai sifat
indah dan cantik dapat menimbulkan rasa senang, bahagia, dan
gembira bagi siapa saja yang melihatnya.
Hakekat manusia menurut Al-Qur’an dan Hadits adalah netral-
pasif yaitu pada masa balita karena potensi yang dimiliki individu,
dalam hal ini anak belum berfungsi secara optimal, belum mandiri dan
masih bergantung dengan orang tua. Sehingga orang tuanyalah yang
bertanggungjawab atas perbuatan tingkah laku anaknya dan netral-
aktif sekaligus yaitu setelah usia akhil baligh. Karena pada masa ini,
potensi yang dimiliki individu sudah berfungsi secara optimal, sudah
bisa menentukan baik buruk, halal haram, sudah bisa mandiri,
sehingga individu itu sendirilah yang bertanggung jawab atas
perbuatan dan tingkah lakunya. Hanya dibedakan dengan rentang
waktu, karena faktor usia balita dan dewasa. Secara fitroh pula
manusia beragama tauhid dan penerima kebenaran, juga diberi
kebebasan untuk menentukan jalan ketakwaan atau kefasikan, sudah
45
terikat oleh perjanjian untuk mengetahui Allah sebagai tuhannya,
dibekali dengan potensi akal. Pendengaran, penglihatan dan hati serta
petunjuk Illahiyah. Sehingga manusia bisa melaksanakan tugas-tugas
keagamaan yang diberikan Allah kepada dirinya, sebagai kholifah.
Sekaligus sebagai Abdullah, yaitu penyembah Allah (Maraghi dalam
Kibtyah, 2005:64-65).
Dari hakekat manusia tersebut, dapat kita lihat bahwa manusia
sebagai makhluk sempurna, secara jasmani dan rohani, serta
mempunyai sifat dasar fitroh yang terpancar dari alam rohaninya.
Diberi kebebasan untuk menentukan jalannya dan telah dibekali
potensi akal, penglihatan, hati serta petunjuk Illahiyah. Mengingat
berbagai potensi seperti itu, maka diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran-diri remaja agar menjadi manusia seutuhnya
agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
2.3.4 Azas Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan konseling islam sifatnya hanya merupakan bantuan
saja, sedangkan tanggung jawab dan penyelesaian masalah terletak
pada diri individu (klien) yang bersangkutan. Secara garis besar,
tujuan BKI dapat dirumuskan untuk membantu individu mewujudkan
dirinya sendiri sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
46
Secara khusus menurut Yusuf, dkk, (2005:72) konseling Islam
bertujuan agar individu memiliki kesadaran akan hakekat dirinya
sebagai makhluk atau hamba Allah, memiliki kesadaran fungsi
hidupnya di dunia sebagai khalifah, memahami dan menerima keadaan
dirinya sendiri secara sehat, memiliki kebiasaan yang sehat dan
komitmen diri untuk mengamalkan ajaran agama dengan sebaik-
baiknya memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, baik
yang bersifat hablumminallah ataupun hablumminannas baik yang
tabah atau sabar, memahami faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya masalah atau stres, mampu mengontrol emosi dan berusaha
meredamnya dengan instrospeksi diri, mampu mengubah persepsi atau
minat, mampu mengambil hikmah dari musibah (masalah) yang
dialami.
Pelayanan Bimbingan Konseling merupakan pekerjaan
profesional. Sehingga memiliki kaidah-kaidah yang menjamin efisien
dan efektifitas di dalam proses pelayanan. Kaidah-kaidah tersebut
adalah azas-azas Bimbingan Konseling, yaitu suatu ketentuan yang
harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan BK. Diantaranya,
hal ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam muatan makna yang
terkandung pada azas BKI.
69
BAB IV
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SEMARANG UTARA
4.1 Situasi Umum Kecamatan Semarang Utara
4.1.1 Keadaan Geografis
Secara geografis, kecamatan Semarang Utara meliputi areal
tanah seluas 1.135,275 ha yang terdiri dari 72,300 ha tanah kering,
34,480 ha dan tanah keperluan fasilitas umum. Adapun perinciannya
adalah sebagai berikut :
1. Tanah Sawah : 0 ha
2. Tanah Kering : 72,300 ha
a. Pekarangan/ Bangunan/ Emplasement : 58,970 ha
b. Tegal/ Kebun : 8,900 ha
c. Ladang/ Tanah Huma : 4,440 ha
d. Ladang Penggembalaan/ Pangonal : 0 ha
3. Tanah Basah : 0 ha
4. Tanah Hutan : 0 ha
5. Tanah Perkebunan : 0 ha
6. Tanah Keperluan Fasilitas Umum : 34,480 ha
a. Lapangan Olah Raga : 5,550 ha
b. Taman Rekreasi : 18,600 ha
c. Jalur Hijau : 8,700 ha
d. Kuburan : 1,660 ha
70
7. Lain-Lain (tanah tandus, tanah pasir) : 0 ha
(Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006)
Daerah seluas ini, terdiri dari sembilan kelurahan yaitu :
Kelurahan Dadapsari, Kuningan bandarharjo, Tanjung Mas,
Panggung Kidul, Panggung Lor dan Purwosari.
Adapun wilayah kecamatan Semarang Utara merupakan
dataran rendah, dengan ketinggian 0 sampai 1 m diatas permukaan
laut dengan suhu maksimum 32 0 C dan suhu minimum 24 0 C.
Sedangkan curah hujan mencapai 76 mm/th dengan jumlah hari
terbanyak 90 hari.
Kecemasan Semarang Utara memiliki batas geografis sebagai
berikut (peta terlampir) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Semarang Timur
Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Semarang Tengah
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Semarang Barat.
(Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara
2006).
Berdasarkan data statistika (isian monografi 2006) jumlah
penduduk di kecamatan Semarang Utara berjumlah 124.987 orang,
yang terdiri dari jenis laki-laki 60.575 orang dan jumlah perempuan
64.412. Sehingga terdapat 28.558 jumlah kepala keluarga yang ada.
71
4.1.2 Kondisi masyarakat Islam di Kecamatan Semarang Utara
Untuk mendapatkan gambaran tentang masyarakat Islam di
kecamatan Semarang Utara, ditinjau dari segi keagamaannya relatif
baik, hal ini berdasarkan dari jumlah masyarakat Islam di wilayah
tersebut merupakan jumlah mayoritas. Dilihat dari jumlah pemeluk
agama yang ada di kecamatan Semarang Utara secara umum, dapat
dilihat tabel sebagai berikut :
TABEL III Jumlah Penduduk di Kecamatan Semarang Utara
Menurut Agamanya No Agama Jumlah Persen
(%) 1. Islam 101.038 orang 80,84 2. Katholik 11.199 orang 8,96 3. Protestan 9.997 orang 7,99 4. Hindu 384 orang 0,31 5. Budha 2.333 orang 1,87
6. Penganut Aliran Kepercayaan kepada Tuhan YME 36 orang 0,03
Jumlah 124.987 orang 100 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari semua penduduk
yang tercatat sebagai pemeluk agama Islam adalah paling banyak
(mayoritas), yaitu Islam 80,84 %, Katholik 8,96 %, Protestan 7,99 %,
Hindu 0,31 %, Budha 1,87 %, Aliran lain 0,03 %. Berkaitan dengan
hal tersebut, tentunya dapat mendukung perkembangan umat
beragama, di kecamatan Semarang Utara telah tersedia saran
prasarana tempat peribadatan yang dapat disajikan dalam tabel.
72
TABEL IV Sarana Peribadatan di Kecamatan Semarang Utara
No Tempat Ibadah Jumlah 1. Masjid 47 Buah 2. Surau / Musholla 96 Buah 3. Gereja 28 Buah 4. Kuil / Pura 5 Buah
Jumlah 176 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dengan melihat tabel di atas, maka dapat di lihat bahwa umat
Islam memiliki prasarana peribadatan yang terbesar yaitu 47 buah
Masjid dan 96 Musholla. Sedangkan umat Kristen dan Katholik
memiliki 28 buah tempat peribadatan, Hindu dan Budha memiliki 5
buah tempat peribadatan.
4.1.3 Pendidikan
Sebelum menyajikan data tentang pendidikan masyarakat
Semarang Utara, lebih dulu akan disajikan data penduduk menurut
tingkat usia, sebagai berikut :
TABEL V Data Penduduk Menurut Tingkat Usia
Di Kecamatan Semarang Utara No Tingkat Usia Jumlah 1. 0 – 4 Tahun 13.329 2. 5 – 9 Tahun 13.383 3. 10 – 14 Tahun 13.295 4. 15 –19 Tahun 10.447 5. 20 – 24 Tahun 9.628 6. 25 – 29 Tahun 9.448 7. 30 – 34 Tahun 9.172 8. 35 – 39 Tahun 9.448 9. 40 – 44 Tahun 9.460 10. 45 – 49 Tahun 8.473 11. 50 – 54 Tahun 8.275 12. 55 – 59 Tahun 7.571 13. 60 – 64 Tahun 3.599 14. 65 Keatas 1.459
Jumlah 108.407
73
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa penduduk yang
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan adalah 46.753
orang. Berarti hampir mencapai 43,13 % dari seluruh jumlah
penduduk yang ada.
a. Tingakat pendidikan
TABEL VI Penduduk Di Kecamatan Semarang Utara
Di Lihat Dari Tingkat Pendidikannya
No Tingkat Pendidikan Jumlah 1. Belum Sekolah 2.299 2. SD/ Sederajat 5.516 3. SLTP/ Sederajat 1.542 4. SMU/ Sederajat 2.698 5. Akademi/ Sederajat 0 6. Perguruan Tinggi (Tidak Tertera)
Jumlah 12.055 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa prosentase
pendidikan di kecamatan Semarang Utara mencapai 25,78 %. Hasil
ini mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat Semarang Utara
dalam upaya pendidikan putra-putrinya menunjukkan tingkat yang
cukup baik.
b. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan ini terbagi menjadi dua, yaitu
pendidikan
umum dan sarana pendidikan agama. Adapun sarana pendidikan
umum dilihat pada tabel sebagai berikut :
74
TABEL VII Sarana Pendidikan Umum Di Kecamatan Semarang Utara.
No Sarana Pendidikan Jumlah 1. TK 40 Buah 2. SD Negeri 18 Buah 3. SD Swasta 9 Buah 4. SLB 1 Buah 5. SMP Negeri 1 Buah 6. SMP Swasta 3 Buah 7. SMA Negeri 1 Buah 8. SMA Swasta 1 Buah
Jumlah 74 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Sedangkan sarana pendidikan agama di daerah Kecamatan
Semarang Utara dapat di lihat sebagai berikut :
TABEL VIII Sarana Pendidikan Agama Islam Di Kecamatan Semarang
Utara
No Sarana Pendidikan Jumlah 1. MI 3 Buah 2. SD Islam 7 Buah 3. SMP Islam 3 Buah
Jumlah 13 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dari data pendidikan di Kecamatan semarang Utara di atas,
maka diketahui pendidikan agamanya sangat cukup.
4.1.4 Sosial Ekonomi
Sosial Ekonomi diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan
manusia (masyarakat) dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya.
Di dalam kehidupan manusia akan selalu berupaya untuk dapat
75
memenuhi kebutuhan sesuai dengan kemampuannya (Hasanah, 2004
:87). Oleh karena itu akan disajikan data menurut pencahariannya :
TABEL IX Mata Pencahariaan Penduduk Di Kecamatan Semarang Utara
Kota Semarang
No Mata Pencahariaan Jumlah 1. Nelayan 1.871 2. Pengusaha Sedang/ Besar 2.072 3. Pengrajin Industri 18.824 4. Buruh Industri 8.579 5. Buruh Bangunan 1.879 6. Pedagang 4.475 7. Pengankutan 1.136 8. PNS 3.891 9 ABRI 317 10 Pensiunan 2.284 11 Peternak 11 - Peternak Kambing 2 - Peternak Ayam 1
Jumlah 45.342 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi
Kecamatan Semarang Utara 2006.
4.2 Keadaan Umum Masyarakat Perkotaan
Adapun sampel yang mewakili masyarakat di Kecamatan Semarang
Utara, penulis mengambil lokasi di tiga Kelurahan, antara lain :
4.2.1 Kelurahan Bandarharjo
a. Letak Geografis
Luas Kelurahan Bandarharjo 256 ha dan batasan wilayahnya :
1) Sebelah Utara : Banjir Kanal
2) Sebelah Selatan : Kelurahan Dadapsari
3) Sebelah Barat : Kelurahan Kuningan
4) Sebelah Timur : Kelurahan Tanjung Mas
76
b. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Statistik Kelurahan Bandarharjo pada Bulan
Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Bandarharjo
berjumlah 4.349 orang.
Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu:
1) Jenis laki-laki 3.244 orang
2) Jenis perempuan 1.105 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Bandarharjo yang berjumlah 4.349
jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 2.144 Jiwa dengan
penjelasan tabel sebagai berikut :
TABEL X Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk
No Jenis Agama Jumlah 1. Islam 2.144 orang 2. Katholik 1.287 orang 3. Protestan 918 orang
Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kelurahan Bandarharjo 2006. Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 5
Masjid dan 28 Musholla.
4.2.2 Kelurahan Tanjung Mas
a. Letak Geografis
Luas Kelurahan Tanjung Mas 323,782 Ha dan batasan
wilayahnya:
77
1) Sebelah Utara : Perumahan PJAK
2) Sebelah Selatan : Stasiun Tawang
3) Sebelah Barat : Kelurahan Bandarharjo
4) Sebelah Timur : Gereja Blenduk
b. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Statistik Kelurahan Tanjung Mas pada
Bulan
Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Mas
berjumlah 29.606 orang.
Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu :
1) Jenis laki-laki 13.856 orang
2) Jenis perempuan 15.750 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Tanjung Mas yang berjumlah 29.606
jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 27.293 Jiwa dengan
penjelasan tabel sebagai berikut :
TABEL XI Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk
No Jenis Agama Jumlah 1. Islam 27.293 orang 2. Protestan 783 orang 3. Katholik 986 orang 4. Hindu 240 orang 5. Budha 304 orang
Sumber data : Data Isian Statistika Monografi Kelurahan Tanjung Mas Desember 2006
78
Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 9
Masjid dan 18 Musholla.
4.2.3 Kelurahan Purwosari
a. Letak Geografis
Luas Kelurahan Purwosari 48,051 Ha dan batasan
wilayahnya :
1) Sebelah Utara : Kelurahan Kuningan
2) Sebelah Selatan : Kelurahan plombokan
3) Sebelah Barat : Kelurahan Panggung Kidul
4) Sebelah Timur : Kelurahan Dadapsari
b. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Statistik Kelurahan Purwosari pada Bulan
Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Mas
berjumlah 8.948 orang.
Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis
yaitu :
1) Jenis laki-laki 4.282 orang
2) Jenis perempuan 4.665 orang
c. Jumlah Penduduk Menurut Agama
Penduduk Kelurahan Purwosari yang berjumlah 8.948 jiwa
tersebut, yang beragama Islam sebanyak 8.380 Jiwa dengan
penjelasan tabel sebagai berikut :
79
TABEL XII Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk
No Jenis Agama Jumlah 1. Islam 8380 orang 2. Protestan 261 orang 3. Katholik 264 orang 4. Hindu 3 orang 5. Budha 41 orang
Sumber data : Data Statistik Isian monografi Kelurahan Purwosari 2006.
Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 5
Masjid dan 7 Musholla.
4.3 Kondisi Umum Remaja di Kecamatan Semarang Utara
4.3.1 Kesadaran-Diri Remaja di Kecamatan Semarang Utara (Bandarharjo,
Tanjung Mas, Purwosari)
Pada umumnya, remaja di kecamatan Semarang Utara cukup
rendah dalam memiliki kesadaran-diri yang positif. Hal ini terlihat
dari indeks sebaran angket yang diperoleh, rata-ratanya mencapai
39,05 % saja. Juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bp.
Nanang salah satu pengurus lembaga keagamaan di kecamatan
Semarang Utara, khususnya kesadaran-diri yang dimiliki oleh remaja
dalam hubungannya dengan Tuhan (secara vertikal) sangatlah kurang.
Apabila diprosentasekan hanya sekitar 10% saja remaja yang
mempunyai kesadaran-diri yang baik (wawancara, 02 September
2007).
80
Dengan kurangnya kesadaran-diri yang di miliki oleh remaja
di kecamatan Semarang Utara, lebih memungkinkan mereka
melakukan berbagai tindak penyimpangan nilai dan moral ajaran
agama serta aturan yang berlaku di masyarakat.
4.3.2 Kecemasan Eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara
(Bandarharjo, Tanjung Mas, Purwosari)
Umumnya remaja di kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang cukup rendah dalam mengahadapi kecemasan-kecemasan
secara konstruktif (kecemasan eksistensial). Hal ini terlihat dari
indeks sebaran angket yang diperoleh, rata-ratanya hanya mencapai
27,62 %. Serta data di Polsek Semarang Utara mengenai tingkat
kriminalitasnya yang tinggi, membuktikan bahwa rasa penyesalan
(kecemasan eksistensial) untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi
adalah cukup rendah. Sebab menurut ibu Tutik (Wawancara, 27 Mei
2007) remaja yang masuk dalam daftar kriminlitas kepolisian apabila
remaja sudah melakukan pelanggaran hukum beberapa kali sehingga
dikenai pasal-pasal kriminalitas, namun bila dilakukan pertama kali
hanya sekedar di beri peringatan saja.
Dapat diketahui pula dari hasil wawancara enam orang remaja
hanya seorang yang mampu menghadapi kecemasan secara
konstruktif (kecemasan eksistensial). Seperti yang diungkapkan oleh
Eni (18 th) saat mencuri tidak terpikir akan dosa, namun keadaan
ekonomilah yang menuntut untuk berbuat itu semua. Ketakutan yang
81
timbul seandainya tertangkap basah. Penyesalan kadang muncul
untuk tidak mengulangi lagi, tapi bila keadaan menuntut untuk
melakukannya lagi, maka lupa akan penyesalannya.
Berbeda lagi dengan Anto (20 th) walaupun sama-sama dalam
kasus pencurian, menurutnya masih ada rasa takut dosa dan rasa takut
kalau tertangkap basah. Namun apa daya tekanan dari keluarga
pamannya yang lebih dominan menguasai rasa takutnya. Bila tidak
mau melakukan perbuatan tersebut akan disiksa dan diusir. Setelah
proses waktu yang cukup lama dan lepas dari keluarga pamannya,
maka dapat meninggalkan jauh-jauh perbuatan tersebut sebagai salah
satu bentuk penyesalannya.
Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Andi (19 th), Hepi (21 th)
dan Rino (20 th) mereka pernah ikut aksi pengroyokan. Perbuatan
tersebut dilakukan karena merasa harga dirinya direndahkan. Diantara
dari mereka pernah menjadi tahanan luar, harus absen setip hari
karena pada saat itu statusnya masih sekolah. Menurut mereka
adakalanya penyesalan hadir pada dirinya , namun hanya sebatas
menyesal kalau dimarahi oleh orang tua, ditangkap anggota yang
berwenang, mendapat stigma jelek dari masyarakat/ sekolahan.
Sedangkan menurut mereka aksi pengroyokan adalah wajar
dikalangan anak muda.
Lain lagi dengan Opy (21 th) yang sudah lama ditinggal
ayahnya meninggal, mempunyai hobi minum alkohol, narkoba dan
82
sering melakukan hal-hal yang tidak baik menurut agama.
Munurutnya jalan itulah sebagai sebuah solusi yang membawa kearah
kebebasan dan terlepas dari beban hidup. Tetapi setelah berjalannya
waktu perbuatannya membawa kearah rasa rendah diri (minder)
ketika berhubungan dengan orang lain maupun dihadapan Tuhan
(merasa hina) serta kebebasan dan keterlepasan dari beban hidup yang
diidamkan tidak tercapai, malah justru sebaliknya muncul masalah-
masalah baru. Sehingga muncullah penyesalan untuk meninggalkan
perbuatan tersebut, maka hoby yang sebelumnya negatif
disalurkannya kearah yang positif yaitu aktif didalam mengikuti
kajian-kajian keagamaan juga kegiatan kemasyarakatan lainnya
(wawancara, 04 September 2007).
89
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.Deskriptif Data Penelitian
5.1.1. Alat Ukur Data
Sebelum tes disebarkan kepada responden, terlebih dahulu diajukan
uji coba, dengan tujuan untuk diketahui validitas dan reliabilitas angket
tersebut. Sedangkan jumlah angket seluruhnya berjumlah 105.
Uji coba dilakukan kepada 25 orang responden. Dari angket yang
disebarkan ternyata angket kembali semua. Adapun langkah-langkah yang
dipakai untuk menentukan baik buruknya soal tersebut adalah dengan cara
mengetahui validitas butir dan reliabilitas instrumen. Validitas atau
kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur
mampu melakukan fungsi, sedangkan tujuan utama pengujian reliabilitas
adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran
suatu instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau
responden.
Setelah dilakukan uji validitas dan reabilitas angket tentang
kesadaran diri dan kecemasan eksistensial dapat disimpulkan :
5.1.1.1 Angket tentang kesadaran diri setelah diadakan uji SPSS, maka
ada 4 data yang tidak valid yaitu item no 1, 4, 5, 11. Sedangkan
selebihnya adalah valid. Jadi angket tentang kesadaran diri ada 4
90
item yang tidak valid, yang valid adalah 29 item. Dengan demikian
29 item angket tentang kesadaran diri dinyatakan reliable karena
alpha lebih besar dari r hasil. Angket kesadaran diri yang valid dan
reliable maupun yang tidak valid dan tidak reliabel adalah
terlampir.
5.1.1.2 Angket tentang kecemasan eksistensial setelah diadakan uji SPSS,
maka ada 3 item yang tidak valid, yaitu item no 3, 21, 27.
Sedangkan selebihnya adalah valid. Jadi angket tentang kecemasan
eksistensial ada 3 item yang tidak valid, yang valid adalah 27 item.
Dengan demikian 27 item angket tentang kecemasan eksistensial
dinyatakan reliable karena alpha lebih besar dari r hasil. Angket
kecemasan exsistensial yang valid dan reliabel maupun yang tidak
valid dan tidak reliabel terlampir.
5.1.2 Pengelompokan Data
Dari data yang diperoleh, dapat dideskripsikan dengan
pengelompokan data sebagai berikut :
TABEL XIII Deskripsi Subyek Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin No Usia Laki-laki Perempuan 1. 18 13 10 2. 19 11 11 3. 20 20 13 4. 21 16 11
Jumlah 60 45
91
5.1.2.1 Menurut Usia. Seluruh subyek penelitian berjumlah 105 orang.
Subyek dikategorikan dalam empat kelompok, yaitu usia 18 tahun,
19 tahun, 20 tahun, 21 tahun.
5.1.2.2 Menurut Jenis Kelamin. Subyek yang berjumlah 105 orang terdiri
dari 60 laki-laki dan 45 perempuan, yang diklasifikasikan dalam
empat kelompok, yaitu untuk usia 18 tahun, subyek laki-laki
berjumlah 13 orang dan perempuan berjumlah 10 orang. Usia 19
tahun, terdiri dari 7 laki-laki dan 11 perempuan. Usia 20 tahun
terdiri dari 10 laki-laki dan 13 perempuan, sedangkan yang
mempunyai usia 21 tahun terdiri dari 16 orang laki-laki dan 11
orang perempuan.
TABEL XIV Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Hipotesis yang akan diujikan kebenarannya dalam penelitian ini
seperti dinyatakan pada bab II adalah “ada hubungan yang signifikan
antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial”. Dalam rangka
menguji hipotesis tersebut, maka dinyatakan hipotesis nihil sebagai
berikut: “tidak ada hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan
kecemasan eksistensial pada remaja”.
Kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara rata-rata
variabel kesadaran dirinya hanya sebesar 85.12 dalam prosentase 39.05 %.
Sedangkan variabel kecemasan eksistensial adalah 79.29 dalam prosentase
27.62 %. berdasarkan hasil perhitungan seperti pada lampiran di peroleh
rhitung = 0.685 > rtabel = 0.195 untuk taraf signifikansi 5%, sedangkan
untuk taraf signifikansi 1% adalah 0.256. karena rhitung > rtabel , maka
dapat disimpulkan bahwa korelasi tersebut signifikan. Berdasarkan
perhitungan ini, maka hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi “tidak ada
112
hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan kecemasan
eksistensial” ditolak, dan hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara
kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial” diterima.
5.2.3. Pembahasan
5.2.3.1 Analisis Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan
Eksistensial
1) Konsep Kesadaran-Diri dan Kecemasan Eksistensial
Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan
yang positif antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial
pada remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
Semakin rendah kesadaran diri remaja, semakin rendah pula
kecemasan eksistensialnya. Berdasarkan hasil analisis kesadaran-
diri remaja di Kecamatan Semarang Utara diperoleh dengan mean
85.12 atau rata-ratanya hanya mencapai 39.05%, sedangkan hasil
analisis tentang kecemasan eksistensial remajanya diperoleh mean
79.29 atau rata-ratanya hanya mencapai 27.62% saja. Selain itu
hasil analisis statistika korelasi product moment kesadaran-diri
dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan
Semarang Utara di dapatkan rxy = 0.685.
Remaja yang gagal dalam mempertinggi kesadaran dirinya
dan perasaan bersalahnya memicu timbulnya perasaan tidak
113
berdaya yang “mendalam” serta keputusasaan. Akibatnya mereka
lebih dikendalikan oleh keadaan yang ada di hadapannya, dari
pada berusaha untuk mengendalikan suatu keadaan yang
dihadapinya. Sehingga tidak mustahil ketika dihadapkan dengan
keadaan yang tidak mendukung (contoh: masalah ekonomi,
lingkungan keluarga), dapat menggiring mereka untuk berbuat
kenakalan atau kriminalitas.
Selain itu kegagalan dalam menemukan makna hidup
(frustasi eksistensial) bisa mengarahkan individu-individu kepada
kompensasi-kompensasi dalam bentuk pelarian diri kepada alkohol
atau obat bius, seks, judi. Perasaan bersalah yang rendah
disebabkan gagalnya dalam mengembangkan kemungkinan yang
dimiliki eksistensinya.
Namun berbeda lagi ketika individu (contoh: kasusnya Opy/
21 th) yang memiliki kesadaran diri yang kreatif akan mampu
melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh
perasaan-perasaan dan keinginan subyektifnya. Sehingga mampu
melihat hidupnya dari prespektif yang lebih luas, bisa memperoleh
inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjuki
langkah dan tindakan yang akan diambilnya. Sehingga ada
dorongan untuk selalu berbuat kebaikan serta mempunyai rasa
114
menyesal serta meninggalkan jauh-jauh atas perbuatan yang
tercela.
Kesadaran diri yang kreatif bisa dicapai oleh setiap individu.
Kesadaran diri tujuannya untuk memfungsikan diri sesuai dengan
fitrahnya. Menurut Kibtyah (2005:52) manusia diciptakan Allah di
dunia memiliki fungsi, sebagai makhluk Allah, yang secara kodrati
merupakan makhluk religius (Abdullah), sebagai makhluk individu
yang memiliki kekhasan masing-masing, memiliki potensi dan
eksistensi sendiri. Sebagai makhluk sosial yang memerlukan
bantuan dan selalu berhubungan dengan orang lain, juga sebagai
makhluk berbudaya, yaitu hidup di dalam dan mengelola alam
dunia dengan akal dan pikirannya untuk menciptakan kebudayaan.
Maka dapat dipahami ketika individu menyadari
keberadaannya sebagai manusia yang diciptakan tidak hanya hidup
secara horisontal seluruhnya, juga tidak hidup secara vertikal
seluruhnya. Pertemuan kedua tingkatan ini menjadi dasar
ketegangan pada manusia, maka tidak mengherankan apabila
manusia tidak dapat menjadi kesatuan yang sempurna. Sehingga
rasa bersalah (penyesalan) bukanlah sesuatu yang disembunyikan
sebagai sikap yang memalukan. Perasaan tersebut merupakan
suatu bukti akan kemampuan-kemampuan manusia yang begitu
luas, serta bukti akan besarnya nasib yang dihadapkan ke depan.
115
Rasa bersalah ontologis (kecemasan eksistensial) merupakan
sesuatu keadaan tegang, yang memotivasi untuk berbuat sesuatu.
Kecemasan eksistensial menjadi perangsang bagi pertumbuhan,
dalam arti kita akan mengalami kecemasan ketika meningkatnya
kesadaran diri atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi
dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita. Sebenarnya,
ketika kita membuat putusan yang melibatkan rekonstruksi hidup.
Kecemasanlah yang selalu menyertai dalam pembuatan putusan itu
(tanda mengalami perubahan pribadi). Tanda tersebut konstruktif,
sebab dapat memberi tahu bahwa tidak semua hal berjalan baik.
Apabila kita dapat menangkap pesan-pesan yang terkandung dalam
kecemasan, maka akan berani mengambil langkah-langkah yang
diperlukan guna mengubah arah hidup kita (kecemasan merupakan
produk sampingan perubahan).
Melalui kesadaran diri individu bisa bebas dalam mengambil
sikap dan respon atau tingkah laku apa yang akan diambilnya.
Individu yang bebas menurut Mansyur (1983:43) adalah merdeka
dan terbebas dari belenggu-belenggu yang mengikat. Kesadaran
diri berkembang pada diri individu sejalan dengan usaha individu
untuk melepaskan diri dari keterikatan-keterikatan, dan
memperoleh otonomi diri. Sedangkan peningkatan kesadaran diri
adalah memperbesar kesanggupan individu untuk menumbuhkan
116
diri disamping memperbesar kesanggupan, menghadapi
kecemasan-kecemasan secara konstruktif. Menurut Musa Asy’ari
(2002:vi) pemahaman terhadap diri tidak hanya sebatas pada apa
yang terlihat tetapi, lebih jauh lagi ada pada dataran makna yang
terkandung. Whitehead (1996:150) berpendapat pula bahwa
kreatifitas (untuk memperkembangkan) justru lebih penting dari
sekedar melanggengkan apa yang sudah ada.
Konsep kesadaran diri terdapat dalam firman Allah SWT
pada Qs. Al-Baqarah:44
أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفال تعقلون
Artinya : “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
senantiasa membaca kitab, apakah kamu tidak berakal (berfikir)”.
Sebagaimana diungkapkan Faqih (2001), individu yang
mampu mengetahui, memahami, mengerti dan mengenal dirinya
sendiri akan dengan mudah mengembangkan potensi yang
dimilikinya sebagai makhluk beragama, sosial, individu dan
berbudaya, sehingga akan lebih mudah mencegah timbulnya
berbagai masalah, selanjutnya akan membuat individu tersebut
bertawakal atau berserah diri kepada Allah.
117
Kesadaran diri yang kreatif pada individu dan mampu
menghadapi kecemasan secara konstruktif, akan mengantarkan
kepada pencapaian kemampuan dalam mewujudkan kebahagiaan
hidup didunia dan akhirat.
2) Konsep Taubat
Pembahasan mengenai konsep hubungan kesadaran-diri dan
kecemasan eksistensial tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai
konsep tobat. Menurut Muthahhari (1995:253) kebebasan manusia
merupakan suatu kesempurnaan, tapi kesempurnaan yang
merupakan perantara bukanlah tujuan. Sarana kebebasan
memungkinkan manusia untuk sampai pada kesempurnaan
tertinggi atau jatuh dalam jurang kerusakan yang terdalam, artinya
manusia berpotensi untuk ingkar atau taat, bisa naik keatas dan
bisa turun kebawah. Ada juga nilai lain dalam Islam, yang
merupakan bentuk penyesalan (rasa bersalah) manusia dari
keingkaran yang ia lakukan yakni “taubat”. Dengan tobat inilah
akan terealisasi satu ism dari asma Allah, yaitu sifat Maha
Pengampun.
Taubat menurut bahasa adalah kembali, sedang menurut
agama (syara’) berarti kembali meninggalkan hal-hal yang dicela
oleh agama serta menjalankan perkara yang di puji oleh agama
(Fatah, 1995:138).
118
Taubat dalam pandangannya Amin Syukur (2001:27)
merupakan amalan yang menekankan kesadaran (penuh kesadaran)
untuk kembali kepada sesuatu yang positif yang merupakan fitrah
dari ruh (spirit). Dalam tahapan ini seseorang tidak cukup kembali
dari kejelekan menuju kebaikan, tapi dituntut kembali dari yang
baik menuju yang lebih baik (inti dari inabah) dan dari yang lebih
baik menuju terbaik (inti aubah).
Maka dapat dipahami taubat merupakan rasa penyesalan
yang mengakibatkan azam atau niat (intensionalitas). Rasa
menyesal tersebut diakibatkan oleh kesadaran bahwa maksiat itu
bisa menjadi penghalang antara seseorang dengan kekasih-Nya
(Tuhan). Oleh sebab itu baik kesadaran maupun rasa menyesal dan
azam harus terus menerus dan sempurna. Sebab menurut Ibnu al-
Arabi (Muhammad, 2002: 49) kesempurnaan manusia (insan
kamil) sangat ditentukan oleh kesadaran manusia akan eksistensi
dirinya sebagai satu kesatuan dengan eksistensi Tuhan. Sehingga
dapat dipahami kesadaran diri ini, lebih dititik beratkan kepada
peranannya menimbulkan taubat.
Penyesalan merupakan hasrat untuk memperbaiki diri.
Bentuk penyesalan dengan masa lampau adalah memperbaiki apa
yang telah lewat, sedang yang berhubungan dengan dengan masa
sekarang atau masa yang akan datang adalah wajib menjauhi setiap
119
larangan dan melaksanakan setiap perintah-Nya yaitu kekalnya
ketaatan dan kekalnya meninggalkan maksiat sampai mati.
Menurut Ghazali taubat hukumnya wajib (Ghazali, 1982:14).
Oleh karena itu setiap orang Islam harus bertaubat. Jangan tidak
bertaubat lantaran merasa dirinya tidak mempunyai dosa. Karena
betapapun sucinya seseorang, pasti dia pernah menjalankan dosa
baik disengaja maupun tidak. Apalagi sebagai manusia, sedangkan
Rasulullah saw yang sudah pasti sucinya beliaupun bertaubat
minta ampun kepada Allah SWT. Rasulullah saw bersabda :
يايها الناس توبوا الى اهللا وا ستغفروه فأ نى اتوب فىاليوم مأة مرة
)رواه مسلم (
Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepada-Nya. Maka sesungguhnya aku bertaubat (membaca istighfar) dalam sehari seratus kali” (HR. Muslim).
Bahkan sejarah manusia-manusia individu maupun sosial,
harus dilihat sebagai rentetan “proses kelahiran terus menerus”
yang bukan lagi bersifat fisikal saja, tetapi telah menyentuh aspek
psikis, sosiologis, religius dan yang justru terpenting pada aspek
spiritual. Kelahiran tersebut berlangsung menuju proses
“kesadaran-diri” (self-conciousness) yang semakin matang, yang
pada akhirnya mengandaikan pada identitas dan moralitas dalam
120
pencapaian sebagai manusia yang sempurna (Rachman, 2002:156).
Dapat dianalisa bahwa “kelahiran kembali “ terkandung pada
makna taubat.
Dalam melakukan taubat perlunya menyatukan khauf dan
rajaa’ serta menerapkan keduanya secara bersamaan dalam satu
kondisi dan situasi. Jika posisi rajaa’ merupakan pendorong
semangat melakukan amal, maka khauf mempunyai posisi yang
mendorong untuk mempunyai semangat tinggi dalam
menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan dosa (Hilal,
2002:78).
Di dalam Islam membina perilaku seseorang berdasarkan
spiritulitas ajaran Islam adalah dalam membentuk perilaku
seseorang yang secara otomatis menjadikan agama sebagai
pedoman dan pengendalian tingkah laku, sikap dan gerak-gerik
dalam kehidupannya. Apabila ajaran Islam telah masuk ke dalam
diri seseorang dan menjadi bagian dari perilaku ataupun mental
seseorang, maka dengan sendirinya akan menjauhi segala larangan
Tuhan dan mengerjakan segala perintah-Nya. Bukan karena
pandangan dari luar, tetapi karena hatinya merasa lega dalam
mematuhi segala perintah Allah yang selanjutnya akan terlihat
bahwa nilai-nilai ajaran agama akan nampak tercermin dalam
perkataan, perbuatan dan sikap mentalnya. Dalam ungkapan diatas
121
berarti titik tekan yang ada pada diri seorang individu adalah
dirinya (self). Sebab manusia secara potensial tahu apa yang
diperbuatnya dan tahu akibat positif dan negatif dari perbuatannya
serta manusia sebagai makhluk mukallaf yang tahu akan tanggung
jawabnya (Murtadho, 2002:89-90).
5.2.3.2 Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam Terhadap Hasil
Temuan
Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai
konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak pada kehidupan
masyarakat. Tidak hanya membawa keuntungan bagi dimensi
kehidupan manusia, melainkan juga menimbulkan berbagai
dampak negatif yang dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan.
Nilai di dalam kehidupan global dan abad informasi ini
menjadi persoalan-persoalan yang kritis, manakala ekspektasi
kehidupan manusia yang semakin kuat dihadapkan pada ragam
pilihan yang semakin terbuka dan penuh dengan ketidakpastian.
Disini terjadi kompleksitas, suatu paradoks yang menimbulkan
kebingungan, kecemasan dan frustasi, tetapi sekaligus sebagai
wahana belajar sepanjang hayat bagi manusia untuk menampilkan
122
eksistensi dirinya dan mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya (Hasanah, 2004: 121).
Sejalan dengan laju globalisasi masalah remaja merupakan
salah satu persoalan yang selalu mendapat perhatian baik orang
tua, pemerintah, maupun pakar yang menaruh perhatian terhadap
pembinaan dan pendidikan para remaja. Sebab masa remaja sedang
mengalami masa krisis dan kegoncangan batin. Meskipun masa
krisis dan guncangan batin yang sedang dialami remaja tersebut
bersifat sementara, namun sifat sementara justru mempunyai kesan
yang amat dalam pada dirinya.
Sehubungan dengan masalah tersebut, maka diperlukan suatu
upaya yang dapat mengarahkan remaja kepada perkembangan
hidup yang serasi dan harmonis. Salah satu upaya tersebut berupa
layanan atau bimbingan, agar remaja memiliki standar-standar,
pikir, sikap-perasaan dan perilaku yang dapat menuntun dan
mewarnai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa dan
masa selanjutnya. Dengan kata lain, remaja memerlukan perangkat
nilai dan falsafah hidup. Jika remaja tidak memiliki falsafah hidup
(terutama yang diterapkan dalam perbuatan) maka mereka tidak
memiliki “kemudi” atau kendali dalam hidupnya, yang dapat
membuatnya tidak memiliki kepastian diri. Remaja yang demikian
itu akan mudah bingung, terombang-ombang oleh situasi hidup
123
yang demikian cepat berubah, yang kemudian menjadikannya
manusia yang tidak berbahagia.
Upaya bimbingan yang dimaksudkan adalah bimbingan
konseling Islam, merupakan salah satu metode dakwah alternatif
yang mengkombinasikan teori-teori bimbingan dan konseling
dengan teori psikologis. Tujuannya membantu individu
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya sehingga
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (faqih, 2001 :
35). Sesuai dengan pendapat Totok Jumantoro (2001) tujuan
kegiatan dakwah tidak lain adalah untuk menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengalaman ajaran agama
yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerusnya. Sehingga
tugas pendekatan psikologis dalam dakwah adalah memberi
landasan dan pedoman kepada metodologi dakwah, karena
metodologi baru dapat efektif dalam penerapannya bilamana
didasarkan atas kebutuhan manusia sebagaimana ditunjukkan
kemungkinan pemuasnya oleh psikologi.
Pelayanan bimbingan konseling Islam adalah pekerjaan
profesional sehingga harus mempunyai landasan-landasan yang
menjamin efisien dan efektifitas proses dan lain-lainnya. Landasan
tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau Sunnah Nabi
ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan
124
keimanan. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan
konseling Islam landasan tersebut dikenal dengan azas-azas
bimbingan konseling Islam.
Apabila azas-azas itu diikuti dan terselenggara dengan baik
dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan, sebaliknya apabila azas-azas itu diabaikan
atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana
justru berlawanan dengan tujuan bimbingan konseling Islam.
Bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam
pelayanan, serta profesi bimbingan konseling Islam itu sendiri.
Disinilah betapa pentingnya kedudukan Azas BKI dalam
menentukan keberhasilan pada proses pelayanan (professionalitas).
Maka perlu adanya kajian-kajian reflektif, tanpa terpaku
terhadap rumusan-rumusan yang sudah ada. Dalam upaya
optimalisasai metodologi pemahaman azas BKI, sebagai salah satu
kontribusi positif terhadap keilmuan BKI.
Ada beberapa azas BKI yang perlu mendapat perhatian
khusus, terkait dengan fakta atau data yang diperoleh mengenai
kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial pada remaja di
kecamatan Semarang Utara, dalam upaya ke arah pengembangan
dan penjelas terhadap metodologi pemahaman azas BKI.
125
Diantara hasil wawancara terhadap enam remaja di
kecamatan Semarang Utara yang telah melakukan kriminalitas
diperoleh fakta bahwa mereka, sebetulnya masih mempunyai rasa
takut, khawatir maupun perasaan menyesal (taubat). Perasaan
takut dan penyesalan dapat dianalisa adanya indikasi terpenuhinya
beberapa azas BKI yaitu azas fitrah dan azas kebahagiaan dunia
akhirat.
Fitrah merupakan kesadaran primordial yang dimiliki setiap
individu, dalam arti remaja akan bisa memilih dan bertindak secara
otentik sadar diri, bertindak atas ketentuan sendiri, bersedia
mendengarkan suara hati nurani. Sebab mendengarkan suara hati
nurani akan menggiring akal pikiran, jiwa, qolbu, inderawi dan
jasmani kepada kefitrahan yang cenderung berbuat ketaatan.
Dorongan fitrah inilah yang akan memimpin dan membimbing
remaja dalam melakukan seluruh aktivitas hidup dan
kehidupannya. Sehingga remaja tidak lupa akan dirinya, tidak
dikuasai oleh kekuatan masa (kelompok), pesona benda,
mengabaikan hati nurani dan mudah berubah. Disinilah remaja
bisa menjadi eksistensi yang otentik.
Apabila remaja telah melakukan sesuatu hal yang bertolak
belakang dengan keadaan fitrahnya akan timbul perasaan cemas,
takut dan khawatir. Jika remaja menyadari perasaan-perasaan
126
tersebut dengan konstruktif, maka akan timbul kecemasan
eksistensial yaitu kearah rasa penyesalan (taubat).
Dalam rasa penyesalan (taubat) inilah remaja akan
mampu menumbuhkan dan menempatkan perasaan takut
(khauf) dan harapan (rajaa’) hanya kepada Allah SWT didalam
dirinya. Sebab perasaan takut (khauf) adalah sebuah kesadaran
bahwa Allah yang menguasai wujud manusia yang paling
dalam. Sedangkan harapan (rajaa’) adalah keterikatan hati
dengan sesuatu yang diinginkan terjadi masa yang akan datang,
yaitu ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat nantinya.
Artinya remaja menyadari bahwa keabadian hidup akan selalu
dikaitkan dengan janji Allah SWT akan balasan di akhirat
sehingga mendorong untuk selalu berbuat baik dan menjalani
hidup dengan optimis. Sehingga remaja akan terhindar dari
hidup yang hedonistis, serta tidak memuja kenikmatan duniawi
mumpung masih hidup, karena masa muda sebagai the golden
years of life (masa keemasan bagi kehidupan seseorang).
Namun sebaliknya jika perasaan takut dan berharap
selain kepada Allah, justru akan mendominasi timbulnya
“keraguan” dalam diri individu. Tidak jarang yang didapatkan
hanyalah jalan kesesatan dalam jurang kenistaan (berbuat
kriminal) karena tidak menempatkan khauf dan rajaa’ sesuai
127
kondisi dan tempatnya. Jadi dapat dipahami individu atau
remaja yang khauf dan rajaa’ adalah mereka yang berpikiran
luas dan dalam jangka panjang kedepan bukan sosok yang
berpikiran sempit dan untuk kepuasan sesaat.
Data lainnya yang ditemukan pada remaja di kecamatan
Semarang Utara yaitu adanya hobi minum alkohol dan
narkoba (Opy/ 21 th), adanya indikasi penyimpangan terhadap
keseimbangan rohaniah dan jasmaniah akibatnya terjadi
kebingungan terhadap keberadaannya sendiri. Remaja yang
melakukan hobi tersebut hanya memenuhi kepuasan sesaat
saja, namun sebetulnya kekosongan jiwalah yang mereka
dapatkan, mereka gagal mempertahankan kelangsungan hidup
(eksistensinya) secara bertanggung jawab.
Sebab dengan minum alkohol/ narkoba remaja akan
masuk ke dimensi fly (melayang) yang destruktif. Sedikit demi
sedikit akan merusak organ tubuh (jasmani), efek yang lebih
parah lagi akan terganggunya kontrol pengendalian atas diri.
Disinilah terjadi kegagalan hakekatnya sebagai manusia yang
berkesadaran dengan segala aktivitas yang selalu terarah
keluar dirinya (intensionalitas).
Oleh sebab itu azas kesatuan jasmaniah-rohaniah
mempunyai keterkaitan erat dalam kerangka memahami kasus
128
tersebut. Maksudnya remaja, bukan hanya makhluk biologis
atau makhluk rohaniah, tetapi pada hakekatnya remaja sebagai
manusia kesadaran dengan segala aktivitasnya yang selalu
terarah keluar dirinya (Intensionalitas). Peran penting
kesadaran dengan menunjukkan bahwa peran tubuhpun
dimediasi oleh kesadaran, sehingga kita menyebut tubuh bukan
sebagai tubuh organisme, melainkan tubuh-subjek atau tubuh
kesadaran, juga tubuh yang di hayati, tubuh yang bermakna
dan memberi makna dunia.
Melalui keseimbangan rohaniahlah remaja menjadi lebih
berpegang kepada kekuatan-kekuatan batin dan pribadi sendiri,
menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak
berdaya (menyalahkan orang lain) dan menerima kekuatan
yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri.
Seperti yang termaktub dalam azas BKI dibidang
keseimbangan rohaniah.
Akibatnya remaja akan menyadari perannya sebagai
khalifah (terpenuhinya azas kekhalifahan), akan selalu
berjuang dan bertanggung jawab akan hidupnya sehingga
hidupnya menjadi bermakna, serta terhindar dari kekosongan.
Sebab kekosongan jiwa merupakan hasil produk dari; tidak lagi
ada yang dikagumi, dirindukan, atau diperjuangkan.
129
Remaja (Opy) yang sering melakukan hal-hal yang tidak
baik menurut agama membuatnya merasa rendah diri (minder)
ketika berhubungan dengan orang lain maupun dihadapan
Tuhan (merasa hina), juga kebebasan dan keterlepasan dari
beban hidup yang diidamkan tidak tercapai. Justru sebaliknya
muncul masalah-masalah baru. Sehingga mereka (kasusnya
Anto juga) memutuskan untuk meninggalkan jauh-jauh
perbuatan yang tidak baik tersebut. Fakta tersebut sebagai
bukti adanya usaha aktif dalam memahami kondisinya sebagai
manusia yang mempunyai kesanggupan untuk menyadari
dirinya sendiri, kebebasan memilih untuk menentukan
nasibnya sendiri. Serta kebebasan dan tanggung jawab maupun
kecemasan sebagai suatu unsur dasar pencarian makna yang
unik di dalam dunia yang tidak bermakna.
Remaja yang memiliki kesadaran serta kebebasan dalam
membuat pilihan–pilihan yang fundamental akan membentuk
kehidupannya. Karena itulah tanpa landasan eksistensial, yaitu
kesadaran, akal-budi dan imajinasi. Dalam dorongan hati
nurani manusia dihadapkan pada kenyataan eksistensinya.
Usaha ke arah itu, akan dilakukan manusia dengan uji: coba
dan salah (trial and eror), sublimasi-identifikasi dsb. Letak
eksistensi manusia ada dalam penerimaan, penghargaan dan
130
dicintai orang lain. Dari fakta tersebut terkait azas BKI di
bidang kemaujudan individu (eksistensi diri) mengarah ke-
pemenjadian (becoming) pada remaja yang selalu dihadapkan
dengan kecemasan.
Berdasarkan data yang lainnya, dapat dianalisa juga
bahwa remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang
disamping mempunyai sifat-sifat lemah sebagai manusia
seperti; mencuri, pengroyokan, minum minuman keras dan
narkoba. Namun juga sekaligus memiliki sifat-sifat yang baik
(mulia) contohnya; mempunyai rasa khawatir, takut, menyesal
(kecemasan eksistensial) dan adanya harapan untuk selalu
berbuat baik. Sifat-sifat yang baik inilah sesuai dengan azas
pembinaan akhlaqul-karimah dalam BKI yaitu perlu dipelihara,
dikembangkan dan disempurnakan agar remaja tetap menjadi
manusia ber-eksistensi yang mengantarkanya menjadi insane
kamil (manusia seutuhnya).
Atas dasar fakta dan paparan tersebut diperlukan adanya
upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan
kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas
BKI dengan pemikiran reflektif, yang terlepas dari keterpakuan
terhadap rumusan yang ada. Terutama dalam memahami azas
kefitrahan, kebahagiaan dunia akhirat, kesatuan jasmaniah-
Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Billington, Ray. 1993. Living Philosophy An Introduction to Moral Thought,
Second Edition. London and New York : PJ Press Ltd. Budi, Prawira Triton. 2006. SPSS 13,0 Terapan; Riset Statistik Parametrik.
kanisius. Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT
Eresco. Daradjat, Zakiyah. 1979. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensial. Jakarta: Rineka Cipta. Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistika Jilid II. Jakarta : LP3S Depag RI. 2003. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : Diponegoro. Faqih, Ainur Rahim. 2001. Bimbingan Konseling dalam Islam. Yogyakarta : UII
Press. Fatah, Abdul. 1995. Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi. Jakarta
: Rineka Cipta.
Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT. Gramedia
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Ghazali, Imam. 1982. Ihja Ulumudin Jilid IV . terj: Nurhichkmah. Jakarta: Tirta
Mas. Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Research . Yogyakarta : Andi Ofset. Hasanah, Hasyim. 2004. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Religius Remaja
Di Kecamatan Banyumanik (Studi Analisis Fungsi BKI). (Tidak Di . Publikasikan. Skripsi. IAIN).
Hidayat, Komaruddin. 2006. Psikologi Kematian (Mengubah Ketakutan Menjadi
Optimis). Bandung : MMU. Hilal, Ibrahim. Tasawuf. 2002. Tasawuf Antara Agama dan Filsafat. Bandung :
Qur’ani). Wonosobo : AMZAH.. Kartono, Kartini. 1992. Patologi II: Kenakalan remaja. Jakarta : CV. Rajawali. Khibtyah, Maryatul. 2005. Enam Dimensi Positif Teori Eksistensial Humanistik
dan Kemungkinan Penerapannya dalam Konseling Islam. Semarang : PUSLIT IAIN Walisongo.
Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial Suatu Pengantar. Bandung : PT
Eresco. Mansyur. 1983. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah. Al-Kuwait : Thiba’ah dzatissalasil. Mappiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Mappiere, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta : Raja
Grafindo Persada. Marcel, Gabriel. 2005. Misteri Eksistensi. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Monogarafi, data. 2006. Kecamatan Semarang Utara. Jawa Tengah : Semarang. Murtadho. Ali. 2002. Bimbingan dan Konseling Islam Prespektif Sejarah.
Semarang : Bagian Penerbitan LABDA Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.
Murtadho, Ali. 2006. Standarisasi Profesi Konseling (Kumpulan Makalah Seminar dan Seresehan Nasional). Semarang : Fakultas Dakwah.
Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi. Yogyakarta :
Stein, Steven J. 2003. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional
Meraih Sukses. Bandung : MMU Subagyo, P . Joko. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sudarsono, 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarata : Rineka Cipta. Syukur, Amin. 2001. Tasawuf dan Krisis. Semarang : Pustaka Pelajar. Syukur, Amin. 2003. Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern.
Yogyakarta : pustaka Pelajar. Wagito, Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi
Offset. Wawancara dengan Ibu Tutik. Tanggal 27 Mei 2007. Staf POLSEK Kecamatan
Semarang Utara. Wawancara dengan Remaja. Tanggal 02 September 2007. Kecamatan Semarang
Utara. Wawancara dengan Bp Nanang. Tanggal 24 September 2007. Pengurus Lembaga
Keagamaan di Kecamatan Semarang Utara. Yusuf, Syamsu dan A Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan