Page 1
SKRIPSI
2017
HUBUNGAN KELUHAN UTAMA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
FOTO TORAKS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
TAHUN 2016
OLEH:
Imanuela Yoel Biring
C111 14098
PEMBIMBING:
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K), M.Med.Ed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Page 2
i
HUBUNGAN KELUHAN UTAMA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
FOTO TORAKS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU
DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Imanuela Yoel Biring
C111 14098
PEMBIMBING:
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K), M.Med.Ed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Page 3
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul :
“Hubungan Keluhan Utama dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Tahun 2016”
Hari, Tanggal : Selasa, 12 Desember 2017
Waktu : 14.30
Tempat : Bagian Radiologi
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar,
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K), M.Med.Ed
NIP 19721223200212 2 001
Page 4
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Imanuela Yoel Biring
Stambuk : C111 14 098
Fakultas/ Program Studi : Kedokteran/ Pendidikan Dokter
Judul : Hubungan Keluhan Utama dengan Hasil Pemeriksaan
Foto Toraks pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2016
Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K), M.Med.Ed
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 12 Desember 2017
Penguji I
dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad, M.Kes
Penguji II
dr. Dario A. Nelwan, Sp.Rad
Page 5
iv
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Judul Skripsi :
“Hubungan Keluhan Utama dengan Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Tahun 2016”
Makassar, 12 Desember 2017
Pembimbing,
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K), M.Med.Ed
NIP 19721223200212 2 001
Page 6
v
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya
saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa
tulisan, data, gambar, atau ilustrasi, baik yang telah dipublikasi atau belum
dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.
Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya
akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi
akademik yang lain.
Imanuela Yoel Biring
Page 7
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan Keluhan Utama dengan Hasil Pemeriksaan
Foto Toraks pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Tahun 2016” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, bantuan,
saran dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya
kepada :
1. Kedua orang tua dan adik-adik penulis yang selalu memberikan dukungan,
doa dan kasih sayang kepada penulis
2. dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K), M.Med.Ed selaku pembimbing skripsi
penulis yang senantiasa meluangkan waktu dan tenaga serta memberi ilmu
dalam membimbing penulis menyusun skripsi ini
3. Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad (K) selaku pembimbing akademik
penulis
4. dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad, M.Kes dan dr. Dario A. Nelwan, Sp.Rad selaku
penguji skripsi yang memberi saran dan koreksi kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini
5. dr. Firdaus Kasim, M.Sc yang telah memberikan saran dan masukan
kepada penulis dalam menyusun skripsi ini
6. Kepala Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
dan staf
7. Kepala Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar dan staf
8. Pimpinan, dosen dan karyawan Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
9. Pimpinan, dosen, dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
Page 8
vii
10. Teman-teman seperjuangan penulis selama duduk di bangku kuliah,
angkatan 2014 “NEUTROF14VINE”
11. Sahabat-sahabat penulis yang terkasih Triyatni Pasolang, Nurizki
Meutiarani, Nadya Eunice Sumolang, Rahmi Islamiana, Falensia Dwita
Lestari, Ave Maria Purba dan Pandhycha Pratama Arfan yang selalu
memberikan semangat dan motivasi bagi penulis
12. Teman-teman bimbingan skripsi bagian radiologi yang menjadi teman
seperjuangan penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini
13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis
yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahawa skripsi ini masuk memiliki banyak kelemahan dan
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kekurangan dan ketidaksempurnaan ini
tidak lepas dari berbagai macam ritangan dan halangan yang datang pada diri
penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca senantiasa penulis
harapkan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan imbalan bagi
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan ini dapat bermanfaat bagi
banyak orang. Tuhan beserta kita.
Makassar, Desember 2017
Imanuela Yoel Biring
Penulis
Page 9
viii
HUBUNGAN KELUHAN UTAMA DENGAN HASIL PEMERIKSAAN
FOTO TORAKS PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI RSUP
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016
Imanuela Yoel Biring, dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K), M.Med.Ed
Tugas Akhir Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar,
Desember 2017
ABSTRAK
Latar Belakang : Tuberkulosis adalah salah satu dari 10 penyakit yang
menyebabkan kematian terbanyak di seluruh dunia. Dalam upaya pemberantasan
TB paru, sangat diperlukan diagnosis yang tepat untuk menemukan kasus TB paru
sedini mungkin untuk memutus rantai penularan. TB dapat dikenali berdasarkan
gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisis, yang dapat ditegakkan diagnosisnya
dengan melakukan pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang
yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis adalah pemeriksaan foto toraks.
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain studi observasional
analitik degan metode cross sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 51
orang yang diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling dari data
rekam medik pasien tuberkulosis paru. Data kemudian dianalisis dengan uji Chi
Square menggunakan program komputer SPSS 20.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis bivariat keluhan utama dan hasil pemeriksaan
foto toraks pada pasien tuberkulosis paru berdasarkan klasifikasi keaktifan lesi
dan luas lesi , didapatkan nilai p > 0,05.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara keluhan utama dengan hasil
pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi keaktifan lesi maupun luas lesi.
Kata Kunci : Tuberkulosis Paru, Keluhan Utama, Foto Toraks, Aktif Tidaknya
Lesi, Luas Lesi
Page 10
ix
ASSOCIATION OF MAJOR COMPLAINT AND CHEST X-RAY RESULT
OF PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENTS IN RSUP
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO 2016
Imanuela Yoel Biring, dr. Sri Asriyani, Sp.Rad (K), M.Med.Ed
Essay, Faculty of Medicine Hasannuddin University Makassar, December 2017
ABSTRACT
Backgroud : Tuberculosis is one out of top 10 cause of death worldwide. In
efforts to eradicate pulmonary TB, the precise diagnosis is really needed as early
as possible to break the chain of transmission. TB can be identified based on
clinical symptoms and physical examination, which can be confirmed by
conducting further examination. One of the most practical examinations to find a
tuberculosis lesion is chest x-ray examination.
Method : This study used analytic observational design with cross sectional
method. The number of samples were 51 people taken using consecutive sampling
technique from medical record data of pulmonary tuberculosis patients. The data
were then analyzed by Chi Square test using SPSS 20 computer program.
Result : Based on bivariate analysis of the major complaint and chest x-ray result
of pulmonary tuberculosis patient based on lesion activity and lesion area
classification, p value > 0.05 was obtained.
Summary : There is neither association of the major complaint and chest x-ray
result of pulmonary tuberculosis patient based on lesion activity nor lesion area.
Key Words : Pulmonary Tuberculosis, Major Complaint, Chest X-Ray,
Active/Inactive Lesion, Lesion Area
Page 11
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME ............................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Permasalahan .................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1. Tuberkulosis Paru ...................................................................................... 5
2.1.1. Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................... 5
2.1.2. Patogenesis............................................................................................ 6
2.1.3. Klasifikasi ............................................................................................. 9
Page 12
xi
2.1.4. Diagnosis ............................................................................................ 12
2.1.5. Diagnosis Banding .............................................................................. 18
2.1.6. Penatalaksanaan .................................................................................. 19
2.1.7. Komplikasi .......................................................................................... 21
2.2. Gambaran Foto Toraks Pasien Tuberkulosis Paru ................................... 21
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Keaktifan Lesi ............................................. 27
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Luas Lesi Menurut PDPI 2006 .................... 28
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN ................... 30
3.1. Kerangka Teori ........................................................................................ 30
3.2. Kerangka Konsep ..................................................................................... 31
3.3. Hipotesis .................................................................................................. 31
BAB 4 METODE PENELITIAN.......................................................................... 32
4.1. Desain Penelitian ..................................................................................... 32
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 32
4.3. Populasi dan Sampel ................................................................................ 32
4.3.1. Populasi Target ................................................................................... 32
4.3.2. Populasi Terjangkau ........................................................................... 32
4.3.3. Besar Sampel ...................................................................................... 32
4.3.4. Cara Pengambilan Sampel .................................................................. 33
4.4. Kriteria Seleksi......................................................................................... 33
4.5. Definisi Operasional ................................................................................ 34
Page 13
xii
4.6. Metode Pengupulan Data ......................................................................... 34
4.7. Pengolahan Data ...................................................................................... 35
4.8. Analisis Data ............................................................................................ 35
4.9. Etika Penelitian ........................................................................................ 35
BAB 5 HASIL PENELITIAN .............................................................................. 36
5.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian ................................................... 36
5.2. Analisis Univariat .................................................................................... 37
5.3. Analisis Bivariat....................................................................................... 39
BAB 6 PEMBAHASAN ....................................................................................... 41
6.1 Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Keaktifan Lesi pada
Pemeriksaan Foto Toraks ......................................................................... 45
6.2 Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Luas Lesi pada
Pemeriksaan Foto Toraks ......................................................................... 47
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 49
7.1 Kesimpulan .............................................................................................. 49
7.2 Saran ........................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 55
Page 14
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Prevalensi TB paru Berdasarkan Diagnosis dan Gejala TB Paru
menurut Provinsi ................................................................................... 2
Tabel 2. 1 Perbandingan Kavitas pada Diagnosis Banding TB Paru ................... 19
Tabel 2. 2 Obat OAT Lini Pertama ....................................................................... 20
Tabel 5. 1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian ............................................... 37
Tabel 5. 2 Gambaran Variabel Penelitian ............................................................. 38
Tabel 5. 3 Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Keaktifan Lesi pada
Pemeriksaan Foto Toraks .................................................................... 39
Tabel 5. 4 Hasil Analisis Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Luas Lesi
pada Pemeriksaan Foto Toraks ........................................................... 40
Page 15
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kompleks Ranke ................................................................................ 8
Gambar 2. 2 Manifestasi TB Paru ......................................................................... 23
Gambar 2. 3 Konsolidasi pada Lobus Kanan Paru ............................................... 24
Gambar 2. 4 Bercak Milier ................................................................................... 25
Gambar 2. 5 Kavitas pada Lobus Kanan Paru ...................................................... 26
Gambar 2. 6 Efusi Pleura ...................................................................................... 27
Gambar 2. 7 Penebalan Pleura Unilateral ............................................................. 27
Gambar 2. 8 Perubahan Fibrokalsifikasi ............................................................... 28
Page 16
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Proposal Skripsi
2. Lembar Pengesahan KPM
3. Surat Permohonan Izin Penelitian
4. Surat Izin Penelitian
5. Surat Permohonan Rekomendasi Etik
6. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik
7. Data Sampel Penelitian
8. Hasil Uji Statistik
9. Surat Keterangan Selesai Mengumpulkan Data Penelitian
10. Biodata Peneliti
Page 17
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan dapat menyerang hapir
seluruh tubuh manusia, tetapi yang paling banyak adalah organ paru.
(Setiati, et al., 2014)
Tuberkulosis adalah salah satu dari 10 penyakit yang menyebabkan
kematian terbanyak di seluruh dunia. Pada tahun 2015, penderita TB tercatat
sebanyak 10,4 juta orang dan 1,8 juta diantaranya meninggal (termasuk 0,4
juta yang menderita HIV). Lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di
negara berpendapatan menengah ke bawah. (World Health Organization,
2017) Dalam laporan Tuberkulosis Global 2014 yang dirilis Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) disebutkan, insidensi di Indonesia pada angka
460.000 kasus baru per tahun. Namun, di laporan serupa tahun 2015, angka
tersebut sudah direvisi yakni naik menjadi 1 juta kasus baru per tahun.
Persentase jumlah kasus di Indonesia pun menjadi 10% terhadap seluruh
kasus di dunia sehingga menjadi negara dengan kasus terbanyak kedua
bersama dengan Tiongkok. India menempati urutan pertama dengan
persentase kasus 23% terhadap yang ada di seluruh dunia. (Bimantara,
2016)
Page 18
2
Tabel 1. 1 Prevalensi TB paru Berdasarkan Diagnosis dan Gejala TB Paru
menurut Provinsi
Sumber: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 2013
Saat ini, TB banyak ditemukan di antara orang miskin, gelandangan
dan penjara. Individu ini memiliki sumber daya terbatas untuk perjalanan
terapi yang panjang yang diperlukan untuk penyembuhan. Ketidak patuhan
dalam mengonsumsi obat menyebabkan perkembangan strain resisten dan
sumber penularan yang persisten. TB juga cenderung terjadi pada
subkelompok pasien HIV+ dari kelompok sosial ekonomi rendah, yang
menambah risiko reaktivasi TB. Kelompok risiko lainnya mencakup pasien
dengan steroid, penyakit keganasan, dan pasien yang menerima antagonis
TNF. (Ringel, 2012)
Page 19
3
Dalam upaya pemberantasan TB paru, sangat diperlukan diagnosis
yang tepat untuk menemukan kasus TB paru sedini mungkin untuk
memutus rantai penularan. (Jamzad, et al., 2009) Pemeruksaan kultur atau
biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standar).
Namun,
pemeriksaan kultur memerluka waktu lebih lama dan mahal. (Depkes RI,
2007) TB dapat dikenali berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
fisis, yang dapat ditegakkan diagnosisnya dengan melakukan pemeriksaan
penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis adalah pemeriksaan foto toraks. (Gomes, et al.,
2003) Sensitivitas dan spesifitas foto toraks dalam mendiagnosis TB paru
yaitu 86% dan 83% apabila ditemukan lesi apikal, kavitas, dan gambaran
retikulonodular. (Mulyadi, et al., 2011)
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan
antara keluhan utama dengan hasil pemeriksaan foto toraks pada pasien
tuberkulosis paru?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara keluhan utama dengan hasil
pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi keaktifan lesi dan
luas lesi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui keluhan utama terbanyak yang ditemukan pada pasien
tuberkulosis paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Page 20
4
2. Mengetahui tipe tuberkulosis paru terbanyak berdasarkan keaktifan
lesi yang ditemukan pada pasien tuberkulosis paru di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo
3. Mengetahui tipe tuberkulosis paru terbanyak berdasarkan luas lesi
yang ditemukan pada pasien tuberkulosis paru di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo
4. Mengetahui keluhan utama pasien tuberkulosis paru yang paling
berhubungan dengan hasil pemeriksaan foto toraks
Page 21
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis Paru
2.1.1. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab penyakit tuberkulosis (TB) adalah Mycobacterium
tuberculosis yang merupakan sejenis bakteri tahan asam yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4µm dan tebal 0,3-0,6µm.
(Setiati, et al., 2014) Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam
lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah
yang membuat bakteri lebih tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin, yang terjadi ketika bakteri berada dalam sifat
dormant. (Brooks, et al., 2014) Dari sifat dormant ini bakteri dapat
mengalami reaktivasi dan menjadikan penyakit TB aktif kembali.
(Werdhani, 2005)
Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya
yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung bakteri tahan asam (BTA). (Setiati, et al.,
2014) Cara lain adalah melalui saluran pernapasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. (Price & Wilson, 2006)
Risiko infeksi TB tergantung pada lamanya terpajan, kedekatan
dengan kasus TB, dan jumlah bakteri yang ditularkan dari sumber.
(Kartasasmita, 2009) Umur berperan dalam kejadian penyakit TB.
5
Page 22
6
Puncaknya ialah dewasa muda dan menurun kembali pada kelompok
menjelang usia tua. Namun di Indonesia diperkirakan 75% penderita
TB adalah usia produktif, yakni 15-50 tahun. (Achmadi, 2005)
TB
juga berhubungan dengan tingkat pendapatan keluarga, kondisi
lingkungan rumah, perilaku dan riwayat kontak penderita dengan
kejadian TB paru. (Fitriani, 2013)
2.1.2. Patogenesis
A. Tuberkulosis Primer
Bakteri yang dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
nuclei dalam udara di sekitar kita. Partikel udara ini dapat menetap
diudara bebas selama 1-2 jam. Dalam suasana lembab dan gelap,
bakteri dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Partikel
dapat msuk ke alveolar bila ukuran partikel <5µm. Bakteri akan
dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian makrofag. Di dalam
jaringan, bakteri hidup sebagai parasit intraseluler, yakni dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semulanya memfagositosis
malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain bakteri ini adalah aerob, yang menunjukkan bahwa
bakteri lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain dan merupakan tempat
predileksi penyakit TB. (Setiati, et al., 2014)
Biasanya, pertumbuhan organisme akan diperiksa ketika telah
timbul respon imunitas seluler yang adekuat yang terjadi dalam 2-6
Page 23
7
minggu. Sel dan bakteri membentuk sebuah nodul, sebuah
granuloma yang mengandung basil TB, yang disebut sebagai suatu
tuberkel. (Setiati, et al., 2014) Granuloma tersebut terdiri dari
histiosit dan sel datia langhans. (Ringel, 2012) Pada titik ini,
tergantung pada faktor penjamu dan virulensi dari strain, beberapa
hasil akhir yang berbeda dapat dicapai:
1. Jika tidak ada lagi pertumbuhan, tuberkel merupakan satu-
satunya tempat penyakit, dan organisme bertahan pada fase
laten.
2. Jika ada pertumbuhan lebih lanjut, bakteri yang bersarang di
jaringan paru akan membentuk sarang TB pneumonia kecil yang
disebut fokus Ghon atau sarang primer. Jika fokus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang
akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi.
3. Dari sarang primer, basil dapat memasuki kelenjar limfe dan
menginfeksi kelenjar getah bening hilus, menyebabkan
limfadenopati. Sarang primer dan limfadenopati yang timbul
disebut kompleks primer (Ranke), dan proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer selanjutnya dapat sembuh
sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan
Page 24
8
meninggalkan bekas berupa fibrosis, kalsifikasi hilus atau
memasuki fase laten kembali dan kemudian dapat mengalami
reaktivasi.
Gambar 2. 1 Kompleks Ranke
Sumber: Dr Hani Salam, Radiopaedia.org, rID: 13261
4. Pada sebagian kecil kasus, terjadi penyebaran hematogen,
dengan produksi tuberkel yang tak terhitung di seluruh organ.
TB juga dapat menyebar perkontinuatum pada jaringan sekitar,
secara bronkogen, atau limfogen. Keadaan dimana bakteri TB
menjalar ke seluruh bagian paru disebut tuberkulosis milier dan
bergubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi.
B. Tuberkulosis Pasca Primer
Pada TB pasca primer atau yang disebut juga TB sekunder,
bakteri yang dormant pada TB primer muncul kembali setelah
bertahun-tahun sebagai infeksi endogen. Hal ini dapat terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit
Page 25
9
keganasan, diabetes, HIV, dan gagal ginjal. TB pasca primer juga
dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia mda menjadi usia tua
(elderly tuberculosis). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-
paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu, sarang
pneumoni TB ini akan kembali membentuk tuberkel. Keadaan ini
dapat sembuh kembali tanpa cacat ataupun meninggalkan bekas
berupa perkapuran ataupun menghancurkan jaringan di sekitarnya
dan membentuk nekrosis perkejuan oleh hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim makrofag, yang ketika dibatukkan keluar
akan terjadi kavitas. Kavitas ini dapat menebal akibat infiltrasi
fibroblast dan menjadi kronik. Kavitas dapat meluas dan
membentuk sarang baru, memadat dan menjadi tuberkuloma yang
kemudian dapat mengalami pengapuran dan sembuh ataupun
mencair dan membentuk kavitas baru, menjadi bersih dan sembuh
(open healed cavity), ataupun menciut dan memberi penampakan
stellate shaped. (Setiati, et al., 2014)
2.1.3. Klasifikasi
A. Berdasarkan patologi:
1. Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
2. Tuberkulosis pasca-primer (adulthood tuberculosis)
B. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
Page 26
10
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran TB
aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
2. TB paru BTA (-) adalah:
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan TB
aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan positif
C. Berdasarkan tipe pasien (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2006)
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi
dicurigai lesi aktif/perburukan dan terdapat gejala klinis maka
harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Page 27
11
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,
keganasan dll)
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus TB
3. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
4. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2
dengan pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila
ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang
tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung
Page 28
12
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi
2.1.4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis TB paru diperlukan beberapa
pemeriksaan, antara lain pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis pasti TB paru adalah dengan menemukan
bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam sputum atau jaringan paru
secara biakan (kultur).[1,6]
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, radiologi
dan pemeriksaan penunjang lainnya.
(Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2006)
A. Pemeriksaan Klinis
1. Gejala Klinis
a. Gejala respiratorik:
Batuk selama ≥2 minggu muncul akibat iritasi pada
bronkus dan diperlukan untuk membuang dahak keluar,
dapat pula disertai darah (hemoptisis) yang disebabkan
oleh kerusakan pembuluh darah paru atau bronkus.
(Setiati, et al., 2014)
Batuk berdahak merupakan manifestasi klinis yang paling
sering ditemukan pada penderita TB paru. Hal ini akibat
keterlibatan saluran pernapasan dalam penyebaran fokus
yang sudah terbentuk. Hal ini juga didukung dengan
Page 29
13
temuan awal pada lesi parenkimal yaitu bercak lunak yang
biasanya terdapat pada segmen apikal dan posterior dari
lobus superior dan biasanya belum terdapat kavitas (lesi
minimal). (Rasad, 1996)
Apabila dijumpai batuk berdahak yang bersifat kronik dan
hasil pemeriksaan BTA+, gambaran radiologi juga
semakin luas. (Mulyadi, et al., 2011)
Batuk darah dapat menunjukkan gambaran yang tidak
spesifik seperti kavitas, pleuritis, dan bayangan milier.
(Thorshon, et al., 2007)
Dyspneu didefinisikan sebagai ketidaknyamanan saat
bernapas, yang biasa dideskripsikan dengan sesak napas,
napas pendek, atau sulit bernapas. Tubuh telah
diperlengkapi dengan ribuan enteroseptor untuk
mendeteksi masalah pada sistem penting yang menunjang
pertukaran gas yang penting bagi kehidupan. Saat
enteroseptor mendeteksi kelalaian fungsi sistem
transportasi gas, rangsangan tersebut diartikan sebagai
dyspneu. Dyspneu terjadi jika terjadi sumbatan sebagian
bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, atau jika infiltrasi mencapai setengah lapang
paru, atau akibat dari pneumotoraks dan/atau empiema
tuberkulosis pada reaktivasi TB. (Banzett & O'Donnell,
Page 30
14
2014) Dyspneu juga dapat terjadi akibat dari kelainan
pleura, seperti pleuritis dan efusi pleura. (Rasad, 1996)
Nyeri dada akibat infiltrasi pleura sehingga menimbulkan
gerekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/menghembuskan napasnya. (Setiati, et al., 2014)
b. Gejala sistemik
Demam subfebril (37⁰-37,8⁰C) namun kadang-kadang
dapat mencapai 41⁰C dan dapat bersifat hilang timbul.
Biasanya dirasakan pada malam hari dan disertai keringat
malam. (Setiati, et al., 2014)
Malaise, yaitu keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri otot, dan lain-lain. (Setiati, et al., 2014)
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang
didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior
(S6). (Ringel, 2012) Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
antara lain:
Anemia
Demam
Page 31
15
Penurunan berat badan
Hipertensi pulmonal akibat fibrosis
Suara napas bronkial, amforik
Suara napas melemah jika disertai dengan penebalan
pleura atau efusi pleura
Mengi atau wheezing jika terjadi sumbatan sebagian
bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar
Ronki basah kasar dan nyaring
Tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
akibat fibrosis sehingga terjadi atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal
Perkusi paru redup akibat infiltrasi yang luas
Perkusi hipersonor atau timpani jika terdapat kavitas
Perkusi pekak jika disertai efusi pleura
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah
Hasil tes darah tidak spesifik. Umumnya ditemukan anemia
ringan dengan gambaran normositik normokrom,
peningkatan γ-globulin, dan penurunan ion Na+, serta
peningkatan LED dan/atau CRP. (Ringel, 2012)
Page 32
16
Pemeriksaan serologis yang dapat digunakan antara lain
reaksi takahasi, peroksidase anti peroksidase (PAP), dan uji
Mycodot. (Setiati, et al., 2014)
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya bakteri BTA, diagnosis TB sudah dapat
dipastikan. Metode laboratorium sangan spesifik, namun
sensitifitas bisa menjadi masalah. Pemeriksaan disarankan
menggunakan pewarnaa Tan Thiam Hok yang merupakan
modifikasi gabunga cara pulasan Kinyoun dan Gabbet,
dengan cara pengambilan sampel dengan batuk, broncho
alveolar lavage (BAL), atau bilas lambung.
Kebanyakan ahli merekomendasikan pengumpulan dahak
pada pagi hari selama tiga hari berturut-turut sebagai
kompromi di antara sensitivitas terbaik. (Setiati, et al., 2014)
Kriteria sputum BTA positif apabila ditemukan sekurang-
kurangnya 3 bakteri BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 bakteri dalam 1ml sputum. (Ringel, 2012)
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan langsung dengan mikroskop biasa
Pemeriksaan langsung dengan mikroskop fluoresens
(pewarnaan khusus)
Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Page 33
17
2. Radiologi
Untuk diagnostik radiologis sering dilakukan foto toraks
dengan posisi lateral, top lordotik, oblik, CT scan, dan MRI. TB
primer dapat terjadi di setiap bidang paru-paru, dan umumnya
dapat ditemukan di lapangan paru-paru bagian bawah. Pada fase
awal penyakit, tampakan yang dapat dilihat adalah bercak
berawan yang berbatas tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batas yang tegas yang dinilai sebagai tuberkuloma. Sedangkan
pencitraan TB yang mengalami reaktivasi mencerminkan
karakter aerobik dari organisme, dengan tekanan parsial
oksigen pada zona atas paru-paru yang lebih tinggi, dan infiltrat
dominan pada zona atas paru-paru. Lesi penyakit yang sudah
non-aktif sering menetap selama hidup pasien. (Setiati, et al.,
2014)
3. Tes Mantoux/Tuberkulin
Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk membantu
menegakkan diganosis untuk anak-anak. Dilakukan dengan cara
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein
Derivative) intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi
alergi tipe lambat, untuk menyatakan apakah seseorang sedang
atau penah mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis,
vaksinasi BCG dan Mycobacteria patoten lain. (Setiati, et al.,
2014)
Page 34
18
Stimulasi respon imunitas seluler dengan protein M.
tuberculosis intradermal (tuberkulin) merupakan bukti infeksi
sebelumnya. Pasien yang memiliki respon imunitas seluler yang
baik akan mencerminkan memori imunologi infeksi dengan tes
mantoux positif, yaitu indurasi dari tempat suntikan selama 48-
72 jam setelah suntikan sebesar 10 mm atau lebih. (Ringel,
2012)
4. Pemeriksaan Khusus
BACTEC
ELISA
ICT, dll.
2.1.5. Diagnosis Banding
1. Pneumonia
TB paru merupakan gabungan antara airspace and interstitial
lung disease, dimana salah satu manifestasi pada TB primer
menunjukkan gambaran pneumonia lobaris. (Herring, 2016)
Selain itu, TB juga dapat dijadikan diagnosis banding dari
community acquired pneumonia, atau sebagai co-patogen dari
community acquired pneumonia. (Jolobe, 2012)
2. Kanker Paru
Tingginya prevalensi TB paru dan kesamaan gambaran radiologi
menyebabkan banyak penderita kanker paru mendapatkan
penatalaksanaan awal sebagai kasus TB paru berdasarkan
gambaran radiologi saja. (MLB Bhatt, 2012)
Page 35
19
3. Abses Paru
Gambaran kavitasi pada pemeriksaan foto toraks yang sering
ditemukan pada TB paru pasca primer dapat menyerupai
gambaran kavitasi yang terbentuk akibat kanker bronkogenik dan
abses paru. (Herring, 2016)
Tabel 2. 1 Perbandingan Kavitas pada Diagnosis Banding TB
Paru
Penyakit Ketebalan Kavitas Batas dalam
kavitas
TB paru Tipis Halus
Kanker bronkogenik Tebal Nodular
Abses paru Tebal Halus
Sumber : Herring, 2016
2.1.6. Penatalaksanaan
Pengobatan TB yang adekuat harus memenuhi prinsip:
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk panduat Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) yang tepat mengandung minimal 4 macam
obat untuk mencegah terjadinya resistensi
2. Diberikan dalam dosis yang tepat
3. Ditelan secara teratur dan diawasi sampai selesai pengobatan
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal (2 bulan) untuk menurunkan jumlah kuman
yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari
sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum
Page 36
20
pasien mendapatkan pengobatan, serta tahap lanjutan untuk
mencegah kekambuhan
Tabel 2. 2 Obat OAT Lini Pertama
Jenis Inisial Sifat
Isoniazid H Bakterisidal
Rifampisin R Bakterisidal
Pirazinamid Z Bakterisidal
Streptomisin S Bakterisidal
Etambutol E Bakteriostatik
Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014
Panduan OAT yng digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Diberikan untuk pasien baru yang terkonfirmasi bakteriologis,
atau terdiagnosis klinis, atau pasien TB ekstra paru
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang)
Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten
obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2, yaitu Kanamisin,
Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu Pirazinamid
dan Etambutol.
Page 37
21
2.1.7. Komplikasi
TB mendorong respon imun menyebabkan kerusakan jaringan
yang signifikan. Bahkan pengobatan TB yang sukses sering kali
meninggalkan daerah jarigan parut permanen dan fibrosis. TB yang
tidak diobati dapat berkembang menjadi empiema tuberkulosis dan
fibrotoraks.Kavitas kadag-kadang tidak menutup, memungkinkan
pembentukan misetoma. (Ringel, 2012)
Komplikasi dini antara lain
pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, Poncet’s arthropathy.
Sedangkan komplikasi lanjut antara lain bstruksi jalan napas (sindrom
obstruksi pasca tuberkulosis), kerusakan parenkim berat seperti
fibrosis paru, kor pulonal, amiloidosis, karnisoma paru, sindrom gagal
napas akut (ARDS). (Setiati, et al., 2014)
2.2. Gambaran Foto Toraks Pasien Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan foto toraks diketahui memiliki sensitivitas yang tinggi
dalam mendeteksi kelainan paru, namun memiliki spesifitas yang moderat.
Pada satu foto toraks sering terdapat bermaca-macam bayangan sekaligus.
Posisi yang standar yang digunakan dalam pemeriksaan foto toraks adalah
postero-anterior (PA). Posisi lateral digunakan untuk melokalisasi lesi lebih
akurat, sedangkan posisi top lordotik digunakan untuk mendapatkan
visualisasi yang lebih jelas pada daerah apeks. Jika diduga terdapat efusi
subpulmonal dapat dilakukan pemeriksaan dengan posisi lateral dekubitus
agar cairan dapat berpindah ke arah lateral dinding dada. (Dongola, 1997)
Pemeriksaan radiologi penting dalam managemen TB, yaitu:
1. Membedakan kasus aktif dan inaktif
Page 38
22
2. Mengkonfirmasi diagnosis pada pasien simptomatis
3. Melihat luas dan pola lesi
4. Memprediksi dan menatalaksana komplikasi
5. Memonitor respon terhadap terapi
Fokus Ghon tampak sebagai daerah konsolidasi pneumonik dengan
pembesaran kelenjar hilus mediastinum (kompleks primer), dan biasanya
sembuh dengan gambaran kalsifikasi. Sedangkan limfadenopati
mediastinum atau hilus bukan merupakan gambaran TB, kecuali pada
pasiden AIDS. Selama berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang
dapat dikenali adalah fibrosis dan pengecilan volume paru, fokus kalsifikasi,
tuberkuloma, granuloma terlokalisasi yang sering mengalami kalsifikasi,
dan kalsifikasi pleura. (Patel, 2010)
Keterlibatan jalan napas ditandai dengan stenosis bronkial, yang
menyebabkan kolaps lobus paru atau hiperinflasi, pneumonia obstruktif, dan
impaksi mukoid. Biasanya menunjukkan penyempitan segmen panjang
dengan penebalan dinding yang tidak teratur, obstruksi luminal, dan
kompresi ekstrinsik. Hal ini juga menyebabkan tampakan opak tree-in-bud
dan traksi bronkiektasis, terutama pada lobus atas. (Dannenberg, 2009)
Page 39
23
Gambar 2. 2 Manifestasi TB Paru
Sumber: Patel, 2010
TB primer biasanya bersifat self-limitting, sedangkan TB pasca primer
bersifat progressive, dengan kavitas sebagai ciri khasnya. Penyembuhan
biasanya terjadi dengan fibrosis dan kalsifikasi. Gambaran TB primer dan
pasca primer mungkin tumpang tindih, namun ciri khas TB pasca primer
termasuk predileksi lobus atas, tidak adanya limfadenopati, dan kavitas.
(Burrill, 2007)
Gambaran yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto toraks antara lain:
1. Konsolidasi berupa bayangan berawan atau nodular pada parenkim paru.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)
Pada TB primer, konsolidasi bersifat homogen terutama pada lobus
bawah dan tengah pada pasien dewasa. Tampilannya seringkali sulit
dibedakan dengan pneumoni, namun dapat dibedakan dengan pneumoni
bakteri berdasarkan bukti radiografi limfadenopati dan kurangnya respon
terhadap antibiotik konvensional. Pada kurang lebih dua pertiga kasus,
fokus parenkim sembuh tanpa gejala sisa, nemun resolusi ini bisa
memakan waktu hingga 2 tahun. Sedangkan sisanya menetap dan
mengalami kavitasi dan kalsifikasi.
Page 40
24
Pada TB pasca primer, konsolidasi berbatas tidak tegas terutama pada
segmen apikal dan posterior dari lobus atas. Pada kebanyakan kasus,
lebih dari satu segmen paru yang terlibat, dengan tampakan bilateral pada
dua per tiga kasus. (Burrill, 2007)
Gambar 2. 3 Konsolidasi pada Lobus Kanan Paru
Sumber: http://www.radiologymasterclass.co.uk/
2. Bercak milier dengan gambaran radiologi klasik pada TB primer berupa
nodul berukuran 2-3 mm yang menyebar dengen merata. Nodul biasanya
sembuh dalam waktu 2-6 bulan dengan pngobatan, tanpa jaringan parut
ataupun kalsifikasi, namun dapat berkoalesensi untuk membentuk
konsolidasi fokus atau difus. Bercak milier biasanya disertai dengan
gejala hiperinflasi. (Burrill, 2007)
Page 41
25
Gambar 2. 4 Bercak Milier
Sumber: http://www.radiologymasterclass.co.uk/
3. Kavitasi, yaitu bayangan berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis
kemudian menebal dan sklerotik. Terutama lebih dari satu, dikelilingi
oleh bayangan opak berawan atau nodular. Terkadang disertai dengan
gambaran air-fluid-leve dan merupakan ciri khas TB pasca primer.
(Burrill, 2007)
Pembentukan kavitas dan pertumbuhan basil tuberkel pada kavitas
menyebabkan penyebaran penyakit secara bronkogen pada pasien dewasa
dan menyebarkan basil tersebut ke lingkungan yang dapat menginfeksi
orang lain. Oleh karena itu, kavitas merupakan tanda yang menetap
terhadap tuberkulosis. Jika tidak ada kavitas, pasien jauh lebih sedikit
menular. Selain itu, pembentukan kavitas memungkinkan basil tuberkel
berkembang biak dalam jumlah yang luar biasa. Oleh karena itu, pada
manusia, hampir semua basil tuberkel yang resisten terhadap beberapa
pengobatan berkembang dalam kavitas. (Dannenberg, 2009)
Page 42
26
Gambar 2. 5 Kavitas pada Lobus Kanan Paru Sumber: Dr Aditya Shetty, Radiopaedia.org, rID: 27747
4. Efusi pleura, yaitu adanya massa cairan bebas di bagian bawah paru dan
seringkali merupakan satu-satunya manifestasi TB dan biasanya
bermanifestasi 3-7 bulan setelah paparan awal. (Burrill, 2007) Efusi
pleura menunjukkan gambaran perselubungan homogen yang menutupi
struktur paru bawah yang biasanya bersifat radioopak yang menyebabkan
sinus kostofrenikus menjadi tumpul. (Rasad, 1996)
Pada TB primer, efusi biasanya unilateral, dan komplikasi (misalnya,
pembentukan empiema, stasionisasi, erosi tulang) jarang terjadi. Dengan
pemeriksaan ultrasonografi sering ditemukan efusi septum kompleks.
Pada TB pasca primer, efusi biasanya berseptum dan dapat tetap stabil
ukurannya selama bertahun-tahun. Efusi dapat menyebabkan pleura
menebal, yang kemudian berlanjut menjadi empyema tuberkulosis dan
risiko yang terkait dengan terjadinya fistula bronkopleural. (Burrill,
2007)
Page 43
27
Gambar 2. 6 Efusi Pleura
Sumber: Herring,2016
5. Penebalan pleura, yaitu berupa garis-garis densitas tinggi yang tidak
teratur atau kalsifikasi akibat adanya pleuritis. (Rasad, 1996)
Gambar 2. 7 Penebalan Pleura Unilateral Sumber: http://www.radiologymasterclass.co.uk/
2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Keaktifan Lesi
1. Gambaran foto toraks yang dicurigai sebagai TB paru aktif:
Bercak berawan/noduler
Page 44
28
Kavitas
Bercak milier
Pelebaran hilus
Pembesaran limfonodus dengan densitas inhomogen
Efusi pleura difus
2. Gambaran Foto Toraks yang Dicurigai sebagai TB Paru Inaktif:
Fibrosis
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Efusi pleura yang letaknya terisolir
Pembesaran limfonodus dengan densitas homogen
Gambar 2. 8 Perubahan Fibrokalsifikasi
Sumber: http://www.radiologymasterclass.co.uk/
2.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Luas Lesi Menurut PDPI 2006
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
Page 45
29
yang terletak di atas chondosternal juction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari bertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kavitas.
2. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Page 46
30
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori
partikel udara berisi
droplet nuclei
terhirup
masuk
ke paru-paru
hidup dalam
magkrofag pada
alveoli terbentuk tuberkel
fase laten
kalsifikasi
nekrosis
perkejuan
terbentuk kavitas
dibatukkan
penyebaran
hematogen
/
bronkogen/
limfogen
sembuh
dengan bekas
sembuh
sempurna
limfadenopati
fokus gohn
terbentuk tuberkel
sembuh
sempurna
sembuh
dengan bekas
kalsifikasi fibrosis
Page 47
31
3.2. Kerangka Konsep
3.3. Hipotesis
H0 = Tidak terdapat hubungan antara keluhan utama pasien tuberkulosis
paru dan hasil pemeriksaan foto toraks
H1 = Terdapat hubungan antara keluhan utama pasien tuberkulosis paru dan
hasil pemeriksaan foto toraks
Keluhan
Utama
Hasil Pemeriksaan
Foto Toraks
batuk
batuk berdarah
dyspneu
nyeri dada
keluhan non
respiratorik
TB paru aktif / lama
aktif / inaktif
Lesi minimal / luas
= variabel
bebas = variabel tergantung
Page 48
32
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi observasional analitik degan
metode cross sectional.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani rawat
jalan dan rawat inap di rumah sakit di Sulawesi Selatan.
4.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani
rawat jalan dan rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar pada tahun 2016.
4.3.3. Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus binomunal
proportion dengan perhitungan sebagai berikut:
dimana:
n = jumlah sampel minimal
Z = standar deviasi normal
Page 49
33
p = proporsi TB paru di Sulawesi Selatan berdasarkan RISKESDAS
2013
q = 1 – p
d = derajat akurasi
sehingga:
maka jumlah sampel dibulatkan menjadi 51.
4.3.4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
Consecutive Sampling.
4.4. Kriteria Seleksi
4.4.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien rawat jalan dan rawat inap dengan diagnosis primer TB
paru atau diagnosis primer bukan TB paru namun TB paru
merupakan penyebab dari diganosis primer tersebut di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo
2. Pasien menjalani pemeriksaan radiologi berupa foto toraks
4.4.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan penyakit paru lain yang merupakan diagnosis
banding TB paru, yaitu pneumonia, kanker paru, dan abses paru
2. Pasien dengan penyakit keganasan
3. Ibu hamil
Page 50
34
4. Pasien dengan rekam medis yang tidak menunjukkan gambaran
TB paru pada hasil pemeriksaan foto toraks
4.5. Definisi Operasional
1. Keluhan utama
Definisi : Keluhan utama pasien sesuai yang tercatat dalam rekam
medis, berupa gejala klinis respiratorik yaitu batuk, batuk
berdarah, dyspneu, dan nyeri dada, dan gejala klinis non
respiratorik yaitu demam, keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, ataupun keluhan lain yang tidak
melibatkan saluran pernapasan.
Alat ukur : Rekam medis
2. Hasil Pemeriksaan foto toraks
Definisi : Kesan yang dibuat oleh dokter spesialis radiologi berupa
klasifikasi keaktifan lesi dan luas lesi berdasarkan gambaran
yang tampak pada pemeriksaan foto polos regio toraks
dengan posisi PA, lateral, oblik, atau top lordotik sesuai
yang tercatat dalam rekam medis
Alat ukur : Rekam medis
4.6. Metode Pengupulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder,
yaitu rekam medik berupa gejala klinis dan hasil pemeriksaan foto toraks
pada pendertia TB di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Page 51
35
4.7. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
bantuan komputer memakai program SPSS.
4.8. Analisis Data
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui karakteristik umum
subjek penelitian berupa jenis kelamin dan umur, serta gambaran variabel
peneliatian, yaitu keluhan utama terbanyak yang dijumpai pada pasien
tuberkulosis paru dan tipe tuberkulosis paru terbanyak berdasarkan
klasifikasi tuberkulosis paru aktif atau inaktif dan luas lesi yang ditemukan
dalam pemeriksaan foto toraks.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
keluhan utama dengan hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi
keaktifan lesi dan luas lesi.
4.9. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Menyertakan surat pengantar yang diajukan kepada RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Menjaga kerahasiaan identitas pribadi pasien yang terdapat pada rekam
medis, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan ini.
Page 52
36
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian tentang Hubungan Keluhan Utama dengan
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder
dari rekam medik penderita TB paru yang teregistrasi pada periode 1 Januari 2016
sampai 31 Desember 2016. Teknik mengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ni adalah metode consecutive sampling yaitu mengambil sampel dari
populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan mengeluarkan populasi yang
memenuhi kriteria eksklusi. Jumlah penderita tuberkulosis paru yang berobat di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mulai dari 1 Januari 2016 sampai 31 Desember
2016 adalah 319 orang. Namun dari 319 orang tersebut, 68 orang tidak dapat
ditemukan rekam mediknya, dan 200 diantaranya memenuhi kriteria eksklusi
sehingga didapatkan sampel sebanyak 51 orang.
Sampel yang telah diambil dari dara bagian rekam medik RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS
versi 20.
5.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Berikut adalah tabel karakteristik umum subjek penelitian berupa
jenis kelamin dan umur:
Page 53
37
Tabel 5. 1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Variabel Karakteristik Jumlah Persentase
(%)
Jenis Kelamin Perempuan 19 37,3
Laki-laki 32 62,7
Kelompok Umur Anak (0-11 tahun) 1 2
Remaja (12-25 tahun) 17 33,3
Dewasa (26-45 tahun) 9 17,6
Lansia (46-65 tahun) 15 29,4
Manula (>65 tahun) 9 17,6
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Januari-Desember 2016.
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa jenis kelamin yang
mendominasi subjek penelitian adalah laki-laki, yaitu sebanyak 32 orang
(62,7%), sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (37,3%).
Dari segi umur, kelompok yang mendominasi adalah remaja (12-25 tahun),
yaitu sebanyak 17 orang (33,3%). Disusul dengan lansia sebanyak 15 orang
(29,4%), manula dan dewasa mempunyai jumlah yang sama yaitu sebanyak
9 orang (17,6%), dan yang paling sedikit adalah anak sebanyak 1 orang
(2%).
5.2. Analisis Univariat
Berikut adalah tabel gambaran variabel penelitian berupa keluhan
utama dan gambaran radiologi berdasarkan keaktifan lesi dan luas lesi:
Page 54
38
Tabel 5. 2 Gambaran Variabel Penelitian
Variabel Karakteristik Jumlah Persentase
(%)
Keluhan Utama Batuk 15 29,4
Batuk berdarah 7 13,7
Dyspneu 23 45,1
Nyeri dada 0 0
Non respiratorik 6 11,8
Keaktifan Lesi Lesi aktif 18 35,3
Lesi lama aktif 29 56,9
Lesi inaktif 4 7,8
Luas Lesi Lesi minimal 3 5,9
Lesi luas 40 78,4
Missing data 8 15,7
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Januari-Desember 2016.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa keluhan utama yang
paling sering muncul pada subjek penelitian adalah dyspneu atau sesak,
yaitu sebanyak 23 orang (45,1%), disusul dengan batuk sebanyak 15 orang
(29,4%), batuk berdarah sebanyak 7 orang (13,7%), dan gejala non
respiratorik sebanyak 6 orang (11,8%). Tidak ada subjek penelitian yang
mempunyai keluhan utama nyeri dada (0%). Berdasarkan hasil pemeriksaan
foto toraks dengan klasifikasi keaktifan lesi, 29 orang (56,9%) memiliki lesi
lama aktif, 18 orang (35,3%) memiliki lesi aktif, 4 orang (7,8%) memiliki
lesi inaktif. Berdasarkan hasil pemeriksaan foto toraks dengan klasifikasi
luas lesi, 40 orang (78,4%) memiliki lesi luas, 3 orang (5,9%) memiliki lesi
minimal dan 8 orang (15,7%) tidak tercantum pada rekam medisnya apakah
Page 55
39
memiliki lesi luas atau minimal, sehingga total data yang valid untuk luas
lesi adalah 43.
5.3. Analisis Bivariat
Berikut adalah tabel jumlah keaktifan lesi berdasarkan keluhan
utama:
Tabel 5. 3 Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Keaktifan Lesi pada
Pemeriksaan Foto Toraks
Keluhan
Utama
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks
Total P
Value Lesi Aktif
Lesi Lama
Aktif
Lesi
Inaktif
N % N % N % N %
Batuk 5 9,8 9 17,6 1 2 15 29,4
0,723
Batuk
Berdarah 4 7,8 2 3,9 1 2 7 13,7
Dyspneu 7 13,7 14 27,5 2 3,9 23 45,1
Non
respiratorik 2 3,9 4 7,8 0 0 6 11,8
Total 18 35,3 29 56,9 4 7,8 51 100
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Januari-Desember 2016.
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.3 dengan menggunakan uji Chi-
square didapatkan nilai P = 0,723 (P > 0,05), maka H0 diterima, yang berarti
tidak terdapat hubungan antara keluhan utama pasien TB paru dengan
gambaran keaktifan lesi pada pemeriksaan foto toraks.
Page 56
40
Tabel 5. 4 Hasil Analisis Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Luas
Lesi pada Pemeriksaan Foto Toraks
Keluhan Utama
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Total P
Value Lesi Minimal Lesi Luas
N % N % N %
Batuk 0 0 14 32,6 14 32,6
0,305 Batuk Berdarah 1 2,3 5 11,6 6 13,9
Dyspneu 1 2,3 17 39,5 18 41,8
Non respiratorik 1 2,3 4 9,3 5 11,6
Total 3 6,9 40 93 43 100
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Januari-Desember 2016.
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.4 dengan menggunakan uji Chi-
square terhadap tabel 5.6 didapatkan nilai P = 0,305 (P > 0,05), maka maka
H0 diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan antara keluhan utama
pasien TB paru dengan luas lesi pada pemeriksaan foto toraks.
Page 57
41
BAB 6
PEMBAHASAN
Jenis kelamin yang paling banyak terdapat pada sampel penelitian ini
adalah laki-laki, yaitu sebanyak 32 orang (62,7%). Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2012) yang mengatakan bahwa
jumlah penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan disimpulkan
bahwa laki-laki cenderung rentan terhadap penyakit TB paru dikarenakan laki-laki
lebih banyak melakukan aktifitas sehingga lebih sering terpajan oleh penyakit ini.
(Ratnasari, 2012) Begitu juga dengan data dari Kemenkes RI tahun 2015 yang
menyatakan bahwa pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Jumlah kasus pada laki-
laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan pada perempuan.
(Kementrian Kesehatan RI, 2015)
Kelompok umur yang paling banyak terdapat pada sampel penelitian ini
adalah remaja (12-25 tahun), yaitu sebanyak 17 orang (33,3%). Usia remaja
termasuk dalam usia produktif, dimana terdapat aktivitas yang tinggi dan kontak
dengan orang lain dalam aktivitasnya yang dapat memudahkan penularan
penyakit. (Devy Destriana MA, 2014) Namun hasil ini berbeda dengan data dari
Kemenkes RI tahun 2015 dimana kasus tuberkulosis paling banyak ditemukan
pada kelompok umur 25-34 tahun, yaitu sebesar (18,65%) (Kementrian Kesehatan
RI, 2015), namun rentang usia tersebut masih termasuk dalam kategori usia
produktif, yaitu 15-64 tahun. (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016)
Page 58
42
Keluhan utama yang paling sering dijumpai pada pasien adalah dyspneu,
yaitu sebanyak 23 orang (45,1%). Dyspneu diartikan sebagai ketidaknyamanan
saaat bernafas, yang biasa dideskripsikan dengan sesak nafas, nafas pendek, atau
sulit bernafas. (Banzett & O'Donnell, 2014) Keluhan utama yang paling sedikit
ditemukan adalah gejala non respiratorik, yaitu sebanyak 6 orang (11,8%) dan
tidak terdapat pasien dengan keluhan utama nyeri dada. Dalam penelitian ini
gejala non respiratorik yang ditemukan adalah demam sebanyak 2 orang, demam
menggigil sebanyak 1 orang, demam naik turun sebanyak 1 orang, dan nyeri perut
sebanyak 2 orang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ana (2010) didapatkan
gejala klinis terbanyak adalah batuk berdarah dan sesak nafas, yang mempunyai
nilai sensitifitas dan spesifitas hampir sama untuk penegakan diagnosis TB, antara
lain 74,5% dan 75,5%. (Majdawati, 2010) Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Karmila (2013) didapatkan gejala klinis terbanyak adalah batuk
berdahak yaitu sebanyak 73,2%, sedangkan sesak nafas hanya didapati pada
15,8% sampel. (Karim, 2013) Menurut teori, batuk merupakan manifestasi klinis
yang paling sering ditemukan pada penderita TB paru sebagai akibat keterlibatan
saluran pernapasan dalam penyebaran fokus yang sudah terbentuk, sedangkan
dyspneu umumnya ditemukan pada penyakit TB paru luas. (American Thoracic
Society, 2000) Perbedaan hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh karena
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gejala klinis yang muncul pada
infeksi TB, diantaranya adalah lamanya infeksi bakteri, umur pasien, dan imunitas
pasien. (A. G. Icksan, 2008) Namun meskipun gejala klinis terbanyak yang
ditemukan pada pasien TB paru adalah batuk, bisa saja gejala tersebut bukan
merupakan alasan utama pasien tersebut datang berobat oleh karena pasien
Page 59
43
menganggap batuk adalah penyakit umum, berbeda dengan dyspneu/sesak nafas
yang umumnya lebih mengganggu aktifitas sehari-hari pasien oleh karena
dyspneu dapat disebabkan oleh inflitrasi yang telah mencapai setengah lapangan
paru. (Banzett & O'Donnell, 2014) Sedangkan gejala non respiratorik berupa
demam yang dialami oleh pasien TB paru umumnya bersifat subfebril dan
menyerupai demam influenza yang dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat
timbul kembali, yang bergantung pada daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman TB yang masuk. (Setiati, et al., 2014) Nyeri perut tidak
ditemukan tercantum dalam gejala klinis yang umumya dialami oleh pasien TB
paru dalam referensi yang pakai dalam penelitian ini (Setiati, et al., 2014)
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006) maupun jurnal yang meneliti gejala
klinis yang dialami oleh pasien TB paru. (Anna Thorson, 2007) (Majdawati,
2010) (Karim, 2013) Nyeri perut umumnya ditemukan pada pasien TB abdomen
yang dapat menyerang traktus gastrointestinal, peritoneum, limfonodus, maupun
organ solid dalam rongga perut. TB abdomen dapat terjadi akibat bakteri TB yang
masuk ke dalam saluran cerna melalui dahak yang tertelan, susu yang
terkontaminasi, dan penyebaran hematogen dari fokus TB lain. (Uma Debi, 2014)
Kedua pasien dengan keluhan utama nyeri perut yang ditemukan pada penelitian
ini memiliki TB paru lama aktif, dimana salah satunya tidak mencantumkan luas
lesi dan yang lain memiliki lesi luas, sehingga keluhan nyeri perut yang timbul
dapat disebabkan oleh komplikasi dari TB paru yang dialami pasien tersebut oleh
karena pasien tersebut menderita TB paru yang parah.
Berdasarkan keaktifan lesi, dari 51 sampel penelitian 29 orang (56,9%)
diantaranya memiliki lesi TB paru lama aktif dan 18 orang (35,3%) memiliki lesi
Page 60
44
TB paru aktif. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Aloysius (2011) di BagianRadiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo,
dimana gambaran radiologis terbanyak yang ditemukan adalah TB paru lama aktif
yaitu sebesar 57,8%. (Pasang, 2011) Hal ini juga serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Karim (2013) terhadap 50 orang anak dibawah 18 tahun, dimana
bercak berawan dan konsolidasi yang merupakan gambaran TB baru aktif tampak
pada masing-masing 34% sampel, sedangkan kalsifikasi yang merupakan
gambaran TB paru inaktif hanya tampak pada 8% kasus (Karim T., 2013)
Banyaknya lesi aktif yang ditemukan juga dapat terjadi akibat keluhan yang lebih
sedikit muncul pada pasien dengan TB paru inaktif, sehingga pasien tidak lagi
memeriksakan dirinya ke dokter. Gejala yang sering muncul pada TB paru aktif
antara lain batuk parah yang dapat disertai dahak ataupun darah dan nyeri dada.
(Schoenstadt, 2017) Sedangkan pasien TB inaktif terkadang tidak merasa bahwa
dirinya sakit, bahkan hasil pemeriksaan sputumnya pun negatif dan tidak dapat
menularkan TB kepada orang lain. (Division of Tuberculosis Elimination of CDC,
2011) Namun bahaya terbesar pada TB adalah kasus reaktivasi (TB lama aktif)
yang dapat kembali menularkan TB yang terutama dipengaruhi oleh kekebalan
tubuh. Pasien TB latent (inaktif) dengan gejala subklinis yang memiliki risiko
reaktivasi lebih tinggi dibanding pasien TB latent (inaktif) tanpa gejala subklinis.
(Philana Ling Lin, 2010) Selain itu, kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi OAT
dapat mempengaruhi gambaran radiologis, karena obat OAT yang diminum dalam
2 fase berfungsi untuk menurunkan jumlah kuman (fase awal) dan mencegah
kekambuhan (fase lanjutan). (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)
Page 61
45
Berdasarkan luas lesi, dari 51 sampel penelitian terdapat 43 sampel dengan
data luas lesi TB paru yang valid dan 40 (78,4%) diantaranya memiliki lesi luas.
Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasbullah (2012) dimana
distribusi pasien menurut gambaran radiologi toraks menunjukkan bahwa
presentase tertinggi terdapat pada gambaran radiologi toraks lesi luas sebesar
70,83%, sementara pada lesi minimal hanya sebesar 29,17%. (Kasim, 2012)
Kecepatan berobat dapat mempengaruhi perjalanan penyakit TB paru, dimana
kecepatan seseorang berobat dapat dipengaruhi oleh pengetahuan penderita akan
TB paru. (Manalu, 2010) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aloysius
(2011) di Bagian Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, berdasarkan status
pendidikan pasien tuberkulosis didapatkan pendidikan terakhir terbanyak adalah
SD (27,9%), disusul dengan SMA (25,5%) dan SMP (20,7%). (Pasang, 2011)
Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pengetahuannya
akan TB paru, semakin lama orang tersebut datang berobat, maka semakin luas
lesi yang timbul. Selain itu, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan rumah
sakit tipe A yang menerima rujukan dari berbagai daerah di Indonesia timur,
sehingga kebanyakan kasus yang ditemukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
merupakan kasus yang sudah parah.
6.1 Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Keaktifan Lesi pada
Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan tabel 5.3, pasien dengan keluhan utama batuk paling
banyak memiliki lesi TB paru lama aktif, yaitu sebanyak 9 orang (17,6%).,
pasien dengan keluhan utama batuk berdarah paling banyak memiliki lesi
TB paru aktif, yaitu sebanyak 4 orang (7,8%), pasien dengan keluhan utama
Page 62
46
dyspneu paling banyak memiliki lesi TB paru lama aktif, yaitu sebanyak 14
orang (27,5%), dan pasien dengan keluhan utama gejala non respiratorik
paling banyak memiliki lesi TB paru lama aktif, yaitu sebanyak 4 orang
(7,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna (2007),
dimana gambaran radiologi tersering yang muncul pada pasien dengan
keluhan batuk adalah kavitasi (95%) yang merupakan ciri khas lesi aktif,
gambaran radiologi tersering yang muncul pada pasien dengan keluhan
batuk berdarah adalah kavitasi (27%), gambaran radiologi tersering yang
muncul pada pasien dengan keluhan dyspneu adalah kavitasi (89%), dan
gambaran radiologi tersering yang muncul pada pasien dengan keluhan
demam dan penurunan berdat badan yang merupakan gejala non respiratorik
adalah kavitasi (berturut-turut 55% dan 90%). (Anna Thorson, 2007)
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-square
terhadap keluhan utama dan keaktifan lesi didapatkan nilai P = 0,723 (P >
0,05), maka H0 diterima, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak
terdapat hubungan antara keluhan utama dengan keaktifan lesi pada
pemeriksaan foto toraks. Menurut CDC, pasien TB paru aktif umumnya
datang dengan berbagai keluhan, terutama batuk, demam, dan penurunan
berat badan. Sedangkan pasien dengan TB paru inaktif umumnya tidak
merasa bahwa dirinya sakit (Division of Tuberculosis Elimination of CDC,
2011) atau terkadang memiliki gejala subklinis yang tidak khas. (Philana
Ling Lin, 2010) Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan antara keluhan utama dengan keaktifan lesi pada pemeriksaan
foto toraks yang memuat variabel keluhan utama tidak ada keluhan dan lesi
Page 63
47
aktif yang lebih spesifik dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar
didapati hasil yang lebih akurat.
6.2 Hubungan Keluhan Utama TB Paru dengan Luas Lesi pada
Pemeriksaan Foto Toraks
Berdasarkan tabel 5.4, pasien dengan keluhan utama batuk paling
banyak memiliki TB paru lesi luas, yaitu sebanyak 14 orang (32,6%), pasien
dengan keluhan utama batuk berdarah paling banyak memiliki TB paru lesi
luas, yaitu sebanyak 5 orang (11,6%), pasien dengan keluhan utama
dyspneu paling banyak memiliki TB paru lesi luas, yaitu sebanyak 17 orang
(39,5%) dan pasien dengan keluhan utama gejala non respiratorik paling
banyak memiliki TB paru lesi luas, yaitu sebanyak 4 orang (9,3%).
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Chi-square
terhadap keluhan utama dan luas lesi didapatkan nilai P = 0,305 (P > 0,05),
maka H0 diterima, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat
hubungan antara keluhan utama dengan luas lesi pada pemeriksaan foto
toraks. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Karmila
(2013) yang memperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara batuk berdahak dengan hasil pemeriksaan foto toraks
berdasarkan luas lesi. Sedangkan keluhan sesak nafas mempunyai hubungan
yang tidak signifikan terhadap hasil pemeriksaan foto toraks berdasarkan
luas lesi. (Karim, 2013) Hasil konsesus TB paru oleh PDPI mengatakan
bahwa gejala respiratori yang timbul pada TB paru sangat bervariasi,
tergantung dari luasnya lesi. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)
Apabila dijumpai batuk berdahak yang bersifat kronik dan hasil
Page 64
48
pemeriksaan BTA+, gambaran radiologi juga semakin luas. (Mulyadi, et al.,
2011) Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan
antara keluhan utama dengan luas lesi pada pemeriksaan foto toraks dengan
jumlah sampel yang lebih banyak agar didapatkan hasil yang lebih akurat.
Page 65
49
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan
antara keluhan utama dengan hasil pemeriksaan foto toraks pada pasien
tuberkulosis paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 pada 52
sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dapat disimpulkan :
1. Keluhan utama terbanyak yang ditemukan adalah dyspneu (41,5%)
2. Tipe tuberkulosis paru terbanyak berdasarkan keaktifan lesi yang
ditemukan adalah lesi lama aktif (56,9%)
3. Tipe tuberkulosis paru terbanyak berdasarkan luas lesi yang ditemukan
adalah lesi luas (78,4%)
4. Tidak terdapat hubungan antara keluhan utama dengan hasil
pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi keaktifan lesi
5. Tidak terdapat hubungan antara keluhan utama dengan hasil
pemeriksaan foto toraks berdasarkan klasifikasi luas lesi
7.2 Saran
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
mengenai perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan keluhan utama dengan hasil pemeriksaan foto toraks berupa
keaktifan lesi dan luas lesi dengan jumlah sampel yang lebih banyak
sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih signifikan.
Page 66
50
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
mengenai perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan gejala klinis dengan hasil pemeriksaan foto toraks, bukan
hanya melihat keluhan utama sehingga bisa mendapatkan hasil yang
lebih spesifik.
3. Perlu dilakukan penyuluhan kepada pasien TB paru akan pentingnya
menjaga imunitas tubuh, terutama dengan rajin meminum obat untuk
mencegah proses lebih lanjut.
4. Perlu dilakukan penyuluhan kepada pasien yang memiliki gejala klinis
TB paru agar sedini mungkin memeriksakan kesehatannya agar dapat
ditangani secepat mungkin sebelum timbul lesi luas.
Page 67
51
DAFTAR PUSTAKA
A. G. Icksan, R. L., 2008. Radiologi Tuberkulosis Paru. Jakarta: Sagung Seto.
Achmadi, U. F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara.
American Thoracic Society, 2000. Diagnostic Standarts and Classification of
Tuberculosis in Adults and Children. American Journal of Respiratory Critical
Care Medinice, Volume 161.
Anna Thorson, N. H. L. L. O. L., 2007. Chest X-ray Findings in Relation to
Gender and Symptomps: A Study of Patients with Smear Positive Tuberculosis in
Vietnam. Scandinavian Journal of Infectious Diseases, Volume 39, pp. 33-37.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Daerah,
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016. Badan Pusat Statistik. [Online]
Available at: https://www.bps.go.id/index.php/istilah/index?Istilah_page=4
[Diakses 8 Desember 2017].
Banzett, R. B. & O'Donnell, C. R., 2014. Should We Measure Dyspnoea in
Everyone?. Eur Respir J, Volume 43, pp. 1547-1550.
Bimantara, J. G., 2016. Kompas Print. [Online]
Available at:
http://print.kompas.com/baca/iptek/kesehatan/2016/03/24/Tuberkulosis-di-
Indonesia-Terbanyak-Kedua-di-Dunia
[Diakses 9 Mei 2017].
Brooks, G. F. et al., 2014. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg.
25 penyunt. Jakarta: EGC.
Burrill, J., 2007. Tubersulosis: A Radiologic Review. England RadioGraphics,
27(5), pp. 1255-1273.
Christopher M. Walker, G. F. A. R. E. G. J.-A. O. S. D. V. S. R. D., 2014.
Imaging Pulmonary Infection: Classic Signs and Patterns. American Journal of
Roentgenology, Volume 202, pp. 479-492.
Dannenberg, A. M., 2009. Liquefaction and Cavity Formation in Pulmonary TB:
A Simple Method in Rabbit Skin to Test Inhibitors. Tuberculosis, 89(4), pp. 243-
247.
Depkes RI, 2007. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Devy Destriana MA, I. r. J. M., 2014. Perbandingan Luas Lesi pada Foto Ronsen
Toraks antara Pasien Tuberkulosis Paru Kasus BTA Positif dengan BTA Negatif
Studi Kohort Retrospektif di RSUD Prof. Dr. Mangono Soekarjo Purwokerto.
Mandala of Health, 7(3), pp. 550-555.
Page 68
52
Division of Tuberculosis Elimination of CDC, 2011. Centers for Disease Control
and Prevention. [Online]
Available at:
https://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/general/ltbiandactivetb.htm
[Diakses 27 November 2017].
Dongola, A. N., 1997. Radiological and Clinical Pattern of Pulmonary
Tuberculosis in Selectes TB Clinics in Khartoum, Sudan: University of Khartoum.
Fitriani, E., 2013. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Tuberkulosis Paru. Unner Journal of Public Health, p. 6.
Gomes, M., Saad, R. & Stirburlow, R., 2003. Pulmonary Tuberculosis:
Ralationship Between Sputum Baciloscopy and Radiological Lesions. Rev Ins
Med Trop S. Paulo, 45(5), pp. 275-281.
Herring, W., 2016. Learning Radiology : Recognizing The Basics. 3rd penyunt.
Philadelphia: Elsevier Inc.
Herring, W., 2016. Learning Radiology: Recognizing The Basics. 3 penyunt.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Jamzad, A., Shahnazi, M. & Khatami, A., 2009. Radiographic Findings of
Pulmonary Tuberculosis in Tehran in Comparison with Other Institutional
Studies. Iran Journal of Radology, 6(3), pp. 131-136.
Jolobe, O. M. P., 2012. Correspondence : Pulmonary Tuberculosis in The
Differential Diagnosis of Community Acquired Pneumonia. European
Respiratory Journal, 40(1).
Karim T., Q. S. R. M., 2013. Correlation between Clinical and Radiological
Presentation of Pulmonary Tuberculosis in Children. Bangladesh Medical
Journal, 42(1), pp. 21-24.
Karim, K., 2013. Hubungan Manifestasi Klinis dan Hasil Pemeriksaan Foto
Toraks dalam Mendiagnosis TB di RSU Kota Tangerang Selatan pda Tahun 2013,
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah.
Kartasasmita, C., 2009. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri, 11(2), p. 125.
Kasim, H., 2012. Hubungan Luas Lesi pada Gambaran Radiologi toraks dengan
Kepositifan Pemeriksaan Sputum BTA pada Pasien Tuberkulosis Paru Dewasa
Kasus Baru di BBKM Surakarta, Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015, Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Page 69
53
Majdawati, A., 2010. Uji Diagnostik Gambaran Lesi Foto Thorax pada Penderita
dengan Klinis Tuberkulosis Paru. Mutiara Medika, 10(2), pp. 180-188.
Manalu, H. S. P., 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan
Upaya Penangulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan, 9(4), pp. 1340-1345.
MLB Bhatt, S. K. R. B., 2012. Pulmonary Tuberculosis as Differential Diagnosis
of Lung Cancer. South Asian Journal of Cancer, 1(1), pp. 36-42.
Mulyadi, Mudatsir & Nurlina, 2011. Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan
Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada
Pemderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda
Aceh. Jurnal Respirologi Indonesia, Volume 31.
Pasang, A., 2011. Karakteristik Pasien TB Paru di Bagian Radiologi RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari - Desember 2010, Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Patel, R. P., 2010. Lecture Notes: Radiology. 3 penyunt. Jakarta: Erlangga.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis &
Penatalakasanaan di Indonesia. s.l.:s.n.
Philana Ling Lin, J. L. F., 2010. Understanding Latent Tuberculosis: A Moving
Target. Journal of Immunology, Volume 1, pp. 15-22.
Price, S. A. & Wilson, L. M., 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Putri Puspitasari, M. W. E. S., 2014. Profil Pasien Tuberkulosis Paru di Poliklinik
Paru RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal E-Clinic, 2(1), pp. 1-9.
Rasad, S., 1996. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penertbit FK UI.
Ratnasari, N. Y., 2012. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada
Penderita TB Paru di BP4 Yogyakarta. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Volume 8.
Ringel, E., 2012. BUku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta: PT Indeks.
Schoenstadt, A., 2017. eMedTV. [Online]
Available at: tuberculosis.emedtv.com/m/active-tuberculosis/active-tuberculosis-
p2.html
[Diakses 27 November 2017].
Setiati, S., Idrus, A. & Aru, W., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. 6
penyunt. Jakarta: Interna Publishing.
Thorshon, A., Long, H. & Larsson, L., 2007. Chest X-Ray Findings in Reation to
GEnder and Symptoms: A Astudy of Patients with Smear Positie Tubercuosis in
Vietnam. Sacndinavian Journal of Infetious Disease, Volume 39, pp. 33-37.
Uma Debi, V. R. K. K. P. S. K. S. A. K. S., 2014. Abdominal tuberculosis of the
gastrointestinal tract: Revisited. World Journal of Gastroenterology, 20(40), pp.
14831-14840.
Page 70
54
Werdhani, R. A., 2005. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis,
s.l.: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.
Werdhani, R. A., t.thn. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis, s.l.:
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.
World Health Organization, 2017. World Health Organization Media Centre.
[Online]
Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/
[Diakses 27 Juni 2017].
Page 77
No No RM Inisial JenisKelamin Umur Keluhan Utama Gejala Klinis Lain Keaktifan Lesi Luas Lesi
1 771955 SHR Perempuan 64 Sesak Batuk Lesi lama aktif2 763285 DKH Laki-laki 39 Sesak Batuk Lesi aktif Lesi luas3 737411 SMP Laki-laki 70 Batuk berdarah Lesi inaktif4 757901 ML Perempuan 77 Batuk Sesak Lesi lama aktif Lesi luas5 782625 AMR Laki-laki 24 Batuk Batuk berdarah Lesi lama aktif Lesi luas
6 763385 SCH Laki-laki 17 Batuk berdarah Lesi aktif Lesiminimal
7 763780 ALS Laki-laki 50 Batuk Batuk berdarah, sesak Lesi aktif Lesi luas8 746451 DP Perempuan 75 Sesak Lesi lama aktif Lesi luas9 783702 AG Laki-laki 68 Batuk Lesi lama aktif Lesi luas
10 192391 IBT Laki-laki 54 Batuk Batuk berdarah, Sesak Lesi lama aktif Lesi luas11 750200 NS Perempuan 30 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas12 754665 RHM Laki-laki 41 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas13 740135 RSL Laki-laki 57 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas14 726095 FJR Laki-laki 39 Batuk Lesi lama aktif Lesi luas15 763564 MRL Perempuan 41 Batuk berdarah Lesi lama aktif Lesi luas
16 757284 FI Laki-laki 17 Sesak Batuk Lesi inaktif Lesiminimal
17 740722 HV Perempuan 46 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas18 736684 RITA Perempuan 51 Batuk Batuk berdarah, nyeri dada Lesi lama aktif Lesi luas19 781994 MA Laki-laki 10 Sesak Batuk Lesi aktif Lesi luas20 777164 ARF Laki-laki 33 Sesak Lesi lama aktif Lesi luas21 574924 MDY Perempuan 22 Batuk Lesi aktif Lesi luas22 552402 MS Laki-laki 61 Sesak Batuk Lesi lama aktif
23 758213 SS Laki-laki 24 Demammenggigil Batuk Lesi aktif Lesi luas
Page 78
No No RM Inisial JenisKelamin Umur Keluhan Utama Gejala Klinis Lain Keaktifan Lesi Luas Lesi
24 743104 MA Laki-laki 52 Demam naikturun Batuk Lesi lama aktif Lesi
minimal25 780813 STA Perempuan 51 Batuk Sesak Lesi lama aktif Lesi luas26 765783 NWN Perempuan 22 Nyeri perut Lesi lama aktif27 776043 MIQ Laki-laki 16 Batuk Batuk berdarah Lesi aktif Lesi luas28 781330 MLW Perempuan 20 Batuk berdarah Batuk Lesi aktif Lesi luas29 781270 SPD Laki-laki 22 Batuk berdarah Batuk Lesi lama aktif Lesi luas30 777363 HS Laki-laki 53 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas31 755092 DGD Laki-laki 75 Sesak Batuk, batuk berdarah Lesi lama aktif32 741098 LOFO Laki-laki 14 Sesak Batuk Lesi aktif Lesi luas33 770158 GK Laki-laki 61 Batuk Lesi inaktif34 778987 SM Laki-laki 57 Sesak Batuk Lesi aktif35 658079 IB Laki-laki 79 Sesak Lesi aktif Lesi luas36 773969 SH Laki-laki 42 Sesak Batuk, batuk berdarah Lesi lama aktif Lesi luas37 573999 AR Laki-laki 13 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas38 777779 AR Laki-laki 25 Nyeri perut Batuk, nyeri dada Lesi lama aktif Lesi luas39 746027 HW Laki-laki 31 Sesak Batuk Lesi aktif Lesi luas40 751267 NURMI Perempuan 46 Sesak Batuk Lesi inaktif41 739447 CHR Laki-laki 19 Demam Batuk Lesi lama aktif Lesi luas42 767808 MAP Laki-laki 19 Batuk berdarah Sesak, nyeri dada Lesi aktif Lesi luas43 743419 SFF Perempuan 22 Batuk Lesi aktif Lesi luas44 782139 ICH Perempuan 21 Demam Batuk Lesi aktif Lesi luas45 759739 YPT Laki-laki 88 Batuk Lesi aktif Lesi luas46 210919 MR Perempuan 59 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas47 756628 CP Perempuan 62 Sesak Batuk Lesi lama aktif Lesi luas
Page 79
No No RM Inisial JenisKelamin Umur Keluhan Utama Gejala Klinis Lain Keaktifan Lesi Luas Lesi
48 763436 ALOB Perempuan 32 Sesak Batuk berdarah Lesi aktif Lesi luas49 776756 HSS Perempuan 70 Batuk Sesak Lesi lama aktif Lesi luas50 765526 LR Laki-laki 73 Batuk Lesi lama aktif Lesi luas51 739386 NRW Perempuan 23 Batuk berdarah Sesak Lesi aktif Lesi luas
Page 80
Frequencies[DataSet2] E:\FK UH 2014\skripsi\pasca ujian proposal\SPSS\51 sampel pascacrosscheck bagian (ada lama aktif).sav
Statistics
Jenis Kelamin umur Keluhan Utama Aktif Tidaknya
Lesi
Luas Lesi
NValid 51 51 51 51 43
Missing 0 0 0 0 8
Mode 2 2 3 3 2
Frequency TableJenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Perempuan 19 37,3 37,3 37,3
Laki-laki 32 62,7 62,7 100,0
Total 51 100,0 100,0
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
0-12 tahun 1 2,0 2,0 2,0
12-25 tahun 17 33,3 33,3 35,3
26-45 tahun 9 17,6 17,6 52,9
46-65 tahun 15 29,4 29,4 82,4
>65 tahun 9 17,6 17,6 100,0
Total 51 100,0 100,0
Keluhan Utama
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Batuk 15 29,4 29,4 29,4
Batuk berdarah 7 13,7 13,7 43,1
Dyspneu/sesak 23 45,1 45,1 88,2
non respiratorik 6 11,8 11,8 100,0
Total 51 100,0 100,0
Page 81
Keaktifan Lesi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Lesi aktif 18 35,3 35,3 35,3
Lesi inaktif/tenang 4 7,8 7,8 43,1
Lesi lama aktif 29 56,9 56,9 100,0
Total 51 100,0 100,0
Luas Lesi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Lesi minimal 3 5,9 7,0 7,0
Lesi luas 40 78,4 93,0 100,0
Total 43 84,3 100,0
Missing System 8 15,7
Total 51 100,0
Crosstabs[DataSet2] E:\FK UH 2014\skripsi\pasca ujian proposal\SPSS\51 sampel pascacrosscheck bagian (ada lama aktif).sav
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Keluhan Utama * Aktif
Tidaknya Lesi51 100,0% 0 0,0% 51 100,0%
Keluhan Utama * Luas Lesi 43 84,3% 8 15,7% 51 100,0%
Page 82
Keluhan Utama * Aktif Tidaknya LesiCrosstab
Aktif Tidaknya Lesi Total
Lesi aktif Lesi lama aktif Lesi inaktif/tenang
Keluhan Utama
Batuk
Count 5 9 1 15
% within Keluhan Utama 33,3% 60,0% 6,7% 100,0%
% within Aktif Tidaknya Lesi 27,8% 31,0% 25,0% 29,4%
% of Total 9,8% 17,6% 2,0% 29,4%
Batuk berdarah
Count 4 2 1 7
% within Keluhan Utama 57,1% 28,6% 14,3% 100,0%
% within Aktif Tidaknya Lesi 22,2% 6,9% 25,0% 13,7%
% of Total 7,8% 3,9% 2,0% 13,7%
Dyspneu/sesak
Count 7 14 2 23
% within Keluhan Utama 30,4% 60,9% 8,7% 100,0%
% within Aktif Tidaknya Lesi 38,9% 48,3% 50,0% 45,1%
% of Total 13,7% 27,5% 3,9% 45,1%
non respiratorik
Count 2 4 0 6
% within Keluhan Utama 33,3% 66,7% 0,0% 100,0%
% within Aktif Tidaknya Lesi 11,1% 13,8% 0,0% 11,8%
% of Total 3,9% 7,8% 0,0% 11,8%
Total
Count 18 29 4 51
% within Keluhan Utama 35,3% 56,9% 7,8% 100,0%
% within Aktif Tidaknya Lesi 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 35,3% 56,9% 7,8% 100,0%
Page 83
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 3,190a 6 ,785
Likelihood Ratio 3,660 6 ,723
Linear-by-Linear Association ,164 1 ,686
N of Valid Cases 51
a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,47.
Keluhan Utama * Luas LesiCrosstab
Luas Lesi Total
Lesi minimal Lesi luas
Keluhan Utama
Batuk
Count 0 14 14
% within Keluhan Utama 0,0% 100,0% 100,0%
% within Luas Lesi 0,0% 35,0% 32,6%
% of Total 0,0% 32,6% 32,6%
Batuk berdarah
Count 1 5 6
% within Keluhan Utama 16,7% 83,3% 100,0%
% within Luas Lesi 33,3% 12,5% 14,0%
% of Total 2,3% 11,6% 14,0%
Dyspneu/sesak
Count 1 17 18
% within Keluhan Utama 5,6% 94,4% 100,0%
% within Luas Lesi 33,3% 42,5% 41,9%
% of Total 2,3% 39,5% 41,9%
Page 84
non respiratorik
Count 1 4 5
% within Keluhan Utama 20,0% 80,0% 100,0%
% within Luas Lesi 33,3% 10,0% 11,6%
% of Total 2,3% 9,3% 11,6%
Total
Count 3 40 43
% within Keluhan Utama 7,0% 93,0% 100,0%
% within Luas Lesi 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 7,0% 93,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 3,281a 3 ,350
Likelihood Ratio 3,626 3 ,305
Linear-by-Linear Association 1,569 1 ,210
N of Valid Cases 43
a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,35.
Page 86
BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Imanuela Yoel Biring
Nama Panggilan : Ela
Tempat, Tanggal Lahir : Jayapura, 15 Maret 1996
Agama : Kristen Protestan
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Yones Yubilia Biring, M.T.
Nama Ibu : dr. Elisabeth Rerungan, Sp.OG
Anak Ke : 1 dari 3 bersaudara
Alamat : Kompleks Bukit Khatulistiwa Blok M No 23
Riwayat Pendidikan :
TK Frater Teratai I Makassar (2000-2002)
SD Frater Teratai I Makassar (2002-2003)
SD YPPK Gembala Baik Abepura (2003-2008)
SMPN 5 Jayapura (2008-2011)
SMA Katolik Rajawali Makassar (2011-2014)
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (2014-sekarang)