Page 1
Hubungan Internasional dalam bidang Ekonomi
Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan
internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-
lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.1
Kerjasama antarnegara memiliki bentuk yang bermacam-macam, mulai dari kerjasama
ekonomi, perdagangan, dan lain-lain. Istilah kerjasama ekonomi internasional tidak sama dengan
perdagangan internasional. Kerjasama ekonomi internasional mempunyai cakupan yang lebih
luas daripada perdagangan internasional. Dengan demikian kerjasama ekonomi internasional
adalah merupakan hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi
melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling
menguntungkan. Berdasarkan pengertian kerjasama, maka setiap negara yang mengadakan
kerjasama dengan negara lain dapat dipastikan mempunyai suatu tujuan. Sesuai dengan
perspektif
atau pandangan dari teori liberalisme, dimana perspektif liberalisme lebih cenderung memiliki
keinginan untuk mengadakan kerjasama dalam penyelesaian masalah dan selalu percaya pada
kemajuan individu dan kelompok.2
1 Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Internasional, Bab I, Pasal 12 Robert Jackson & Georg Sorensen, “Introduction to International Relations”, (Oxford, 1999) Chap. 4
Page 2
Tiap negara mempunyai keterbatasan jenis dan banyaknya sumber daya alam maupun
sumber daya manusia. Saudi Arabia mempunyai banyak minyak bumi tetapi miskin hasil rotan,
bahan makanan, dan hasil industri; Jepang tidak mempunyai tambang minyak tetapi mampu
menghasilkan barang-barang industri dengan teknologi tinggi; Indonesia mempunyai tambang
minyak dan sumber daya alam lainnya tetapi belum memiliki teknologi tinggi untuk
mengolahnya.
Untuk memenuhi semua kebutuhannya, suatu negara perlu bekerja sama dengan negara
lain atau perlu kerja sama ekonomi internasional. Suatu negara di dunia, walaupun sudah
modern, wilayahnya luas, dan sumber daya alamnya melimpah, tidak akan pernah mampu hidup
mandiri tanpa berhubungan dengan negara lain. Dewasa ini dengan semakin modern kebudayaan
umat manusia di suatu negara, justru semakin tinggi tingkat kebergantungannya terhadap negara
lain.
Kerja sama ekonomi internasional dapat berjalan dengan harmonis apabila tiap negara
yang terlibat dapat menikmati keuntungannya. Selain itu, kerja sama tersebut juga harus didasari
rasa ingin membantu negara lain. Mereka yang terlibat dalam kerja sama ekonomi internasional
harus memahami tujuan diadakannya kerja sama tersebut. Secara rinci, kerja sama ekonomi
internasional bertujuan sebagai berikut.
a. Mencukupi Kebutuhan dalam Negeri
Tidak ada negara yang memiliki semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
warga negaranya. Bagi Negara yang memiliki kelebihan suatu produk tertentu dapat
menjual ke negara lain sehingga semua negara dapat memperoleh barang yang
dibutuhkan.
b. Meningkatkan Produktivitas dalam Negeri
Dengan melakukan kerja sama ekonomi dengan negara lain, suatu Negara bisa
memperoleh bahan produksi yang belum dimiliki. Sumber-sumber produksi yang tidak
terdapat di dalam negeri
bisa diimpor dari luar negeri. Dengan demikian, produksi di dalam negeri menjadi lebih
lancar sehingga produktivitasnya meningkat.
c. Memperluas Lapangan Kerja
Page 3
Kerja sama ekonomi internasional membuat ketercukupan sumber-sumber produksi yang
semula tidak dimiliki oleh suatu negara. Oleh karena ketercukupan sumber-sumber
produksi maka proses produksi bisa berjalan. Hal ini dapat menciptakan lapangan kerja.
d. Meningkatkan Pendapatan Negara melalui Ekspor
Ekspor dilakukan apabila harga di luar negeri lebih tinggi daripada di dalam negeri. Oleh
karena itu, ekspor dapat meningkatkan pendapatan karena perolehan penjualan
meningkat.
e. Memperkuat Rasa Persahabatan
Dengan melakukan kerja sama ekonomi internasional, jalinan persahabatan negara-
negara yang terlibat menjadi semakin baik. Hal ini karena adanya kesadaran bahwa
mereka saling membutuhkan.3
Bentuk-bentuk kerjasama Ekonomi Internasional
Banyak negara yang melakukan kerja sama ekonomi internasional karena menyadari
bahwa kerja sama ekonomi internasional memberikan manfaat. Kerja sama ini dapat dilakukan
antara negara maju dengan negara berkembang, atau antara sesama negara maju. Kerja sama
antara negara maju dengan negara berkembang diwujudkan dalam bentuk tukar-menukar barang
mentah dengan barang jadi, atau pertukaran barang mentah dengan modal dan tenaga ahli.
Sedangkan kerja
sama antara sesama negara maju diwujudkan dalam bentuk pertukaran tenaga ahli serta Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Dilihat dari letak geografisnya, kerja sama ekonomi internasional dapat dibedakan menjadi tiga
sebagai berikut:
a. Kerja sama ekonomi internasional, yaitu kerja sama di bidang ekonomi yang dilakukan
oleh banyak negara di dunia. Misal : WTO
b. Kerja sama ekonomi regional, yaitu kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh negara-
negara yang berada dalam suatu kawasan tertentu. Misal : ASEAN, APEC.
3 http://www.ut.ac.id/html/suplemen/pkop4426/M.swf diakses 14 Maret 2014
Page 4
c. Kerja sama ekonomi antarregional, yaitu kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh
negara-negara yang berada dalam satu kawasan dengan negara-negara yang berada di
kawasan yang lain.
Berdasarkan banyaknya negara peserta, kerja sama ekonomi internasional dapat dibedakan
menjadi dua sebagai berikut.
a. Kerja sama ekonomi bilateral, yaitu kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh dua negara.
b. Kerja sama ekonomi multilateral, yaitu kerja sama ekonomi yang dilakukan oleh lebih
dari dua Negara.4
Dampak kerjasama Ekonomi Internasional
Setiap kerja sama internasional pada dasarnya harus saling menguntungkan kedua belah
pihak. Jangan sampai justru mengakibatkan kerugian salah satu pihak. Walaupun demikian tidak
bisa dipungkiri bahwa adanya kerja sama ekonomi antarnegara akan menimbulkan dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positif maupun negatif yang terjadi dengan adanya kerja
sama ekonomi antarnegara sangat tergantung pada bidang kerja samanya. Adapun dampak
positif dan negatif yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Dampak Positif
1. Semakin Lancarnya perdagangan internasional maupun regional.
2. Adanya kestabilan harga, permintaan, dan penawaran.
3. Mengatasi berbagai permasalahan ekonomi bersama.
4. Memperkuat Posisi Perdagangan Suatu Negara dengan Ditandai Meningkatnya
Ekspor.
5. Mengatasi persaingan antarnegara yang tidak sehat.
6. Meningkatnya daya saing.
7. Meningkatkan perekonomian dalam negeri.
8. Meningkatkan pendapatan Negara utamanya devisa.
b. Dampak negatif
1. Produk Dalam Negeri akan Kalah Bersaing dengan Produk Luar Negeri Baik
Harga maupun Mutunya.
2. Produsen Dalam Negeri yang Tidak Mampu Bersaing Akhirnya akan Menutup
Usahanya.4 ibid
Page 5
3. Dapat Menimbulkan Ketergantungan dengan Luar Negeri.
4. Terjadinya Keterikatan yang Menyebabkan Berkurangnya Kebebasan dalam
Mengatur Sendiri Kegiatan Ekomoni/Perdagangan.
5. Timbulnya Proteksi-Proteksi untuk Melindungi dan Mementingkan Negara
Anggotanya Sendiri (Diskriminasi).
6. Timbulnya Eksploitasi Sumber Daya Alam yang Berlebihan.
7. Pasar Dalam Negeri Dikuasai oleh Produk Asing.
Hubungan Internasional Indonesia di bidang Ekonomi.
Sejak merdeka, hubungan luar negeri Indonesia berpatokan pada kebijakan luar negeri
"bebas dan aktif" yang berdasarkan pada pasal 3 UU RI Nomor 37 tahun 1999 berdasarkan
penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada
hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas
menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak
mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan
sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik,
sengketa dan permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru yang dipimpin
Presiden Soeharto beralih dari sikap anti-Barat dan anti-Amerika yang menjadi ciri
pemerintahan Soekarno. Setelah Soeharto mengundurkan diri tahun 1998, pemerintah Indonesia
mempertahankan garis besar kebijakan luar negeri Soeharto yang moderat dan independen.
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga
mewariskan utang luar negeri yang sangat besar yakni mencapai 2,2-2,7 miliar, sehingga
pemerintah Orde Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran
kembali utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia
mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo, Pemerintah Indonesia akan
melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk
membayar utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini
Page 6
mendapat tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan
di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut :
1. Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai
dengan 1999.
2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama
besarnya.
3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif, baik terhadap
negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang bertujuan
membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian
bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group
for Indonesia). Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta
persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut,
pemerintah juga berusaha dan telah berhasil mengadakan penangguhan serta memperingan
syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde
Lama.Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar
negeri.
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan.
MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepentingan nasional, seperti
pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan. 5 Penataan politik luar
negeri mulai digalakkan seperti bergabungnya kembali Indonesia dengan PBB pada tanggal 28
September 1966,dan pemulihan hubungan dengan Malaysia dan Singapura. Pada masa ini
Indonesia juga banyak terlibat aktif dalam berbagai organisasi Internasional seperti turut serta
dalam pendirian ASEAN, dan menjadi anggota APEC, OPEC, CGI, IMF, World Bank dan OKI.
Berikut adalah hubungan Indonesia dengan beberapa Organisasi Ekonomi Internasional :
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1966-1998) diakses 13/03/2014
Page 7
1. APEC
a. Sekilas mengenai APEC
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) adalah forum kerja sama dari 22 Ekonomi di
lingkar Samudera Pasifik yang berdiri tahun 1989. Kerja sama di APEC meliputi tidak saja
perdagangan, tetapi juga upaya meningkatkan investasi dan kerja sama ekonomi lainnya
secara menyeluruh. Saat ini terdapat 22 Ekonomi yang menjadi anggota APEC. Kerja sama
di APEC merupakan kerja sama non-politis, ditandai dengan keanggotaan Hong Kong dan
Taiwan, serta karena bentuk kerja samanya yang difokuskan pada ekonomi, perdagangan,
dan investasi. Selain ke-22 Ekonomi tersebut, APEC memiliki tiga pengamat (observer),
yaitu ASEAN Secretariat, Pacific Economic Cooperation Council (PECC), dan Pacific
Islands Forum (PIF) Secretariat.
Tujuan utama APEC adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan di Asia Pasifik. Hal ini dilakukan dengan mendorong dan memfasilitasi
perdagangan dan investasi yang lebih bebas dan terbuka di kawasan, serta meningkatkan
kerja sama pengembangan kapasitas Ekonomi Anggota dengan target tahun 2010 untuk
Ekonomi maju dan tahun 2020 untuk Ekonomi berkembang. Tujuan APEC tersebut
tercantum dalam hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Bogor pada tahun
1994 yang lebih dikenal dengan Bogor Declaration.
“… with the industrialized economies achieving the goal of free and open trade and
investment no later than the year 2010 and developing economies no later than the year
2020.”
Kerja sama di APEC dibangun berdasarkan beberapa prinsip yaitu consensus; voluntary and
non-binding; concerted unilateralism; dan differentiated time frame.
Prinsip consensus memiliki arti bahwa semua keputusan di APEC harus bermanfaat dan
disepakati oleh 22 Ekonomi Anggota. Prinsip voluntary and non-binding berarti kesepakatan
dilakukan secara sukarela dan tidak mengikat. Sementara itu, prinsip concerted
unilateralism berarti keputusan dilakukan secara bersama-sama sesuai dengan kemampuan
Page 8
tiap Ekonomi tanpa syarat resiprositas, serta prinsip differentiated time frame berarti bahwa
Ekonomi maju diharapkan melakukan liberalisasi terlebih dahulu.
APEC saat ini dianggap sebagai salah satu forum ekonomi regional terpenting di Asia
Pasifik, karena melibatkan partisipasi para Pemimpin Ekonomi negara-negara kunci di
kawasan, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Australia, dan tujuh anggota ASEAN. Dari
segi demografis, APEC merupakan organisasi yang besar karena menaungi penduduk
sejumlah 2,7 milyar jiwa. Empat belas dari 22 Ekonomi Anggota APEC merupakan 40
Ekonomi pengekspor terbesar di dunia, sementara sembilan anggota APEC tercatat sebagai
anggota G20. Selain itu, setiap tahun Menteri Luar Negeri, Menteri Perdagangan, Menteri
Keuangan dan Menteri-Menteri lain hadir dalam pertemuan-pertemuan APEC. Kehadiran
para Pemimpin dan Menteri APEC tersebut selama ini juga dimanfaatkan sebagai
kesempatan untuk melakukan pembahasan masalah-masalah bilateral dan regional.6
b. Indonesia dan APEC
Total perdagangan Indonesia di tahun 1989 ke seluruh Ekonomi Anggota APEC adalah US$
29,9 milyar. Di tahun 2011, angka ini naik menjadi US$ 289,3 milyar, atau 75% dari total
perdagangan Indonesia. [1] Pada tahun 1994, nilai FDI (Foreign Direct Investment) masuk
ke Indonesia dari seluruh Ekonomi Anggota APEC adalah US$ 2,5 milyar. Di tahun 2011,
angka ini meningkat menjadi US$ 10,6 milyar atau 54% dari total FDI masuk ke Indonesia.
Bagi Indonesia, potensi dan peluang kerja sama ekonomi di APEC tersebut dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan kapasitas ekonomi, daya saing, dan inovasi Indonesia
dan mendorong terbukanya pasar di Asia Pasifik.
Pada tahun 2008, Indonesia mengajukan diri dan terpilih secara konsensus untuk menjadi
ketua dan tuan rumah KTT ke-21 APEC tahun 2013. Penyelenggaraan KTT ke-21 APEC dan
seluruh rangkaian pertemuan APEC di tahun 2013 di Indonesia perlu dimanfaatkan sebagai
peluang untuk menunjukan peran aktif Indonesia di dalam memajukan ketahanan ekonomi
6 http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP=3&P=Regional&l=id diakses 12/03/2014
Page 9
regional, memanfaatkan integrasi ekonomi kawasan bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan
lapangan kerja, serta peningkatan investasi, dan ekspor Indonesia. Selain itu, diharapkan
ketuanrumahan Indonesia dapat membawa manfaat positif bagi upaya mempromosikan
potensi perdagangan, investasi, pariwisata, serta kebudayaan.
Tema APEC Indonesia 2013 adalah “Resilient Asia-Pacific, Engine of Global
Growth.” Kepemimpinan Indonesia pada APEC tahun 2013 dapat dimanfaatkan untuk
mewujudkan kawasan Asia Pasifik yang tangguh, berketahanan, dan cepat pulih di tengah
krisis ekonomi. Perwujudan visi ini diharapkan dapat menjadikan kawasan Asia Pasifik
sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia. Guna mendukung pencapaian tema tersebut,
Indonesia mengusung tiga prioritas utama, yaitu meningkatkan upaya pencapaian Bogor
Goals (Attaining the Bogor Goals), mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang merata
(Achieving Sustainable Growth with Equity), serta meningkatkan konektivitas kawasan
(Promoting connectivity).
Di bawah prioritas Attaining the Bogor Goals, Indonesia berupaya mendorong penguatan
integrasi ekonomi regional melalui liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan mendukung
sistem perdagangan multilateral. Sementara itu, di bawah prioritas Achieving Sustainable
Growth with Equity, Indonesia berupaya mendorong penguatan peran UMKM dan wanita
dalam perekonomian, membahas masalah ketahanan pangan, serta mengarusutamakan isu-isu
kelautan di APEC. Sedangkan pada prioritas Promoting Connectivity, Indonesia berupaya
meningkatkan konektivitas fisik, institusional, dan perorangan di kawasan, diantaranya
melalui peningkatan kerja sama pengembangan dan investasi infrastruktur, kerja sama lintas
batas sektor pendidikan, kerja sama fasilitasi tanggap darurat bencana alam, serta kerja sama
fasilitasi pariwisata di kawasan Asia Pasifik.7
2. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations)
a. Sejarah pembentukan ASEAN
Untuk mengatasi perseteruan yang sering terjadi di antara negara-negara Asia
Tenggara dan membentuk kerjasama regional yang lebih kokoh, maka lima Menteri
7 ibid
Page 10
Luar Negeri yang berasal Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand
mengadakan pertemuan di Bangkok pada bulan Agustus 1967 yang menghasilkan
rancangan Joint Declaration, yang pada intinya mengatur tentang kerjasama regional
di kawasan tersebut. Sebagai puncak dari pertemuan tersebut, maka pada tanggal 8
Agustus 1967 ditandatangani Deklarasi ASEAN atau dikenal sebagai Deklarasi
Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan
para Menteri Luar Negeri dari Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand.
Deklarasi tersebut menandai berdirinya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
(Association of South East Asian Nations/ASEAN). Masa awal pendirian ASEAN
lebih diwarnai oleh upaya-upaya membangun rasa saling percaya (confidence
building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang
bersifat kooperatif namun belum bersifat integratif.
Tujuan dibentuknya ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok
adalah untuk :
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan
kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan
persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsabangsa
Asia Tenggara yang sejahtera dan damai;
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati
keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan
ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalahmasalah
yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, sosial, teknik,
ilmu pengetahuan dan administrasi;
4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian
dalam bidang-bidang pendidikan, profesi, teknik dan administrasi;
5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan
industri mereka, memperluas perdagangan dan pengkajian masalah masalah
komoditi internasional, memperbaiki sarana-sarana pengangkutan dan
komunikasi, serta meningkatkan taraf hidup rakyat mereka;
Page 11
6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara; dan
7. Memelihara kerjasama yang eratdan berguna dengan berbagai organisasi
internasional dan regional yang mempunyai tujuan serupa, dan untuk menjajagi
segala kemungkinan untuk saling bekerjasama secara erat diantara mereka
sendiri.
Adapun prinsip utama dalam kerjasama ASEAN, seperti yang terdapat dalam Treaty
of Amity and Cooperation in SouthEast Asia (TAC) pada tahun 1976 adalah: (i)
saling menghormati, (ii) kedaulatan dan kebebasan domestik tanpa adanya campur
tangan dari luar, (iii) non interference, (iv) penyelesaian perbedaan atau sengketa
dengan cara damai, (v) menghindari ancaman dan penggunaaan kekuatan/senjata dan
(vi) kerjasama efektif antara anggota.
b. Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (Asean Economic Community)
1. Sejarah pencanangan ASEAN Economic Community (AEC)
ASEAN Economic Community merupakan konsep yang mulai digunakan dan
diadopsi dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), di Bali,
bulan Oktober 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN
Community).
Pada saat berlangsungnya KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Laos, tahun 2004,
konsep Komunitas ASEAN mengalami kemajuan dengan disetujuinya Vientiane
Action Program (VAP) 2004-2010 yang merupakan strategi dan program kerja
utuk
mewujudkan ASEAN Vision. Pencapaian ASEAN Community semakin kuat
dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of the
Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para Pemimpin ASEAN
pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2007. Para
Pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan pembentukan ASEAN
Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.
Page 12
Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan pada bulan Agustus
2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk mengembangkan ASEAN
Economic Community Blueprint yang merupakan panduan untuk terwujudnya
AEC. Declaration on ASEAN Economic Community Blueprint, ditanda tangani
pada tanggal 20 November 2007, memuat jadwal strategis untuk masing-masing
pilar yang disepakati dengan target waktu yang terbagi dalam empat fase yaitu
tahun 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013 dan 2014-2015. Penandatanganan AEC
Blueprint dilakukan bersamaan dengan penandatanganan Piagam ASEAN
(ASEAN Charter).
AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN untuk
mencapai AEC 2015, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk
melaksanakan komitmen dalam blueprinttersebut. AEC Blueprint memuat empat
kerangka utama seperti disajikan yaitu:
a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan
elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran
modal yang lebih bebas;
b. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yangtinggi, dengan
elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen,hak atas kekayaan
intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce;
c. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa
integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos,
dan Vietnam); dan
d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan
perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam
hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam
jejaring produksi global.
Pada KTT ke-14 ASEAN tanggal 1 Maret 2009 di Hua Hin – Thailand, para
Pemimpin ASEAN menandatangani Roadmap for an ASEAN Community (2009-
Page 13
2015) sebuah gagasan baru untuk mengimplementasikan secara tepat waktu tiga
Blueprint (Cetak Biru) ASEAN Community yaitu (1) ASEAN Political-Security
Community Blueprint (2) ASEAN Economic Community Blueprint dan (3)
ASEAN Socio-Culture Community Blueprint serta Initiative for ASEAN
Integration (IAI) Strategic Framework dan IAI Work Plan 2 (2009-2015).
Peta-Jalan tersebut menggantikan Program Aksi Vientiane (Vientiane
ActionProgram/VAP), dan diimplementasikan serta dimonitor oleh Badan
Kementerian Sektoral ASEAN dan Sekretaris Jenderal ASEAN, dengan didukung
oleh Komite Perwakilan Tetap. Perkembangan terkait dengan implementasi ketiga
peta-jalan tersebut disampaikan secara reguler kepada para Pemimpin ASEAN
melalui Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Council/ACC)-nya
masing-masing. 8
2. Elemen pasar tunggal dan berbasis produksi sebagai salah satu pilar ASEAN
Economic Community (AEC)
Untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015, seluruh Negara ASEAN harus
melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil
secara bebas dan arus modal yang lebih bebas, sebagaimana digariskan dalam
AEC Blueprint.
a. Arus bebas Barang
Arus bebas barang merupakan salah satu elemen utama AEC Blueprint
dalam mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis
produksi. Dengan mekanisme arus barang yang bebas dikawasan ASEAN
diharapkan jaringan produksi regional ASEAN akan terbentuk dengan
sendirinya.
b. Arus bebas jasa
Arus bebas jasa juga merupakan salah satu elemen penting dalam
pembentukan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi.
8 Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, hlm 1-11
Page 14
Liberalisasi jasa bertujuan untuk Menuju ASEAN Economic Community
2015 menghilangkan hambatan penyediaan jasa di antara negara-negara
ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam ASEAN
Framework Agreement on Service (AFAS).
c. Arus bebas Investasi
Prinsip utama dalam meningkatkan daya saing ASEAN menarik
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah menciptakan iklim investasi yang
kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan
terbuka dipastikan akan meningkatkan PMA baik dari penanaman modal
yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN.
Dengan meningkatnya investasi asing, pembangunan ekonomi ASEAN
akan terus meningkat dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat
ASEAN..
d. Arus modal yang lebih bebas
Keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi
menimbulkan risiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian
suatu negara. Pada sisi yang berbeda, pembatasan atas aliran modal, akan
membuat suatu negara mengalami keterbatasan ketersedian kapital yang
diperlukan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan
pengembangan pasar uang. Dengan mempertimbangkan, antara lain hal-
hal tersebut, maka ASEAN memutuskan hanya akan membuat arus modal
menjadi lebih bebas (freer). Konteks ‘lebih bebas’ dalam hal ini secara
umum dapat diterjemahkan dengan pengurangan (relaxing) atas restriksi-
restriks dalam arus modal misalnya relaxing on capital control.
e. Arus bebas tenaga kerja terampil
Apabila AEC terwujud pada tahun 2015, maka dipastikan akan terbuka
kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Para warga
negara dapat keluar dan masuk dari satu negara ke negara lain
mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan di negara yang dituju.
Pembahasan tenaga kerja dalam AEC Blueprint Menuju ASEAN
Page 15
Economic Community 2015tersebut dibatasi pada pengaturan khusus
tenaga kerja terampil (skilled labour) dan tidak terdapat pembahasan
mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour). Walaupun definisi
skilled labor tidak terdapat secara jelas pada AEC Blueprint, namun
secara umun skilled labor dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai
ketrampilan atau keahlian khusus, pengetahuan, atau kemampuan di
bidangnya, yang bisa berasal dari lulusan perguruan tinggi, akademisi atau
sekolah teknik ataupun dari pengalaman kerja.9
f. Sektor prioritas terintegrasi
Sektor Prioritas Integrasi (Priority Integration Sectors/PIS) adalah sektor-
sektor yang dianggap strategis untuk diliberalisasikan menuju pasar
tunggaldan berbasis produksi. Para Menteri Ekonomi ASEAN dalam
Special Informal AEM Meeting, tanggal 12-13 Juli 2003 di Jakarta
menyepakati sebanyak 11 Sektor yang masuk kategori PIS.
Selanjutnya,pada tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina, para Menteri
Ekonomi ASEAN menyetujui penambahan sektor Logistik sehingga
jumlah PIS menjadi 12 (dua belas) sektor. Dalam proses meliberalisasikan
seluruh sektor PIS tersebut, disepakati agar setiap Negara Anggota
ASEAN bertindak sebagai Koordinator untuk 12 sektor PIS.
3. IMF (International Monetary Fund)
IMF atau Dana Moneter Internasional adalah lembaga keuangan internasional yang
didirikan untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan internasional. IMF didirikan
pada tanggal 27 Desember 1945. Stelah sebelumnya diadakan konferensi oleh PBB di
Bretton Woods, New Hampshire, AS. Markas besar IMF berada di Washington DC,
AS. IMF didirikan dengan beberapa tujuan berikut ini.
a. Meningkatkan kerja sama keuangan atau moneter internasional dan memperlancar
pertumbuhan perdagangan internasional yang berimbang
9 ibid
Page 16
b. Meningkatkan stabilitas nilai tukar uang dan membantu terciptanya lalu lintas
pembayaran antarnegara.
c. Menyediakan dana bantuan bagi negara anggota yang mengalami defisit yang
bersifat sementara dalam neraca pembayaran.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai IMF, maka kegiatan-kegiatan utama IMF
terdiri atas hal-hal berikut ini.
a. Memonitor kebijakan nilai tukar uang negara anggota.
b. Membantu negara anggota mengatasi masalah yang berkaitan dengan neraca
pembayaran.
c. Memberikan bantuan teknis dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas
institusi serta sumber daya manusianya.
Bantuan juga diberikan untuk mendesain dan mengimplementasikan kebijakan
makroekonomi serta perubahan struktural yang relatif.
Setelah krisis ekonomi 1997 peran IMF dalam menentukan kebijakan ekonomi di
Indonesia sangat kuat. Kekuatan pengaruh kebijakan IMF tersebut berhasil
menjatuhkan rezim Suharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid. Bahkan
pemerintahan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, nyaris menyerahkan
bulat-bulat kedaulatan kebijakan ekonomi pemerintah kepada IMF. Namun tidak
banyak yang mengetahui bahwa IMF dan Bank Dunia sebagai lembaga-lembaga
keuangan internasional (berbasis di Washington dan didominasi oleh AS dan negara-
negara barat lainnya) telah melakukan kontrol yang ketat terhadap kebijakan
ekonomi negara Indonesia sejak 1966.
Ketika perekonomian Indonesia menghadapi krisis sepanjang dekade 50-an dan
tahun-tahun pertama 60-an, AS dan Bank Dunia melobi pemerintahan Soekarno
untuk menerima tawaran pinjaman besar kepada Indonesia. Syarat pinjaman tersebut
adalah pemerintah Indonesia menjalankan langkah-langkah penghematan sangat
ketat dan men-denasionalisasi-kan sektor ekonomi yang semula dimiliki pihak asing.
Tawaran Bank Dunia itu ditolak oleh Presiden Soekarno dalam sebuah rapat akbar di
Jakarta dengan seruan: "Go to hell with your aid!".
Tidak lama kemudian kedudukan Soekarno sebagai presiden digantikan oleh
Soeharto. Bersamaan dengan itu pula (Oktober 1966), pemerintahan Soeharto
Page 17
menjalankan program stabilisasi yang dirumuskan dengan bantuan IMF dan
menghapus semua langkah-langkah nasionalisasi pemerintahan Soekarno. Program
tersebut adalah menghapuskan semua diskriminasi terhadap investasi asing dan
semua perlakuan istimewa pada sektor publik. Termasuk menghapuskan sistem
kontrol mata uang asing yang diberlakukan oleh rezim Sukarno. Kemudian IMF juga
membatasi belanja pemerintah agar tidak melebihi 10% dari pendapatan nasional.
Lalu diikuti dengan lahirnya Undang-undang Investasi Asing pada 1967. Undang-
undang ini memberikan masa bebas pajak lima-tahun bagi para investor asing dan
keringanan pajak selama lima tahun berikutnya.
Kontrol terhadap kebijakan ekonomi rezim Soeharto dijalankan oleh IMF dan
Bank Dunia melalui Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang kemudian
berganti nama menjadi CGI (Kelompok Negara dan Lembaga Kreditor untuk
Indonesia). Badan ini lahir sebagai hasil diskusi diantara para kreditor Indonesia pada
1966. Pada 1967, badan tersebut beranggotakan Amerika Serikat Serikat, Jepang,
Jerman Barat, Inggris, Belanda, Italia, Perancis, Kanada, dan Australia, serta IMF
dan Bank Dunia.
Tiap tahun Bank Dunia menyiapkan sebuah laporan tentang kinerja mutakhir
Indonesia yang didiskusikan dalam rapat IGGI, yang juga dihadiri oleh perwakilan
pemerintah Indonesia. Beberapa bulan setelah pembahasan tersebut, IGGI
mengadakan rapat kedua untuk memperkirakan seberapa besar bantuan (pinjaman)
yang akan diberikan kepada Indonesia. Antara 1967 dan 1997, IMF dan Bank Dunia
telah membuat perekonomian Indonesia sedemikian terbuka untuk didikte oleh
pemodal Barat (khususnya dari Amerika Serikat Serikat) melalui dorongan untuk
menjalankan deregulasi dan swastanisasi.
Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis yang parah dan puluhan juta
orang terdepak ke bawah garis kemiskinan. Namun IMF dan Bank Dunia tetap
memaksa pemerintah Indonesia untuk memangkas pengeluaran pemerintah untuk
sektor sosial (subsidi), melakukan deregulasi ekonomi dan menjalankan privatisasi
perusahaan milik negara. Di samping itu pemerintah didesak pula untuk melegitimasi
upah rendah. Seluruh tekanan itu justru meluaskan kemiskinan. Seorang birokrat
senior IMF mengaku bahwa seluruh kebijakan tersebut dilakukan untuk melayani
kepentingan investor asing, yang tidak lain adalah perusahaan-perusahaan besar di
negara pemegang saham utama lembaga ini.
Page 18
Pelayanan ini diberikan dengan cara membukakan peluang bagi investor asing
untuk memasuki semua sektor dan pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti pendidikan, kesehatan, pangan dan perumahan. Termasuk menghilangkan
subsidi pada listrik, tarif telepon dan bahan bakar minyak. Padahal menurut Bank
Dunia, setengah dari seluruh rakyat Indonesia berpeluang 50:50 untuk jatuh miskin
tahun itu. Sepertiga dari seluruh rakyat Indonesia tidak mempunyai akses untuk
memperoleh air bersih atau layanan kesehatan atau tidak menamatkan sekolah dasar.
Namun lembaga pemberi utang ini tetap saja memperburuk situasi ini dengan
mengharuskaan pemerintah memotong belanja publik dan mengurangi tingkat
pertumbuhan lapangan kerja dengan alasan untuk menjadikan perekonomian lebih
efisien.
Yang tak kalah menarik yang perlu dikritik dari peran IMF adalah ketika lembaga
ini bahkan ingin ikut campur sampai masalah-masalah detail praktek kebijakan
ekonomi bahkan merambah pada kebijakan politik dari negara-negara yang
dibantunya. Untuk kasus negara kita, mulai dari cengkeh dan tarif nol persen untuk
beras, sampai skandal Bank Bali, audit Pertamina, mengurus RUU anti korupsi,
konflik pasca penentuan pendapat di Timtim, kasus Atambua, mengejar 20 debitor
terbesar, revisi APBN, mempersoalkan pergantian menko dan kepala BPPN, pasal-
pasal amandemen UU BI dan yang lainnya, semuanya IMF ingin campur tangan.
Selanjutnya apa yang kita peroleh dengan menerapkan resep-resep ekonomi IMF
tersebut? Pertama, penerapan rezim kurs mengambang bebas. Pengalaman Indonesia
menunjukkan bahwa penguatan kurs selama era penerapan rezim kurs mengambang
bebas yang terjadi selama era 1997-sekarang adalah karena faktor-faktor politik yang
tak bisa diprediksi dan non manageable. Sangat riskan mewujudkan pemulihan
ekonomi kalau faktor penting seperti kurs rupiah yang stabil dan kuat terwujud oleh
faktor-faktor yang non manageable dan unpredictable tersebut. Ini akan menyulitkan
para pembuat kebijakan dalam memprediksi dampak kebijakan-kebijakan fiskal dan
moneternya terhadap kurs rupiah dan selanjutnya pada variabel-variabel ekonomi
lainnya seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, ekspor-import
dan lain-lain.
Di sisi lain regime exchange rate yang kita anut tersebut memang sangat kondusif
untuk berkembangnya spekulasi perusak stabilitas dan munculnya bermacam
gangguan terhadap pasar uang (Salvatore, 1996). Salvatore mengatakan, regime nilai
Page 19
tukar yang cenderung mengambang bebas ini membuat perilaku para pedagang valas
terpacu untuk berspekulasi untuk mendapatkan keuntungan. Jika mereka tahu bahwa
suatu mata uang akan mengalami depresiasi, maka mereka segera menjual mata uang
tersebut karena mengharapkan depresiasi itu berlangsung terus, tanpa menghiraukan
dampak jangka panjangnya. Bila penjualan secara besar-besaran ini terus terjadi,
maka depresiasi yang masih dalam tahap rencana itu pun memang benar-benar akan
berlangsung terus. Dampak buruknya bagi negara yang mata uangnya terdepresiasi
dengan cara demikian, akan merangsang timbulnya keyakinan akan terjadinya inflasi
dan akan mendorong kenaikan tingkat harga serta upah, sehingga pada akhirnya juga
memacu depresiasi lebih lanjut. Negara yang bersangkutan akan terjebak dalam
”lingkaran setan” depresiasi dan inflasi.
Kedua, kebijakan moneter ketat, kebijakan ini telah banyak dikritik pedas para
pengamat dan pelaku bisnis. Yang jelas kebijakan ini telah mematikan sektor riil
karena sulitnya tersedia dana investasi dengan suku bunga rendah yang berdampak
lanjut meningkatkan jumlah pengangguran. Disamping kebijakan tersebut juga
membebani APBN. Sedangkan misi kebijakan moneter ketat untuk menekan inflasi
dan capital outflow masih harus diklarifikasikan kontribusinya untuk Indonesia
karena; pertama, inflasi di negara kita bukan hanya masalah moneter, tetapi juga bisa
karena faktor distorsi di sektor riil, misalnya karena praktek-praktek monopoli atau
oligopoli, ganjalan distribusi, KKN (transaction cost) yang tinggi yang dikenal
dengan istilah supply side inflation atau inflasi yang terjadi karena rupiah yang tetap
terpuruk dibandingkan dolar sehingga input produksi industri Indonesia yang pada
umumnya dari luar negeri dan harus dibeli dengan dolar, menjadi naik nilainya
ketika dirupiahkan, akibatnya barang-jasa yang input produksinya impor tersebut
juga akan naik (import inflation).
Kedua kebijakan suku bunga tinggi untuk menekan capital outflow juga masih
dipertanyakan. Karena informasi yang dapat kita tangkap dari kalangan dunia usaha,
masuknya modal asing ke dalam negeri lebih besar karena masalah country risk
khususnya stabilitas sosial politik dan keamanan dan law enforcement.
Ketiga, kebijakan penerapan fiskal ketat dan liberalisasi perdagangan dan sistem
finansial yang termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan seperti pencabutan
subsidi, penggenjotan pajak, privatisasi dan penjualan aset-aset perusahaan domestik
Page 20
secara murah dan jor - joran. Yang didapat dari kebijakan seperti ini adalah rakyat
semakin sengsara karena subsidi mereka dihapuskan dan daya beli turun, tetapi
penghematan uang negara tetap tidak terwujud karena korupsi tetap merajalela. Di
sisi lain dengan penjualan aset domestik yang jor - joran ke pihak asing hanya
berdampak pihak asing akan semakin menentukan formulasi kebijaksanaan ekonomi
dan sosial Indonesia dan penguasaan devisa pun akan berada di tangan mereka
dengan intensitas yang lebih besar.
Dan mungkin yang terakhir adalah membuat Indonesia berhutang sampai jumlah
yang fantastis, yaitu Rp. 1.800 Trilyun. Hal ini membuat rakyat bahkan yang masih
balita, menanggung sekitar Rp. 90 juta per orang. Paket – paket kebijakan yang
disarankan IMF yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah krisis yang terjadi
1997 tidak tercapai. Malah hanya membuat pemerintah pusing untuk membayar
tagihan hutang setiap periode jatuh temponya.10
10 http://maximusblue.blogspot.com/2009/11/review-dampak-bantuan-imf-terhadap_30.html diakses 16 Maret 2014