HUBUNGAN INTENSITAS MENGIKUTI TRAINING EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ) TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN PT. KARYA TOHA PUTRA SEMARANG (STUDI ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM) SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Disusun Oleh : MUNIROTUL HASANAH 61I11022 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
136
Embed
HUBUNGAN INTENSITAS MENGIKUTI TRAINING EMOTIONAL …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/86/jtptiain-gdl... · hubungan intensitas mengikuti training emotional spiritual quotient
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN INTENSITAS MENGIKUTI TRAINING EMOTIONAL
SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ) TERHADAP ETOS KERJA
KARYAWAN PT. KARYA TOHA PUTRA SEMARANG
(STUDI ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM)
SKRIPSIuntuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Disusun Oleh :
MUNIROTUL HASANAH
61I11022
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) eksemplar
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana
mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara/i :
Nama : Munirotul Hasanah
NIM : 61111022
Fak./Jur. : Dakwah/BPI
Judul : Hubungan Intensitas Mengikuti Training Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) Terhadap Etos Kerja Karyawan PT. Karya
Toha Putra Semarang (Studi Analisis Bimbingan dan
Konseling Islam)
Dengan ini saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Atas perhatiannya
diucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Semarang, 30 Desember 2010
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis
Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag Wening Wihartati, S.Psi, M.SiNIP. 19480705196705 2001 NIP.197711022006042004
iii
SKRIPSI
HUBUNGAN INTENSITAS MENGIKUTI TRAINING EMOTIONAL
SPIRITUAL QUOTIENT (ESQ) TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN
” Kerjakanlah duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya,dan kerjakanlah kepentingan akhiratmu seolah-olah kamu akan matibesok” (Riwayat Ibnu Asakir).
Suatu pekerjaan tidak akan terselesaikan, jika hanya difikirkanSuatu pekerjaan akan terselesaikan, jika mau mengerjakannya dengan sungguh-sungguh..
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1) Ibunda tercinta Hj. Siti Masfiyah serta Ayahanda H. Darori yang
senantiasa selalu mencurahkan cinta dan kasihnya tiada henti
2) Kakak-kakak dan Mbak-mbak saya yang senantiasa memberikan spirit
dalam setiap langkahku
3) Keponakan-keponakan saya yang selalu memberikan keceriaan dalam
hidupku
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil peneribitan maupun yang belum/tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 30 Desember 2010
Munirotul Hasanah NIM. 061111022
vii
ABSTRAKSI
Dunia pekerjaan penuh dengan interaksi sosial, dimana karyawanharus cakap dalam menagani diri sendiri maupun orang lain agar terciptasuasana sehat, aman, dan nyaman dalam perusahaan. Sehingga dibutuhkanadanya kecerdasan emosi-spiritual bagi karyawan. Akhir-akhir ini banyakperusahaan yang memberikan pelatihan-pelatihan emosi-spiritual bagikaryawan untuk meningkatkan etos kerja, salahsatunya PT. Karya Toha PutraSemarang.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang membahastentang Hubungan Intensitas Mengikuti Training Emotional Spiritual QuotientTerhadap Etos Kerja Karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang. Metodeyang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala intensitasmengikuti Training Emotinal Spiritual Quotient dan etos kerja dengan analisisKorelasi Product Moment dari Person. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui secara empirik hubungan intensitas mengikuti Training EmotionalSpiritual Quotient terhadap etos kerja karyawan PT. Karya Toha PutraSemarang, yang kemudian dianalisis dalam Bimbingan Konseling Islam.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubunganpositif yang signifikan antara intensitas mengikuti Training EmotionalSpiritual Quotient terhadap etos kerja karyawan PT. Karya Toha PutraSemarang. Sementara itu dalam kerangka deskripsinya terdapat peranbimbingan dan konseling Islam dalam mengembangkan kecerdasan emosi-spiritual dan etos kerja karyawan.
Hasil utama dalam penelitian ini : 1). Menunjukkan ada hubunganpositif antara intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual Quotientterhadap etos kerja karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang. Dengan katalain bahwa semakin tinggi intensitas mengikuti Training Emotional SpiritualQuotient karyawan maka semakin tinggi pula etos kerja karyawan. 2).Terdapat peran penting dalam bimbingan dan konseling Islam, yang berfokuspada bimbingan konseling karir untuk mengembangkan kecerdasan emosi-spiritual dan etos kerja karyawan.
viii
KATA PENGANTARBismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menciptakan
langit dan bumi serta segala isinya. Atas izin-Nya, hamba masih diberi
kesempatan sebagai penghuni dunia yang fana ini. Semoga Engkau selalu
membimbing sisa perjalanan hidup hamba ke jalan yang selalu Engkau ridhoi.
Amin.
Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
nabi akhir zaman yang diutus untuk menyebarkan Islam di dunia ini. Semoga
kelak kita mendapatkan syafaatnya serta diakui menjadi umatnya kelaku di yaumil
akhir.
Penulis yakin, tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait, skripsi dengan
judul intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient terhadap etos
kerja karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang (Studi Analisis Bimbingan dan
Konseling Islam), tidak mungkin akan selesai. Sebagai makhluk sosial yang tidak
bisa hidup tanpa bantuan orang lain, secara pribadi ucapan terima kasih penulis
ucapkan atas segala bantuan baik moril maupun spiritual sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
Penulis meminta maaf sekiranya tidak dapat menyebut satu persatu
semua pihak yang telah membantu dalam proses penggarapan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih, utamanya kepada :
1. Prof. DR. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Komaruddin, M.Ag dan Safrodin, M.Ag, selaku Ketua Jurusan dan
Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
4. Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag dan Wening Wihartati, S.Psi, M.Si, selaku
dosen pembimbing I dan II, atas waktu yang disediakan selama proses
kuliah dan skripsi; yang telah memberi bimbingan, arahan, dan nasehat
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
5. Abdul Sattar M.Ag, selaku dosen wali, atas bimbingannya selama masa
ix
perkuliahan
6. Segenap dosen di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, atas ilmu
dan pengalamannya selama masa perkuliahan
7. Bapak Joko Utomo, Selaku Pemimpin Staf Personalia di PT. Karya Toha
Putra Semarang, atas kerjasamanya dalam penelitian. Serta Para karyawan
PT. Toha Putra yang membantu jalannya penelitian.
8. Segenap keluarga besar H. Darori, atas cinta dan kasih sayang yang selalu
menyatu dalam jiwa dan raga
9. Sahabat-sahabat saya : Esta, Faid, dan Nafis, atas kebersamaan dan
semangat tiada henti yang kalian berikan. Serta sahabat-sahabat saya yang
Gambar 1. Diagram Histogram Intensitas Mengikuti Training ESQ..... 79
Gambar 2. Diagram Histogram Etos Kerja ........................................... 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dalam dunia kerja tidak jarang menyebabkan
timbulnya persoalan yang berhubungan dengan sumber daya manusia yang
menghambat tercapainya tujuan perusahaan secara maksimal. Masalah yang
dapat menghambat tercapainya tujuan perusahaan salah satunya yaitu etos
kerja yang tidak dimiliki oleh para karyawan. Berbagai persoalan muncul,
seperti : karyawan pasif (menunggu setelah ada orang lain yang membantu
melakukan pekerjaannya), adanya hubungan kurang baik antar rekan kerja,
adanya sikap mengeluh terhadap pekerjaan, yang kadang dipengaruhi oleh
pekerjaan mereka yang monoton. Kondisi seperti ini dapat dikatakan bahwa
karyawan tersebut tidak atau belum mempunyai etos kerja yang baik.
Perilaku manusia senantiasa diarahkan untuk mencapai tujuan
tertentu tetapi adanya keterbatasan yang dimiliki oleh manusia menjadi
masalah dalam mencapai tujuan tersebut. Individu memiliki kemampuan
untuk berpikir, memandang sesuatu dan bertingkah laku dengan cara tertentu
dan unik yang merupakan kepribadian individu yang membedakannya
dengan individu yang lain. Sikap karyawan dalam pekerjaannya yang dapat
menumbuhkan etos kerja tinggi tidak sama. Ada karyawan yang tanpa
disuruh atau diperingatkan langsung mengerjakan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya tanpa bantuan orang lain, aktif dan mempunyai inisiatif
2
sehingga menghasilkan ide-ide bagi perusahaan. Karyawan yang bersikap
demikian dikatakan memiliki etos kerja yang baik.
Etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang
bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang
optimal (Tasmara, 2002:20). Ada tiga tahapan yang harus dilakukan
seseorang agar etos kerja terbentuk, yaitu : Pertama, kerja keras. Ukuran
kerja keras adalah kesempatan berbuat tanpa pamrih. Kedua, kerja cerdas.
Profesionalisme biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan prestasi di
setiap pekerjaan. Ketiga, ikhlas. Ikhlas dalam berkarya adalah kunci
kejujuran.
PT. Karya Toha putra Semarang adalah perusahaan yang bergerak
dalam bidang usaha percetakan dan penerbitan buku-buku agama Islam.
Produk yang dihasilkan dibagi dalam empat jenis yaitu al- Qur’an, sarah
kitab kuning, buku agama, buku pelajaran. Untuk dapat meningkatkan etos
kerja karyawan, para karyawan di PT. Karya Toha Putra tidak hanya
melakukan tugas-tugasnya (bekerja sebagai karyawan), tetapi di sana
diwajibkan untuk melakukan serangkaian kegiatan keagamaan. Salah satu
contoh kegiatannya adalah adanya Training Emotional Spiritual Quotient
(ESQ) yang diikuti oleh seluruh karyawan, kemudian pelatihannya
ditindaklanjuti dalam bentuk pengajian yang dilakukan sebulan sekali.
Kegiatan ini bertujuan untuk membuka wawasan kepada karyawan dalam hal
keagamaan, guna mempertebal keimanan dan ketakwaan karyawan pada
3
Allah, sehingga menjadi manusia yang unggul disektor emosi-spiritual dan
dapat mengamalkan ajaran agama Islam, dalam membentuk etos kerja
karyawan.
Adapun materi yang disampaikan terkait dengan masalah Akidah,
Syari’ah dan Akhlak. Materi tersebut disampaikan oleh Ustad Yahya
Mutamakin, L.Sc dan KHA Hadlor Ihsan. Model dari kegiatannya dilakukan
secara langsung dengan ceramah dan dilanjutkan dengan dialog mengenai
materi yang telah disampaikan. Adanya kegiatan keagamaan diatas inilah,
penulis ingin mengadakan penelitian di PT. Karya Toha Putra Semarang.
Selain itu juga, PT. Karya Toha Putra memiliki kelebihan dibanding
perusahaan lain, yakni memiliki beberapa anak cabang perusahaan
diantaranya: Rezi Putra, Ar-ridho, Bina Utama, Setia Budi dan lain-lain.
Emotional Spiritual Quotient (ESQ) sendiri memiliki arti seperangkat
spiritual engineering dalam hal pengembangan karakter dan kepribadian
berdasarkan nilai-nilai Rukun Iman, Islam, dan Ihsan yang pada akhirnya
akan menghasilkan manusia yang unggul di sektor emosi dan spiritual, yang
mampu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhiyah, fikriyah,
dan jasadiyah dalam hidupnya (Agustian, 2002 :Iiv). Dengan adanya
kecerdasan spiritual, mengajak dan membimbing individu menjadi the
genuine self, diri yang genuine, yang asli (origin) dan autentik ( Sukidi, 2002
: 27).
4
Kegiatan keagamaan tersebut di atas juga mampu memberikan
motivasi tersendiri terhadap etos kerja karyawan. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Qashsas :77, yang berbunyi:
Artinya :”Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telahdianugrahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakanbagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain)sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlahkamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukaiorang yang berbuat kerusakan”.
Ayat tersebut memerintahkan kepada manusia agar selalu berbuat
baik dan tidak merusak atau membuat kerusuhan dimuka bumi, dan mau
mengajarkan kebaikan untuk mentaati dan menuruti segala perintah serta
menjauhi apa yang dilarang agama agar mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Sehingga karyawan berlomba-lomba dalam kebaikan untuk
mencapai usaha atau pekerjaan yang maksimal.
Dalam rangka mengembangkan potensi fitrah, maka Bimbingan dan
Konseling Islam memegang peranan penting untuk dapat membantu,
mengetahui, mengenal dan mengevaluasi dirinya sendiri. Konseling dalam
Islam sendiri memiliki arti suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran
dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal ini
bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal
pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinannya serta dapat
5
menagnggulangi problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri
yang berparadigma pada al-Qur’an dan as-Sunnah (Adz-Dzaky, 2006 : 189).
Dengan memahami dirinya sendiri, mengenal fitrahnya, maka karyawan
akan lebih mudah mencegah timbulnya masalah. Dalam dunia kerja juga
dibutuhkan adanya bimbingan dan konseling untuk memecahkan masalah-
masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yakni dengan Bimbingan
Konseling dan Karir.
Hal ini sejalan dengan kegiatan dakwah, yang berarti mengajak
manusia untuk kembali kepada fitrah, sebagaimana definisi dakwah menurut
Quraish Shihab yakni seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha
mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik dalam
diri maupun masyarakat (Amin, 2009: 4). Dalam firman Allah Surat al-
Imron: 110, berbunyi:
Artinya:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, danberiman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baikbagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan merekaadalah orang-orang yang fasik”.
Dari ayat diatas menunjukkan perintah kepada umat Islam untuk
melakukan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Perwujudan
dakwah bukan hanya sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah
6
laku dan pandangan hidup, tetapi juga sasaran yang lebih luas, yakni
berperan menuju kepada Pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam
berbagai aspek ( Amin, 2009: 4).
Dari latar belakang pemikiran diatas, penulis terdorong untuk
mengkaji lebih mendalam dalam bentuk skripsi yang berjudul “Hubungan
Intensitas Mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Terhadap
Etos Kerja Karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang (Studi Analisis
Bimbingan Konseling Islam)”.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan dan penegasan yang telah
dipaparkan di atas, maka penulis menarik suatu pokok permasalahan adalah:
1. Adakah hubungan intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) terhadap etos kerja karyawan di PT. Karya Toha Putra
Semarang?
2. Bagaimanakah perspektif Bimbingan dan Konseling Islam terhadap
hubungan intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient
(ESQ) dengan etos kerja karyawan di PT. Karya Toha Putra Semarang?
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian skripsi ini
adalah :
a. Untuk mengetahui secara empirik hubungan intensitas mengikuti
Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap etos kerja
karyawan di PT. Karya Toha Putra Semarang
b. Untuk mengetahui studi analisis Bimbimgan Konseling Islam
tehadap hubungan intensitas mengikuti training Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) dengan etos kerja karyawan di PT. Karya Toha Putra
Semarang
Selain tujuan tentunya juga ada manfaat yang ingin diperoleh dari
penelitian ini. Adapun manfaat tersebut antara lain adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah keilmuan dakwah khususnya Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam (BPI) dalam memberikan pemahaman terhadap diri
pribadi yang kaitannya dalam perilaku menurut kadar etika atau nilai
moral dengan pola islam. Serta dapat memadukan antara intensitas
mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) terhadap etos
kerja.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi pedoman
bagi karyawan dalam meningkatkan motivasi diri dalam bekerja, sehingga
8
dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki sebagai makhluk Tuhan
yang beragama.
1.4. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan sebuah skripsi, perlu untuk mengetahui apakah
yang akan diteliti nanti sudah ada yang meneliti atau belum. Sehingga apa-apa
yang dihasilkan dari penelitian ini merupakan suatu hal yang baru dan dapat
dikembangkan untuk mendukung pemecahan masalah yang ada.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka diperlukan sumber yang
membahas tentang apa yang ingin dicapai, dibahas, dan diteliti pada sumber
tersebut dapat berupa skripsi orang lain yang sama dengan permasalahan yang
dibahas. Judul skripsi yang dijadikan sumber rujukan adalah :
1. Skripsi Abdul Shomad dengan judul, “Urgensi Konsep ESQ Ary Ginanjar
Agustian bagi Profesionalisme Da’i”, NIM 1100036, lulus tahun 2005.
Dalam penelitiannya, Shomad menggunkan metode Library Riseach,
interview dan dokumentasi. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisa
dengan metode kualitatif dan hermeneutic serta berfikir secara induktif.
Adapun hasil penelitiannya bahwa ESQ yang dikembangkan oleh Ary
Ginanjar merupakan konsep pengembangan antara kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual, sehingga terjadi perpaduan yang dahsyat untuk
membangun karakter yang sempurna. Dengan penguasaan dan pemahaman
konsep ESQ tersebut, diharapkan da’i dapat melaksanakan tugasnya
9
sebagai penyampai risalah nabi secara efektif, efesien dan professional
sehingga tujuan dakwah dapat tercapai secara optimal.
2. Skripsi Ning Afidhatun Khayati dengan judul, “Hubungan religiusitas
dengan etos kerja karyawan muslim pada Pabrik di Kecamatan Kroya
Kabupaten Cilacap (Studi analisis BKI)”, NIM 1101054, lulus tahun
2005. Pada penelitian ini mengungkap hubungan antara religiusitas dengan
etos kerja karyawan muslim yang objeknya di Pabrik Kecamatan Kroya.
Subjek penelitiannya berjumlah 72 orang yaitu karyawan PD. Mujur Jaya
dan UD Barokah. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan metode kepustakaan dan lapangan. Adapun hasil penelitiannya
adalah dengan berbekal religiusitas yang dimiliki dan etos kerja yang
melekat pada diri, maka individu (karyawan) mampu memahami keadaan
dalam kondisi yang dihadapi. Sehingga mudah merasakan kesulitan yang
dialami dan mampu membantu menemukan faktor-faktor penyebab
terjadinya masalah yang berhubungan dengan diri atau lingkungan kerja
yang pada akhirnya dapat dengan mudah mengatasi persoalan yang
dihadapi.
3. Skripsi Fatimatuzzahra dengan judul, “PT. Karya Toha Putra Semarang
(Studi tentang aktivitas dakwah)”, NIM 1101146, lulus tahun 2006. Dalam
penelitiannya, Zahra menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan
manajemen. Serta menjelaskan tentang aktivitas dakwah di PT. Karya
Toha Putra, melalui tiga hal yaitu: Pertama, dakwah bil lisan yang berupa
pembinaan, meliputi pengajian rutin karyawan. Kedua, dakwah lewat
10
tulisan, yaitu dakwah untuk masyarakat luas dengan produk-produk PT.
Karya Toha Putra yang berupa al-Qur’an dan buku-buku Agama. Ketiga,
dakwah bilhal. Termasuk didalamnya pendirian lembaga pendidikan baik
formal maupun non formal.
4. Skripsi Masfaah dengan judul, ”Pengaruh Intensitas Mengikuti Pengajian
Jum’at Pagi Terhadap Peningkatan Etos Kerja Karyawan Matahari Dept.
Store Simpang Lima Semarang”, NIM 1199168, lulus tahun 2004.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
eksperimen. Tujuannya adalah menggambarkan pengaruh intensitas
mengikuti pengajian Jum’at pagi terhadap peningkatan etos kerja
karyawan Matahari Dept. Store Simpang Lima Semarang. Sampel yang
digunakan sebanyak 15 % dari 266 karyawan yang masuk shift pagi yaitu
sebanyak 40 responden. Hasil penghitungan tersebut diperoleh hasil bahwa
etos kerja karyawan menunjukkan bahwa 5% responden memiliki etos
kerja rendah, 30% cukup dan 60% tinggi. Dengan demikian secara umum
etos kerja karyawan Matahari adalah tinggi. Intensitas mengikuti pengaiian
Jum’at pagi oleh karyawan Matahari Departemen Store Simpang Lima
Semarang berpengaruh positif terhadap etos kerja mereka yang dapat
dilihat dari hasil perhitungan yang menunjukkan hasil signifikan.
Dari penelitian yang diteliti Ning dan Masfa’ah, tentunya berbeda
dengan yang penulis kaji, yaitu dalam hal objek penelitiannya. Karena
pada penelitian Ning objek penelitian dilakukan di Kecamatan Kroya
Kabupaten Cilacap dan Masfa’ah objek penelitian dilakukan di Matahari
11
Dept. Store. Sedangkan yang penulis kaji objek penelitiannya di PT. Karya
Toha Putra Semarang. Namun dalam penelitian ini memiliki persamaan
yang diteliti oleh Zahra yaitu dalam objek penelitiannya. Dan
perbedaannya, terdapat dalam metodologi. Dalam penelitian Zahra
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan manajemen.
Sedangkan yang penulis kaji menggunakan metode kuantitatif .
1.5. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam rangka menguraikan rumusan masalah di atas, maka peneliti
berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis agar pembahasan
lebih terarah dan mudah dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan. Sebelum memasuki bab pertama dan bab-bab berikutnya
yang merupakan satu pokok pikiran yang utuh, maka penulisan ini diawali
dengan bagian muka, yang memuat halaman judul, nota pembimbing,
pengesahan, motto, persembahan, pernyataan, abstraksi, kata pengantar, dan
daftar isi serta daftar tabel.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini merupakan gambaran secara global mengenai
keseluruhan isi yang meliputi: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.
12
Bab II : Kerangka Dasar Pemikiran Teoritik
Dalam bab ini dibagi menjadi empat sub bab: Pertama,
membahas tentang Training Emotional Spiritual
Quotient, yang meliputi, pengertian Training Emotional
Spiritual Quotient, dasar dan tujuan Training Emotional
Spiritual Quotient. Kedua, membahas tentang etos kerja,
pengertian etos kerja, dasar dan tujuan etos kerja, faktor-
faktor yang mempengaruhi etos kerja, aspek-aspek etos
kerja meliputi : motivasi kerja, kedisiplinan kerja dan
produktivitas kerja . Ketiga, Hubungan Bimbingan dan
Konseling Islam dengan Emotional Spiritual Quotient.
Keempat, Hubungan intensitas mengikuti Training
Emotional Spiritual Quotient dengan etos kerja.
Hipotesis penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini memuat tentang jenis dan metode
penelitian, waktu dan tempat penelitian, definisi
konseptual dan operasional, sumber dan jenis data,
populasi dan sampel, metode pengumpulan data, dan
teknik analisis data.
Bab IV : Gambaran Umum Tentang PT. Karya Toha Putra
Bab ini dibagi dalam dua sub bab. Pertama,
menguraikan tentang kondisi umum PT. Karya Toha
13
Putra Semarang, meliputi: sejarah, visi dan misi, tujuan
pendirian, bidang usaha, dan lokasi PT. Karya Toha
Putra Semarang. Kedua, pelaksanaan Training Emotional
Spiritual Quotient di PT. Karya Toha Putra Semarang.
Bab V : Analisis hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini
mencakup tentang penyajian data hasil penelitian yang
meliputi: deskripsi data, analisis data yang termasuk di
dalamnya uji prasyarat dan uji hipotesis serta penjelasan
mengenai hasil akhir penelitian tersebut.
Bab VI : Penutup
Memuat tentang: Pertama, kesimpulan yang merupakan
hasil dari penelitian hubungan intensitas mengikuti
Training Emotional Spiritual Quotient terhadap etos
kerja karyawan PT. Karya Toha Putra Kedua, saran dan
penutup dilengkapi daftar pustaka, riwayat hidup dan
lampiran-lampiran.
14
BAB II
KERANGKA DASAR PEMIKIRAN TEORITIK
2.1.Intensitas Mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient
2.1.1. Pengertian Intensitas Mengikuti Training Emotional Spiritual
Quotient
Intensitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “intens” yang
mempunyai makna “kuatnya, bergeloranya, semangatnya” yang ke-
mudian diserap dalam Bahasa Indonesia berupa intensitas yang
berarti “keadaan”. Intensitas merupakan keadaan tingkatan atau
ukuran intensitasnya (Depdikbud, 1994 : 383). Hal ini sejalan dengan
pengertian intensitas menurut Endarmoko menyebutkan bahwa
intensitas adalah kesungguhan, keseriusan, ketekunan, dan semangat
(Endarmoko, 2007: 252).
Training berasal dari bahasa Inggris yaitu train yang berarti
“latihan” dan mendapat imbuhan –ing yang menyatakan hal atau
tindakan, sehingga kata training bermakna “pelatihan”(Martinus,
2008: 635).
Sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an, kecerdasan intelektual
dapat dihubungkan dengan kecerdasan akal-pikiran (’aql), kecerdas-
an ini lebih mengacu pada intellectual happiness (kebahagiaan
material), sementara kecerdasan emosional lebih dihubungkan
dengan emosi diri (nafs), kecerdasan ini lebih mengacu pada
15
emotional happiness (kebahagiaan secara instink-emosional), dan
kecerdasan spiritual mengacu pada kecerdasan hati (qalb) yang akan
menghasilkan spiritual happiness (kebahagiaan spiritual). Dalam
kitab suci al-Qur’an, Allah SWT berfirman,”Ketahuilah, dengan
berzikir kehadirat Allah, hati kalian menjadi tenang”(Q.S. ar-
Ra’d/13:28). Inilah hati dan jiwa yang tenang dan damai, yang bisa
menajalin harmoni spiritual dengan Tuhan (Sukidi, 2002: 62).
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal (1975: 4) dalam SQ,
Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence, mengungkapkan SQ
adalah kecerdasan untuk menyelesaikan masalah makna dan nilai,
kecerdasan untuk memposisikan prilaku dan hidup dalam konteks
makna yang lebih luas, kecerdasan untuk menaksir bahwa suatu
tindakan atau jalan hidup tertentu lebih bermakna dibanding yang
lain.
Sementara itu, menurut Ary Ginanjar, Emotional Spiritual
Quotient (ESQ) memiliki arti seperangkat spiritual engineering da-
lam hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-
nilai Rukun Iman, Islam, dan Ihsan yang pada akhirnya akan
menghasilkan manusia yang unggul di sektor emosi dan spiritual,
yang mampu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhi-
yah, fikriyah, dan jasadiyah dalam hidupnya (Agustian, 2002: iiv).
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud intensitas meng-
ikuti Training Emotional Spiritual Quotient dalam penelitian ini
16
adalah keseriusan, ketekunan, semangat seseorang atau kelompok
dalam mengikuti pelatihan agar menjadi manusia yang unggul di
sektor emosi dan spiritual, yang mampu mengeksplorasi dan meng-
internalisasi kekayaan ruhiyah, fikriyah dan jasadiyah dalam
hidupnya.
Dalam teori psikologi, pengukuran kekuatan motivasi
menurut Makmun (1996: 30) dapat di indikasikan sebagai berikut:
(kesungguhan), devosi (pengabdian), tingkat aspirasi, tingkat
kualifikasi, dan arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dari indikasi tersebut di atas, maka dalam penelitian ini
penulis mengambil tiga indikasi dari Makmun (1996:30) untuk
dijadikan sebagai indikator penelitian dalam intensitas mengikuti
Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) adalah frekuensi
kegiatan, kesungguhan, dan aspirasi. Sebab dari ketiga indikator
tersebut sudah dapat mewakili atau menggambarkan keadaan
karyawan yang terjadi di PT. Karya Toha Putra Semarang.
2.1.2. Dasar Dan Tujuan Emotional Spiritual Quotient
2.1.2.1. Dasar Emotional Spiritual Quotient
Segala usaha apapun yang dilakukan manusia tentu
memiliki landasan atau dasar. Dasar merupakan pijakan
untuk melangkah ke suatu tujuan. Adapun dasar dari
17
kecerdasan emosi dan spiritual adalah sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat al-Hajj ayat 46, berbunyi :
Artinya :”Maka apakah mereka tidak berjalan di mukabumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu merekadapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itumereka dapat mendengar?karena sesungguhnya bukanlahmata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang didalam dada”.
Dalam surat asy-Syams ayat 9-10, juga disebutkan :
Artinya:”Sungguh beruntung orang yang menyucikanjiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotorinya”.
Kedua ayat di atas menyebutkan bahwa hati
menjadi pusat semua kecerdasan manusia, sedangkan akal
hanyalah berkedudukan sebagai ”pusat sementara”.
Sehingga sesungguhnya kecerdasan emosi dan spiritual
merupakan kecerdasan akal sekaligus kecedasan hati. Akal
dan hati yang cerdas akan melahirkan perbuatan yang
cerdas pula (Muhyidin, 2007: 87).
2.1.2.2. Tujuan Training Emotional Spiritual Quotient
Berbagai macam pelatihan atau training kerap
dilakukan sejumlah perusahaan untuk meningkatkan kinerja
18
para karyawannya. Salah satunya adalah training
Emotional Spiritual Quotient.
Menurut pakar Sumber Daya Manusia dari Dwidaya
Consultant, Lidwina Lestari Ningsih, untuk dapat meraih
kesuksesan ataupun kebahagiaan, manusia dibekali tiga
modal, yakni fisik, emosi, dan spiritual. Modal fisik lebih
berupa potensi Sumber Daya Alam. Berbeda dengan modal
emosi yang cenderung pada rasa kebersamaan dan
keterikatan emosi. Sedangkan modal spiritual adalah
kemampuan mengenal diri sebagai hamba Tuhan. Untuk
mengelola ketiga modal diatas, diperlukan tiga jenis
kecerdasan. Fungsi IQ adalah ‘What I think’ (apa yang saya
pikirkan) untuk mengelola kekayaan fisik atau materi,
fungsi EQ adalah ‘What I feel’ (apa yang saya rasakan)
untuk mengelola kekayaan sosial, sedangkan fungsi SQ
adalah ‘Who am I’ (siapa saya) untuk mengelola kekayaan
spiritual” (http://www.koran-jakarta.com).
Kepuasan secara emosi dan spiritual, cenderung
sulit untuk dipenuhi karena sifat manusia yang selalu
merasa tidak pernah puas. Ketidakpuasan tersebut tidak
sedikit yang berujung pada kekecewaan yang pada akhirnya
menimbulkan stres. Tentunya stres ini akan berpengaruh
pada kinerja seseorang dalam pekerjaannya. Di sinilah
peran emosi dan spiritual sangat diperlukan bagi karyawan.
Senada dengan Wina, pendiri ESQ 165, Ary
Ginanjar, mengungkapkan dalam bukunya Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, tujuan
adanya training ESQ adalah untuk membangkitkan nilai-
nilai dasar yang ada dalam diri individu. Nilai-nilai ini
antara lain yakni konsisten, memiliki komitmen,
berintegritas tinggi, bersikap jujur, memiliki visi, adil,
bijaksana dan lain-lain (2001: xlviii). Sehingga dapat
mengerahkan seluruh potensi diri dan bisa menjadi Sumber
Daya Manusia yang produktif.
2.2. Etos Kerja
2.2.1. Pengertian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani yakni ethos, yang maknanya
”watak atau karakter” (Hasan, 2004: 236). Menurut Tasmara, etos
adalah norma, cara mempersepsi, memandang dan meyakini sesuatu
(1995: 26). Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang
hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang
berkaitan dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut
terkandung gairah atau semangat yang kuat untuk mengerjakan
20
sesuatu secara optimal, berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang
sesempurna mungkin (Tasmara, 2004: 15).
Selanjutnya, kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu
(Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1994: 488). Kerja dapat
berarti suatu aktivitas yang dilakukan karena adanya dorongan
tanggung jawab (Tasmara, 1995 : 27).
Sementara itu, definisi dari etos kerja adalah totalitas
kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini,
dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya
untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (Tasmara, 2002: 20).
Raharjo (1999: 251) juga mengungkapkan bahwa etos kerja adalah
suatu pola sikap yang mendasar dan mendarah daging yang
mempengaruhi perilaku secara konsisten dan terus menerus.
Dalam kajian-kajian ilmu manajemen modern etos kerja ini
menyangkut masalah sikap dan motivasi disamping lingkungan.
Artinya, bagaimana orang atau kelompok mensikapi atau meman-
dang masalah kerja, apakah kerja itu dipandang sebagai sesuatu yang
luhur atau sebaliknya, apakah kerja itu dipandang sebagai kewajiban
atau beban. Selain itu, apakah motivasinya hanya untuk memenuhi
kebutuhan materi atau ada motivasi lain yang lebih luhur seperti
motivasi ibadah, karena bekerja yang baik dipandang sebagai
penunaian perintah Tuhan (Hasan, 2005: 237).
21
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud etos kerja dalam
penelitian ini adalah sikap atau perilaku dan cara pandang seseorang
terhadap pekerjaan yang memberikan makna pada sesuatu yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal.
2.2.2. Dasar Dan Tujuan Etos Kerja
2.2.2.1. Dasar Etos Kerja
Banyak sekali firman Allah yang menjadi dasar dari etos
kerja, surat al-Jumu’ah:10, berbunyi:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebarlahkamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlahAllah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Dalam surat at-Taubah: 105 juga disebutkan:
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah danRasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihatpekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan (Allah)yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, laludiberitakannya kepada kamu apa yang telah kamukerjakan”.
Kedua ayat di atas tercermin adanya keselarasan dan
keseimbangan antara ibadah dan kerja. Bekerja pada waktunya
22
dan mengerjakan shalat pada waktunya pula. Kemudian dalam
bekerja, hendaklah selalu ingat kepada Allah SWT.
Dalam hadist disebutkan :
)(
Artinya:” Kerjakanlah duniamu seolah-olah kamu akanhidup selama-lamanya, tetapi kerjakanlah kepentinganakhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok (RiwayatIbnu Asakir).
Dari hadits di atas, sejalan pula diisyaratkan perlunya
keharmonisan kerja ukhrawi tanpa melupakan kerja duniawi
untuk kebutuhan hidup. Dalam keadaan bekerja diisyaratkan
untuk tetap mengingat Allah, berzikir kepada-Nya, ingat
perintah-perintah-Nya supaya dalam bekerja dan berusaha tidak
menyimpang dari hukum-hukumnya.
Ada tiga unsur yang menjadikan hidup manusia positif
dan berguna :Pertama, mengimplementasikan potensi kerja yang
dianugrahkan oleh Allah. Kedua, bertawakal kepada Allah, dan
mencari pertolongannya ketika melaksanakan pekerjaan. Ketiga,
beriman kepada Allah untuk menolak bahaya, kediktatoran dan
kesombongan atas prestasi yang dicapai (Mursi, 1999: 118).
2.2.2.2. Tujuan Etos Kerja
Pekerjaan yang dicintai Allah SWT adalah yang
berkualitas. Agama Islam memuliakan setiap pekerjaan yang
baik tanpa mendiskriminasikannya, baik itu pekerjaan otak atau
23
otot, yang penting dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dihadapan Allah. Al-Qur’an menanamkan kesadaran bahwa
dengan bekerja berarti kita merealisasikan fungsi kehambaan kita
kepada Allah, dan menempuh jalan menuju ridha-Nya,
mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup, dan memberi
manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain. Dengan
tertanamnya kesadaran ini, seorang muslim akan berusaha
mengisi setiap ruang dan waktunya hanya dengan aktivitas yang
berguna. Agar nilai ibadahnya tidak luntur, maka perangkat
kualitas etos kerja yang Islami harus diperhatikan
(http:beranda.blogsome.com).
Adapun tujuan etos kerja (Ya’qub :1990) adalah sebagai
berikut:
1) Memenuhi kebutuhan hidup.
Hidup di dunia ini mempunyai sejumlah kebutuhan
yang bermacam-macam dibagi dalam tiga tingkatan:
a. Kebutuhan pokok (primer) seperti kebutuhan
makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal.
b. Kebutuhan sekunder seperti keperluan terhadap
kendaraan, radio.
c. Kebutuhan mewah, seperti untuk memiliki perabotan.
Dari urutan-urutan kebutuhan manusia, kebutuhan
24
primer wajib dipenuhi sedangkan kebutuhan kedua
dan ketiga masih bisa ditangguhkan.
2) Memenuhi nafkah keluarga
Islam memerintahkan makan yang halal dan pakain
yang sopan, kesemuanya itu dapat diwujudkan melalui kerja.
Tanggung jawab setiap suami terhadap keluarga. Kewajiban
dan tanggung jawab tersebut menimbulkan konsekuensi bagi
kepala keluarga, karena tanggung jawab itu maka para kepala
rumah tangga harus bangkit dan bergerak untuk bekerja.
3) Kepentingan Amal Sosial
Ajaran Islam yang luhur dan indah senantiasa meng-
galakkan manusia agar terus berbuat ihsan di manapun dan
kapanpun dengan berbuat amal sosial kepada sesama
manusia. Karena manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak dapat lepas dari pertolongan orang lain yang
membutuhkan.
4) Kepentingan Ibadah
Disamping hubungan yang jelas antara kegiatan
mencari nafkah dengan amal sosial, maka dalam bidang
ibadah juga mempunyai hubungan yang jelas, karena
kegiatan mencari nafkah menunjang kelancaran ibadah
kepada Allah SWT.
25
5) Menolak Kemungkaran
Diantara tujuan ideal bekerja dalam menolak sejumlah
kemungkaran yang mungkin dapat terjadi pada diri orang
yang menganggur. Dengan bekerja berarti menghilangkan
salah satu sifat dan sikap yang buruk berupa kemalasan dan
pengangguran. Sebab adanya kesempatan kerja yang terbuka
dapat menutupi keadaan-keadaan yang negatif tersebut.
2.2.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Menurut Raharjo, dalam bukunya Islam dan Transformasi
Sosial Ekonomi seperti yang dikutip oleh Masfa’ah membaginya
dalam 2 faktor, yaitu:
2.2.3.1. Faktor Internal
1. Tujuan-tujuan (goals)
Tujuan ini tidak jauh dari motivasi seseorang itu
sendiri dalam bekerja. Motivasi kerja menempati posisi
sangat penting dalam psikologi kerja. Dan juga
menjawab persoalan tantangan dan metode
membangkitkan etos kerja karyawan untuk
merealisasikan produktivitas yang ideal (Mursi,
1999:89).
Motivasi dapat diartikan sebagai faktor-faktor
yang mengarahkan dan mendorong prilaku atau
26
keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan
yang dilakukan dalam bentuk usaha (Hariandja, 2002:
321). Dalam pegertian lain, motivasi merupakan istilah
yang dipergunakan untuk menunjuk sejumlah dorongan,
keinginan, kebutuhan dan kekuatan (Mursi, 1999: 91).
Maka ketika para direktur sedang membangkitkan
motivasi para pekerja, berarti mereka sedang melakukan
sesuatu untuk memberi kepuasan pada motif, kebutuhan
dan keinginan para pekerja sehingga mereka melakukan
sesuatu yang menjadi tujuan dan keinginan para
direktur. Sehingga dapat dipahami bahwa motivasi
mengandung rangsangan suatu pihak kepada individu
sehingga ia melakukan sesuatu yang menjadi tujuan
pihak lain itu dan pada gilirannya juga dapat
merealisasikan keinginan-keinginan individu.
2. Kebutuhan-kebutuhan (needs)
Pada hakekatnya manusia bekerja untuk
memenuhi kebutuhan. Karena manusia dimotivasi untuk
memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri
setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan.
Sebagaimana dalam teori kebutuhan yang
dipopulerkan oleh Maslow, dalam teorinya manusia di
motivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat
27
sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal
dari sumber naluriah. Teori ini terdiri dari lima jenis dan
terbentuk dalam suatu hierarki dalam pemenuhan
kebutuhan, yakni : kebutuhan fisik (physiological
needs), kebutuhan rasa aman (safety needs), kebutuhan
sosial (social needs), kebutuhan pengakuan (esteem
needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization
needs) (Hariandja, 2002: 325).
3. Sikap (attitude)
Sikap merupakan keyakinan seseorang mengenai
objek atau situasi yang relatif sama, yang disertai
adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada
orang tersebut untuk membuat respons atau berprilaku
dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Walgito,
2003:127) .
Sikap yang ada pada karyawan akan memberikan
warna atau corak pada perilaku atau perbuatan
karyawan tersebut. Karyawan akan merasakan adanya
kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang
dilakukan, jika dalam perusahaan tersebut terciptanya
lingkungan kerja yang sehat, yakni dengan
menempatkan karyawan pada posisi yang tepat dan
pemberian gaji yang sesuai dengan hasil kerjanya.
28
4. Kemampuan-kemampuan (abilities)
Kemampuan adalah sifat yang dibawa sejak lahir
atau dipelajari yang memungkinkan seseorang
menyelesaikan tugasnya. Sehingga kemampuan kerja
berarti sifat yang dibawa sejak lahir atau dipelajari yang
memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
Kemampuan kerja terdiri dari kemampuan fisik
dan kemampuan mental. Kemampuan fisik adalah
keadaan fisik, keadaan kesehatan, tingkat kekuatan, dan
baik buruknya fungsi biologis dari bagian tubuh
tertentu, sedangkan kemampuan mental adalah
kemampuan mekanik, kemampuan sosial, dan
kemampuan intelektual serta menyangkut bakat,
ketrampilan dan pengetahuan.
2.2.3.2. Faktor Eksternal
1. Lingkungan
Lingkungan adalah meliputi semua kondisi-
kondisi dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu
dapat mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan,
perkembangan atau life processes seseorang (Purwanto,
2006: 28). Sedangkan lingkungan kerja memiliki arti
segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang
29
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-
tugas yang diembankan.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik
atau sesuai apabila manusia dapat melaksnakan kegiatan
secara optimal, aman dan nyaman. Sebaliknya
lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut
tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak
mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang
efisien. Pada akhirnya akan dapat menurunkan kinerja
dan menurunkan motivasi kerja karyawan
(http://intanghina.wordpress.com).
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian integral sebagai
peningkatan kualitas manusia. Dalam mengahadapi era
globalisasi dimana perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu cepat, maka peningkatan kualitas
dari informasi adalah data. Data adalah kumpulan angka
maupun karakter yang mempunyai arti tertentu dan
diambil dari realita atau kenyataan yang terjadi pada
suatu lokasi.
4. Komunikasi
Komunikasi bagi manusia memiliki arti penting,
karena manusia sebagai makhluk sosial. Demikian pula
interaksi yang terjadi dalam sebuah dunia kerja pada
organisasi perusahaan memiliki arti yang penting dalam
memaksimal Sumber Daya dalam perusahaan.
Komunikasi adalah proses berbagi makna
melalui prilaku verbal dan nonverbal (Mulyana, 2005:
3). Komunikasi verbal, akan berlangsung dengan baik
selama ada kesamaan makna mengenai apa yang
dipercakapkan yaitu dengan cara merumuskan
komunikasi sebagai tingkah laku, perbuatan atau
kegiatan pengoperan lambang-lambang yang
mengandung makna. Begitu pula komunikasi Non
Verbal merupakan hal yang juga penting dalam
interaksi kerja. Seorang karyawan bekerja dengan
penuh semangat atau tidak terlihat dari ekspresi
wajahnya.
31
Gerak tubuh juga mampu menggambarkan emosi
seseorang, gerak tubuh yang sigap menunjukkan
semangat dan keseriusan dalam bekerja, gerak yang
lamban mengindikasikan bahwa seorang karyawan
sedang tidak bersemangat. Dalam hal ini pimpinan
terutama pengawas langsung dapat memberikan teguran
atau saran pada karyawan.
2.2.4. Aspek-Aspek Etos Kerja
Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa
atau satu umat terhadap kerja (Anoraga, 2009: 29). Untuk
menimbulkan pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai
sesuatu yang luhur, maka diperlukan adanya aspek-aspek dalam etos
kerja. Adapun aspek-aspek tersebut adalah :
2.2.4.1. Motivasi Kerja
Motif adalah yang melatarbelakangi individu untuk
berbuat mencapai tujuan tertentu (Anoraga, 2009: 35).
Motif juga dapat diartikan semua penggerak, alasan, atau
dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat
sesuatu ( Gerungan, 2004:151). Moif-motif ini memberikan
tujuan dan arah kepada tingkah laku. Karena semua tingkah
laku manusia pada hakikatnya memiliki motif.
32
Motivasi adalah keadaan internal individu yang
melahirkan kekuatan, kegairahan dan dinamika, serta
mengarahkan tingkah laku pada tujuan (Mursi, 1999: 91).
Sementara itu, motivasi menurut G.R. Terry (dalam
Hasibuan, 2006: 145) dapat diartikan keinginan yang
terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya
untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi ini tampak
dalam dua segi yang berbeda. Pertama, jika dilihat dari segi
aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha yang
positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan
mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara
produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang
ditetapkan sebelumnya. Kedua, jika dilihat dari segi
pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan
sekaligus sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan,
mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja
manusia tersebut kearah yang diinginkan.
Selanjutnya motivasi kerja dapat diartikan sebagai
sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja
(Anoraga, 2009: 35). Dorongan di sini adalah untuk dapat
meraih sesuatu keberhasilan yang didukung oleh semangat
untuk melakukan suatu usaha atau kerja. Selama dorongan
33
kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih
konsisten pada tujuan kerja.
Aspek-aspek terpenting motivasi kerja adalah
bagaimana membuat orang cenderung untuk tetap giat
bekerja, sehingga bersedia mendayagunakan kelebihan
waktunya dengan menambah volume kerja apabila kondisi
memungkinkan. Salah satu penggerak motivasi adalah
perasaan senang saat melihat hasil kerja yang berkualitas.
Sehinggga menjadikan pekerjaan sebagai tujuannya.
Pekerja yang bermotivasi lemah selalu mengharapkan
imbalan atas setiap tenaga yang dikeluarkannya. Sedangkan
pekerja yang bermotivasi tinggi, tidak mengharapkan dan
tidak selalu mengorientasikan setiap tenaganya untuk
memperoleh imbalan, baginya imbalan tidak mempunyai
nilai validitas. Ia memperoleh kepuasan dan kebahagiaan
dalam mencari posisi kerja yang menantang dan menikmati
pekerjaan yang tinggi tingkat kesulitannya. Pekerja
semacam ini tidak membutuhkan orang lain untuk
membangkitkan motivasinya (Mursi, 1999: 104).
Disamping itu, iklim kerja yang sehat dapat
mendorong sikap keterbukaan baik dari pihak karyawan
maupun pihak pegusaha sehingga mampu menumbuhkan
34
motivasi kerja yang searah antara karyawan dan pihak
pimpinan ( Sinungan, 2005: 138).
2.2.4.2. Kedisiplinan kerja
Disiplin adalah suatu sikap, perbuatan untuk selalu
mentaati tata tertib (Anoraga, 2009: 46). Menurut Sinungan
(2005 : 135), Disiplin adalah sikap kejiwaan dari seseorang
atau sekelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk
mengikuti atau mematuhi segala aturan yang telah
ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian
disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang
menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan
perusahaan.
Sementara itu, menurut Anoraga (2009:46)
kedisiplinan kerja adalah suatu sikap, perbuatan untuk
selalu mentaati tata tertib atau peraturan dalam bekerja.
Sikap dan prilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh
berbagai inisiatif, kemauan dan kehendak untuk mentaati
peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai
disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat
terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga
mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri
dengan peraturan organisasi atau perusahaan.
35
Berdasarkan uraian di atas kedisiplinan kerja
memiliki arti suatu sikap dan prilaku yang berniat untuk
mentaati segala peraturan yang perusahaan yang didasarkan
atas kesadaran diri untuk menyesuaikan dengan peraturan
perusahaan.
Para ahli menyebutkan beberapa pendekatan untuk
meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan yang meliputi:
1) Disiplin preventif
Disiplin preventif merupakan tindakan yang
dilakukan untuk mendorong karyawan untuk mentaati
standar dan peraturan sehingga tidak terjadi
pelanggaran, atau bersifat mencegah tanpa ada yang
memaksakan yang pada akhirnya akan menciptakan
disiplin diri.
2) Disiplin korektif
Disiplin korektif yaitu tindakan yang dilakukan
untuk mencegah supaya tidak terulang kembali
sehingga tidak terjadi pelanggaran pada hari-hari
selanjutnya, yang tujuannya adalah untuk memperbaiki
perilaku yang melanggar aturan dan mencegah orang
lain melakukan tindakan serupa.
36
3) Disiplin Progresif
Disiplin progresif yaitu pengulangan kesalahan
yang sama akan mengakibatkan hukuman yang lebih
berat. Tindakan ini bisa dilakukan melalui teguran lisan,
teguran tertulis, dan skorsing (Hariandja, 2002: 302).
2.2.4.3. Produktivitas kerja
Dilihat dari segi psikologi, produktivitas adalah
suatu tingkah laku. Produktivitas menunjukkan tingkah
laku sebagai keluaran (output) dari suatu proses dari ber-
bagai macam komponen kejiwaan yang melatarbelakangi-
nya (Anoraga, 2009: 50). Produktivitas juga dapat diartikan
cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber
dalam memproduksi barang, sebagai tingkatan efesiensi
dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa
(Sinungan, 2005: 12).
Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap
mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari
esok lebih baik dari hari ini. Produktivitas bukanlah
karyawan bekerja lebih lama atau lebih keras. Peningkatan
produktivitas lebih banyak merupakan hasil dari
perencanaan yang tepat, investasi yang bijaksana, teknologi
37
baru, teknik yang lebih baik dan efesiensi yang lebih tinggi
(Anoraga, 2009: 53).
Menurut hasil pengamatan (Anoraga, 2009: 56),
faktor-faktor keinginan para pekerja bukan hanya imbalan
yang besar saja, tetapi ada faktor-faktor yang lebih penting
untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan yaitu:
1) pekerjaan yang menarik
2) upah yang baik
3) keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan
4) penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan
5) lingkungan atau suasana kerja yang baik
6) promosi dan perkembangan diri sejalan dengan per-
kembangan perusahaan (tempat kerja)
7) dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan perusahaan
8) pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi
9) kesetiaan pimpinan pada diri karyawan
10) disiplin kerja yang keras.
2.3. Hubungan Bimbingan dan Konseling Islam dengan Emotional Spiritual
Quotient
Manusia dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-
persoalan yang silih berganti. Manusia tidak sama satu dengan yang lain,
baik dalam sifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang sanggup
38
mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia
yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain.
Sehingga manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya.
Dengan mengenal diri sendiri ini manusia akan bertindak dengan tepat
sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak
semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka ini
memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal diri sendiri, lengkap
dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sehingga bimbingan
konseling sangat dibutuhkan bagi manusia yang belum bisa mengenal
dirinya (Walgito, 2005:10).
Bimbingan dan Konseling Islam sendiri memiliki arti suatu proses
dalam bimbingan dan konseling yang dilaksanakan mendasarkan pada
ajaran Islam, untuk membantu individu yang mempunyai masalah guna
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat ( Sutoyo, 2007: 19). Adapun
tujuan dari Bimbingan dan Konseling Islam adalah: agar orang yakin
bahwa Allah adalah penolong utama dalam segala kesulitan, agar orang
sadar bahwa manusia tidak ada yang bebas dari masalah dan agar orang
sadar bahwa akal dan budi serta seluruh yang di anugrahkan oleh Tuhan
itu harus difungsikan sesuai ajaran Islam (Sutoyo, 2007:21).
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid, nilai
bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah
berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga
39
pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki
ketangguhan pribadi dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Selalu memiliki prinsip landasan dan prinsip dasar yaitu beriman
kepada Allah SWT
2. Memiliki prinsip kepercayaan, yaitu beriman kepada Malaikat
3. Memiliki prinsip kepemimpinan, yaitu beriman kepada Nabi dan
Rasulnya
4. Selalu memiliki prinsip pembelajaran, yaitu berprinsip kepada al-
Qur’an al-Karim
5. Memiliki prinsip masa depan, yaitu beriman kepada “hari kemudian”
6. Memiliki prinsip keteraturan, yaitu beriman kepada “ketentuan
Allah”
Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka
pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan counselee
kearah kebenaran.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya konselor perlu memiliki tiga
langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling.
Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu “dua kalimat
syahadat”. Kedua, memiliki sebuah metode pembangunan karakter
sekaligus simbol kehidupan yaitu “shalat lima waktu”. Ketiga, memiliki
kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan
“puasa”. Prinsip dan langkah tersebut penting bagi pembimbing dan
konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan
40
spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan
mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi
counselee yang melakukan bimbingan dan konseling.
Dalam firman Allah SWT, surat al-Imron ayat :104, berbunyi:
Artinya:” Dan hendaklah ada diantara kamu suatu umat yangmenyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yangbenar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yangmencapai kejayaan.”
Pada ayat tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan
bimbingan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan
dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri
dari Allah SWT. Sehingga tujuan dakwah dalam bimbingan dan konseling
akan tercapai. Menurut Endang Saifuddin Ansari, dalam Wawasan Islam
yang dikutip Samsul Munir Amin, mengungkapkan bahwa tujuan dakwah
dibedakan dalam dua tujuan, yaitu: Pertama, tujuan vertikal yang
kaitannya lansung kepada Allah, atau untuk mendapatkan keridhaan Allah.
Kedua, tujuan horizontal yakni untuk memperoleh rahmat bagi semesta
alam (Amin, 2009: 66).
41
2.4. Hubungan Intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient
Dengan Etos Kerja
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT
kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia
dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya
yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus
menerus.
Manusia dibekali tiga modal, yaitu modal materiil/fisik (Physical
Capital), modal emosional (Emotional Capital), dan modal spiritual
(Spiritual Capital). Untuk mengelola ketiga modal tadi, diperlukan tiga
jenis kecerdasan yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual. Fungsi dari kecerdasan intelektual, untuk mengelola
kekayaan fisik atau materi; fungsi dari kecerdasan emosi adalah untuk
mengelola kekayaan sosial; dan fungsi dari kecerdasan spiritual adalah
untuk mengelola kekayaan spiritual, mengenal diri sejati sebagai makluk
Tuhan. Untuk meraih kehidupan hakiki dan bermakna, diperlukan adanya
penggabungan tiga kecerdasan yang dikenal dengan kecerdasan emosi dan
spiritual (http:// alamovic.wordpress.com).
Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dapat diartikan sebagai
keseriusan, ketekunan, semangat seseorang atau kelompok agar menjadi
manusia yang unggul di sektor emosi dan spiritual, yang mampu
42
mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhiyah, fikriyah dan
jasadiyah dalam hidupnya (Agustian, 2002 : iiv).
Kecerdasan emosi-spiritual yang senantiasa berpusat pada prinsip
atau kebenaran yang hakiki yang bersifat universal dan abadi. Ginanjar
(2001) mengungkapkan beberapa tahapan yang digunakan membangun
kecerdasan emosi-spiritual, yaitu:
1.Penjernihan emosi (Zero Mind Process); tahap ini merupakan titik tolak
dari kecerdasan emosi, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang bersifat
merdeka serta bebas dari segala belenggu. Ada tujuh hal yang dapat
membelenggu dan menutupi fitrah (God-Spot), yaitu: prasangka, prinsip-
prinsip hidup, pengalaman, kepentingan dan prioritas, sudut pandang,
pembanding literatur.
2.Membangun mental (Mental Building); berkenaan dengan pembentuk-kan
alam berpikir dan emosi secara sistematis berdasarkan Rukun Iman. Pada
bagian ini diharapkan akan tercipta format berpikir dan emosi
berdasarkan kesadaran diri, serta sesuai dengan hati nurani terdalam dari
diri manusia.
3.Ketangguhan pribadi (Personal Strength); merupakan langkah peng-
asahan hati yang telah terbentuk, yang dilakukan secara berurutan dan
sangat sistematis berdasarkan Rukun Islam, salah satunya adalah
Mission Statement; penetapan misi melalui syahadat yakni membangun
misi kehidupan, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan
wawasan, transformasi visi, dan komitmen total.
43
4.Ketangguhan sosial (Social Strength); merupakan suatu pembentukan dan
pelatihan untuk melakukan aliansi, atau sinergi dengan orang lain, serta
lingkungan sosialnya (http://saturindu.multipl.com).
Berangkat dari penjelasan di atas, maka konsep kecerdasan emosi
dan spritual ialah berlandaskan pada fungsi hati yang mampu menjadi
pembimbing manusia pada jalan yang fitrah, yaitu jalan menuju kepada
kebahagiaan dan kebenaran hakiki. Sehingga manusia akan mampu
memaknai kehidupannya secara lebih bermakna.
Bekerja merupakan fitrah manusia untuk menyatakan keimanan
dalam bentuk amal yang prestatif. Maka diperlukan etos kerja untuk
mewujudkannya. Etos kerja adalah totalitas kepribadian diri serta cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang
bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang
optimal (Tasmara, 2002:20).
Etos kerja ini akan lahir, jika semua tindakan dilakukan dengan
ikhlas dan jernih. Sebagaimana dalam pemikiran Ary Ginanjar, seseorang
harus bisa pada titik Zero Mind Proses (ZMP). Titik Zero Mind Proses
(ZMP) adalah upaya untuk menjernihkan hati dengan tujuan memunculkan
kemampuan mendengar suara hati terpendam yang merupakan sumber
kebijaksanaan (wisdom) dan motivasi (energy) atau dengan kata lain
pembentukan hati dan pikiran yang jernih dan suci (Agustian, 2002 : 47).
Seseorang akan siap menghadapi berbagai rintangan karena mampu
44
bersifat positif dan akan tanggap terhadap suatu peluang serta bisa
menerima pemikiran baru tanpa dipengaruhi fikiran yang negatif.
Beberapa simpulan tersebut dapatlah diamati timbulnya suatu teori
motivasi dalam diri seseorang, dalam hal ini karyawan. Motivasi
merupakan proses keterikatan antara usaha dan pemuasan kebutuhan
tertentu (Siagian, 1989: 138). Teori motivasi ini timbul dari kekuatan,
semangat dan kesungguhan yang berasal dari faktor eksternal maupun
faktor internal. Faktor eksternal yaitu dari pelaksanan peraturan kerja di
PT. Karya Toha Putra. Faktor internal yaitu dari diri sendiri karena agar
bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dan bekerja bukan hanya diartikan
untuk mencari materi, tetapi juga sebagai ibadah.
2.5. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data
yang terkumpul (Arikunto, 2006 : 71). Jawaban sementara ini di uji secara
empiris di lapangan. Hipotesis akan diterima jika fakta di lapangan
membuktikannya dan akan ditolak jika fakta di lapangan tidak dapat
membuktikan (Hadi, 1982: 63). Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada
hubungan positif antara intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual
Quotient terhadap etos kerja karyawan PT. Karya Toha Putra Semarang.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang
datanya berwujud bilangan (sekor atau nilai, peringkat, atau frekuensi), yang
dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau
hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi
bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel lain (Saerozy :
2008,62).
Selanjutnya penelitian ini menggunakan metode korelasi product
moment dari Pearson guna mengetahui hubungan antara Intensitas
intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) dan etos
kerja karyawan.
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu Intensitas mengikuti
Training Emotional Spiritual Quotient (ESQ) sebagai variabel bebas
(Independen variabel atau variabel X) dan Etos kerja karyawan sebagai
variabel terikat (dependen variabel atau variabel Y). Untuk mendapatkan
data yang berkaitan dengan penelitian, penulis mempergunakan angket atau
instrumen yang disusun berdasarkan variabel yang akan diteliti.
46
3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan
Desember 2010. Sedangkan tempat penelitian dilaksanakan di PT. Karya
Toha Putra Semarang.
3.3. Definisi Konseptual dan Operasional
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yang masing-masing
terbagi dalam definisi konseptual dan operasional. Adapun penjabarannya
adalah sebagai berikut :
3.3.1. Definisi Konseptual
a. Intensitas mengikuti Training Emotional Spiritual Quotient
Intensitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “intens” yang
mempunyai makna “kuatnya, bergeloranya, semangatnya” yang
kemudian diserap dalam Bahasa Indonesia berupa intensitas
yang berarti “keadaan”. Intensitas merupakan keadaan
tingkatan atau ukuran intensitasnya (Depdikbud, 1994 : 383).
Training berasal dari bahasa Inggris yaitu train yang berarti
“latihan” dan mendapat imbuhan –ing yang menyatakan hal atau
tindakan, sehingga kata training bermakna “pelatihan”