Page 1
HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFEKSI Ascaris lumbricoides
PADA SISWA SDN 05 RANOMEETO KECAMATAN RANOMEETO
KABUPATEN KONAWE SELATAN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH :
Pravita Angraini Putri
P00341014029
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2017
Page 5
RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Identitas Diri
Nama : Pravita Angraini Putri
NIM : P00341014029
Tempat, Tgl Lahir : Punggaluku, 21 Oktober 1995
Suku/ Bahasa : Bugis Tolaki/ Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 1 Punggaluku, tamat pada tahun 2007
2. SMP Negeri 1 Lainea, tamat pada tahun 2010
3. SMA Negeri 1 Ranomeeto, tamat pada tahun 2013
4. Sejak tahun 2014 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kendari Jurusan Analis Kesehatan
Page 6
MOTTO
Berangkat dengan penuh keyakinan
Berjalan dengan penuh keikhlasan
Istiqomah dalam menghadapi cobaan
Jadilah seperti karang di lautan yang kuat di hantam ombak dan
Kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain,
Karena hidup hanyalah sekali
Ingat hanya pada Allah apapun da dimana pun kita berada
kepada Dia-lah tempat ,meminta dan memohon
Kupersembahkan Karya Tulis ini untuk
Ayah dan Ibuku tersayang
Saudara-saudaraku, Keluargaku, Agama, Bangsa
dan almamaterku tercinta
Page 7
ABSTRAK
Pravita Angraini Putri (P00341014029 Hubungan Higiene Perorangan dengan Infeksi
Ascaris lumbricoides pada Siswa SDN 5 Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto
Kabupaten Konawe Selatan. Dibimbing oleh St. Nurhayani dan Reni Yunus (xi + 9
Daftar Tabel + 5 Daftar Gambar + 13 Daftar Lampiran + 41 Halaman).
Latar Belakang : Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi
di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Infeksi kecacingan sering dijumpai pada
anak usia sekolah dasar dimana pada usia ini anak-anak masih sering kontak dengan tanah.
Salah satu cacing yang penularannya melalui tanah adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides).
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui adanya hubungan antara higiene perorangan
dengan infeksi Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto Kec. Ranomeeto Kab.
Konawe selatan.
Metode penelitian : penelitian ini dilakukan pada 15-21 Juli 2017 dengan jenis penelitian
observasional analitik dengan menggunakan cross sectional. Populasi berjumlah 122
siswa. Sampel berjumlah 31 di ambil berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil : Penelitian yang dilakukan terhadap 31 sampel feces murid Sekolah Dasar Negeri 5
Ranomeeto menunjukkan terdapat 1 sampel yang positif mengandung telur cacing A.
lumbricoides positif (3,33%) dan 30 sampel negatif tidak mengandung telur cacing.
Kesimpulan : Terdapat hubungan higiene perorangan dengan infeksi Ascaris lumbricoides
pada siswa SD 5 Ranomeeto, khusus nya pada aspek kebersihan kuku dan penggunaan alas
kaki.
Saran: Bagi peneliti selanjutnya agar melanjutkan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara pengetahuan dan sikap siswa mengenai higiene perorangan dengan infeksi
kecacingan pada siswa di sekolah lain.
Kata kunci :Higiene perorangan, infeksi cacing Ascaris lumbricoides
Daftar pustaka : 27 buah (2000-2016)
Page 8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul
“Hubungan Higiene Perorangan dengan Infeksi Ascaris lumbricoides pada Siswa SDN
5 Ranomeeto Kecamatan ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Penelitian ini disusun
dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program
Diploma III (D III) pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terimakasih yang tak ternilai serta
sembah sujud penulis ucapkan kepada kedua orangtua yang amat kucintai, Ayahanda
Rachmat Rolla dan Ibunda Widia Wati atas bantuan moril maupun materil, motivasi,
dukungan dan cinta kasih yang tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang penulis
jalani selama menuntut ilmu sampai selesainya karya tulis ini. Terimakasih pula kepada
saudara-saudaraku tercinta Mentari Aulia Saputri dan Muh. Alif Hidayat yang telah
mendukung peneliti hingga saat ini.
Proses penulisan karya tulis ini telah melewati perjalanan panjang, dan penulis banyak
mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis juga menghanturkan rasa terimakasih kepada Hj. St. Nurhayani,
S.Kep., Ns.,M.Kep selaku pembimbing I dan Reni Yunus, S.Si.,M.Sc selaku pembimbing
II yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dalam membimbing dan atas segala
pengorbanan waktu dan pikiran selama menyusun karya tulis ini. Ucapan terima kasih
penulis juga tujukan kepada:
1. Bapak Petrus, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.
2. Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
3. Kepala Sekola SDN 5 Ranomeeto Ibu Mis Atiti, S.pd.,M.Pd yang telah memberikan
izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
4. Ibu Ruth Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan.
Page 9
5. Kepada Dewan Penguji, Ibu Fonnie E.Hasan,DCN.,M.Kes Ibu Anita Rosanty,
S.ST., M.Kes dan Ibu Supiati, STP,MPH yang telah memberikan arahan perbaikan
demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan serta
seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik yang diberikan
selama penulis menuntut ilmu.
7. Sahabat-sahabat ku yang tidak dapat saya sebut satu persatu. Terimakasih atas
dukungan yang kalian berikan kepadaku selama ini. Semoga persahabatan kita
merupakan persahabatan yang diridhoi Allah swt.
Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada,
sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
terdapat kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan Karya Tulis ini.Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
selanjutnya.
Kendari, Juli 2017
Peneliti
Page 10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ........................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v
MOTTO ........................................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kecacingan ................................................ 7
B. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Nematoda Usus .................... 18
C. Higiene perorangan ............................................................................ 18
D. Tinjauan Umum Tentang Murid Sekolah Dasar ................................ 21
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ................................................................................. 26
B. Kerangka Pikir .................................................................................... 26
Page 11
C. Variabel Penelitian ............................................................................. 27
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ........................................ 27
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian ................................................................ 28
B. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 28
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 28
D. Bahan Penelitian ................................................................................. 29
E. Variabel Penelitian ............................................................................. 29
F. Definisi Oprasional............................................................................. 29
G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................... 29
H. Instrumen Penelitian ........................................................................... 29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 31
B. Pembahasan ........................................................................................ 38
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 42
B. Saran ..................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Page 12
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan jenis
kelamin Di SDN 5 Ranomeeto ................................................................................... 32
Tabel 5.2 Distribusi sampel menurut Umur SDN 5 Ranomeeto .......................................... 32
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Hasil pemeriksaan telur cacing
Ascaris lumbricoides di SDN 5 Ranomeeto ........................................................ 33
Tabel 5.4 Distribusi kebiasaan murid SDN 5 Ranomeeto
berdasarkan kebiasaan mencuci tangan .............................................................. 33
Tabel 5.5 Distribusi kebiasaan murid SDN 5 Ranomeeto
berdasarkan kebersihan kuku .............................................................................. 34
Tabel 5.6 Distribusi kebiasaan murid SDN 5 Ranomeeto
berdasarkan kebiasaan menggunakan alas kaki ................................................... 35
Tabel 5.7 Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi
cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto ............................... 35
Tabel 5.8 Hubungan kebersihan kuku dengan infeksi cacing
Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto .......................................... 36
Tabel 5.9 Hubungan penggunaan alas kaki dengan infeksi
cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto ............................... 37
Page 13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian dari Jurusan Analis Kesehatan
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5 : Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 6 : Surat pernyataan penelitian
Lampiran 7 : Jadwal pelaksanaan penelitian
Lampiran 8 : Uji statistik
Lampiran 9 : Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 10 : Lembar quisioner
Lampiran 11 : Tabulasi Data
Lampiran 12 : Master Tabel
Lampiran 13 : Dokumentasi Penelitian
Page 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Cacing dewasa jantan dan betina Ascaris lumbricoides .......................................... 8
Gambar 2. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang dibuahi (fertil) ...................................... 9
Gambar 3. Telur cacing ascaris lumbricoides yang dibuahi tanpa lapisan protein
(Dekortikasi) ........................................................................................................ 9
Gambar 4. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi ..................................... 10
Gambar 5. Cacing Trichuris Trichiura ................................................................................. 12
Gambar 6. Telur cacing Trichuris trichiura ........................................................................ 13
Gambar 7. Cacing Ancilostoma duodenale dan cacing NecatorAmericanus ....................... 16
Gambar 8. Telur cacing tambang ......................................................................................... 16
Gambar 9. 6 langkah mencuci tangan .................................................................................. 24
Page 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di
masyarakat namun kurang mendapat perhatian (infected neglected disease) (Junaidi,
2014). Diperkirakan lebih dari dua milyar orang mengalami infeksi di seluruh dunia
diantaranya sekitar 300 juta menderita infeksi kecacingan yang berat dan sekitar
150.000 kematian terjadi setiap tahun akibat infeksi cacing.
Tingginya angka prevalensi cacing di Indonesia dikaitkan dengan beberapa
faktor diantaranya daerah yang beriklim tropik, kebiasaan hidup yang kurang sehat
seperti buang air besar di sembarang tempat dan tanpa alas kaki, serta penduduk yang
kurang mampu mempunyai resiko tinggi mudah terkena infeksi cacing, salah satu di
antaranya ialah cacing usus yang di tularkan melalui tanah atau yang disebut Soil
Transmitted Helminth (STH). Di antara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing
gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus) dan cacing cambuk (Tricuris trichiura) (Depkes RI, 2006).
Infeksi kecacingan sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar dimana pada
usia ini anak-anak masih sering kontak dengan tanah. Salah satu cacing yang
penularannya melalui tanah adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides) (Mardiana &
Djarismawati, 2008). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun
2008 didapatkan sekitar 800 juta sampai dengan 1 milyar penduduk di dunia terinfeksi
cacing Ascaris lumbricoides, 700 juta sampai 900 juta penduduk dunia terinfeksi
cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale), 500 juta penduduk
terinfeksi Trichuris trichiura, dan 300 juta penduduk dunia terinfeksi Oxyuris
vermicularis. Data WHO (2013) pada bulan Juni, didapatkan lebih dari 1,5 milyar atau
24% dari populasi penduduk di dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths.
Angka kejadian Ascariasis tertinggi ditemukan pada negara berkembang
dengan lingkungan yang buruk serta di daerah tropis seperti Indonesia.Infeksi cacing
A. lumbricoides merupakan kejadian terbanyak yang ditemukan di dunia yaitu dengan
Page 16
prevalensi sekitar 807 juta jiwa dan populasi yang berisiko sekitar 4,2 milyar jiwa.
Risiko tertinggi untuk terinfeksi cacing A. lumbricoides ialah di daerah Benua Asia,
Sub Sahara, India, China, Amerika Latin, dan Kepulauan Pasifik (Hotez dkk, 2011).
Hasil penelitian oleh Gusta (2008) didapatakan bahwa 59,8% murid SDN 19
Kampung Manggis Kota Padang Panjang menderita Ascariasis. Kejadian Ascariasis ini
dapat ditemukan pada berbagai jenis usia. Prevalensi tertinggi didapatkan pada anak
golongan usia sekolah dasar yaitu pada usia 5-9 tahun karena ada hubungannya dengan
kebiasaan anak-anak yang sering bermain di tanah yang terkontaminasi cacing
sehingga lebih mudah terinfeksi (Manganelli dkk, 2012; Hotez dkk, 2011).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Untuk provinsi Sulawesi
Tenggara prevalensi kecacingan hasil survey tahun 2000 adalah 40,01%, untuk
kabupaten Kendari yaitu sebesar 31,12%. Sementara berdasarkan data profil kesehatan
kota Kendari jumlah penderita cacing tahun 2001 sebanyak 432 orang dan tahun 2002
menjadi 467, dari data tersebut dapat diketahui bahwa terjadi pertambahan jumlah
penderita sebanyak 35 orang atau 7% (profil kesehatan Kota Kendari 2001).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari jumlah penderita penyakit kecacingan
tahun 2015 berjumlah 291 orang (Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2016).
Di Kabupaten Konawe Selatan dari data kasus kecacingan per puskesmas tahun
2015 dari tiap Kecamatan yaitu 3 kasus. Di kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe
Selatan kasus kecacingan tahun 2015 mencapai 10,01% kasus kecacingan (Dinkes
Konawe Selatan,2016).
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kecacingan, antara lain kondisi
iklim yang sesuai dengan pertumbuhannya, kondisi sanitasi lingkungan dan higiene
perorangan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah
(Dachi, 2005). Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat infeksi cacing. Cacingan
mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorbsi), dan
metabolisme makanan. Secara kumulatif, infeksi cacing dapat menimbulkan kerugian
zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat
Page 17
perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung misalnya kaki, tangan atau
kuku terkontaminasi tanah yang mengandung telur cacing.apabila berlebihan akan
menyebabkan gangguan penyerapan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan
penurunan kecerdasan pada anak. Infeksi terjadi tanpa gejala seingga penyakit ini
kurang mendapat perhatian (Inayati, 2015).
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari
tanah melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing, lalu masuk ke mulut
bersama makanan. Tinggi rendahnya frekuensi tingkat kecacingan berhubungan
dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber infeksi.
Tingginya prevalensi disebabkan oleh iklim tropis dan kelembapan udara tinggi
di Indonesia, yang merupakan lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta
kondisi sanitasi dan higienis yang buruk (Sekartini R, 2004). Transmisi telur cacing ke
manusia bisa terjadi dari tanah yang mengandung telur cacing. Telur Soil Transmitted
Helminths (STH) dikeluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi. Di daerah
yang tidak memiliki sanitasi yang memadai, telur ini akan mengkontaminasi tanah.
Telur dapat melekat pada sayuran dan tertelan bila sayuran tidak dicuci atau dimasak
dengan hati-hati. Selain itu telur juga bisa tertelan melalui minuman yang
terkontaminasi dan pada anak-anak yang bermain di tanah tanpa mencuci tangan
sebelum makan. Tidak ada transmisi langsung dari orang ke orang, atau infeksi dari
feses segar, karena telur yang keluar bersama tinja membutuhkan waktu sekitar tiga
minggu untuk matang dalam tanah sebelum mereka menjadi infektif (WHO, 2013).
Ascaris lumbricoides termasuk kelas Nematoda usus yang berbentuk panjang,
silindris dan tidak bersegmen. Cacing betina dapat menghasilkan telur sebanyak
200.000 butir sehari dan cacing dewasa hidup didalam usus halus. Pertumbuhan telur
diluar host dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan cukup tersedianya oksigen (Lynnes,
1996). Infeksi Ascaris lumbricoides disebut Ascariasis atau infeksi ascaris. Gejala
klinik tergantung dari beberapa hal, antara lain beratnya infeksi, keadaan umum
Page 18
penderita, daya tahan dan kerentanan penderita terhadap infeksi cacing. Pada infeksi
biasa, penderita mengandung 10-20 ekor cacing, sering tidak ada gejala yang dirasakan
oleh hospes, baru diketahui setelah pemeriksaan tinja rutin atau karena cacing dewasa
keluar bersama tinja.
Kasus kecacingan sangat berkaitan dengan higiene perorangan, misalnya
kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan kebiasaan memakai alas kaki.
Transmisi telur atau larva cacing dapat terjadi melalui kuku yang mengandung
telur/larva cacing kemudian masuk ke mulut bersama makanan apabila anak tersebut
tidak mencuci tangan sebelum makan ataupun tidak menjaga kebersihan kuku nya
(Faust & Russell, 2000).
Golongan anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang rentan terhadap
infeksi cacing. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bermain anak yang tidak
memperhatikan kebersihan diri dan lingkungannya. Demikian pula dengan kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang dijual di sekolah, tanpa memperhatikan hygiene serta
sanitasi makanan dan lingkungan.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SDN 5 Ranomeeto yang murid
kelas 3 berjumlah 34 orang, kelas 4 berjumlah 45 orang dan kelas 5 berjumlah 43
orang merupakan sekolah dasar yang berada di jalan LANUD WMI Kecamatan
Ranomeeto, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian mengenai angka
kecacingan pada murid SDN 5 Ranomeeto. Selain itu, masih ditemukan kebiasaan
yang memperhatikan yaitu kebersihan perorangan seperti bermain ditanah, sebagaian
siswa tidak menggunakan alas kaki serta kuku-kuku yang tidak dipotong dan kebiasaan
tidak mencuci tangan sebelum makan dan sesudah bermain ditanah. Sehingga dengan
kondisi tersebut dapat menjadi faktor penyebab resiko terjadinya kecacingan pada anak
dimungkinkan dapat terjadi.
Dari uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian“Hubungan higiene perorangan dengan infeksi Ascaris lumbricoides
pada siswa SDN 5 Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe selatan
?”
Page 19
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yaitu apakah ada hubungan antara higiene
perorangan (kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki)
dengan infeksi Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto Kecamatan
Ranomeeto Kabupaten Konawe selatan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan higiene perorangan dengan infeksi Ascaris
lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto Kec. Ranomeeto Kab. Konawe
selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui adanya infeksi Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto
Kec. Ranomeeto Kab. Konawe selatan.
b. Diketahui kebiasaan mencuci tangan yang baik.
c. Diketahui kebiasaan menjaga kebersihan kuku.
d. Diketahui kebiasaan menggunakan alas kaki.
e. Diketahui hubungan antara higiene perorangan dengan infeksi Ascaris
lumbricoides
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan
bahan informasi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
b. Merupakan pengalaman berharga dan tambahan wawasan bagi peneliti dalam
membuat penelitian ilmiah dimana peneliti dapat menerapkan dan
memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan, serta menambah
pengetahuan peneliti tentang Hubungan higiene perorangan dengan infeksi
Ascaris lumbricoides pada siswa SD.
Page 20
2. Manfaat Praktis
a. Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah (Kepala Sekolah dan Staf
pengajar) agar bekerja sama dalam memperhatikan kebersihan lingkungan serta
memberikan informasi bagi para siswa tentang Hubungan higiene perorangan
dengan infeksi Ascaris lumbricoides pada siswa SD.
b. Bagi Institusi
Sebagai masukan bagi institusi sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan perbandingan
untuk melakukan penelitian selanjutnya.
c. Bagi Peneliti lain
Sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
Page 21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga sering kali
diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam
keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan cenderung memberikan
analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal
(Margono,2008).
Soil Transmitted Helmint adalah sekelompok cacing nematoda yang
menyebabkan infeksi melalui telur atau cacing yang berada di tanah. Cacing ini dapat
hidup selama 5 tahun di dalam traktus gastrointetinal. Ada 3 jenis cacing STH yang
sering menginfeksi manusia yaitu, Ascaris Lumbricoides, Tricuris Trichiura, dan
Cacing Tambang. Bermain tanah merupakan perilaku yang sering di lakukan terutama
anak-anak. Kebiasaan bermain tanah ini dilihat intensitas bermain di tanah dan
penggunaan alas kaki. Kebiasaan ini memperbesar faktor penularan cacing STH.
Infeksi cacing menyerang semua golongan umur terutama anak-anak dan balita.
Apabila infeksi cacing yang terjadi pada anak-anak dan balita maka dapat mengganggu
tumbuh kembang anak, sedangkan jika infeksi terjadi pada orang dewasa dapat
menurunkan produktivitas kerja. Diantara cacing usus yang menjadi masalah kesehatan
adalah kelompok “soil transmitted helminth” atau cacing yang ditularkan melalui
tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing tambang (Safar
Rosidiana,2009).
1. Ascaris Lumbricoides
a. Klasifikasi
Klasifikasi Ascaris lumbricoides
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Page 22
Ordo : Oscoridida
Super Famili : Ascoridciidea
Genus : Ascaris
b. Morflogi
Ascaris Lumbricoides memiliki ciri khas adanya 3 bibir (prominent lips)
yang masing-masing memiliki dentigerous ridge dan tidak ada interlabia atau
alae. Cacing jantan berukuran panjang 15 cm sampai 31 cm dan lebar 2 mm
sampai 4 mm. Ujung posterior nya melengkung ke arah ventral dan ekornya
berujung tumpul. Pada cacing jantan terdapat bursa korpulatriks yang
digunakan sebagai reproduksi seksual. Cacing Ascaris lumbricoides betina
berukuran panjang 20 cm sampai 49 cm dan lebar 3mm sampai 6 mm. Terdapat
vulva pada sepertiga panjang badan dari ujung anterior. Ovarinya ekstensif dan
bisa mengandung 27 juta telur dan pada satu waktu 200.000 butir telur
dikeluarkan setiap harinya. Cacing betina memiliki ukuran yang lebih besar di
bandingkan dengan cacing jantan.
Gambar 1. Cacing dewasa jantan dan betina Ascaris lumbricoides
c. Telur
Telur yang dihasilkan oleh cacing betina dikeluarkan bersama-sama
tinja. Type telur sudah ada yang dibuahi (fertil) dan yang tidak dibuahi
(infertile). Telur Ascaris lumbricoides dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Telur yang dibuahi (fertil) mempunyai ukuran ± 45 x 60 mikron, berbentuk
oval berdinding tebal dengan 3 lapisan dan berisi embrio, berwarna kuning
Page 23
kecoklatan. Dibagian luar ada lapisan albuminoid yang berbenjol-benjol
dan mempunyai fungsi sebagai penambah rintangan dalam hal
permibilitasnya. Telurnya sendiri mempunyai hialin yang tebal, jernih
dengan lapisan luar yang relative tebal.
Gambar 2. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang dibuahi (fertil)
2) Telur yang dibuahi tanpa lapisan protein (Dekortikasi) yaitu Kulit tunggal,
halus, tebal, dan tidak berwarna. Suatu mosa tunggal bulat, berganda, tidak
berwarna terletak ditengah
Gambar 3. Telur cacing ascaris lumbricoides yang dibuahi
tanpa lapisan protein (Dekortikasi)
3) Telur yang tidak dibuahi (infertile) memiliki ciri-ciri berbentuk bulat atau
oval memanjang dengan kedua ujungnya agak datar. Mempunyai dinding
dua lapis yaitu albumin dan hialin dimana lapisan albumin berkelok-kelok
sangat kasar atau tidak teratur. Telur ini berisi protoplasma yang mati. Dari
kedua jenis telur (fertil dan infertil) tersebut terkadang dijumpai tanpa
Page 24
lapisan albumin yang disebut telur dekortikasi sedangkan telur yang utuh
disebut kortikasi.
Gambar 4. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi
d. Siklus Hidup
Telur Ascaris lumbricoides keluar bersama feces dalam bentuk non
infektif. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang
menjadi bentuk infektif dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk
infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas diusus halus menuju pembuluh
darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung, mengikuti aliran darah ke
paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah ke dinding alveolus dan
kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva
menuju ke faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring.
Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan kedalam
eosofagus, lalu menuju keusus halus. Diusus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur
diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada, 2004).
e. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan metoda
langsung berdasarkan penemuan telur Ascaris lumbricoides dalam tinja.
Kadang-kadang penderita mengandung cacing dewasa yang keluar bersama
tinja atau keluar dari anus maupun hidung anak yang sakit.
Page 25
f. Patologi klinik
Ingesti telur infektif dalam jumlah sedikit sekali tidak menimbulkan
gejala, tetapi dalam jumlah banyak dapat menimbulkan gejala. Gejala klinis
yang dapat ditimbulkan dapat berupa demam, batuk, sesak dan dahak yang
berdarah. Penderita bisa mengalami urtikaria. Pada infeksi berat, dapat terjadi
gangguan pencernaan dan penyerapan protein, sehingga pasien akan mengalami
keterlambatan pertumbuhan dan kurang gizi. Cacing dapat bermigrasi ke organ
lainnya, sehingga dapat terjadi penyumbatan saluran yaitu empedu, apendisitis,
abses hati, dan pankreas akut.
2. Trichuris trichiura
a. Klasifikasi
Klasifikasi Trichuris trichiura
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super Famili : Trichinelloidea
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiura
b. Morfologi
Cacing dewasa menyerupai cambuk sehingga disebut cacing cambuk.
Tiga per-lima bagian anterior tubuh halus seperti benang, pada ujungnya
terdapat kepala (trix = rambut, aura = ekor, cephalus = kepala), esophagus
sempit berdinding tipis terdiri dari satu lapis sel, tidak memiliki bulbus
esophagus. Bagian anterior yang halus ini akan menancapkan dirinya pada
mukosa usus 2/5 bagian posterior lebih tebal, berisi usus, dan perangkat alat
kelamin (Natadisastra D,2009).
Panjang cacing betina kira-kira 35-50 mm dan ujung posterior
membulat, sedangkan cacing jantan kira-kira 30-45 mm dengan bagian kaudal
Page 26
melingkar dan terdapat satu spikulum. Bagian anterior cacing dewasa lebih tipis
panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh dan bagian posterior
bentuknya lebih tebal seingga menyerupai cambuk.
Gambar 5. Cacing Trichuris Trichiura
c. Telur
Bentuk telur dari Nematoda ini sangat khas, mirip tempayan kayu atau
mirip biji melon. Berwarna coklat, mempunyai dua kutub yang jernih menonjol
dan berukuran sekitar 50 x 25 mikron. Telur-telur menetas di usus kecil dan
akhirnya melekat pada mukosa usus besar. Telur dikeluarkan dalam stadium
belum membelah dan membutuhkan 10 sampai 14 hari untuk menjadi matang
pada tanah yang lembab. Distorsi telur menjadi jauh lebih besar dari telur
normal, dilaporkan terjadi setelah pengobatan dengan mebendazole dan dengan
obat yang lain (Soedarto,1991). Telur ini cenderung lebih besar (70 – 80 μm x
30 – 42 μm) dan mempunyai tombol yang lebih menonjol tetapi lebih kecil
dibanding Trichuris trichiura.
Gambar 6. Telur cacing Trichuris trichiura
Page 27
d. Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup di usus besar dengan bagian anteriornya yang
halus masuk ke dalam mukosa usus. Cacing betina mengeluarkan 3.000-10.000
butir telur perhari. Telur-telur tersebut keluar bersama tinja penderita. Dalam
lingkungan yang sesuai (tanah lembab, tempat teduh, suhu 25-30OC. Dalam
lingkungan yang sesuai (tanah lembab, tempat teduh, suhu 25-30oC). Telur
berkembang menjadi telur matang (terbentuk infektif) dalam waktu 3-6
minggu. Telur matang bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus
mengeluarkan larva lalu menjadi cacing dewasa, cacing menuju ke sekum dan
kolon asendens.
Waktu yang diperlukan mulai tertelannya telur matang sampai cacing
betina mengeluarkan telur 30-90 hari (1-3 bulan). Cacing dewasa dapat hidup
beberapa tahun, makanannya adalah zat-zat makanan yang terdapat pada
mukosa usus.
e. Diagnosis
Diagnosis dapat di tegakkan melalui pemeriksaan tinja dengan
menemukan telur yang khas bentuk nya seperti tempayan dengan dinding
kuning tengguli dengan kedua kutub jernih. Pada pemeriksaan protoskopi dapat
terliat adanya cacing dewasa yang berbentuk cambuk pada rektum penderita.
f. Patologi Klinik
Meskipun disentri yang disebabkan oleh Trichuris trichiura sangat
mirip dengan infeksi cacing yang lain, disentri cacing cambuk biasanya lebih
kronik, berhubungan dengan malnutrisi dan dapat menyebabkan prolaps rektal.
Identifikasi dan ditemukannya telur dan/atau trofozoit protozoa akan
membedakan kedua infeksi ini. Pada anak-anak dengan infeksi cacing cambuk
yang berat dapat pula disertai dengan infeksi Entamoeba histoytica dan bakteri
enteropatogen. Pada infeksi berat, cacing dewasa biasanya terlihat pada mukosa
rektal.
Page 28
Sejumlah kurang dari 100 cacing yang menginfeksi orang tidak
menimbulkan gejala yang nyata. Tetapi bila infeksi berat terjadi, dapat
menyebabkan kondisi yang bermacam-macam, kadang dapat menimbulkan
kematian. Bagian anterior cacing masuk kedalam mukosa usus, dimana cacing
tersebut memakan sel darah merah. Hal tersebut menyebabkan trauma dari sel
epitel usus dan mukosa, sehingga dapat menyebabkan perdarahan kronis yang
menyebabkan anemia. Kemudian dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri dan reaksi alergi yang menyebabkan colitis, proctitis yang berat
sehingga dapat menyebabkan prolapsus rektum.
3. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
a. Klasifikasi
1) Klasifikasi Ancilostoma duodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Super Famili : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale
2) Klasifikasi Necator americanus
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Strongiloidea
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Necator
Spesies : Necator americanus
b. Morfologi
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar
melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus tiap hari
Page 29
mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale
kira-kira 10.000 butir.
Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan
kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus menyerupai huruf C.
Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator americanus mempunyai
benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi.
Cacing jantan mempunyai Bursa kopulatriks.
Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron berbentuk
bujur dan mempunyai dinding tipis, didalamnya terdapat beberapa sel. Panjang
larva rabditiform kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya
kira-kira 600 mikron (Gandahusada S.dkk,2004).
Gambar 7. Cacing Ancilostoma duodenale dan cacing Necator
Americanus
c. Telur
Bentuk telur berbagai spesies cacing tambang mirip satu sama lain
sehingga sukar dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk lonjong, tidak
berwarna, berukuran 65x40 mikron. Telur cacing tambang berdinding tipis,
tembus sinar dan mengandung embrio yang mempunyai empat blastomete
Page 30
Gambar 8. Telur cacing tambang
Larva cacing tambang ada dua stadium yaitu larva rhabditiform (tidak
infektif) dan larva filariform (infektif). Larva rhabditiform bentuknya lebih
gemuk dan panjang sekitar 250 mikron, sedangkan larva filariform berbentuk
langsing dengan panjang tubuh sekitar 600 mikron. Bentuk rongga mulut
(buccal cavity) larva rhabditiformh tampak jelas, sedangkan pada filariform
tidak sempruna.
d. Siklus Hidup
Jumlah telur perhari yang dihasilkan seekor cacing betina Necator
americanus sekitar 9.000-10.000, sedangkan pada Ancylostoma duodenale
10.000-20.000. Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu
optimal 23-33OC, dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva rhabditiform.
Larva ini mulutnya terbuka dan aktif makan sampah organic atau bakteri pada
tanah sekitar tinja. Pada hari ke lima, berubah menjadi larva yang lebih kurus
dan panjang disebut larva filariform yang infektif. Larva ini tidak makan,
mulutnya tertutup, esophagus panjang, ekor tajam, dapat hidup pada tanah yang
baik selama dua minggu (Safar R,2009).
Jika larva menyentuh kulit manusia, biasanya pada sela antara 2 jari
yang rusak, larva secara aktif menembus kulit masuk kedalam kapiler darah,
terbawa aliran darah. Waktu yang diperlukan oleh pengembaraan sampai ke
usus halus membutuhkan waktu kira-kira 10 hari. Cacing dewasa dapat hidup
selama kurang lebih 10 tahun. Infeksi per oral jarang terjadi, tapi larva juga
dapat masuk ke dalam badan melalui air minum atau makanan yang
terkontaminasi. Siklus hidup, berlaku bagi kedua spesies cacing tambang.
Page 31
e. Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi cacing tambang tergantung dari ditemukannya
larva atau telur dalam tinja, terutama karena gejala-gejala sulit dibedakan
dengan malnutrisis. Tlur dapat dilihat pada sediaan langsung atau sedimen
konsentrasi, tetapi akan mengalami kerusakan pada sediaan dengan pulasan
permanen. Apabila spesimen tinja disimpan dalam suhu kamar (tanpa
pengawet) lebih dari 24 jam, telur akan menetas dan keluar larva (Garcia
Lynnes,2001)
f. Patologi Klinik
Pada tempat masuknya larva menembus kulit akan menimbulkan rasa
gatal. Migrasi larva yang menembus alveolus akan menyebabkan pendarahan-
pendarahan kecil, namun seringkali tidak menunjukkan gejala-gejala
pneumonia. Cacing dewasa menghuni intestinum dan mngisap darah sebagai
makanannya. Hal ini menimbulkan anemia, yang terutama disebabkan oleh
pendarahan pada bekas gigitan cacing, karena cacingnya mengeluarkan
antikoagulan ketika mengisap darah.Gejala klinik yang timbul bervariasi
tergantung pada beratnya infeksi. Gejala yang sering muncul ialah lemah, lesu,
pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan
malnutrisi.
Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah sepuluh gram per seratus cc
darah dan jumlah eritrosit dibawa satu juta/mm3
jenis anemianya adalah
Hypochromic microcytic (Gandahusada,2004).
B. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Nematoda Usus
Salah satu metode pemeriksaan nematoda usus adalah dengan menggunakan
metode langsung (sediaan basah). Cara pemeriksaan ini menggunakan NaCl fisiologis
0,9% atau eosin 2%. Penggunaan eosin 2% di maksudkan untuk lebih jelas
membedakan telur-telur cacing dengan kotoran di sekitarnya. Pemeriksaan secara
langsung feces di maksudkan untuk menemukan telur cacing parasit pada feses yang di
Page 32
periksa. Dalam pemeriksaan langsung feses dapat di temukan telur caing, leukosit,
eritrosit sel epitel, kristal, makrofag, dan sel ragi dari semua pemeriksaan ini yang
terpenting adalah pemeriksaan teradap protozoa dan telur cacing (Budiman,2012)
C. Higiene Perorangan
1. Pengertian
Higiene perorangan merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk
mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun secara psikologis (Hidayat.
A, 2006). Higiene perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara
kesejahteraan seseorang secara fisik maupun psikis (Tarwoto dan Wortona, 2006).
Dalam kehidupan sehari-hari Higiene perorangan merupakan hal yang
sangat penting dan harus diperhatikan karena higiene perorangan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Higiene perorangan itu sendiri sangat dipengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu diantaranya
kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan
serta tingkat perkembangan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah higiene
perorangan kurang di perhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah
higiene perorangan adalah hal sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus
dapat mempengaruhi kesehatan secara umum (Hidayat.A, 2009).
2. Ruang Lingkup Higiene Perorangan
Menurut Hidayat. A (2006) yang menjadi ruang limgkup higiene
perorangan antara lain : kebersihan badan/kulit, kebersihan rambut dan kulit
kepala, kebersihan gigi dan mulut serta kebersihan genitalia.
3. Tujuan Perawatan Higiene Perorangan
a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang.
b. Memelihara kebersihan diri seseorang.
c. Memperbaiki personal higiene seseorang.
d. Pencegahan penyakit.
e. Meningkatkan percaya diri seseorang.
f. Menciptakan keindahan.
Page 33
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Higiene Perorangan
a. Citra Tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri. Misalnya, karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak perduli
terhadap kebersihannya.
b. Praktik Sosial
Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam hal kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola higine perorangan.
c. Status Sosioekonomi
Higene perorangan memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, sampo dan alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan tentang higiene perorangan sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat, jika individu memiliki penyakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
f. Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri, seperti penggunaan sampo dan lain-lain.
g. Kondisi Fisik
Pada keadaan sakit tentu kemamapuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melaukan nya.
5. Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal Higiene
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang di derita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering
Page 34
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan denga higiene perorangan adalah
gngguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interakasi sosial.
D. Tinjauan Umum Tentang Murid Sekolah Dasar
1. Pengertian Anak
Anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum dewasa atau
belum mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah periode
perkembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima tahun atau enam
tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian
berkembang setara dengan tahun sekolah dasar.
2. Pengertian Anak Sekolah Dasar
Seperti yang dikatakan Darmojo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak
yang mengalami pertumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun
pertumbuhan fisik, dimana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing
aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan
dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan
individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Mereka mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan dan
pencapaian yang baik dan relevan. Meskpun anak-anak membutuhkan
keseimbangan antara perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat
mereka raih, namun perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa
mereka berperasaan negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka
dalam belajar.
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik
lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan
orang tua. Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent,
Page 35
di mana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan
berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya (Gunarsa, 2006).
Menurut Wong (2008), anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun,
yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak
dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan
dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah
merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan
penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu.
3. Tinjauan Tentang Mencuci Tangan
a. Pengertian Tentang Mencuci Tangan
Kebiasaan mencuci tangan merupakan salah satu upaya higiene yang
dapat mencegah infeksi cacing. Menurut majid (2001), bahwa cara yang paling
baik dalam memutus mata rantai penularan infeksi kecacingan yang melalui
tanah, antara lain dengan menjaga kebersihan pribadi misalnya mencuci
tangaan dengan sabun sebelum makan.
Menurut Depkes RI (1998), salah satu aspek yang penting dalam
penanggulangan infeksi kecacingan adalah dengan cara meningkatkan
pengetahuan dan perilaku keluarga tentang higiene perorangan serta sanitasi
lingkungan dan makanan meliputi mandi pakai sabun 2 kali sehari dan cuci
tangan sebelum makan dan sehabis buang air besar.
Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis
dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit
dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara (Dahlan dan Umrah, 2013).
Cuci tangan merupakan salah satu cara untuk menghindari penyakit
yang ditularkan melalui makanan. Kebiasaan mencuci tangan secara teratur
perlu dilatih pada anak. Jika sudah terbiasa mencuci tangan sehabis bermain
atau ketika akan makan ,aka diharapkan kebiasaan tersebut akan terbawa
sampai tua.
Page 36
b. Manfaat Mencuci Tangan
Wirawan (2013) menjelaskan bahwa manfaat mencuci tangan selama 20
detik yaitu sebagai berikut:
1) Mencegah risiko tertular flu, demam dan penyakit menular lainnya sampai
50%.
2) Mencegah tertular penyakit serius seperti hepatitis A, meningitis dan lain-
lain.
3) Menurunakan risiko terkena diare dan penyakit pencernaan lainnya sampai
59%.
4) Jika mencuci tangan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan,
sejuta kematian bisa dicegah setiap tahun.
5) Dapat menghemat uang karena anggota keluarga jarang sakit.
c. Waktu Untuk Mencuci Tangan
Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan
setelah beraktifitas. Berikut ini adalah waktu yang tepat untuk mencuci tangan
memakai sabun :
1) Sebelum makan.
2) Sebelum dan sesudah menyiapkan bahan makanan.
3) Sebelum dan sesudah mengganti popok.
4) Setelah buang air besar dan buang air kecil.
5) Setelah menyentuh sampah.
d. Peralatan Dan Perlengkapan Mencuci Tangan Dengan Benar
Peralatan dan perlengkapan mencuci tangan pakai sabun menurut
Dahlan dan Umrah (2013), peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk
mencuci tangan adalah :
1) Sabun biasa atau antiseptik.
2) Handuk bersih.
3) Wastafel atau air mengalir.
Page 37
e. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku mencuci tangan diantaranya adalah pengetahuan.
Pengetahuan siswa tentang mencuci tangan yang diperoleh siswa dari guru,
diantaranya tentang waktu dan cara mencuci tangan. Sehingga dengan
pengetahuan tersebut akan menyebabkan perilaku mencuci tangan siswa relatif
kurang.
f. Teknik Mencuci Tangan Dengan Benar
Pada dasarnya air untuk cuci tangan hendaknya air yang mengalir.
Penggunaan sabun hendaknya mengenai seluruh tangan dan diperlukan waktu
agar kontak kulit dan sabut dapat terjadi. Langkah-langkah tersebut dapat
dilihat pada gambar sebagai berikut ini:
Gambar 9. 6 langkah mencuci tangan
4. Tinjauan Tentang Kebersihan Kuku
Kebersihan kuku merupakan salah satu aspek higiene perorangan yang
dapat memutus rantai penularan infeksi kecacingan. Hal ini dimungkinkan karena
siklus hidup cacing dimulai dari masuknya telur cacing yang dapat bersumber dari
kuku yang kotor.
Kuku adalah alat pelindung jari dan juga melindungi syaraf-syaraf yang
berada diujung jari, dan merupakan organ tubuh yang paling banyak melakukan
aktivitas. Sehingga kuku sering cepat kotor dan menyimpan banyak bibit penyakit
yang sangat berbahaya. Terutama pada anak-anak kecil yang sering bermain kotor
Page 38
dapat mengakibatkan telur cacing dan bibit penyakit lainnya bersarang di bawah
kuku, jika tidak segera dibersihkan maka akan masuk kedalam tubuh dan dapat
menimbulkan penyakit seperti sakit perut, diare dan lain-lain.
Cara menjaga kesehatan kuku pada anak yaitu ajari mereka untuk mencuci
tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah makan, dan setiap selesai
bermain, bersihkan kuku-kuku setiap dua hari sekali. Selain itu potong kuku secara
teratur minimal seminggu sekali, karena ini akan meminimalisir terjadinya
penyakit.
5. Tinjauan Tentang Penggunaan Alas Kaki
Kebiasaan memakai alas kaki dapat memutus rantai penularan cacing usus,
terutama untuk jenis tambang. Hal ini terjadi karena siklus masuknya larva cacing
tambang ke dalam tubuh adalah melalui telapak kaki yang terbuka atau tidak
memakai alas kaki.
Kesehatan anak sangat penting Karena kesehatan semasa kecil menentukan
kesehatan pada masa dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang
sehat. Membina kesehatan semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya
generasi yang sehat akan memperkuat ketahanan bangsa. Pembinaan kesehatan
anak dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, ayah, ibu, saudara, anggota keluarga
anak itu serta anak itu sendiri. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah
satunya membiasakan memakai alas/sandal.
Page 39
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Infeksi kecacingan sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar dimana pada
usia ini anak-anak masih sering kontak dengan tanah. Salah satu cacing yang
penularannya melalui tanah adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides).
Higiene perorangan yang berkaitan erat dengan infeksi cacing usus adalah
kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku dan kebiasaan memakai alas kaki.
Transmisi telur atau larva cacing dapat terjadi melalui kuku yang mengandung
telur/larva cacing kemudian masuk ke mulut bersama makanan apabila anak tersebut
tidak mencuci tangan sebelum makan ataupun tidak menjaga kebersihan kuku nya baik
kuku tangan maupun kuku kaki.
B. Kerangka Fikir
= Variabel bebas
=Variabel Terikat
Kebiasaan mencuci
tangan
Kebersihan kuku
Penggunaan alas
kaki
Infeksi Ascaris
Lumbricoides
Page 40
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu telur cacing Ascaris lumbricoides pada feces
Murid.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Kecacingan adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh parasit berupa cacing,
salah satunya adalah Ascaris lumbricoides.
2. Higiene adalah perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahabkan
kesehatan, baik secara fisik maupun secara psikologis.
Aspek higiene pada penelitian ini meliputi : kebiasaan mencuci tangan yang baik,
menjaga kebersihan kuku dan kebiasaan menggunakan alas kaki
3. Kebiasaan mencuci tangan yang baik adalah : kebiasaan mencuci tangan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir sebelum makan, sesudah buang air besar, dan
setelah bermain.
a. Baik : bila skor jawaban sama dengan 5
b. Tidak baik : bila skor jawaban kurang dari 5
4. Kebersihan kuku adalah upaya yang dilakukan oleh siswa dalam memelihara
kebersihan kuku.
Kriteria objektif :
a. Baik : bila skor jawaban sama dengan 3
b. Tidak baik : bila skor jawaban kurang dari 3
5. Penggunaan alas kaki ialah menggunakan atau tidak menggunakan alas kaki baik
sendal atau sepatu ketika siswa keluar rumah.
Kriteria objektif :
a. Baik : bila skor jawaban sama dengan 3
b. Tidak baik : bila skor jawaban kurang dari 3
Page 41
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan
menggunakan Cross sectional.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SDN 5 Ranomeeto, sedangkan untuk pemeriksaan
laboratorium dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 18 - 21 Juli 2017
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah murid SDN 5 Ranomeeto.kelas 3,4 dan
5 yang berjumlah 122 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah murid SDN 5 Ranomeeto kelas 3, kelas
4 dan kelas 5. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara teknik
total sampling, yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Siswa yang bersedia menjadi responden.
2) Siswa yang bersedia diperiksa tinjanya.
3) Siswa dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Kriteria Eksklusi
1) Siswa yang tidak bersedia menjadi responden.
2) Siswa yang tidak mengembalikan botol sampel berisi tinja yang diberikan
pada saat penelitian.
3) Siswa yang pindah sekolah pada saat penelitian berlangsung.
Page 42
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian ini yaitu Tinja atau feces.
E. Variabel penelitian
1. Variabel bebas (independen) yaitu higiene perorangan yang meliputi: Kebiasaan
mencuci tangan, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki.
2. Variabel terikat (dependen) yaitu infeksi Ascaris lumbricoides pada siswa melalui
pemeriksaan feces.
F. Jenis dan Cara pengumpulan data
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri yang diperoleh secara
langsung dari tempat penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah data
tentang pemeriksaan telur cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5
Ranomeeto Kecamatan Raomeeto Kabupaten Konawe Selatan.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang SDN 5
Ranomeeto Kecamatan Raomeeto Kabupaten Konawe Selatan.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dengan menggunakan form dan lembar kuisioner yang di
berikan pada siswa SDN 5 Ranomeeto untuk mengetahui higiene perorangan,
sedangkan untuk data infeksi kecacingan dilakukan melalui pengumpulan feces siswa
SDN 5 Ranomeeto yang akan diperiksa di Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes
Kendari.
H. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Hasil wawancara dibandingkan dengan standar.
2. Analisa Data
Dalam penelitian ini, analisa data yang dimaksud adalah:
Page 43
a. Analisis univariabel
Dilakukan dengan meringkas data dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi disertai narasi dengan menggunakan rumus :
P 𝑓
𝑁 XK
Keterangan :
P = Presentase hasil yang di capai
f = Frekuensi kategori variabel yang diamati
N = Jumlah sampel penelitian
K = Konstanta (100%) (Notoadmodjo,2010)
b. Analisa Bivariabel
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen
(terikat) yaitu kebiasaan mencuci tangan, kebersihan kuku dan kebiasaan
memakai alas kaki dengan variabel independen (bebas) yaitu infeksi Ascaris
lumbricoides dengan menggunakan fisher dengan nilai kemaknaan α=5%,
interval kepercayaan (confidence interval) 95% Analisa bivariat menggunakan
sistem komputerisasi. Adapun rumus fisher sebagai berikut :
p = 𝐴+𝐵 !𝐶+𝐷)! 𝐵+𝐷 !
𝑁!𝐴!𝐵!𝐶!𝐷!
Interprestasi tingkat kemaknaan (signifikan) hasil uji statistik pada
hipotesis dua sisi :
a. Ha diterima jika nilai p < 0,05, berarti ada hubungan variabel independen
dengan variabel dependen.
b. Ha ditolak jika nilai p > 0,05, berarti tidak ada hubungan variabel independen
dengan variabel dependen.
Page 44
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
SDN 5 Ranomeeto terletak di Jln. Poros Lanud WMI Ambaipua
Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan. Adapun posisi Geografis
nya yaitu terletetak pada Lintang -4.0716 dan Bujur 122.4438.
b. Lingkungan Fisik
SDN 5 Ranomeeto terdiri dari tanah 150 m2.
Gedung terdiri dari 4 unit
(2 unit ruang belajar, 1 unit ruang perpustakaan, dan 1 unit ruang kantor).
Kondisi sekolah baik, begitupun kondisi fisik bangunan. Adapun sarana dan
prasarana yang ada di SDN 5 Ranomeeto terdiri dari : Ruang kelas berjumlah 6
ruang, ruang administrator/kantor berjumlah 1 ruang, ruang perpustakan
berjumlah 1 ruang, ruang guru berjumlah 1 ruang, ruang kepala sekolah
berjumlah 1 ruang, kantin sekolah, toilet, taman bunga dan lapangan upacara.
c. Keadaan Demografi
Jumlah murid dari kelas 1 sampai kelas 6 sebanyak 222 siswa dengan
jumlah guru sebanyak 12 orang.
d. Status
SDN 5 Ranomeeto dibangun pada tahun 1981 dan mengalami rehab
terakhir pada tahun 2016.
2. Gambaran Umum Sampel
a. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Adapun distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan jenis kelamin Di SDN
5 Ranomeeto dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Page 45
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
di SDN 5 Ranomeeto
Jenis
kelamin n %
Laki-laki 14 45.5
Perempuan 17 54.5
Jumlah 31 100
Sumber : data primer 2017
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (54,5%) sampel
berjenis kelamin perempuan dan selebihnya (45,5%) sampel berjenis kelamin
laki-laki.
b. Distribusi Sampel Menurut Umur
Adapun distribusi sampel menurut umur dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 5.2 Distribusi Sampel Menurut Umur SDN 5 Ranomeeto
Umur (Tahun) n %
8
9
10
9
10
12
29.03
32.25
38.72
Jumlah 31 100
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan umur murid SDN 5 Ranomeeto
dari 31 sampel jumlah kelompok umur 8 tahun berjumlah 9 murid (29,03%),
kelompok umur 9 tahun berjumlah 10 murid (32,25%) dan kelompok umur 10
tahun berjumlah 12 murid (38,72%).
Page 46
c. Analisis Univariat
1) Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Ascaris Lumbricoides
Adapun Distribusi Frekuensi Hasil pemeriksaan telur cacing Ascaris
lumbricoides dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Telur Cacing
Ascaris Lumbricoides Di SDN 5 Ranomeeto
No Hasil
pemeriksaan
n %
1 Positif 1 3.33
2 Negatif 30 96.77
Total 31 100
Sumber : Data Primer 2016
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, menunjukkan bahwa terdapat 1 sampel
positif telur cacing Ascaris lumbricoides (3,33%) dan 30 sampel negatif
tidak ditemukan telur cacing Nematoda usus (96,77%).
2) Distribusi Kebiasaan Murid SDN 5 Ranomeeto Berdasarkan Kebiasaan
Mencuci Tangan
Adapun distribusi kebiasaan murid SDN 5 Ranomeeto berdasarkan
kebiasaan mencuci tangan dapat di lihat di bawah ini :
Tabel 5.4 Distribusi Kebiasaan Murid SDN 5 Ranomeeto
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan
Variabel Kategori n %
Mencuci
tangan
Baik 28 90.33
Tidak baik 3 9.67
Total 31 100
Sumber : data primer 2017
Page 47
Pada tabel 5.4 tampak bahwa responden yang mempunyai kebiasaan
mencuci tangan (90.33%) lebih banyak dari responden yang mempunyai
kebiasaan tidak mencuci tangan (9.67%).
3) Distribusi Kebiasaan Murid SDN 5 Ranomeeto Berdasarkan Kebersihan
Kuku
Adapun distribusi kebiasaan murid SDN 5 Ranomeeto berdasarkan
kebersihan kuku :
Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Murid SDN 5 Ranomeeto
Berdasarkan Kebersihan Kuku
Variabel Kategori n %
Kebersihan kuku Baik 15 48.38
Tidak baik 16 51.62
Jumlah 31 100
Sumber : data primer 2017
Pada tabel 5.5 tampak bahwa responden yang memiliki kebersihan
kuku yang baik (48,38%) lebih banyak dari responden yang memiliki
kebersihan kuku yang tidak baik (51,62%)
4) Distribusi Kebiasaan Murid SDN 5 Ranomeeto Berdasarkan Kebiasaan
Menggunakan Alas Kaki
Adapun distribusi kebiasaan murid SDN 5 Ranomeeto berdasarkan
kebiasaan menggunakan alas kaki dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.6 Distribusi Kebiasaan Murid SDN 5 Ranomeeto
Berdasarkan Kebiasaan Menggunakan Alas Kaki
Variabel kategori n %
Menggunakan
alas kaki
Menggunakan 26 83.88
Tidak
menggunakan 5 16,12
Jumlah 31 100
Sumber : data primer 2017
Page 48
Pada tabel 5.6 tampak bahwa responden yang memiliki kebiasaan
menggunakan alas kaki (83,88%) lebih banyak dari responden yang
memiliki kebiasaan tidak menggunakan alas kaki (16,12%).
d. Analisis Bivariabel
1) Analisis Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Infeksi Cacing
Ascaris lumbricoides Pada Siswa SDN 5 Ranomeeto
Adapun analisis hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi
cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto dapat di lihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.7 Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Infeksi
Cacing Ascaris lumbricoides Pada Siswa SDN 5
Ranomeeto
Kebiasaan
mencuci tangan
Kecacingan
Nilai p Positif Negatif
n % n %
Tidak Baik 0 0 3 9.67
0,625 Baik 0 0 28 90.33
Total 0 0 31 100
Sumber : data primer 2017
Tabel 5.7 menunjukkan tidak ada responden yang positif terinfeksi
A.lumbricoides baik yang memiliki kebiasaan mencuci tangan baik maupun
tidak baik. Dari 31 responden yang negatif terinfeksi A.lumbricoides
terdapat 3 responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan tidak baik
dan 28 responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan baik.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji fisher diperoleh nilai
P=0,625 lebih besar dari nilai α 0,05 yang berarti bahwa tidak ada
hubungan antara kebiasaan mencuci tangan infeksi A.lumbricoides pada
siswa SDN 5 Ranomeeto.
Page 49
2) Analisis Hubungan Kebersihan Kuku Dengan Infeksi Cacing Ascaris
lumbricoides Pada Siswa SDN 5 Ranomeeto
Adapun Analisis hubungan kebersihan kuku dengan infeksi cacing
Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 5.8 Hubungan Kebersihan Kuku Dengan Infeksi Cacing
Ascaris Lumbricoides Pada Siswa SDN 5 Ranomeeto
Kebersihan
kuku
Kecacingan
Nilai p Positif Negatif
N % n %
Tidak baik 0 0 16 53,33 0,000
Baik 1 100 14 46,67
Total 1 100 30 100
Sumber : data primer 2017
Tabel 5.8 menunjukkan tidak ada responden yang memiliki
kebiasaan tidak baik dalam menjaga kebersihan kuku yang positif terinfeksi
A.lumbricoides. Namun terdapat 1 responden dengan kebiasaan menjaga
kebersihan kuku yang baik terinfeksi A.lumbricoides. Sedangkan 16
responden yang memiliki kebiasaan tidak baik dalam menjaga kebersihan
kuku nya negatif terinfeksi A.lumbricoides dan terdapat 14 responden yang
memiliki kebiasaan baik dalam menjaga kebersihan kukunya juga negatif
A.lumbricoides.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji fisher diperoleh nilai
P=0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan
antara kebiasaan menjaga kebersihan kuku dengan infeksi A.lumbricoides
pada siswa SDN 5 Ranomeeto.
Page 50
3) Analisis Hubungan Penggunaan Alas Kaki Dengan Infeksi Cacing Ascaris
lumbricoides Pada Siswa SDN 5 Ranomeeto
Adapun Analisis hubungan penggunaan alas kaki dengan infeksi
cacing Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto dapat di lihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.9 Hubungan Penggunaan Alas Kaki Dengan Infeksi
Cacing Ascaris lumbricoides Pada Siswa SDN 5
Ranomeeto
Kebiasaan
menggunakan alas
kaki
Kecacingan
Nilai p Positif Negatif
n % n %
Tidak baik 0 0 5 16,12
0,000 Baik 0 0 26 83,88
Total 0 0 31 100
Sumber : data primer 2017
Tabel 5.9 menunjukkan tidak ada responden yang positif terinfeksi
A.lumbricoides baik yang memiliki kebiasaan menggunakan alas kaki
maupun yang tidak menggunakan alas kaki. Dari 31 responden yang negatif
terinfeksi A.lumbricoides terdapat 5 responden yang memiliki kebiasaan
tidak menggunakan alas kaki dan 26 responden yang memiliki kebiasaan
menggunakan alas kaki.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji fisher diperoleh nilai
P=0,000 lebih kecil dari nilai α 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan
antara kebiasaan menggunakan alas kaki dengan infeksi A.lumbricoides
pada siswa SDN 5 Ranomeeto.
Page 51
B. Pembahasan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang, benda, daya keadaan makhluk hidup
termasuk kebiasaan perilaku di dalamnya yang mempengaruhi kesejahteraan hidup dan
berkembang dari suatu organisme hidup. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
masalah seseorang yaitu kebersihan pribadi, tingkat sosial dan ekonomi yang rendah
dan kebiasaan perilaku. Membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti
menghindari kontak dengan tanah yang kemungkinan terkontaminasi dengan feces
manusia, menggunakan alas kaki dan mencuci tangan sewaktu dan setelah kontak
dengan tanah merupakan salah satu pencegahan infeksi kecacingan terutama pada
siswa sekolah dasar.
Manifestasi klinis orang yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides tergantung
pada intensitas infeksi dan organ yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan
infeksi rendah sampai dengan sedang gejalanya asimtomatis atau simtomatis. Gejala
klinis paling sering di temui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus
atau saluran empedu. Gejala klinis nyata biasanya berupa nyeri perut,berupa kolik di
daerah pusat atau epigastrum, perut buncit (pot belly), rasa mual dankadang-kadang
muntah, cengeng, anoreksia, susah tidur dan diare.
Pada penelitian ini diamati hubungan higiene perorangan yaitu kebiasaan
mencuci tangan, kebersihan kuku dan kebiasaan menggunakan alas kaki dengan infeksi
Ascaris lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto Kecamatan Ranomeeto Kabupaten
Konawe Selatan.
Berdasarkan sampel dalam penelitian ini yang telah dilakukan dari 31 sampel,
menunjukkan 1 sampel feces murid SDN 5 Ranomeeto positif mengandung telur
cacing Ascaris lumbricoides dengan persentase 3,33% serta 30 sampel tidak
mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides dengan persentase (96,77%).
1. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Dengan Infeksi A.lumbricoides
Pada siswa SDN 5 Ranomeeto responden yang memiliki kebiasaan mencuci
tangan baik yaitu 90,33% lebih banyak daripada siswa yang memiliki kebiasaan
mencuci tangan tidak baik yaitu 9,67%. Dari hasil uji statistik, terlihat tidak
Page 52
terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi
A.lumbricoides pada siswa SDN 5 Ranomeeto. Hasil Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nusa (2013) di Kec. Damau Kab. Kep. Talaud dan
Endriani (2010) di Kel. Karangroto Semarang yang melaporkan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi
A.lumbricoides . Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jalaluddin (2009)
di Kota Lhokseumawe dan Rahmad pada tahun 2008 di Kec. Sibolga Kota yang
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan
dengan infeksi cacing usus pada siswa sekolah dasar. Infeksi kecacingan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya yaitu faktor kebersihan perorangan.
Kebersihan perorangan khususnya pada usia anak Sekolah Dasar sangat penting
mengingat pada usia ini infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah sangat
tinggi. Higiene yang baik merupakan syarat penting dalam mencegah dan
memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular seperti kecacingan.
Lingkungan dan personal higiene buruk akan memperberat kejadian kecacingan
pada anak Sekolah Dasar, karena pada usia Sekolah Dasar ini belum mampu
mandiri untuk mengurus kebersihan diri..
2. Hubungan kebersihan kuku dengan infeksi A.lumbricoides
Di SDN 5 Ranomeeto responden yang memiliki kuku bersih 16 siswa
(51,62%) lebih banyak daripada yang memiliki kuku tidak bersih yaitu 15 siswa
(48,38%). Dari hasil uji statistik (0,000) terlihat terdapat hubungan bermakna
antara kebiasaan mencuci tangan dengan infeksi A.lumbricoides pada siswa SDN 5
Ranomeeto. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jalaluddin
pada tahun 2009 di Kota Lhokseumawe dan Rahmad (2008) di Kec. Sibolga Kota
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infeksi cacing
usus.
Terdapatnya hubungan antara kedua variabel ini mungkin disebabkan
karena aspek higiene perorangan lain seperti kebiasaan mencuci tangan yang baik
Page 53
juga dapat mengurangi kontaminasi cacing usus pada kuku yang bersih dan pendek.
Pada anak yang masih duduk di kelas III – V SD pada saat makan masih disuapi
oleh ibu atau pengasuhnya sehingga mengurangi kontaminasi dari tangan yang
kotor ke mulutnya. Hasil wawancara dengan beberapa guru di kedua sekolah
tersebut, didapatkan bahwa sekolah juga menerapkan program pemeriksaan kuku
kepada para siswa setiap minggu.
Perbedaan hasil penelitian dari para peneliti sebelumnya disebabkan karena
beberapa faktor higiene perorangan lain yang ditemukan. Pada penelitian Rahmad
(2008) didapatkan prevalensi yang cukup tinggi pada anak yang sering menggigit
kuku ketika sedang bermain dan memasukkan jari tangan kedalam mulut dan
beberapa faktor sanitasi lingkungan yang buruk.
3. Hubungan penggunaan alas kaki dengan infeksi A.lumbricoides
Pada penelitian ini diketahui bahwa siswa SDN 5 Ranomeeto yang
menggunakan alas kaki adalah 26 siswa (83,88%) dan yang tidak menggunakan
alas kaki 5 siswa (6,12%). Dari hasil uji statistik (0,000) menunjukkan terdapat
hubungan bermakna antara penggunaan alas kaki dengan infeksi A.lumbricoides.
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Agustina (2000) di Kec.Paseh
Jawa Barat bahwa terdapat hubungan yang erat antara tanah yang tercemar telur
A.lumbricoides dengan kejadian askariasis pada anak-anak.
Hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Endriani (2010) di
Kel. Karangroto Semarang bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengguna
penggunaan alas kaki dengan infeksi A. lumbricoides .Perbedaan tersebut mungkin
disebabkan oleh prevalensi infeksi cacing gelang (A.lumbricoides) di setiap daerah
yang berbeda dan sasaran pada usia anak prasekolah dan anak sekolah memiliki
perbandingan yang berbeda untuk terinfeksi cacing gelang. Meskipun anak yang
sudah memakai alas kaki lengkap tetap terinfeksi cacing usus, hal ini bisa terjadi
karena dalam hal higiene perorangan dan sanitasi lingkungan tidak dilakukan
dengan baik dan benar.
Page 54
Pada tahun 2009 penelitian yang sama juga pernah di lakukan di SDN
Asinan 01 Desa Asinan Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang yang
memperlihatkan prevalensi infeksi A.lumbricoides adalah 10% dan ada hubungan
antara pemakaian alas kaki dengan kejadian kecacingan dengan p=0,022.
Sedangkan penelitian di Kota Sibolga menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan bermakna antara penggunaan alas kaki dengan infeksi A.lumbricoides
(Uji Chi-Squere, p=0,323).
Page 55
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat hubungan higiene perorangan dengan infeksi Ascaris lumbricoides pada
siswa SD 5 Ranomeeto, khusus nya pada aspek kebersihan kuku dan penggunaan alas
kaki.
1. Dari 31 sampel terdapat 1 (3,33%) sampel yang positif terinfeksi Ascaris
lumbricoides.
2. Kebiasaan mencuci tangan yang baik adalah mencuci tangan dengan air mengalir
dan menggunakan sabun. Siswa yang memiliki kebiasaan mencuci tangan baik
(90.33%) lebih banyak dari siswa yang memiliki kebiasaan mencuci tangan tidak
baik (9.67%)
3. Kebiasaan menjaga kebersihan kuku yang baik adalah kuku yang bersih dan tidak
ada kotoran hitam di sekitar kukunya. Siswa yang memiliki kebiasaan tidak
menjaga kebersihan kukunya lebih banyak (51.62%) dari siswa yang memiliki
kebiasaan menjaga kebersihan kukunya (48.38%)
4. Kebiasaan menggunakan alas kaki yang baik adalah selalu menggunakan alas kaki
(sepatu,sendal) setiap keluar rumah. Siswa yang memiliki kebiasaan menggunakan
alas kaki (83.88%) yang baik lebih banyak dari siswa yang tidak menggunakan alas
kaki (16.12%)
5. Dalam higiene perorangan variabel yang tidak memiliki hubungan dengan infeksi
A.lumbricoides adalah kebiasaan mencuci tangan, sedangkan variabel yang
memiliki hubungan dengan A.lumbricoides adalah kebersihan kuku dan
penggunaan alas kaki.
B. Saran
1. Bagi pihak sekolah diperlukan adanya pendidikan kesehatan yang menganjurkan
untuk selalu menggunakan alas kaki saat bersekolah dan saat bermain di luar
rumah, selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kebersihannya
dan membiasakan anak untuk selalu mencuci tangan sebelum makan menggunakan
Page 56
sabun. Menyediakan sarana tempat cuci tangan dan kaki di sekitar halaman
sekolah. Selain itu dilakukan pemeriksaan kebersihan kuku dan mengharuskan
kepada anak untuk selalu memotong kuku hingga pendek serta bekerjasama dengan
pihak puskesmas dalam upaya penyehatan anak.
2. Bagi pihak institusi sebaiknya penelitian ini dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi
pada siswa-siswa di SD lain yang mungkin belum terlalu faham dengan higiene
perorangan.
3. Bagi peneliti selanjutnya agar melanjutkan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara pengetahuan dan sikap siswa mengenai higiene perorangan
dengan infeksi kecacingan pada siswa di sekolah lain.
Page 57
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, 2012. Kajian Epidemiologi Lingkungan Penyakit Kecacingan Pada Kelompok
Pemulung Di Tpk Sarimukti Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat
Dahlan, A.K, Umrah, A,St. 2013. Buku Ajaran Keterampilan Dasar Praktik Kebidanan.
Malang : Intimedia
Darmodjo. (1992). dalam Yeni Endang, Memahami Karakteristik Siswa SD dalam
Pembelajaran
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan.
Jakarta: Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI
Dinkes Prov. Sultra. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2012,Kendari
Gunarsa, Singgih;Yulia Singgih Gunarsa. 2006 . Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta : Gunung Mulia
Faust, E.C.& P.F. Russell. 1964. Craig & Fausts Clinical Parasitology. 7th ed. Lea 7
Febiger Philadelphia, USA, 341-429.
Gandahusada, dkk. 2004. Parasitologi Kedokteran Edisi lll.Jakarta:Balai Penerbit FKUI
Hidayat, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Hotez, P. J., et al., 2011. Helminth Infections: Soil-Transmitted Helminth Infections and
Schistosomiasis. Dalam: Jamison, D. T., et al., ed. Diseases Control Priorities in
Developing Countries. 2nd Edition. Washington (DC): World Bank, 467-481.
Irianto K. 2013. Parasitologi Medis. Bandung: Alfabeta. Hal 232-238
Junaidi. 2014. “Hubungan Personal Hygiene Terhadap Kejadian Kecacingan pada Murid
SD di Wilayah Kerja Puskesmas Tapalang Kabupaten Mamuju”. Jurnal dari
Poltekkes Kemenkes Makassar : Makassar.
Kementerian Kesehatan RI. 2006. PendomanPengendalian Cacingan. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.Hlm: 3.Jakarta.
Manganelli L, Berrilli F, DiCave D, Ercoli L, Gioia C, Otranto D, dkk. 2012. Intestinal
Parasite Infections in Immigrant Children in the City of Rome, Related Risk Factors
and Possible Impact on Nutritional Status. Parasite and Vector Journal, 5(265): 1-5.
Page 58
Mardiana dan Djarismawati. 2008 .Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar wajib
belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah
DKI Jakarta.Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol7(2):769-774.
Mardiana, L. Agustina, N. Riris, Djarismawati dan Sukijo. 2000. Telur cacing Ascaris
lumbricoides pada tinja dan kuku anak Balita serta pada tanah di Kecamatan Paseh,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Maj. Parasitol. Ind. 13 (1-2). 28 – 32.
Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Edisi 4. Jakarta:
FKUI.
Natadisastra, D. dkk, 2009. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Jakarta: EGC.
Profil Kesehatan Kota Kendari, 2001. Kasus Kecacingan. Sulawesi Tenggara
Rosanti, A dan Nurhayani. 2015. Hubungan Higiene Perorangan dengan Infenksi Cacing
Usus pada Sisa Sekolah Dasar Negri 3 Abeli Kota Kendari, Vol 2
Safar, R. 2009. Protozoologi Helmintologi Entomologi. Bandung: Yrama Widya.
Sekartini, R. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu yang memiliki anak Usia Sd Tentang
Penyakit Cacingan di Kelurahan Pisang Baru, 2004. Jakarta Timur. Jurnal
Epidemiologi Indonesia, Volume 6 Edisi-11
Soedarto. 2009. Pengobatan Penyakit Parasit. Jakarta: Sagung Seto
Susanti S. 2016. Jumlah Eosinofil Penderita Ascariasis pada Siswa SDN 14 Olo Ladang
Kota Padang Sumatera Barat [Skripsi]. Padang: Universitas Andalas.
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi Ke-4. Jakarta: Salemba Medika.
Wirawan. 2013. Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan
Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wong D. L., Huckenberry M.J.(2008).Wong’s Nursing care of infants and children. Mosby
Company, St Louis Missouri.
World Health Organization. 2012. Intestinal worms, soil transmitted helmints. Jakarta
Page 66
Pelaksanaan Penelitian
No Hari/
Tanggal
Kegiatan
penelitian Tempat Keterangan
1
Selasa,
18 juli
2017
Mengurus izin
penelitian
Di SDN 5
Ranomeeto
Membawa surat izin
penelitian dan menjelaskan
pada pihak sekolah
2 Rabu,19
juli 2017
Melakukan
sosialisasi
kepada siswa
dan
membagikan pot
sampel
Di SDN 5
Ranomeeto
Menjelaskan tentang
pentingnya menjaga
personal higiene dan cara
mengumpulkan sampel
feces pada siswa SD
3
Kamis,
20 juli
2017
Mengumpulkan
sampel dan
pengisian
kuisioner
Di SDN 5
Ranomeeto
Mengumpulkan sampel
(S1,S2,S3.S4,S5,S6,S7,S8,
S9,S10,S11,S12,S13,S14)
dan mengisi kuisioner
dengan cara
mewawancarai siswa.
Melakukan
pemeriksaan
pada sampel
Di
Laboratorium
Analis
Kesehatan
Poltekkes
Melakukan pemeriksaan
sampel feces
(S1,S2,S3.S4,S5,S6,S7,S8,
S9,S10,S11,S12,S13,S14)
dengan metode langsung
4
Jumat ,
21 juli
2017
Mengumpulkan
sampel dan
pengisian
kuisioner
Di SDN 5
Ranomeeto
Mengumpulkan sampel
(S15,S16,S17.S18,S19,S2
0,S21,S22,S23,S24,S25,S2
6,S27,S28,S29, S30, S31 )
dan mengisi kuisioner
dengan cara
mewawancarai siswa
Melakukan
pemeriksaan
pada sampel
Di
Laboratorium
Analis
Kesehatan
Poltekkes
Melakukan pemeriksaan
sampel feces
(S15,S16,S17.S18,S19,S2
0,S21,S22,S23,S24,S25,S2
6,S27,S28,S29, S30, S31 )
dengan metode langsung
Page 67
NEW FILE.
DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.
CROSSTABS
/TABLES=mencuci_tangan BY kecacingan
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=MCNEMAR
/CELLS=COUNT TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1]
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
mencuci tangan * jumlah
kecacingan
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
mencuci tangan * jumlah kecacingan Crosstabulation
jumlah kecacingan Total
negatif
kecacingan
positif
kecacingan
mencuci tangan
mencuci tangan dgn sabun
dan air mengalir
Count 27 1 28
% of Total 87,1% 3,2% 90,3%
mencuci tangan tidak dgn
sabun dan air mengalir
Count 3 0 3
% of Total 9,7% 0,0% 9,7%
Total Count 30 1 31
% of Total 96,8% 3,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value Exact Sig. (2-
sided)
McNemar Test ,625a
N of Valid Cases 31
a. Binomial distribution used.
Page 68
CROSSTABS
/TABLES=kebersihan_kuku BY kecacingan
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=MCNEMAR
/CELLS=COUNT TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1]
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kebersihan kuku * jumlah
kecacingan
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
kebersihan kuku * jumlah kecacingan Crosstabulation
jumlah kecacingan Total
negatif
kecacingan
positif
kecacingan
kebersihan kuku
kuku kotor, ada lotoran hitam
disekitar kuku
Count 15 0 15
% of Total 48,4% 0,0% 48,4%
kuku bersih, tidak ada
kotoran hitam di sekitar kuku
Count 15 1 16
% of Total 48,4% 3,2% 51,6%
Total Count 30 1 31
% of Total 96,8% 3,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value Exact Sig. (2-
sided)
McNemar Test ,000a
N of Valid Cases 31
a. Binomial distribution used.
Page 69
CROSSTABS
/TABLES=pengunaan_alas_kaki BY kecacingan
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=MCNEMAR
/CELLS=COUNT TOTAL
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1]
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengunnan alas kaki *
jumlah kecacingan
31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%
pengunnan alas kaki * jumlah kecacingan Crosstabulation
jumlah kecacingan Total
negatif
kecacingan
positif
kecacingan
pengunnan alas kaki
tidak menggunakan alas kaki
sendal atau sepatu
Count 5 0 5
% of Total 16,1% 0,0% 16,1%
menggunakan alas kaki
sendal atau sepatu
Count 25 1 26
% of Total 80,6% 3,2% 83,9%
Total Count 30 1 31
% of Total 96,8% 3,2% 100,0%
Chi-Square Tests
Value Exact Sig. (2-
sided)
McNemar Test ,000a
N of Valid Cases 31
a. Binomial distribution used.
Page 72
LAMPIRAN
HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFEKSI
Ascaris lumbricoides PADA SISWA SDN 5 RANOMEETO
KECAMATAN RANOMEETO KABUPATEN KONAWE SELATAN
Identitas responden
1. No. kuesioner :......................
2. Nama/Inisial :......................
3. Jenis kelamin :......................
4. Umur :......................
5. Kelas :......................
A. Tinjauan tentang mencuci tangan
1. Apakah sebelum makan adik mencuci tangan ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah tiap sebelum makan adik mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah setelah buang air besar adik mencuci tangan ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah setelah buang air besar adik mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah setelah bermain tanah adik mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir ?
a. Ya
b. Tidak
Page 73
B. Tinjauan tentang kebersihan kuku
1. Apakah seminggu sekali adik memotong kuku ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah kuku anak nampak bersih ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah tidak ditemukan kotoran di sekitar kuku ?
a. Ya
b. Tidak
C. Tinjauan tentang kebiasaan memakai alas kaki
1. Apakah adik menggunakan alas kaki (sepati,sendal) setiap keluar rumah ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah adik menggunakan alas kaki (sepatu,sendal) setiap bermain ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah adik menggunakan alas kaki (sepatu,sendal) ke toilet ?
a. Ya
b. Tidak
Page 76
Dokumentasi alat dan bahan yang di gunakan
Gambar 1. Proses Pengumpulan pot sampel yg terlah di isi dengan sampel feces
dan pengisisan quisioner
Page 77
Gambar 2. Alat dan
bahan yang digunakan dalam pemeriksaan sampel
Gambar 3. Proses pembuatan preparat
Page 78
Gambar 4. Proses pengamatan preparat di bawah mikroskop
(Gambar 5. Ascaris lumbricoides (Dekortikasi) pada hasil pengamatan mikroskop)