Page 1
HUBUNGAN FAKTOR FAKTOR INTERNAL
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 2
DI MADRASAH TSANAWIYAH PEMBANGUNAN
UIN JAKARTA TAHUN AJARAN 2015-2016
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Clarissa Maharani Putri
NIM: 1113103000045
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
Page 5
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang selalu menjadi panutan kehidupan.
Penulis menyadari laporan penelitian ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa
adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter yang telah membimbing saya selama menjalani pendidikan di
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku Penanggung Jawab Riset Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang selalu mengingatkan
penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
4. Dr. Riva Auda, Sp.A.M. Kes selaku Pembimbing 1 yang telah meluangkan
waktu, pikiran, dan tenaga serta memberi motivasi untuk membimbing penulis
baik dalam pengambilan data, penyusunan laporan, hingga laporan ini dapat
terselesaikan.
5. dr. Marita Fadhilah, Ph. D selaku Pembimbing II yang terus memberikan
bimbingan, arahan, dan saran-saran yang sangat membangun dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian.
6. Bapak dan Ibu yang tercinta, Dr. sc. H. Zainal Nur Arifin, Dipl-Ing. HTL, M.T
dan Kusumani Dewi Panji Haryati SE serta kakak penulis dr. Tiffano Taufan
Firdaus dan Nico Aldrin Avesina S.Ked yang memberikan dukungan dan
semangat terus menerus, dan lantunan do’a yang tak pernah putus untuk penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
Page 6
vi
7. Mbak Pipit selaku admin yang telah memberikan surat izin penelitian, serta Pak
Mardi selaku wakil kurikulum Madrasah Pembangunan, Pak Efron selaku
admin Madrasah Pembangunan dan Bu Hani selaku guru bimbingan konseling
yang turut membantu dalam pengambilan data penelitian.
8. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia menjadi sampel penelitian
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini.
9. Mellia Wida Masita dan Putri Anggereini, teman-teman seperjuangan dalam
penelitian ini yang terus berjalan bersama, menghabiskan waktu, tenaga, pikiran
dan semangat bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.
10. Ferina, Iftina, Hana, Carin, Syabil, Ami, Najo, Nha, Siti, Nisa, dan teman-teman
PSKPD 2013 yang terus mengingatkan, menemani dan memberikan
semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
11. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik langsung
maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam
mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil laporan penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. Semoga penelitian yang
telah dilakukan ini mendapat barokah dan Ridho dari Allah SWT, Aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ciputat, 14 Oktober 2016
Penulis
Page 7
vii
ABSTRAK
Clarissa Maharani Putri. Hubungan faktor faktor internal terhadap prestasi
belajar siswa kelas 2 di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta
Tahun Ajaran 2015-2016
Latar Belakang Faktor kesehatan seperti riwayat penyakit, nutrisi, pola tidur,
aktivitas fisik dan motivasi mempunyai efek terhadap prestasi belajar. Dengan
pengetahuan mengenai hubungan faktor-faktor kesehatan dengan prestasi belajar,
sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang masih peringkat
bawah dan masuk dalam kategori median human development. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa kelas
2 di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun ajaran 2015-2016.
Metode: penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang terdiri
dari 120 subjek penelitian. Seluruh subjek penelitian mengisi kuesioner untuk
menilai faktor-faktor risiko internal, dan dilakukan pemeriksaan tinggi badan dan
berat badan. Prestasi belajar didapat dari rata-rata selama 4 semester (kelas 7 dan
kelas 8). Hasil: Faktor risiko internal yang mempunyai hubungan bermakna
terhadap prestasi belajar menggunakan analisis chi square adalah jenis kelamin
(p:0,023) anemia (p:0,002), batuk pilek (p:0,048), alergi (p:0,035), intake makanan
(p:0,043), aktivitas intensitas sedang (p:0,048) dan penghargaan (0,000).
Selanjutnya dengan analisis regresi logistik didapatkan kekurangan intake makanan
(OR : 4,755 P= 0,005 IK 95% 1,597-14,158), jenis kelamin laki-laki (OR: 3,664 P
: 0,008 OR : 3,664 IK 95% 1,402-9,578), dan gangguan pernapasan saat tidur (OR:
3,156 P : 0,080 OR 3,156 IK 95% 0,872-11,42), mempunyai kekuatan hubungan
paling kuat terhadap prestasi belajar kurang. Simpulan: Terdapat hubungan
bermakna antara jenis kelamin, anemia, batuk pilek, alergi, intake makanan,
aktivitas fisik intensitas sedang dan penghargaan terhadap prestasi belajar,
sedangkan durasi tidur tidak terdapat hubungan bermakna terhadap prestasi belajar.
Kekuatan paling kuat terhadap prestasi belajar kurang adalah intake makanan, jenis
kelamin, gangguan pernapasan saat tidur, anemia dan penghargaan.
Kata Kunci: prestasi belajar, kesehatan, nutrisi, pola tidur, aktivitas fisik, motivasi
Page 8
viii
ABSTRACT
Clarissa Putri Maharani. Relationship between internal factors on student
achievement in class 2 MTs Pembangunan UIN Jakarta Academic Year 2015-
2016
Background Health factors such as a history of the disease, nutrition, sleep
patterns, physical activity and motivation have an effect on learning achievement.
With the knowledge of the relationship factors of health and academic achievement,
so as to improve the quality of human resources that are still ranked below the and
into the category of median human development Objective: To determine the
internal factors that affect student achievement in class 2 MTs Pembangunan UIN
Jakarta Academic Year 2015-2016. Methods: This study used cross sectional
design consisting of 120 research subjects. The entire research subjects filled out a
questionnaire to assess internal risk factors internal, their height and weight were
also examined. The achievement of learning was derived from the average of four
semesters (grade 7 and grade 8). Results: The internal risk factors which are have
a significant relationship to the student achievement using chi square analysis were
gender (p: 0.023), anemia (p: 0.002), cough/colds (p: 0.048), allergy (p: 0.035),
intake of food (p: 0.043), moderate-intensity activity (p: 0.048) and rewards
(0,000). Furthermore, by using logistic regression analysis found that shortages of
food intake (OR:4.755 P:0.005 IK:95% 1.597-14.158), male gender (OR:3.664
P:0.008 OR: 3.664 IK: 95% 1.402-9.578), and sleep breathing disorders (OR:3.156
P:0.080 IK:95% 0.872 -11.42) have the strongest relationship to less learning
achievement. Conclusions: There was a significant relationship between sex,
anemia, cough/colds, allergies, food intake, physical activity of moderate intensity
and reward toward learning achievement, while the duration of sleep and sleep
disorders are no significant relationship to the learning achievement. The most
powerful forces on the less learning achievement are intake of food, sex, sleep
breathing disorders, anemia and awards.
Keywords: learning achievement, health, nutrition, sleep patterns, physical activity,
motivation
Page 9
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3.Hipotesis ........................................................................................................ 3
1.4.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4.1.Tujuan Umum .................................................................................... 4
1.4.2.Tujuan Khusus ................................................................................... 4
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.5.1.Bagi Peneliti ........................................................................................ 4
1.5.2.Bagi Institusi ....................................................................................... 4
1.5.3.Bagi Masyarakat................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5
2.1.Kerangka / Landasan Teori ........................................................................... 5
2.1.1.Prestasi Belajar ..................................................................................... 5
2.1.1.1. Definisi prestasi belajar .................................................................. 5
2.1.1.2. Definisi prestasi belajar menurut KBBI ......................................... 5
2.1.1.3. Faktor internal prestasi belajar ....................................................... 6
2.1.1.4. Faktor eksternal prestasi belajar ..................................................... 6
2.1.2. Riwayat penyakit ................................................................................. 7
2.1.2.1.Gangguan penglihatan ..................................................................... 7
2.1.2.2.Asma ............................................................................................... 8
2.1.2.3.Aggression dan violence .................................................................. 8
2.1.2.4.Inattention dan hiperaktif ................................................................ 8
2.1.2.5.Anemia ............................................................................................ 9
2.1.2.6.Gangguan pendengaran ................................................................... 9
2.1.2.7.Pilek dan batuk ................................................................................ 9
2.1.2.8.Diare ................................................................................................ 9
2.1.2.9.Alergi ............................................................................................ 10
2.1.3.Status gizi dan nutrisi ......................................................................... 10
2.1.3.1.Indeks massa tubuh ....................................................................... 10
2.1.3.2.Suplemen nutrisi dan mikronutrien ............................................... 11
Page 10
x
2.1.3.3.Defisiensiesi dan suplementasi .................................................... 11
2.1.3.4.Insufisiensi makanan ..................................................................... 11
2.1.3.5.Sarapan .......................................................................................... 11
2.1.3.6.Makanan cepat saji ........................................................................ 12
2.1.3.7.Pola makan sehat ........................................................................... 12
2.1.4.Pola tidur ............................................................................................ 12
2.1.4.1.Perubahan tidur dari childhood sampai adolescence .................... 12
2.1.4.2.Gangguan tidur pada anak ............................................................. 14
2.1.4.3.BISS ............................................................................................. 18
2.1.4.4.Hubungan durasi tidur dengan prestasi belajar ............................ 18
2.1.5.Aktivitas fisik ................................................................................... 19
2.1.5.1.Klasifikasi aktivitas fisik .............................................................. 19
2.1.5.2.Aktivitas fisik pada anak dan orang muda ................................... 20
2.1.5.3.Manfaat aktivitas fisik .................................................................. 20
2.1.5.4.Aktivitas fisik mempengaruhi otak .............................................. 21
2.1.5.5.Penelitian aktivitas fisik ............................................................... 22
2.1.6.Motivasi ............................................................................................ 22
2.1.6.1.Faktor yang mempengaruhi motivasi ........................................... 22
2.1.6.2.Komponen dari motivasi .............................................................. 22
2.1.6.3. Self Determination Theory .......................................................... 22
2.1.6.4. Hubungan motivasi dengan prestasi belajar ................................ 24
2.1.7. Otak ................................................................................................... 25
2.1.7.1. Anatomi otak ................................................................................ 25
2.1.7.2. Perkembangan otak ...................................................................... 27 2.1.7.3. Perubahan anatomi ....................................................................... 28
2.1.8.Remaja ............................................................................................... 31
2.1.8.1. Kematangan seksual, tinggi badan dan berat badan ..................... 31
2.1.8.2.Perubahan hormonal...................................................................... 33
2.1.8.3.Waktu dan variasi dalam pubertas ................................................ 33
2.1.8.4.Dimensi psikologis dari pubertas .................................................. 33
2.1.8.5.Otak ............................................................................................... 34
2.1.9. Pediatri sosial ................................................................................... 34
2.1.9.1. Aspek pediatric sosial .................................................................. 35
2.2.Kerangka Teori............................................................................................ 36
2.3.Kerangka Konsep ........................................................................................ 37
2.4.Definisi Operasional.................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 43
3.1.Desain penelitian ......................................................................................... 43
3.2.Lokasi dan waktu penelitian........................................................................ 43
3.3.Populasi dan sampel .................................................................................... 43
3.3.1.Populasi dan sampel yang diteliti ....................................................... 43
3.3.2.Jumlah Sampel .................................................................................. 44
3.3.3.Variabel yang diteliti .......................................................................... 44
3.4. Cara kerja Penelitian .................................................................................. 44
3.4.1.Alur penelitian ................................................................................... 44
3.5. Managemen data ........................................................................................ 45
3.5.1.Pengumpulan data ............................................................................. 45
Page 11
xi
3.3.2. Analisis data .................................................................................... 45
3.5.2.1.Analisis univariat ......................................................................... 46
3.5.2.2. Analisi bivariat ............................................................................ 46
3.5.2.2. Analisi bivariat ............................................................................ 46
3.6.Etika penelitian............................................................................................ 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 47
4.1.Hasil uji validitas dan reliabilitas ................................................................ 47
4.1.1.Uji validitas ....................................................................................... 47
4.1.2.Uji reliabilitas .................................................................................... 48
4.2.Madrasah pembangunan.............................................................................. 48
4.3.Analisis univariat ........................................................................................ 50
4.4.Analisi bivariat ............................................................................................ 59
4.4.1.Hubungan antara riwayat penyakit dengan prestasi belajar ............... 59
4.4.2.Hubungan antara nutrisi dengan prestasi belajar ............................... 63
4.4.3.Hubungan antara pola tidur dengan prestasi belajar .......................... 65
4.4.4.Hubungan antara aktivitas fisik dengan prestasi belajar .................... 67
4.4.5.Hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar ............................ 69
4.5.Analisis multivariat ..................................................................................... 70
4.6.Kelebihan penelitian.................................................................................... 71
4.7.Keterbatasan penelitian ............................................................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 73
5.1.Kesimpulan ................................................................................................. 73
5.2.Saran ............................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 74
LAMPIRAN ..................................................................................................... 79
Page 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Range Motivasi ............................................................................. 24
Gambar 2.2.Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar ................................ 24
Gambar 2.3.Anatomi Otak ................................................................................ 25
Gambar 2.4.Anatomi Otak ................................................................................ 25
Gambar 2.5 Subdivisi Korteks Prefrontal ......................................................... 26
Gambar 2.6.Daerah Asosiasi ............................................................................. 30
Page 13
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh ..................................................... 10
Tabel 2.2. Proses Encephalisasi ....................................................................... 28
Tabel 2.3. Estimasi Usia Puncak Penebalan Korteks Serebri .......................... 29
Tabel 2.4. Varianel Dependen yaitu prestasi belajar ....................................... 38
Tabel 2.5. Variabel Independen yaitu faktor internal ..................................... 38
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas pada Item Kuesioner ........................................ 47
Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas pada Item Kuesioner..................................... 49
Tabel 4.3. Karakteristik responden .................................................................. 50
Tabel 4.4. Hasil Analisis Univariat Riwayat penyakit ..................................... 51
Tabel 4.5. Hasil Analisis Univariat Nutrisi ...................................................... 53
Tabel 4.6. Hasil Analisis Univariat Pola Tidur ................................................ 55
Tabel 4.7. Hasil Analisis Univariat Aktivitas Fisik ......................................... 56
Tabel 4.8. Hasil Analisis Univariat Motivasi ................................................... 58
Tabel 4.9. Sebaran responden berdasarkan faktor riwayat penyakit dan tingkat
prestasi belajar ................................................................................. 59
Tabel 4.10.Sebaran responden berdasarkan nutrisi dan tingkat prestasi
belajar .............................................................................................. 63
Tabel 4.11.Sebaran responden berdasarkan pola tidur dan tingkat
prestasi belajar ................................................................................. 65
Tabel 4.12.Sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik dan tingkat
prestasi belajar ................................................................................. 67
Tabel 4.13.Sebaran responden berdasarkan motivasi dan tingkat
prestasi belajar ................................................................................. 69
Tabel 4.14.Hasil analisis multivariat ................................................................. 70
Page 14
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar surat persetujuan responden ............................................. 78
Lampiran 2 Kuesioner penelitian ...................................................................... 78
Lampiran 3 Hasil uji validitas dan
reliabilitas........................................................................................84
Lampiran 4 Dokumentasi …….……………………………………………… 94
Lampiran 5 Riwayat penulis ................................................................. ..……..95
Page 15
xv
DAFTAR SINGKATAN
UNDP : United Nations Development Programme
USDA : United States Department of Agriculture
BISS : Behaviorally induced insufficient sleep syndrome
ADHD : Attention Deficit Hyperactivity Disorder
SMA : Sekolah Menengah Atas
IMT : Indeks Massa Tubuh
NICU : Neonatal intensive care unit
CPAP : Continuous Positive Airway Understood
OSA : Obstructive Sleep apnea
REM : Rapid Eye Movement
RLS : Restless Leg Syndrome
SDT : Self Determination Theory
AM : autonomous motivation
CM : Controlled Motivation
SEM : Structural Equation Modelling
DTI : Diffusion tensor imaging
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
FSH : Follicle-Stimulating Hormone
LH : Luteinizing Hormone
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
UIN : Universitas Islam Negeri
Page 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang paling penting dalam
pembangunan Nasional. Hal ini dikarenakan melalui sektor pendidikan dapat
dibentuk manusia yang berkualitas, seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak seperti peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.1
Dalam human development report 2014 oleh United Nations Development
Programme (UNDP), tahun 2013 Indonesia mempunyai index pembangunan
manusia yaitu 0,681 dengan peringkat 108 dari 187 negara, tergolong dalam
medium human development yang masuk dalam kriteria Negara berkembang.2
Selain itu hasil survey The 2015 International Institute for Management
Development World Competitiveness Scoreboard, Indonesia berada dalam
peringkat 42 dari 61 negara.3 Data di atas menunjukan bahwa kualitas sumber daya
manusia Indonesia masih rendah.
Salah satu indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia adalah
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang
dicapai siswa selama mengikuti pelajaran pada periode tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan, hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka atau simbol lainnya.4
Faktor kesehatan merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.
Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa faktor – faktor kesehatan memiliki
efek terhadap prestasi belajar seperti riwayat penyakit, nutrisi, pola tidur, aktivitas
fisik, dan motivasi.
Page 17
2
Dalam suatu jurnal yang membahas mengenai kesehatan mata terdapat
perbedaan hasil penelitian, bahwa di pada anak usia (4-7 tahun) dan siswa sekolah
dasar (7-11 tahun), hyperopia mempunyai efek negatif terhadap nilai ujian
membaca, keterampilan keaksaraan, pengenalan kata dan kosakata, dan ortografi.
Sedangkan anak usia 10-12 tahun dengan miopia dapat membaca lebih banyak dan
mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding anak tanpa miopia. 5 Selain
itu pada penelitian 7000 anak kelas 3 SD, menunjukkan bahwa anak dengan
obesitas lebih sering tidak naik kelas dibandingkan anak yang menjaga berat
normalnya.6 Faktor internal yang ditunjukkan pada penelitian di Uganda anak SD
menemukan bahwa anak dengan status hemoglobin baik tanpa adanya infeksi
parasit malaria memiliki prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan anak yang
mengalami stunted, anemia, dan terinfeksi malaria. Sehingga dari penelitian ini
menyimpulkan bahwa riwayat penyakit berpotensi untuk mempengaruhi prestasi
belajar.7
Dalam penelitian yang melibatkan lebih dari 12.000 anak, Tobin (2013)
menemukan bahwa yang mengonsumsi makanan cepat saji lebih sering (beberapa
kali per minggu) mempunyai penurunan nilai ujian matematika dan membaca
secara signifikan.6 Bahkan pada penelitian siswa SMP, anak yang mengikuti
program sarapan pagi dengan intake nutrisi yang baik memiliki peningkatan pada
prestasi belajar dan fungsi psikososial, dibandingkan siswa yang tidak
mengkonsumsi sarapan pagi.6 Pernyataan ini didukung oleh The Food and
Nutrition Service of the United States Department of Agriculture (USDA) memiliki
National School Breakfast Programs untuk siswa, yaitu dengan pemberian buah
saat sarapan, dapat memberikan efek pada pembelajaran anak.6 Sehingga dari
beberapa penelitian ini menunjukan bahwa nutrisi dan status gizi memiliki
hubungan dengan prestasi belajar.
Pada review jurnal yang diambil 50 penelitian melakukan pengukuran
keterampilan kognitif dan attitude dan dihubungkan dengan aktifitas fisik dan
prestasi belajar, dengan hasil 50,5% positif berhubungan, 48% tidak signifikan dan
1,5% negatif.8 Pada anak sekolah di British Columbia yang diambil secara cluster
dan random diikutkan program aktivitas fisik dan didapatkan peningkatan
Page 18
3
performa akademik dibandingkan siswa yang tidak berpartisipasi program
tersebut.9
Selain faktor tersebut, terdapat penelitian yang diambil dari siswa SMA di
Korea Selatan, dari total 51 siswa tanpa behaviorally induced insufficient sleep
syndrome (BISS), 28 orang (54,9%) menempati ranking pada kuartil pertama,
sedangkan siswa dengan BISS hanya 13 orang (21,6%), hal ini menunjukkan
bahwa performa akademik tanpa gangguan pola tidur lebih tinggi dibandingkan
adolescent dengan gangguan pola tidur.10
Pada penelitian terhadap 252 mahasiswa Universitas Tehran di Iran yang
mengisi kuosioner motivasi akademik didapatkan hasil positif dan hubungan
signifikan antara motivasi akademik dan prestasi belajar sebesar 9,8%.11
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti merasa perlu
mengadakan suatu penelitian untuk mencari faktor-faktor kesehatan dan hubungan
terhadapnya prestasi belajar untuk membuat strategi pendidikan yang dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, sehingga terbentuk sumber daya manusia yang
berkualitas dan memajukan negara Indonesia. Hal itulah yang menjadikan peneliti
tertarik mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Faktor-faktor Internal
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 2 di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan
UIN Jakarta Tahun Ajaran 2015-2016.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan antara prestasi belajar dengan faktor-faktor internal pada
siswa kelas 2 di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan tahun ajaran 2015-2016?
1.3 HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara faktor-faktor internal dengan prestasi belajar, yaitu:
1. Tidak ada riwayat penyakit akan meningkatkan prestasi belajar.
2. Nutrisi yang baik akan meningkatkan prestasi belajar.
3. Pola tidur yang benar dan cukup akan meningkatkan prestasi belajar.
4. Aktivitas fisik yang cukup akan meningkatkan prestasi belajar.
5. Motivasi yang baik akan meningkatkan prestasi belajar.
Page 19
4
1.4 TUJUAN
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa kelas
2 di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun ajaran 2015-2016
1.4.1 Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan antara faktor internal terhadap prestasi belajar siswa kelas 2
di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun ajaran 2015-2016
1.5 MANFAAT
1.5.1 Manfaat Peneliti
Mendapatkan informasi dan wawasan mengenai hubungan faktor-faktor internal
terhadap prestasi belajar.
1.5.2 Manfaat Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam perkembangan ilmu
pendidikan khususnya di bidang pediatric social mengenai hubungan faktor-faktor
internal terhadap prestasi belajar siswa.
1.5.3 Manfaat masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru, orang
tua, dan siswa tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar anak khususnya di wilayah kota
Jakarta.
Page 20
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KERANGKA/LANDASAN TEORI
2.1.1. Prestasi belajar
2.1.1.1. Definisi prestasi belajar
Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil
belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan
perilaku yang diharapkan dari siswa.12 Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar
yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar
yang telah ditetapkan.13
Prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai :
a. Academic performance adalah suatu nilai di kelas dan tingkat kelulusan yang
dinilai saat ujian, tugas sekolah (performance in tests, performance in course
work, performance in examinations)
b. Education behavior adalah perilaku belajar seperti kehadiran, tingkat putus
sekolah dan masalah perilaku di sekolah
c. Student cognitive skills and attitude seperti konsentrasi, memori, dan mood.16
2.1.1.2. Definisi belajar menurut kamus besar Bahasa Indonesia
Prestasi : hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
sebagainya).14 Prestasi dicapai dengan nilai akademis dan belajar.
a. Akademis : hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau
perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui
pengukuran dan penilaian
b.Belajar : penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru.
Page 21
6
2.1.1.3. Faktor Internal Prestasi Belajar
Faktor yang berasal dari dalam diri individu, disebut faktor internal. Faktor ini
terdiri dari faktor biologis (jasmaniah) dan psikologis.15
Yang termasuk faktor biologis yaitu
a. Aktivitas fisik16
b.Nutrisi : sarapan, konsumsi buah dan sayur, konsumsi minum bersoda17
c. Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan kronik : IMT, ganggguan mata, asma5
Kesehatan mental : depresi, merasa tidak aman di sekolah17
Penyalahgunaan zat : merokok, alkohol dan ganja17
d.Pola tidur10
Yang termasuk faktor psikologis yaitu
e. Tingkah laku : inattention dan hiperaktif
f. Nilai saat masuk : direct entry points, diploma points, mature age points18
g.Motivasi akademik11
2.1.1.4. Faktor eksternal Prestasi Belajar
Faktor yang berasal dari luar individu, disebut faktor eksternal. Faktor ini meliputi
faktor lingkungan keluarga, faktor lingkugan sekolah, dan faktor lingkungan
masyarakat.16
a. Status sosial ekonomi keluarga18
Edukasi orang tua
Pendapatan keluarga
Pekerjaan orang tua
b. Latar belakang sekolah18
Lokasi sekolah (kota atau desa)
Status akademik
Kepemilikan sekolah (public atau private)
Keuangan
c. Keadaan sekolah
Manajemen sekolah18
Kurikulum sekolah17
Page 22
7
Program19 : promosi pengembangan remaja positif, edukasi dan pelayanan
support keluarga yang berpenghasilan rendah, program keterampilan sosial,
program kesehatan mental.
Fasilitas sekolah18
1. Fasilitas laboratorium
2. Teknologi seperti penggunaan slide presentasi, video akan lebih menarik
dan membuat murid lebih penuh perhatian
3. Ruang kelas
4. Buku pelajaran
Kualitas pengajar20
Metode pendekatan praktik seperti pemberian contoh, studi kasus akan
menarik perhatian murid dan membuat mengerti topik lebih baik dan menjadi
ingatan jangka panjang18
Lingkungan sekolah18
Staff sekolah untuk promosi kesehatan18
Aktivitas ekstrakurikuler dan sekolah18
Gangguan suara eksternal dan lama kuliah18
2.1.2. Riwayat penyakit
Pada penelitian yang dilakukan di sekolah primer Uganda, didapatkan hasil bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara kesehatan dan nutrisi pada prestasi
belajar. Walaupun status hemoglobin dan infeksi malaria mempunyai hubungan
pada prestasi belajar yang baik pada anak. Anak yang mempunyai kadar
hemoglobin tanpa infeksi malaria memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan mereka
yang kerdil, anemia, dan terinfeksi malaria.7
2.1.2.1. Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan yang banyak dijumpai adalah gangguan refraktsi yaitu
miopia dan hipermetropia. Gangguan mata yang juga penting adalah astigmatisme,
strabismus, ambliopia, masalah dengan gerakan koordinasi mata binokular, dan
gangguan integrasi persepsi mata dengan otak.5
Page 23
8
Dengan adanya gangguan mata akan menyebabkan gangguan tracking
(kemampuan bergerak dalam baris teks saat membaca), teaming atau binocularity
(komunikasi antara mata dan otak), dan fokus (kemampuan fokus secara akurat
pada berbagai jarak, memindahkan fokus secara cepat dan menjaga fokus yang
lama). Gejala gangguan mata tersebut akan mengancam prestasi belajar termasuk
berkedip sering, rentang perhatian yang pendek, menghindari membaca, sakit
kepala berulang, penglihatan ganda, dan kesulitan mengingat apa yang sudah
dibaca.5 Penglihatan yang baik memfasilitasi belajar di sekolah, tingkat dengan
sensor input dan kemampuan melihat jelas yang tidak optimal membuat seseorang
lebih cenderung menjadi lelah dan menghindari tugas belajar yang membutuhkan
penglihatan yang lebih baik.5
2.1.2.2. Asma
Anak dengan asma memiliki gangguan dalam tidur karena faktor inflamasi,
hiperresponsif bronkus, dan resistensi jalan napas pada malam hari yang dapat
mengakibatkan eksaserbasi gejala asma dan menyebabkan batuk, sesak napas, dan
mengi yang menganggu tidur. Sehingga anak dengan asma kurang konsisten dalam
memulai waktu tidur dan jumlah waktu tidur. Hal ini menyebabkan rasa mengantuk
dan lelah pada siang hari yang berhubungan dengan prestasi belajar yang menurun.5
2.1.2.3. Aggression dan violence
Teknologi yang berkembang saat ini membuat anak dan remaja mudah
mendapatkan inforrmasi-informasi dapat berupa hal baik maupun buruk. Hal
negatif seperti kekerasan di masyarakat. Paparan kekerasan masyarakat
mempengaruhi kegagalan akademis melalui dua jalur penyebab yaitu: gejala
depresi (pikiran terganggu, motivasi dan energi rendah) dan perilaku yang
menganggu (agresi, impulsive, dan hiperaktif).5
2.1.2.4. Gangguan tingkah laku : Inattention dan hiperaktif
Anak dengan ADHD kesulitan untuk fokus perhatian terus menerus dan mudah
terganggu, menyelesaikan tugas rumah dan latihan, menjadi bosan dengan cepat,
Page 24
9
tidak mendengarkan peraturan dengan baik, dan kesulitan memproses informasi
(gejala inattention) memiliki implikasi yang jelas terhadap prestasi belajar.5
Ketidakmampuan untuk duduk diam, kesulitan melakukan kegiatan yang tenang,
menunggu giliran, bertindak impulsive dan tidak sabar, membuat komentar yang
tidak pantas, mengganggu aktivitas atau percakapan orang lain (gejala hiperaktif)
akan menyebabkan masalah lebih lanjut mengenai bergaul dengan teman, guru, dan
yang lainnya.5
2.1.2.5. Anemia
Merupakan penyakit dengan saturasi oksihemoglobin yang berkurang. Anemia
didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin darah di bawah nilai normal
untuk usia dan jenis kelamin. Rentang hemoglobin pada anak (7-12 tahun) 11-16
g/dL sedangkan pada dewasa wanita 12-16 g/dL, dan dewasa pria 14-18 g/dL. 21
Gangguan intelektual pada anak dengan anemia merupakan hasil pengurangan
kronis pada saturasi oksihemoglobin darah untuk menyuplai ke otak, yang
mendasari patofisiologi infark serebral silent. Infark serebral silent disebutkan
sebagai penyebab utama masalah sekolah, IQ rendah, dan defisit neurokognitif.22
2.1.2.6. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran menunjukkan kesulitan untuk mendengar dan mengerti
pidato dan suara lingkungan yang berisik dan bergema, sehingga mempengaruhi
interaksi sosial anak, perkembangan emosi, dan prestasi belajar.23
Anak dengan gangguan pendengaran menunjukkan kesulitan dalam mengerjakan
tugas (konsep bahasa), perhatian auditori dan memori, keterlambatan
perkembangan seperti bahasa, mengeja, matematika, dan pemecahan masalah.23
2.1.2.7. Pilek dan batuk
Anak balita terpapar batuk pilek 6 sampai 8 kali per tahun (2 bulan sekali) dianggap
wajar, sedangkan pada orang dewasa rata-rata terserang pilek 2 – 3 kali dalam satu
tahun.24 Dalam penelitian menunjukkan orang dengan batuk pilek mempengaruhi
kesehatan, nilai akademik yang rendah dan performa kerja.24
Page 25
10
2.1.2.8. Diare
Penelitian menunjukkan bahwa jangka panjang diare anak usia dini merupakan
faktor risiko penting untuk prestasi sekolah yang buruk.25
2.1.2.9. Alergi
Dalam penelitian pada 400 responden menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
antara anak alergi dengan anak tidak alergi dalam hal kinerja akademik dan bahasa,
retensi, handicap, atau masalah perilaku.26
Rinitis alergi adalah gangguan kronik tersering pada anak, penyakit ini dapat
menyebabkan gangguan tidur yang membuat kantuk di siang hari dan absensi atau
inattention, gangguan mood dan masalah psikososial. Hal ini dapat berkontribusi
dalam penurunan prestasi belajar.27
2.1.3. Nutrisi dan Status Gizi
Hal yang terjadi pada siswa yang lapar:
1.Recall memory melambat
2.Masalah hiperaktif dan perhatian
3.Pada saat SMA, lebih tergantung dan mempunyai masalah dengan orang lain
4.Nilai matematika yang rendah
5.Lebih sering tinggal kelas28
Salah satu indikator kesehatan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Klasifikasi Fungsi
Kurang <18,5
Normal 18,5-,22,9
Pra-obes 23-24,9
Obese 1 24,9-29,9
Obese 2 >30
Sumber : World Health Organization, 2000
Anak dengan obesitas mempunyai komplikasi gangguan jantung seperti kolesterol
dan tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, masalah tulang dan sendi, sleep apnea,
asma, batu empedu, dan sindrom ovarian polikistik.6
Page 26
11
Selain itu, obesitas menyebabkan masalah sosial dan psikologikal, seperti
penurunan rasa percaya diri yang menyebabkan kesedihan, kesepian, dan perilaku
risiko tinggi seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol.6
Penelitian terbaru didapatkan anak dengan obesitas juga mempengaruhi kognitif
dan prestasi belajar. Anak dengan obesitas menunjukkan durasi perhatian yang
pendek, penurunan fleksibilitas mental dan cenderung mempunyai fungsi
intelektual yang rendah, yang dapat menimbulkan masalah dalam belajar.6
2.1.3.2. Suplemen nutrisi dan mikronutrien
Penelitian di United States dan United Kindom menginvestigasi pemberian
multivitamin dan suplemen mineral (zink dan iodine) kepada populasi normal pada
usia sekolah untuk membuktikan efek terhadap kecerdasan dan performa pada tes
standarisasi atau prestasi belajar. Dan didapatkan hasil “Varied”, penelitian
mengindikasikan bahwa tidak ada efek suplemen multivitamin terhadap kecerdasan
dan performa pada kebanyakan anak.30
2.1.3.3. Defisiensi besi dan suplementasi
Pada jurnal yang menampilkan 18 penelitian mendemonstrasikan bahwa defisiensi
asupan besi berhubungan dengan hasil akademik rendah (nilai matematika yang
rendah). Sedangkan pada siswa dengan anemia defisiensi besi, didapatkan
hubungan dengan kognitif dan prestasi belajar yang buruk.30
2.1.3.4. Insufiesiensi makanan
Pada review artikel-artikel yang mencantumkan penelitian mengenai hubungan
antara insufisiensi makanan pada performa / kemampuan kognitif pada siswa
didapatkan bahwa insufisiensi makanan mengurangi prestasi belajar.30
2.1.3.5. Sarapan
Pada review journal school of health menjelaskan terdapat pengaruh positif sarapan
terhadap keterampilan kognitif dalan jangka pendek, sedangkan pada efek jangka
panjang sarapan terhadap performa di sekolah masih belum diketahui. Pada
penelitian didapatkan fungsi spesifik yang meningkat yaitu pada kelancaran
Page 27
12
berbicara, aritmatika, kemampuan perhatian, memori, kreativitas, ketahanan fisik,
test prestasi belajar dan fungsi kognitif, kewaspadaan, dan pemecahan masalah.30
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang melewatkan sarapan
berhubungan dengan tekanan mental. Sedangkan anak yang mengkonsumsi sarapan
yang berkualitas mempunyai kesehatan mental yang baik.30
2.1.3.6. Makanan cepat saji
Penelitian pada tahun ke 5 dan 8 pada 12.000 murid menunjukkan anak yang
konsumsi makanan cepat saji sering (satu kali dalam sehari) memiliki prestasi
belajar yang rendah pada nilai matematika, membaca, dan pengetahuan alam, nilai
terendah pada nilai matematika.31
2.1.3.7. Pola makan sehat
Anak dengan kebiasaan mengkonsumsi susu, buah dan sayur setiap hari
mempunyai prestasi belajar baik (memiliki rata-rata di atas 90) dibandingkan anak
dengan nilai rata-rata rendah.31
2.1.4. POLA TIDUR
2.1.4.1. Perubahan tidur dari childhood sampai adolescence
a. Infant (0-1 tahun)
Selama satu bulan awal kehidupan, bayi tidur sepanjang hari pada siang dan malam,
dalam enam bulan pertama, sebagian besar bayi mengembangkan kemampuan
untuk mempertahankan episode tidur dan mulai mengkonsolidasikan tidur di
malam hari, secara bertahap seperti pola tidur orang dewasa. Sekitar usia 10 hari -
2 minggu, ritme sirkaidian mulai muncul, dan tidur bayi meningkat pada malam
hari dengan dilengkapi tiga sampai empat jam tidur di siang hari. Perkembangan
utama (mayor development milestone) yang dicapai oleh sebagian besar bayi pada
usia 6-9 bulan adalah kemampuan tidur pada malam hari (tidur setidaknya delapan
jam setiap malam) disertai dengan satu tidur pagi dan satu tidur siang.32
Page 28
13
b. Toddlers / Balita (2-4 tahun)
Setelah satu tahun pertama, sistem tidur-bangun terus berkembang secara lambat
dan stabil. Rata-rata tidur siang balita 1,5-2 jam. Saat usia 3 tahun, 50% dari anak-
anak masih tidur di siang hari, 35% tidur di siang hari sampai usia 5 tahun. Pada
usia lima tahun, sebagian besar berhenti tidur siang dan tidur dalam satu periode
saat malam hari. Terbangun saat malam hari sering terjadi, dan kemampuan anak
untuk kembali tidur tanpa intervensi orang tua merupakan indikasi perkembangan
tidur yang sehat, jika anak tidak memperoleh keterampilan ini, terbentuk
perkembangan insomnia (gangguan tidur).32
c. Anak usia sekolah dasar (5-12 tahun)
Perubahan bertahap waktu tidur dan onset waktu tidur dimulai pada anak usia
menengah dan mempercepat pada awal pertengahan masa remaja. Total waktu tidur
anak dan efisiensi tidur (rasio total waktu tidur untuk waktu yang dihabiskan di
tempat tidur) menurun dengan bertambahnya usia, sehingga waktu tidur malam
tertunda dan total waktu tidur berkurang.32
d. Remaja (13-19 tahun)
Selama masa remaja terdapat perubahan besar dalam ritme sirkadian, tubuh remaja
tidak mulai memproduksi kadar melatonin sebelum sekitar jam 23.00 dan puncak
produksi sampai jam 19.00 dan berhenti sekitar 20.00.33 Sehingga remaja
memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari.32
Perubahan pematangan karakteristik pubertas adalah fase tidur yang tertunda,
dengan keterlambatan waktu tidur dibandingkan anak dan dewasa. Ditambah
dengan tekanan lingkungan pada masa modern ini, keterlambatan fase ini sering
menyebabkan kurang tidur selama hari sekolah dan peningkatan kebutuhan tidur
saat hari libur. Peningkatan pola tidur bangun yang tidak teratur, perbedaan besar
antara waktu tidur malam dan waktu bangun saat hari sekolah dengan tidak sekolah
dan peningkatan tidur pada hari libur terlihat sejak pertengahan anak hingga ke
remaja dan seterusnya.32
Page 29
14
e. Adult / Dewasa dan lansia
Waktu tidur pada tahap dewasa memerlukan waktu 7-8 jam, dengan kadar
melatonin mulai diproduksi seperti saat remaja yaitu jam 23.00 namun mempunyai
puncak produksi saat jam 04.00. Sedangkan pada lansia memerlukan waktu 6-7 jam
per hari dengan tidur yang lebih sering pada siang hari.32
2.1.4.2. Gangguan tidur pada anak
Menurut klasifikasi oleh American Academy of Sleep Medicine, terdapat delapan
kategori mayor yaitu:32
a. Behavioural insomnias32
Masalah waktu tidur termasuk kesulitan memulai tidur, menjaga tidur, dan kualitas
tidur yang buruk.
b. Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan32
Central apnea syndrome
Ditandai oleh disfungsi sistem saraf pusat menyebabkan berkurang usaha
respirasi yang terjadi secara intermiten atau bersiklus. Gangguan ini
berhubungan karena kelainan anatomik atau genetik dan lingkungan.32
Apnea of prematurity
Kelainan pengaturan respirasi pada bayi premature menyebabkan
berhentinya napas 20 detik atau sering didiagnosis pada bayi prematur dan
juga bayi dengan faktor predisposisi.32
Gangguan perkembangan ini terjadi pada bayi prematur yang berat di
neonatal intensive care unit (NICU), dan tata laksana menggunakan
Continuous positive airway Pressure (CPAP. 32
Obstructive sleep apnea
Terjadi karena obstruksi parsial atau penuh pada saluran napas sehingga
terjadi ventilasi yang inadekuat dan peningkatan usaha bernapas.32
Didiagnosis pada anak ketika satu atau lebih kejadian obstruktif setidaknya
2 siklus pernapasan setiap satu jam. Gejala yang dihasilkan adalah
mendengkur atau mengorok dan tidur terganggu.32
Sering terjadi pada anak OSA menyebabkan gangguan fungsi setiap hari,
seperti masalah tingkah laku dan sering tidur di sekolah.32
Page 30
15
Sleep related hypoventilation/syndrome hypoxemic
Gangguan yang berhubungan dengan hipoventilasi atau hipoksemia selama
tidur. Gejala berupa penurunan hipoventilasi alveolar, gangguan fungsi paru
atau mekanisme dinding dada atau kegagalan pengontrolan secara otomatis
pada sentral pernapasan bayi.32
Obesity hypoventilation syndrome
Kumpulan gejala dari kombinasi kegemukan dan hipercapnia (peningkatan
CO2 pada darah) kronik yang menyebabkan beberapa gangguan pernapasan
tidur (apnea/hypoapnea, perodik hipoventilasi).32
Hypersomnias
Gangguan tidur dengan peningkatan mengantuk pada siang hari sebagai
keluhan utama dan tidak berhubungan dengan gangguan tidur malam hari
atau ritme sirkadian. Sering terjadi pada anak dan dewasa.32
c. Narcolepsy
Gangguan saraf kronik pada Rapid Eye Movement (REM) tidur. Ditandai dengan
serangan mengantuk pada siang hari secara tidak terkontrol berulang, mimpi yang
jelas, paralisis tidur dan cataplexy (hilangnya tonus otot tiba-tiba saat pemicu
emosi).32
Narcolepsy tanpa cataplexy didiagnosis pada anak ketika tidak ditemukan
cataplexy, meskipun terjadi paralisis tidur, halusinasi hipotonik, dan hasil positif
pada tes latensi tidur multiple (rata-rata latensi tidur <8 menit dan 2 jam lebih
periode REM).32
Gangguan ini menyebabkan mengantuk yang berat termasuk mengantuk saat waktu
makan atau aktivitas sosial dan terjadi penurunan prestasi belajar.32
d. Circadian rhythm sleep disorders,
Ditandai dengan kesulitan atau kegagalan untuk menyesuaikan waktu untuk tidur-
bangun terhadap jadwal sosial, mengeluhkan insomnia, peningkatan kelelahan pada
siang hari sehingga gangguan fungsi keseharian dan kualitas hidur.32
Page 31
16
e. Delayed sleep phase syndrome (DSPS)
Periode tidur tertunda dari waktu bangun dan tidur yang diinginkan. Individu
mengalami ketidakmampuan untuk bangun dan tidur sesuai jadwal yang dapat
diterima oleh sosial.32
f. Parasomnias
Ditandai dengan ketidakinginan tingkah laku, emosi, pengalaman, kelainan
pergerakan atau fungsi sistem saraf otonom saat tidur atau transisi dari tidur.
Frekuensi dapat terjadi satu kali atau bahkan setiap malam.32
Parasomnias yang umum pada anak seperti: berjalan sambil tidur, mimpi buruk,
sleep terrors (aktivasi sistem otonom dan gejala ketakutan seperti menangis atau
berteriak), kebingungan saat bangun, dan nocturnal enuresis (kehilangan urin
secara tidak sengaja saat tidur).32
g. Sleep-related movement disorders
Gangguan tidur yang ditandai dengan gerakan stereotipik yang mengganggu tidur.32
Periodic limb movement disorder
Terdiri dari pergerakan anggota gerak tubuh secara berulang saat tidur.
Pergerakan ini berhubungan dengan partial arousals, tidur yang penuh dan
menyebabkan tidur yang terpecah.
Didapatkan kesulitan tidur, menjaga tidur, frekuensi terbangun pada malam
hari tinggi, dan peningkatan kesulitan untuk kembali tidur setelah terbangun
pada malam hari.32
Sleep related rhythmic movement disorder
Terdiri dari perilaku motorik ritmik secara berulang saat kondisi mengantuk
atau tidur sebentar. Umumnya ditemukan pada anak dan merupakan bentuk
untuk menenangkan diri. Ini dapat menbuat cedera pada kepala dan anggota
tubuh karena kekerasan pergerakan.
Page 32
17
Restless leg syndrome (RLS)
Adalah gangguan sensorimotor ditandai dengan:
1. Dorongan untuk menggerakan kaki, biasanya disebabkan oleh rasa tidak
nyaman di kaki
2. Sensasi yang tidak diinginkan lebih buruk, hanya terjadi pada malam hari
dibandingkan pada siang hari
Kriteria yang mendukung:
1. Gangguan tidur
2. Riwayat RLC pada orang tua atau saudara
3. Menggunakan periodic limb movement index 5 atau lebih per jam saat tidur.
Diagnosis ditegakkan dengan kondisi tidak adanya gangguan tidur lain,
gangguan medis atau neurologis, gangguan mental, serta obat-obatan atau
penggunaan zat.32
h. Isolated symptoms and normal variants
Durasi tidur : kebanyakan tidur : >10 jam, kekurangan tidur : < 3 jam pada
dewasa, < 5 jam saat remaja.
Mendengkur.
Tidur sambil berbicara.
Permulaan tidur dimulai dengan kontraksi otot.32
i. Other sleep disorders
Gangguan psikologi lain.
Gangguan tidur yang tidak disebabkan karena zat atau kondisi psikologi
yang diketahui.
Gangguan tidur lingkungan.32
Page 33
18
2.1.4.3 BISS 10
Behaviorally induced insufficient sleep syndrome (BISS) adalah gangguan tidur
yang ditandai dengan peningkatan mengantuk dan penurunan waktu tidur karena
kurang tidur parsial yang kronis. Dengan karakteristik:
a. Durasi tidur pada hari kerja ≤ 7 jam
b. Pada hari minggu, pertambahan waktu tidur ≥ 3 jam
c. Mengantuk di siang hari (≥ Epworth kantuk skala [ESS] 10),
d. Adanya signifikan insomnia.
2.1.4.4. Hubungan durasi tidur dengan prestasi belajar
a. Belajar dan memori
Tidur memiliki peran integral dalam pembelajaran dan pengolahan memori,
terutama dalam konsolidasi memori yang penting untuk mempertahankan
informasi baru. Tidur penting dalam membentuk sinaps antara cabang dendritik
yang memungkinkan untuk pembentukan memori dari informasi yang dipelajari
sehingga memungkinkan siswa untuk mengingat informasi lebih cepat dan dalam
waktu yang lama. 34
b. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif terdiri dari serangkaian proses kognitif yang saling terkait yang
mengorganisasikan dan mengatur pengolahan informasi dan perilaku dalam
menanggapi tuntunan lingkungan, proses ini meliputi kerja memori, penghambatan,
perhatian-pergeseran atau fleksibilitas, perencanaan, pemecahan masalah dan
penalaran. Daerah otak yang mengatur fungsi eksekutif mencakup struktur di
dorsolateral, prefrontal, cingulate anterior, dan korteks parietal. Sistem regulasi
eksekutif memainkan peranan penting dalam kemampuan individu untuk mencapai
keberhasilan dan berhubungan erat dengan prestasi akademik di seluruh sekolah
anak, seperti gangguan fungsi eksekutif terkait dengan akademik masalah
kegagalan dan perilaku. Demikian pula, beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa kurang tidur mengganggu kinerja pada langkah-langkah dari fungsi
eksekutif termasuk tugas-tugas yang membutuhkan berpikir abstrak, kreativitas,
integrasi, perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kapasitas
berpikir divergen, memori kerja, fleksibilitas, perhatian dan kewaspadaan, perilaku
Page 34
19
penghambatan, dan set kognitif mengenai pergeseran. Perubahan ini dapat
bertindak dalam kombinasi untuk merusak pengaturan perilaku dan kinerja
akademik.32
Dalam jurnal lain mendukung bahwa secara neuropsikologi dan pencitraan
menunjukkan bahwa tidur bekerja untuk memastikan fungsi korteks prefrontal
adekuat, yang mengeksekusi fungsi otak yang lebih tinggi, termasuk bahasa, kerja
ingatan, penalaran logis, dan kreativitas.34
c. Kesehatan emosional
Studi menilai fisiologis dan saraf telah objektif diverifikasi hubungan antara
disregulasi emosional dan kurang tidur. Temuan secara kolektif mendukung sebuah
kerangka bahwa kurang tidur meningkatkan reaktivitas area otak subkortikal
limbik untuk kedua rangsangan adektif positif dan negatif, yang berhubungan
dengan konektivitas korteks prefrontal yang kurang.32
Pada tidur siang menunjukkan bahwa dapat menghilangkan intensitas rating
negatif, ancaman ekspresi wajah (takut atau marah) dan peningkatan responsivitas
terhadap positif (senang) gambar wajah. Studi ini menunjukan bahwa tidur
menghilangkan reaktivitas neural limbik terhadap ingatan emosional sebelumnya.32
d. Psikopatologi
Gangguan tidur sering bersamaan dengan gangguan kejiwaan, temuan paralel
disfungsi anatomis di otak (misalnya aktivitas area limbik dan konektivitas korteks
prefrontal). Telah dilaporkan sejumlah suasana hati psikiatri dan gangguan
kecemasan yang mengungkapkan turut terjadi kelainan tidur, termasuk depresi
berat, gangguan bipolar dan gangguan stress pasca trauma.32
2.1.5. AKTIVITAS FISIK
2.1.5.1. Klasifikasi Aktivitas fisik
a. Aktivitas Fisik Intensitas Sedang (Moderate intensity physical activities)
Aktivitas yang menyebabkan panas tubuh dan pernapasan meningkat sehingga
jantung berdetak lebih cepat, tetapi masih dapat melakukan percakapan
(berbicara).
Contoh: Bersepeda, bermain tanah.35
Page 35
20
b. Aktivitas Fisik Intensitas Berat (Vigorous intensity physical activities)
Aktivitas fisik yang menyebabkan panas tubuh dan pernapasan lebih meningkat
sehingga jantung berdetak secara cepat, dan ini membuat kesulitan untuk
berbicara (percakapan).
contoh : lari cepat, olahraga seperti berenang atau sepak bola.35
c. Aktivitas fisik yang memperkuat otot dan tulang yang melibatkan penggunaan
berat badan atau melakukan perlawanan (resistant).
contoh : berayun pada peralatan bermain, skipping (melompat), olahraga seperti
gymnastic dan tenis.35
d. Perilaku tak berpindah-pindah (sedentary behavior)
Menonton tv, bermain laptop atau video games.
Menunggu bus atau berada dalam perjalanan.35
2.1.5.2. Aktivitas fisik pada anak dan orang muda (5-18 tahun)
a. Melakukan aktivitas fisik intensitas sedang hingga berat setidaknya 60 menit
dalam sehari.
b. Melakukan aktivitas fisik intensitas berat termasuk memperkuat otot dan tulang
setidaknya 3 kali dalam satu minggu.
c. Meminimalkan jumlah waktu yang dihabiskan untuk perilaku duduk dalam
jangka waktu lama.35
2.1.5.3. Manfaat aktivitas fisik minimal 60 menit dalam sehari
a. Meningkatkan kesehatan kardiovascular
b. Menjaga berat badan yang ideal
c. Meningkatkan kesehatan tulang
d. Meningkatkan kepercayaan diri
e. Mengembangkan keterampilan sosial baru
f. Pertumbuhan dan perkembangan normal35
g. Mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif, motor , sosial dan
etik dalam berbagai cara16
Page 36
21
2.1.5.4. Aktivitas fisik mempengaruhi otak
a. Keterampilan kognitif dan keterampilan motorik berkembang melalui interaksi
dinamik. Penelitian menunjukkan bahwa pergerakan fisik dapat
mempengaruhi fisiologi otak dengan meningkatkan:8
Perkembangan kapiler otak
Aliran darah
Oksigenasi 8
Produksi neutropin yang mendukung diferensiasi neuronal dan
perkembangan otak, dan peningkatan plasticity neuronal 5
Perkembangan sel saraf di hippocampus8
Kadar neurotransmitter8
Perkembangan saraf penghubung8
Kepadatan jaringan saraf8
Volume jaringan otak hippocampus dan basal ganglia9
Dengan perubahan fisiologi diatas, sehingga dapat dihubungkan dengan:
Peningkatan perhatian (attention)8
Peningkatan proses informasi, penyimpanan, dan perbaikan8
Peningkatan coping dan efek positif8
Pengurangan sensasi nyeri8
b. Aktivitas fisik meningkatkan volume dan aktivitas otak, terutama daerah yang
berhubungan dengan memori dan fungsi eksekutif, sehingga meningkatkan
kemudahan untuk belajar.36
c. Aktivitas fisik meningkatkan motorik dan keterampilan kognitif secara
paralel.36
d. Aktivitas fisik meningkatkan interaksi sosial sehingga meningkatkan anak
dalam kemampuan mendengar, mengikuti petunjuk, menunggu giliran dan
memilih cara tindakan yang tepat untuk situasi.36
e. Aktivitas fisik mengembangkan ketrampilan kerja sama tim, pengarahan diri
sendiri, dan kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.36
Page 37
22
2.1.5.5. Penelitian aktivitas fisik
a. Edukasi sekolah berbasis aktivitas fisik
b. Aktivitas di kelas berbasis aktivitas fisik
c. Istirahat
d. Ekstrakurikuler olahraga8
2.1.6. MOTIVASI
2.1.6.1 Faktor yang mempengaruhi motivasi
a. Lingkungan dan eksternal
b. Keadaan internal organisme
c. Tujuan
d. Instrumen untuk mencapai tujuan9
2.1.6.2. Komponen dari motivasi
a. Tugas
b. Usaha
c. Persaingan
d. Social power
e. Affliation
f. Social concern
g. Ibadah/doa
h. Hadiah11
2.1.6.3. Self Determination Theory (SDT)
Teori motivasi mengatakan bahwa kualitas motivasi lebih penting dibanding
kuantitas. Dalam teori ini terdapat range motivasi, mulai dari amotivasi, motivasi
eksternal, dan motivasi internal.37
Page 38
23
a. MOTIVASI EKSTERNAL
External regulation adalah motivasi yang berasal dari pengaruh luar, dan
jika melakukannya untuk mendapatkan sebuah reward atau
penghargaan/pujian.
Contoh, seorang mahasiswa membaca suatu jurnal karena diwajibkan oleh
pembimbing tesisnya. 34
Introjected regulation adalah motivasi dari dalam diri namun dengan
tekanan dari luar. Beberapa perilaku dilakukan untuk menghindari rasa
bersalah.
Contoh: seorang mahasiswa menamatkan studinya untuk membuktikan
bahwa dirinya mampu mencapai derajat yang lebih tinggi. 34
Identified regulation adalah motivasi dengan individu termotivasi untuk
mencapai tujuan, namun individu tidak harus menemukan kenikmatan
dalam perilakunya, dan juga tidak termotivasi karena rasa bersalah atau
malu. Individu hanya mengakui bahwa tindakannya menguntungkan
terhadap pengembangan dirinya.
Contoh: seorang mahasiswa yang belajar kelas bahasa Inggris karena
merasa penting untuk menjadi seorang penulis.34
Integrated regulation adalah bentuk motivasi yang timbul ketika seseorang
telah sepenuhnya terintegrasi motivasi dalam dirinya. Jika dia tidak
melakukannya, dia tidak akan merasa bersalah atau malu.
Contoh: mengikuti sholat Idul Fitri karena ia percaya bahwa tindakan
tersebut sejalan dengan sistem kepercayaan pribadinya, dia menghadiri
karena dia merasa benar dan cocok untuk dirinya.34
b. MOTIVASI INTERNAL
Motivasi yang berasal dari ketertarikan dan kesenangan seseorang dalam
melakukan aktivitas.
Contoh: seseorang yang termotivasi bermain bola kaki karena merasa senang saat
bermain.
Page 39
24
Gambar 2.1 Range Motivasi37
Sumber : Kusurkar RA, Croiset G, and others, 2012
Dalam gambar bahwa identified dan integrated regulation termasuk dalam
motivasi eksternal yang high self determination, makin dekat dengan motivasi
intrinsik. Sehingga identifies, integrated regulation dan motivasi intrinsik masuk
dalam generate autonomous motivation (AM) yaitu motivasi yang berasal dari diri
sendiri, sedangkan yang lain adalah low in self determination sehingga masuk
dalam Controlled Motivation (CM).37 Dalam SDT mendukung bahwa autonomous
motivation , semakin baik hasil yang diamati yaitu dalam pembelajaran : prestasi
akademik lebih tinggi.
2.1.6.4. Hubungan motivasi dengan prestasi belajar
Pada penelitian terhadap 252 mahasiswa di Universitas Tehran yang mengisi
kuosioner motivasi akademik didapatkan hasil positif dan signifikan hubungan
antara motivasi akademik dan prestasi belajar sebesar 9,8%. 11 Dalam Structural
Equation Modelling (SEM) analisis terdapat hubungan antara motivasi dan
academic performance.37
Gambar 2.2 Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar 37
Sumber : Kusurkar RA, Croiset G, and others, 2012
Page 40
25
Hipotesis: “Motivasi yang berasal dari diri sendiri (autonomous motivation)
mengarah ke strategi belajar yang baik dan usaha belajar yang tinggi sehingga
menyebabkan prestasi akademis yang lebih baik”.37
2.1.7. Otak
2.1.7.1. Anatomi Otak
Otak terdiri dari substansi pokok yaitu substansi grisea (abu-abu) dan substansi alba
(putih). Substansi grisea merupakan kumpulan badan sel sedangkan substansi alba
merupakan kumpulan serabut saraf.38
Otak terbagi menjadi dua bagian yaitu hemifer otak kanan dan hemifer otak kiri.
Setiap hemisfer otak terdiri dari substansi grisea (korteks), substansi alba, dan
daerah subcortical substansi grisea.38
a. Substansi grisea
Terbagi menjadi 4 lobus, yaitu:38
lobus frontal terdiri dari korteks motorik yang merupakan pusat pergerakan
volunter (sadar), daerah prefrontal yang merupakan pusat untuk berpikir
tingkat tinggi dan fungsi eksekutif seperti menyusun strategi dan membuat
rencana.
Lobus parietal terutama berfungsi dalam sensasi sentuhan dan pemikiran
mengenai ruang (spatial thinking)
Lobus temporal terlibat dalam penerimaan bahasa, persepsi pendengaran,
memori, dan fungsi kognitif sosial.
Lobus oksipital adalah pusat penglihatan.
Gambar 2.3 Anatomi Otak Gambar 2.4 Anatomi Otak
Sumber : Jetha MK, Segalowitz SJ, 2012 38
Sumber : Jetha MK, Segalowitz SJ, 2012 38
Page 41
26
Fungsi lebih tinggi dimediasi oleh subdivisi korteks prefrontal, yang bekerjasama untuk
menyatukan dengan perhatian, monitoring lingkungan dan diri, dan kontrol emosi, dan
tingkah laku. Subdivisi prefrontal terutama daerah prefrontal medial, telah telibat dalam
perkembangan sosial dan emosional. 38
Gambar 2.5 Subdivisi Korteks Prefrontal
Sumber : Jetha MK, Segalowitz SJ, 201238
b. Substansi alba
Terbentuk dari akson yang berasal dari badan sel untuk mengirimkan sinyal ke sel
yang lain. Akson diselubungi oleh myelin, sebuah selubung yang mengelilingi
akson dan mendorong transmisi sinyal. Substansi alba bertanggung jawab untuk
konektivitas dan hubungan daerah otak yang terpisah jauh atau dekat. Sistem
terbesar dari substansi alba adalah corpus callosum yang mempunyai fungsi utama
transfer informasi antara hemisfer otak kanan dan kiri.38
c. Subcortical substansi grisea
Basal ganglia terlibat dalam pengontrolan pergerakan dan tonus otot,
kebiasaan (rutinitas) dan baru-baru ini menunjukan adanya keterlibatan dalan
attention dan keadaan emosi.
Amygdala terlibat dalam proses emosi, dan keterlibatan dengan gangguan
disregulasi emosi, seperti tindakan agresif, depresi, dan cemas.
Hippocampus merupakan pusat dari fungsi psikologikal, termasuk
penyimpanan memori.
Page 42
27
Cerebellum merupakan pusat koordinasi pergerakan, dan baru-baru ini
menyatakan berasosiasi dengan fungsi kognitif yang lebih tinggi seperti
bahasa dan kontrol emosi.38
2.1.7.2. Perkembangan Otak
Perkembangan sel saraf dimulai pada usia 2 minggu setelah konsepsi (pembuahan)
dengan dimulai dari pembentukan tabung saraf (neural tube) yang akan menjadi
otak dan saraf tulang belakang (spinal cord), proliferasi sel saraf (beberapa sel awal
akan membelah untuk menghasilkan milyar sel), migrasi sel saraf (migrasi sel ke
tujuan akhir mereka), dan diferensiasi sel saraf (sel berdiferensiasi menjadi khusus
untuk fungsi tertentu).39
Proliferasi sel saraf yang hampir selesai pada usia gestasi 4 dan 7 bulan. 39 Migrasi
sel saraf, mereka memperpanjang akson dan dendrit untuk membuat hubungan
sinaps (synaptogenesis).39
a. Masa Janin
Sistem saraf berkembang dari jaringan embrionik yaitu ektoderm. Tanda pertama
perkembangan sistem saraf adalah lempeng saraf (neural plate) yang dapat dilihat
pada hari ke 16. Kemudian beberapa hari kemudian terbentuk “trench” (parit) pada
lempeng saraf sehingga membentuk lengkung saraf (neural groove). Pada hari ke
21, tepi dari masing-masing lengkung saraf bertemu (neural crest) sehingga
membentuk tabung saraf (neural tube).39
Bagian depan dari neural tube berkembang menjadi otak, sisa tabung saraf
berkembang menjadi saraf tulang belakang, dan neural crest cell menjadi sistem
saraf perifer.39
Pada akhir bagian depan neural tube, terbentuk tiga daerah otak besar yaitu :
prosencephalon (forebrain), mesencephalon (mdbrain) dan rhombencephalon
(hindbrain). Kemudian pada minggu ke 7 perkembangan, terjadi proses
encephalisasi yaitu tiga daerah otak besar tersebut terbagi lagi.39
Page 43
28
Tabel 2.2 Proses Ensefalisasi
Pembagian utama Subdivisi Struktur
Prosencephalon
(forebrain)
Telencephalon Neocortex; basal ganglia; amygdala;
hippocampus;lateral ventrikel
Diencephalon Thalamus, hipotalamus, epitalamus,
ventikel tiga
Mesencephalon
(mdbrain)
Mesencephalon Tectum, tegmentum, cerebral
aqueduct
Rhombencephalon
(hindbrain)
Metencephalon Cerebellum, pons, ventrikel empat
Myelencephalon Medulla oblongata, ventrikel empat
Sumber : Cuddler EH. Neuroscience for kids, 2015 39
b. Awal kelahiran
Milyaran sel saraf pada otak mengirimkan pesan melalui sinaps dan beberapa
region otak berfungsi saling berkoordinasi. Sinaptogenesis terjadi sehingga
menghasilkan overproduksi sinaps. Pada percobaan di hewan, penguatan dan
pengurangan sel saraf tergantung dari lingkungan dan pengalaman. Perkembangan
awal lahir (lahir sampai usia 6 tahun) merupakan waktu luar biasa untuk otak
plasticity.38
Plasticity atau neuroplastisitas menjelaskan bagaimana dengan adanya pengalaman
menata kembali jalur saraf di otak, perubahan fungsional longlasting di otak terjadi
ketika seorang belajar hal baru atau mengingat informasi baru. Perubahan-
perubahan dalam hubungan saraf yang disebut neuroplastisitas.39
c. Setelah usai 7 tahun
Volume otak sudah mencapai 90% ukuran dewasa pada usia 6 tahun dan mencapai
ukuran dewasa pada sekitar usia 12 tahun. Pertumbuhan sinaps sebelum pubertas
dan periode synaptic pruning dan plastisitas lebih lambat dibandingkan awal
kelahiran. Perkembangan otak ini sensitif terhadap lingkungan selama belajar dan
pengalaman.38
2.1.7.3. Perubahan Anatomi
Pematangan otak selama periode ini termasuk remodeling dan “fine tunning” of
neural circuitry. Ini spesifik terhadap daerah otak, waktu, dan gender.38
a. Substansi abu-abu
Selama anak-anak, daerah substansi grisea menebal (peningkatan volume) dan
memuncak saat anak-anak atau awal remaja (onset puberty saat usia 11 tahun pada
Page 44
29
perempuan dan 12 tahun pada laki-laki) dan mulai menipis (mengecil volume) saat
memasuki awal dewasa (perkembangan bentuk U terbalik). Penebalan ini karena
peningkatan jumlah dan ketebalan cabang dan koneksi dendrit dan akson dari
neuron yang ada, disebut sebagai arborization.38
Tabel 2.3 Estimasi Usia Puncak Penebalan Korteks Serebri
Lobus Fungsi Perempuan/laki-laki
Frontal Planning, organizing, strategizing, initiating,
shifting, sustaining attention
11,0 tahun / 12,1 tahun
Temporal Language, emotion memory 16,7 tahun / 16,2 tahun
Parietal Receiving and processing sensory input 10,2 tahun / 11,8 tahun
Sumber : Jetha MK, Segalowitz SJ, 2012 38
Penipisan substansi grisea karena beberapa faktor, termasuk pruning of synapses,
akson, dan dendrit, pengurangan sel saraf penyokong (sel glia) dan mielinisasi yang
meningkatkan substansi alba. Penipisan daerah volume substansi grisea
menandakan pematangan, sebuah periode membentuk dan “rewiring”
(mengkabelkan) sinaps yang sensitif terhadap pengaruh lingkungan.38
Proses pematangan substansi grisea dimulai dari bagian belakang otak yang
menerima informasi dari sense (penglihatan, pendengaran, dan perabaan),
kemudian daerah yang terlibat dalam orientasi ruang dan bahasa dan terakhir pada
daerah yang memiliki fungsi lebih tinggi seperti mengintegrasi informasi yang
masuk dari berbagai daerah otak, yang disebut daerah asosiasi (association regions)
dan terletak di lobus frontal. Daerah asosiasi terlibat dalam integrasi informasi yang
lebih tinggi seperti menyusun rencana, strategi dan tujuan yang membutuhkan
kemampuan untuk memungkinkan perhatian dan kontrol impuls, daerah antara
lobus temporal dan frontal mengintegrasi informasi sosial dengan motivasi dan
informasi emosi. Daerah asosiasi ini tidak akan benar-benar matang sampai
dewasa.38
Page 45
30
Gambar 2.6 Daerah Asosiasi
Sumber : Jetha MK, Segalowitz SJ, 2012 38
b. Substansi putih (Substansi Alba)
Volume substansi alba mulai meningkat saat mulai periode postnatal awal berlanjut
selama anak-anak, remaja dan pertengahan dewasa, beberapa studi menunjukkan
puncak volume saat pertengahan dekade ke 5 kehidupan, namun penelitian
menggunakan diffusion tensor imaging (DTI) menunjukkan organisasi
mikrostruktur terjadi sampai dekade 2 kehidupan dan diikuti penurunan stabil
setelah usia 30 tahun.38
Fase perkembangan substansi alba dimulai sebelum, selama, dan sesudah remaja.
Terutama pematangan saat remaja terlibat dalam emosi, perilaku, dan kontrol
kognitif (seperti yang menghubungkan daerah subkortikal: basal ganglia dan daerah
prefrontal). Pada usia ini berimplikasi terhadap cara belajar. Pematangan daerah
substansi alba selama anak-anak dan remaja berkorelasi dengan intelegensi,
keterampilan membaca, keterampilan visuospatial, bahasa, respon inhibisi, dan
memori.38
Corpus callosum sangat menebal dari usia 4 sampai 22 tahun, penebalan ini
berhubungan dengan intelegensi, dan bervariasi sesuai gender dan usia.38
Mielinisasi meningkatkan kecepatan komunikasi antara saraf dan penting untuk
waktu dan sinkronisasi “neuronal firing” antara jarak daerah otak. Namun,
myelinisasi menghambat kemampuan otak untuk beradaptasi, yaitu menghambat
akson tumbuh dan pembentukan sinaps baru yang merupakan karakteristik
pertumbuhan dan adaptasi. Sehingga, penyelesaian mielenisasi mengambat
Page 46
31
lingkungan, dan terjadi perubahan pada konektivitasnya. Proses mielinisasi proses
yang dinamis dan tergantung pengalaman, namun secara besar mielinasi terjadi dari
anak-anak sampai remaja.38
Pematangan otak (substansi grisea dan substansi alba) merupakan hasil dari peran
dinamis antara biological proses pertumbuhan, pengaruh lingkungan, dan
pengalaman.38
c. Pematangan subkortikal
Basal ganglia mempunyai pola bentuk U terbalik. Puncak produksi usia 7,5 tahun
pada perempuan dan 10 tahun pada laki-laki, kemudian terjadi penurunan volume
sampai dewasa.38
Amigdala meningkat selama remaja dan dewasa muda, dan lebih mencolok pada
pria dibanding perempuan.38
Hippocampus meningkat ukurannya selama remaja dan dewasa muda, dan lebih
meningkat pada perempuan dibanding laki-laki. Pengalaman hipokampus membuat
perubahan penting selama remaja dalam organisasi synaps, sirkuit dopamine
(neurotransmitter) dan mielinisasi.38
Cerebellum lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan selama anak-anak dan
remaja, tetapi perbedaan ini berkurang saat dewasa. Pertumbuhan cerebellum
mengikuti pola bentuk U terbalik, dengan puncak produksi usia 11,3 tahun pada
perempuan dan 15,6 tahun pada laki-laki, dan pengurangan terjadi pada
perempuan.38
2.1.8. Remaja
Pubertas adalah masa kematangan fisik yang cepat yang melibatkan perubahan
hormonal dan tubuh yang terjadi terutama selama masa remaja awal.40
Aspek-aspek fisik dan psikologis dari pubertas
2.1.8.1. Kematangan seksual, tinggi badan dan berat badan
Karakteristik pubertas laki-laki berkembang dalam urutan berikut: peningkatan
ukuran penis dan testis, muncul rambut kemaluan yang lurus, perubahan suara
kecil, ejakulasi pertama (yang biasanya terjadi melalui masturbasi atau mimpi
Page 47
32
basah), munculnya bulu kemaluan yang keriting, permulaan pertumbuhan tinggi
badan dan berat badan yang maksimal, pertumbuhan bulu di ketiak, perubahan
suara lebih terdeteksi, dan akhirnya pertumbuhan bulu di wajah.40
Karakteristik pubertas perempuan diawali salah satu payudara membesar atau
munculnya rambut kemaluan, kemudian muncul rambut ketiak, ketika perubahan-
perubahan tersebut terjadi perempuan tumbuh lebih tinggi dan pinggul menjadi
lebih besar daripada bahunya, menstruasi pertama (menarche), tidak ada perubahan
suara, pada akhir pubertas, payudara menjadi lebih bulat sepenuhnya.40
Karakteristik pubertas tersebut terdapat dibagi menjadi: 41
a. Ciri primer yaitu matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya
menstruasi (menarche) pertama pada wanita dan produksi cairan sperma
pertama pada anak laki-laki yaitu peristiwa ejakulasi (mimpi basah) pada laki-
laki.
b. Ciri sekunder meliputi perubahan pada bentuk tubuh pada kedua jenis kelamin.
Pada anak perempuan tumbuh payudara, pinggul membesar, paha membesar,
dan tumbuh rambut ketiak dan jenis kelamin. Pada anak laki-laki terjadi
perubahan otot, bahu melebar suara mulai berubah, tumbuh rambut pada alat
kelamin dan ketiak, serta kumis. Di samping itu terjadi pertambahan berat badan
pada kedua jenis kelamin.
c. Ciri tersier adalah ciri yang tampak pada perubahan tingkah laku. Perubahan
yang terlibat yaitu perubahan psikis yaitu perubahan minat antara lain minat
belajar berkurang, timbul minat terhadap lawan jenis, dan juga minat terhadap
kerja menurun.41
Usia rata-rata awal percepatan pertumbuhan pada anak perempuan adalah 9 tahun,
untuk anak laki-laki adalah 11 tahun. Puncak tingkat perubahan pubertas terjadi
pada usia 11,5 tahun untuk anak perempuan dan 13,5 tahun untuk anak laik-laki.40
Page 48
33
2.1.8.2. Perubahan hormonal
Hipotalamus mengeluarkan GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone)
menstimulasi hipofisis untuk mengeluarkan FSH dan LH yang akan merangsang
testis dan ovarium sehingga terjadi produksi sperma pada pria dan menstruasi pada
wanita.40
2.1.8.3. Waktu dan variasi dalam pubertas
Bagi kebanyakan anak laki-laki, urutan pubertas dapat dimulai paling awal pada
usia 10 tahun atau paling telat pada usia 13 tahun, dan mungkin berakhir paling
awal usia 13 tahun atau paling telat pada usia 17 tahun. Bagi anak perempuan,
menstruasi pertama dianggap dalam batas normal jika muncul antara usia 9 dan 15
tahun.40
Pubertas prekoks adalah istilah yang menggambarkan permulaan yang sangat dini
dan kemajuan yang cepat dari pubertas. Didiagnosis ketika pubertas terjadi sebelum
usia 8 tahun pada anak perempuan dan sebelum usia 9 tahun pada anak laki-laki.40
2.1.8.4. Dimensi psikologis dari pubertas
a. Citra tubuh
Satu aspek psikologis dari perubahan fisik saat pubertas adalah sesuatu yang pasti:
remaja terobsesi dengan tubuh mereka dan mengembangkan gambaran dari bentuk
tubuh yang mereka inginkan.40
b. Kematangan dini dan kematangan yang terlambat
Berkeley longitudinal studi memaparkan anak laki-laki yang mengalami
kematangan dini mempersepsikan diri mereka lebih positif dan lebih sukses dalam
hubungan teman sebaya daripada teman mereka yang mengalami kematangan yang
terlambat.40
Bagi anak perempuan, tingkat kematangan dikaitkan dengan citra tubuh. Hal ini
menyebabkan pada akhir remaja, anak perempuan yang mengalami kematangan
dini lebih pendek dan gemuk, sementara anak perempuan yang mengalami
kematangan terlambat lebih tinggi dan kurus. Banyak peneliti menemukan bahwa
kematangan dini meningkatkan kerentanan anak perempuan terhadap masalah
Page 49
34
seperti merokok, minum minuman keras, menjadi tertekan, menderita gangguan
makan, pengalaman seksual dini.40
2.1.8.5. Otak
Para ilmuwan menemukan bahwa otak remaja mengalami perubahan struktural
yang signifikan. Corpus calossum yang menghubungkan hemisfer kanan dan kiri
menebal pada masa remaja sehingga meningkatkan kemampuan remaja untuk
memproses informasi.
Perkembangan korteks prefrontal – tingkat tertinggi lobus frontal yang terlibat
dalam penalaran, pengambilan keputusan dan pengendalian diri. Namun korteks
prefrontal tidak selesai tumbuh hingga sekitar usia 18-25 tahun. Sementara
amigdala (pusat emosi seperti marah) tumbuh lebih cepat dari korteks prefrontal.
Sehingga walaupun remaja mampu terhadap emosi yang sangat kuat, korteks
prefrontal belum cukup berkembang ke titik ketika mereka dapat mengendalikan
dorangan tersebut.40
2.1.9. Pediatri Sosial
Menurut The European Society of Social Pediatrics and Child Health (ESSOP)
mendefinisikan pediatri sosial adalah pendekatan global, holistik, dan multidisiplin
untuk kesehatan anak; menganggap kesehatan anak dalam konteks masyarakat,
lingkungan, sekolah, dan keluarga, mengintegrasikan dimensi fisik, mental, dan
sosial dari kesehatan anak dan pengembangan seperti perawatan, pencegahan dan
promosi kesehatan, dan kualitas hidup.42
Tiga cakupan pediatri sosial adalah masalah kesehatan anak dengan penyebab
sosial, masalah kesehatan anak dengan konsekuensi sosial, dan kepeduliaan
kesehatan anak dalam masyarakat.42
Mencakup empat bidang perawatan kesehatan anak yaitu pediatri kuratif, promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, dan rehabilitasi 42
Pediatri sosial mempelajari:43
a. Pertumbuhan dan perkembangan anak baik jasmani, rohani, maupun sosial.
b. Keperluan anak pada umur-umur tertentu, supaya pertumbuhan dan
perkembangan berjalan dengan sebaik-baiknya.
Page 50
35
c. Lingkungan dan usaha-usaha memperbaiki lingkungan anak sedemikian rupa
sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya.
2.1.9.1 Aspek pediatri sosial
a. Etiologi sosial dari penyakit anak.
b. Kepercayaan, sikap dan tindakan masyarakat mengenai masalah anak.
c. Penilaian sosial terhadap bagian Ilmu Kesehatan Anak.
d. Keterampilan dan kebijaksanaan menghubungi orang tua, kemudian
memberikan pendidikan dan penerangan kesehatan dan makanan.
e. Penganjuran keluarga berencana.
f. Social science and social pediatrics.
g. Perawatan / pengawasan para remaja.43
Page 51
36
2.2. KERANGKA TEORI
= Faktor internal = Faktor eksternal
Riwayat
penyakit
Gangguan
penglihatan
Input visual
terganggu
asma Gangguan
napas malam
hari
Reaktivitas
subkortikal
limbik Pola tidur
Kurang
durasi
tidur
Gangguan
tidur
Kurang
pembentukan
sinaps
Disfungsi anatomis di
otak (limbik dan
korteks prefrontal)
na mental
(depresi,
bipolar)
Aktivitas
fisik
Peningkatan
oksigenasi otak
Peningkatan
diferensiasi
neuronal
Fungsi korteks
prefrontal kurang
adekuat
Status gizi
obesitas Durasi perhatian pendek
IQ rendah
Vitamin, sarapan, sayur, buah (-)
intake makan (-)
motivasi
Strategi
belajar baik
PRESTASI
BELAJAR
Volume
jaringan
otak
meningkat
Peningkatan kadar
neurotransmiter
Produksi
neutropin Usaha
belajar
tinggi
Perkembangan
kapiler otak
Tingkah laku
Status sosial
ekonomi
Keadaan
sekolah
Edukasi orang
tua
Pendapatan
keluarga
Pekerjaan
orangtua
Manajemen
sekolah
Kurikulum
sekolah
Program
fasilitas
Status sosial
ekonomi
Lokasi
sekolah
Status
akademik
Kepemilikan
sekolah
keuangan
Page 52
37
2.3. KERANGKA KONSEP
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor Internal Faktor Eksternal
Keterangan
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Prestasi Belajar
Latar
belakang
sekolah
Keadaan
sekolah
status sosial
ekonomi
keluar
Aktivitas
fisik
Nutrisi
Riwayat
penyakit
Tingkah
laku
Motivasi
akademik
Pola tidur
Page 53
38
2.4 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 2.4 Variabel Dependen yaitu prestasi belajar
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil
1. Prestasi
belajar
Prestai belajar adalah hasil
penilaian pendidik terhadap
proses belajar dan hasil belajar
siswa sesuai dengan tujuan
instruksional yang menyangkut
isi pelajaran dan perilaku yang
diharapkan dari siswa.37
Numerik 1 = Kurang (rata-rata
<85)
2 = Baik (rata-rata >=
85)
Tabel 2.5 Variabel Independen yaitu faktor internal yang meliputi:
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil
1. Indeks Massa
Tubuh
Nilai yang diambil dari
perhitungan antara berat
badan dan tinggi badan
seseorang, sebagai indicator
status gizi seseorang
Ordinal 1 = Kurang (IMT
<18,5 atau IMT
>22,9)
2 = Normal
(18,5 – 22,9)
2. Anemia penurunan kadar
hemoglobin darah dibawah
nilai normal untuk usia dan
jenis kelamin21, gejala sering
merasa lelah, pucat (tangan,
kuku, kelopak mata), merasa
pusing dan mata berkunang-
kunang, mudah marah atau
kesal, jantung berdetak cepat
dalam 1 tahun terakhir
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
3. Gangguan
penglihatan
Gangguan melihat benda
dalam jarak jauh maupun
dekat dalam 1 tahun terakhir
Nominal 1 = Ya (tidak berkacamata
atau berkacamata)
2 = Tidak
4. Gangguan
Pendengaran
Gangguan mendengar yang
seharusnya dapat didengar
oleh orang normal dalam 1
tahun terakhir
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
5. Batuk dan Flu Batuk disertai flu atau pilek
lebih dari 1 hari dalam 1
tahun terakhir24
Ordinal 1 = Sering ( >= 6 kali/
tahun)
2 = Tidak pernah atau
kadang-kadang (< 6
kali / tahun)
Page 54
39
Tabel 2.5 Variabel Independen yaitu faktor internal yang meliputi: (lanjutan)
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil
6. Diare Buang air besar dengan feses
yang lembek lebih dari 3 kali
dalam sehari selama 1 tahun
terakhir
Nominal 1 = Diare (akut <14 hari
atau kronis >14 hari atau
akut dan kronis)
2 = Tidak diare
7. Cacar Penyakit cacar berupa
kemerahan pada kulit
menjadi lenting berisi cairan,
terasa gatal dan disertai
demam
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
8. Alergi Riwayat gatal atau merah
pada kulit atau bentol
terhadap suatu benda atau
makanan
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
9. Asma Penyakit pernapasan berupa
hiperesponsif bronkus yang
menyebabkan sesak napas
Nominal 1 = Asma
2 = Tidak asma (sembuh
atau tidak memiliki
riwayat asma)
10. Sarapan Sarapan pada pagi hari Ordinal 1 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
2 = Ya (Sering atau selalu)
11. Intake makanan Makan sebanyak 3 kali yaitu
pagi, siang dan malam
Ordinal 1 = kurang (tidak pernah
atau jarang sarapan/makan
siang/makan malam)
2 = cukup (kadang-
kadang/sering/selalu)
12. Vitamin Mengkonsumsi
multivitamin atau suplemen
lainnya dalam sehari
Ordinal 1 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
2 = Ya (Sering atau selalu)
13. Buah Mengkonsumsi buah >1
mangkok dalam sehari
Ordinal 1 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
2 = Ya (Sering atau selalu)
14. Sayur Mengkonsumsi sayur setiap
hari
Ordinal 1 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
2 = Ya (Sering atau selalu)
15. Gangguan
makan
Menurunkan berat badan
dengan cara memuntahkan
makan atau menggunakan
obat pil atau tidak makan
Ordinal 1 = Ya (Sering atau selalu)
2 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
Page 55
40
Tabel 2.5 Variabel Independen yaitu faktor internal yang meliputi: (lanjutan)
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil
16. Makanan cepat
saji
Mengkonsumsi makanan
cepat saji (fast food, junk
food)
Ordinal 1 = Ya (Sering atau selalu)
2 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
17. Makanan tidak
sehat
Mengkonsumsi makanan
atau cemilan tidak sehat
Ordinal 1 = Ya (Sering atau selalu)
2 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
18. Minuman
bersoda
Mengkonsumsi minuman
bersoda
Ordinal 1 = Ya (Sering atau selalu)
2 = Tidak (Tidak pernah
atau jarang atau kadang-
kadang)
19. Merokok Memiliki kebiasaan
merokok
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
20. Durasi tidur Jumlah waktu tidur malam
hari
Ordinal 1 = Kurang (<= 8 jam /
hari)
2 = Cukup (>8 jam / hari)
21. Insomnia Masalah waktu tidur
termasuk kesulitan memulai
tidur, menjaga tidur dan
kualitas tidur yang buruk32
Nominal 1 = Ya (skor >=8 dari 15)
2 = Tidak
22. Gangguan
pernapasan saat
tidur
Masalah waktu tidur akibat
gangguan pernapasan yang
menyebabkan respon
terbangun32
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
23. Parasomnia Masalah waktu tidur ditandai
dengan ketidak inginan dari
tingkah laku, emosi,
pengalaman, kelainan
pergerakan atau fungsi
sistem saraf otonom saat
tidur atau transisi dari
tidur.32
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
24. Aktivitas fisik
sebelum
berangkat
sekolah
Aktivitas fisik saat baru
bangun tidur pada pagi hari
sampai sebelum masuk
sekolah
Ordinal 1 = Kurang
2 = Cukup
(jalan/sepeda/>2 hari per
minggu)
25. Aktivitas fisik
saat di sekolah
Aktivtas fisik selama di
sekolah, yaitu saat istirahat
dan kelas olahraga
Ordinal 1 = Kurang
2 = Cukup (skor >7 dari
15)
26. Aktivitas fisik
setelah pulang
sekolah
Aktivitas fisik setelah pulang
sekolah sampai sore hari
Ordinal 1 = Kurang
2 = Cukup
(jalan/sepeda/>2 hari per
minggu)
Page 56
41
Tabel 2.5 Variabel Independen yaitu faktor internal yang meliputi: (lanjutan)
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil
27. Aktivitas fisik
pada malam hari
Aktivitas fisik dari pukul
18.00-22.00
Ordinal 1 = Kurang(0 atau 1 atau 2
hari / minggu)
2 = Cukup (3 atau 4-5 hari
per minggu)
28. Aktivitas fisik
pada akhir
pekan
Aktivitas fisik yang
dilakukan pada hari sabtu
dan minggu
Ordinal 1 = Kurang
2 = Cukup (sabtu dan
minggu masing-masing
>= 1 jam)
29. Kegiatan
ekstrakurikuler
Aktivitas fisik saat
melakukan kegiatan
ekstrakurikuler olahraga
Ordinal 1 = Kurang (Tidak pernah
atau 1-2 x / minggu)
2 = Cukup (3-4 x atau 5-6
/ minggu atau setiap hari)
30. Aktivitas fisik
intensitas
sedang
Aktivitas yang
menyebabkan panas tubuh
dan pernapasan meningkat
sehingga jantung berdetak
lebih cepat, tetapi masih
dapat melakukan percakapan
(berbicara) 35
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
31. Aktivitas fisik
intensitas berat
aktivitas fisik yang
menyebabkan panas tubuh
dan pernapasan lebih
meningkat sehingga jantung
berdetak secara cepat, dan
ini membuat kesulitan untuk
berbicara (percakapan) 35
Nominal 1 = Ya
2 = Tidak
32. Usaha Kegiatan yang dilakukan
responden untuk memenuhi
tujuannya
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
33. Tugas Sesuatu yang harus atau
wajib dikerjakan oleh
responden
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
34. Kompetisi Hubungan antara manusia
yang satu dengan yang
lainnya saling bersaing
untuk mendapatkan yang
diinginkan
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
35. Dukungan
sosial
Kehadiran orang lain yang
dapat mendorong individu
untuk mencapai tujuannya
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
Page 57
42
Tabel 2.5 Variabel Independen yaitu faktor internal yang meliputi: (lanjutan)
No Variabel Definisi Operasional Skala Hasil
36. Perhatian sosial Perhatian dari orang
disekitar yang membuat
individu percaya bahwa
dirinya dicintai dan
diperhatikan
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
37. Ibadah Segala sesuatu yang dicintai
Allah SWT dan di ridhai-
Nya, baik berupa perkataan
maupun perbuatan, yang
tersembunyi (batin) maupun
yang nampak (lahir)
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
39. Penghargaan Sesuatu yang diberikan pada
seseorang karena melakukan
suatu yang baik atau bagus
Ordinal 1 = Tidak (sangat tidak
setuju atau tidak setuju)
2 = Ya (Kadang setuju
kadang tidak atau setuju
atau sangat setuju)
Page 58
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode pengumpulan
data secara potong lintang. Penelitian ini meliputi pengambilan data dengan
kuesioner kepada responden, analisis data, dan interpretasi hasil penelitian.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 19 September 2015 sampai September
2016. Pengambilan data dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN
Jakarta pada bulan Januari sampai Maret 2016
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi dan sampel yang diteliti
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah
Pembangunan UIN Jakarta
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 2 Madrasah
Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun Ajaran 2015-2016
Teknik sampling yang dugunakan pada penelitian ini adalah cluster random
sampling karena sampel diambil dari setiap kelas sebanyak 15 siswa dengan
diambil secara random karena diduga dari masing-masing kelas mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda
Page 59
44
3.3.2 Jumlah sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini digunakan rumus Rule of
thumbs
N = (5-20) x jumlah variabel
N = (5-20) x 5
N = 25-100 orang
3.3.3 Variabel yang diteliti
3.3.3.1 Variabel bebas
Faktor-faktor internal yaitu: riwayat penyakit, nutrisi dan status gizi, pola
tidur, aktivitas fisik, motivasi
3.3.3.2 Variabel terikat
Prestasi belajar
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.4.1 Alur penelitian
1. Pembuatan kuosioner
Kuesioner dikembangkan dari penelitian sebelumnya : Acham7, Basch CE5,
Emodi22, Nichol24, Mitchell25, McLoughin26, Taras30, Purtell31, Lee YJ10, Tarp
Jakob52, Amrai11
2. Validasi kuosioner (n: 40 anak di SMP AL-Fath Cirendeu)
3. Pengambilan sampel dengan cluster random sampling dari populasi yang
ditentukan
4. Pembagian kuesioner
5. Responden mengisi formulir persetujuan penelitian
Page 60
45
6. Responden mengisi formulir identitas dan melakukan pemeriksaan berat badan
dan tinggi badan
7. Pengumpulan dan pengolahan data dengan SPSS
8. Kesimpulan
3.5. Managemen Data
3.5.1 Pengumpulan data
a. Data primer
Pengambilan data dilakukan selama bulan Januari - Maret 2016. Data primer
diperoleh dari pemeriksaan berat badan dan tinggi badan serta hasil dari kuesioner
yang dibagikan pada siswa kelas 2 Madrasah Tsanawiyah Pembangunan Tahun
Ajaran 2015-2016.
b. Data sekunder
Untuk mengetahui prestasi belajar menggunakan nilai rapot rata-rata semester 1 dan
2 saat kelas 7 dan semester 1 dan 2 saat kelas 8.
c. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti
yang dikembangkan dari penelitian-penelitian sebelumnya dan sudah divalidasi
sebanyak satu kali. Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan alat
timbangan berat badan dan tinggi badan, kalkulator dan tabel Indeks Massa Tubuh.
3.5.2 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti dari responden akan diolah
dengan menggunakan program computer dengan alat bantu perangkat computer
software SPSS versi 22. Tahapan untuk pengolahan data yaitu coding, editing, entry
data dan cleaning. Analisis data dilakukan dengan tiga tahapan yaitu analisis
univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat yaitu sebagai berikut:
Page 61
46
3.5.2.1.Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari variabel
independen dan dependen. Keseluruhan data yang ada dalam kuesioner diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.5.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dgunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen dengan menggunakan analisis uji Chi-Square, bila syarat uji Chi-
Square tidak terpenuhi maka akan digunakan uji Fisher Exact, dan jika tidak
terpenuhi maka digunakan uji Kolmogorov-Smirnow. Melalui uji statistik Chi-
Square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat
kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika
mempunyai p<= 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan dikatakan tidak
bermakna jika mempunyai nilai p> 0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
3.5.2.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat untuk mengetahui variabel bebas yang paling berhubungan
dengan variabel terikat. Variabel pada penelitian ini kategorik sehingga pada
analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik. Analisis multivariat
dilakukan pada variabel bebas yang memiliki nilai p < 0,25 saat analisis bivariat.
3.6 Etika penelitian
Peneliti menyediakan lembar inform consent untuk responden sebagai bukti bahwa
responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Page 62
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji validitas dan Reliabilitas
Uji instrument dilakukan kepada 40 responden yaitu siswa dan siswi SMP Al-Fath
Cirendeu. Pada penelitian ini didapatkan nilai kritis untuk korelasi r product-
moment (r table) sebesar 0,321. Nilai ini didapatkan berdasarkan jumlah sampel
dan tingkat signifikan yang dipilih yaitu 40 responden dan 5%.
4.1.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan instrument yang digunakan
sebagai alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.44 Suatu item dikatakan
memiliki nilai validitas yang baik apabila memiliki nilai Pearson correlation (r
hitung) lebih dari r table.45 Nilai r table pada uji validitas ini adalah 0,312 (n=40
orang dan taraf signifikan 95%)
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Pada Item Kuesioner
No Variabel Range r hitung
1. Riwayat penyakit 0,323 - 0,546 *
2. Nutrisi 0,329 - 0,676 **
3. Pola tidur 0,350 – 0,796 ***
4. Aktivitas fisik 0,472 – 0,789
5. Motivasi 0,481 – 0,783
* pada variabel riwayat penyakit terdapat 8 pertanyaan yang validitas kurang baik,
hal ini dapat dikarenakan kalimat pertanyaan yang sulit dipahami dan kurang variasi
jawaban (tidak ada pilihan jawaban), sehingga dilakukan perubahan kalimat pada
pertanyaan tersebut pada nomor 8, 12-14 dan 16.
Page 63
48
** pada variabel nutrisi terdapat 4 pertanyaan yang validitas kurang baik, hal ini
dapat dikarenakan pertanyaan yang sulit dipahami (nomor 9 – 10) dan mayoritas
responden tidak memiliki kebiasaan merokok dan merasa lapar saat belajar di
sekolah (nomor 11-12) sehingga data yang didapat kurang bervariasi, oleh karena
itu dilakukan perubahan kalimat pada pertanyaan tersebut pada nomor 9-11.
*** pada variabel pola tidur terdapat 1 pertanyaan validitas kurang baik, hal ini
dapat dikarenakan pertanyaan yang sulit dipahami, oleh karena itu dilakukan
perubahan kalimat pada pertanyaan tersebut.
4.1.2 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kehandalan instrumen
penelitian menghasilkan ukuran yang konsisten apabila digunakan untuk
melakukan pengukuran berkali-kali.44,45
Terdapat dua aspek reliabilitas alat ukur : Konsistensi internal / homogenitas
(dengan homogen mengukur berbagai aspek yang berbeda dari satu variabel yang
sama) dan stabilitas/reprodusibilitas (stabil untuk mengukur variabel subjek
penelitian pada kondisi yang identik. Cronbach’s α alpha merupakan koefisien
konsistensi internal yang paling sering digunakan untuk analisis reliabilitas.46
Menilai reliabilitas suatu instrument juga dapat dilakukan dengan melihat nilai
cronbach’s alpha, berikut interpretasi nilai cronbach’s α alpha:47
1. Kurang reliebel : cronbach’s α alpha 0.00 – 0,20
2. Agak reliebel : cronbach’s α alpha 0.21 – 0,40
3. Cukup reliebel : cronbach’s α alpha 0.41 – 60
4. Reliebel : cronbach’s α alpha 0.61 – 0,80
5. Sangat reliebel : cronbach’s α alpha 0.81 – 1,00
Page 64
49
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Pada Item Kuesioner
No Variabel cronbach’s α alpha if item
deleted
1. Riwayat penyakit 0,303 - 0,646
2. Nutrisi 0,646 - 0,696
3. Pola tidur 0,666 – 0,768
4. Aktivitas fisik 0,819 – 0,848
5. Motivasi 0,669 – 0,743
4.2 Madrasah Pembangunan UIN
Madrasah Pembangunan UIN lahir berawal dari keinginan tokoh-tokoh di
Departemen Agama dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan adanya pendidikan
Islam yang representatif pada tahun 1972. Seiring dengan perubahan IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, sejak tahun 2002 Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta mengikuti
perubahan nama menjadi Madrasah Pembangunan UIN Jakarta. Sekarang,
madrasah pembangunan sudah mempunyai sekolah pada tingkat KB-TK,
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Madrasah Pembangunan UIN beralamat di
jalan Ibnu Taimia IV Komplek UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang
Selatan, Banten, 15419 Indonesia.
Madrasah Pembangunan UIN dipilih sebagai populasi target dalam penelitian ini
karena dianggap memiliki karakteristik sama dengan sampel validasi kuesioner
yaitu SMP Al-Fath Cirendeu, yang keduanya merupakan sekolah swasta. Selain itu,
Madrasah Pembangunan UIN dan SMP Al-Fath Cirendeu memiliki lokasi yang
dapat dijangkau oleh peneliti.
Page 65
50
4.3.Analisis Univariat
Pada analisis univariat akan dideskripsikan mengenai karakteristik responden dan
sebaran responden berdasarkan masing-masing variabel, baik variabel bebas
maupun variabel terikat. Penelitian ini melibatkan 120 responden sebagai subjek
penelitian.
Tabel 4.3 Karakteristik responden (n=120)
No. Variabel Kategori Jumlah
n Persentase (%)
1. Prestasi belajar Kurang
Baik
53
67
44,2
55,8
2. Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
63
57
52,5
47,5
3. IMT Tidak normal
Normal
72
48
60
40
Berdasarkan table 4.3, dari sejumlah responden 120 orang hampir seimbang antara
mempunyai prestasi belajar yang baik yaitu anak dengan rata-rata 4 semester di
bawah 85 sebanyak 53 anak (44,2%) dan prestasi belajar baik dengan nilai rata-rata
di atas 85 terdapat 67 anak (55,8%).
Sebaran jenis kelamin responden cukup merata untuk laki-laki dan perempuan.
Responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 63 anak (52,5%), sedangkan
untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 57 anak (47,5%).
Indeks massa tubuh (IMT) dikelompokkan menjadi normal dengan IMT 18,5 – 22,9
dan tidak normal termasuk underweight, overweight, obesitas 1, dan obesitas 2.
Berdasarkan IMT anak dengan indeks massa tubuh normal sebanyak 48 anak (40%)
lebih sedikit dibandingkan anak dengan IMT tidak normal sebanyak 72 anak (60%).
Page 66
51
Tabel 4.4 Hasil Analisis Univariat Riwayat penyakit (n=120)
No. Variabel Kategori Jumlah
n Persentase (%)
1. Anemia Ya
Tidak
48
72
40
60
2. Gangguan
Penglihatan
Ya
Tidak
53
67
44,2
55,8
3. Gangguan
Pendengaran
Ya
Tidak
16
104
13,3
86,7
4. Batuk dan Flu Sering
Kadang-kadang
41
79
34,2
65,8
5. Diare Diare
tidak diare
60
60
50
50
6. Cacar Ya
Tidak
89
31
74,2
25,8
7. Alergi Ya
Tidak
49
71
40,8
59,2
8. Asma asma
tidak asma
10
110
8,3
91,7
Anak dengan anemia dicirikan dengan gejala merasa cepat lelah, kulit pucat
terutama pada tangan, kuku dan kelopak mata, merasa pusing, mata berkunang-
kunang, mudah marah dan jantung berdetak cepat. Sebanyak 48 anak (40%)
mengalami anemia sedangkan 72 anak lainnya (60%) tidak mengalami anemia.
Gangguan penglihatan ditandai oleh kesulitan untuk melihat atau membaca baik
gambar atau tulisan yang berjarak jauh ataupun berjarak dekat, sebanyak 53 anak
(44,2%) mengalami gangguan penglihatan baik tidak maupun menggunakan
kacamata, sedangkan 67 anak lainnya (55,8%) tidak mengalami gangguan
penglihatan. Sebanyak 16 anak (13,3%) mengalami gangguan pendengaran dan 104
anak (86,7%) tidak mengalami gangguan pendengaran.
Batuk dan pilek dikatakan sering bila terjadi >6 kali dalam setahun, didapatkan
terdapat 79 anak (65,8%) mengalami batuk dan pilek kurang dari 6 kali dalam
setahun, 41 anak (34,2%) mengalami batuk dan pilek lebih dari 6 kali dalam
setahun.
Page 67
52
Diare adalah buang air besar dengan feses yang lembek lebih dari 3 kali dalam
sehari dibagi menjadi diare kronis yaitu diare lebih dari 2 minggu dan diare akut
kurang dari 2 minggu, berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa anak yang pernah
mengalami diare akut dan kronis maupun diare keduanya dalam 1 tahun belakang
ini sebanyak 60 anak (50%) sebanding dengan anak yang tidak mengalami diare
sebanyak 60 anak (50%).
Cacar ditandai dengan awal kemerahan pada kulit menjadi lenting berisi cairan,
terasa gatal disertai demam, didapatkan terdapat 89 anak (74,2%) sudah mengalami
cacar sedangkan 31 anak lainnya (25,8%) belum pernah mengalami cacar.
Anak dengan alergi seperti menjadi gatal, merah pada kulit dan bentol, baik
terhadap jenis makanan, obat-obatan, debu, serbuk tanaman dan lainnya didapatkan
data sebanyak 49 anak (40,8%), sedangkan 71 anak lainnya (59,2%) tidak
mempunyai riwayat alergi.
Anak dengan asma didapatkan sebanyak 10 anak (8,3%) mengalami asma.
Sedangkan 110 anak lainnya (91,7%) tidak mempunyai penyakit asma.
Page 68
53
Tabel 4.5 Hasil Analisis Univariat Nutrisi (n=120)
No. Variabel Kategori Jumlah
n Persentase (%)
1. Sarapan Tidak
Ya
42
78
35
65
2. Intake makanan Kurang
Cukup
32
88
26,7
73,3
3. Vitamin Tidak
Ya
99
21
82,5
17,5
4. Buah Tidak
Ya
88
32
73,3
26,7
5. Sayur Tidak
Ya
87
33
72,5
27,5
6.
Gangguan makan
Ya
Tidak
3
116
2,5
97,5
7. Makanan cepat saji Ya
Tidak
31
89
25,8
74,2
8. Makanan tidak
sehat
Ya
Tidak
45
75
37,5
62,5
9. Minuman bersoda Ya
Tidak
16
104
13,3
86,7
10. Merokok Ya
Tidak
-
120
-
100
Variabel nutrisi diambil dari beberapa aspek, yang pertama adalah sarapan,
didapatkan hasil bahwa 78 anak (65%) mempunyai kebiasaan sarapan dan 42 anak
(35%) tidak mempunyai kebiasaan sarapan rutin.
Intake makanan dilihat dari sarapan, makan siang dan makan malam, anak yang
tidak pernah/jarang sarapan atau makan siang atau makan malam dikatakan kurang
intake makanannya sedangkan yang kadang-kadang, sering, selalu sarapan, makan
siang dan makan malam mempunyai intake makanan yang cukup, didapatkan hasil
sebanyak 32 anak (26,7%) kurang intake makanannya, sedangkan 88 anak (73,3%)
lainnya mempunyai intake makanan yang cukup.
Hanya sedikit anak yang mengkonsumsi vitamin yaitu sebanyak 21 anak (17,5%),
sedangkan 99 anak (82,5%) tidak mengkonsumsi vitamin. Begitu juga pada faktor
Page 69
54
buah dan sayur juga didapatkan hasil yang sedikit anak yang mengkonsumsi buah
atau sayur, hanya sebanyak 32 anak (26,7%) yang mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi buah dan 88 anak (73,3%) tidak mengkonsumsi buah-buahan.
Sedangkan anak yang punya kebiasaan mengkonsumsi sayur hanya 33 anak
(27,5%) dan 87 anak (72,5%) tidak mengkonsumsi sayur.
Anak dengan gangguan makan seperti menurunkan atau mengontrol berat badan
dengan memuntahkan makanan atau menggunakan obat pil atau tidak makan, hanya
sedikit yaitu 3 anak (2,5) yang mengalami gangguan makan, sedangkan 116 anak
(97,5%) tidak mengalami gangguan makan.
Anak yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji yaitu
sebanyak 31 anak (25,8%), sedangkan 89 anak (74,2%) tidak mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makan cepat saji.
Anak yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan tidak sehat seperti
jajanan pinggir jalan : sosis, gorengan cukup banyak yaitu 45 anak (37,5%) dan 75
anak (62,5%) tidak mengkonsumsi makanan tidak sehat.
Anak yang mempunyai kebiasaan meminum minuman bersoda hanya 16 anak
(13,3%), dan 104 anak (86,7%) tidak mengkonsumsi minuman bersoda.
Anak dengan merokok yaitu menghisap batang rokok tidak ditemukan pada
penelitian ini, sebanyak 120 anak (100%) didapatkan anak tidak merokok. Hal ini
dapat disebabkan karena ketakutan anak-anak untuk jujur mengenai merokok.
Page 70
55
Tabel 4.6 Hasil Analisis Univariat Pola Tidur (n=120)
No. Variabel Kategori Jumlah
n Persentase (%)
1. Durasi tidur Kurang
Cukup
115
5
95,8
4,2
2. Insomnia Ya
Tidak
71
49
59,2
40,8
3. Gangguan
pernapasan saat tidur
Ya
Tidak
18
102
15
85
4. Parasomnia Ya
Tidak
61
59
50,8
49,2
Variabel pola tidur yaitu durasi tidur dan gangguan tidur; insomnia, gangguan
pernapasan dan parasomnia. Anak yang mempunyai tidur yang cukup yaitu lebih
dari 8 jam sehari hanya sedikit yaitu 5 anak (4,2%), sedangkan 115 anak (95,8)
mempunyai tidur kurang dari 8 jam.
Anak dengan gangguan tidur insomnia mengalami sulit untuk memulai tidur, sering
terbangun pada tengah malam (>2 kali tiap malam) dan dan bangun lebih awal dan
sulit untuk melanjutkan tidur, didapatkan data sebanyak 71 anak (59,2%)
mengalami gangguan tidur insomnia dan hanya 49 anak (40,8%) tidak mengalami
gangguan insomnia.
Gangguan pernapasan saat tidur ditandai dengan anak terbangun pada malam hari
karena kesulitan bernapas (gelagapan), didapatkan 18 anak (15%) mengalami
gangguan pernapasan dan 102 anak (85%) tidak mengalami gangguan pernapasan.
Parasomnia adalah ketidakinginan dari tingkah laku, emosi, pengalaman, kelainan
pergerakan atau fungsi sistem saraf otonom saat tidur atau transisi dari tidur,
gangguan ini salah satunya ditandai dengan mimpi buruk, didapatkan data sebanyak
61 anak (50,8%) gangguan parasomnia dan 59 anak (49,2%) tidak mengalami
gangguan parasomnia.
Page 71
56
Tabel 4.7 Hasil Analisis Univariat Aktivitas Fisik (n=120)
No. Variabel Kategori Jumlah
n Persentase (%)
1. Aktivitas fisik sebelum
berangkat sekolah
Kurang
Cukup
101
18
84,9
15,1
2. Aktivitas fisik setelah
pulang sekolah
Kurang
cukup
86
34
71,7
28,3
3. Aktivitas fisik saat di
sekolah
Kurang
Cukup
11
109
9,2
90,8
4. Aktivitas fisik pada
malam hari
Kurang
Cukup
83
37
69,2
30,8
5. Aktivitas fisik pada
hari-hari libur
Kurang
Cukup
85
35
70,8
29,2
6. Kegiatan ekstra
kurikuler
Kurang
Cukup
108
12
90
10
7. Aktivitas fisik
intensitas sedang
Tidak
Ya
62
58
51,7
48,3
8. Aktivitas fisik
intensitas berat
Tidak
Ya
59
61
49,2
50,8
Variabel aktivitas fisik diambil dari banyak aspek. Aktivitas fisik sekolah dibagi
menjadi sebelum, saat dan sesudah. Aktivitas fisik sebelum berangkat sekolah
dilihat dari saat perjalanan menuju sekolah dan aktivitas fisik sebelum di rumah
seperti jalan atau bersepeda sebelum berangkat sekolah, didapatkan sebanyak 101
anak (84,9%) kurang dan 18 anak (15,1%) cukup melakukan aktivitas fisik sebelum
sekolah yaitu berjalan kaki atau sepeda ke sekolah atau lebih dari 2 hari / minggu
melakukan aktivitas fisik sebelum berangkat sekolah.
Aktivitas fisik saat di sekolah dilihat saat kelas olahraga, waktu istirahat pagi dan
saat waktu istirahat siang, didapatkan anak dengan aktivitas fisik cukup di sekolah
sebanyak 109 anak (90,8%) dan 11 anak (9,2%) melakukan aktivitas fisik di sekolah
kurang.
Aktivitas fisik setelah pulang sekolah cukup yaitu dengan berjalan kaki atau
bersepeda menuju rumah atau lebih dari 3 hari dalam 1 minggu melakukan aktivitas
fisik setelah pulang sekolah, didapatkan data sebanyak data 86 anak (71,7%) kurang
dan 34 anak (28,3%) cukup aktivitas fisik setelah pulang sekolah.
Page 72
57
Anak yang melakukan aktivitas fisik pada malam hari yaitu pada pukul 18.00-22.00
didapatkan sebanyak 83 anak (69,2%) kurang melakukan aktivitas fisik pada
malam hari yaitu tidak pernah atau hanya 1 hari / minggu sedangkan hanya sedikit
yaitu 37 anak (30,8) yang melakukan aktivitas fisik cukup pada malam hari.
Anak-anak yang melakukan aktivitas fisik pada akhir minggu yang kurang jika
setiap Sabtu dan Minggu melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 jam, cukup jika
setiap hari Sabtu dan Minggu melakukan aktivitas fisik minimal 1 didapatkan data
sebanyak 85 anak (70,8%) kurang, dan 35 anak (29,2) melakukan cukup aktivitas
fisik saat hari Sabtu dan Minggu.
Anak yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler olahraga didapatkan data yaitu 108
anak (90%) tidak pernah atau minimal 1-2 kali / minggu, 12 anak (10%) cukup
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yaitu 3-4 kali / minggu atau setiap hari.
Anak yang melakukan aktivitas fisik intensitas sedang seperti berjalan, bersepeda
setidaknya 1 jam setiap hari sebanyak 58 anak (48,3%), sedangkan yang tidak
melakukan sebanyak 62 anak (51,7%).
Anak yang melakukan aktivitas fisik intensitas berat seperti lari, berenang, sepak
bola, basket, skipping, tenis setidaknya 3 kali dalam 1 minggu sebanyak 61 anak
(50,8%), sedangkan yang tidak melakukan sebanyak 59 anak (49,2%).
Page 73
58
Tabel 4.8 Hasil Analisis Univariat Motivasi (n=120)
No. Variabel Kategori Jumlah
n Persentase (%)
1. Usaha Tidak setuju
Setuju
2
118
1,7
98,3
2. Tugas Tidak setuju
Setuju
8
112
6,7
93,3
3. Kompetisi Tidak setuju
Setuju
4
116
3,3
96,7
4. Social Power Tidak setuju
Setuju
7
113
5,8
94,2
5. Social Concent Tidak setuju
Setuju
21
99
17,5
82,5
6. Ibadah Tidak setuju
Setuju
2
118
1,7
98,3
7. Penghargaan Tidak setuju
Setuju
25
95
20,8
79,2
Variabel motivasi terdiri dari 7 komponen. Anak yang berusaha untuk belajar giat
untuk memperoleh nilai baik terdapat 118 anak (98,3%) sedangkan 2 anak (1,7%)
tidak setuju dengan berusaha belajar giat dapat memperoleh nilai baik.
Anak yang merasa tugas sekolah membantu dirinya belajar terdapat 112 anak
(93,3%) sedangkan 8 anak lainnya (6,7%) tidak setuju. Anak yang mempunyai jiwa
berkompetisi terdapat 116 anak (96,7%) dan hanya 4 anak (3,3%) yang tidak merasa
adanya persaingan di kelas.
Anak yang mempunyai dukungan sosial terdapat 113 anak (94,2%) dan terdapat 7
anak (5,8%) yang merasa tidak memiliki dukungan sosial. Anak yang merasa
diperhatikan jika mendapatkan nilai bagus terdapat 99 anak (82,5%) sedangkan 21
anak sisanya (17,5%) merasa tidak diperhatikan walaupun mendapat nilai bagus.
Sebanyak 118 anak (98,3%) setuju bahwa dengan beribadah mempermudah belajar
dan sisanya 2 anak (1,7%) tidak setuju. Anak yang mendapat hadiah saat mendapat
nilai bagus terdapat 95 anak (79,2%), sedangkan 25 anak (20,8%) tidak mendapat
hadiah walaupun mendapat nilai bagus.
Page 74
59
4.4 Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat dilakukan uji antara setiap variabel bebas dengan variabel
terikat. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan
antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat.
4.4.1 Hubungan antara riwayat penyakit dengan prestasi belajar
Tabel 4.9 Sebaran responden berdasarkan faktor riwayat penyakit dan tingkat prestasi belajar
(n=120)
Variabel independen
Prestasi belajar Total p
value OR
IK (95%) Kurang Baik
n % n % n % min max
Jenis kelamin Laki-laki 34 54 29 46 63 100
0,023 2,345 1,118 4,918 Perempuan 19 33,3 38 66,7 57 100
Index massa
tubuh
Tidak
normal 34 47,2 38 52,8 72 100
0,409 1,366 0,651 2,864
Normal 19 39,6 29 60,4 48 100
Anemia Ya 13 27,1 35 72,9 48 100
0,002 0,297 0,135 0,654 Tidak 40 55,6 32 44,4 72 100
Gangguan
penglihatan
Ya 25 47,2 28 52,8 53 199 0,566 1,244 0,602 2,569
Tidak 28 41,8 39 58,2 67 100
Gangguan
Pendengaran
Ya 8 50 8 50 16 100 0,614 1,311 0,457 3,762
Tidak 45 43,3 59 56,7 104 100
Batuk dan
pilek
Sering 13 31,7 28 68,3 41 100
0,048 0,453 0,205 0,999 Kadang-
kadang 40 50,6 39 49,4 79 100
Diare Diare 30 49,2 31 50,8 61 100
0,261 1,515 0,734 3,128 Tidak diare 23 39 36 61 59 100
Cacar Ya 37 41,6 52 58,4 89 100
0,332 0,667 0,294 1,516 Tidak 16 51,6 15 48,4 31 100
alergi Ya 16 32,7 33 67,3 49 100
0,035 0,446 0,209 0,950 Tidak 37 52,1 34 47,9 71 100
Asma Ya 4 40 6 60 10 100
1,000 0,830 0,222 3,106 Tidak 49 44,5 61 55,5 110 100
Page 75
60
Pembagian tingkat prestasi belajar anak didasarkan pada rata-rata 4 semester yaitu
kurang (rata-rata <85) dan baik (rata-rata >85). Hasil analisis hubungan antara jenis
kelamin dan faktor riwayat penyakit anak yang mempunyai hubungan signifikan
dengan tingkat prestasi belajar yaitu batuk pilek, anemia, dan alergi.
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dan prestasi belajar menunjukkan
bahwa jenis kelamin perempuan memiliki prestasi belajar lebih baik dibandingkan
anak dengan jenis kelamin laki-laki. Pada prestasi belajar kurang didominasi oleh
laki-laki yaitu 53 anak prestasi belajar kurang terdapat 34 anak laki-laki dan 19 anak
perempuan. Sedangkan prestasi belajar baik didominasi oleh anak perempuan yaitu
dari 67 anak memiliki prestasi belajar baik terdapat 38 anak perempuan (66,7%)
dan 29 anak laki-laki (46%). Hasil yang didapat dari uji chi-square yang
membandingkan jenis kelamin terhadap prestasi belajar diperoleh nilai p = 0,023
(OR : 2,345 IK 95% 1,118 - 4,918) yang berarti p <0,05 sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil penelitian terdapat hubungan bermakna antara jenis
kelamin dengan prestasi belajar anak. Hasil ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Mahsa dkk mendeskripsikan bahwa terdapat
perbedaan performa akademik antara perempuan dan laki-laki, setidaknya enam
guru menyatakan bahwa perempuan pekerja keras dan lebih disiplin dibandingkan
laki-laki.48
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 53 anak yang memiliki prestasi belajar
kurang terdapat 13 anak mengalami anemia dan 40 anak tidak mengalami anemia,
sedangkan dari 67 anak yang memiliki prestasi belajar baik terdapat 35 anak
mengalami anemia dan 32 anak tidak mengalami anemia. Hasil yang didapat dari
uji chi-square yang membandingkan prestasi belajar dengan anemia diperoleh nilai
p = 0,002 ( OR : 0,297 IK 95% 0,135 - 0,654) yang berarti p <0,05 sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian tedapat hubungan bermakna antara
prestasi belajar anak dengan anemia. Penelitian sebelumnya Ogunfowora dkk
membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara anak anemia
dengan saudaranya pada nilai rata-rata (50-75%) dengan nilai p=0,016 dan nilai
dibawah rata-rata dengan nilai p =0,017. Pada penelitian ini mengidentifikasi deficit
kognitif disebabkan kumulatif efek dari intracerebral sickling (pada anemia sel
sabit) dan thrombosis atau karena efek cerebrovasculopathy progressive.49 Namun,
Page 76
61
dari hasil analisis menunjukkan bahwa kebanyakan anak dengan anemia (35 anak :
72,9%) memiliki prestasi belajar yang baik dibandingkan dengan anak tidak
mengalami anemia (32 anak:44,4%). Hal ini dapat disebabkan oleh kurang tepatnya
penegakkan diagnosis anemia hanya dari gejala berdasarkan kuesioner.
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 53 anak yang memiliki prestasi belajar
kurang terdapat 16 anak mempunyai alergi dan 37 anak tidak mempunyai alergi,
sedangkan dari 67 anak yang memiliki prestasi belajar baik terdapat 33 anak
mempunyai alergi dan 34 anak tidak mempunyai alergi. Hal ini menunjukkan
bahwa anak yang tidak mempunyai alergi (21 anak : 29,6%) memiliki prestasi
belajar sangat baik dibandingkan anak yang mempunyai alergi (14 anak: 28,6%).
Hasil yang didapat dari uji chi-square yang membandingkan prestasi belajar dengan
alergi diperoleh nilai p = 0,035 (OR : 0,446 IK 95% 0,209-0,950) yang berarti p
<0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian tedapat hubungan
bermakna antara prestasi belajar anak dengan alergi. Pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Jauregui menjelaskan bahwa rhinitis alergi adalah penyakit
kronik yang dapat menyebabkan masalah dalam belajar dan ditandai dengan
gangguan melihat dan mendengar yang berefek kepada otak. Selain itu adanya
penyumbatan hidung dan pengeluaran mediator inflamasi IFN gama, TNF alfa, IL-
1, IL-4 dan IL10 menyebabkan kesulitan tidur sehingga mengantuk pada siang hari
dan gangguan sekunder seperti absensi, presenteeism (inattention, distraction,
gangguan konsentrasi), irritability dan restlessness, dan gangguan mood. Karena
gangguan tersebut dapat mengurangi ingatan jangka panjang anak dibandingkan
anak tidak alergi.27 Pada penelitian hasil hubungan alergi dengan prestasi belajar
menunjukkan bahwa anak alergi yang mempunyai prestasi belajar baik (33 anak :
67,3%) lebih banyak dibandingkan anak yang tidak mempunyai alergi (34 anak:
47,9%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya, karena pada penelitian
ini alergi yang dimaksud adalah dermatitis atopik, namun hingga sekarang peneliti
belum menemukan penelitian yang mengenai hubungan dermatitis atopik dengan
prestasi belajar.
Sedangkan pada faktor batuk pilek diperoleh data dari 52 anak yang memiliki
prestasi belajar kurang terdapat 40 anak kadang-kadang mengalami batuk pilek dan
13 anak sering mengalami batuk pilek, sedangkan dari 67 anak yang memiliki
Page 77
62
prestasi belajar baik terdapat 39 anak kadang-kadang mengalami batuk pilek dan
28 anak sering mengalami batuk pilek. Hasil yang didapat dari uji chi-square yang
membandingkan prestasi belajar dengan alergi diperoleh nilai p = 0,048 (OR : 0,453
IK 95% 0,205 - 0,999) yang berarti p < 0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa hasil penelitian terdapat hubungan bermakna antara prestasi belajar anak
dengan batuk pilek. Hasil uji statistik ini sejalan dengan penelitian kohort
sebelumnya yang dilakukan oleh Nichol et al yang menyatakan responden dengan
Influenza like illness/ILIs (gangguan pernapasan atas disertai demam dan pilek)
mempunyai efek lebih tinggi dengan rendahnya nilai ujian (p = 0,001) dan
rendahnya tugas kelas (p = 0,001) dibanding responden dengan batuk saja.24
Namun pada penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah anak yang
sering mengalami batuk pilek (28 anak : 68,3%) mempunyai prestasi belajar yang
baik. Hal ini dapat disebabkan oleh anak yang diduga sering batuk pilek tidak
masuk sekolah lebih banyak sehingga membuat anak mengejar ketinggalannya
dengan belajar lebih giat sehingga berprestasi lebih baik.
Sedangkan pada faktor diare diperoleh data dari 53 anak yang memiliki prestasi
belajar kurang terdapat 30 anak pernah mengalami diare (diare akut atau diare
kronis atau diare keduanya) dan 23 anak tidak mengalami diare, sedangkan dari 67
anak yang memiliki prestasi belajar baik 31 anak pernah mengalami diare dan 36
anak tidak mengalami diare. Hasil yang didapat dari uji chi-square yang
membandingkan prestasi belajar dengan diare diperoleh nilai p = 0,261 (OR : 1,515
IK 95% 0,734 - 3,128) yang berarti p >0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa hasil penelitian tidak ada hubungan bermakna antara prestasi belajar anak
dengan batuk diare. Hasil uji statistik ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Jonathan dkk yang menyatakan episode diare pada usia lebih
2 tahun tidak berhubungan dengan nilai matematika (p = 0,073).25
Page 78
63
4.4.2 Hubungan antara nutrisi dengan prestasi belajar
Tabel 4.10 Sebaran responden berdasarkan nutrisi dan tingkat prestasi belajar (n=120)
Variabel independen
Prestasi belajar Total p
value OR
IK (95%) Kurang Baik
n % n % n % min max
Sarapan Tidak 21 50 21 50 42 100 0,345 1,438 0,676 3,057
Ya 32 41 46 59 78 100
Intake
makanan
Kurang 19 59,4 13 40,6 32 100 0,043 2,321 1,017 5,301
Cukup 34 38,6 54 61,4 88 100
Vitamin Tidak 46 46,5 53 53,5 99 100 0,271 1,736 0,645 4,669
Ya 7 33,3 14 66,7 21 100
Merokok Ya 0 0 0 0 0 0 a a - -
Tidak 53 44,2 67 55,8 120 100
Buah Tidak 38 43,2 50 56,8 88 100 0,719 0,861 0,382 1,941
Ya 15 46,9 17 53,1 32 100
sayur Tidak 40 46 47 54 87 100 0,517 1,309 0,579 2,960
Ya 13 39,4 20 60,6 33 100
Gangguan
Makan
Ya 2 66,7 1 33,3 3 100 0,580 2,640 0,233 29,94
Tidak 50 43,1 66 56,9 116 100
Makanan
Cepat saji
Ya 11 35,3 20 64,5 31 100 0,258 0,615 0,264 1,433
Tidak 42 47,2 47 52,8 89 100
Makanan
Tidak
Sehat
Ya 18 40 27 60 45 100
0,476 0,762 0,360 1,612 Tidak 35 46,7 40 53,3 75 100
Minuman
Soda
Ya 8 50 8 50 16 100 0,614 1,311 0,457 3,762
Tidak 45 43,3 59 56,7 104 100
Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa dari 53 anak yang memiliki
prestasi belajar kurang terdapat 19 anak kekurangan intake makanan dan 34 anak
cukup intake makanannya sedangkan dari 67 anak yang memiliki prestasi belajar
cukup terdapat 13 anak kekurangan intake makanan dan 54 anak cukup intake
makanan. Hal ini menunjukkan pada anak yang cukup intake makanan banyak yang
dapat berprestasi belajar baik (54 anak : 61,4%). Hasil yang didapat dari uji chi-
square yang membandingkan prestasi belajar dengan intake makanan diperoleh
nilai p = 0,043 (OR : 2,321 IK 95% 1,017 - 5,301) yang berarti p <0,05 sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan bermakna antara prestasi
belajar anak dengan intake makanan. Hasil analisis ini sejalan seperti penelitian
Page 79
64
sebelumnya yang dilakukan oleh Kleinman menunjukkan bahwa anak yang lapar
mempunyai masalah di sekolah dan gangguan konsentrasi atau perhatian.30
Hubungan analisis antara konsumsi vitamin dengan prestasi belajar menunjukkan
lebih banyak anak yang mengkonsumsi vitamin rutin 14 anak (66,7%) memiliki
prestasi belajar sangat baik dibandingkan anak yang tidak mengkonsumsi vitamin
53 anak (53,5%). Hasil yang didapat dari uji chi-square yang membandingkan
prestasi belajar dengan vitamin diperoleh nilai p = 0,271 (OR : 1,736 IK 95% 0,645
- 4,669) yang berarti p >0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hasil
penelitian tidak ada hubungan bermakna antara konsumsi vitamin dengan prestasi
belajar anak. Nilai p yang kurang signifikan dalam penelitian ini kemungkinan
disebabkan oleh jumlah responden yang mengkonsumsi vitamin hanya sedikit.
Hasil analisis ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Stuijvenberg menunjukkan bahwa anak yang diberikan biskuit yang mengandung
besi, iodine dan betacarotene menunjukkan perbedaan yang signifikan fungsi
kognitifnya (p<0,05) dibandingkan anak grup kontrol.30
Pada hubungan analisis konsumsi sarapan dan sayur didapatkan bahwa anak yang
sarapan atau mengkonsumsi sayur mempunyai persentasi tinggi memiliki prestasi
belajar baik yaitu sarapan 46 anak (59%) dan sayur 20 anak (60,6%) dibandingkan
anak yang tidak sarapan atau konsumsi sayur. Namun hasil yang didapat dari uji
chi square yang membandingkan prestasi belajar dengan sarapan diperoleh nilai p
= 0,345 (OR : 1,438 IK 95% 0,676 - 3,057) , dan hasil uji chi square yang
membandingkan prestasi belajar dengan sayur diperoleh nilai p = 0,517 (OR : 1,309
IK 95% 0,579 - 2,960) yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara sarapan
dengan prestasi belajar dan tidak ada hubungan bermakna antara sayur dengan
prestasi belajar. Nilai p yang kurang signifikan dalam penelitian ini kemungkinan
dapat disebabkan oleh jumlah responden yang mengkonsumsi sayur hanya sedikit.
Hasil analisis hubungan faktor-faktor nutrisi tersebut sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan So Young Kim menunjukkan bahwa sarapan (AOR =
2,34. 95% CI = 2,20-2,48), sayur (AOR = 1,48, 95% CI = 1,37 – 1,61 ) berhubungan
positif terhadap tingkat prestasi belajar yang baik (p<0.001).50
Page 80
65
Pada hasil analisis didapatkan makanan cepat saji p = 0,258 ( OR : 0,615 IK 95%
0,264 - 1,433), minuman bersoda p =0,614 (OR : 1,311 IK 95% 0,457 - 3,762) .
Hasil yang didapat dari uji chi-square dapat diambil kesimpulan bahwa hasil
penelitian tidak ada hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dengan prestasi
belajar anak. Hasil analisis hubungan faktor-faktor nutrisi tersebut tidak sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan So Young Kim menunjukkan bahwa
pada minuman bersoda (AOR = 0,42, 95% CI = 0,38 – 0,46) dan makanan cepat
saji (AOR = 0,83, 95% CI = 0,72 – 0,96) berhubungan bermakna dengan prestasi
belajar (p<0,001).50
4.4.3 Hubungan antara pola tidur dengan prestasi belajar
Tabel 4.11 Sebaran responden berdasarkan pola tidur dan tingkat prestasi belajar (n=120)
Variabel independen
Prestasi belajar Total p
value OR
IK (95%) Kurang Baik
n % n % n % min max
Durasi tidur Kurang 49 42,6 66 57,4 115 100 0,169 0,186 0,20 1,713
Cukup 4 80 1 20 5 100
Insomnia Ya 31 43,7 40 56,3 71 100 0,893 0,951 0,457 1,979
Tidak 22 44,9 27 55,1 49 100
Gangguan
pernapasan
saat tidur
Ya 11 61 7 38,9 18 100
0,116 2,245 0,804 6,265 Tidak 42 41,2 60 58,8 102 100
Parasomnia Ya 25 41 36 59 61 100 0,475 0,769 0,373 1,583
Tidak 28 47,5 31 52,5 59 100
Hasil analisis hubungan antara faktor pola tidur dan tingkat prestasi belajar
diperoleh bahwa berdasarkan hasil uji chi square didapatkan semua faktor memiliki
nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara faktor
pola tidur dengan tingkat prestasi belajar, baik dari durasi tidur maupun gangguan
tidur.
Page 81
66
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa dari 53 anak yang memiliki prestasi belajar
kurang terdapat 49 anak mempunyai durasi tidur yang kurang dan 4 anak
mempunyai durasi tidur cukup, sedangkan dari 67 anak yang memiliki prestasi
belajar baik terdapat 66 anak mempunyai durasi tidur kurang dan 1 anak
mempunyai durasi tidur cukup. Hasil yang didapat dari uji chi-square yang
membandingkan prestasi belajar dengan durasi tidur diperoleh nilai p = 0,169 yang
berarti p >0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian tidak ada
hubungan bermakna antara prestasi belajar anak dengan durasi tidur. Hasil analisis
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mohammed dkk
pada mahasiswa kedokteran menunjukkan bahwa total durasi tidur tidak ada
hubungan bermakna terhadap prestasi belajar (p = 0,113).51
Hasil analisis hubungan insomnia dengan prestasi belajar diperoleh bahwa dari 53
anak yang memiliki prestasi belajar kurang terdapat 31 anak mengalami insomnia
dan 22 anak tidak mengalami insomnia, sedangkan dari 67 anak yang memiliki
prestasi belajar baik terdapat 40 anak mengalami insomnia dan 27 anak tidak
mengalami insomnia. Hasil yang didapat dari uji chi-square yang membandingkan
prestasi belajar dengan insomnia diperoleh nilai p = 0,893 yang berarti p >0,05
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian tidak ada hubungan
bermakna antara prestasi belajar anak dengan insomnia. Nilai p yang kurang
signifikan dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah responden
yang kurang. Hasil analisis ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mohammed dkk pada mahasiswa kedokteran menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara insomnia terhadap prestasi belajar (p = 0,026).51
Page 82
67
4.4.4 Hubungan antara aktivitas fisik dengan prestasi belajar
Tabel 4.12 Sebaran responden berdasarkan aktivitas fisik dan tingkat prestasi belajar
(n=120)
Aktivitas fisik
Prestasi belajar Total p
value OR
IK (95%) Kurang Baik
n % n % n % min max
Sebelum
berangkat
sekolah
Kurang 44 43,6 57 56,4 101 100
0,613 0,772 0,283 2,107 Cukup 9 50 9 50 18 100
Setelah
sekolah
Kurang 36 41,9 50 58,1 86 100 0,418 0,720 0,324 1,598
Cukup 17 50 17 50 100
Saat di
sekolah
Kurang 7 63,6 4 36,4 11 100 0,211 2,397 0,662 8,672
Cukup 46 42,2 63 57,8 109 100
Malam
hari
Kurang 36 43,4 47 56,6 83 100 0,793 0,901 0,414 1,963
Cukup 17 45,9 20 54,1 37 100
Hari
Libur
Kurang 49 43,8 63 56,3 112 100 0,731 0,778 0,185 3,267
Cukup 4 50 4 50 8 100
Kegiatan
ekstrakurikuler
Kurang 48 44,4 60 55,6 108 100 0,854 1,120 0,334 3,751
Cukup 5 41,7 7 58,3 12 100
Intensitas
sedang
Tidak 22 35,5 40 64,5 62 100 0,048 0,479 0,230 0,997
Ya 31 53,4 27 46,6 58 100
Intensitas
berat
Tidak 24 40,7 35 59,3 59 100 0,449 0,757 0,367 1,559
Ya 29 47,5 32 52,5 61 100
Berdasarkan tabel 4.12 Pada hasil analisis hubungan aktivitas fisik intensitas sedang
diketahui bahwa dari 53 anak yang memiliki prestasi belajar kurang terdapat 31
anak (53,4%) melakukan aktivitas fisik intensitas sedang setiap hari dan 22 anak
(35,5%) tidak melakukan aktivitas fisik intensitas sedang setiap hari, sedangkan
dari 67 anak yang memiliki prestasi belajar baik terdapat 27 anak (46,6%)
melakukan aktivitas fisik intensitas sedang dan 40 anak (64,5) tidak melakukan
aktivitas fisik intensitas sedang. Hasil yang didapat dari uji chi-square yang
membandingkan prestasi belajar dengan aktivitas fisik intensitas sedang diperoleh
nilai p = 0,048 (OR : 0,479 IK 95% 0,230 - 0,997) yang berarti p <0,05 sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian terdapat hubungan bermakna
antara prestasi belajar anak dengan aktivitas fisik intensitas sedang. Pada analisis
ini menunjukkan bahwa prestasi belajar kurang didominasi oleh anak-anak yang
Page 83
68
melakukan cukup aktivitas fisik intensitas sedang, sedangkan prestasi belajar baik
didominasi oleh anak-anak yang tidak melakukan aktivitas fisik intensitas sedang
setiap hari. Hal ini dapat disebabkan karena anak yang tidak melakukan aktivitas
fisik intensitas sedang setiap hari membuat waktu belajarnya menjadi lebih banyak
sehingga mempunyai kesempatan prestasi menjadi lebih baik.
Berdasarkan tabel 4.12 aspek aktivitas fisik yang berbasis di sekolah yaitu aktivitas
fisik sebelum sekolah (p : 0,613 OR : 0,772 IK 95% 0,283 - 2,107), aktivitas fisik
saat di sekolah (p : 0,211 OR : 2,397 IK 95% 0,552 - 8,672), aktivitas fisik
setelah sekolah (p : 0,418 OR : 0,720 IK 95% 0,324 - 1,598), dan kegiatan
ekstrakurikuler (p : 0,854 OR : 1,120 IK 95% 0,334 - 3,751) menunjukkan bahwa
hasil yang didapat dari uji chi square adalah p>0,05 yang menyimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan aktivitas fisik berbasis sekolah terhadap prestasi belajar.
Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jakob
dkk pada remaja usia 12-14 tahun mengenai hubungan program olahraga sekolah
berupa pelajaran olahraga, saat jam pelajaran, waktu istirahat, perjalanan sekolah,
diperoleh hasil tidak terdapat hubungan yang signifikan pada anak pada grup
intervensi dibanding anak pada grup control (p = 0,73).52
Page 84
69
4.4.5 Hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar
Tabel 4.13 Sebaran responden berdasarkan motivasi dan tingkat prestasi belajar (n=120)
Variabel independen
Prestasi belajar Total p
value OR
IK (95%) Kurang Baik
n % n % n % min max
Usaha Tidak 2 100 0 0 2 100 0,193 2,314 1,881 2,845
Ya 51 43,2 67 56,8 118 100
Tugas Tidak 5 62,5 3 37,5 8 100 0,300 2,222 0,506 9,757
Ya 48 42,9 64 57,1 112 100
Kompetisi Tidak 3 75 1 25 4 100 0,320 3,960 0,400 39,215
Ya 50 43,1 66 56,9 116 100
Dukungan
sosial
Ya 4 57,1 3 42,9 7 100 0,698 1,741 0,372 8,144
Tidak 49 43,4 64 56,6 113 100
Perhatian
sosial
Tidak 6 28,6 15 71,4 21 100 0,113 0,443 0,159 1,234
Ya 47 47,5 52 52,5 99 100
Ibadah
0,193
2,314
1,881
2,845 Tidak 2 100 0 0 2 100
Ya 51 43,2 67 56,8 11 100
Penghargaan
0,000
0,075
0,017
0,336 Tidak 2 8 23 92 25 100
Ya 51 53,7 44 46,3 95 100
Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa dari 53 anak yang memiliki prestasi belajar
kurang terdapat 51 anak mendapat penghargaan seperti hadiah dan 2 anak tidak
mendapatkan penghargaan seperti hadiah saat mendapatkan nilai yang bagus,
sedangkan dari 67 anak yang memiliki prestasi belajar baik terdapat 44 anak
mendapatkan penghargaan dan 23 anak tidak mendapatkan penghargaan. Hasil
yang didapat dari uji chi-square yang membandingkan prestasi belajar dengan
mendapatkan penghargaan diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti p <0,05 sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian tedapat hubungan bermakna
antara prestasi belajar anak dengan mendapatkan penghargaan. Hasil analisis ini
tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kourosh bahwa
komponen usaha, tugas, sifat kompetitif dan perhatian sosial yang mempunyai
hubungan positif dan signifikan terhadap prestasi belajar.11 Hal ini dapat
disebabkan karena perbedaan motivasi dari populasi tiap negara, dari penelitian
menunjukkan bahwa orang Iran memiliki motivasi internal yang baik sehingga
Page 85
70
dapat memiliki prestasi baik, sedangkan orang Indonesia membutuhkan motivasi
eksternal untuk mempengaruhi prestasi belajar.
4.5 Analisis Multivariat
Pada analisis multivariat dilakukan uji pada variabel bebas yang pada analisis
bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk
mengetahui variabel bebas yang paling berhubungan dengan variabel terikat.
Tabel 4.14 Hasil analisis multivariat
Prestasi
belajar kurang
Prestasi belajar
baik p RO
IK 95%
n % n % min max
Intake
makanan
Kurang 19 59,4 13 40,6 0,005 4,755 1,597 14,158
Cukup 34 38,6 54 61,4
Jenis kelamin Laki-laki 34 54 29 46
0,008 3,664 1,402 9,578 Perempuan 19 33,3 38 66,7
Gangguan
pernapasan
saat tidur
Ya 11 61,1 7 10,1
0,080 3,156 0,872 11,427 Tidak 42 41,2 60 58,8
Anemia Ya 13 27,1 35 72,9
0,015 0,295 0,111 0,786 Tidak 40 55,6 32 44,4
Penghargaan Tidak 2 8 23 92
0,001 0,061 0,012 0,305 Ya 51 53,7 44 46,3
Aktivitas
fisik
intensitas
sedang
Tidak 22 35,5 40 64,5
0,531 0,746 0,298 1,865 Ya 31 53,4 27 46,6
Batuk
Sering 13 31,7 28 68,3
0,525 0,722 0,264 1,973 Kadang-
kadang 40 50,6 39 49,4
Perhatian
sosial
Tidak 6 28,6 15 71,4 0,472 0,587 0,137 2,508
Ya 47 47,5 52 52,5
Alergi Ya 16 32,7 33 67,3
0,114 0,462 0,177 1,205 Tidak 37 52,1 34 47,9
Durasi tidur Kurang 49 42,6 66 57,4
0,181 0,140 0,008 2,494 Cukup 4 80 1 20
Page 86
71
Tabel di atas menunjukkan faktor-faktor yang memiliki p <0,25 saat analisis
bivariat dan setelah dilakukan analisis multivariat regresi logistik didapatkan lima
faktor yang paling kuat hubungannya dengan prestasi belajar yaitu intake makanan,
jenis kelamin, gangguan pernapasan saat tidur, anemia, dan penghargaan.
Berdasarkan tabel 4.14 intake makanan mempunyai kekuatan hubungan yang
paling besar, anak dengan intake makanan kurang dibandingkan anak dengan intake
makanan cukup untuk mengalami prestasi belajar yang kurang sebesar 4,755 (p=
0,005 IK 95% 1,597-14,158). Anak laki-laki mempunyai kemungkinan 3,664 kali
(p : 0,008 OR : 3,664 IK 95% 1,402-9,578) untuk mengalami prestasi belajar kurang
dibandingkan anak perempuan. Kemudian anak dengan gangguan pernapasan saat
tidur dibandingkan dengan anak tidak mengalami gangguan pernapasan saat tidur
mempunyai kemungkinan 3,156 kali (p : 0,080 OR 3,156 IK 95% 0,872-11,42)
untuk mengalami prestasi belajar yang kurang.
4.6 Kelebihan penelitian
Mendapatkan hubungan berbagai faktor – faktor risiko internal yang berhubungan
atau tidak berhubungan terhadap prestasi belajar. Sehingga faktor risiko internal
yang berhubungan dapat digunakan sebagai rencana strategi untuk meningkatkan
prestasi belajar anak.
Hasil validitas dan reliabilitas kuesioner yang bernilai baik dan juga dapat
diaplikasikan pada penelitian lain di berbagai daerah di Indonesia.
4.7 Keterbatasan penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengisisan kuesioner
sehingga memungkinkan terjadinya recall bias, kemungkinan responden lupa atau
pasien yang pernah sakit mempunyai ingatan lebih kuat dibandingkan responden
tidak sakit.
Penelitian dilakukan di Madrasah Pembangunan dengan sampel homogen sehingga
beberapa aspek kurang bermakna.
Page 87
72
Validasi kuesioner hanya dilakukan sebanyak satu kali, sehingga perlu penelitian
lebih lanjut untuk validasi kuesioner.
Penentuan anak dengan prestasi belajar kurang atau baik kurang tepat yaitu anak
dengan prestasi belajar kurang mempunyai nilai rata-rata < 85 dan prestasi belajar
baik >= 85. Hal dikarenakan Kriteria Ketuntasan Minimal di MP UIN Jakarta
tinggi, sehingga rata-rata anak MTS Pembangunan UIN tinggi dan peneliti tidak
mendapatkan data nilai sebelum perbaikan.
Page 88
73
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
1. Terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin (p : 0,023 OR : 0,023 IK
95% : 1,118 – 4,918), anemia (p : 0,002 OR 0,297 IK 95%: 0,135 – 0,654),
batuk pilek (p: 0,048 OR: 0,453 IK 95%: 0,205-0,999) alergi (p:0,035 OR:0,446
IK 95% 0,209-0,950), intake makanan (p : 0,043 OR: 2,321 IK 95% 1,017-
5,301), aktivitas fisik intensitas sedang (p : 0,048 OR 0,479 IK 95% : 0,230 –
0,997) dan penghargaan (p: 0,000 OR : 0,075 IK 95% : 0,017 – 0,336) terhadap
prestasi belajar, sedangkan durasi tidur (p: 0,169 OR : 0,186 IK 95% : 0,2 –
1,713) tidak terdapat hubungan bermakna terhadap prestasi belajar.
2. Faktor yang memiliki kekuatan hubungan paling kuat terhadap prestasi belajar
yaitu intake makanan (OR : 4,755 p : 0,005 IK 95% 1,597-14,158), jenis
kelamin (OR: 3,664 p : 0,008 OR : 3,664 IK 95% 1,402-9,578), gangguan
pernapasan saat tidur (OR: 3,156 p : 0,080 OR 3,156 IK 95% 0,872-11,42),
anemia (OR : 0,015 p : 0,295 IK 95% 0,111 - 0,786) dan penghargaan ( OR :
0,001 p : 0,061 IK 95% 0,012 - 0,305)
5.2 SARAN
1. Untuk meneliti lebih lanjut faktor internal terhadap prestasi belajar dengan
jumlah sampel lebih banyak dan heterogen.
2. Memperbaiki dan mengembangkan kuesioner pada kuesioner yang memiliki
nilai validitas yang kurang baik untuk menghindari bias yang dapat
memengaruhi hasil penelitian serta lebih jauh lagi agar dapat membuat
kuesioner baku mengenai faktor internal prestasi belajar.
Page 89
74
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3.
2. United Nations Development Programme. Sustaining human progress:
reducing vulnerabilities and building resilience. Human Development
Report 2014. 2003:159.
3. World Competitiveness Yearbook. The IMD World Competitiveness
Scoreboard. 2015. [Diakses tanggal 20 Oktober 2015]. Tersedia di:
https://www.imd.org/uupload/imd.website/wcc/scoreboard.pdf
4. Ngalim P. Motivasi belajar. 2011. [Diakses tanggal 20 Juli 2016]. Tersedia
di: www.undip.ac.id
5. Basch CE. Healthier students: are better learners: a missing link in school
reforms to close the achievement gap. Educational equity teacher college.
Newyork: Columbia university; 2010. h. 14-51
6. Naticchioni K. The relationship between obesity and academic achievement
of school age children. John Carroll University. 2013:8-16.
7. Acham H. Nutrition: health and academic achievement of primary school
children in Uganda. 2013:1-2.
8. Centers for disease control and prevention`s (CDC). The association
between school-based physical activity, including physical education and
academic performance. CDC Division of adolescent and school health
(DASH). 2010:5-10.
9. Johnson RW. Active Education: growing evidence on physical activity and
academic performance. Active living research. 2015:2-4.
10. Lee YJ, Park J, dkk. Academic performance among adolescents with
behaviorally induced insufficient sleep syndrome. Journal of clinical sleep
medicine. 2015;11:62-6.
11. Amrai K, Motlagh, SE, dkk. The relationship between academic motivation
and academic achievement students. Elsevier. 2011:1-3.
12. Sarwono SW. Akselerasi. Jakarta: Grasindo; 2012. h. 168-9
13. Olivia F. Teknik ujian efektif. Jakarta: Gramedia; 2011. h. 73
Page 90
75
14. Badan pengembangan dan pembinaan Bahasa, Kemdikbud. Kamus besar
Bahasa Indonesia. 2012 [diakses tanggal 2 Februari 2016]. Tersedia di:
http://kbbi.web.id/prestasi
15. Hakim, Thursan. Belajar secara efektif. Jakarta: Puspa Swara; 2012. h. 11-
7
16. What is the relationship of student health to academic achievement, adapted
from: Association of state and territorial health officials (ASTHO).
California Healthy Kids Resource center. 2002;12.
17. Dilley J. Research review: School based health intervention and academic
achievement. Washington state office of superintendent of public
instruction. 2009:3-8.
18. Martha K. Factors affecting academic performance of undergraduate
students at Uganda Christian university. Makerere University. 2009:23-5.
19. Charvat JL. Research on the relationship between mental health and
academic achievement. National Association of School Psychologists.
Bethesda. 2012:2,4.
20. Dengra M, Kalra A, Malhotra G. Study on factor affecting student quality
of academic performance in colleges – with special reference to indore.
Althius shodh Journal Management and Commerce. 2012:2-5.
21. Marcdante KJ dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Essensial. In: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, penyunting. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-6.
Singapore: Elsevier; 2011. h. 599
22. Ezenwosu O U, Emodi I J dkk. Determinants of academic performance in
children with sickle cell anaemia. Biomed central. 2013;13(189):2.
23. Audiology information series. Identifying and managing hearing loss in
school age children. American speech language hearing association
(ASHA). 2015:1-2.
24. Nichol KL, Heilly SD dkk. Colds and influenza-like illness in students:
impact on health, academic, work performance and health care use. Oxford
djournals. 2005;40:1264-9.
Page 91
76
25. Mitchell J. The long term association of early childhood diarrhea with
school success: a case study from Pakistan. Journal of education for
international development. 2006;2:1.
26. McLoughlin J, Nall M dkk. The relationship of allergies and allergy
treatment to school performance and student behavior. PubMed.
1983;51:506-10.
27. Jauregui I, Mullol J dkk. Allergic rhinitis and school performance. J Investig
allergol clin immunol. 2009;19:32.
28. Michigan nutrition standards. The link between nutrition and academic
achievement. 2012:1-2.
29. Kulakowska D, Biernacka K dkk. Neurocognitive and social cognitive
deficits in patients with anotexia nervosa. Psychiatriapolska. 2014;48:468.
30. Taras H. Nutrition and student performance at school. Journal of school
health. 2005;75:206-13.
31. Purtell KM. Children Who Eat More Fast Food Show Less Academic
Improvement, Study Shows. 2014 [diakses tanggal 15 july 2016]. Tersedia
di: http://www.huffingtonpost.com/2014/12/23/fast-food-school-
effects_n_6369284.html
32. Gruber R, Carrey N, dkk. Position statement on pediatric sleep for
psychiatrists. Journal of the Canadian academy of child and adolescent
psychiatry. 2014;23:177-88.
33. Carrell SE, Maghakian T, dkk. As from zzzz`s? the causal effect of the
school start time on the academic achievement of adolescents. American
economic journal. 2011;3:64.
34. Sims S. intrinsic and extrinsic motivations. 2015 [diakses tanggal 10 Juli
2016]. Tersedia di: https://badgeville.com/intrinsic-and-extrinsic-
motivations/
35. Physical activity guidelines for children and young people (5-18 years).
Departement of health. 2011:3.
36. Syavaoja H, Kantomaa M, dkk. Physical activity and learning. Finlandia:
Finnish National Board of Education. 2012. h. 8-9
Page 92
77
37. Kusurkar RA, Croiset G, and others. How motivation affects academic
performance: a structural equation modelling analysis. Spingerlink. 2012:2-
4.
38. Jetha MK, Segalowitz SJ. Adolescent brain development : implications for
behavior. USA: Elsevier; 2012. h. 1-8
39. Cuddler EH. Neuroscience for kids. 2015 [diakses tanggal 20 Desember
2015]. Tersedia di: https://faculty.washington.edu/chudler/dev.html
40. Santrock JW. Masa perkembangan anak. In: Verawaty Pakpahan,
penyunting. Jakarta: Salemba Humanika; 2011. h. 301-308
41. Willis SS. Remaja & masalahnya. Edisi ke-2. Bandung: Alfabeta; 2008. h.
19-21
42. Sayerd BME, Farley RS, Fuller DK, Morgan DW, Caputo JL. Physical
fitness and academic achievement in elementary school children. Journal of
Physical Activity and Health. 2009;6:99-105.
43. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Edisi ke-11. Jakarta:
Infomedika; 2007. h. 43-48
44. Universitas Sebelas Maret. Analisis instrumen. Solo: Universitas Sebelas
Maret [diakses pada tanggal 5 Juli 2016]. Tersedia di:
http://repository.maranatha .edu/3087/2/0421036_appendices.pdf
45. Sanusi SR. Beberapa Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen
Penelitian. USU Institutional Repository [diakses pada tanggal 5 Juli 2016].
Tersedia di: http://repository .usu.ac.id/bitstream/123456789/1/ikm-
okt2005-9%20(6).pdf
46. Murti, Bhisma. Validitas dan Reliabilitas Pengukuran. UNS. 2011:6-17.
47. Umar Husein. Nilai Reliabilitas. 2007 [diakses tanggal 2 Agustus 2016].
Tersedia di: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/542/jbptunikompp-gdl-
denisprayu-27088-4-unikom_d-i.pdf
48. Bakhshael M and others. Gender at the intersection with race and class in
the schooling and wellbeing of immigrant-origin students. Biomed Central.
2016;16:1-15.
Page 93
78
49. Oginfowora Olusoga dkk. A comparative study of academic achievement
of children with sickle cell anemia and their healthy siblings. Journal of the
national medical association. 2005;97:405.
50. Kim So Young dkk. Dietary Habits are associated with school performance
in adolescents. Medicine observational study. 2016;95:1.
51. Alsaggaf Mohammed A and others. Sleep quantity, quality and insomnia
symptoms of medical students during clinical years. Saudi Med J.
2016;37:173-180.
52. Tarp Jakob and others. Effectiveness of a school based physical activity
intervention on cognitive performance in Danish adolescents. Plos one.
2015:1-19.
Page 94
79
Lampiran 1
Lembar surat persetujuan responden
LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN PENELITIAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Kepada adik-adik di Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN
Jakarta, saya ucapkan terimakasih banyak atas waktu yang sudah diluangkan
untuk membantu penelitian saya.
Perkenalkan saya Clarissa Maharani Putri, mahasiswi
semester 5 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta, Jurusan
Pendidikan Dokter Angkatan 2013. Penelitian saya berjudul “Hubungan
Faktor-Faktor Internal Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas 2 SMP di
Madrasah Pembangunan Tahun Ajaran 2015-2016.” untuk menyelesaikan
pendidikan S1 Kedokteran.
Oleh karena itu saya harap adik-adik bersedia untuk membantu
saya, dengan mengisi kuesioner ini dengan jujur. Kurang lebihnya saya
mohon maaf. Wassalamualikum Wr. Wb.
Responden Peneliti
.................................... Clarissa Maharani Putri
Lampiran 2
Kuesioner
I. Data Responden
Nama : ........................
Jenis Kelamin* : P / L
Usia : ......... Tahun
Tanggal lahir :
Kelas :
Nomor HP :
IMT (di isi oleh peneliti)
TB : ......... cm
BB : ......... kg
Pekerjaan Orang tua
Ayah : ..........................................
Ibu : ..........................................
Jumlah anggota Keluarga : ......... Orang (Termasuk saya)
Keterangan :
*coret yang tidak perlu
(Silang (X) yang merupakan jawabanmu)
Page 95
80
KESEHATAN
1. Dalam 1 tahun terakhir, berapa kali mengalami sakit? ………………
Dalam 6 bulan terakhir :
No Pernyataan Jawaban
11. Jika menjawab
nomor 7 atau 8
kadang-
kadang/sering/selal
u, apakah anda
menggunakan
kacamata?
a. Ya, kacamata lensa jauh
b. Ya, kacamata lensa dekat
c. Tidak
12. Saya pernah
mengalami BAB
(Buang air besar) >3
kali /hari kurang
dari 14 hari
a. tidak pernah
b. 1 kali per tahun
c. 2-3 kali per-tahun
d. >4 kali / tahun
13. Saya pernah
mengalami BAB
(Buang air besar) >3
kali / hari lebih dari
14 hari
a. tidak pernah
b. 1 kali per tahun
c. 2-3 kali per-tahun
d. >4 kali / tahun
14. Saya pernah
mengalami sakit
cacar (awal
kemerahan pada
kulit menjadi lenting
berisi cairan, terasa
gatal, demam)
a. tidak pernah
b. ya, saat usia….
No Pernyataan Tidak
pernah
Jarang Kadangk
adang
Sering Selalu
2. Saya mudah merasa cepat
lelah
3. Kulit saya pucat terutama
pada tangan, kuku dan
kelopak mata
4. Saya merasa pusing, mata
berkunang-kunang
5. Saya mudah marah atau kesal
6. Jantung saya berdetak cepat
7. Saya merasa susah untuk
melihat atau membaca
(gambar atau tulisan) yang
berjarak jauh
8. Saya merasa susah untuk
melihat atau membaca
(gambar atau tulisan) yang
berjarak dekat
9. Saya mengalami gangguan
pendengaran
10. Saya mengalami batuk dengan
flu
Page 96
81
15. Berapa kali dalam
setahun anda
mengalami batuk?
…….. kali/tahun
16. Saya mempunyai
alergi (menjadi gatal,
merah pada kulit,
bentol dll) terhadap
a. tidak ada
b. makanan, yaitu……
c. obat-obatan
d. debu
e. serbuk tanaman
17. Apakah anda mempunyai asma?
a. Ya b. Tidak
(Jika Ya, lanjut ke pertanyaan berikutnya)
17. Sejak usia berapa anda asma? ……… tahun
18. Apakah anda masih mempunyai asma?
a. Ya b. Tidak
19. Apakah anda menggunakan obat atau terapi lain untuk asma
anda?
a. Ya, yaitu…………. b. Tidak
(Jika nomor 18 Tidak, lanjut ke pertanyaan berikut)
20. Sejak usia berapa asma anda berhenti?
a. usia ...... tahun
b. Tidak tahu
NUTRISI
No Pernyataan Tidak
perna
h
Jarang Kadang
kadang
sering Sela
lu
1. Sarapan pada pagi
hari
2. Makan siang hari
3. Makan malam hari
4. Mengkonsumsi
vitamin, herbal atau
suplemen lainnya
5. Mengkonsumsi buah
>1 mangkok setiap
hari
6. Mengkonsumsi sayur
setiap hari
7. Menurunkan atau
mengontrol berat
badan dengan
memuntahkan
makan, atau diet
menggunakan obat
pil atau tidak makan
8. Mengkonsumsi
makanan cepat saji
(missal: Mcd, KFC,
pizza hut, dll)
Page 97
82
9. Mengkonsumsi
cemilan tidak sehat
(misal: sosis,
gorengan, chiki dll)
10. Mengkonsumsi soft
drink (coca-cola,
sprite, Fanta)
11. Apakah anda seorang perokok (menghisap batang rokoknya)?
a. Ya b. Tidak
12. Apakah anda merasa lapar saat belajar di sekolah?
a. Ya b. Tidak
POLA TIDUR
No. Pertanyaan Jawaban
1. Berapa rata-rata lama tidur pada
hari sekolah? (senin-jumat)
a. 1-3 jam
b. 3-5 jam
c. 5-7 jam
d. 7-8 jam
e. >8 jam
2. Berapa lama tidur pada hari libur?
(sabtu-minggu)
a. 1-3 jam
b. 3-5 jam
c. 5-7 jam
d. 7-8 jam
e. >8 jam
No. Pernyataan Tidak
pernah
jarang Kadang-
kadang
sering selalu
3. Mengantuk pada siang
hari
4. Merasa tidak
bersemangat / tidak
gembira / tidak mood
5. Sulit untuk memulai
tidur
6. Sering terbangun pada
tengah malam (>2 kali
tiap malam)
7. Bangun lebih awal dan
sulit untuk
melanjutkan tidur
8. Terbangun malam hari
karena kesulitan
bernapas (gelagapan)
9. Mengalami mimpi
buruk
Page 98
83
AKTIVITAS FISIK
No. Pertanyaan Jawaban
1. Berangkat sekolah menggunakan
(Jika memilih lebih dari satu pilihan, tulis
frekuensi dalam 1 minggu)
a. Jalan kaki
b. Sepeda
c. Kendaraan
(Angkutan umum,
ojek, mobil/ motor
pribadi)
2. Pulang sekolah menggunakan
(Jika memilih lebih dari satu pilihan, tulis
frekuensi dalam 1 minggu)
a. Jalan kaki
b. Sepeda
c. Kendaraan
(Angkutan umum,
ojek, mobil/ motor
pribadi)
3. Saat kelas olahraga, seberapa sering kamu
berlari atau bergerak melakukan aktivitas
atau bermain?
a. hampir tidak
pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. hampir selalu
4. Saat waktu istirahat, seberapa sering anda
berolahraga, berjalan, berlari atau aktivitas
bermain?
a. hampir tidak
pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. hampir selalu
5. Saat waktu istirahat makan siang, seberapa a. hampir tidak
sering anda bergerak, berjalan atau
bermain?
pernah
b. jarang
c. kadang-kadang
d. sering
e. hampir selalu
6. Seberapa lama anda melakukan aktivitas
fisik sebelum sekolah ? (termasuk aktivitas
di rumah, tetapi tidak termasuk jalan atau
bersepeda ke sekolah)
a. 0 hari
b. 1 hari
c. 2 hari
d. 3 hari
e. 4-5 hari
7. Seberapa lama anda melakukan aktivitas
fisik setelah sekolah? (termasuk aktivitas
di rumah, tetapi tidak berjalan atau
bersepeda dari sekolah)
a. 0 hari
b. 1 hari
c. 2 hari
d. 3 hari
e. 4-5 hari
8. Seberapa lama anda melakukan aktivitas
fisik pada malam hari (18.00-22.00)
a. 0 hari
b. 1 hari
c. 2 hari
d. 3 hari
e. 4-5 hari
9. Pada hari Sabtu, berapa lama anda
melalukan aktivitas fisik? (latihan,
berolahraga, bermain)
a. tidak pernah (o
menit)
b. 1-30 menit
c. 31-60 menit
d. 1-2 jam
e. > 2 jam
10. Pada hari Minggu, berapa lama anda
melalukan aktivitas fisik? (latihan,
a. tidak pernah (o
menit)
b. 1-30 menit
Page 99
84
berolahraga, bermain) c. 31-60 menit
d. 1-2 jam
e. > 2 jam
11. Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
olahraga
a. Tidak pernah
b. Ya, 1-2 kali /
minggu
c. Ya, 3-4 kali /
minggu
d. Ya, 5-6
kali/minggu
e. Setiap hari
12. Melakukan aktivitas fisik intensitas sedang
seperti berjalan, bersepeda setidaknya 1
jam setiap hari
a. Ya
b. tidak
13. Melakukan aktivitas fisik intensitas berat
seperti lari, berenang, sepak bola, basket,
skipping, tenis setidaknya 3 kali dalam 1
minggu
a. Ya
b. tidak
MOTIVASI
No. Pertanyaan Sangat
tidak
setuju
Tida
k
setuj
u
Kadang
setuju kadang
tidak
Setuju Sangat
setuju
1. Saya berusaha untuk
belajar giat
2. Saya merasa tugas
sekolah membantu
saya belajar
3. Saya akan belajar
untuk mendapat juara
kelas
4. Saya mendapat
dukungan social dari
lingkungan
5. Saya merasa
diperhatikan jika
mendapat nilai bagus
6. Saya berdoa dan
beribadah untuk
mempermudah saya
belajar
7. Saya mendapat hadiah
jika saya mendapat
nilai bagus
Page 100
85
Lampiran 3
Hasil uji validitas dan reliabilitas
1. Uji Validitas Item Kuesioner Riwayat penyakit
Page 101
86
2. Uji Validitas Item Kuesioner Nutrisi
Page 102
87
3. Uji Validitas Item Kuesioner Pola Tidur
Page 103
88
4. Uji Validitas Item Kuesioner Aktivitas fisik
Page 104
89
5. Uji Validitas Item Kuesioner Motivasi
Page 105
90
6. Uji Reliabilitas Item Kuesioner Riwayat penyakit
Page 106
91
7. Uji Reliabilitas Item Kuesioner Nutrisi
Page 107
92
8. Uji Reliabilitas Item Kuesioner Pola Tidur
Page 108
93
9. Uji Reliabilitas Item Kuesioner Motivasi Fisik
Page 109
94
10. Uji Reliabilitas Item Kuesioner Motivasi
Page 110
95
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI
Page 111
96
LAMPIRAN 5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Clarissa Maharani Putri
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 Agustus 1995
Alamat : Perumahan Raffles Hills blok N2B nomor 26, Cibubur
Nomor HP : 085881028493
Email : [email protected]
Riwayat pendidikan
1. TK Bhayangkari Jakarta Pusat (2000-2001)
2. SDN 03 Pagi Slipi (2001-2002)
3. SDN 02 Cibubur (2002-2007)
4. SMPN 49 Jakarta (2007-2010)
5. SMAN 39 Jakarta (2010-2013)
6. PSKPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013-sekarang)