Top Banner
HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL MAKASSAR RELATIONSHIP BETWEEN ORGANIZATIONAL CULTURE AND NURSES” CARING ATTITUDE IN FAISAL MUSLIM HOSPITAL OF MAKASSAR SAMILA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
121

HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

Dec 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL

MAKASSAR

RELATIONSHIP BETWEEN ORGANIZATIONAL CULTURE AND

NURSES” CARING ATTITUDE IN FAISAL MUSLIM HOSPITAL OF

MAKASSAR

SAMILA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

ii

TESIS

HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL

MAKASSAR

SAMILA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 3: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

iii

HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL

MAKASSAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Magister Ilmu Keperawatan

Disusun dan diajukan oleh

SAMILA

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 4: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

iv

TESIS

HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

CARING PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL

MAKASSAR

Disusun Dan Diajukan Oleh :

SAMILA

Nomor Pokok P4200211018

Telah Dipertahankan Di Depan Panitia Ujian Tesis

Pada Tanggal Agustus 2013

Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat

Menyetujui,

Komisi Penasehat

Dr. Elly L. Sjatar, S.Kp, M.Kes. . Dr. dr. Irfan Idris, M.Kes.

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana

Magister Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin,

Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes. Prof. Dr. Ir. Mursalim

Page 5: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

v

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Samila

Nomor Pokok : P4200211018

Program studi : Magister Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Agustus 2013

Yang menyatakan,

Samila

Page 6: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan

dengan baik. Selama penulisan tesis penulis tidak terlepas dari berbagai

hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama dari

berbagai pihak baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat

menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati,

perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin.

2. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

3. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Keperawatan FK.Unhas.

4. Dr.Elly.L.Sjatar,S.Kp.M.Kes sebagai Ketua Komisi Penasehat yang

telah memberikan ilmunya,meluangkan waktunya memberikan

bimbingan,arahan,koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat

diselesaikan.

5. Dr. dr. Irfan Idris,M.Kes. selaku anggota Komisi Penasihat yang telah

memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya memberikan

bimbingan, koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Page 7: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

vii

6. Dr.Hj.Nurhayati Ingratubun,M.Kes, selaku kepala Puskesmas

Cendrawasih Makassar yang telah memberikan izin untuk

menjalankan studi di Program Magister Keperawatan Unhas

7. Prof.Dr Syarifuddin Wahid,PhD,SpPA, selaku Direktur RSI Faisal

Makassar yang telah memberikan izin penelitian di instanssinya.

8. Kepada Ayahanda H.La Mochtar dan Bunda Hj Wa Ania, terima kasih

atas cinta kasih dan doa yang selalu diberikan.

9. Kepada Suami dan anak - anakku tercinta; atas cinta, dukungan, dan

pengertiannya yang begitu besar selama penulis mengikuti proses

pendidikan.

10. Kepada teman-temanku angkatan kedua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan: yulia, Asmawati Sudin, Husni, Yenni, Naomi, Maudy,

Anik, Hasrat, dan lainnya yang tidak sempat disebutkan satu persatu,

atas dukungan dan motivasinya.

Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kekurangan dalam

penyusunan tesis ini, oleh sebab itu segala kritikan dan saran yang

sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis

ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

kita semua. Wassalam.

Makassar, Agustus 2013

Samila

Page 8: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan

dengan baik. Selama penulisan tesis penulis tidak terlepas dari berbagai

hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan kerjasama dari

berbagai pihak baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat

menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati,

perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

11. Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin.

12. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

13. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Keperawatan FK.Unhas.

14. Dr.Elly.L.Sjatar,S.Kp.M.Kes sebagai Ketua Komisi Penasehat yang

telah memberikan ilmunya,meluangkan waktunya memberikan

bimbingan,arahan,koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat

diselesaikan.

15. Dr. dr. Irfan Idris,M.Kes. selaku anggota Komisi Penasihat yang telah

memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya memberikan

bimbingan, koreksi dan saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Page 9: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

ix

16. Dr.Hj.Nurhayati Ingratubun,M.Kes, selaku kepala Puskesmas

Cendrawasih Makassar yang telah memberikan izin untuk

menjalankan studi di Program Magister Keperawatan Unhas

17. Prof.Dr Syarifuddin Wahid,PhD,SpPA, selaku Direktur RSI Faisal

Makassar yang telah memberikan izin penelitian di instanssinya.

18. Kepada Ayahanda H.La Mochtar dan Bunda Hj Wa Ania, terima kasih

atas cinta kasih dan doa yang selalu diberikan.

19. Kepada Suami dan anak - anakku tercinta; atas cinta, dukungan, dan

pengertiannya yang begitu besar selama penulis mengikuti proses

pendidikan.

20. Kepada teman-temanku angkatan kedua Program Studi Magister Ilmu

Keperawatan: yulia, Asmawati Sudin, Husni, Yenni, Naomi, Maudy,

Anik, Hasrat, dan lainnya yang tidak sempat disebutkan satu persatu,

atas dukungan dan motivasinya.

Penulis menyadari akan berbagai keterbatasan dan kekurangan dalam

penyusunan tesis ini, oleh sebab itu segala kritikan dan saran yang

sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis

ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

kita semua. Wassalam.

Makassar, Agustus 2013

Samila

Page 10: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

x

ABSTRAK

Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pelayanan dibidang

kesehatan yang memiliki budaya organisasi yang tercermin dalam visi,

misi, serta tujuan yang ingin dicapai.Tujuan dari penelitian ini untuk

mengetahui hubungan faktor budaya organisasi dengan perilaku caring

perawat di Rumah Sakit Islam (RSI) Faisal Kota Makassar.Penelitian ini

menggunakan desain penelitian cross sectional study.Penelitian

dilaksanakan diruang instalansi rawat inap,Sampel yang diambil adalah

perawat sebanyak 57 orang.Pengambilan sampel dilakukan secara total

sampling. Pengumpulan data melalui kusioner,observasi dan

wawancara.Data dianalisis dengan menggunakan uji chisquare.

Responden yaitu sebanyak 52 (91,2%) mempersepsikan struktur

organisasi baik,sedangkan 5 (8,8%) mempersepsikan struktur organisasi

kurang. hubungan komunikasi dengan perilaku caring yaitu sebanyak 40

(95,2%) menyatakan baik sedangkan Responden yang menyatakan

komunikasi dengan perilaku caring yang kurang sebanyak 3 (20%48

(94,1%) yang mempunyai persepsi yang baik tentang reward dengan

perilaku caring sedangkan responden yang mempunyai persepsi reward

dengan caring yang kurang sebanyak 4 (66,7%). pengambilan keputusan

dengan perilaku caring yaitu sebanyak 48 (92,3%),sedangkan 4 (80%)

responden yang mempersepsikan pengambilan keputusan dengan

perilaku caring yang kurang baik. desain pekerjaan dan perilaku caring

Page 11: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xi

yang baik sebanyak 45 (91,8%) sedangkan responden yang mempunyai

persepsi desain pekerjaan dan perilaku caring yang kurang 7 (87,5%)

kepemimpinan dengan perilaku caring yang baik sebanyak 50 (92,6%)

sedangkan responden yang mempunyai persepsi kepemimpinan dengan

perilaku caring yang kurang sebanyak 2 (66,7%). Kesimpulan dari

penelitian ini tidak ada hugan yang bermakna antara faktor budaya

organisasi dengan perilaku caring,ada faktor lain yang perlu di teliti.

Kata kunci: Budaya organisasi,perilaku caring

Page 12: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xii

ABSTRAC

The hospital is one of the areas of health care organization that has a

culture that is reflected in the organization's vision, mission, and goals to

be achieved., Purpose of this study was to determine the correlation

between organizational culture with nurse caring behaviors in Islamic

Hospital (RSI) Faisal Town this Makassar.Research use cross- sectional

research design implemented study.Research the plant in the room

hospitalization, nurses sample taken is performed as many as 57 samples

in total peopel.taking sampling, data collection through questionnaire,

observation and wawancara.Data analyzed using chi-square test. as many

as 52 respondents (91.2%) perceive a good organizational structure, while

5 (8.8%) perceive less organizational structure,. communication

relationships with caring behavior as many as 40 (95.2%) respondents

stated that both states while communication with a less caring behavior of

3 (20% 48 (94.1%) who had a good perception of the reward with caring

behavior while respondents who have the perception that caring less

reward with 4 (66.7%). decision making with caring behavior that is as

much as 48 (92.3%), while 4 (80%) of respondents who perceive the

decision-making with caring behavior is not good. job design and good

caring behavior by 45 (91.8%), while respondents who perceive the design

work and less caring behavior 7 (87.5%) leadership with a good caring

behavior by 50 (92.6%), while respondents have the perception that

Page 13: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xiii

leadership with caring behavior that is less by 2 (66.7%).conclusion of this

study there was no significant hugan between organizational cultural

factors with caring behavior, there are other factors that need to be

investigated.

Keywords: organizational culture, caring behavior

Page 14: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………… i

HALAMAN PENGAJUAN………………………………………… iii

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS…………………………….... v

KATA PENGANTAR……………………………………………… vi

ABSTRAK INDONESIA………………………………………….. viii

ABSTRAK INGGRIS ……………………………………………... ix

DAFTAR ISI………………………………………………………... x

DAFTAR GAMBAR……………………………………………….. xiii

DAFTAR TABEL…………………………………………………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………... xvi

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………... 1

A. Latar Belakang……………………………………………….... 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………. 4

C. Tujuan Penelitian……………………………………………... 5

D. Manfaat………………………………………………………… 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 7

A. KonsepPerilaku Caring………………………………………. 7

B. Tinjauan Budaya Organisasi................................................

1. Pengertian …………………………………………..

19

16

Page 15: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xv

2. Faktor yang mempengaruhi budaya organisasi ..............

C. PENELITIAN TERDAHULU………………………..................

D. KERANGKA TEORI………..................................................

BAB III KERANGKA KONSEP……………………………………..

A. Kerangka Konsep…………………………………….……….

B. Hipotesa Penelitian……………………………………………

18

29

30

32

32

33

C. Defenisi Operasional…………………………………………

BAB.IV METODE PENELITIN……………………………………..

A. Desain Penelitian……………………………………………..

B. Populasi dan Sampel…………………………………………

C. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………..

D. Teknik Pengumpulan Data……………………………..........

E. Pengolahan Data dan Analisis Data………………………..

F. Etika Penelitian………………………………………………..

34

37

37

37

38

39

42

45

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………….. 52

A. Hasil Penelitian ……………………………………………... 52

B. Pembahasan………………............................................... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………… …. 69

A. Kesimpulan…………………………………………………… 69

B. Saran ……………………………….................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….

LAMPIRAN

Page 16: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xvi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tabel 2.1. Hasil penelitian terdahulu………………… 29

2. Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Responden.………………….

3. Tabel 5.2. Gambaran Distribusi Budaya organisasi di RSI

Faisal .....................................................................................

4. Tabel 5.3. Gambaran perilaku caring perawat di RSI Faisal

Makassar.......................................................

5. Tabel 5.4. Hub.struktur organisasi dengan perilaku caring...

6. Tabel 5.5. Gambaran Hub.Komunikasi dengan perilaku

caring perawat..............................................................

7. Tabel 5.6. Gambaran Hub.Reward dengan perilaku caring

perawat.............................................................................

8. Tabel 5.7. Gambaran Pengambilan keputusan dgn perilaku

caring perawat.....................................

9. Tabel 5.8. Gambaran Desain pekerjaan dgn Caring

perawat.................................................................................

10. Tabel 5.9. Gambaran Kepemimpinan dengan perilaku caring

perawat ...........................................................

50

55

56

57

58

58

59

59

60

61

62

Page 17: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xvii

DAFTAR GAMBAR

No. halaman

1. Skema 2.1. Kerangka Teori…………………. 31

2. Skema 2.2. Kerangka konsep………………………………… ... 33

Page 18: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xviii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pelayanan dibidang

kesehatan yang memiliki budaya organisasi yang tercermin dalam visi, misi, serta

tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit yakni

memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dan

berkualitas. Kualitas pelayanan sangat ditunjang oleh perilaku atau kinerja

pemberi pelayanan, yang salah satunya adalah perawat (Pohan, 2007).

Perawat merupakan tenaga kesehatan dengan proporsi terbanyak di

rumah sakit dan memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan

kesehatan.Kualitas pelayanan kesehatan dapat terwujud dengan pelaksanaan

asuhan keperawatan yang profesional. Profesionalisme perawat diikuti oleh

pengetahuan dan keterampilan khusus yang meliputi keterampilan intelektual,

teknikal, dan interpersonal yang pelaksanaannya harus mencerminan perilaku

caring atau kasih sayang/cinta (Johnson,1989,dalam Dwiyanti 2007).

Perilaku caring perawat merupakan salah satu perilaku anggota

organisasi yang dipengaruhi oleh budaya organisasi.Menurut Gibson (1987) dalam

Ilyas,Y (2002) ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku caring dan kinerja

yaitu meliputi Faktor individu,Faktor Psikologi,dan Faktor budaya

organisasi.Gibson (1987) dalam Ilyas Y (200) menyampaikan model teori kinerja

dan melakukan analisis terhadap sejumlah faktor yang mempengaruhi perilaku

Page 19: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xix

caring dan kinerja individu. Faktor individu, dikelompokan pada subvariabel

kemampuan, ketrampilan,latar belakang keluarga,pengalaman kerja, tingkat sosial

dan demografi.Faktor psikologi terdiri atas sub variabel persepsi, kepribadian,

sikap, motivasi dan kepuasaan kerja. Faktor organisasi terdiri atas sub variabel

Struktur organisasi,desian pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan,

Komunikasi, Pengambilan keputusan. Dari pernyataan Gibson tersebut

menjelaskan bahwa faktor organisasi seperti budaya organisasi akan berpengaruh

terhadap perilaku caring atau kinerja perawat.

Salah satu unsur penting diperhatikan dari aspek organisasi adalah

budaya organisasi. Menurut Robbin (2006) budaya organisasi mempunyai peran

penting dalam mempengaruhi setiap saat menjalankan aktivitas dan dapat

dibedakan melalui sistem yang dianut oleh anggota organisasi dalam hal ini rumah

sakit. Menurut Mangkunegara (2000) Budaya organisasi adalah seperangkat sikap,

nilai, norma, keyakinan dan perilaku yang dimiliki oleh sekelompok orang yang

dikembangkan dan dikomunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya untuk

membina hubungan dan mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal,

sehingga secara akumulatif berfungsi untuk mempertahankan eksistensi diri dalam

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dan kinerja dan perilaku individu

dalam organisasi.

Penelitian Supiatin (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara faktor individu, organisasi dan perilaku caring perawat. Hasil

Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2012 tentang budaya organisasi yang

berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di RSAS kota gorontalo

Page 20: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xx

menunjuk ada hubungan yang bermakna antara status

pernikahan,komunikasi,pelatihan,reward,pengambilan keputusan dan manajemen

dengan perilaku caring.Variabel yang paling dominan berhubungan dengan

perilaku caring perawat adalah pelatihan.

Penelitian Anjarwarni,dilanjutkan oleh purwaningsih (2003),tentang

pengaruh pelatihan perilaku caring terhadap kinerja perawat dengan jenis

penelitian quasi eksperimen, didapatkan hasil adanya peningkatan kinerja perawat

pelaksanaa secara perilaku (knowledge, psikomotor, dan afektif) setelah

penerapan faktor karatif, namun ada perbedaan kinerja perwat pelaksanaa setelah

penerapan faktor karati caring pada perawat yang diberi pelatihan caring dan

perawat yang tidak diberi pelatihan caring. Berdasarkan penelitian tersebut belum

terlihat dampak dari kinerja tersebut pada peningkatan kepuasaan pasien setelah

perawat menerapkan caring,dan belum diketahui juga kepuasaan keluarga pasien

atas perilaku caring perawat yang sudah diberikan.

Rumah Sakit Islam Faisal merupakan rumah sakit swasta milik yayasan

Rumah Sakit Islam Makassar dengan Tipe RS Utama (setara tipe B Rumah Sakit

Pemerintah) “Tenaga Keperawatannya berjumlah 102 perawat. Kualifikasi

pendidikan, S1 keperawatan 12,6%, DIII keperawatan 78,2% dan S2 0,3%.

Kapasitas tempat tidur berjumlah 395 TT. Bed Occupation Rate (BOR) RSI Faisal

pada 2010 berjumlah 66,47%, 2011 berjumlah 70,79% dan 2012 berjumlah

63,38%. (Data bidang keperawatan dan medical record RSI Faisal, 2012). tempat

tidur (BOR) Berdasarkan hasil residensi yang lalu didapatkan bahwa kepuasaan

pasien terhadap pelayanan keperawatan yaitu 70 %.

Page 21: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxi

Hasil wawancara dengan kepala bidang keperawatan RSI Islam,pada saat

pengambilan data awal pasien selalu menuliskan keluhannya pada lembar kusioner

tentang kepuasan pasien. Perawat jarang memberi informasi sebelum melakukan

tindakan, kurang tanggap, kurang memperhatikan. pasien Keluhan yang

disampaikan tersebut merupakan gambaran nyata atas ketidakpuasan pasien

terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Keluhan pasien terhadap perawat

bersumber dari tidak terpenuhinya kebutuhan (bio-psiko- sosial-spiritual-kultural).

Kondisi ini dapat dihindari dengan memenuhi kebutuhan pasien yang dilandasi

perilaku caring.

Hasil penelitian Anjaswarni (2002),tentang hubungan perilaku caring

perawat terhadap kepuasaan pasien,dengan jenis diskriptif desain crossectional

didapatkan hasil 53% kepuasaan pasien diatas rata-rata. Tingkat kepuasaan klien

terhadap perilaku caring perawat telah mendekati harapan pasien. Penelitian

Novayanti Tanjung dan Salbiah (2003) tentang harapan pasien dalam kepuasaan

perilaku caring perawat dirumah sakit Deli Serdang Lubukpakam, dengan desain

penelitian deskrifsi korelasi,didapatkan hasil 94,3% pasien memiliki harapan yang

tinggi tentang perilaku caring perawat dan 78,6% pasien merasa puas terhadap

perilaku caring perawat,ini memperlihatkan adanya pengaruh harapan pasien

terhadap tingkat kepuasaan pasien pada perilaku caring perawat.

Berdasarkan latar belakang terebut peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian guna memperoleh informasi yang jelas tentang “Hubungan Faktor

Budaya Organisasi dengan Perilaku perawat di rumah sakit islam

Makassar.”

Page 22: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxii

B. Rumusan Masalah

Fenomena yang ditemui di RSI Faisal Makassar memperlihatkan bahwa

belum optimalnya kinerja perawat didalam menerapkan asuhan keperawatan

dimana terlihat dari pengambilan data awal yang didapatkan bahwa klien masih

mempersepsikan perawat belum belum berperilaku etik dalam memberikan asuhan

keperawatan.Terkait dengan perilaku caring perawat terlihat dari keluhn klien

yang menyatakan bahwa perawat tidak ramah,kurang perhatian,kurang tanggap

terhadap keluhan klien dan kurang jelas dalam memberikan informasi mengenai

perkembangan klien.

Perilaku caring yang kurang optimal berpengaruh terhadap

ketidakpuasan pasien. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja

perawat misalnya dengan pembinaan secara langsung oleh atasan ataupun

pelatihan-pelatihan profesional keperawatan, sosialisasi, dan telaah kasus, akan

tetapi hasilnya kurang optimal. Berdasarkan fenomena yang terjadi di RSI Faisal

Makassar maka Pertanyaan penelitiannya Hubungan Faktor Budaya organisasi

dengan perilaku caring perawat di RSI, Faisal Kota Makassar.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian yaitu mengetahui hubungan faktor budaya

organisasi dengan perilaku caring perawat di Rumah Sakit Islam (RSI)

Faisal Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

Page 23: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxiii

Tujuan khusus penelitian adalah untuk :

a. Menganalisis hubungan struktur organisasi, sebagai faktor budaya

organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Kota

Makassar.

b. Menganalisis hubungan komunikasi,sebagai faktor budaya organisasi

dengan perilaku caring perawat RSI Faisal Kota Makassar.

c. Menganalisa hubungan Reward sebagai faktor budaya organisasi

dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Kota Makassar

d. Menganalisa hubungan Pengambilan keputusan sebagai faktor budaya

organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar.

e. Menganalisa hubungan Desain pekerjaan sebagai faktor budaya

organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar.

f. Menganalisa hubungan Kepemimpinan sebagai faktor budaya

organisasi dengan perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan akan melengkapi bahan penelitian

selanjutnya dalam rangka menambah khasanah akademik sehingga

berguna untuk pengembangan ilmu, khususnya bidang Manajemen Sumber

Daya Manusia.

Page 24: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxiv

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

pihak Rumah Sakit Islam Faisal Makassar dalam strategi yang tepat supaya

dapat meningkatkan kinerja karyawannya,dengan menggunakan budaya

organisasi dan perilaku caring perawat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 25: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxv

A. Konsep Perilaku Caring

Perilaku adalah bentuk nyata suatu perbuatan untuk mencapai apa yang

diinginkan, baik berupa benda atau kepuasan tertentu. Perilaku terbentuk melalui

interaksi antara individu dengan lingkungannya, di mana setiap individu memiliki

karakter masing-masing yang kemudian akan dibawanya memasuki lingkungan

yang memiliki karakteristik tertentu yaitu keteraturan yang diwujudkan dalam

susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab dan sistem imbalan

serta pengendalian. (Scott dalam Moenir, 2001:150).

Saat individu berinteraksi, maka terbentuklah perilaku. Proses interaksi

tersebut digambarkan Thoha (1995:31) sebagai berikut:

Sumber: Thoha (1995:31)

Konsep tersebut mengisyaratkan bahwa dalam organisasi memiliki

perilaku individu tertentu sebagai hasil interaksi individu tersebut dengan

organisasi. Winardi (1992:140) menyatakan bahwa perilaku pada dasarnya

berorientasi pada tujuan, dengan perkataan lain perilaku kita pada umumnya

dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai suatu tujuan spesifik tersebut.

Karakteristik individu

Kemampuan, Kebutuhan,

Kepercayaan,

Pengalaman

Pengharapan

Perilaku Dalam

Organisasi

Gambar 2 Model Umum Perilaku Individu dalam Organisasi

Page 26: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxvi

Tujuan spesifik tersebut tidak secara sadar diketahui secara sadar oleh individu

yang bersangkutan".

Perilaku berkaitan dengan kemampuan dan kualitas seseorang dalam

pelaksanaan pekerjaannya untuk mengidentifikasi cara melakukan pekerjaan

dengan balk dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada dalam proses

organisasi dan pelayanan untuk mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan

efisien.

Siagian (1995:36) merumuskan kecenderungan perilaku negatif yang

terjadi dan harus dihindari dalam meningkatkan produktivitas kerja dan mutu

pelayanan publik yaitu :

1) Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya

pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai

kegiatan operasional.

Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan,

ketidaktelitian, rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kebingungan,

tindakan yang "counter productive", tidak adanya kemampuan

berkembang, mutu hasil pekerjaan yang rendah, kedangkalan,

ketidakmampuan belajar, Ketidaktepatan tindakan, inkompetensi,

ketidakcekatan, ketidakteraturan, melakukan kegiatan yang tidak

relevan, sikap ragu-ragu, kurangnya imajinasi, kurangnya prakarsa,

kemampuan rendah (mediocrity), bekerja tidak produktif,

ketidakrapian dan stagnasi.

Page 27: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxvii

2) Patologi yang timbul karena tindakan para anggota organisasi yang

melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Penggemukan pembiayaan, ketidakjujuran, korupsi,

tindakan yang kriminal, penipuan. kleotokrasi, kontrak fiktif, sabotase,

tata buku yang tidak benar dan pencurian.

3) Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku yang bersifat

disfungsional atau negatif.

Bertindak sewenang-wenang, pura-pura sibuk, paksaan, konspirasi, sikap

takut, penurunan mutu, tidak sopan, diskriminasi, dan kerja yang legalistik,

dramatisasi, sulit dijangkau, tidak acuh, tidak disiplin inersia, kaku (tidak

fleksibel), tidak berprikemanusiaan, tidak peka, tidak sopan, tidak peduli mutu

kinerja, salah tidak, semangat yang salah tempat, negativisme, melalaikan tugas,

tanggung jawab yang rendah, lesu darah, paperasseri, melaksanakan kegiatan

yang tidak relevan, cara kerja yang berbelit-belit (red tape) kerahasiaan,

pengutamaan kepentingan sendiri, suboptimasi, sycophanty, tampering, imperatif

wilayah kekuasaan, tokenisme, tidak profesionai, tidak wajar, melampaui

wewenang, vested interest, pertentangan kepentingan dan pemborosan

Kaitannya dengan perilaku Caring dalam ilmu keperawatan adalah ilmu

tentang kebutuhan manusia dan cara memenuhi kebutuhan dasar. Caring

merupakan esensi dari praktik keperawatan dalam memenuhi kebutuhan manusia.

Perawat sebagai caring profession harus memahami secara eksplisit dan implisit

tentang apa yang terkandung dalam caring profesional.

Caring dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dalam cara bermakna,

Page 28: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxviii

dan memicu eksistensi yang lebih memuaskan. Caring merupakan suatu proses

yang memberikan kesempatan pada seseorang, baik pemberi asuhan maupun

penerima asuhan untuk pertumbuhan pribadi (Morrison & Burnard, (2007/ 2009).

Aspek utama caring menurut Morison & Burnard meliputi pengetahuan,

pengalaman, kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati, harapan dan

keberanian.

Caring merupakan ilmu tentang manusia, bukan hanya sebagai perilaku

namun merupakan suatu cara sehingga sesuatu menjadi berarti dan memberi

motivasi untuk berbuat. Watson (1979) dengan teori of human care mempertegas

bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara

pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi klien sebagai

manusia. Bentuk hubungan perawat dan klien adalah hubungan yang wajib

dipertanggungjawabkan secara profesional (Tomey & Aligood, 2006).

Watson (dalam Tomey & Aligood, 2006) menyatakan caring tidak dapat

diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui genetika, melainkan

melalui budaya profesi. Caring bersifat sangat personal sehingga pengungkapan

caring pada tiap klien berbeda. Persepsi transkultural yang dikemukakan

Leininger (1988, dalam Potter & Perry, 2009) menekankan pentingnya

pemahaman perawat tentang pelayanan kultural. Perawat perlu mempelajari

kebiasaan kultur yang berbeda agar dapat mengenali dan memenuhi semua

kebutuhan klien.

Caring merupakan sentral praktik keperawatan. Potter & Perry (2009)

menjelaskan bahawa caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara

Page 29: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxix

manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Klien dan

keluarga mengharapkan kualitas hubungan individu yang baik dari perawat.

Percakapan yang terjadi antara klien dan perawat pada umumnya sangat singkat

dan tidak menggambarkan adanya suatu hubungan.

Teori yang mendukung pernyataan bahwa caring merupakan sentral

praktik keperawatan dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam praktik

keperawatan adalah teori yang dikemukakan oleh Swanson. Swanson (1991,

dalam Potter & Perry, 2009) mendefinisikan bahwa caring adalah suatu teknik

perawatan dalam keterkaitan nilai dengan perasaan seseorang terhadap

commitment dan tanggung jawab teori Swanson berguna dalam memberikan

petunjuk bagaimana membangun strategi caring yang berguna dan efektif.

Caring merupakan hubungan pemberi layanan yang dapat bersifat

terbuka maupun tertutup. Perawat dan klien masuk dalam suatu hubungan yang

tidak hanya sekedar seseorang “ melakukan tugas untuk” yang lainnya. Ada

hubungan memberi dan menerima yang terbentuk sebagai awal dari saling

mengenal dan peduli antara perawat dan klien (Benner 2004, dalam Potter &

Perry, 2009).

Perilaku caring merupakan manifestasi perhatian kepada orang lain,

berpusat pada orang, menghormati harga diri dan kemanusiaan. Caring

mempunyai komitmen untuk mencegah terjadinya sesuatu yang buruk, memberi

perhatian dan konsen, menghormati kepada orang lain dan kehidupan manusia.

Caring juga merupakan ungkapan cinta dan ikatan, otoritas dan keberadaan, selalu

bersama, empati, pengetahuan, penghargaan dan menyenangkan (Dwidiyanti,

Page 30: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxx

2007).

Pelaksanaan caring dalam praktik keperawatan menurut Larson (1994,

dalam Watson 2004) terdiri atas 6 dimensi. Dimensi ini meliputi kesiapan dan

kesediaan, kemampuan perawat dalam memberikan penjelasan dan memfasilitasi,

kenyamanan, tindakan antisipasi, membina hubungan saling percaya, memonitor

dan follow up kesehatan klien.

1. Kesiapan dan Kesediaan

Tujuan dari sikap ini untuk menciptakan hubungan perawat dan klien yang

terbuka saling menghargai perasaan dan pengalaman antar perawat, klien dan

keluarga. Perawat harus mematuhi dan menerima pikiran dan perasaan positif dan

negatif yang berbeda pada situasi berbeda (Larson 1994, dalam Watson 2004).

Individu merupakan totalitas dari bagian-bagian yang memiliki harga diri

didalam dirinya yang memerlukan perawatan, penghormatan, dipahami dalam

memenuhi kebutuhannya. Lingkungan yang memiliki sifat caring yang selalu

bersedia untuk membantu klien dapat meningkatkan dan membangun potensi

klien untuk membuat pilihan tindakan baik bagi dirinya (Davis, 2000).

Manifestasi perilaku perawat: memberi kesempatan pada klien untuk

mengekspresikan perasaannya, perawat mengungkapkan penerimaannya terhadap

klien, mendorong klien untuk mengungkapkan harapannya, menjadi pendengar

yang aktif, menyatakan kesediaan untuk selalu membantu dalam mengatasi

masalah klien.

Sikap ini membutuhkan kesiapan mental dan fisik dari perawat. Tahap ini

Page 31: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxi

merupakan tahap pra interaksi dalam membina hubungan terapeutik keperawatan

yang harus dipersiapkan oleh perawat (Stuart & Laraia, 2005).

2. Penjelasan dan fasilitasi

Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan

pendekatan dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan secara

sistematis. Pendekatan dan pemecahan masalah harus didasari dengan explain dan

fasilitation. Explain dan fasilitation yaitu kemampuan perawat untuk memberikan

penjelasan yang berkaitan dengan perawatan klien, pengambilan keputusan dan

pendidikan kesehatan bagi klien serta keluarga (Larson 1994 dalam Watson

2004).

Upaya pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga akan lebih efektif

jika dilakukan dengan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dalam

memenuhi kebutuhan personal dapat memberikan kesempatan untuk pertumbuhan

personal klien. Proses pembelajaran interpersonal dapat memotivasi klien untuk

bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri (Watson, 2004).

Manifestasi perilaku caring: klien mempunyai tanggung jawab untuk

belajar. Perawat bertanggung jawab mengajarkan klien dengan menciptakan

lingkungan yang kondusif untuk pemberian pendidikan kesehatan sesuai

kebutuhan klien. penjelasan keluhan dan tindakan yang dilakukan secara rasional

dan ilmiah, meyakinkan klien tentang kesediaan perawat untuk memberikan

informasi, melakukan proses keperawatan sesuai dengan masalah klien,

memenuhi kebutuhan klien dan keluarga, membantu keputusan pemecahan

masalah secara ilmiah dalam menyelenggarakan pelayanan berfokus pada klien,

Page 32: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxii

melindungi klien dari praktik yang merugikan, menjadi mediator antara klien

dengan anggota kesehatan lainnya (Stuart & Laraia, 2005).

3. Kenyamanan

Perawat membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan caring

dengan memperhatikan kenyamanan klien. Larson (1994 dalam Watson 2004)

mengemukakan perawat harus mempunyai kemampuan comfort dalam memenuhi

kebutuhan dasar klien meliputi fisik, emosional, dengan penuh penghargaan.

Pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar harus dicapai terlebih dahulu

sebelum beralih ketingkat selanjutnya. Kebutuhan klien yang paling mendasar

adalah makan, minum, eliminasi, dll. Kebutuhan klien tinggkat tinggi adalah

psikososial yaitu kemampuan aktivitas dan seksual. Kebutuhan aktualisasi

tertinggi adalah kebutuhan intra dan interpersonal (Webster, 2001)

Manifestasi perilaku caring perawat: bersedia membantu kebutuhan

activity daily living (ADL) dengan tulus dan menyatukan perasaan bangga dapat

menolong klien, menghargai dan menghormati privacy klien, menunjukkan

kepada klien bahwa klien orang yang pantas dihormati dan dihargai (Stuart &

Laraia, 2005).

4. Tindakan Antisipasi

Perawat harus memiliki sikap anticipates dalam perilaku caring.

Pelaksanaan caring dalam dimensi ini adalah melakukan pencegahan dan

mengantisipasi perubahan-perubahan yang tidak dinginkan dari kondisi klien.

Perawat dapat menyiapkan sesuatu yang dibutuhkan bila hal itu terjadi (Larson

1994, dalam Watson 2004). Perawat harus dapat belajar menghargai

Page 33: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxiii

kesensitifitasan perasaan klien dan dirinya sendiri. Sensitif terhadap diri sendiri

akan menjadikan lebih sensitif terhadap orang lain dan menjadi lebih tulus dalam

memberikan bantuan kepada orang lain, lebih empati dalam proses interpersonal

perawat dan klien (Clark, 2003).

Manifestasi perilaku caring perawat: sikap empati, tenang dan sabar,

menemani dan mendampingi klien, menempatkan dalam posisi klien, ikut

merasakan dan prihatin terhadap ungkapan penderitaan yang di ungkapkan oleh

klien, memahami perilaku klien baik perilaku positif dan negatif dengan

mengidentifikasi kebutuhan psikologis klien. Gangguan biologis dapat disebabkan

oleh adanya ganguan psikologis dan biologis itu sendiri (Stuart & Laraia, 2005).

5. Membina Hubungan Saling Percaya

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan harus dapat membina

hubungan saling percaya dengan klien. Larson (1994, dalam Watson 2004)

mengemukakan perilaku caring perawat harus mencerminkan trusting

relationship yaitu kemampuan perawat membina hubungan interpersonal dengan

klien, menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap klien, dan selalu memahami

klien sesuai kondisinya.

Perawat dalam membina hubungan interpersonal dengan klien harus

memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati. Sikap ini

merupakan hubungan saling menguntungkan dan sangat penting bagi

terbentuknya transcultural caring. Transcultural caring merupakan sikap antara

perawat dan klien yang dapat meningkatkan penerimaan, perwujudan perasaan

positif dan negatif (Clark, 2003). Pendapat ini didukung oleh Potter & Perry

Page 34: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxiv

(2009) mengemukan hubungan saling percaya diawali dengan belajar membangun

dan mendukung pertolongan-kepercayaan, hubungan caring, melalui komunikasi

yang efektif dengan klien.

Manifestasi perilaku caring perawat: congruence, emphaty, non posesive

warmth dan effective communication. Congruence berarti hadir secara fisik, jujur,

nyata dan alami. Emphaty adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami

persepsi dan perasaan klien. Non posesive warmth diperlihatkan dengan volume

suara yang sedang, sikap tenang, postur badan dan wajah yang terbuka.

Komunikasi yang efektif memiliki aspek kognitif, afektif dan respon

perilaku. Mengenalkan diri saat awal kontak, meyakinkan klien tentang

kehadirannya bahwa perawat adalah orang yang siap menolong setiap dibutuhkan,

mengenali kebiasaan klien, hobi atau kesukaan klien, bersikap hangat, bersahabat,

dan menyediakan waktu bagi klien untuk mengekspresikan perasaan dan

pengalamanya melalui komunikasi yang efektif, serta menjelaskan setiap tindakan

yang dilakukan (Stuart & Laraia, 2005).

6. Memonitor dan Follow Up Kesehatan Klien

Pengenalan pengaruh lingkungan non fisik dan fisik perawat harus

menjamin kemampuan profesionalnya dan keamanan tindakan keperawatan dalam

membimbing dan mengawasi klien. Perilaku ini menurut Larson (1994 dalam

Watson, 2004) adalah monitors dan follows. Perawat membuat pemulihan suasana

pada semua tingkatan fisik maupun non fisik yang bersifat suportif, protektif, dan

korektif. Perawat juga perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan

eksternal klien terhadap kesehatan/kondisi penyakit klien.

Page 35: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxv

Manifestasi perilaku caring perawat: meningkatkan kebersamaan,

keindahan, kenyamanan, kepercayaaan dan kedamaian dengan cara; menyetujui

keinginan klien untuk bertemu dengan pemuka agama dan menghadiri

pertemuannya, bersedia mencarikan alamat dan atau menghubungi keluarga yang

ingin ditemui oleh klien. Menyediakan tempat tidur yang selalu rapih dan bersih,

menjaga kebersihan dan ketertiban ruang perawatan, melakukan kunjungan rumah

saat klien pulang (Stuart & Laraia, 2005).

B. Konsep Budaya Organisasi

1. Pengertian

Terminologi budaya organisasi pada dasarnya sudah dikemukakan

beberapa ahli, diantaranya Triguno (1909:3) mendefinisikan budaya organisasi

yaitu suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang

menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan

suatu kelompok atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap, perilaku,

kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau

bekerja.

Budaya Organisasi tidak muncul begitu saja, tetapi harus diupayakan

melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya

manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.

Budaya Organisasi merupakan landasan untuk merubah cara kerja lama menjadi

cara kerja baru yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan dan memberi

kepuasan kepada masyarakat.

Page 36: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxvi

Dikemukakan Paramitha (1986:89) bahwa, budaya organisasi adalah

sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan efisiensi kerja dan kerja sama manusia yang dimiliki oleh suatu

golongan masyarakat. Budaya organisasi pegawai dalam organisasi publik

menjadi persoalan utama dalam pelayanan publik. Jika organisasi ingin tetap

bertahan dan bersaing dengan lingkungan manajemen yang sempurna, harus

memusatkan lebih banyak perhatiannya pada usaha mengenali sumber daya

pegawai dengan latar belakang budayanya agar mampu mewujudkan tujuan

organisasi.

Hidayat (1996:87-88) mengemukakan bahwa pada umumnya organisasi

sering menghadapi tiga masalah yang meliputi kurang efektif, inefisien dan mutu

pelayanan yang kurang. Budaya yang berorientasi kepada pencapaian target

merupakan salah satu ciri dari organisasi birokrasi. Ciri lainnya yaitu adanya

budaya peran artinya semua pekerjaan dilakukan secara rutin, teratur dan

sistematik; kekuatan dana dan kewenangan disalurkan melalui peraturan dan

prosedur.

Kombinasi budaya yang berorientasi kepada target dan peran tersebut

membentuk suatu sikap pandang yang mengacu kegiatan (activity) dan

pertanggungjawaban (accountability). Kelemahan dari kedua sikap tersebut

adalah bahwa aspek hasil (result) dan aspek mutu pelayanan kurang mendapat

porsi yang sesuai. Sikap pandang dan praktek manajemen yang kurang mengacu

pada hasil (result oriented) serta budaya yang berorientasi pada target telah

menjadi faktor penyebab rendahnya mutu pelayanan. Kekuatan kerja dapat

Page 37: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxvii

menaklukkan individualisme dan mampu menyesuaikan dengan kebutuhan

komunitas lingkungan yang bersandar pada norma-norma budaya organisasi yang

dianut dalam organisasi melalui aktualisasi sikap dan perilaku bekerja (Ndraha,

1999:189).

Paramitha (1986:76) membagi budaya organisasi menjadi :

a. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan

dengan kegiatan lain seperti bersantai atau semata-mata memperoleh

kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa

melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

b. Perilaku pada waktu bekerja seperti : rajin, berdedikasi bertanggung

jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk

mempelajari tugas kewajibannya, suka membantu sesama karyawan,

atau sebaliknya

Setiap dan semua organisasi merupakan kumpulan sejumlah manusia

sebagai anggota organisasi, termasuk di dalamnya para pemimpin (manajer),

setiap hari saling berinteraksi satu sama lain,baikdalam melaksanakan pekerjaan

maupun kegiatan diluar pekerjaan. Interaksi itu yang bersifat formal dan informal,

hanya akan berlangsung harmonis dalam arti efektif dan efesien apabila setiap

anggota organisasi menerima, menghormati dan menjalankan nilai-nilai atau

norma-norma tertentu yang sama di dalam organisasi.

Nilai-nilai atau norma norma sebagai unsur budaya manusia itu hidup

dan berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi organisasi dan menjadi

kendali cara berpikir, bersikap dan berprilaku hidup bersama dalam kebersamaan

Page 38: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxviii

sebagai sebuah organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma itulah yang kemudian

menjadi budaya organisasi.

Robbin (2006) mendefinisikan budaya organisasi (organizational

culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota

yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Sedangkan

budaya organisasi menurut Barry Cushway dan Derek Lodge (1995; dalam

Nawawi, 2003) adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah

utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan atau

mengoperasionalkan kegiatan organisasi.

2. Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

Budaya organisasi terdiri atas sejumlah karakteristik yang menjadi basis

bagi sikap pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai

organisasi,bagaimana segala sesuatu dilakukan di dalamnya dan cara para anggota

diharapkan berprilaku.

Caring merupakan aplikasi dari proses keperawatan sebagai bentuk

kinerja yang ditampilkan oleh seorang perawat. Gibson, James, & John (2000)

mengemukakan 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja individu meliputi

faktor individu, psikologis, dan organisasi.

1. Faktor individu

a. Kemampuan; adalah kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas

dalam suatu pekerjaan. Setiap individu mempunyai kemampuan yang

Page 39: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xxxix

berbeda-beda memiliki kemampuan berfikir. Kemampuan individu

tersusun atas beberapa faktor yaitu : Kemampuan intelektual; Kemampuan

fisik dan Kemampuan spiritual

b. Ketrampilan, seorang manajer perlu mengetahui kemampuan dan

keterampilan dari karyawan yang diperlukan untuk menjalankan sebuah

pekerjaan yang efektif. Informasi ini digunakan dalam mendefenisikan

persyaratan kerja untuk seleksi dan penempatan, menetapkan jalur karier,

merencanakan desain organisasi, menentukan kebutuhan pelatihan dan

kadang-kadang membuat evaluasi pekerjaan. Analisis pekerjaan

menentukan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dengan

mengartikan perilaku yang dibutuhkan. Kemampuan dan keterampilan

yang dimiliki oleh karyawan harus dapat dianalisis lebih lanjut sebagai

timbangan yang perlu dalam penerapan secara operasional

c. Latar belakang keluarga, pengaruh tanggung jawab keluarga berbeda

antara pria dan wanita. Pria dengan beban keluarga tinggi berhubungan

dengan peningkatan jam kerja yang lebih tinggi dibandingkan pria dengan

beban keluarga yang rendah. Sebaliknya efek yang berlawanan terjadi

pada wanita, karena beban kerja yang tinggi akan mengurangi jam kerja

perminggu, sedangkan beban keluarga yang rendah meningkatkan jam

kerja (Shye, 1991) dalam Suarli, S (2009). Weisman dan Teitelbaum

(1987) dalam Suarli, S (2009), menemukan bahwa perbedaan efek dari

variabel keluarga pada pria dan wanita adalah komponen utama dalam

keseluruhan perbedaan jenis kelamin dalam jam kerja perminggu.

Page 40: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xl

d. Pengalaman tingkat sosial, pengalaman adalah apa yang didapatkan

individu karena proses interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan

adalah tempat dimana individu tersebut berinteraksi, dan interaksi yang

dilakukan oleh seseorang dengan lingkungannya merupakan cerminan dari

perilaku atau interaksi individu tersebut. Individu berinteraksi dengan

lingkungannya dalam kegiatan pekerjaan, kepentingan pribadi ataupun

kepentingan yang lain. Beberapa penelitian menyatakan kemampuan dan

keterampilan yang dimiliki oleh individu tidak jarang didapatkan dari

pengalaman individu tersebut setelah menggeluti pekerjaannya dalam

jangka waktu yang lama dan akhirnya akan menunjukkan kinerja yang

baik.

e. demografi

2. Faktor psikologis

a. Persepsi

Adalah sebagai tanggapan/penerimaan langsung dari sesuatu; proses

seseorang mengetahui beberapa hal melalui penginderaannya. Persepsi adalah

proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan

pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman

psikologi.

Persepsi juga diartikan sebagai suatu proses dimana individu-

individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar

memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi dapat juga dilihat dari

proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi

Page 41: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xli

tentang lingkungannya, baik lewat pendengaran, penglihatan, penghayatan,

perasaan danb penciuman. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pengembangan persepsi antara lain :

(1) Psikologi, yaitu persepsi individu tentang apa yang terjadi di dunia ini

(2) Famili; yaitu pengaruh besar dari keluarga termasuk orang tua yang

telah mengembangkan suatu cara yang baik

(3) Kebudayaan

b. Sikap

Sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang

relative konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap dapat juga diartikan

sebagai suatu perasaan yang timbul pada diri seseorang terhadap objek, baik

sebelum dan sesudah melihat, merasakan dan menikmati objek tersebut

(Husein Umar, 1998) dalam wibowo, (2011)

c. Motivasi

Motivasi adalah cara mendorong semangat kerja seseorang agar

mau bekerja dengan memberikan secara optimal kemampuan dan keahliannya

guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi adalah suatu kekuatan yang

dihasilkan dari keiunginan seseorang, untuk memuaskan kebutuhannya.

(Wayne F.Cascio). Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi

perilaku seseorang supaya mengarah kepada tercapainya tujuan organisasi.

(Berelson dan Steiner)

Motivasi menjadi penting karena dengan motivasi diharapkan setiap

karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktifitas yang

Page 42: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xlii

tinggi. Perilaku seseorang dipengaruhi dan dirangsang oleh keinginan,

pemenuhan kebutuhan serta tujuan dan kepuasan kerjanya.

3. Faktor organisasi

a. Struktur Organisasi

Struktur organisasi terdiri dari hubungan pekerjaan dan kelompok

pekerjaan yang relatif tetap dan stabil.Tujuan utama strukturorganisasi ialah

untuk mempengaruhi perilaku individu dan kelompok sehingga dapat mencapai

prestasi yang efektif.Ada empat keputusan manajerial yang penting dalam

menentukan struktur organisasi. Keputusan itu adalah ;

1) Pembagian kerja ; Pemilihan keseluruhan tugas menjadi tugas dan

pekerjaan yang lebih kecil, sebenarnya bergantung pada keuntungan

tekhnis dan ekonomis dari spesialisasi pekerjaan.

2) Pendelegasian wewenang ; memungkinkan untuk mengambil keputusan

dan menuntut ketaatan tanpa persetujuan pimpinan lebih tertinggi.

Setiap individu dalam sebuah organisasi, baik manajer maupun bukan

manajer, memiliki wewenang tertentu.

3) Departementalisasi pekerjaan menjadi kelompok-kelompok ;

Pengelompokan pekerjaan menjadi departemen, mengharuskan

diadakannya seleksi dasar umum, sehingga bisa mengevaluasi

keefektifan organisasi secara menyeluruh.

4) Rentang kendali

Keempat keputusan penting itu saling berhubungan dan saling

bergantung, meskipun masing-masing mengandung masalah khusus trtentu

Page 43: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xliii

yang dipandang terpisah satu sama lain.

b. Desain pekerjaan

Desain pekerjaan adalah hasil analisis pekerjaan.Dalam desain

pekerjaan dikhususkan tiga ciri pekerjaan yaitu :

1) Cakupan ;Cakupan pekerjaan (job range) mengacu pada jumlah tugas

yang dilakukan seseorang pemegang pekerjaan

2) Kedalaman;(depth); yaitu jumlah kebijaksanaan yang dipunyai

individu untuk menentukn aktivitas dan hasil kerja.

3) Hubungan kerja ;Ditentukan oleh keputusan para manejer berdasarkan

departementalisasi dan rentang kendali.Manajer bertanggung jawab

untuk mengkoordinasikan kelompok yang dibentuk sesuai dengan

tujuan organisasi.

c. Kepemimpinan

Kepemimpinan universal sifatnya, ia selalu ada dan senantiasa

diperlukan pada setiap usaha bersama manusia. Kepemimpinan merupakan

kunci pembuka bagi suksesnya sebuah organisasi. Kepemimpinan kadangkala

diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan membuat keputusan.

Menurut Geoge R.Terry kepemimpinan adalah aktivitas untuk

mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan menurut Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita, (1997) dalam

Ilyas Y (2001), Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktifitas

individu atau kelompok untuk mencapai untuk mencapai tujuan dalam situasi

tertentu, ( Ilyas Y, 2001).

Page 44: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xliv

Menurut Hersey dan Blanchart, kepemimpinan adalah setiap upaya

seseorang yang mencoba untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau

kelompok, upaya untuk mempengaruhi tingkal laku ini bertujuan mencapai

tujuan perorangan ataupun tujuan organisasi. Dari pengertian kepemimpinan

diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah bagian penting dari

manajemen, sehingga para manajer harus merencanakan dan

mengorganisasikan dengan baik. Menurut Chapman, 1997 variabel-variabel

kepemimpinan antara lain:

(1) Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi; setiap pemimpin harus

mampu memberikan informasi yang jelas dan mempunyai kemampuan

berkomunikasi yang baik dan lancar. Komunikasi yang baik dan lancar

akan memudahkan bawahan guna menangkap apa yang dikehendaki oleh

pemimpin baik itu jangka panjang ataupun jangka pendek.

(2) Memiliki kemampuan memotivasi bawahannya, baik itu motivasi finansial

maupun non finansial. Perhatian seorang pemimpin sangat berarti bagi

bawahannya, karyawan/bawahan akan mera diperhatikan oleh pimpinan

sehingga akan memberikan suasana yang kondusif bagi keberhasilan

perusahaan

(3) Memiliki kemampuan memimpin, tidak semua orang mampu memimpin

karena berkaitan dengan bakat seseorang. Kemampuan seseorang dalam

memimpin itu berbeda-beda dan dapat dilihat dari gaya kepemimpinan

mereka, apakah gaya kepemimpinanya otokratik, partisipatif atau bebas

kendali, dan masing-masing gaya kepemimpinan ada kelebihan dan

Page 45: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xlv

kekurangannya

(4) Memiliki kemampuan mengambil keputusan, seorang pemimpin harus

memiliki kemampuan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan

peraturan yang berlaku diperusahaan serta keputusan yang diambil

tersebut mampu memberikan motivasi kepada karyawan untuk bekerja

lebih baik bahkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan

produktivitas kerja.

(5) Memiliki kekuasaan yang positif, seorang pemimpin dalam menjalankan

perusahaan meskipun dalam gaya kepemimpinan yang berbeda-beda tentu

saja harus memberikan rasa aman bagi karyawan/bawahan yang bekerja

positif.

Beberapa jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin adalah :

(a) Keterampilan teknis; yaitu keterampilan yang mengacu pada

pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam menjalankan suatu

proses atau tehnik. Keterampilan tehnik berfokus pada benda.

(b) Keterampilan manusiawi; yaitu kemampuan bekerja secara efektif

dengan orang-orang yang membina tim. Setiap pemimpin memerlukan

keterampilan manusiawi yang efektif. Keterampilan manusiawi

berfokus pada orang.

(c) Keterampilan konseptual; yaitu kemampuan untuk berfikir dalam

kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas seperti

rencana jangka panjang dan jangka pendek.keterampilan konseptual

Page 46: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xlvi

berurusan dengan gagasan.

Sifat-sifat kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin

menurut Edwin Ghiselli adalah:

(a) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas atau

melaksanakan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengawasan

dan pengarahan pekerjaan orang lain.

(b) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian

tanggung jawab, dan keinginan sukses

(c) Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya fikir

(d) Ketegasan atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan

dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat

(e) Kepercayaan diri atau pandangan terhadap dirinya sebagai

kemampuan menghadapi masalah.

(f) Inisiatif/kemampuan untuk bertindak dan tidak bergantung

mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara

baru atau inovasi.

d. Sistem penghargaan ( Reward )

Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan kinerja adalah

melalui kompensasi. Kompensasi biasa didefenisikan sebagai sesuatu yang

diterima oleh karyawan sebagai imbalan jasa atas pekerjaan mereka. Akan

tetapi sebelum kompensasi diberikan , terlebih dahulu dilakukan proses

kompensasi yaitu suatu jaringan berbagai subproses untuk memberikan balas

jasa kepada karyawan untuk pelaksanaan pekejaan dan untuk memotivasi

Page 47: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xlvii

karyawan agar mencapai tingkat prestasi yang diinginkan (Husein Umar, 1998)

dalam Wibowo,(2011).

Dari sudut kepentingan karyawan, Karyawan harus mendapatkan

perhatian yang baik dari pihak manajemen perusahaan, dimana besar kecilnya

kompensasi yang mereka terima memungkinkan bertahan untuk bekerja

diperusahaan tersebut. Dari sudut kepentingan organisasi, tentang kemampuan,

pengetahuan dan keterampilan, serta waktu dan tenaga para karyawan dapat

digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga organisasi

dapat bertumbuh dan berkembang, baik dalam arti kuantitatif maupun

kualitatif.

Maka dari itu sistem kompensasi yang baik adalah sistem

kompensasi yang mampu menjamin kepuasan kerja karyawan sehingga akan

memotivasi kinerja karyawan nantinya. Ketidakpuasan karyawan terhadap

kompensasi yang diterima dari organisasi dalam bekerja akan memberikan

dampak yang tidak baik berupa keluhan yang cenderung negatif, produktifitas

kerja yang menurun, tingkat kemangkiran tinggi, mogok kerja dan lain-lain jika

tidak cepat diatasi.

Menurut Sunarto (2006), penghargaan dapat berupa kompensasi

yang terdiri atas :

(1) kompensasi finansial yakni sesuatu yang diterima oleh karyawan

dalam bentuk gaji, upah, bonus, premi, tunjangan hari raya,

pengobatan, jaminan kesehatan asuransi dan lain-lain.

(2) Kompensasi nonfinasial, sesuatu yang diterima karyawan selain dalam

Page 48: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xlviii

bentuk uang. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan karyawan

dalam jangka panjang, seperti program-program pelayanan bagi

karyawan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang

menyenangkan seperti kreasi, tempat ibadah, kafetaria, hubungan

dengan teman kerja atau atasan yang lebih baik, penghargaan prestasi

kerja, promosi jabatan dan sarana kesehatan dan keselamatan.

Tujuan pemberian kompensasi :

a) Bagi tenaga kerja; dengan adanya kompensasi tenaga kerja akan

mendapatkan keuntungan finansial dan nonfinansial

b) Bagi perusahaan; meningkatkan kepuasan dan produktivitas kerja

karyawan agar tenaga kerja termotivasi untuk bekerja lebih

semangat, lebih disiplin dan lebih cepat.( Wibowo, 2011)

e. Komunikasi (Communication).

Komunikasi merupakan proses penyampaian dan pertukaran

informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun

menggunakan alat komunikasi. Komunikasi memiliki peranan yang penting

dalam membentuk organisasi yang efektif dan efisien. Informasi yang akurat,

jujur, mengenai suatu pekerjaan selama proses perekrutan dan seleksi,

memberikan asumsi dan nilai bagi karyawan, sehingga berpengaruh terhadap

motivasi dan kinerja karyawan (Robbins & Judge, 2008).

Komunikasi merupakan kumpulan dari individu yang berinteraksi

satu sama lain sehingga masalah komunikasi memegang peran sentral.

Page 49: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xlix

Komunikasi yang baik menciptakan saling pengertian dan akan memperkuat

kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok yang berdampak pada tujuan

organisasi (Sopiah, 2009).

Komunikasi berfungsi sebagai pengendali perilaku anggota. Fungsi

ini berjalan ketika karyawan diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait

dengan pelaksanaan tugas kewajiban kayawan itu didalam perusahaan.

Karyawan juga akan termotivasi dalam meningkatkan kinerja, jika karyawan

diberikan informasi tentang seberapa baik hasil kerja dan cara untuk

meningkatkan kinerjanya (Sully & Dallas, 2005)

Hasil riset Rodwell et.al. (1998) menyimpulkan bahwa ada hubungan

positif dan signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap praktik

komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan. Pendapat ini didukung

oleh Sulistyo (2009) menekankan terdapat pengaruh yang signifikan antara

komunikasi organisasional terhadap kinerja karyawan.

Komunikasi dapat berperan sebagai pengungkapan emosi. Anggota

kelompok dapat menunjukkan rasa kekecewaan atau kepuasan karyawan

melalui komunikasi. Komunikasi juga berperan sebagai pertimbangan dalam

pengambilan keputusan. Informasi yang didapat melalui komunikasi dapat

dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan baik secara individu maupun

kelompok (Sopiah, 2009).

f. Pengambil keputusan

Decision making (pengambil keputusan) merupakan proses

identifikasi permasalahan dan peluang, serta pemilihan alternatif pemecahan

Page 50: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

l

masalah. Pelibatan pihak lain dalam pengambilan keputusan berperan dalam

pembelajaran individu dan organisasi. Individu merasa perusahaan

membutuhkan dirinya, dan nilai ini memotivasi karyawan tersebut untuk

meningkatkan kinerjanya (Daft,2008).

Peraturan dan kebijakan merupakan hasil dari pengambilan

keputusan. Peraturan dan kebijakan mulai dari level yang tertinggi sampai

terendah dapat kondusif bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja atau

sebaliknya. Peraturan yang bersifat bottom up dapat membuat karyawan lebih

apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut.

Karyawan akan merasa berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan

tersebut (Sopiah, 2009).

Dimensi ini fokus pada bagaimana kebijakan dibuat dan konflik

dipecahkan. Kebijakan dan keputusan tersebut apakah dilakukan secara tepat

atau lambat, apakah organisasi bersifat birokratis, apakah pembuat keputusan

bersifat sentralis atau desentralisasi. Riset oleh Ricardo, Ronald, & Jolly (2003)

mendapatkan hasil ada pengaruh antara pengambilan keputusan terhadap

peningkatan budaya organisasi.

C. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Rini Fahriani Zees

1 Judul Analisis Faktor budaya organisasi yang berhubungan dengan

perilaku caring perawat pelaksana

Teknik Teknik yang digunakan adalah SPSS dalam menganalisa data

Page 51: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

li

Variabel Budaya organisasi, Perilaku caring

Hasil Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara

status pernikahan, komunikasi, pelatihan, reward, pengambilan

keputusan, dan manajemen dengan perilaku caring perawat

2 Peneliti Purwaningsih

Judul Pengaruh pelatihan perilaku caring terhadap kinerja perawat

pelaksana

Jenis

Penelitian

Quasi Eksperimen

Variabel Perilaku caring

Kinerja perawat

Hasil Hasil yang didapatkan adanya pebedaan antara perawat yang telah

mendapatkan pelatihan caring dan yang tidak mendapat

pelatihan,dimana perawat yang mendapat pelatihan terjadi

peningkatan kinerja dibandingkan dengan yang tidak mendapat

pelatihan caring.

3. Penelitian Anjaswarni

Judul Hubungan perilaku caring perawat terhadap Kepuasaan Pasien

Jenis

Penelitian

Diskriptif Crossectional

Hasil Hasil yang didapatkan belum diketahuinya kinerja perawat dalam

melaksanakan penerapan caring pada pasien

4 Peneliti M.Hanafi AL.Rizal

Judul Pengaruh budaya organisasi dan kepuasan kerja

terhadap kinerja karyawan

Teknik Simple random sampling dengan metode peneiltian

analisis regresi linear berganda

Hasil Hasil mnunjukkan bahwa budaya organisasi

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

5 Penelitian Budaya organisasi dan kepuasan kerja perawat

Page 52: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lii

Jenis penelitian

Variabel

Hasil Penelitian

Deskripsi Korelasi

Budaya organisasi

Kepuasan kerja perawat

Hasil yang didapat ada hubungan budaya organisasi

dendan kepuasan kerja perawat pelaksana.

D. Kerangka Teori

Perawat dalam berperilaku caring dipengaruhi oleh faktor individu,

psikologi dan budaya organisasi.Watson (2004) menyatakan caring perawat tidak

dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi: melalui genetika melainkan,

melalui budaya profesi. Budaya organisasi menurut Gibson, Ivancevich dan

Donnelly (1985) yang dapat mempengaruhi perilaku meliputi Komunikasi,

Struktur Organisasi, Reward, Pengambilan keputusan, Desain Pekerjaan selain

faktor budaya organisasi, yang bisa mempengaruhi perilaku caring perawat

sebagai wujud kinerjanya meliputi; Karakteristik individu,dan psikologi. Kerangka

teoritis dapat dilihat pada skema berikut .

Skema 2.1. Kerangka Teori

Faktor Budaya Organisasi

1.Komunikasi

2.Struktur Organisasi

3.Pengambilan Keputusan

4.Reward

Page 53: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

liii

BAB III

KERANGKA KONSEP

Faktor Psikologi

1.Persepsi

2.Sikap

3.Motivasi

4.Kepuasan Kerja

(Gibson,James,& John 2000)

Faktor Individu

1.Kemampuan dan Ketrampilan

2.Latar belakang keluarga

3.Tingkat sosial

4.Demografi

(Gibson,James,& John 2000)

Page 54: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

liv

A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian merupakan suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.

Kerangka konsep berguna untuk menghubungkan atau menjelaskan secara

panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007). Kerangka ini

didapatkan dari konsep ilmu/ teori yang dipakai sebagai landasan penelitian pada

tinjauan pustaka.

Hasil kajian literatur pada tinjauan pustaka, caring dalam asuhan

keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan. Faktor yang mempengaruhi kinerja perawat salah satunya

adalah budaya organisasi. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas (independent) adalah budaya organisasi.

Budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut

oleh para anggota dan dapat mempengaruhi perilaku karyawan. Penelitian ini akan

mengelompokkan faktor budaya organisasi menjadi 5 sub variabel meliputi;

Struktur Organisasi, Desain Pekerjaan, Kepemimpinan, Reward, komunikasi,

pengambilan keputusan, (Gibson,ivanelly,Dannelly 1985).

2. Variabel terikat (dependent) adalah perilaku caring.

Perilaku caring merupakan esensi dari praktik keperawatan sehingga

mempunyai arti yang dalam terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Pada

penelitian ini, perilaku caring akan dikelompokkan menjadi 6 indikator yang

meliputi kesiapan dan kesediaan, penjelasan dan fasilitasi, tindakan antisipasi,

tindakan kenyamanan, membina hubungan saling percaya, memonitor dan follow

Page 55: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lv

up kesehatan klien (Larson, 1998 & dalam Watson 2004).

3. Variabel confounding (variabel pengganggu)

Yaitu karakteristik perawat dengan sub variabel; umur, jenis kelamin,

pendidikan, status pernikahan, dan lama kerja (Gibson, James, & John, 2000).

Variabel ini merupakan faktor yang memiliki kontribusi terhadap budaya

organisasi dan perilaku caring perawat.

Variabel yang akan diteliti digambarkan dalam skema.

Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Variable Independen Variable Dependen

Budaya Organisasi :

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan alternatif dugaan jawaban yang dibuat

1. Srtuktur Organisasi

PERILAKU

CARING

PERAWAT

KINERJA 2. Desain Pekerjaan

3. Kepemimpinan

5. Komunikasi

4. Reward

6. Pengambil Keputusan

Karakteristik Perawat

Variable Confounding

Page 56: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lvi

oleh peneliti bagi masalah yang diajukan dalam penelitian. Arikunto (2010)

menjelaskan dugaan jawaban yang dibuat peneliti merupakan kebenaran yang

sifatnya sementara yang akan diuji dengan data yang dikumpulkan melalui

penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini meliputi:

1. Ada hubungan antara komunikasi, sebagai faktor budaya organisasi dengan

prilaku caring perawat

2. Ada hubungan antara pengambilan keputusan sebagai faktor budaya organisasi

dengan perilaku caring perawat

3. Ada hubungan Reward sebagai faktor organisasi dengan perilaku caring

perawat

4. Ada hubungan antara Sruktur Organisasi sebagai faktor organisasi dengan

perilaku caring perawat

5. Ada hubungan antara Desain pekerjaan sebagai faktor budaya dengan

perilaku caring perawat.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu cara utuk memberikan

pemahaman yang sama tentang pengertian variabel yang akan diukur untuk

menentukan metode penelitian yang akan digunakan dalam analisis data. Definisi

operasional diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data

konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain

(Notoatmodjo, 2010).

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

No. Variable/ Definisi Cara ukur Hasil ukur Skala

Page 57: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lvii

sub variable operasional ukur

1 Variable dependen

Periaku caring

perawat

Seluruh perilaku

dan tindakan

keperawatan yang

diberikan untuk

menolong Pasien

keluar dari

masalah kesehatan

yang

alami,misalnya

perilaku kesiapan

dan kesediaan,

fasilitas dan

penjelasan,

kenyamanan,

tindakan, membina

hubungan saling

percaya, dan

pemantauan

berkelanjutan.

Di ukur dengn

kuisioner C, terdiri

dari 39 item

pertanyaan perilaku

caring dengan

menggunakan skala

likert :

Pertanyaan positif,

skor :

1= sangat tidak setuju

2= tidak setuju

3= setuju

4= sangat setuju

Pertanyaan negatif

skor:

1= sangat setuju

2= setuju

3= tidak setuju

4= sangat tidak setuju

Kurang

(jika ≤ 118

) baik (jika

>118)

Ordinal

2 Variabel independen

Budaya organisasi

a. Organisasi Hubungan

pekerjaan dan

kelompok

pekerjaan yang

relatif tetap dan

stabil.

Diukur dengan

kuisioner B, No. 1, 2,

3, 4, 5, 6 dan 7

Kurang

(jika nilai

≤ 28)

Baik (jika,

nilai < 28)

Ordinal

b. Desain

Pekerjaan

Desain pekerjaan

adalah hasil dari

analisis pekerjaan

Diukur dengan

kosioner B no

8,9,10,11 dan 12

Kurang

(jika nilai

≤ 23

Baik jika

nilai < 23)

Ordinal

c. Kepemimpinan Kepemimpinan

adalah aktivitas

untuk

mempengaruhi

individu atau

kelompok agar

diarahkan untuk

mencapai tujuan

organisasi dalam

situasi tertentu).

Kurang

(jika nilai

≤ 26

Baik jika

nilai > 25

ordinal

Page 58: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lviii

d. Komunikasi Proses

Penyampaian dan

pertukaran

informasi tentang

caring perawat dari

pengirim kepada

penerima baik

secara lisan

maupun tulisan.

Diukur dengan

kusioner B No.

Kurang

jika ≤

16,baik

jika > 16

Ordinal

e. Reward Salah satu cara

manajemen untuk

meningkatkan

kinerja adalah

melalui pemberian

reawrd yang

mendukung

perilaku caring

Diukur dengan

koesioner

B,No.13,14,15,dan 16

Kuarang

(Jika nilai

≤ 13)

Baik ( jika

nilai >14

Ordinal

f. Pengambilan

keputusan

Proses identifikasi

permasalahan dan

peluang serta

pemilihan

alternatif

pemecahan

masalah.

Diukur dengan

koesioner

B,No.35,36,37,38.dan

39

Kurang

(jika nilai

≤ 12 )

Baik (jika

nilai > 12)

Ordinal

3 Variable counfaunding

Karakteristik

perawat

a. Umur Lama hidup

perawat di hitung

sejak tanggal

kelahiran hingga

tanggal ulang

tahun terakhir pada

saat mengisi

koesioner

Di ukur dengan

koesioner A no 1.

1=<25 th

2=25-45

th

3=≥45 th

ordinal

b. Jenis kelamin Karakteristik

perawat yang

terdiri dari laki-

laki dan

perempuan

Di ukur dengan

koesioner A no 2

1=pria

2=wanita

nominal

c. Pendidikan Pendidikan formal

yang terakhir

diikuti dan telah

selesai dibuktikan

dengan tanda lulus

dari institusi

Di uku dengan

koesioner A no 3

1= SPK

2=D3

3=S1

Ordinal

Lanjutan

Page 59: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lix

pendidikan

tersebut

d. Status pernikahan Perawat yang

terikat pernikahan

yang sah secara

hukum

Di ukur dengan

koesioner A no 6

1= belum

menikah

2=

menikah

nominal

e. Masa kerja Lama perawat

bekerja di ruang

rawat inap

Di ukur dengan

koeisoner A no 5

1=<5 th

2=≥5th

Ordinal

Page 60: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lx

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Deskriptif analitik yang menjelaskan

suatu keadaan atau situasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

Cross sectional bertujuan untuk meneliti hubungan antara variabel independen dan

variabel dependent yang dilakukan observasi dan diukur sekaligus dalam waktu

yang sama (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

faktor budaya organisasi yang berhubungan dengan perilaku caring perawat RSI

Faisal Kota Makassar.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang atau

percobaan, data laboratorium) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik

yang ditentukan. Sugiyono (2010) menjelaskan populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

perawat di ruang rawat inap berjumlah 57 perawat.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dapat mewakili atau

representatif. Menurut Sugiyono (2010) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang mewakili atau representatif.

Page 61: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxi

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total sampling

dengan jumlah sampling sebesar 57 perawat

Tabel 4.1

Distribusi Jumlah Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah sakit islam

Tahun 2012.

No Nama Ruangan Jumlah Perawat

1 Perawatan I 13 perawat

2 Perawatan II 17 perawat

3 Perawatan III (Kebidanan) 4 perawat

4 Perawatan IV 15 perawat

5 Perawatan V 18 perawat

Total 57 perawat

Penelitian ini menggunakan total sampling sebagai teknik sampling,

setelah dilakukan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi perawat yaitu :

1. Perawat yang bertugas di ruang rawat inap

2. Pendidikan Diploma Tiga (DIII), Sarjana (SI)

3. Masa kerja minimal 1 tahun

4. bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Kriteria ekslusif :

1. Perawat yang sedang cuti

2. Perawat yang sedang sakit (dirawat di RS atau ada surat dokter jika

dirawat di rumah)

Page 62: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxii

3. Perawat yang sedang mengikuti tugas belajar.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap RSI Faisal Kota

Makassar. Alasan peneliti memilih rumah sakit ini, karena rumah sakit ini

merupakan rumah sakit pusat rujukan dari tatanan pelayanan kesehatan yang

ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian juga interest dengan visi rumah

sakit yaitu peningkatan mutu dengan peayanan manusiawi yang

mengasumsikan bahwa rumah sakit ingin meningkatkan mutu pelayanan

khususnya pelayanan keperawatan.

Peneliti menggunakan instalasi rawat inap dengan tujuan untuk

mendapatkan karakteristik yang homogen dari sampel penelitian. Ruang

intensif seperti ICU/ ICCU, UGD, OKB, memiliki karakteristik pasien dengan

tingkat ketergantungan penuh (total care) sedangkan ruang rawat inap sebagian

besar memiliki tingkat ketergantungan yang sedang (parsial care). Perbedaan

tingkat ketergantungan berdampak terhadap perbandingan jumlah perawat dan

pasien. Perawat yang bertugas di ruang intensif dituntut harus memiliki

keahlian khusus dan jumlahnya lebih banyak dari ruang rawat inap. Perbedaan

karakteristik pasien dan perawat tersebut menjadikan populasi pelayanan

keperawatan menjadi heterogen, sedangkan penelitian yang dilakukan saat ini

membutuhkan populasi yang homogen. Oleh karena itu ruang intensif tidak

dimasukkan dalam populasi penelitian.

2. Waktu Penelitian

Page 63: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxiii

Penelitian dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari

pembimbing dan izin penelitian. Penelitian dimulai dari penyusunan proposal

sampai dengan penyusunan laporan tesis dilaksanakan pada bulan April 2013

– Juli 2013.

D. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu kuesioner A untuk

karakteristik perawat, kuesioner B untuk mengukur persepi perawat tentang

budaya organisasi dan kuesioner C untuk mengukur persepsi perawat tentang

perilaku caring.

1. Kuesioner A

Kuesioner A merupakan kuesioner tentang karakteristik perawat yang

meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, dan lama kerja.

Pengumpulan data variabel umur dikategorikan < 25 tahun, 25- 45 tahun, dan >

45 tahun. Lama kerja dikategorikan menjadi< 5 tahun dan ≥ 5 tahun. Jenis

kelamin dikategorikan menjadi pria dan wanita, pendidikan dikategorikan

menjadi DIII, dan SI, status pernikahan dikategorikan menjadi menikah dan

belum menikah. Cara pengisian ini dilakukan dengan memberi tanda check list

(√).

2. Kuesioner B

Kuesioner B merupakan kuesioner tentang budaya organisasi meliputi

komunikasi, pelatihan dan pengembangan, reward, pengambilan keputusan,

pengambilan resiko, kerja sama, dan paktik manajemen.

Page 64: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxiv

Tabel 4.2

Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif Variabel Budaya Organisasi

No Variabel Positif Negatif

1 Struktur organisasi 1,2,3,4,5,6 7,8

2 Desain pekerjaan 9,10,13,14,15,16,17 11, 12

3 Kepemimpinan 18,19, 20,22,23,24,25,26 19, 21

4 Komunikasi 27,28,29,30,31

5 Reward 34, 35 33, 36

6 Pengambilan keputusan 37 38, 39

Skala yang digunakan adalah skala likert 1 - 4 dengan kriteria untuk

pernyataan positif (favorable) Sangat setuju, jika pernyataan tersebut sangat

sesuai dengan kondisi yang dialami perawat pelaksana saat ini. (nilai 4), Setuju,

jika pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami perawat saat ini

(nilai 3), Tidak setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan kondisi

yang dialami perawat pelaksana saat ini (nilai 2), Sangat tidak setuju, jika

pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan kondisi yang dialami

perawat saat ini (nilai 1). Kriteria penilaian untuk pertanyaan negatif

(unfavorable) merupakan kebalikan dari pertanyaan positif.

3. Kuesioner C

Kuesioner C merupakan penampilan perilaku caring yang akan

dipersepsikan oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap. Kuesioner ini

disusun berdasarkan Care Q (the Nurse Behavior Caring Study) berdasarkan

pendapat Larson (1998, dalam Watson 2004). Peneliti menggunakan instrumen

Page 65: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxv

ini karena sudah teruji di dalam menilai perilaku caring. Instrumen ini lebih

aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan dan sangat sederhana. Pernyataan

dalam kusioner dibuat dalam bentuk pernyataan positif dan negatif.

Skala yang digunakan adalah skala likert 1-4 dengan kriteria untuk

pernyataan positif (favorable) Selalu, jika kegiatan semua dilakukan (nilai 4),

Sering, jika kegiatan sebagian besar dilakukan (nilai 3), Jarang, jika kegiatan

sewaktu-waktu dilakukan (nilai 2), Tidak Pernah, jika kegiatan tidak dilakukan

(nilai 1). Kriteria penilaian untuk pertanyaan negatif (unfavorable)

merupakan kebalikan dari pertanyaan positif.

4. Prosedur Pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan langkah - langkah

sebagai berikut :

a. Prosedur administratif

b. Prosedur tehnik.

E. Pengolahan data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dan Penganalisisan data dilakukan berdasarkan 4

tahap yaitu editing, coding, entry, cleaning ( Hostono,2007)

a. Editing

Memeriksaa Kembali Kelengkapan Pengisian koesioner,kejelasan,dan

kesesuaian jawaban yang dikembalikan oleh responden.

b. Coding

Page 66: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxvi

Memberikan kode/tanda berupa angka pada jawaban responden yang

diterima,tujuannya adalah untuk menyederhanakan jawaban.

c. Entry

Melakukan entry data ke paket komputer terhadap semua data koesioner

yang sudah terisi penuh dan benar dan telah dilakukan coding.

d. Cleaning

Memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan untuk memastikan

kembali data telah bersih dari kesalahan baik pada waktu pemberian

kode maupun pemberian skor data.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis pada satu Variabel

(prasetyo& jannah,2010). Analisis univariat bertujuan untuk

mendiskripsikan karakteriktis masing-masing variabel yang diteliti

didalam penelitian.Analisis univariat dalam penelitian ini berbentuk data

kategorik.yang dilakukan pada variabel yang di teliti.Penyajian analisis

univariat menggunakan frekuensi dan presentase.

b. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel (prasetyo & jannah 2010 ),Pada penelitian ini menggunakan Uji

Chi Square yang di gunakan untuk vaariabel independen berbentuk data

kategorik dan dependennya kategorik.

c. Analisis Multivariat.

Page 67: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxvii

Analisis multivariat dilakukan untuk mrngetahui variabel

independen dan konfonding yang paling berhubungan dengan variabel

dependen. Uji statistik yang digunakan dalm penelitian ini adalah uji

regresi logistik ganda. Hontono (2007) mendefinisikan ujiregresi logistik

ganda dalam salah satu pendekatan model matematis yang digunakan

untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen

dengan sebuah variabel dependen kategorik yang bersifat dilotom/binary

Analisis multivariat logistik ganda mencakup 2 hal yaitu model

prediksi dan model faktor resiko. Model prediksi bertujuan memperoleh

model terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap terbaik

untuk memprediksikan kejadian variabel dependen. Pada pemodelan ini

semua variabel dianggap penting sehingga dapat melakukan estimasi

pada beberapa koefisien regres logistik sekaligus.

Prosedur pemodelan meliputi; melakukan anlisis bivariat dan

seleksi kandidat, pmodelan multivariat, dan pemodelan akhir. Penjelasan

setiap tahapan tersebut sebagai berikut:

1) Seleksi kandidat variabel independen

Tahap awal dalam analisis multivariat dengan melakukan seleksi

kandidat variabel independen dengan uji bivariat kemudian

dimasukan kedalam model untuk dilanjutkandalam analisis

multivariat. Masing-masingvariabel independen dilakukan analisis

multivariat dengan variable dependen. Variabel yang pada saat

dilakukan uji memiliki P< 0.25 dan mempunyai kemaknaan secara

Page 68: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxviii

substansi dapat dijadikan sebagai kandidat yang akan dimasukkan

kedalam model multivariat. Sedangkan juka analisis bivariat

menghasilkan P> 0.25 namun secara substansi penting,maka variabel

tersebut dapat dimasukkan dalam model multivariat. Teknik

pemilihan kandidat dalam analisis ini menggunakan

metoda”beckward selection”, yaitu memasukkan seluruh variabel

hasil bivariat kedalam model berdasarkan kriteria kemaknaan

statistik P< 0.25 (Hastono, 2007).

2) Pemodelan multivariat

Pada tahap ini dilakukan pemilihan variabel yang dianggap penting

untuk masuk dalam model, dengan cara mempertahankan variabel

yang mempunyai P<0.05 dan mengeluarkan variabel yang P>0.05.

Pengeluaran variabel tidak dilakukan serentak pada variabel dengan

P>0.05, namun dilakukan bertahap dimulai dari variabel yang

mempunyai P terbesar (Hastono, 2007).

Pengeluaran model dilakuakn secara bertahapdengan tujuan melihat

perubahan Odds Ratio (OR) pada masing-masing variabel. Biala

hasil perbandingan OR terlihat tidak ada yang >10% dengan

demikian variabel dapat dikeluarkan dalam model. Namun bila pada

analisis perbandingan OR, ternyata ada variabel dengan perubahan

OR >10%, dengan demikian variabel yang awalnya dikeluarkan

harus dimasukkan kembali kedalam model (Hastono, 2007).

3) Uji interaksi

Page 69: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxix

Uji interaksi dilakukan pada variabel yang diduga pada substansi ada

interaksi, kalau memang tidak ada, tidak perlu dilakukan uji interaksi

(Hastono, 2007).

4) Uji confounding

Uji confounding dilakukan dengan cara melihat perbedaan nilai OR

untuk variabel utama dengan dikeluarkannya variabel confounding.

Bila perubahannya >10%, maka variabel tersebutdianggap sebagai

variabel confounding dan dipertahankan dalam yaitu model

multivariat

5) Pemodelan akhir

Pemodelan akhir dilakuakn berdasarkan hasil analisis multivariat

untuk melihat variabel nama yang paling dominan. Inteprestasi

dalam penelitian ini, yaitu penelitian cross sectional, dilakukan untuk

menjelaskan nilai OR pada masing-masing variabel (Hastono, 2007).

F. Etika Penelitian

Aspek etik yang dijalankan dalam penelitian ini memperhatikan aspek

autonomy, confidentiality, nonmaleficence, beneficence, dan justice (polit & beck,

2006: Polit dan hungler, 1999). Prinsip - prinsip etik tersebut dijaga dalam

penelitian dengan cara sebagai berikut.

1. Autonomy

Penelitian memfasilitasi subyek peelitian untuk mengambil keputusan

sendiri dalam menentukan apakah bersedia atau tidak untuk terlibat dalam

penelitin ini sebagai responden tanpa paksaan. Hal ini dilakukan dengan cara

Page 70: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxx

memberikan penjelasan penelitian secara tertulis. Penjeasan penelitian meliputi

tujuan, manfaat serta prinsip keikutsertaan secara sukarela. Subyek penelitian

diberi kebebasan untuk mengundurkan diri saat penelitian tanpa sanksi apapun.

Perawat pelaksanaanmenyatakan kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian

dengan menandatangani lembar informed consent.

2. Confidentiality

Peneliti menjamin kerahasiaan penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara

tidak meminta subyek peneliti menyebutkan nama dalam pengisian koesioner

dan koesioner dibalikkan pada tempat khusus yang telah disediakan peneliti

dalam amplop tertutup di setiap nurse station ruangan.

3. Nonmaleficence

Penelitian mengupayakan agar subjek peneliti bebas dari rasa tidak

nyaman. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan penjelasan penelitian

secara tertulis bahwa subyek penelitian di jamin bebas dari resiko karena

penelitian ini bersifat noneksperimental serta tidak akan mempengaruhi

penilaian kinerja oleh pimpinan rumah sakit. Selain itu, pertnyaan yang

diajukan dalam koesioner penelitian tidak banyak sehingga diyakini tidak

memakan waktu yang lama. Berdasarkan uji instrumen, waktu pengisian

koesioner 15-20 menit

4. Beneficence

Hasil penelitian memiliki konstribusi unuk bidang manajemen rumah

sakit dan perawat yang dalam hal ini menjadi subyek penelitian. Hasil

penelitian menjadi masukan dalam optimalisasi caring perawat oleh manajer

Page 71: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxi

rumah sakit serta manajer keperawatan. Bila pihak manajemen mampu

meningkatkan caring perawat akan berdampak pada kepuasaan pasien dan

meningkatkan BOR rumah sakit.

5. Justice

Peneliti memperlakukan perawat sama, tanpa diskriminasi pada saat

memilih subyek peelitian. Penelitian menggunakan total populasi, sehingga

semua perawat memang mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut atau

tidak ikut berpartisipasi dalam penelitian.

Page 72: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxii

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran

mengenai karakteristik responden sebagaimana disajikan

berikut.

Tabel 5.1 Karakateristik Responden

No. Karakteristk Responden RSI Faisal Total

n % n %

1 Usia a. < 25 b. 25 – 40 c. > 40 tahun Jumlah

21 28 8 57

36,8 49,1 14 100,0

21 28 8 57

36,8 49,1 14 100,0

2 Jenis Kelamin a. Perempuan b. Laki-laki Jumlah

35 22 78

61,4 38,6 100,0

35 22 149

61,4 38,6 100,0

3 Pendidikan a. Diploma (III) b. S1Keperawatan Jumlah

45 12 57

78,9 21,1 100,0

45 12 57

78,9 21,1 100,0

4 Status Perkawinan a. Kawin b. Belum kawin

Jumlah

23 34 57

40,4 59,6 100,0

23 34 57

40,4 59,6 100,0

5 Masa kerja a. < 5 tahun b. ≥ 5 tahun Jumlah

29 28 57

50,9 49,1 100,0

29 28 149

50,9 49,1 100,0

7 Penghasilan (bulan) a. ≤ Rp.3 juta b. >Rp. 3 juta – Rp.5

juta c. < 1 juta Jumlah

22 7 11

19,3 12,3 19,3

22 7 11

19,3 12,3 19,3

Page 73: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxiii

57 100,0 57 100,0

8 Status Kepegawaian a. Pegawai tetap b. Honorer/sukarela c. Tenaga outsourcing Jumlah

37 11 9 57

64,9 19,3 15,8 100,0

37 11 9 57

64,9 19,3 15,8 100,0

Secara keseluruhan dari data pada Tabel 5.1.

menunjukkan karakteristik responden, umur responden pada

rumah sakit islam Faisal

49,1% berada pada usia dewasa awal, tingkat pendidikan

responden 78,9% diploma dan 21,1% pendidikan S1. Masa

kerja perawat RSI Faisal di atas 5 tahun sebesar 50,9% dan

kurang dari 5 tahun sebesar 49,1%. Status kepegawaian

responden, perawat yang berstatus honorer/sukarela diRSI

Faisal 19,3%, outsourching 15,8%, dan pegawai tetap

sebanyak 64,9%.

b. Budaya Organisasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSI Islam

Makassar diperoleh gambaran mengenai budaya organisasi

sebagaimana yang disajikan berikut:

Tabel 5.2.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Struktur

Organisasi RSI Islam Faisal (N=66)

Struktur organisasi f (%)

Baik 57 100

Kurang

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Page 74: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxiv

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 57 responden (100 %) yang mempersepsikan Struktur

organisasi .

Tabel 5.3.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Desain pekerjaan

RSI Islam Faisal (N=57)

Desain pekerjaan f (%)

Baik 49 86

Kurang 8 14

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.3. didapatkan hasil di RSI Faisal Makassar,

.49.% perawat mempersepsikan Desain pekerjaan yang baik

dan 14 % yag mempersepsikan kurang.

Tabel 5.4.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kepemimpinan

RSI Islam Faisal (N=57)

Kepemimpinan f (%)

Baik 54 94,7

Kurang 3 5,3

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.4. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 54 responden (94,7) yang mempersepsikan

Kepemimpinan yang baik dan 3 (5,3%) Responden yang

mempersepsikan kepemimpinan kurang

Page 75: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxv

Tabel 5.5.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Komunikasi RSI

Islam Faisal (N=57)

Komunikasi f (%)

Baik 42 73,7

Kurang 15 26,3

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.5. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 42 responden (73,7%) yang mempersepsikan

Kepemimpinan yang baik dan 15 (26,3%) Responden yang

mempersepsikan kepemimpinan kurang.

Tabel 5.6.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Reward RSI

Islam Faisal (N=57)

Reward f (%)

Baik 51 89,5

Kurang 6 10,5

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.6. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 51 responden (89,5) yang mempersepsikan reward

yang baik dan 6 (10,5%) Responden yang mempersepsikan

reward yang kurang kurang.

Page 76: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxvi

Tabel 5.7.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pengambilan

keputusan RSI Islam Faisal (N=57)

Pengambilan keputusan f (%)

Baik 52 91,2

Kurang 5 8,8

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.7. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 52 responden (91,2 %) yang mempersepsikan

Pengambilan keputusan yang baik dan 5 (8,8 %) Responden

yang mempersepsikan pengambilan keputusan kurang,

c. Perilaku Caring

Berdasarkan hasil penelitian di RSI Faisal Makassar

diperoleh gambaran mengenai Perilaku caring perawat

sebagaimana disajikan berikut:

Tabel 5.8.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kesiapan dan

kesediaan RSI Islam Faisal (N=57)

Kesiapan dan kesediaan f (%)

Baik 40 70,2

Kurang 17 29,8

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Page 77: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxvii

Pada tabel 5.8. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 40 responden (91,2 %) yang mempersepsikan

kesiapan dan kesediaan yang baik dan 17 (29,8%) Responden

yang mempersepsikan kesiapan dan kesediaan kurang,

Tabel 5.9

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Penjelasan dan

fasilitas RSI Islam Faisal (N=57)

Penjelasan dan fasilitas f (%)

Baik 52 91,2

Kurang 5 8,8

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.9. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 52 responden (91,2 %) yang mempersepsikan

Penjelasan dan fasilitas yang baik dan 5 (8,8%) Responden

yang mempersepsikan penjelasan dan fasilitas kurang,

Tabel 5.10.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Kenyamanan

diRSI Islam Faisal (N=57)

Kenyamanan f (%)

Baik 54 94,7

Kurang 3 5,3

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.10. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 54 responden (94,7 %) yang mempersepsikan

Page 78: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxviii

Kenyamanan yang baik dan 3 (5,3 %) Responden yang

mempersepsikan Kenyamanan kurang,

Tabel 5.11.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Hubungan

saling percaya RSI Islam Faisal (N=57)

Hubungan saling percaya f (%)

Baik 51 89,5

Kurang 6 10,5

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.11. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 51 responden (89,5%) yang mempersepsikan

Hubungan saling percaya yang baik dan 6 (10,5 %)

Responden yang mempersepsikan Hubungan saling percaya

kurang,

Tabel 5.12.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Tindakan

antiseptik RSI Islam Faisal (N=57)

Tindakan antiseptik f (%)

Baik 48 84,2

Kurang 9 15,8

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.12. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 48 responden (84,2%) yang mempersepsikan

Page 79: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxix

Tindakan antiseptik yang baik dan 9 (15,8%) Responden yang

mempersepsikan Tindakan antiseptik kurang

Tabel 5.13.

Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Monitoring

dan follow up RSI Islam Faisal (N=57)

Monitoring/followup f (%)

Baik 48 84,2

Kurang 9 15,8

Jumlah 57 100

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 5.13. menunjukkan bahwa dari 57 Responden

terdapat 48 responden (84,2%) yang mempersepsikan

Monitoring/followup yang baik dan 9 (15,8%) Responden yang

mempersepsikan Monitoring/followup kurang.

d. Obsevasi Perilaku caring perawat diRSI Faisal

Berdasarkan hasil dari obeservasi terhadap

pelaksanaan perilaku caring yang dilakukan oleh perawat di

RSI Faisal Makassar, diperoleh gambaran penerapan perilaku

caring pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh

perawat di RSI Faisal Makassar dengan hasil 55,3 %. Hal ini

menunjukkan bahwa pelaksanaan perilaku caring di RSI Faisal

Makassar dikategorikan masih kurang.

Page 80: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxx

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada

hubungan yang bermakna antara dua variabel utamanya adalah

variabel independen dengan dependen. Variabel independen

meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan,

komunikasi, reward, dan pengambilan keputusan, sedangkan

variabel dependennya adalah penerapan perilaku caring perawat.

Semua variabel yang dianalisis semuanya merupakan variabel

ordinal.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan budaya

organisasi, dengan perilaku caring. Uji statistic yang digunakan

adalah uji uji Chi Square.

a. Hubungan struktur organisasi dengan perilaku caring

perawat

Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan

struktur organisasi dengan penerapan perilaku caring maka

didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut ;

a) Hubungan Stuktur Organisasi dengan Perilaku caring di RSI

Islam Faisal Makassar

Tabel 5.15.

Hubungan Struktur budaya organisasi dengan perilaku

caring di RSI Faisal Makassar

Struktur

orgnisasi

Perilaku caring Total v

alue

OR (95% CI)

Baik Kurang

n % n % n %

Page 81: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxi

n % n % n %

Baik 2

52

9

91,2

5

5

5

8,8

3

57

1

100 0

Kurang 8 2 3

Jumlah 3

52

5

91,2

3

5

8

8,8

6

57

1

100

Sumber : Data Primer 2013

Tabel 5.15. menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 52 (91,2%) mempersepsikan struktur

organisasi baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan

sebagian kecil yaitu sebanyak 5 (8,8%) mempersepsikan

struktur organisasi kurang memiliki perilaku caring baik.

b. Hubungan Desain pekerjaan dengan perilaku caring

Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan

desain pekerjaan dengan penerapan perilaku caring perawat

maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:

Tabel 5.16.

Hubungan Desain pekerjaan dengan perilaku caring

di RSI Faisal Makassar

Desain

pekerjaan

Perilaku caring Total

v

alue

OR (95% CI)

Kurang baik

n

n

%

%

n

n

%

%

n

n

%

%

Kurang 2

1

1

12,5

5

7

8

87,5

3

8

1

100 0

1,000

8

(

0,156-

16,543 baik

7

4

8

8,2

1

45

9

91,8

4

49

1

100

Jumlah 3 8 3 8 6 1

Page 82: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxii

5 8,8 52 91,2 57 100

Tabel 5.16. menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 45 (91,8%) dengan desain pekerjaan

yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian

kecil yaitu sebanyak 4 (8,2%) dengan desain pekerjaan kurang

memiliki perilaku caring baik.

Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th

continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku

caring perawat (ρ value= 1,000 < α value).

Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar

1,607 dengan Confidence Interval (95%) : 0,156-16,543

menunjukkan bahwa dengan desain pekerjaan yang baik,

perawat dengan perilaku caring mempunyai peluang 1,6 kali

memiliki perilaku caring yang baik.

c. Hubungan Kepemimpinan dengan perilaku caring

Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan

kepemimpinan dengan penerapan perilaku caring perawat

maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:

Tabel 5.17.

Hubungan Kepemimpinan dengan perilaku caring

di RSI Faisal Makassar

Kepemimpinan Perilaku caring

Total v

alue O

R Kurang baik

Page 83: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxiii

n

n

%

%

n

n

%

%

n

n

%

%

(95% CI)

Kurang 2

1

3

33,3

5

2

6

66,7

3

3

1

100 0

0,108

8

0

0,746-

33,494 baik

7

4

7

7,4

1

50

9

91,8

4

92,6

1

100

Jumlah 3

5

8

8,8

3

52

8

91,2

6

57

1

100

Tabel 5.17. menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 45 (91,8%) dengan desain pekerjaan

yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian

kecil yaitu sebanyak 4 (8,2%) dengan desain pekerjaan kurang

memiliki perilaku caring baik.

Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th

continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku

caring perawat (ρ value= 1,000 < α value).

Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar

1,607 dengan Confidence Interval (95%) : 0,156-16,543

menunjukkan bahwa dengan desain pekerjaan yang baik,

perawat dengan perilaku caring mempunyai peluang 1,6 kali

memiliki perilaku caring yang baik..

d. Hubungan Komunikasi dengan perilaku caring

Page 84: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxiv

Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan

kepemimpinan dengan penerapan perilaku caring perawat

maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut

Tabel 5.18.

Hubungan Komunikasi dengan perilaku caring

di RSI Faisal Makassar

Komunikasi

Perilaku caring Total

v

alue

OR (95% CI)

Kurang baik

n

n

%

%

n

n

%

%

n

n

%

%

Kurang 2

3

2

20

5

12

8

80

3

15

1

100 0

0,108

8

0

0,746-

33,494 baik

7

2

4

4,8

1

40

4

95,2

4

42

1

100

Jumlah 3

5

8

8,8

3

52

8

91,2

6

57

1

100

Tabel 5.18. menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 40 (92,1%) dengan komunikasi

yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian

kecil yaitu sebanyak 3 (20 %) dengan komunikasi kurang

memiliki perilaku caring baik.

Page 85: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxv

Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th

continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

signifikan antara Komunikasi responden dengan Perilaku caring

perawat (ρ value= 1,000 < α value).

Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar

5,000 dengan Confidence Interval (95%) : 0,746-33,494

menunjukkan bahwa dengan komunikasi yang baik, perawat

dengan perilaku caring mempunyai peluang 5 kali memiliki

perilaku caring yang baik..

e. Hubungan Reward dengan perilaku caring

Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan

komunikasi dengan penerapan perilaku caring perawat maka

didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:

Tabel 5.19.

Hubungan Reward dengan perilaku caring

di RSI Faisal Makassar

Reward

Perilaku caring Total

v

alue

OR (95% CI)

Kurang baik

n

n

%

%

n

n

%

%

n

n

%

%

Kurang 2

2

2

33,3

5

4

8

66,7

3

6

1

100 0

0,81

8

1

1,020-

62,737 baik

7

3

4

5,9

1

48

4

94,1

4

51

1

100

Jumlah 3 8 3 8 6 1

Page 86: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxvi

5 8,8 52 91,2 57 100

Tabel 5.19. menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 40 (92,1%) dengan Reward yang

baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan sebagian kecil

yaitu sebanyak 2 (33,3 %) dengan reward kurang memiliki

perilaku caring baik.

Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th

continuity correction diperoleh nilai ρ = 1,000 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku

caring perawat (ρ value= 1,000 < α value).

Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar,

8,000 dengan Confidence Interval (95%), 1.020- 62,737

menunjukkan bahwa dengan reward yang baik, perawat

dengan perilaku caring mempunyai peluang 8 kali memiliki

perilaku caring yang baik..

f. Hubungan Pengambilan keputuasn dengan perilaku caring

Dari Hasil penelitian setelah dilakukan uji hubungan

pengambilan keputusan dengan penerapan perilaku caring

perawat maka didapatkan hasil sebagaimana disajikan berikut:

Tabel 5.20.

Hubungan Pengambilan keputusan dengan perilaku caring

di RSI Faisal Makassar

Reward Perilaku caring Total v O

Page 87: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxvii

kurang baik Value R (95% CI)

n

n

%

%

n

n

%

%

n

n

%

%

Kurang 2

1

2

20,

5

4

8

80

3

5

1

100 0

0,379

8

0

0.268-

33,639 baik

7

4

7

7,7

1

48

9

92,3

4

52

1

100

Jumlah 3

5

8

8,8

3

52

8

91,2

6

57

1

100

Tabel 5.20. menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 48 (92,3 %) dengan Pengambilan

keputusan yang baik memiliki perilaku caring baik, sedangkan

sebagian kecil yaitu sebanyak 1 (20 %) dengan Pengambilan

keputusan kurang memiliki perilaku caring baik.

Hasil uji statistic menggunakan chi sguare test th

continuity correction diperoleh nilai ρ = 0,010 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

signifikan antara Desain pekerjaan responden dengan Perilaku

caring perawat (ρ value= 0,010< α value).

Pada penelitian diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar,

0,863 dengan Confidence Interval (95%) : 0,268-33,639

menunjukkan bahwa dengan pengambilan keputusan yang

baik, perawat dengan perilaku caring mempunyai peluang 863

kali memiliki perilaku caring yang baik..

B. PEMBAHASAN

Page 88: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxviii

1. Hubungan Struktur Organisasi dengan perilaku caring

Gambaran struktur organisasi berdasarkan analisis Bivariat

didapatkan struktur organisasi di RSI Faisal Makassar 100% baik

Menurut Davis (dalam Lako, 2004: 29) budaya organisasi

merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami,

dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut

memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku

dalam organisasi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005:

113) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah

seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai, dan norma

yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman

tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah

adaptasi eksternal dan internal

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perawat di RSI Faisal

Makassar.Mempersepsikan budaya organisasi yang baik, hal ini

terkait dengan karakteristik responden Rumah sakit islam Faisal

yang pendidikannya sudah tidak ada lagi yang pendidikannya SPK,

sehingga menjadi salah satu indikator budaya organisasi yang

sangat penting dalam mendukung perilaku caring perawat. (tabel

5.1), ( lampiran 3A dan 3B).

Senada dengan hasil penelitian Riska (2007), .budaya

organisasi yang berfungsi sebagai kekuatan, penggerak dalam

Page 89: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

lxxxix

pencapaian tujuan, dan pembeda antara organisasi yang satu

dengan yang lainnya. Apabila sebuah organisasi memiliki anggota

atau pegawai yang masih aktif, maka dapat diindikasikan sebagai

bukti bahwa organisasi tersebut telah mampu dan sukses dalam

memfungsikan budaya organisasi sebagai perekat di dalam

kegiatan organisasi setiap harinya serta sebagai pengikat

kekompakan antara individu dalam organisasi.begitupun dengan

pendapat yang lain struktur organisasi sebagai suatu sistem makna

bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan

organisasi tersebut dengan organisasi lainnya (Robbin

2006),sedangkan budaya organisasi menurut Barry Cushway dan

derek lodge dalam Nawawi, 2003 menyatakan suatu proses

kepercayaan dan nilai- nilai yang menjadi falsafah utama yang

dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan

kegiatan organisasi

Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.15, tidak

ada hubungan antara Struktur Organisasi dengan perilaku caring

perawat diRSI Faisal Makassar.

Kondisi tidak adanya hubungan struktur organisasi dengan

perilaku caring di RSI Faisal Makassar, tidak sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Kreitner & Kinicki (2010) budaya

organisasi yang kuat menciptakan kesamaan tujuan, motivasi

karyawan, dan struktur organisasi untuk membentuk perilaku yang

Page 90: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xc

dibutuhkan dalam meningkatkan prestasi kerja organisasi yang

berdampak pada kinerja anggota organisasi.

Semestinya struktur organisasi di RSI Faisal Makassar

berhubungan langsung dengan perilaku caring perawat .Kualitas

atau hasil Perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar tidak

sesuai berhubungan dengan faktor lain.

Perbedaan hasil penelitian antara apa yang telah diteliti oleh

penulis dengan apa yang ada di teori disebabkan karena adanya

faktor lain yang tidak diperhatikan dan dipertimbangkan oleh

penulis, seperti tidak memperhatikan susunan struktur organisasi

yang ada di rumah sakit islam faisal dan pelatihan-pelatihan guna

meningkatkan perilaku caring perawat di dalam memberikan

pelayanan kepada pasien.

2. Hubungan Desain pekerjaan dengan perilaku caring

Gambaran Desain pekerjaan berdasarkan analisis Bivariat

didapatkan Desain pekerjaan dengan perilaku caring baik 91,2%

dan desain pekerjaan dengan perilaku caring kurang 8,8% di RSI

Faisal Makassar.

Menurut Handoko(2001) desain pekerjaan berfungsi untuk

penetapan kegiatan kerja seorang individu dalam kelompok

karyawan secara organisasional yang bertujuan untuk mengatur

penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan

organisasi, teknologi, dan keprilakuan.

Page 91: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xci

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Simamora (2001) yang

menyatakan bahwa Desain pekerjaan merupakan proses

penentuan tugas- tugas

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pera yang akan

dilaksanakan, metode – metode yang digunakan untuk

melaksanakan tugas-tugas dan bagaimana pekerjaan tersebut

berkaitan dengan pekerjaan lainnya didalam organisasi dalam

mendukung perilaku caring perawat.

Senada dengan hasil penelitian Dwi Basmala & Wika

Adisasmit (2005) desain pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap

kepuasan kerja perawat.

Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.16, tidak

ada hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku caring RSI

Faisal Makassar.

Kondisi tidak adanya hubungan desain pekerjaan dengan

perilaku caring di RSI Faisal Makassar, tidak sesuai dengan

pendapat yang dikemukakan oleh Gillies ( 2000) bahwa desain

pekerjaan merupakan faktor- faktor yang berhubungan dengan isi

pekerjaan atau yang biasa disebut motivator factor,bila mana hal ini

dipenuhi akan menimbulkan kepuasan kerja. Oleh karenanya

dikatakan faktor motivator seseorang dalam melakukan suatu

pekerjaan berada pada pekerjaan itu sendiri, dan apabila tidak

dipenuhi akan menimbulkan ketidak puasan kerja.

Page 92: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xcii

Faktor- faktor yang dimaksud adalah wewenang/otonomi,

pengakuan, kesempatan berkarir, penghargaan, beban kerja,

lingkungan pekerjaan merupakan faktor yang di perlukan untuk

mempertahankan tingkat kepuasan perawat.

Faktor- faktor tersebut sangat berkaitan erat dengan kebijakan

organisasi, Hubungan dengan atasan langsung, Hubungan dengan

rekan kerja, Imbalan, kaulitas atasan langsung. Bila faktor tersebut

dipenuhi tidak akan menimbulkan ketidakpuasan perawat.

Semestinya desain pekerjaan di RSI Faisal Makassar

berhubungan langsung dengan perilaku caring perawat .Kualitas

atau hasil Perilaku caring perawat di RSI Faisal Makassar tidak

sesuai mungkin berhubungan dengan faktor lain.

Perbedaan hasil penelitian antara apa yang telah diteliti oleh

penulis dengan apa yang ada di teori disebabkan karena adanya

faktor lain yang tidak diperhatikan dan dipertimbangkan oleh

penulis, seperti kedisplinan perawat dalam bekerja dan kepatuhan

pada atasan, bekerjasama dengan rekan kerja,dan berusaha

mengembangkan kemampuan dan ketrampilan perawat.

Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti di

ruang perawatan I s/d V RSI Faisal Haji, banyak perawat yang

menunda-nunda pekerjaan dan masih adanya perawat yang terlihat

santai pada saat jam kerja. Sehingga pendapat peneliti

berdasarkan obeservasi dan wawancara perawat yang bertugas di

Page 93: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xciii

ruang perawatan yang menjadi tempat penelitian, disebabkan

perawat merasa perilaku caring bukan sebagai bagian dari

tanggung jawab, melainkan hanya sebagai rutinitas dari pekerjaan.

Asumsi peneliti menyimpulkan bahwa pekerjaan sebagai

perawat memerlukan perilaku caring perawat yang baik dari setiap

perawat yang bertugas sehingga perilaku caring itu menjadi

tnggungjawab untuk semua perawat yang bertugas di ruang

perawatan.

3. Hubungan Kepimpinan dengn perilaku caring perawat.

Gambaran Kepemimpinan berdasarkan analisis Bivariat

didapatkan Kepemimpinan dengan perilaku caring baik 91,2% dan

Kepemimpinan dengan perilaku caring kurang 8,8% di RSI Faisal

Makassar.

Menurut Terry (1977) bahwa kepemimpinan adalah hubungan

yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki oleh seseorang

terhadap orang lain sehingga orang tersebut secara sukarela mau

dan bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diingikan.

Rivai (2008), berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu

proses mempengaruhi atau memberikan contoh dari pimpinan

kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan merupakan elemen yang penting dalam suatu

organisasi baik formal maupun non-formal.. Peran kepemimpinan

sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam

Page 94: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xciv

memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai

tujuan kelompok.

Umairi (2009), menjelaskan bahwa fungsi kepemimpinan

berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan

kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa

setiap pemimpin berada dalam situasi itu dan bukan diluar.

Dalam kepemimpinan, motivasi merupakan hal penting

dipahami oleh seorang pemimpin. Menurut Siagian (1999), manajer

perlu memahami orang—orang berperilaku tertentu agar dapat

mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan

organisasi. Motivasi adalah subjek membingungkan, karena motif

tidak dapat diamati atau diukur secara tidak langsung, tetapi harus

disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Karolin (2000)

yang mengemukakan bahwa kepemimpinan kepala puskesmas

sangat berperan dalam pelaksanaan program gizi di puskesmas

Kota Bogor. Juga penelitian Adiono (2002) mendapatkan bahwa

perawat yang mempersepsikan kepemimpinan atasannya baik

memiliki peluang untuk mempunyai kinerja baik sebesar 4,3 kali

dibandingkan dengan perawat yang mempersepsikan

kepemimpinan atasannya kurang baik.

Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.17, tidak

ada hubungan antara Kepemimpinan dengan perilaku caring RSI

Page 95: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xcv

Faisal Makassar. Kondisi tidak adanya hubungan Kepemimpinan

dengan perilaku caring di RSI Faisal Makassar, tidak sesuai

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gibson (2000),

mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses

membujuk (inducing) orang lain untuk mengambil langkah menuju

sasaran bersama.

Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian yang dilakukan

Ayubi (2006) yang menemukan bahwa kepemimpinan

transformasional yang kuat mempengaruhi kinerja program

imunisasi menjadi lebih baik meskipun dalam keterbatasan biaya.

Sedangkan Purwanti (2008) dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa kepemimpinan kepala puskesmas merupakan variabel yang

berhubungan secara statistik dengan kinerja petugas gizi

puskesmas. Widyatmini (2008) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa kepemimpinan sangat signifikan

mempengaruhi kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kota Depok.

Pemimpin adalah faktor penentu dalam sukses atau gagalnya

suatu organisasi termasuk disini dalam hal kinerja perawat dirumah

sakit . Kepemimpinan yang baik mampu mengelola organisasinya,

menganalisa perubahan, mengetahui kelemahan-kelemahan dan

sanggup membawa organisasi kepada sasaran yang telah

diprogramkan.

Page 96: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xcvi

Tidak dapat disangkal bahwa keberhasilan suatu organisasi

baik sebagai keseluruhan maupun sebagai kelompok dalam suatu

organisasi tertentu, sangat tergantung pada mutu kepemimpinan

yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Bahkan jika

dapat diterima sebagai suatu kebenaran bahwa kepemimpinan

memainkan peranan yang sangat dominan dalam mencapai

keberhasilan organisasi dalam rumah sakit.. Dengan demikian,

kepemimpinan dapat memberikan sumbangan pada produktifitas

kinerja perawat dirumah sakit, dengan menciptakan iklim kerja yang

seimbang dengan kebutuhan psikologis sehingga pada akhirnya

mereka dengan senang hati akan melibatkan diri dalam

menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang diprogramkan.

Dalam melaksanakan perilaku caring perawat membutuhkan

dukungan dari pimpinannya. Jika pimpinannya menganggap bahwa

perilaku caring hal yang penting dalam peningkatan mutu

pelayanan keperawatan di rumah sakit. Dengan kewenangan yang

dimiliki, pimpinan akan menggali semua sumber daya yang ada di

rumah sakit untuk pelaksanaan perilaku caring perawat yang baik

didalam meningkatkan pelayanan keperawatan.

4. Hubungan Komunikasi dengan perilaku caring

Gambaran Komunikasi berdasarkan analisis Bivariat

didapatkan komunikasi dengan perilaku caring baik 91,2% dan

Page 97: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xcvii

Kepemimpinan dengan perilaku caring kurang 8,8% di RSI Faisal

Makassar di RSI Faisal Makassar

Komunikasi adalah sebagai proses penyampaian informasi

atas pengiriman pesan kepada penerima informasi. Dengan

demikian penerimaan informasi harus memahami informasi yang

diterimanya, sebaliknya apabila penerima informasi tidak

memahami informasi yang diberikan oleh pemberi informasi berarti

tidak terjadi komunikasi yang efektif yang pada akhirnya dapat

menimbulkan suatu konflik. Komunikasi berfungsi sebagai

pengendali perilaku anggota.Fungsi ini berjalan ketika perawat

diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan

pelaksanaan tugas kewajiban perawat didalam organisasi.Perawat

juga akan termotivasi dalam meningkatkan kinerja,jika perawatnya

diberikan informasi tentang seberapa baik hasil kerja dan cara

meningkatkan kinerjanya (sully & Dallas,2005).

Sedangkan menurut Potter & Perry,(2005).menyatakan dalam

berkomunikasi dengan orang lain,terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi komunikasi.Faktor-faktor yang mempengaruhi

komunikasi antara lain,perkembangan,persepsi,nilai,emosi, latar

balakang sosiokultir,gender,peran dan hubungan,dan faktor

psikologi dan sosial.Faktor tersebut akan mempengaruhi isi dan

pesan dan cara bagaiman pesan itu disampaikan, Pemahaman

terhadap faktor- faktor ini akan membantu perawat untuk

Page 98: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xcviii

mengetahui alasan klien jik memiliki kesulitan berkomunikasi dan

stragtegi yang dibutuhkan untuk membantu klien.

Dilihat dari pengaruhnya terhadap kehidupan sosial,

komunikasi merupakan esensi yang sangat penting dari system

sosial dalam organisasi. Komunikasi dipandang sebagai suatu

proses, ada tiga elemen pokok yang saling berkaitan terdapat pada

setiap terjadinya komunikasi yaitu sumber berita, pesan dan

penerima berita. Apabila salah satu dari tiga elemen tersebut tidak

ada berarti komunikasi tidak akan terjadi (Notoadmodjo, 2007a).

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perawat di RSI Faisal

Makassar.Mempersepsikan Komunikasi yang baik,dan tidak

berhubungan dengan perilaku caring perawat. yaitu (tabel 5.18 )

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Manurung (2004) tentang hubungan karakterisrik

individu perawat dan organisasi dengan penerapan komunikasi

teraupetik di ruang rawat inap Perjan Rumah sakit Persahabatan

Jakarta,yang menunjukkan bahwa penerapan komunikasi

teraupetik masih relatif kurang yaitu 46,3 %,selain itu penelitian

yang serupa dilakukan oleh Yahya (2004), dirumah sakit Sumber

Waras Jakarta yang menunjukkan bahwa komunikasi perawat –

klien sudah dijalankan dengan baik, namun msih perlu adanya

peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berkomunikasi dengan

klien.

Page 99: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

xcix

Menurut Caris-Verhallen,de Guijter dan Kerkstr (1999)

menyatakan jeleknya komunikasi dalam praktek keperawatan

merupakan sumber ketidakpuasan pasien,Hal ini terkait dengan

penelitian sebelumnya bahwa buruknya ketrampilan komunikasi

teraupetik merupakan hal yang biasa terjadi dalam praktek

keperawatan sehari- hari.( Dennison,1995).

Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti di

ruang perawatan I s/d V RSI Faisal Haji, banyak perawat yang

belum melaksanakan komunikasi teraupetik baik itu dengan pasein

maupun dengan keluarga pasien.

Asumsi peneliti menyimpulkan bahwa perawat harus

menyadari bahwa komunikasi teraupetik itu merupakan elemen

yang sangat penting sehingga harus ditampilkan oleh perawat

selama terjadi iteraksi dengan klien dan keluarga klien, guna

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan menuju

profesionalisme keperawatan.

5. Hubungan Reward dengan perilaku caring

Gambaran Reward berdasarkan analisis Bivariat didapatkan

Reward dengan perilaku caring baik 91,2% dan Reward dengan

perilaku caring kurang 8,8% di RSI Faisal Makassar di RSI Faisal

Makassar.

Reward menurut Wetson,IvonPalvow, dkk (1998 ) menyatakan

bahwa reward merupakan suatu respon terhadap tingkah laku yang

Page 100: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

c

dapat peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku

tersebut.Jadi reward dapat disimpulkan sebagai suatu cara yang

digunakan untuk seseorang dalam memberikan suatu penghargaan

kepada seseorang karena sudah mengerjakkan suatu hal yang

benar, sehingga seseorang tersebut bisa semangat lagi dalam

mengerjakkan tugas tersebut.

Rumah sakit menggunkan Reward (imbalan) sebagai suatu

sistem balas jasa atas hasil kerja perawat.Rumah sakit yang

memiliki sistem reward yang didasarkan pada intangible

performance,menciptakan budaya organisasi yang berorientasi

pada hasil balas jasa berorientasi pada target pencapaian

(,2011).Dimensi ini dilihat dari perilaku apa yang mendapatkan

imbalan, tipe imbalan yang digunakan,apakah secara peribadi atau

kelompok,apakah semua karyawan mendapatkan bonus,kriteria

apa yang digunakan untuk menilai kemajuan perawat

Sedangkan menurut Robins &Judge (2008) menekankan jika

manajemen mengingikan perawat memberikan pelayanan yang

bagus,perawat harus diberikan imbalan yang layak.Pemberian

imbalan tidak selalu dalam bentuk uang sebab bentuk materi akan

sampai pada titik jenuh.Manajer keperawatan harus memperhatikan

pemberian imbalan non materil misalnya suasana kerja yang

kondusif, kesempatan pengembangan kreativitas.syarat kerja yang

tidak terlalu ketat dan kondisi kerja yang lebih manusia.Pemberian

Page 101: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

ci

imbalan yang lebih efektif oleh manajer akan meningkatkan

produktifitas kerja perawat (Anoraga,1995).

Penelitian yang dilakukan pada RSI Faisal Makassar pada

tabel 5.19, .menyatakan tidak ada hubungan antara reward dengan

prilaku caring perawat.sementara pada karakteristik responden ada

.78,9 % yang pendidikannya DIII Keperawatan dibandingkan S1

keperawatan yang hanya .21,1%. .Perbedaan hasil penelitian

antara apa yang telah diteliti oleh penulis dengan apa yang ada di

teori disebabkan karena adanya faktor lain yang tidak diperhatikan

dan dipertimbangkan oleh penulis, seperti Kinerja dan motivasi

perawat serta survei kepuasan perawat didalam memberikan

pelayanan keperawatan.

Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti RSI

Faisal, didapati kalau di ruangan diruangan ada perawat yang judes

sama sama pasien,dan ada perawat yang suka marah dan malas/

tidak segera memberikan pelayanan keperawatan pada pasien

pada saat pasien membutuhkan perawatan.

Senada dengan penelitian yang dilkukan oleh suhadi (2005),

dirumah sakit Bahyangkara sumatera (Bengkulu).yang menyatakan

bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat

pelaksana dirumah sakit, tidak terlepas dari adanya kendala

diantara perawat senior yang lebih malas dalam menjalankan

tugasnya, pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien

Page 102: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cii

mulai dari tidak adanya koordinasi yang baik antar perawat, insentif

yang dibedakan berdasarkan status kepegawaian,dan lama

kerja,perawat mulai judes dan cerewet, dalam menjalankan

tugasnya karena kurangnya fasilitas yang memadai.

Hasil penelitian yang tidak sejalan yaitu, penelitian yang

dilakukan oleh Nur Mukarommah dkk (2007), di rumah sakit umum

daerah Pamekasan, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan

antar pendidikan dengan kinerja pegawai,semakin tinggi pendidikan

seseorang maka mempunyai kinerja yang baik. Ini sependapat

dengan Nursalam (2002), semakin tinggi pendidikan sesorang

semakin baik pula kinerja seseorang, perawat dituntut mampu

melakukan komunikasi, aktifdan edukatif.

Dalam teori Malayu S,P. Hasibuan (2000) hal yang

memotivasi semangat seseorang bekerja adalah untuk memenuhi

kebutuhan/kepuasan baik material maupun nonmaterial yang

diperolehnya sebagai imbalan jasa yang diberikannya kepada

perusahaan.apabila material dan non material yang diteriamnya

semakin memuaskan,semangat kerja seseorang akan semakin

meningkat.Sehingga dapat disimpulkan kalau semangat motivasi

pengabdian (deviasi), reward bahkan jiwanya(pengorbanan)

nampak juga berpengaruh terhadap motivasi perawat dalam

bekerja, dengan sendirinya semakin meningkatkan motivasi kerja

Page 103: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

ciii

dari perawat, kinerja perawat akan meningkat sehingga kepuasaan

kerja akan terbentuk dengan sendirinya,

6. Hubungan Pengambilan keputusan dengan perilaku caring

Gambaran pengambilan keputusan berdasarkan analisis

Bivariat didapatkan pengambilan keputusan dengan perilaku caring

baik 92,3 % dan pengambilan keputusan dengan perilaku caring

kurang 7,7 % di RSI Faisal Makassar di RSI Faisal Makassar.

Menurut Herbert A. Simon, ahli manajemen pemenang Nobel

dari Carnegie-Mellon University, keputusan berada pada suatu

rangkaian kesatuan (continuum) dengan keputusan terprogram

pada satu ujungnya dan keputusan tak terprogram pada ujung yang

lain.sejalan dengan pendapat Terry (1977) Pengambilaan

keputusan adalah pilihan alternatif, pilihan dari dua alternatif atau

lebih tindakkan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi dalam organisasi yang di pimpinnya.

Pengambilan keputusan merupakan proses identifikasi

permasalahan dan peluang serta pemecahan masalah.Pelibatan

pihak lain dalam pengambilan keputusan berperan dalam

pembelajaran individu dan organisasi.Individu merasa perusahaan

membutuhkan dirinya,dan nilai ini memotivasi perawat untuk

meningkatkan kinerjanya (Draft,2008).

Pelibatan perawat dalam proses pengambilan keputusan

sangat penting agar mereka merasa dihargai oleh atasan atau

Page 104: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

civ

pimpinan maupun teman sejawat, karena mereka mempunyai

kesempatan untuk mengemukakan ide – ide gan solusi bagi suatu

masalah yang ada di lingkungan unit perawatan.

Senada dengan pendapat Sopiah (2009) bahwa peraturan

dan kebijakan mulai dari level yang tinggi sampai terendah dapat

kondusif bagi perawat untuk meningkatkan kinerja atau

sebaliknya.Peraturan yang bottom up dapat membuat perawat lebih

apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan dan

perawat berkewajiban untuk mentaati aturan- aturan tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan dirumah sakit Islam Faisal

tidak ada hubungan antara pengambilan keputusan dengan

perilaku caring perawat.

Dan berdasarkan hasil observasi peneliti di rumah sakit Islam

Faisal didapati kurangnya perilaku caring perawat salah satunya

disebabkan karena belum adanya peraturan dan kebijakkan

mengenai pelaksanaan caring pada pasien, sehingga disarankan

untuk memasukkan caring perawat pada penilaian kinerja perawat

serta SOP dan SAK sebagai panduan dalam melakukan caring.

Sejalan dengan pendapat Hasibuaan (2001) yang

menyatakan bahwa kepatuhan dalam penerapan SOP pelayanan

keperawatan sebagai kebehasilan pelayanan kesehatan dan

merupakan salah satu sasaran penting dalam manajemen suber

daya manusia. Selain itu menjadi bagiaan dari kecakapan yang

Page 105: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cv

diperoleh perawat yang berhubungan dengan pendidikan yang

dimilikinya dan digunakkan untuk tugasnya pada waktu yang tepat

sesuai dengan ilmu yang diperolehnya.Menurut Sarwono (2004)

bahwa kepatuhan (compliance)adalah taat atau tidak taat perintah

atau keentuaan yang berlaku, dan merupakan titik awal dari sikap

dan perilaku individu,

Asumsi peneliti bahwa perawat masih memiliki inisiatif dan

motivasi yang kurang untuk mengambil suatu keputusan dan

tindakan karena masih selalu merasa takut akan dimarahi oleh

atasan,

2. Faktor perilaku caring dengan budaya organisasi

Gambaran perilaku caring perawat berdasarkan analisis

univariat menunjukkan budaya organisasi dengan perilaku caring

baik yaitu 85,6.% dan…14,2 %, .budaya organisasi dengan perilaku

caring perawat kurang dirumah sakit islam Faisal. Kondisi yang

demikian perlu dikaji faktor-faktor yang berkaitan mengapa perawat

dirumah sakit islam Faisal memandang organisasi baik namun

perilaku caringnya kurang.

Perilaku caring adalah fenomena universal yang

mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa, dan mempunyai

hubungan dengan sesama, pemberian perhatian penuh pada klien

saat memberikan asuhan keperawatan ( Potter & Perry, 2009 ),

Page 106: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cvi

Menurut Caper (1979) dalam Morison & Burnard (2008),

Perilaku caring adalah sebagai sebuah nilai professional dan

personal, merupakan inti dari menyediakan standar normative yang

mengarahkan tindakan dan sikap perawat terhadap orang yang

perawat asuh. Teori Watson tentang perilaku caring (1979 ) dalam

Potter & Perry (2009) adalah model Holistik keperawatan yang

menyebutkan bahwa tujuan caring adalah untuk mendukung proses

penyembuhan secara total.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perawat di di RSI

Faisal Makassar menunjukan perilaku caring kurang, dan budaya

organisasi baik akan dibahas sebagai berikut :

Dari hasil analisa menunjukkan perilaku caring perawat di RSI

Faisal Makassar dari aspek kesiapan dan kesediaan tergolong baik

52 ( 70,2 ) dan 5 ( 8,6% ) yang kurang.

Kesiapan dan kesediaan yaitu untuk menciptakan hubungan

perawat dan klien yang terbuka saling menghargai perasaan dan

pengalaman antar perawat, klien dan keluarga. Perawat harus

mematuhi dan menerima pikiran dan perasaan positif dan nrgatif

yang berbeda pada siyuasi berbeda ( Larson, 1994, dalam Watson

2004).

Individu merupakan totalitas dari bagian- bagian yang

memiliki harga diri di dalam dirinya yang memerlukan perawatan,

penghormatan, dipahami dalam memenuhi kebutuhannya.

Page 107: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cvii

Lingkungan yang memiliki sifat caring yang selalu bersedia untuk

membantu klien dapat meningkatkan dan membangun potensi klien

untuk membuat pilihan tindakan bagi dirinya ( Davis, 2000).

Mengacu pada pendapat Davis (2000) mengenai sifat caring, maka

setiap perawat khususnya di rumah sakit islam faisal Makassar,

senantiasa dituntut untuk mengdepankan privasi klien di dalam

memberikan pelayanan asuhan keperawatan,terutama kebutuhan

dasar manusia.

Senada dengan hasil penelitian Sumarwati (2006) tentang

gambaran perilaku caring perawat pada pasien penderita kanker.

Hasil penelitian menunjukan dari 67 orang responden 54 ornag

menyatakan perilaku caring perawat kurang baik karena mereka

kurang mengerti kebutuhan dasar manuusia yang di perlukan

pasien.

Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.9..

didapatkan ..perilaku caring perawat yang baik dengan fasilitas dan

penjelasan 52 ( 91,2%.dan 6(8,8 % ) perilaku caring perawat yang

kurang dengan penjelasan dan fasilitas yang kurang dirumah sakit

islam faisal Makassar.

Kondisi tidak adanya hubungan penjelasan dan fasilitas

dengan Perawat menggunakan metode proses keperawatan

sebagai pola piker dan pendekatan dalam penyelesaian masalah

dan pengambilan keputusan secara sistematis.Pendekatan dan

Page 108: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cviii

pemecahan masalah harus di dasari dengan explain dan fasilitation

yaitu kemampuan perawat untuk memberikan penjelasan yang

berkaitan dengan perawatan klien, pengambilan keputusan dan

pendidikan kesehatan bagi klien dan keluarga ( Larson 1994 dalam

Wetson ).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Swanson

mengembangkan caring professional scale, kapan survey laporan

diri untuk menilai penyedia layanan kesehatan praktek gaya

hubungan. Item isntrumen itu diturunkan untuk mencerminkan teori

caring swanson, khususnya untuk mengukur tindakan caring

perawat. Dalam pendekatan explain dan fasilitation, perawat

mampu memberikan penjelasan yang berkaitan dengan perawatan

klien, pendidikan kesehatan bagi keluarga dan klien

seperti,memberikan informasi mengenai status penyakit klien

sesuai denagn dengan kebutuhan perawatan dan pengobatan.

Hasil uji statistik pada perilaku caring perawat dengan

Kenyamanan pasien berdasarkan hasil uji statistic yang dilakuakn

pada tabel menunjukkan perilaku caring baik sebesar 94,7 % dan

5,3% perilaku caring kurang. Hal ini menunjukkan penerapan

asuhan keperawatan terutama aspek kenyamanan pasien di rumah

sakit islam faisal Makassar lebih baik.

Aspek kenyamanan di rumah sakit islam Faisal sudah baik.

Perawat membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan

Page 109: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cix

caring dengan memperhatikan kenyaman klien selain itu juga

perawat harus mempunyai kemampuan comfort dalam memenuhi

kebutuhan dasar klien yang meliputi fisik, emosional, dengan penuh

penghargaan.Larson (1994) dalam Wetson 2004).Didukung oleh

pendapat stuart & Laraia ( 2005).perilaku caring perawat yaitu

bersedia membantu kebutuhan ADL ( activity daily living) dengan

tulus dan menyatukan perasaan bangga dapat menolong klien,

menghargai privacy klien, menunjukkan kepada pasein bahwa klien

orangyang pantas dihormati dan dihargai.

Hasil penelitian Anjaswarni (2002)., didapatkan bahwa

tingkat rata-rata tingkat kepuasan pasien tinggi terhadap perilaku

caring oleh perawat di RSUD Dr,Saiful Anwar Malang.Berdasarkan

pencapaian rata-rata tingkat kepuasaan ini dapat diketahui bahwa

pencapaian tingkat kepuasaan klien terhadap perilaku caring

adalah 82,25% yang berarti klien cenderung merasa puas.

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Andi Irawan

Simarmata (2011), tentang perilaku caring dalam memberikan

asuahan keperawatanpada pasien gangguan jiwa di rumah sakit

jiwa daerah medan,menunjukkan perawat harus lebih

memperhatikan pentingnya perilaku caring yang mengindikasikan

kesepuluh faktor kuratif dalam pemberian asuhan keperawatan

kepada pasien untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang

optimal dengan asuhan keperawatan yang bermutu.

Page 110: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cx

Berdasarkan hasil uji statistic univariat seperti pada tabel

5.11 didapatkan ..perilaku caring perawat yang baik dengan

Hubungan saling percaya 51 ( 89,2 %.) dan 6(10,5 % ) perilaku

caring perawat yang kurang dengan hubungan saling percaya

yang kurang dirumah sakit islam faisal Makassar.

Kondisi adanya hubungan hubungan saling percaya yaitu

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan harus dapat

membina hubungan saling percaya dengan klien. Pendapat ini

sejalan dengan pendapat Larson (1994) dalam Wetson 2004)

mengemukakan bahwa perilaku caring perawat harus

mencerminkan kemampuan perawat membina hubungan

interpersonal dengan klien, menunjukkan rasa tanggung jawab

terhadap klien, dan selalu memahami sesuai dengan kondisi

klien.Pendapat ini di dukung oleh Potter & Perry (2009)

mengemukakan hubungan saling percaya diawali dengan belajar

membangun dan mendukung pertolongan, kepercayaan, hubungan

caring, melalui komunikasi yang efektif dengan klien.

Pendapat diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh nuhuda & dkk (2006) yang menyatakan bahwa dalam

memberikan asuhan keperawatan komunikasi teraupetik

memegang peranan yang sangat penting dalam membantu

memecahkan masalah klien, karena komunikasi yang ditujukan

untuk kesembuhan klien sehingga dalam pelaksanaannya proses

Page 111: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxi

komunikasi dapat memberikan informasi dan membantu klien

untuk mengatasi persoalan yang di hadapinyapada tahap

perawatan. dengan penelitian yang dilakukan Swanson

mengembangkan caring professional scale, kapan survey laporan

diri untuk menilai penyedia layanan kesehatan praktek gaya

hubungan. Item isntrumen itu diturunkan untuk mencerminkan teori

caring swanson, khususnya untuk mengukur tindakan caring

perawat. Dalam pendekatan explain dan fasilitation, perawat

mampu memberikan penjelasan yang berkaitan dengan perawatan

klien, pendidikan kesehatan bagi keluarga dan klien

seperti,memberikan informasi mengenai status penyakit klien

sesuai denagn dengan kebutuhan perawatan dan pengobatan.

Berdasarkan hasil uji statistik seperti pada tabel 5.13..

didapatkan ..perilaku caring perawat yang baik dengan Monitoring

dan follow up 48 ( 84,2%) dan 9 (15,8% ) perilaku caring perawat

yang kurang dengan Monitoring dan folloup yang kurang dirumah

sakit islam faisal Makassar.

Pengenalan pengaruh lingkungan non fisik dan fisi perawat

harus menjamin kemampuan profesionalnya dan keamanan

tindakan keperawatan dalam membimbing dan mengawasi klien.

Perilaku ini menurut Larson (1994,dalam Watson,2004) adalah

monitors and foolos,Dimana perawat membuat pemulihan suasana

pada semua tingkatan fisik maupun non fisik yang bersifat

Page 112: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxii

suportif,protektif,dan korektif. Perawat juga perlu mengenali

lingkungan pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien

terhadap kesehatan/ kondisi penyakit klien.Pendapat ini sejalan

dengan Stuart dan Laraia,2005) menyatakan manifestasi perilaku

caring perawat ; meningkatkan kebersamaan, keindahan,

kenyamanan, kepercayaan dan kedamaian dengan cara menyutujui

keinginan klien untuk bertemu dengan pemuka agama, dan

menghadiri pertemuannya, bersedia mencarikan alamat atau

menghubungi keluarga yang ingin ditemui oleh klien, melakukan

kunjungan rumah saat klien pulang. Perencanaan pulang

keperawatan merupakan komponen yang terkait dengan rentang

keperawatan dari pasien masuk rumah sakit hingga pasien

pulang.pelaksanaan perencanaan pulang tidak terlepas dari tangan

para perawat. Perawat bertanggung jawab dalam segala bentuk

keperawatan kepada pasien.(Nursalam, 2009).

Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan oleh peneliti di

ruang perawatan I s/d V RSI Faisal,peneliti menemukan masih ada

perawat yang 72%, memberikan perhatian terhadap kebutuhan

dasar manusia yang dibutuhkan oleh pasien, kurangnya kedisplinan

perawat dalam memberikan perawatan kepada klien sebanyak

72%, masih ada 69% perawat yang kurang menemui klien yang

menjadi tanggung jawab selama dinas, 85% perawat lambat dalam

merespon panggilan pasien yang membutuhkan pertolongan,

Page 113: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxiii

perawat masih ada yang kurang menawarkan jasa bantuan kepada

pasien, 82% perawat yang kurang menunjukkan sikap ramah

kepada klien, dan kurang senang dikritik oleh klien, merasa 67%

perawat merasa jenuh untuk memahami perasaan klien yang ingin

diperhatikan semua kebutuhannya, 44% perawat jarang

melibatkan keluarga atau orang yang di anggap berarti dalam

perawatan klien, sebanyak 79% perawat yang yang jarang

melakukan observasi/ monitoring kepada pasien dengan tingkat

ketergantungan total care dan partial care, 62% perawat jarang

menjelaskan manfaat pengobatan dan penjelasan sebelum

melakukan tindakan keperawatan, dan berdasarkan hasil observasi

selama penelitian di RSI Faisal melihat Activity Daili Living (ADL)

pasien lebih banyak dilakukan oleh mahasiswa yang sedang

melakukan praktek lapangan di rumah sakit tersebut. Sehingga

pendapat peneliti berdasarkan obeservasi dan wawancara perawat

yang bertugas di ruang perawatan yang menjadi tempat penelitian,

disebabkan perawat merasa perilaku caring bukan sebagai bagian

dari tanggung jawab, melainkan hanya sebagai rutinitas dari

pekerjaan.

Asumsi peneliti menyimpulkan bahwa pekerjaan sebagai

perawat memerlukan perilaku caring perawat yang baik dari setiap

perawat yang bertugas sehingga perilaku caring itu menjadi

Page 114: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxiv

tnggungjawab untuk semua perawat yang bertugas di ruang

perawatan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian,

rumusan hipotesis dan uraian hasil. Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Perawat di instalasi rawat inap Rumah sakit Islam Faisal sebagian

berprilaku caring kurang.

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara strukturr Organisasi,

Komunikasi, reward, pengambilan keputusan ,kepemimpinan, desain

Page 115: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxv

pekerjjaan dengan perilaku caring perawat di instalasi rawat inap

Rumah sakit Islam Faisal Makassar..

.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan :

1. Kepada Manajemen Rumah Sakit

a. Perlunya kebijakkan untuk memasukkan item caring kedalam SOP

dan SAK serta penilaian kinerja perawat..

b. Perlu dukungan dan kebijakan rumah sakit bagi perawat ruangan

untuk melakukan caring dengan pasien melalui pemilihan paerawat

caring atas rekomendasi pasien melalui kusioner kepuasaan pasien

dan di umumkan setiap bulan pada pagi hari.

2. Kepada Bidang Keperawatan

a. Monitoring dan evaluasi secara terjadwal setiap 1 bulan sekali

pelaksanaan caring perawat terhadap pasien diruangan melalui

kusioner kepuasan pasien.

b. Melakukan spervisi diruangan terhadap pelaksanaan caring

perawat terhadap pasien diruangan..

c. Penyegaran (in house training) tentang pelaksanaan caring perawat

terhadap pasien diruangan secara berkala terutama untuk perawat

– perawat yunior..

3. Kepada Kepala Ruangan

Page 116: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxvi

a. Menjadi Role Model kepada staff dalam pelaksanaan caring

perawat terhadap pasien sesuai standar..

b. Supervisi secara terjadwal setiap 2 minggu dan menidaklanjuti hasil

supervisi terkait pelaksanaan caring perawat terhadap pasien

diruangan melali kusioner kepuasan pasien.

c. Melakukan sosialisasi pelaksanaan caring diruangan dengan

membuat motto terkait dengan pelaksanaan caring terhadap

pasien.

d. Membudayakan kegiatan pelaksanaan caring perawat terhadap

pasien dengan cara melaksanakan kegiatan dengan kesungguhan

hati didasari kecintaan terhadap profesi..

4. Untuk Perawat

Membudayakan pelaksanaan caring perawat terhadap pasien

dengan saling mengingatkan diantara teman untuk meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan.

5. Untuk Kepentingan Pendidikan

Page 117: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxvii

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Manajemen penelitian. Jakarta: Rineke Cipta.

Burdahyat,(2009),Analisis Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja

Perawat Pelaksana di RSUD Sumedang Tesis FIK UI

Bertolino, Truxillo, & Fraccarolly. (2011) Age as moderator of the relationship of

proactive personality with training motivation, perceived career

development from training, and training behavioral intentions. Journal of

Organizational Behavior. Volume 32. Pages 248–263.

Clark, M. J. (2003). Community health nursing: Caring for populations. New

Jersey: Prentice Hall 2003.

Cahyono, J.B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek

kedokteran. Yogyakarta: Kanesius.

Daft, R. (2008a). Manajemen. Edisi 1. (Terj. D. Angelica) Jakarta: Salemba

Empat. (Buku asli tahun 2003).

Daft, R. (2008b). Manajemen. Edisi 2. (Terj. D. Angelica) Jakarta: Salemba

Empat. (Buku asli tahun 2003).

Dahlan, M. S. (2009). Besar sampel dan cara pengambilan sampel: Dalam

penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: salemba Medika. Davis, B.

D. (2000). Caring for people in pain. London: Routhledge.

Dessler, G. (2000) Human resource management. Seventh edition. New

Jersey: Prentice Hall, Inc.

Dwidiyanti, M. (2007). Caring kunci sukses perawat mengamalkan ilmu.

Semarang: Hasani.

Gibson, J., James, I, & John, D. (2000). Organization behavior. Boston: Mc

Graw-Hill Higher education.

Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI.

Ilyas, Y. (2005). Perencanaan SDM rumah sakit. Jakarta: FKM-UI.

Kreitner, R. & Kinicki. (2010). Organizational Behavior. New York: Mc Graw-

Hill Higher education.

Luthan, F. S. (1998). Organizational Bahavior. Sevent edition. Singapore: Mc.

Graw Hill.

Page 118: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxviii

Loedin, A. A. (2003). Pedoman nasional etik penelitian kesehatan. Jakarta:

Komite Nasional Etik Peneltian Kesehatan.

M.Hanif AL Rizal. (2012) Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan RS Panti Wilasa ”Citarum” Kota

Semarang

Morrison, P. & Burnard, P. (2009). Caring and communicating: hubungan

interpersonal dalam keperawatan. Edisi kedua. (Terj. Widyawati,

Meiliya). Jakarta: EGC. (Buku asli 1997)

Muttaqin. (2008). Pengaruh supervisi terhadap perilaku caring perawat

pelaksana di rumah sakit umum daerah kabupaten cianjur Tesis Program

Magister Ilmu Keperawatan FIK UI. Tidak dipublikasikan.

Notoatmodjo, S. (2003). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta.

Pangewa, M. (2007) Perilaku keorganisasian. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

Panjaitan, R.(2002) Hubungan efektifitas kepemimpinan kepala ruangan

dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSPAD Gatot

Subroto Jakarta. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI.

Tidak dipublikasikan.

Polit, D.F & Beck, C.T. (2006) Essential of nursing research: Methode,

appraisal and utilization. (6th ed). Philadelphia: Lipincot Williams &

Walkins. Profil dan data medical record RSAS Kota Gorontalo tahun

2010.

Pohan, I. (2007). Penjaminan mutu kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Potter, P. & Perry, A. G. (2009). Fundamental of nursing. 7th edition. Singapore:

Mosby Elsevier.

Prasetyo, B. & Jannah, M. (2010). Metode penelitian kuantitatif: Teori dan

aplikasi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rika Dinarianti,(2011),Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Dan Intensif

Terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit TK.II Puteri Hijau Medan,Tesis

Page 119: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxix

Program Magister Program Study Ilmu Manajemen Universitas

Sumatera Utara

Romidan simbolon (2012) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja

Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap RS.Santa Elisabet Medan Tesis

Program study S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,Universitas Sumatera

Utara

Ricardo, Ronald & Jolly, J. (2003). Organization culture and teams. Academy of

management journal.Volume 13. Page 245.Rivai, V. (2009). Manajemen

sumber daya manusia untuk perusahaan dari teori ke praktek. Jakarta:

Rajawali Pers.

Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha

medika.

Rizal, Y. (2001). Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja karyawan

kantor direksi PTP Nusantara VII Bandar Lampung. Universitas

Brawijaya Malang. Tesis Program Magister manajemen.

Riani, A. (2011). Budaya organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Robbins, S. & Judge, T. (2008). Perilaku organisasi. (Terj. D. Angelica, R.

Cahyani, dan A. Rosyid) Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. (Buku asli tahun

2007)

Robbins S. (2005). Prinsip-prinsip perilaku organisasi. Edisi kelima. (Terj.

Halida dan D. Sartika) Jakarta: Erlangga. (Buku asli 2002).

Rodwell, John J., Rene K., & Mark A. (1998) The relationship among work

related perceptions integral role of comunication. Employess” Journal

of management. Vol 20.

Sabri, L. (2005) Statistik kesehatan. Jakarta: Salemba Empat.

Schein. (1997). Organizational culture & leadership. San Fransisco: Jossey-Buss.

Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Candi

Gerbang Permai.

Siagiaan, P.S. (2010) Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Page 120: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxx

Sulistyo, H. (2009) Pengaruh kepemimpinan spiritual dan komunikasi

organisasi terhadap kinerja karyawan. Jurnal ekonomi & bisnis

(Ekobis).Volume 6. Hal. 21-28.

Stuart, G.W & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing

(eight editions). USA: St. Mosby Inc.

Sully, P & Dallas, J. (2005). Essential communication skill for nursing. USA:

Philadelphia st Louis Sidney Toronto: Elsevier Mosby.

Sunarto. (2003). Teori organisasi. Yogyakarta: Amus Mahendro Total Design.

Sugiono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

.

Sutriyanti. (2009). Pengaruh pelatihan caring terhadap kepuasan pasien Di ruang

rawat inap Rumah Sakit Curup Bengkulu. Tesis Program Magister Ilmu

Keperawatan FIK UI. Tidak dipublikasikan.

Sopiah. (2009). Perilaku organisasional. Yogyakarta: Andi Offset.

Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorists and their work. Six

edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Watson, J. (1998). Nursing human science and human care. New York:

National language for nursing.

-------------- (2004) Assessing and measuring caring in nursing and health science.

http://books.google.co.id/books?hl=id&client=firefoxa&channel=s&rls=

org.mozilla:Cronin%20%26%harisson%CBA% 20tool&um=1&ie=UTF.

Wibowo, S. (2010). Budaya organisasi: Sebuah kebutuhan untuk

meningkatkan kinerja jangka panjang. Jakarta: Rajawali Pers.

Webster, C. (2001). Caring for health: History and diversity. Philadelphia: Open

university press.

Page 121: HUBUNGAN FAKTOR BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU

cxxi

Zacher, H & Frese, M. (2011) Maintaining a focus on opportunities at work: The

interplay between age, job complexity, and the use of selection,

optimization, and compensation strategies. Journal of Organizational

Behavior. Volume 32. Pages 291–318.