Hubungan Antara Preferensi Musik Eklektik Dan Empati Pada Mahasiswa Generasi Millennial Stefani Emanuella dan Linda Primana 1. Faculty of Psychology, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia 2. Faculty of Psychology, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia Email: [email protected]Abstrak Mahasiswa generasi millennial menghadapi tantangan krisis empati di dalam lingkungan dimana teknologi berkembang pesat, ketersediaan informasi begitu kaya, dan berbagai media digital mengelilingi generasi ini. Hal ini menjadikan generasi ini rentan terhadap berbagai tekanan psikologis yang muncul dari pertarungan eksistensi diri intragenerasi dan prasangka dari generasi sebelumnya. Tekanan tersebut dapat dihindarkan dengan membangun individu yang memiliki empati yang baik. Musik memiliki kapasitas untuk memaparkan pendengarnya dengan berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Individu dengan preferensi musik eklektik— mereka yang tidak memiliki preferensi yang kuat pada jenis musik manapun, melainkan, menunjukkan fleksibilitas dalam mendengarkan musik—merupakan jenis pendengar yang empatik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara preferensi musik eklektik dan empati pada mahasiswa generasi millennial. Penelitian ini dilakukan pada 356 partisipan. Preferensi musik diukur menggunakan Short Test of Music Preferences (STOMP) oleh Rentfrow dan Gosling (2013) yang dimodifikasi, sedangkan Interpersonal Reactivity Index (IRI) milik Davis (1980) digunakan untuk mengukur empati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara preferensi musik eklektik dan empati (r= 0,164; p= 0.002, signifikan pada L.o.S 0.01). Penelitian selanjutnya diharapkan memerhatikan karakteristik seperti pengalaman dan kemampuan bermusik responden, metode pengambilan data yang digunakan, serta melakukan elisitasi yang lebih mendalam mengenai budaya musik yang sedang berkembang pada masanya. Kata kunci: empati; preferensi musik; millennial The Relationship Between Eclectic Music Preference And Empathy In College Students Of Millennial Generation Abstract College students of millennial generation are challenged with empathy crisis in an environment with vast development of technology, rich availableness of information, and digital medias surrounding this generation. This circumstances make this generation prone to many psychological pressures which emerge from the battle of self-existance among millennials themselves and prejudice from the previous generations. This pressure can be escaped by equipping each individual with empathy. Music has a capacity to expose its listeners with diverse pespectives. The ones who has an eclectic music preference—whom does not have strong preference to any music cathegory, but showing the flexibility in listening to diverse kind of musics—are the empathetic individuals. This research aims to find the correlation between eclectic music preference and empathy in college students of millennial generation. This research was conducted to 356 participants. Respondents’ music preference was measured by a modified version of Short Test of Music Preferences (STOMP) from Rentfrow and Gosling (2013), and Interpersonal Reactivity Index (IRI) by Davis (1980) was used to measure respondents’ empathy. The result of this research showed that there is a significant correlation between eclectic music preference and empathy (r= 0,164; p= 0.002, significant at L.o.S 0.01). Suggestions for further research is to notice respondents’ characteristics, such as respondents’ background at music education or performing, consider other measurement method, and carry out deeper elicitation about the developing music culture at the current time. Keywords: empathy; music preference; millennial Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
22
Embed
Hubungan Antara Preferensi Musik Eklektik Dan Empati Pada ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Hubungan Antara Preferensi Musik Eklektik Dan Empati Pada Mahasiswa Generasi Millennial
Stefani Emanuella dan Linda Primana
1. Faculty of Psychology, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia2. Faculty of Psychology, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia
Mahasiswa generasi millennial menghadapi tantangan krisis empati di dalam lingkungan dimana teknologi berkembang pesat, ketersediaan informasi begitu kaya, dan berbagai media digital mengelilingi generasi ini. Hal ini menjadikan generasi ini rentan terhadap berbagai tekanan psikologis yang muncul dari pertarungan eksistensi diri intragenerasi dan prasangka dari generasi sebelumnya. Tekanan tersebut dapat dihindarkan dengan membangun individu yang memiliki empati yang baik. Musik memiliki kapasitas untuk memaparkan pendengarnya dengan berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Individu dengan preferensi musik eklektik—mereka yang tidak memiliki preferensi yang kuat pada jenis musik manapun, melainkan, menunjukkan fleksibilitas dalam mendengarkan musik—merupakan jenis pendengar yang empatik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara preferensi musik eklektik dan empati pada mahasiswa generasi millennial. Penelitian ini dilakukan pada 356 partisipan. Preferensi musik diukur menggunakan Short Test of Music Preferences (STOMP) oleh Rentfrow dan Gosling (2013) yang dimodifikasi, sedangkan Interpersonal Reactivity Index (IRI) milik Davis (1980) digunakan untuk mengukur empati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara preferensi musik eklektik dan empati (r= 0,164; p= 0.002, signifikan pada L.o.S 0.01). Penelitian selanjutnya diharapkan memerhatikan karakteristik seperti pengalaman dan kemampuan bermusik responden, metode pengambilan data yang digunakan, serta melakukan elisitasi yang lebih mendalam mengenai budaya musik yang sedang berkembang pada masanya.
Kata kunci: empati; preferensi musik; millennial
The Relationship Between Eclectic Music Preference And Empathy In College Students Of Millennial Generation
Abstract
College students of millennial generation are challenged with empathy crisis in an environment with vast development of technology, rich availableness of information, and digital medias surrounding this generation. This circumstances make this generation prone to many psychological pressures which emerge from the battle of self-existance among millennials themselves and prejudice from the previous generations. This pressure can be escaped by equipping each individual with empathy. Music has a capacity to expose its listeners with diverse pespectives. The ones who has an eclectic music preference—whom does not have strong preference to any music cathegory, but showing the flexibility in listening to diverse kind of musics—are the empathetic individuals. This research aims to find the correlation between eclectic music preference and empathy in college students of millennial generation. This research was conducted to 356 participants. Respondents’ music preference was measured by a modified version of Short Test of Music Preferences (STOMP) from Rentfrow and Gosling (2013), and Interpersonal Reactivity Index (IRI) by Davis (1980) was used to measure respondents’ empathy. The result of this research showed that there is a significant correlation between eclectic music preference and empathy (r= 0,164; p= 0.002, significant at L.o.S 0.01). Suggestions for further research is to notice respondents’ characteristics, such as respondents’ background at music education or performing, consider other measurement method, and carry out deeper elicitation about the developing music culture at the current time.
Keywords: empathy; music preference; millennial
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
Pendahuluan
Generasi millennial adalah mereka yang lahir pada dan setelah tahun 1982 (Strauss &
Howe, 2000) hingga tahun 2002 (Coomes et al., 2004; dalam Green, 2007), generasi ini kini
berada pada tahap remaja dan dewasa muda, dan merupakan generasi yang hidup dengan
paparan teknologi yang tinggi, informasi yang kaya, serta berbagai media digital mengelilingi
mereka. Menurut survey dari We Are Social data pengguna internet di Indonesia pada Januari
2016 mencapai 88,1 juta dengan 79 juta di antaranya merupakan pengguna media sosial aktif,
dan hampir 50% penggunanya berada pada rentang usia 13-29 tahun (Rifauddin, 2016). Data
menurut Anderson (2016) menunjukkan bahwa Facebook, sejak pertama kali dibuka bagi
seluruh masyarakat dunia untuk dapat bergabung sejak September 2006, tidak kehilangan
minat dari para penggunanya hingga saat ini. Dibarengi dengan pertumbuhan pesat
Instagram, yang hingga kini berhasil mencapai 400 juta pengguna sejak Juli 2012,
menggantikan posisi Twitter sebagai jejaring sosial terbesar kedua saat ini (Gaudin, 2015;
dalam Anderson, 2016).
Bebagai platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, seakan
mendesak generasi millennial untuk terus menunjukkan eksistensi diri dari waktu ke waktu.
Hal ini dapat berimplikasi negatif karena seperti yang dikatakan oleh Twenge dan Campbell
(2009) bahwa generasi millennial mengalami “epidemi narsisisme”, yaitu kecenderungan
individu untuk membentuk pandangan positif yang berlebihan terhadap diri, biasanya terkait
dengan betapa berkuasa, penting, dan menarik dirinya, dibarengi dengan minat yang rendah
untuk membangun kedekatan emosional dengan orang lain, dan regulasi diri yang tujuan
utamanya untuk meninggikan diri, misalnya dengan mencari perhatian (attention-seeking),
mengakui karya orang lain sebagai miliknya, mengejar status sosial yang tinggi melalui
hubungan romantis, atau berusaha mencari pujian dari publik (seeking public glory).
Belakangan ini, marak kasus terkait selebgram atau selebriti Instagram yang mencari
popularitas dengan mengunggah foto maupun artikel yang kontennya dianggap merusak
moral bangsa, sehingga para orangtua, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) tergerak untuk
mengambil tindakan (inet.detik.com, 2016). Gejala ini menunjukkan adanya karakteristik
narsistik yang ekstrim, namun tak hanya pada para selebgram, karena sesungguhnya upaya
berlomba-lomba membentuk pencitraan diri demi mendapatkan pengakuan dari publik
melalui media sosial merupakan fenomena yang terjadi secara pervasif pada generasi
millennial. Tantangan bagi generasi yang menikmati exposure tinggi akan berbagai hal di
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
dunia maya ini—selain untuk lebih bijak dalam memilah dan bereaksi terhadap informasi
yang tersedia—adalah untuk tetap bertanggung jawab terhadap postingan, baik dalam bentuk
foto, video, atau komentar yang mereka unggah sendiri ke media sosial.
Pola perilaku yang mengkhawatirkan pada generasi ini juga disoroti oleh Metz (2014)
yang menyebutkan bahwa generasi millennial menunjukkan pola sifat lebih narsistik, empati
yang lebih rendah, dan kepedulian yang kurang terhadap orang lain dan lingkungan. Situasi
ini tidak sekadar mengakibatkan tebentuknya skema dan sentimen dari generasi sebelumnya
terhadap generasi millennial, melainkan juga tekanan intragenerasi, di tengah perlombaan
pembuktian eksistensi di dunia maya, berupa perilaku agresif seperti cyberbullying. Pada
tahun 2010, istilah cyberbullying ditambahkan ke dalam Oxford English Dictionary, sebagai
istilah yang merujuk pada penggunaan teknologi informasi untuk menggertak orang lain
dengan mengirim postingan yang bersifat mengintimidasi atau mengancam. Survey global
yang diadakan oleh Latitude News (2016), menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara
dengan kasus cyberbullying tertinggi di dunia setelah Jepang (Kaman, 2016).
Di sisi lain, masa remaja memang merupakan masa penuh dinamika bagi setiap orang,
dimana terjadi transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Papalia, 2012). Alasan
seorang remaja melakukan perilaku agresif, antara lain untuk menunjukkan kemandirian dan
otonomi (Bonneville-Roussy et al, 2013). Oleh sebab itu, perilaku agresif, dalam kasus ini
cyberbullying, tidak cukup ditanggulangi hanya dengan memperketat pengawasan dan
memberlakukan tindakan represif dari orang tua maupun figur otoritas. Selain karena jumlah
situs yang dapat diakses melalui media digital saat ini tidak terbatas jumlahnya untuk
diberikan pengawasan satu per satu, tindakan represif pun terbukti tidak cocok untuk
menangani orang-orang muda yang sedang ingin menunjukkan kemandirian dan otonomi
(Robinson, et al., 2007), justru kecenderungan untuk membangkang (rebelling) akan muncul
jika orang muda merasa terlalu didesak dengan aturan (ter Bogt et al., 2011). Hal yang lebih
efektif untuk melindungi remaja dari berbagai tantangan modern ini terletak pada
pembentukan pribadi remaja itu sendiri, yaitu dengan menumbuhkan sikap empati.
Berbagai perilaku agresif dan antisosial terbukti dapat dicegah dengan menumbuhkan
empati pada diri remaja (Miller & Eisenberg, 1988). Gough (1948; dalam Miller & Eisenberg,
1988) dan Hare (1970; dalam Miller & Eisenberg, 1988) secara konsisten menyatakan bahwa
perilaku antisosial merupakan hasil dari kurangnya kemampuan mengambil perspektif lain,
yang berasosiasi dengan tingkat empati yang rendah. Membiasakan diri untuk berempati
dapat melatih seseorang untuk memiliki pemikiran yang lebih terbuka (Butrus & Witenberg,
2013). Pemikiran yang lebih terbuka dapat membantu seseorang untuk lebih mudah menerima
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
kritik, umpan balik, serta masukan dari orang lain. Tak hanya itu, remaja yang memiliki
empati akan terhindar dari perbuatan ceroboh (reckless behavior), karena saat berempati,
seseorang akan mampu membayangkan sebuah tindakan jika dilihat dari berbagai sudut
pandang (Davis et al., 1996), dari perspektif orang tua, teman, maupun orang lain dari latar
belakang suku, agama, ras, keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Penelitian terdahulu telah
membuktikan bahwa empati merupakan awal dari sikap toleransi (Vogt, 1997; Butrus &
Sendiri 295 83% Perjalanan 226 63% Bersama teman 125 35% Sebelum tidur 240 67% Belajar 163 46% Berolahraga 74 21% Bersiap-siap 150 42% Lain-lain 20 6%
Berdasarkan Tabel 2. Berdasarkan data pada tabel, dapat dilihat bahwa mayoritas
responden mendengarkan musik sebanyak 5–7 kali dalam seminggu (49%), dengan durasi
lebih dari 4 jam dalam sehari (59%). Alasan responden mendengarkan musik paling banyak
untuk memperbaiki suasana hati (71%), diikuti dengan menjadikan musik sebagai iringan
sambil melakukan hal lain (62%), alasan mendengarkan musik karena hal tersebut
menyenangkan atau dianggap sebagai hobi (60%), sebanyak 29% responden mendengarkan
musik karena dibawakan oleh artis/penyanyi/pemusik idolanya, dan hanya sebesar 9% yang
mendengarkan musik sebagai identitas sosial atau pergaulan. Waktu yang paling sering
digunakan oleh responden untuk mendengarkan musik adalah saat sendiri (83%), sebelum
tidur (67%), dan dalam perjalanan atau sambil menyetir kendaraan (63%). Tabel 3. Gambaran Gambaran Preferensi Musik Responden
Eklektisitas Jumlah Responden Persentase Eklektik Tidak Eklektik
Total
269 87
356
75,8% 24,2% 100%
Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat bahwa responden yang memiliki preferensi musik
eklektik sebesar 75,8%, atau hanya sebanyak 269 orang responden memiliki preferensi musik
eklektik. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden sudah memiliki preferensi musik
eklektik, atau dengan kata lain sebanyak 269 responden tidak memiliki preferensi yang kuat
pada jenis musik tertentu saja dan menunjukkan fleksibilitas dalam mendengarkan musik dari
berbagai jenis karakteristik yang berbeda-beda.
Tabel 4. Gambaran Deskriptif Preferensi Musik Eklektik
Nilai Minimum Nilai Maximum Mean Standar Deviasi
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
Kategori Eklektik 10,1 17,9 12,51 1,52
Nilai untuk kategori eklektik berkisar antara 10,1 sampai 17,9 dengan rata-rata 12,51
(SD=1,52), artinya responden penelitian memiliki preferensi musik yang eklektik. Angka ini
didapatkan dari 269 responden yang memiliki nilai akumulasi rata-rata dari kelima kategori
preferensi musik yang sebelumnya disebutkan (mellow, unpretentious, sophisticated, intense,
dan contemporary) lebih dari 10.
Tabel 5. Gambaran Persebaran Skor berdasarkan Kategori
Skor Total Empati Jumlah Partisipan Persentase Di atas rata-rata 140 52% Di bawah rata-rata 129 48%
Total 269 100% Berdasarkan Tabel 5. terlihat bahwa lebih banyak responden (52%) yang memiliki
nilai total empati di atas rata-rata, dengan 129 orang responden memiliki skor empati
keseluruhan di bawah rata-rata.
Tabel 6. Gambaran Persebaran Skor berdasarkan Kategori Skor Total Empati Jumlah Partisipan Persentase
Di atas rata-rata 140 52% Di bawah rata-rata 129 48%
Total 269 100% Tabel 6. menunjukkan bahwa lebih banyak responden (52%) yang memiliki nilai total
empati di atas rata-rata, dengan 129 orang responden memiliki skor empati keseluruhan di
bawah rata-rata.
Tabel 7. Gambaran Persebaran Skor Total Empati Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Usia
Karakteristik Responden N F Sig. Keterangan
Jenis Kelamin Laki-laki 101 2,583 0,109 Tidak Signifikan Perempuan 165
Usia
17 tahun 7
0,680 0,689 Tidak Signifikan
18 tahun 56 19 tahun 75 20 tahun 80 21 tahun 68 22 tahun 46 23 tahun 12 24 tahun 6
Dari data yang tertera pada tabel 7. terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan skor rata-
rata empati secara keseluruhan yang signifikan antara partisipan dengan jenis kelamin
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
perempuan dan partisipan dengan jenis kelamin laki-laki. Selain itu, dapat diketahui juga
bahwa berdasarkan usia responden, perbedaan yang signifikan juga tidak ditemukan.
Berikut merupakan analisis hubungan antara emosi malu, emosi bersalah dan
ketidakjujuran akademis menggunakan Multiple Regression untuk mengetahui besarnya
proporsi variabel ketidakjujuran akademis yang berhubungan atau dijelaskan oleh variabel
emosi malu dan emosi bersalah. Tabel 8. Hasil AnalisisMultiple Regression pada Ketidakjujuran Akademis
Preferensi Musik Eklektik r r2
Perspective Taking 0,165** 0,027 Fantasy 0,099 0,009 Empathic Concern 0,108 0,011 Personal Distress Total Empati
0,060 0,162**
0,003 0,0262
*p < 0,05, two-tailed Berdasarkan data pada tabel 8. dapat disimpulkan bahwa skor total empati responden
berpreferensi musik eklektik (N = 269) memiliki koefisien korelasi r = 0,162 dan p = 0,002
signifikan pada L.o.S 0,01. Artinya, semakin tinggi eklektisitas preferensi musik seseorang,
akan diikuti oleh peningkatan pada skor empati total yang dimilikinya. Nilai coefficient of
determination menunjukkan nilai r2 = 0,027, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa 2,62%
varians skor empati seseorang dapat dijelaskan dengan eklektisitas preferensi musiknya,
sedangkan 97,38% varians lainnya dijelaskan melalui faktor-faktor lain. Berdasarkan hasil
yang signifikan tersebut, hipotesis nol pertama (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif pertama
(Ha) diterima, yaitu secara signifikan terdapat korelasi positif antara skor eklektisitas pada
alat ukur STOMP dengan skor empati keseluruhan pada alat ukur IRI pada mahasiswa
generasi millennial.
Selanjutnya, pada tiga dimensi empati, yaitu fantasy (r = 0,099, p = 0,106, p>0,05),
empathic concern (r = 0,108, p = 0,075, p>0,05), dan personal distress (r = 0,060, p = 0,329,
p>0,05), tidak berkorelasi secara signifikan dengan eklektisitas preferensi musik. Artinya,
perubahan pada masing-masing dimensi fantasy, empathic concern, maupun personal distress
tidak ditentukan oleh skor eklektiksitas preferensi musik, namun, pada dimensi perspective
taking ditemukan korelasi positif dengan eklektisitas preferensi musik dengan r = 0,165 yang
signifikan pada L.o.S 0,01. Dengan kata lain, sebesar 2,7% varians skor dimensi perspective
taking dapat dijelaskan dari eklektisitas preferensi musik, sedangkan 97,3% varians sisanya
dijelaskan melalui faktor lain-lain.
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan interpretasi data, ditemukan hubungan positif yang
signifikan antara preferensi musik eklektik dengan empati pada mahasiswa generasi
millennial, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha diterima. Semakin tinggi eklektisitas
preferensi musik, maka semakin tinggi pula empati seseorang. Selanjutnya, selain pada
dimensi perspective taking, tidak terdapat hubungan antara eklektisitas preferensi musik
dengan dimensi-dimensi lain pada empati seperti fantasy, empathic concern, dan personal
distress.
Pembahasan
Rata-rata dalam seminggu paling tidak waktu yang digunakan untuk mendengarkan
musik mencapai 28 jam, alasan responden mendengarkan musik paling banyak untuk
memperbaiki suasana hati. Hal ini menunjukkan fungsi musik yang paling dicari oleh generasi
millennial adalah musik sebagai media untuk regulasi emosi sesuai dengan teori yang
diungkapkan oleh Schäfer dan Sedlmeier (2010) bahwa alasan untuk mendengarkan musik
dapat dikarenakan kemampuan yang dimiliki musik untuk memunculkan, mengekspresikan,
mengubah, memperkuat, atau mengubah emosi yang sedang dirasakan pendengarnya.
Musik paling banyak didengarkan saat sendiri, berarti fungsi musik sebagai sarana
pergaulan tidak terlalu berpengaruh pada generasi millennial. Hal ini berbeda dengan temuan
dari Inglefield (1972) pendengar musik di usia remaja dan dewasa muda cenderung
menunjukkan konformitas dalam musik yang mereka pilih untuk didengarkan, demi
penerimaan kelompok. Atau hasil ini juga dapat mengindikasikan bahwa preferensi musik
seseorang dapat berbeda saat mereka mendengarkannya sendiri, dengan saat bersama teman
atau orang lain.
Tidak ditemukan perbedaan skor total empati yang signifikan berdasarkan jenis
kelamin. Hal ini berbeda dengan temuan terdahulu oleh Lennon dan Eisenberg (1987) yang
menunjukkan bahwa perempuan lebih empatik dibandingkan laki-laki. Selain itu, juga tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan antara usia responden dengan tingkat empati yang
dimiliki dapat dikarenakan rentang usia yang homogen. Selain itu, pemahaman mengenai
klasifikasi genre di Indonesia masih tergolong rendah sehingga kesalahan persepsi responden
terhadap genre yang disebutkan sangat besar.
Hasil statistik deskriptif dari penelitian ini juga menunjukkan jumlah responden yang
memiliki skor empati di atas rata-rata sedikit lebih banyak (51,1%) dibandingkan dengan
responden yang memiliki skor rata-rata empati di bawah rata-rata, dibarengi dengan jumlah
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
responden yang memiliki preferensi musik eklektik lebih banyak (75,8%) dibandingkan
dengan responden yang memiliki preferensi musik yang tidak eklektik.
Saran
1) Proses pengambilan data pada penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan metode
penelitian lain, seperti eksperimen dimana responden mendengarkan langsung cuplikan
musik dengan berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk
meminimalisasi variabel pengganggu berupa perbedaan persepsi saat responden hanya
membaca nama genre musik tanpa mengetahui dengan tepat terdengar seperti apa genre
tersebut.
2) Melakukan elisitasi yang lebih mendalam mengenai budaya musik yang sedang
berkembang di Indonesia karena literatur yang aktual mengenai budaya musik di
Indonesia masih sangat terbatas.
3) Melakukan penelitian pada partisipan dengan karakteristik lain, seperti menambahkan
karakteristik pengalaman bermusik atau latar belakang pendidikan musik yang dimiliki
responden.
4) Hasil temuan dari penelitian ini dapat digunakan oleh institusi pendidikan dan orang tua
dapat disarankan untuk lebih giat memperkenalkan ragam karakteristik musik yang
seluas-luasnya sejak dini kepada generasi yang lebih muda
5) Sekolah dapat memperkenalkan mengenai beragam genre yang ada, dengan cara
memperdengarkan berbagai contoh jenis musik yang beragam, serta menceritakan
sejarah di balik berbagai jenis musik sambil menghindari melakukan stereotip.
6) Secara umum kepada masyarakat penikmat musik, disarankan untuk tidak menutup diri
dengan fanatisme pada satu genre tertentu saja, melainkan membuka diri untuk
mencoba memahami keindahan dari genre-genre yang berbeda.
Daftar Referensi Anderson, K. E. (2016). Getting acquainted with social networks and apps: Instagram’s instant appeal. Library
Hi Tech News, 33(3). Aiken, L. R., & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological assessment and assessment. Bratman, G. N., Hamilton, J. P., & Daily, G. C. (2012). The impacts of nature experience on human cognitive
function and mental health. Annals of the New York Academy of Sciences, 1249(1), 118-136. Butrus, N., & Witenberg, R. T. (2013). Some personality predictors of tolerance to human diversity: The roles of
openness, agreeableness, and empathy. Australian Psychologist, 48(4), 290-298. Boer, D., Fischer, R., Strack, M., Bond, M. H., Lo, E., & Lam, J. (2011). How shared preferences in music create
bonds between people: Values as the missing link. Personality and Social Psychology Bulletin, 0146167211407521.
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
Bonneville-Roussy, A., Rentfrow, P. J., Xu, M. K., & Potter, J. (2013). Music through the ages: Trends in musical engagement and preferences from adolescence through middle adulthood. Journal of personality and social psychology, 105(4), 703.
Caravita, S., Di Blasio, P., & Salmivalli, C. (2009). Unique and interactive effects of empathy and social status on involvement in bullying. Social development, 18(1), 140-163.
Chauhan, M., & Rai, P. K. (2013). Impact of self-talk and personality on empathy. Indian Journal of Health and Wellbeing, 4(8), 1497.
Clark, S. S., & Giacomantonio, S. (2013). Music preferences and empathy: Toward predicting prosocial behavior. Psychomusicology: Music, Mind, and Brain, 23(3), 177.
Cozolino, L. (2010). The neuroscience of psychotherapy: Healing the social brain (2nd ed.). New York, NY, US: W W Norton & Co.
Cwir, D., Carr, P. B., Walton, G. M., & Spencer, S. J. (2011). Your heart makes my heart move: Cues of social connectedness cause shared emotions and physiological states among strangers. Journal of Experimental Social Psychology, 47(3), 661-664.
Davis, M. H. (1980). A multidimensional approach to individual differences in empathy. Davis, M. (1983). Measuring individual differences in empathy: Evidence for a multidimensional approach.
Journal of Personality and Social Psychology, 44(1), 113-126. Davis, M. H., Conklin, L., Smith, A., & Luce, C. (1996). Effect of perspective taking on the cognitive
representation of persons: a merging of self and other. Journal of personality and social psychology, 70(4), 713.
Decety, J., & Jackson, P. L. (2004). The functional architecture of human empathy. Behavioral and cognitive neuroscience reviews, 3(2), 71-100.
Dolby, N. (2014). The Future of Empathy: Teaching the Millennial Generation. Journal of College and Character, 15(1), 39-44.
Duan, C., Wei, M., & Wang, L. (2008). The role of individualism-collectivism in empathy: An exploratory study. Asian Journal of Counselling, 15(1), 57-81.
Eisenberg, N. (1995). Prosocial development: A multifaceted model. Moral development: An introduction, 401-429.
Eisenberg, N., Carlo, G., Murphy, B., & Van Court, P. (1995). Prosocial development in late adolescence: A longitudinal study. Child Development, 66, 1179–1197.
Eisenberg, N., & Mussen, P. H. (1989). The roots of prosocial behavior in children. Cambridge University Press. Erikson, E. H. (1980). Elements of a psychoanalytic theory of psychosocial development. The course of life:
Psychoanalytic contributions toward understanding personality development, 1, 11-61. Feshbach, N. D. (1978). Studies of empathic behavior in children. Progress in experimental personality
research, 8, 1-47. Frías-Navarro, D. (2009). Davis' Interpersonal Reactivity Index (IRI). Manuscript no published. Universidad de
Valencia. Spain. Retreieved April 2016, from http://www.uv.es/~friasnav/unidinves.html Fountain, A. G., & Lyons, W. B. (2003). Century to millennial scale climate change and ecosystem response in
Taylor Valley, Antarctica. Climate Variability and Ecosystem Response at Long-Term Ecological Research Sites, 319-340.
Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences. Belmont, CA: Wadsworth Cenage Learning.
Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2013). Statistics for the behavioral sciences. Cengage Learning. Green, C. (2007). Millennial Generation Students: Parental Involvement, Responsibility, and Entitlement
(Doctoral dissertation, Westminster College). Greenberg, D. M., Rentfrow, P. J., & Baron-Cohen, S. (2015). Can music increase empathy? Interpreting
musical experience through the empathizing–systemizing (ES) theory. Empirical Musicology Review, 10(1-2), 80-95.
Gürgen, E. T. (2015). Musical preference and music education: Musical preferences of Turkish university students and their levels in genre identification. International Journal of Music Education, 0255761415619390.
Hargreaves, D. J., North, A. C., & Tarrant, M. (2015). How and why do musical preferences change in childhood and adolescence?. The Child as Musician: A Handbook of Musical Development, 303.
Hays, T. & Minichiello, V. (2005). The meaning of music in the lives of older people: A qualitative study. Psychology of Music, 33(4), 437–451.
Hoffman, M. L. (2001). Empathy and moral development: Implications for caring and justice. Cambridge University Press.
Hoffman, M. L. (2008). Empathy and prosocial behavior. Handbook of emotions, 3, 440-455. Hogan, R. (1969). Development of an empathy scale. Journal of consulting and clinical psychology, 33(3), 307.
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
Holbrook, M. B., & Schindler, R. M. (1989). Some exploratory findings on the development of musical tastes. Journal of Consumer Research, 16(1), 119-124.
Inglefield, H. G. (1972). Conformity behavior reflected in the musical preference of adolescents. Contributions to Music Education, 56-67.
Jones, S. M., Weissbourd, R., Bouffard, S., Kahn, J., & Ross, T. (2014). How to build empathy and strengthen your school community. Cambridge, MA: Harvard Graduate School of Education.
Kaman, C. (2016). What country has the most bullies? Retrieved October 11, 2016, from http://www.latitudenews.com/story/what-country-has-the-most-bullies-2/
Kerlinger, F. N., & Lee, H. B. (2000). Foundations of Behavioral Research: Wadsworth, Thomson Learning. Northridge, CA.
Konrath, S. H., O'Brien, E. H., & Hsing, C. (2010). Changes in dispositional empathy in American college students over time: A meta-analysis. Personality and Social Psychology Review.
Kumar, R. (2005). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London: SAGE. Kumar, R. (2011). Research methodology: A step-by-step guide for beginners (3rd ed.). London: SAGE. Leary, M. R., Twenge, J. M., & Quinlivan, E. (2006). Interpersonal rejection as a determinant of anger and
aggression. Personality and Social Psychology Review, 10(2), 111-132. LeBlanc, A. (1982). An interactive theory of music preference. Journal of Music Therapy, 19(1), 28-45. Lennon, R. & Eisenberg, N. (1987). gender and age differences in empathy and sympathy. In N. Eisenberg & J.
Strayer (Eds.), Empathy and its development. Cambridge studies in social and developmental development (hal. 195-217). New York: Cambridge University Press.
Livingstone, R. S., & Thompson, W. F. (2009). The emergence of music from the Theory of Mind. Musicae Scientiae, 13(2 suppl), 83-115.
McMahon, M., & Pospisil, R. (2005). Laptops for a digital lifestyle: Millennial students and wireless mobile technologies. Proceedings of the Australasian Society for Computers in Learning in Tertiary Education, 421-431.
McWhirter, B. T., Besett-Alesch, T. M., Horibata, J., & Gat, I. (2002). Loneliness in high risk adolescents: The role of coping, self-esteem, and empathy. Journal of Youth Studies, 5(1), 69-84.
Metz, A. L. (2014). Back to nature: the impact of nature relatedness on empathy and narcissism in the millennial generation.
Miller, P. A., & Eisenberg, N. (1988). The relation of empathy to aggressive and externalizing/antisocial behavior. Psychological bulletin, 103(3), 324.
Muslimah, S. (2016). KPAI Lapor Kominfo Soal Heboh Akun Awkarin dan Anya Geraldine. Retrieved October 11, 2016, from http://inet.detik.com/read/2016/09/20/133029/3302125/398/kpai-lapor-kominfo-soal-heboh-akun-awkarin-dan-anya-geraldine
Oblinger, D. (2003). Boomers gen-xers millennials. EDUCAUSE review, 500(4), 37-47. Papalia, D. E. & Feldman R. D. (2012). Experience Human Development, 12th edition. New York:
McGraw-Hill Perkins, S. (2008). Personality and Music: An Examination of the Five-Factor Model in Conjunction with
Musical Preference. Rentfrow, P. J., Goldberg, L. R., & Levitin, D. J. (2011). The structure of musical preferences: a five-factor
model. Journal of personality and social psychology, 100(6), 1139. Rentfrow, P. J., & Gosling, S. D. (2003). The do re mi's of everyday life: the structure and personality correlates
of music preferences. Journal of personality and social psychology, 84(6), 1236. Rentfrow, P. J. & Gosling, S. D. (2013). Short Test of Music Preferences (STOMP). Measurement Instrument
Database for the Social Science. Retrieved from www.midss.ie Rifauddin, M. (2016). Fenomena cyberbulling pada remaja. Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan
Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, 4(1), 35-44. Rabinowitch, T. C., Cross, I., & Burnard, P. (2013). Long-term musical group interaction has a positive
influence on empathy in children. Psychology of Music, 41(4), 484-498. Robinson, R., Roberts, W. L., Strayer, J., & Koopman, R. (2007). Empathy and Emotional Responsiveness in
Delinquent and Non-deliquent Adolescents. Social Development, 16(3), 555-579. Rudman, L. A., & Goodwin, S. A. (2004). Gender differences in automatic in-group bias: Why do women like
women more than men like men?. Journal of personality and social psychology, 87(4), 494. Schäfer, T., & Sedlmeier, P. (2010). What makes us like music? Determinants of music preference. Psychology
of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 4(4), 223. Schwartz, K. D., & Fouts, G. T. (2003). Music preferences, personality style, and developmental issues of
adolescents. Journal of youth and adolescence, 32(3), 205-213. Selhub, E. M., & Logan, A. C. (2012). Your brain on nature: The science of nature's influence on your health,
happiness and vitality. John Wiley & Sons. Simpson, J. A., Weiner, E. S., & Proffitt, M. (1993). Oxford English dictionary. Oxford: Clarendon Press.
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016
Staum, M. J., & Brotons, M. (2000). The effect of music amplitude on the relaxation response. Journal of Music Therapy, 37(1), 22-39.
Strauss, W., & Howe, N. (2000). Millennials rising: The next great generation. New York: Vintage. ter Bogt, T. F., Delsing, M. J., van Zalk, M., Christenson, P. G., & Meeus, W. H. (2011). Intergenerational
continuity of taste: parental and adolescent music preferences. Social Forces, 90(1), 297-319. Twenge, J. M., & Campbell, W. K. (2009). The narcissism epidemic: Living in the age of entitlement. Simon and
Schuster. Van Boven, L., McGraw, A. P., & Warren, C. (2011). Values and Preferences: Defining Preference Contruction.
Interdisciplinary Reviews: Cognitive Science, 2, 193-205. Van Lange, P. A. (2008). Does empathy trigger only altruistic motivation? How about selflessness or justice?
Emotion, 8(6), 766. Wolff, E. W., Chappellaz, J., Blunier, T., Rasmussen, S. O., & Svensson, A. (2010). Millennial-scale variability
during the last glacial: The ice core record. Quaternary Science Reviews, 29(21), 2828-2838. Wöllner, C. (2012). Is empathy related to the perception of emotional expression in music? A multimodal time-
series analysis. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 6(3), 214. Zentner, M., Grandjean, D., & Scherer, K. R. (2008). Emotions evoked by the sound of music: characterization,
classification, and measurement. Emotion, 8(4), 494.
Hubungan antara ..., Stefani Emanuella, FPSI UI, 2016