Page 1
HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN KOMUNIKASI
DENGAN TINGKAT KEPUASAAN PASIEN TERHADAP
TINDAKAN PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA DI
RUANG GARUDA 7 DAN RUANG NURI RUMAH SAKIT SARI
MULIA BANJARMASIN
SKRIPSI
Oleh :
EMMALIA MARINA SARI
NPM. 15142013079
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN 2017
Page 2
HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN KOMUNIKASI
DENGAN TINGKAT KEPUASAAN PASIEN TERHADAP
TINDAKAN PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA DI
RUANG GARUDA 7 DAN RUANG NURI RUMAH SAKIT SARI
MULIA BANJARMASIN TAHUN 2016.
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
pada Program Studi S1 Keperawatan
Oleh:
Emmalia Marina Sari
NPM: 15142013079
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2017
Page 3
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini berjudul Hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat
kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena Di Garuda 7
Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin Tahun 2017 yang dibuat oleh Emmalia
Marina Sari (NPM: 15142013079), telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing,
dan akan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Seminar Skripsi Program Studi
S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
Banjarmasin, Juli 2017
Pembimbing I
Yustan Azidin, Ns, M.Kep
NIK. 041.004.003
Pembimbing 2
Yeni Mulyani, Skp, M.Kes
NIK. 19560503 198003 2 003
Mengetahui
Kaprodi S1 Keperawatan
Hj. Ruslinawati, Ns, M.Kep
NIK. 033.002.002
Page 4
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini oleh :
Nama : Emmalia Marina Sari
NPM : 151432013070
Judul Skripsi : Hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat
kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui
intravena di Ruang Garuda 7 an Ruang Nuri Rumah Sakit Sari
Mulia Banjarmasin Tahun 2016.
Telah melaksanakan ujian skripsi pada tanggal 15 Juli 2017 dan 18 Juli 2017, dan
dinyatakan berhasil mempertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan pada Program
Studi S.1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
DEWAN PENGUJI
Penguji 1 :
Yustan Azidin, Ns, M.kep
NIK. 041.004.003
Penguji 2 :
Yeni Mulyani, Skp, M.Kes
NIK. 19560503 198003 2 003
Penguji 3 :
Sri Sundari, Ns, M.Kep
NIK.
Mengesahkan di : Banjarmasin
Tanggal :
Dekan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Mengetahui
Kesehatan Kaprodi S.1 Keperawatan
M. Syafwani, Skp., M.Kep., Sp. Jiwa Hj. Ruslinawati, Ns, M.Kep
NIK. 021.021.096 NIK. 033.002.002
Page 5
PERNYATAAN ORISINILITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : Emmalia Marina Sari
NPM : 15142013079
Prodi : S1 Keperawatan Ners B
Judul Skripsi : Hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan
tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan
pemberian obat melalui intravena Di Garuda 7
Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini merupakan hasil karya cipta
saya sendiri dan bukan plagiat, begitu pula hal yang terkait di dalamnya baik
mengenai isinya, sumber yang dikutip/dirujuk, maupun teknik di dalam pembuatan
dan penyusunan skripsi ini.
Pernyataan ini akan saya pertanggung jawabkan sepenuhnya, apabila dikemudian
hari terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya cipta saya atau plagiat atau
jiblakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut berdasarkan
UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 25 (2) dan pasal
70.
Dibuat di : Banjarmasin
Pada Tanggal : Juli 2017
Saya yang menyatakan,
Emmalia Marina Sari
Kutipan UU No.20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional :
Pasal 25 (2) : Lulusan Perguruan Tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi tersebut
merupakan jiblakan akan dicabut gelarnya.
Pasal 70 : Lulusan Perguruan Tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) tebukti merupakan jiblakan
dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
Page 6
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Emmalia Marina Sari
NPM : 15142013079
Prodi : S1 Keperawatan
Jenis karya : Skripsi
Sebagai civitas akademika Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Fakultas
Keperawatan dan Ilmu Kesehatan, yang turut serta mendukung pengembangan ilmu
pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Hak Bebas Royalti atas
karya ilmiah saya yang berjudul :
“Hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien
terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena Di Garuda 7 dan Ruang Nuri
Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin Tahun 2016”.
Dengan adanya Hak Bebas Royalti ini maka, Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan mempunyai kebebasan
secara penuh untuk menyimpan, melakukan editing, mengalihkan ke format/media
yang berbeda, melakukan kelolaan berupa database, serta melakukan publikasi
tugas akhir saya ini dengan pertimbangan tetap mencantumkan nama
penulis/pencipta sebagai pemilik Hak Cipta dengan segala perangkat yang ada (bila
diperlukan).
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Banjarmasin
Pada tanggal : 15 November 2016
Saya yang menyatakan,
Emmalia Marina Sari
Page 7
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
Skripsi, 15 Juli 2017
Emmalia Marina Sari
15142013079
HUBUNGAN ANTARA PELAKSANAAN KOMUNIKASI DENGAN
TINGKAT KEPUASAAN PASIEN TERHADAP TINDAKAN PEMBERIAN
OBAT MELALUI INTRAVENA DI RUANG GARUDA 7 DAN RUANG
NURI DI RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASIN
Abstrak
Latar Belakang : Salah satu hal yang dilakukan perawat dalam menjaga kerja sama
yang baik dengan pasien dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien,
maupun tenaga kesehatan dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien
adalah dengan berkomunikasi. Dengan berkomunikasi perawat dapat
mendengarkan perasaan pasien dan menjelaskan prosedur tindakan keperawatan.
Tujuan : mengetahui hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat
kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di ruang
garuda 7 dan ruang nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
Metode : Analitik dengan rancangan Cross sectional. Populasi 115 orang, sampel
44 orang, pengambilan sampel menggunakan acidental sampling. Pengumpulan
data menggunakan kuesioner dengan analisis korelasi Spearman Rank (α= 5%).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sudah melaksanakan
komunikasi yang baik terhadap pemberian obat elalui intravena sebesar 26 orang
(59,1%). Dan sebagian besar puas terhadap pemberian obat melalui intravena
sebesar 23 orang (52,3%). Berdasarkan hasil uji spearman rank diperoleh p=0,002
< α 0,05. Ada hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan
pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di ruang Garuda 7 dan
ruang Nuri di Rumah Sakit Sari mulia Banjarmasin
Kata kunci: Komunikasi, Kepuasaan pasien.
Daftar Rujukan: 35 (2005-2016).
Page 8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Taufiq dan Hidayah-Nya, atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara pelaksanaan komunikasi
dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui
intravena Di Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin Tahun
2016”.
Skripsi ini di susun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin. Setelah melalui proses dan
bimbingan yang cukup maka akhirnya Skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya, walaupun banyak terdapat kekurangan dari segi bahasa maupun
penulisan hal ini di karenakan masih terbatasnya kemampuan serta pengetahuan
yang penulis miliki. Selesainya penyusunan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, khususnya hormat dan terimakasih kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Yustan Azidin, Ns, M.Kep, selaku Pembimbing materi sekaligus penguji
1 yang telah dengan sabar membimbing, memberikan masukan serta
meluangkan waktunya untuk penyusunan Skripsi ini.
2. Ibu Yeni Mulyani, SKP, M.Kes, selaku Pembimbing metedologi dan sistematika
penulisan ilmiah sekaligus penguji 2 yang telah dengan sabar memberikan
banyak masukan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penyusunan
Skripsi ini.
3. Ibu Sri Sundari, Ns, M.Kep, sebagai penguji 3 wawasan dan pengetahuan yang
telah memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Hj. Ruslinawati, selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Muhammadiyah Banjarmasin yang mendidik kami dengan penuh kasih sayang.
5. Bapak Dr. H. R. Soedarto WW, Sp.OG Direktur Rumah Sakit Sari Mulia
Banjarmasin yang telah memberikan ijin melakukan penelitian.
Page 9
6. Seluruh staf Dosen Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah membantu
demi lancarnya segala urusan dalam penyusunan Skripsi ini.
7. Kedua orang tua, Suami dan anak saya, yang dengan penuh kasih sayang dan
keikhlasannya mendo’a kan, memberikan nasehat, motivasi, dukungan baik
secara moril maupun materil kepada penulis.
8. Teman-teman S1 Keperawatan Ners B khususnya kelas B dan seluruh teman
satu angkatan yang selalu menghadirkan semangat kebersamaan.
Penulis hanya dapat memanjatkan do’a, semoga Allah SWT memberikan berkah
dan rahmat kepada mereka yang telah memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis yang masih dalam tahap
belajar, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi menyempurnakan penelitian ini. Semoga hasil yang dituangkan lewat
penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin yaa Robbal’alamiin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Banjarmasin, Juli 2017
Penulis
Page 10
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL …………………………………………………........... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………….......... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI……………...............……….......…… iii
PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN…………….......……….. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………….......………….… v
ABSTRAK.................…………………………………………………......... vi
KATA PENGANTAR……………………………………………….......….. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………........ ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………..……...... xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………....… xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………..……..… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….. ........ 6
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………..……....... 6
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………..………......… 6
1.5 Penelitian Terkait ……………………………………..……......…. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi .................…………………………………...….......... 9
2.2 Konsep Kepuasaan Pasien…………………………….…..........….. 20
2.3 Konsep Pemberian Obat Injeksi Intravena ……...………....…........ 31
2.4 Kerangka Konsep…...........................................……….…...…........ 36
2.5 Hipotesis….........………………….....……………….……..........… 36
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian …………………………………... 37
3.2 Definisi Operasional ………………………………………………. 38
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………….... 38
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………....…... 39
3.5 Instrumen Penelitian ……………………………………….............. 40
3.6 Uji Validitas dan Realibitas ………………………………................ 44
3.7 Teknik Pengambilan Data ………………………………………...... 46
3.8 Teknik Pengolahan Data ……………………………………....….... 47
3.9 Teknik Analisi Data …………………………………………...…… 48
3.10 Etika Penelitian …………………………………………………… 49
Page 11
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran umum Lokasi Penelitian……………………....…. 51
4.1.2 Visi dan Misi Rumah Saki Sari Mulia Banjarmasin……......... 51
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Jenis Kelamin…………………………….....................…..… 52
4.2.2 Analisa Univariat..................................................................... 53
4.2.3 Analisa Bivariat........................................................................ 54
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pelaksanaan Komuniksi……………………………….....… 55
4.3.2 Kepuasaan Pasien…...........……………………………....... 56
4.3.2 Hubungan pelaksanaan komunikasi dengan Kepuasaan Pasien58
4.4 Keterbatasan Penelitian…………………………………......… 59
4.5 Implikasi Hasil Penelitian……………………………………...... 60
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………...... 61
5.2 Saran………………………………………………………....… 61
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Page 12
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Kerangka Konsep .......................……………………………............ 35
Tabel 3.1 Definisi Operasional .………………………………………............. 37
Tabel 3.2 Waktu Penelitian …...................……………………………............. 39
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Komunikasi ....…………………………........... 40
Tabel 3.4 Penilaian Jawaban Kuesioner berdasarkan skala linkert …............... 40
Tabel 3.5 Klasifikasi Penilaian Kuesioner Komunikasi ………….............….. 41
Tabel 3.6 Kisi-Kisi Kuesioner Instrumen Kepuasaan Pasien …………............. 41
Tabel 3.7 Penilaian Jawaban Kuesioner berdasarkan skala linkert……..........… 42
Tabel 3.8 Klasifikasi Penilaian Kuesioner Kepuasaan Pasien ………..…......... 42
Tabel 3.9 Hasil uji valid pelaksanaan komunikasi ………………...…........….. 43
Tabel 3.10 Hasil uji valid Kepuasaan pasien.......... ………………..…….......... 44
Tabel 3.11 Hasil uji reabilitas ....................................……………...…….......... 45
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi jenis kelamin...……………......…...…….......... 52
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi pelaksanaan komunikasi...………...…..........…. 53
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi kepuasaan pasien...………………...…….......... 53
Tabel 4.4 Tabulasi silang pelaksanaan komunikasi dan kepuasaan pasien......... 54
Page 13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Rujukan
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Permohonan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 4 Lembar Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Lembar Konsultasi
Lampiran 6 SPSS uji validitas dan reabilitas
Lampiran 7 Hasil uji validitas dan reabilitas
Lampiran 8 Komite Etik Penelitian
Lampiran 9 SPSS Penelitian
Lampiran 10 Hasil Penelitian
Lampiran 11 Rekapitulasi data hasil penelitian
Lampiran 12 Surat Izin Uji Validitas
Lampiran 13 Blasan Surat Izin Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 14 Surat Izin Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 15 Balasan Surat Izin Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 16 Surat Izin Penelitian
Lampiran 17 Balasan Surat Izin Penelitian
Lampiran 18 Surat Keterangan Kerja
Page 14
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia modern, yaitu manusia yang berfikirnya tidak
spekulatif, tetapi berdasarkan logika dan rasional dalam menjalankan segala
aktivitasnya tentu komunikasi yang dinamis dan akurat sangat dibutuhkan.
Segala aktivitas yang ada dapat dijalankan dengan baik melalui komunikasi
yang harmonis di antara manusia. Dalam proses komunikasi diharapkan terjadi
kegiatan tukar menukar informasi yang akan berdampak pada perubahan sikap
dan perilaku ( Eka Indah, 2014)
Pada dasarnya, ada dua bentuk dasar komunikasi yang lazim digunakan dalam
proses komunikasi. Dua bentuk dasar komunikasi tersebut yaitu komunikasi
verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah bentuk
komunikasi yang dalam penyampaian pesan-pesannya baik secara tertulis
maupun lisan. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang
dilakukan dengan menggunakan gerakan tubuh, ekspresi wajah, simbol-simbol
dan intonasi suara. Dalam proses komunikasi, kedua bentuk komunikasi
tersebut berlangsung secara bersama-sama, di mana komunikasi nonverbal
menjadi komplemen atau pelengkap dari bahasa verbal. Misalnya di saat kita
menyatakan terima kasih (bahasa verbal) kita melengkapinya dengan
tersenyum (bahasa nonverbal). (Eka Indah, 2014).
Salah satu hal yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik
dengan pasien dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien,
maupun dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi
masalah pasien adalah dengan berkomunikasi. Dengan berkomunikasi perawat
dapat mendengarkan perasaan pasien dan menjelaskan prosedur tindakan
keperawatan (Mundakir, 2013).
Page 15
Komunikasi bagi sebagian orang dianggap hal yang remeh karena mereka
berpendapat komunikasi adalah hal yang mudah dilakukan sehingga mereka
sering melupakannya. Padahal komunikasi adalah hal terpenting dalam
menjalani berbagai aktivitas. Tak terkecuali dalam dunia kesehatan, jika
seorang apoteker melakukan kesalahan komunikasi dalam memberi obat
kepada pasien, dapat membahayakan nyawa pasien. Berdasarkan Laporan Peta
Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Konggres PERSI 2007), kesalahan
dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10 besar
insiden yang dilaporkan. Dari data tersebut dapat dikatakan, seorang apoteker
dituntut untuk mengetahui langkah-langkah dalam menyampaikan informasi
yang tepat dan efektif tentang informasi kepada pasien, baik tentang obat
maupun cara menggunakan alat kesehatan untuk mengantisipasi risiko
kesalahan pemberian obat.( http://www.suaramerdeka.com)
Berdasarkan kebijakan pemerintah yaitu Permenkes RI No 1691 tahun 2010
tentang keselamatan pasien rumah sakit. Dalam peraturan menteri kesehatan
No 1691 setip rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan sasaran
keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya
ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif,
peningkatan keamanan pemberian obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat
dan lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan resiko pasien jatuh.
Menurut jurnal Sutrisno Aswad mei 2015 vol 3 dengan judul hubungan
komunikasi teraupetik perawat dengan kepuasaan klien di instalasi gawat
darurat RSUD DR. H. Chasan Boesoirie Ternate menunjukkan dari 80
responden didapatkan kepuasaan pasien yang puas dengan komunikasi
teraupetik perawat yang baik dalam menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
sebanyak 70 responden dan kepuasaan pasien yang puas dengan komunikasi
perawat yang tidak baik dalam menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
sebanyak 3 responden, sedangkan kepuasaan pasien tidak puas dengan
Page 16
komunikasi teraupetik perawat yang baik dalam menjelaskan tindakan yang
akan dilakukan sebesar 1 responden, dan kepuasaan pasien yang tidak puas
dengan komunikasi teraupetik yang tidak baik dalam menjelaskan tindakan
yang akan dilakukan sebanyak 6 responden. Berdasarkan jurnal penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasaan pasien sangat berkaitan erat
bagaimana cara perawat berkomunikasi dengan klien tentang tindakan yang
akan dilakukan pada pasien yang dirawat.
Menurut jurnal Windy Patricya Februari 2016 vol 4 menunjukkan gambaran
tingkat kepuasaan keluarga pasien preoperasi di Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Di RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado di dapati bahwa dari 39 responden
yang tingkat kepuasaannya puas ada sebanyak (79,5%) responden dan kurang
puas (20,5%) responden. Ketidakpuasaan pasien dilihat dari sebagian besar
penjelasan informasi tentang prognosis pembedaan. Berdasarkan jurnal
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kepuasaan keluarga pasien
berkaitan erat dengan mutu pelayanan yang diberikan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Rosadi Tahun 2015 dengan
judul Hubungan Kepuasaan Klien Terhadap Pelayanan Keperawatan Dengan
Kejadian Pulang Paksa di Rawai inap RSUD Banjarbaru di dapatkan hasil
bahwa sebagian responden tidak pulang paksa dalam kategori puas terhadap
apa yang telah mereka terima dalam pelayanan keperawatan yang diberikan
oleh perawat rumah sakit, sedangkan sebagian kecil dikategorikan tidak puas.
Dan letak ketidak puasaan klien sebagian besar terdapat pada masalah
kepedulian perawat terhadap kondisi klien selama dirawat dan komunikasi
yang kurang saat pasien dirawat inap.
Masalah komunikasi tersebut tidak bisa kita biarkan begitu saja, karena akan
merusak hubungan perawat dan klien, sebagaimana kita ketahui bahwa
komunikasi baik antar perawat dan klien dapat mengatasi masalah dalam
Page 17
pemberian obat dan meningkatkan kesehatan serta kemampuan beradaptasi
klien terhadap lingkungannya dimana ia dirawat.
Menurut Kemenkes setiap tenaga kesehatan di Rumah Sakit termasuk
didalamnya perawat wajib menerapkan keselamatan pasien (Patient safety)
untuk mencegah insiden keselamatan pasien. Joint Commission International
(JCI) & Wolrd Health Organitation (WHO) melaporkan beberapa negara
terdapat 70% kejadian kesalahan pengobatan. JCI & WHO melaporkan kasus
sebanyak 25.000-30.000 kecacatan yang permanen pada pasien di Australia
11% disebabkan karena kegagalan komunikasi2. WHO menyebutkan
pemberian injeksi yang tidak aman yaitu pemberian injeksi tanpa alat yang
steril, berkontribusi 40% di seluruh dunia, diprediksikan 1,5 juta kematian di
USA setiap tahun disebabkan pemberian injeksi yang tidak aman atau insiden
keselamatan pasien (IKP). Kemenkes melaporkan insiden keselamatan pasien
paling banyak terjadi di indonesia adalah kesalahan pemberian obat.
Faktor penyebab IKP menurut Cahyono adalah kegagalan komunikasi,
komunikasi tidak efektif akan berdampak 80% menyebabkan kejadian
malpraktek, meningkatkan biaya operasional, biaya perawatan penyembuhan
dan menghambat proses pemberian asuhan keperawatan. Hasil penelitian
menyebutkan 50% kejadian medical errors dan sampai 20% kejadian kesalahan
pemberian obat disebabkan karena komunikasi tidak efektif. Penerapan
komunikasi efektif antar perawat dan antar petugas kesehatan menjadi salah
satu cara yang terbukti efektif meningkatkan keselamatan pasien di Rumah
Sakit didukung Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Menurut jurnal ners dan Kebidanan Indonesia oleh Fatma Siti Fatimah dan
Elsye Maria Rosa dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II bahwa Jumlah persentase kejadian
kesalahan pemberian obat injeksi sebelum pelatihan patient safety: komunikasi
S-BAR di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, berdasarkan
Page 18
kesalahan penerapan prinsip 10 benar yaitu perawat masih kurang dalam
melaksanakan prinsip 10 pemberian obat yaitu dari menjelaskan isi obat, dosis,
kadarluasa obat, rute penyuntikan, waktu pemberian, informasi selama
pemberian obat, menayakan nama pasien, pengkajian pasien, evaluasi tindakan
dan dokumentasi. Dan Jumlah persentase kejadian kesalahan pemberian obat
injeksi setelah pelatihan patient safety: komunikasi S-BAR di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, berdasarkan kesalahan penerapan
prinsip 10 benar yaitu perawat sudah menerapkan pinsip 10 pemberian obat
dari menjelaskan isi obat, dosis, kadarluasa obat, rute penyuntikan, waktu
pemberian, informasi selama pemberian obat, menayakan nama pasien,
pengkajian pasien, evaluasi tindakan dan dokumentasi. Dan adanya efektifitas
pelatihan patient safety: komunikasi S-BAR pada perawat di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II akan menurunkan kesalahan pemberian
obat injeksi berdasarkan prinsip benar pasien, rute, obat, waktu, pengkajian,
informasi dan evaluasi.
Berdasarkan hasil study pendahuluan bulan september 2016 di ruang garuda 7
dan ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin, melalui wawancara
singkat yang dilakukan kepada 10 orang pasien rawat inap terdapat 4 orang
pasien yang merasa komunikasi perawat kurang baik dalam menjelaskan
manfaat, efek samping dalam pemberian obat melalui intravena dan terdapat 6
orang yang merasa komunikasi perawat sudah baik dalam menjelaskan
manfaat, efek samping pemberian obat melalui intravena dan salah satu
kekurangan dari pelayanan ini adalah kurangnya pendekatan perawat terhadap
pasien dan keluarganya serta kurangnya tenaga perawat yang bertugas di
ruangan tersebut, sehingga beberapa pasien merasa kurang puas terhadap
pelaksanaan komunikasi perawat dalam pemberian obat melalui intravena.
Sehingga peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan antara
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan
pemberian obat melalui intravena di ruang garuda 7 dan ruang Nuri Rumah
Sakit Sari Mulia Banjarmasin”.
Page 19
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di tarik suatu rumusan masalah
“apakah ada hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat
kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di ruang
Garuda 7 dan ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat
kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena
di Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia
Banjarmasin Tahun 2016?”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pelaksanaan komunikasi terhadap tindakan
pemberian obat melalui intravena di ruang Garuda 7 dan ruang
Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
1.3.2.2 Mengindentifikasi tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan
pemberian obat melalui intravena di ruang Garuda 7 dan ruang
Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara pelaksanaan komunikasi
dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian
obat melalui intravena di ruang Garuda 7 dan ruang Nuri
Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Bagi Rumah Sakit sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan khususnya tentang hubungan antara pelaksanaan
komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan
pemberian obat melalui intravena sehingga kepuasaan pasien terhadap
pelayanan dapat tercapai.
Page 20
1.4.2 Bagi Perawat
Penelitian ini dapat menjadi informasi tentang hubungan antara
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap
tindakan pemberian obat melalui intravena dalam bekerja memberikan
pelayanan keperawatan.
1.4.3 Bagi institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan penelitian ini diharapkan akan memperbanyak
teori ilmu keperawatan dan menjadi bahan masukan lebih lanjut yang
terkait dengan kepuasaan pasien.
1.4.4 Bagi peneliti
Bagi peneliti sebagai sarana memperluas wawasan dan pengetahuan
peneliti khususnya tentang upaya untuk meningkatkan kepuasaan
pasien di Rumah sakit.
1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan tentang
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien berdasarkan
tingkatan pendidikan dan pekerjaan.
1.5 Penelitian Terkait
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan
penelitian ini adalah :
1.5.1 E-Journal keperawatan (EKP) Volome 4 Nomor 1, Februari 2016 dari
Universitas Sam Ratulangi dengan judul “Hubungan Pemberian
Informasi Sebelum Tindakan Operasi Dengan Tingkat Kepuasaan
Keluarga Pasien Di RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado. Jenis
penelitian ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dan
berdasarkan jurnal penelitian ini sebagian besar pemerian informasi
sebelum tindakan operasi Di RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado
dalam kategori baik dan sebagian besar tingkat kepuasaan keluarga
Page 21
pasien Di RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado sebagian besar
memiliki tingkat kepuasaan puas.
1.5.2 Ejournal keperawatan (e-kp) volume 3 nomer 2, mei 2015 dari
Universitas Sam Ratulangi dengan judul “ hubungan komunikasi
teraupetik perawat dengan kepuasaan klien di instalasi gawat darurat
RSUD DR. H. CHASAN BOESOIRIE TERNTE. Jenis penelitian ini
menggunakan deskriftif dengan pendekatan cross sectional. Pada jurnal
ini penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Dan
berdasarkan jurnal penelitian ini dapat di simpulakan komunikasi
teraupetik perawat di instalasi gawat darurat RSUD Dr. H. Chasan
Boesoiri ternate menunjukkan bahwa sebagian besar menunjukkan
komunikasi tersupetik yang baik.
1.5.3 Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Rosadi tahun 2015 dengan judul
“Hubungan Kepuasaan Klien Terhadap Pelayanan Keperawatan
Dengan Kejadian Pulang Paksa Di rawat Inap RSUD Banjarbaru. Jenis
penelitian ini menggunakan case – control. Berdasarkan penelitin ini
dapat di simpulkan sebagian responden tidak pulang paksa dalam
kategori puas terhadap apa yang telah mereka terima dalam pelayanan
keperawatan yang diberikan oleh perawat rumah sakit, sedangkan
sebagian kecil dikategorikan tidak puas.
1.5.4 Penelitian yang dilakukan oleh Fatma Siti Fatimah, Elsye Maria Rosa
dengan judul “Efektivitas Pelatihan Patient Safety; Komunikasi S-BAR
pada Perawat dalam Menurunkan Kesalahan Pemberian Obat Injeksi di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II”. Jenis
penelitian ini menggunakan Uji analisis menggunakan wilcoxon. Dan
berdasarkan penelitian ini dapat di simpulkan Adanya efektifitas
pelatihan patient safety : komunikasi S-BAR pada perawat di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dalam menurunkan
kesalahan pemberian obat injeksi berdasarkan prinsip benar pasien,
rute, obat, waktu, pengkajian, informasi dan evaluasi.
Page 22
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris yaitu communication. Kata
communication itu sendiri berasal dari bahasa latin “communication”
yang artinya pemberitahuan dan atau pertukaran ide, dengan pembicara
mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya.(Liliweri,
2011).
Berbagai pendapat dalam mendefinisikan komunikasi, antara lain: Tappen
(1995) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran,
perasaan dan pendapat dan memberikan nasehat dimana terjadi antara dua
orang atau lebih bekerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu seni
untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang
gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam,
2002:115 dalam Mulkani 2015).
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam
bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat
berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan,
atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti, oleh pihak lain, dan
pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak
yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi respon, baik dalam
bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan pengaruh atau hasil
proses komunikasi.
Komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem
simbolik linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan
Page 23
non verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka
atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual) (Knapp, 2003 dalam
Purwanto 2011).
Komunikasi adalah pernyataan diri yang efektif; pertukaran pesan-pesan
yang tertulis, pesan-pesan dalam percakapan, bahkan melalui imajinasi,
pertukaran informasi atau hiburan dengan kata-kata melalui percakapan
atau dengan metode lain, pengalihan informasi dari seseorang kepada
orang lain, pertukaran makna antar pribadi dengan sistem simbol dan
proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan
efek tertentu (Liliweri, 2003).
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan manusia yang memungkinkan sesorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang
lain. Karena komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari, orang
seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah.
Namun sebenarnya komunikasi adalah proses kompleks yang melibatkan
tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu bersosialisasi
dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya (A.Potter & Perry,
2005: 301).
Komunikasi melibatkan kecakapan untuk menyampaikan pikiran,
perasaan dan sikap melalui ucapan, tulisan dan non-verbal dengan maksud
menularkan ide-ide dan membangun arti manusia (Potter & Perry,
2001:419).
Komunikasi adalah proses mengirimkan dan menerima pesan melalui
lambang, kata-kata, tanda, tindakan. Komunikasi adalah proses multilevel
yang terdiri atas isi atau informasi, pesan (F Smith, J. Duell, and C.Martin,
2000:69 dalam Mulkani 2015).
Page 24
2.1.2 Macam-Macam Komunikasi
2.1.2.1 Komunikasi Searah
Disini komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau
media dan diterima oleh komunikan. Sedangkan komunikan
tersebut tidak memberikan umpan balik feedback.
2.1.2.2 Komunikasi Dua Arah
Komunikator mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan,
setelah disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan
balik kepada sumber berita atau komunikator.
2.1.2.3 Komunikasi Berantai
Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator,
kemudian disalurkan kepada komunikan kedua, dari komunikan
kedua disampaikan kepada komunikan ketiga dan seterusnya.
Terdapat kelemahan dalam komunikasi berantai, karena kadang-
kadang pesan yang disampaikan sudah tidak murni atau terjadi
distorsi informasi sehingga pesan dapat menyimpang dari yang
sebenarnya.
2.1.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi
Komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
2.1.3.1 Komunikasi Verbal (verbal communication)
Komunikasi verbal menggunakan kata-kata, mencakup
komunikasi bahasa lisan. Bahasa terbanyak dan terpenting
digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena
“bahasa” selain dapat mewakili kenyataan kongkrit dalam dunia
sekeliling, juga dapat mewakili hal-hal yang abstrak. Sebagai
contoh pengertian seseorang tentang “kursi” disatu pihak akan
mengatakan sebagai tempat duduk. Mungkin dipihak lain akan
mengatakan sebagai “kedudukan” atau “jabatan”
Page 25
2.1.3.2 Komunikasi Non-Verbal (non verbal communication)
Apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol
disebut komunikasi non-verbal. Komunikasi non-verbal kadang-
kadang disebut juga bahasa tubuh. Pesan yang disampaikan
melalui komunikasi jenis ini adalah sama halnya dengan simbol-
simbol yang digunakan secara sadar atau tidak sadar muncul
melalui: roman muka, gerak dan sikap, tekanan suara, irama dan
getaran, rabaan dan sentuhan, kerlingan mata, air mata, debaran
detak jantung, gelisah, menggigil, disorientasi dan sebagainya.
2.1.4 Tujuan Komunikasi
Secara umum ada lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yakni:
2.1.4.1 Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat
diketahui penerima.
2.1.4.2 Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik
penerima.
2.1.4.3 Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima.
2.1.4.4 Sumber memengaruhi konsumen dengan informasi yang
persuasif untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima.
2.1.4.5 Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil
memengaruhi penerima.
Penjelasan point-point tentang tujuan Komunikasi:
2.1.4.6 Informasi
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan
pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi kepada orang
lain. Artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu, para
penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin dia
ketahui.
2.1.4.7 Pendidikan
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan
pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi yang bersifat
Page 26
mendidik kepada orang lain. Artinya, dari penyebarluasan
informasi itu diharapkan para penerima informasi akan
menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui.
2.1.4.8 Intruksi
Fungsi intruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan
intruksi (mewajibkan atau melarang) penerima melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan.
2.1.4.9 Persuasi
Fungsi persuasi kadang disebut fungsi memengaruhi. Fungsi
persuasi adalah fungsi komunikasi yang menyebarkan informasi
yang dapat memengaruhi (mengubah) sikap, penerima agar dia
menentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak
pengirim.
2.1.4.10 Menghibur
Fungsi hiburan adalah fungsi pengirim untuk mengirimkan
pesan-pesan yang mengandung hiburan kepada para penerima
agar penerima menikmati apa yang diinformasikan.
2.1.5 Unsur-Unsur Komunikasi
Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak yang satu dengan
pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang
dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsure komunikasi,
yaitu: komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media.
2.1.5.1 Komunikator (source)
Adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau
mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk: informasi-
informasi, atau lebih tepatnya disebut pesan-pesan (message)
yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain dan
diharapkan orang atau pihak lain tersebut tidak memberikan
respon atau jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara
kedua variabel tersebut.
Page 27
2.1.5.2 Komunikan
Adalah penerima stimulus dan memberikan respon terhadap
stimulus tersebut. Respon tersebut dapat bersifat pasif yakni
memahami atau mengerti apa yang dimaksud oleh komunikan,
atau dalam bentuk pasif yakni memahami atau mengerti apa yang
dimaksud oleh komunikan, atau dalam bentuk pasif yakni dalam
bentuk ungkapan melalui bahasa lisan maupun tulisan (verbal)
atau menggunakan simbol-simbol (non verbal). Menerima
stimulus saja tanpa memberikan respon belum terjadi
komunikasi.
2.1.5.3 Pesan (message)
Adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber)
kepada komunikan (penerima). Isi stimulus yang berupa pesan
atau informasi ini dikeluarkan oleh komunikan tidak sekedar
diterima atau dimengerti oleh komunikan, tetapi diharapkan agar
direspon secara positif dan aktif berupa perilaku atau tindakan.
2.1.5.4 Saluran (media)
Saluran (channel) atau lebih popular disebut media adalah alat
atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam
menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Jenis
dan bentuk saluran atau media komunikasi sangat bervariasi,
mulai dari yang paling tradisional yakni melalui mulut (lisan),
bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetakan) sampai dengan
elektronik yang paling modern, yakni televisi dan internet.
2.1.6 Bentuk-Bentuk Komunikasi
Agar proses komunikasi kesehatan itu efektif dan terarah, dapat
dilakukan melalui bentuk-bentuk komunikasi antara lain sebagai berikut:
Page 28
2.1.6.1 Communication (face to face communication)
Komunikasi ini adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling
efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat
langsung tatap muka, sehingga stimulus yakni pesan atau
informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat
direspon atau ditanggapi pada saat itu juga. Apabila terjadi
ketidakjelasan pesan atau informasi yang diterima komunikan,
maka pada saat itu juga dapat diklarifikasikan atau dijelaskan oleh
komunikator (pembawa pesan).
Media yang paling penting dalam komunikasi antar-pribadi
adalah bahasa, baik lisan (melalui mulut) maupun tulisan. Namun
untuk visualisasi atau ilustrasi informasi yang memerlukan
dukungan data, perlu dibantu dengan alat bantu media lain,
misalnya: grafik, tabel, diagram, baik dalam bentuk cetak (leaflet,
flip, chart, buku, dan sebagainya) maupun elektronik (video,
slide, film, dan sebagainya, dan pengeras suara (sound system).
2.1.6.2 Mass communication (communication through the mass media)
Komunikasi ini menggunakan saluran (media) massa, atau
berkomunikasi melalui media massa. Komunikasi melalui media
massa kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi
interpersonal, meskipun mungkin lebih efisien. Komunikasi
melalui media massa, khususnya di negara-negara berkembang
seperti Indonesia ini banyak kendalanya. Kendala yang paling
utama adalah tingkat pendidikan dan kecerdasan masyarakat yang
lebih rendah, oleh karena itu kadang-kadang pesan pembangunan
termasuk pesan kesehatan sulit dipahami oleh mereka. Karena
sulit memahami pesan-pesan ini, maka respon mereka sangat
lambat, bahkan tidak meresponnya.
Media yang paling banyak digunakan dalam komunikasi massa
atau lebih popular disebut media massa ini bermacam-macam
antara lain:
Page 29
1. Media cetak: koran, majalah, jurnal, selebaran (flyer), dan
sebagainya.
2. Media elektronik: Radio, televisi, internet dan sebagainya.
3. Bermacam-macam papan nama (billboard)
4. Spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya.
5. Prinsip-prinsip dasar komunikasi
2.1.7 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart, G.W. (1998)
terdiri dari empat fase yaitu :
2.1.7.1 Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai
berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya.
b. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa
diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar
bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka
perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok.
c. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam
membuat rencana interaksi.
d. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan
diimplementasikan saat bertemu dengan klien.
2.1.7.2 Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien.
Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan
perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah
awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama
perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan
yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien
dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
Page 30
2.1.7.3 Fase kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Pada tahap ini, perawat bersama klien mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Tahap ini berkaitan dengan
pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.
2.1.7.4 Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena
hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat
optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas
pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien
bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan.
2.1.8 Faktor Pendukung Komunikasi Dilihat dari komunikator
2.1.8.1 Kepandaian pengirim berita
Komunikator yang menguasai teknik bicara dan menulis surat
simbol atau lambang yang tepat, cakap membangkitkan minat
pendengar, pembaca dan dapat memberikan keterangan-
keterangan secara sistematis serta mudah ditangkap.
2.1.8.2 Sikap komunikator
Sikap sombong, angkuh menyebabkan pendengar menolak
uraian dari komunikator. Sikap ragu-ragu menyebabkan
pendengar kurang percaya terhadap uraian komunikator. Tetapi
sikap tegas akan menyebabkan pendengar percaya dan
komunikasi semakin lancar.
2.1.7.3 Pengetahuan komunikator
Komunikator yang kaya akan pengetahuan dan menguasai
secara mendalam apa yang disampaikan akan lebih mudah
menyampaikan urain-uraian dan mudah menemukan contoh-
contoh sehingga komunikasi akan lebih berhasil.
Page 31
2.1.7.4 Sistem sosial
Dalam hal ini ada 2 macam sistem sosial, yaitu sistem sosial
yang bersifat formal (dalam organisasi) dan sistem sosial non
formal (susunan masyarakat biasa). Dalam organisasi si
pembicara akan dipengaruhi oleh kedudukannya dalam
organisasi tersebut. Begitu pula pembicara yang berbicara di
depan masyarakat tertentu harus menyesuaikan pula kepada
sifat-sifat masyarakat tersebut. Sedangkan di dalam organisasi
pembicara harus memperhatikan dimana kedudukan pembicara.
2.1.7.5 Keadaan lahiriah komunikator suara yang mantap, ucapan yang
jelas, lagak lagu yang baik serta gerakan/gerak gerik tangan
yang sehat dapat mendukung pembicaraan.
2.1.8 Faktor Pendukung Komunikasi Dilihat dari komunikan (reseptor)
2.1.8.1 Kecakapan
Ini terutama kecakapan membaca dan mendengarkan walaupun
komunikator memenuhi persyaratan, jika reseptor kurang cakap
mendengarkan dan membaca, maka hasil komunikasi kurang
murni.
2.1.8.2 Sikap reseptor
Kadang-kadang reseptor, telah curiga terhadap pembicara
(prejudice) atau kadang-kadang bersikap apriori dan sebagainya
akan menyebabkan hasil komunikasi kurang murni.
2.1.8.3 Pengetahuan reseptor
Dengan pengetahuan yang luas pendengar akan cepat menangkap
isi pembicara, karena ia mudah menafsirkan maksud dari
pembicaraan. Sebaliknya pendengar yang pengetahuan terbatas
akan sulit menangkap pembicaraan.
2.1.8.4 Sistem sosial
Si pembaca atau pendengar harus memahami apa dan siapa
pembicara atau komunikator itu. Kita harus bisa menyesuaikan
Page 32
diri dengan kebiasaan-kebiasaan pembicara dengan kata lain
pendengar harus dapat menyesuaikan diri terhadap sistem sosial
pembicara.
2.1.9 Faktor-faktor penghambat komunikasi
2.1.9.1 Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap
berbicara (terutama di depan umum), berbicara tersendat-
sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak
sabar.
2.1.9.2 Sikap yang kurang tepat. Seorang guru yang sedang mengajar di
depan kelas, sambil duduk di atas meja akan memberi kesan
kurang baik bagi siswanya.
2.1.9.3 Kurang pengetahuan. Seorang yang berkurang pengetahuannya,
jarang membaca atau mendengarkan radio atau televisi. Akan
mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain.
2.1.9.4 Kurang memahami sistem sosial.
2.1.9.5 Prasangka yang tidak beralasan.
2.1.9.6 Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara
komunikator dengan reseptor berjauhan.
2.1.9.7 Tidak ada persamaan persepsi.
2.1.9.8 Indera yang rusak.
2.1.9.9 Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan
mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan.
2.1.9.10 Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya.
Page 33
2.2 Konsep Kepuasaan Pasien
2.2.1 Pengertian Kepuasaan
Menurut kotler (2005), Kepuasaan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.
Kepuasaan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja
dibawah harapan konsumen tidak puas, sebaliknya bila kinerja
memenuhi harapan mereka konsumen akan puas dan konsumen akan
sangat puas jika kinerjanya melebihi harapan.
Kepuasaan adalah fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Pasien baru
akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang di
perolehnya sama ayau melebihi harapannyan dan sebaliknya.
Ketidakpuasaan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila
kinerja layanan kesehatan yang di perolehnya itu tidak sesuai dengan
harapannya. (Pohan, 2006)
Teori kepuasaan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas
kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasaan
pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan
yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut,
sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan dari waktu ke waktu
akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang
diberikan. (Notoatmojo, 2005).
2.2.2 Kepuasaan pelanggan
Menurut Kotler (2005), dalam principle of Marketing kepuasaan
pelangan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
2.2.2.1 Kepuasaan fungsional, merupakan kepuasaan yang
diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk.
2.2.2.2 Kepuasaan psikologi, merupakan kepuasaan yang
diperoleh dari atribut yang bersifat tidak terwujud
Page 34
2.2.3 Teori - teori kepuasaan
2.2.3.1 Teori harapan-nilai dari Linder-Pelz
Kepuasan dimediasi oleh harapan pribadi dan nilai-nilai
tentang perawatan serta harapan sebelumnya terhadap
perawatan. Linder- Pelz memberikan definisi oprasional
sebagai “evaluasi positif dari demensi yang berbeda dari
kesehatan”.
2.2.3.2 Teori penentu dan komponen penentu dari Ware dkk
Mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah fungsi
respon subyektif klien terhadap pengalaman perawatan yang
dimediasi oleh keinginnan pribadi dan harapan klien.
2.2.3.3 Teori kualitas kesehatan dari Donabedian
Menyebutkan bahwa kepuasan merupakan hasil utama dari
proses perawatan interpersonal perawatan dimana ekspresi
kepuasan atau ketidakpuasan adalah penilaian klien terhadap
kualitas interpersoanl perawatan.
2.2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasaan
ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasaan pasien, yaitu
sebagai berikut :
2.2.4.1 Kualitas produk dan jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan
bekualitas.
2.2.4.2 Harga
Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk dan
jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang
terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai
kepuasaan pasien. Meskipun demikian elemen ini
memengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
Page 35
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebh besar.
2.2.4.3 Emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain
kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilh
institusi pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai
pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasaan yang
lebih tinggi
2.2.4.4 Kinerja
Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa
pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan
yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan
pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan dan
sebagainya.
2.2.4.5 Estetika
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat
ditangkap oleh pancaindra. Misalnya: keramahan perawat,
peralatan yang lengkap dan sebagainya.
2.2.4.6 Karakteristik Produk
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik
antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk
meliputi penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas
kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2.2.4.7 Pelayanan
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan dianggap
baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih
memperhatikan kebutuhan pasien. Kepuasaan muncul dari
kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan
Page 36
keperawatan yang diberikan misalnya: pelayanan yang
cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayana
keperawatan.
2.2.4.8 Lokasi
Lokasi, meliputi letak kamar dan lingkungan. Merupakan
salah satu aspek yang menetukan pertimbangan dalam
memilih institusi pelayanan kesehatan. Umumnya semakin
dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yamg mudah
dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang
baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien.
2.2.4.9 Fasilitas
Kelengkapan fasilitas turut menetukan penilaian kepuasaan
pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan
prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan
ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital
menentukan penilain kepuasaan pasien, namun institusi
pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian pada
fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik
konsumen.
2.2.4.10 Komunikasi
Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak
penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana
keluhan- keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh
penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan
terhadap keluhan pasien.
2.2.4.11 Suasana
Suasana meliputi keamanan dan keakraba. Suasana yang
tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasaan pasien dalam proses penyembuhan. Selain itu
tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi
orang lain yang berkunjung a kan sangat senang dan
Page 37
memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan
bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut.
2.2.4.12 Desain Visual
Desain visual meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan
desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut
menentukan suatu kenyamanan.
2.2.5 Macam-macam kepuasaan klien
Menurut Djunaidi, dkk (2006) dalam Wahyu Rosadi (2015 :22) kepuasaan
pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan yang dia
harapkan, dan seseorang dikatakan memiliki kepuasaan yang tinggi
apabila produk, jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.
Kepuasaan pelanggan terdiri atas 2, yaitu :
2.2.5.1 Kepuasaan klien dan keluarga
Kepuasaan klien dan keluarga adalah kepuasaan konsumen dari
rumah sakit dan sudah dapat dipastikan bahwa para pasien tersebut
dapat memberikan penilaian atas pelayanan yang maksimal dalam
pemenuhan kebutuhan layanan jasa kesehatan dan pasien tersebut
pulang dari rumah sakit meskipun dalam keadaan apapun juga
merasa puas dan merasa dilayani sebaik mungkin.
2.2.5.2 Kepuasaan Perawat
Kepuasaan perawat merupakan kepuasaan kerja perawat dalam
memberikan pelayanan keerawatan. Kepuasaan kerja atau
kepuasaan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan
merupakan sikap umum seseorang yang positif terhadap
kehidupannya, kepuasaan kerja ini sangat dipengaruhi oleh
langkah-langkah yang diambil oleh manager atau pimpinannya.
Page 38
2.2.6 Manfaat mengetahui kepuasaan pasien
Tjiptono (1999) dalam Wahyu Rosadi (2015: 24) menyatakan bahwa
adanya kepuasaan pelanggan/ pasien dapat memberikan beberapa manfaat
antara lain :
2.2.6.1 Hubungan antara pemberi pelayanan dan pelanggan jadi harmonis
2.2.6.2 Memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang klien
2.2.6.3 Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan/klien
2.2.6.4 Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan pemberi pelayanan
2.2.6.5 Reputasi pemberi pelayanan menjadi baik di mata pelanggan/ klien
2.2.6.6 Dapat meningkatkan jumlah pendapatan.
2.2.7 Pengukuran kepuasaan
Soeparto (2006) dalam Wahyuni Rosadi (2015: 25) menyatakan ada
beberapa metode dalam pengukuran kepuasaan pelanggan, yaitu :
2.2.7.1 Sistem keluhan dan saran
Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan
keluhan dan saran. Organisasi yang berorientasi pelanggan
(customed-centered) memberikan kesempatan yang luas kepada
para pelanggannya dengan menyediakan saran dan keluahan,
misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar,
customer hot line dan lain-lain.
2.2.7.2 Ghost shopping
Merupakan salah satu cara umtuk memperoleh gambaran
kepuasaan pelanggan/pasien dengan memperkerjakan beberapa
orang untuk berperan sebagai pembeli, selanjutnya melaporkan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk
perusaan untuk memuaskan pelanggan.
2.2.7.3 Lost customer analysis
Yaitu dengan menghubungi pelanggan yang berhenti berlangganan
dan memehami menngapa hal tersebut bisa terjadi. Peningkatan
Page 39
lost customer rate menunjukkan kegagalan perusahaan untuk
memuasakan pelanggan.
2.2.7.4 Survei kepuasaan pelanggan
Yaitu dengan melakukan survey untuk dapat memperoleh umpan
balik maupun tanggapan secara langsung dari pelanggan.
Metode yang dikembangkan oleh Parasuraman yang dikutip Tony wijaya
(2011: 155) Kepuasaan pasien dapat di ukur dengan indikator kepuasaan
terhadap akses layanan kesehatan, kepuasaan terhadap mutu layanan
kesehatan, kepuasaan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk
hubungan antar manusia dan indikator terakhir kepuasaan terhadap sistem
layanan kesehatan.
Penilaian tingkat kepuasaan pasien dapat dilakukan melalui lima dimensi :
a. Dimensi Realbility
Dimensi realbility (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan
pelayanan yang dijnjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
Dimensi realbility merupakan dimensi pelayanan yang meliputi :
1) Perawat menayakan pantangan makanan
2) Perawat selalu memeriksa cairan dan tetesan infus
3) Perawat memangil nama klien dengan benar
4) Perawat mengawasi keadaan klien secara teratur
b. Dimensi Responsiveness
Dimensi responsiveness (ketanggapan) yaitu keinginan perawat dalam
memenuhi keinginan klien secara tanggap. Dimensi reponsiveness
meliputi:
1) Perawat menganjurkan makan buah-buahan, sayuran, minum yang
cukup pada saat kesulitan BAB
2) Perawat segera memberikan bantuan bila diperlukan
3) Perawat memberikan informasi tentang keperawatan kepada klien,
setelah klien diperbolehkan pulang.
Page 40
c. Dimensi Assurance
Jaminan bahwa klien akan dilayani dengan baik oleh perawat yang
memiliki tingkat kompetensi yang memadai, ramah, memiliki
kredibilitas tinggi maupun memberi rasa aman.
Dimensi assurance ( jaminan ) meliputi :
1) Perawat menjelaskan akinat dari kurang bergerak dan berbaring
terlalu lama
2) Perawat memberikan penjelasan fasilitas dan tata tertib yang
berlaku di rumah sakit
3) Pelayanan keperwatan yang sopan dan ramah.
d. Dimensi Empaty
Kemapuan perawat untuk memberikan perhatian kepada klien
sehinggan dapat memahami masalah klien secara mendalam. Dimensi
empaty (kemampuan membina hubungan) meliputi :
1) Perawat memperkenalkan diri
2) Perawat melarang klien dan keluarganya merokok di ruangan
3) Perawat memperhatikan nafsu makan dan jumlah makan klien
4) Perawat membantu memberikan makanan saat klien tidak bisa
makan sendiri
5) Perawat menjaga privasi klien saatklien melakukan toileting
6) Perawat membantu memnuhi ADL klien saat klien tidak bisa
melakukannya sendiri
7) Perwat memberikan penjelasaan sebelum melakuakn tindakan
keperawatan
8) Perawat bersedia memperhatikan setiap keluhan klien
e. Dimensi Tangibles
Dimensi tangibles atau bukti langsung merupakan dimensi pelayanan
yang meliputi sarana dan prasarana yang dapat langsumg dirasakan
seperti, kebersihan, kerapian dan kenyamanan di ruangan perawatan,
kelengkapan alat, kebersihan alat, kebersihan dan penampilan perawat
dalam memberikan pelayanan.
Page 41
Menurut Leonard L. Barry dan Pasuraman “marketing servis competin through
quality” (new york freepress, 1991: 16) yang dikutip parasuraman dan zeithami
(2001) mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh
pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa layanan, antara lain :
a. Tangible (kenyataan), yaitu berupa peunampilan fisik, peralatan materi
komunikasi yang menarik dan lain-lain.
b. Empati, yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian
secara pribadi kepada konsumen
c. Cepat tanggap yaitu kemauan dari karyawan dan pengusha untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi
keluhan dari konsumen.
d. Keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan, terpercaya dan akurat dan konsisten.
e. Kepastian yaitu berupa kemampaun karyawan untuk menimbulkan keyakinan
dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.
(Nursalam 2015).
Menurut Rangkuti (2003) dalam Nursalam 2015 ada enam faktor menyebabkan
timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap suatu produk yaitu :
a. Tidak sesuai harapan dan kenyataan
b. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan
c. Perilaku personal kurang memuaskan
d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang
e. Cost terlalu tinggi karena jarak terlalu jau, banyak waktu terbuang dan harga
yang tidak sesuai
f. Promosi/iklan tidak sesuai kenyataan
Ada beberapa cara mengukur kepuasaan pasien (Nursalam 2015) :
a. Sistem keluhan dan saran
b. Survei kepuasaan pelanggan
c. Pembeli bayangan
d. Analisis kehilanggan pelanggan
Page 42
2.2.8 Penilaian kepuasan
Penilaian kepuasan dilakukan untuk mengindetifikasi dan memahami apa
yang mempengaruhi klien untuk mendapatkan perawatan yang berkualitas
dan kepuasan terhadap perawatan yang diterima memerlukan strategi
tertentu dimana institusi kesehatan harus dapat menarik minat klien dengan
pemberian pelayanan yang baik (Otani dan Kurz, 2004).
Menurut Wagner dan Bear (2009) menyatakan kepuasan klien dengan
asuhan keperawatan merupakan bagian untuk membangun alat penilaian
kepuasan klien dan menjadikannya sebagai tujuan peningkatan kualitas
pelayanan kebanyakan rumah sakit. Rumah sakit memerlukan survei
kepuasan pasien sebagai informasi untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan.
2.2.9 Indeks Kepuasan pasien
Indeks kepuasan pasien sudah lama dikembangkan untuk melihat
kecenderungan perubahan kepuasan pasien dari waktu ke waktu dengan
pelayanan yang diberikan oleh pelayanan di Rumah Sakit. Berdasarkan
surat keputusan Menpan nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 ada 14 unsur yang
ada sebagai acuan atau dasar untuk melakukan pengukuran indeks kepuasan
masyarakat/pasien, yaitu :
a. Kemudahan dalam prosedur pelayanan yang dapat dilihat dari sisi
kesederhanaan alur prosedur layanan tersebut.
b. Kesesuaian persyaratan pelayanan masyarakat/pasien yang diperlukan
untuk mendapatkan pelayanan .
c. Kejelasan petugas dalam memberikan pelayanan
d. Kedisplinan petugas dalam memberikan pelayanan
e. Tanggung jawab petugas dalam memberikan pelayanan
f. Kemampuan atau tingkat keahlian keterampilan petugas dalam
memberikan pelayanan.
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan.
h. Keadilan dalam mendapatkan pelayanan
Page 43
i. Kesopanan dan keramahan petugas dalam memberikan pelayanan.
j. Kewajaran biaya pelayanan
k. Kepastian biaya pelayanan
l. Kepastian jadwal pelayanan
m. Kenyamanan lingkungan pelayanan dalam hal saran dan prasarana
pelayanan
n. Kenyamanan pelayanan dalam hal keamanan lingkungan di unit
penyelengara pelayanan.
Page 44
2.3 Konsep Pemberian Obat Injeksi Intravena
2.3.1 Pengertian Injeksi Intravena
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh
darah vena dengan memanfaatkan spuit. Sedangkan pembuluh darah
vena adalah pembuluh darah yang menghantarkan darah ke jantung.
2.3.2 Kegunaan Injeksi Intravena
2.3.2.1 Digunakan pada pasien yang dalam keadaan darurat, agar
obat yang di berikan dapat menimbulkan efek langsung.
Contoh pada pasien epilepsi atau kejang-kejang.
2.3.2.2 Digunakan pada pasien yang tidak dapat diberi obat melalui
oral, contoh pada pasien terus menerus muntah – muntah
2.3.2.3 Digunakan pada pasien yang tidak di perbolehkan
memasukkan obat apapun melalui mulutnya.
2.3.2.4 Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak
obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui
jalur lain dipertimbangkan.
2.3.3 Tempat injeksi intravena
2.3.3.1 Pada lengan
a. Vena mediana cubiti/ vena sefalika
b. Vena basilica
2.3.3.2 Pada tungkai
a. Vena saphenous
2.3.3.3 Pada leher
a. Vena jugularis
2.3.3.4 Pada Kepala
a. Vena frontalis
b. Vena temporalis
Page 45
2.3.3.5 Pada mata kaki
a. Vena dorsal pedis
2.3.4 Macam – macam injeksi Intravena
2.3.4.1 Pemberian Obat melalui intravena (Secara Langsung)
Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung,
diantaranya vena mediana cubiti/cephalika ( lengan ), vena
saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ), vena
frontalis/temporalis ( kepala ), yang bertujuan agar reaksi
cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
2.3.4.2 Pemberian Obat melalui intravena (Secara Tidak Langsung)
Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau
memasukkan obat kedalam media (wadah atau selang), yang
bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan
mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
2.3.5 Hal yang wajib diperhatikan dalam pemberian injeksi Intravena
2.3.5.1 Jarum suntik wajib dalam keadaan steril
2.3.5.2 Dilakukan dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa
2.3.5.3 Kaji obat yang akan diberikan, karena obat wajib tepat dan
sesuai untuk jenis penyakitnya. Apabila terjadi kesalahan
dalam pemberian obat, obat tidak dapat ditarik kembali
2.3.5.4 Dosis yang diberikan wajib tepat
2.3.5.5 Tepat lokasi injeksi, artinya injeksi wajib tepat pada vena
2.3.6 Kekurangan Pemberian Injeksi Intravena
2.3.6.1 Dapat terjadi emboli
2.3.6.2 Dapat terjadi infeksi karena jarum yang tidak steril
2.3.6.3 Pembuluh darah dapat pecah
2.3.6.4 Dapat terjadi alergi
2.3.6.5 Obat tidak dapat di tarik kembali
Page 46
2.3.6.6 Membutuhkan keahlian khusus
2.3.7 Kelebihan pemberian injeksi intravena
2.3.7.1 Dapat diberdayakan untuk pasien yang tidak sadar
2.3.7.2 Obat dapat terabsorbsi dengan sempurna
2.3.7.3 Obat dapat bekerja cepat
2.3.7.4 Tidak dapat mengiritasi lambung
2.3.8 Bahaya Pemberian Obat Melalui Intravena
Bahaya- bahaya dalam pemberian obat melalui intravena yaitu :
(A. Aziz Alimul Hidayat dan Musrifatul Uliyah, 2011)
1. Apabila klien alergi terhadap obat dapat mengakibatkan seperti
menggigil, urtikaria, syok, kolaps.
2. Pada bekas suntikan dapat terjadi abses, narkose, atau
hematoma.
3. Dapat menimbulkan kelumpuhan.
4. Obat-obat suntikan yang diberikan harus berdasarkan program
pengobatan.
5. Sebelum menyiapkan obat, bacalah dengan teliti petunjuk
pengobatan yang ada dalam catatan medic atau status klien;
seperti nama obat, dosis, waktu, dan cara pemberiannya.
6. Pada waktu menyiapkan obat, bacalah dengan teliti label atau
etiket dari tiap-tiap obat. Obat-obat yang kurang jelas labelnya
tidak boleh diberikan kepada klien.
7. Perhatikan aseptic.
8. Klien yang mendapat suntikan harus diawasi untuk beberapa
waktu, karena ada kemungkinan timbul reaksi alergi dan lain-
lain
9. Bagi klien yang memiliki penyakit menular melalui peredaran
darah, harus menggunakan jarum spuit khusus.
Page 47
2.3.9 Prinsip 10 Benar Dalam Pemberian Obat
Prinsip pemberian obat 10 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar waktu, benar rute, benar dokumentasi, benar pendidikan
kesehatan perihal medikasi klien, benar hak klien untuk menolak,
benar pengkajian dan benar evaluasi (Fundamental of nursing, 2010).
Adapun penjelasan dari 10 benar itu sendiri adalah:
2.3.9.1 Benar klien
a. Memeriksa identitas pasien sebelum melakukan
pemberian obat.
b. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang kegunaan
obat yang akan diberikan.
c. Dapat membedakan pasien dengan dua nama yang sama
apabila terdapat kesamaan nama pasien.
2.3.9.2 Benar obat
a. Membaca label obat minimal tiga kali sebelum
memberikan obat yaitu pada saat melihat botol atau
kemasan obat, sebelum menuang atau menghisap obat,
dan setelah menuang obat
b. Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
sesuai advis dokter pada status pasien
c. Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat
tersebut.
2.3.9.3 Benar dosis obat yaitu memberikan obat sesuai dengan
dosis yang dianjurkan dokter.
2.3.9.4 Benar waktu pemberian Memberikan obat sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
2.3.9.5 Benar cara pemberian (rute)
a. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam menelan
sebelum memberikan obat-obat peroral.
b. Menggunakan tehnik aseptik sewaktu memberikan
obat parenteral.
Page 48
2.3.9.6 Benar dokumentasi selalu mencatat informasi yang sesuai
mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien
terhadap pengobatan.
2.3.9.7 Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien
a. Mmberikan pendidikan kesehatan pada pasien, dan
keluarga terutama yang berkaitan dengan obat seperti
manfaat obat, dan efek samping dari pemberian obat.
b. Memberikan penjelasan tentang efek samping obat
dan reaksi obat.
2.3.9.8 Hak klien untuk menolak
a. Tidak memberikan pengobatan ketika pasien menolak
setelah diberikan penjelasan.
b. Memberikan inform consent sebelum melakukan
pemberian obat.
2.3.9.9 Benar pengkajian yaitu melakukan pememeriksaan TTV
(Tanda-tanda vital) sebelum memberikan obat.
2.3.9.10 Benar evaluasi yaitu Melihat atau memantau efek kerja
dari obat setelah pemberiannya.
Page 49
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi
dengan tingkat kepuassan terhadap pemberian obat melalui intravena maka
kerangka konsep dalam penelitian berikut ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Terdapat Hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan
pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di ruang Garuda 7
dan ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin Tahun 2016.
Pelaksanaan
Komunikasi
(Variabel Independen)
Kepuasaan Pasien
(Variabel Dependen)
Dimensi Kualitas
pelayanan
1. Tangible
(Kenyataan)
2. Empati
3. Cepat Tanggap
4. Keandalan
5. Kepastian
Page 50
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis analitik korelasional
yaitu penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan dua variabel
yang berbeda antara faktor risiko dan faktor efek (Notoatmodjo,
2012). Metode analitik korelasional dalam penelitian ini digunakan
untuk mengetahui hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan
tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui
intravena di ruang Garuda 7 dan ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia
Banjarmasin Tahun 2016.
3.1.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross sectional yaitu
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-
faktor risiko dan efek dengan cara pendekatan atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat (point time approach), artinya tiap
subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dengan pengukuran
dilakukan terhadap karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan (Notoatmodjo, 2012).Variabel independen (variabel
bebas) dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan komunikasi dan
variabel dependen (variabel terikat) adalah Tingkat Kepuasaan dan
diukur dengan menggunakan kuesioner.
Page 51
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala Hasil Ukur
1. Indefenden/
Bebas
Komunikasi
Terpenuhinya
komunikasi yang
baik yang bertujuan
untuk membantu
kelancaran dalam
pemberian obat
melalui intravena
dan untuk membantu
dalam penyembuhan
dan pemulihan
pasien.
1. Fase
preinteraksi
2. Fase
orientasi
3. Fase kerja
4. Fase
terminasi
Kuisioner Ordinal 1. Baik
(24 – 40 )
2. Kurang
(8 – 23 )
2. Defenden/
Terikat
Tingkat
Kepuasaan
Suatu ungkpan
perasaan pasien
terhadap tindakan
pemberian obat
melaui intravena
1. Tangible
(Kenyataan)
2. Empati
3. Cepat
Tanggap
4. Keandalan
5. Kepastian
Kuisioner Ordinal 1. Puas
(45 – 75)
2. Tidak
puas
(15 – 44)
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi adalah keseluruhan sumber
data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Riyanto & Anggraeni,
2013). Populasi penelitian ini adalah semua pasien dewasa yang
dirawat inap dan mendapatkan injeksi intravena di Ruang Garuda 7
dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin. Jumlah rata-
rata pasien dewasa yang mendapatkan injeksi intravena bulan januari
Page 52
sampai maret tahun 2016 di ruang Garuda 7 dan ruang Nuri yaitu
115 pasien.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Teknik sampel yang
digunakan yaitu acidental sampling dimana pengambilan sample ini
dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian
(Notoadmojo, 2012). Dan sampel yang di ambil oleh peneliti
sejumlah pasien dewasa yang dirawat inap dan mendapatkan injeksi
intravena di Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari
Mulia Banjarmasin. Pada saat penelitian dua minggu di Ruang
Garuda 7 dan Ruang Nuri di Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin
peneliti mendapatkan 44 responden dari tanggal 6-18 januari 2017.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
1.4.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruangan Garuda 7 dan Ruangan Nuri
RS Sari Mulia Banjarmasin, Jl Pangeran Antasari No. 139
Banjarmasin.
Page 53
1.4.2 Waktu penelitian
Tabel 3.2 Waktu Penelitian
No Kegiatan Bulan
Jul Agst Sept Okt Nov Des
1. Penyusunan Proposal
2. Studi Pendahuluan
3. Konsultasi
4. Seminar KTI 1
5. Penelitian
6. Pengolahan Data
3.5 Instrumen Penelitian
3.5.1 Instrumen pengumpulan data
Dalam penelitian ini, instrumen yang dipakai dalam pengumpulan
data adalah dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan
cara dichotomy question yaitu responden diminta untuk
membubuhkan tanda cek list (√) pada salah satu dari kemungkinan
jawaban yang tersedia. Kuesioner dalam penelitian ini memodifikasi
dari kuesioner nursalam (2014) dan Rosadi (2015). Adapun jumlah
pertanyaan dalam kuesioner ini terdiri dari :
3.5.1.1 Kuisioner Komunikasi
Kuisioner ini terdiri dari 4 pernyataan yang terdiri dari sangat tidak
setuju, tidak setuju, kurang setuju, setuju, sangat setuju yang di ambil
dari bentuk-bentuk komunikasi.
Page 54
Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen komunikasi
Variabel Indikator Item Jumlah item
Komunikasi
1. Fase Preinteraksi 1,2 2
2. Fase Orientasi 3,4 2
3. Fase Kerja 5,6 2
4. Fase Terminasi 7,8 2
Jumlah 8
Penilaian jawaban menggunakan skala linkert terdiri dari 5 pilihan
jawaban sebagai berikut :
Tabel 3.4 penilaian jawaban berdasarkan skala linkert
Jawaban Penilaian
Tidak Pernah 1
Jarang 2
Kadang-kadang 3
Sering 4
Sangat sering 5
Setelah diberi bobot nilai selanjutnya dibuat kategori dari setiap
instrument untuk pernyataan berdasarkan nilai skor kemudian
ditetapkan kriteria sebagai berikut :
a. Menetapkan nilai tertinggi yaitu jumlah pernyataan dikalikan
skor tertinggi 8 x 5 = 40
b. Menetapkan nilai terendah yaitu jumlah pernyataan dikalikan
nilai terendah 8 x 1 = 8
c. Range = nilai tertinggi – nilai terendah 40 – 8 = 32
d. Kemudian dibagi menjadi 2 kategori untuk menentukan interval
dai klasifikasi nilai yang akan dibuat 32 : 2 = 16. Kemudian hasil
tersebut ditabah dengan nilai minimum yaitu 16 + 8 = 24
Page 55
e. Sehingga nilai tengah yang didapat antara 8 dan 40 adalah 24,
maka diperoleh kategori sebagai berikut :
Tabel 3.5 klasifikasi penilaian kuesioner komunikasi
No Klasifikasi penilaian Kategori penilaian
1. Baik 24 – 40
2. Kurang 8 – 23
3.5.1.2 Kuisioner kepuasaan pasien
Kuisioner ini terdiri dari 15 pernyataan yang terdiri dari sangat tidak
setuju, tidak setuju, kurang setuju, setuju, sangat setuju yang di ambil
dari bentuk-bentuk komunikasi.
Tabel 3.6 Kisi – kisi Instrumen Kepuasaan Pasien
Variabel Indikator Item Jumlah item
Kepuasaan
pasien
1. Tangible
(Kenyataan)
1,2,3,4 4
2. Empati 5,6,7 3
3. Cepat Tanggap 8,9 2
4. Keandalan 10,11,12 3
5. Kepastian 13,14,15 3
Jumlah 15
Penilaian jawaban menggunakan skala linkert terdiri dari 5 pilihan
jawaban sebagai berikut :
Page 56
Tabel 3.7 penilaian jawaban berdasarkan skala linkert
Jawaban Penilaian
Sangat tidak setuju 1
Tidak setuju 2
Kurang setuju 3
Setuju 4
Sangat setuju 5
Setelah diberi bobot nilai selanjutnya dibuat kategori dari setiap
instrument untuk pernyataan berdasarkan nilai skor kemudian
ditetapkan kriteria sebagai berikut :
a. Menetapkan nilai tertinggi yaitu jumlah pernyataan dikalikan
skor tertinggi 15 x 5 = 75
b. Menetapkan nilai terendah yaitu jumlah pernyataan dikalikan
nilai terendah 15 x 1 = 15
c. Range = nilai tertinggi – nilai terendah 75 – 15 = 60
d. Kemudian dibagi menjadi 2 kategori untuk menentukan interval
dari klasifikasi nilai yang akan dibuat 60 : 2 = 30. Kemudian
hasil tersebut ditabah dengan nilai minimum yaitu 30 + 15 = 45
e. Sehingga nilai tengah yang didapat antara 15 dan 75 adalah 45,
maka diperoleh kategori sebagai berikut :
Tabel 3.8 klasifikasi penilaian kuesioner kepuasaan pasien
No Klasifikasi penilaian Kategori penilaian
1. Puas 45 – 75
2. Tidak puas 15 – 44
Page 57
3.6 Uji Validitas dan reliabilitas
3.6.1 Menurut Notoatmodjo (2012), uji validitas adalah suatu indeks yang
menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur.
Selain itu untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun tersebut
mampu mengukur apa yang hendak diukur, maka perlu di uji dengan
uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan
skor total kuesioner tersebut. Uji validitas ini menggunakan teknik
korelasi product moment (r) dengan nilai ketelitian 95% dan tingkat
kepercayaan 5% (0,05) menggunakan perangkat computer. Dengan
ketentuan jika r hitung > r table maka instrument penelitian dapat
dinyatakan valid, sebaliknya jika r hitung < r table maka instrument
penelitian tidak valid.
Kuesioner pelaksanaan komunikasi terdiri dari 8 pertanyaan yang di
uji coba pada 20 orang responden. Hasil uji validitas kuesioner
pelaksanaan komunikasi dapat dilihat pada tabel 3.9
Tabel 3.9 Hasil uji Validitas kuesioner pelaksanaan komunikasi
No.
Soal
Nilai
(rhitung)
Keterangan
dengan
(rtabel = 0,444)
1. 0,814 Valid
2. 0,460 Valid
3. 0,286 Tidak Valid
4. 0,490 Valid
5. 0,157 Tidak valid
6. 0,472 Valid
7. 0,760 Valid
8. 0,663 Valid
Page 58
Pada tabel 3.9 hasil uji validitas pada pelaksanaan komunikasi
jumlah pertanyaan yang valid ada 6 pertanyaan diantaranya nomer
1,2,4,6,7,8 dan hasil yang tidak valid pada nomer 3 dan 5 untuk
pertanyaan yang tidak valid peneliti memodifikasi pertanyaan
tersebut.
Sedangkan uji validitas untuk kuesioner kepuasaan pasien dengan
jumlah responden 20 orang. Hasil uji validitas kuesioner kepuasaan
pasin dapat dilihat pada tabel 3.10
Tabel 3.10 Hasil uji validitas kuesioner kepuasaan pasien
No.
Soal
Nilai
(rhitung)
Keterangan dengan
(rtabel) = 0,444)
1. 0,724 Valid
2. 0,533 Valid
3. 0,602 Valid
4. 0,683 Valid
5. 0,728 Valid
6. 0,582 Valid
7. 0,493 Valid
8. 0,539 Valid
9. 0,611 Valid
10. 0,522 Valid
11. 0,758 Valid
12. 0,575 Valid
13 0,549 Valid
14. 0,851 Valid
15. 0,632 Valid
Page 59
3.6.2 Uji Reliabilitas adalah indeks yang ditunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Alat ukur
dikatakan reliabel (handal) kalau dipergunakan untuk mengukur
berulangkali dalam kondisi yang relatif sama, akan menghasilkan
data yang sama atau sedikit variasi. Tingkat reliabilitas suatu
variabel penelitian dapat dilihat dari hasil statistik Cronbach Alpa >
0,6 (Ghozali, 2011). Semakin nilai alpanya mendekati satu maka
maka nilai reliabilitas datanya semakin terpercaya. Adapun hasil
pengujian reliabilitas instrument penelitian untuk variabel
pelaksanaan komunikasi (X) dan kepuasaan pasien (Y) dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 3.11 Hasil Uji Reliabilitas Instrument Penelitian Pada
Variabel Pelaksanaan Komunikasi (X) dan Kepuasaan Pasien (Y).
No. Variabel Nila Alpha Cronbach Keterangan
1. Pelaksanaan
Komunikasi (X)
0,804 Reliabel
2. Kepuasaan Pasien (Y) 0,919 Reliabel
Kuesioner yang akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas yaitu
kuesioner komunikasi dan kepuasaan pasien. Penelitian untuk uji
validitas dan uji reliabilitas akan dilaksanakan di Rumah Sakit
Bayangkara Banjarmasin selama seminggu dari tanggal 24 sampai
dengan tanggal 30 desember 2016 sebanyak 20 orang responden.
3.7 Teknik Pengambilan Data
3.7.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti dari
responden penelitian. Data diperoleh dari pengisian kuesioner di
tempat penelitian yaitu berupa data pasien yang memperoleh
Page 60
informasi sebelum pemberian obat melalui intravena terhadap
kepuasaan pasien.
3.7.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil oleh peneliti secara tidak
langsung. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data jumlah
pasien rawat inap di ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit
Sari Mulia Banjarmasin.
3.8 Teknik Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2014) dalam proses pengolahan data terdapat langkah-
langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
3.8.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data
yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada
tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Kegiatan ini
untuk mengecek isian kuesioner yang dilakukan oleh pasien yang
terpilih menjadi sampel. Kuesioner yang diisi harus lengkap,
jelas, relevan, dan konsisten.
3.8.2 Pemberian kode (coding)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode
ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan
komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali
melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. Pada
kegiatan ini penilaian data dengan memberikan skor pada
pertanyaan yang berkaitan dengan variabel penelitian.
3.8.3 Entri data
Data entri adalah memasukkan data yang sudah diperoleh
menggunakan fasilitas komputer dengan program SPSS. Data
Page 61
yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf).
3.8.4 Tabulasi data
Tabulasi data adalah pengelompokkan data sesuai dengan tujuan
penelitian kemudian dimasukkan kedalam tabel.
3.9 Teknik Analisa Data
Analisis data dilakukan untuk mengolah data kedalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan di interprestasikan serta untuk menguji secara statistik
kebenaran hipotesa yang telah ditetapkan. Analisa data dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
3.9.1 Analisis Univariat
Analisis data univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi
setiap variabel yaitu komunkasi dan Kepuasaan Pasien
3.9.1 Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap
tindakan pemberian obat melalui intravena di Ruang Garuda 7 dan
Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin Tahun 2016.
Analisa ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan
(menguji hipotesis) yakni mengetahui hubungan variabel terikat dan
variabel bebas melalui uji Spearman Rho. Uji Spearman rho dilakukan
dengan menggunakan komputer sehingga p value ≤ α 0,05 maka
disimpulkan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan komunikasi
dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat
melalui intravena di Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit
Sari Mulia Banjarmasin Tahun 2016
Page 62
Jika p > α 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien
terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di Ruang Garuda
7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin Tahun 2016.
Nilai kekuatan hubungan antara variabel terikat dan bebas
berdasarkan hasil uji Spearman Rho maka dapat dilihat pada tabel r
Spearman Rho di bawah ini :
Tabel Nilai r Spearman Rho
No Nilai r Interprestasi
1. 0,00 – 0,199 Sangat lemah
2. 0,20 – 0,399 Lemah
3. 0,40 – 0,599 Sedang
4. 0,60 – 0,799 Kuat
5. 0,080 – 1,000 Sangat kuat
(Sumber: Sugiono, 2009)
3.10 Etika Penelitian
Responden penelitian terutama responden penelitian kesehatan yaitu
manusia, memerlukan hak perlindungan. Penelitian kesehatan yang
mengikutsertakan manusia sebagai responden penelitian harus tetap
memperhatikan aspek etis. Secara internasional disepakati prinsip dasar
penerapan etik kesehatan adalah :
3.10.1 Respect for person
1) informed consent
informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian, yang diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan menanda tangani lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Sebelum responden penelitian menanda
tangani lembar persetujuan, peneliti memberikan informasi
Page 63
kepada responden tentang tujuan dan sifat sukarela dalam
mengikuti penelitian.
2) Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup
dengan memberikan nomor kode pada masing-masing lembar
tersebut.
3) Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasian informasi dari responden dijamin oleh peneliti dan
hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau
dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3.10.2 Beneficience dan malaficience
Penelitian yang dilakukan harus memaksimalkan kebaikan atau
keuntungan dan meminimalkan kerugian atau kesalahan terhadap
responden penelitian. Secara tidak langsung penelitian ini akan
meningkatkan layanan keperawatan di ruang Garuda 7 dan ruang
Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
3.10.3 Justice
Prinsip keadilan dibutuhkan demi tercapainya kesamaan derajat dan
keadilan terhadap orang lainyang menjunjung prinsip moral, legal
dan kemanusiaan. Peneliti tidak menbeda-bedakan antara responden
yang satu dengan yang lainnya. Peneliti menghormati dan
memberikan hak yang sama kepada responden.
Page 64
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin terletak di jalan pangeran antasari
no. 130 Banjarmasin Kalimatan Selatan. Pada tanggal 10 Januari 1973
melalui akta notaris Eliza Pondaag No. 13 dibentuklah Yayasan Indah
yang bertujuan untuk mendirikan rumah sakit dan rumah bersalin,
mendirikan apotek dan laboratorium, balai kesejahteraan ibu dan anak,
panti asuhan, tempat perawatan anak cacat dan mendirikan institusi
pendidikan kesehatan.
Dengan izin sementara pada tanggal 15 maret 1979 mulai di operasikan
rumah sakit bersalin dan pada tanggal 26 mei 1980 dikeluarkan izin tetap
rumah bersalin sari mulia melalui surat keputusan kantor wilayah
departemen kesehatan provinsi kalimantan selatan no.
391/kanwil/izin/KB/80 yang ditandatangani oleh dr. M. Ansari Saleh.
Setelah 6 tahun berjalan tepatnya tanggal 7 februari 1986 rumah bersalin
sari mulia ditingkatkan menjadi rumah sakit bersalin sari mulia.
Beberapa tahun kemudian tepatnya tanggal 1 juni 1994 rumah sakit
bersalin sari mulia ditingkatkan lagi statusnya menjadi rumah sakit
bersalin dan anak sari mulia dengan jumlah tempat tidur sebanyak 35
tempat tidur. Pada tanggal 20 februari 1998 berubah menjadi rumah sakit
umum sari mulia yang melayani pasien umum.
4.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin
4.1.2.1 Visi
Menjadi Rumah Sakit pilihan utama yang melaksanakan
pelayanan dengan memberikan hasil layanan yang berkualitas
dan terjangkau serta memastikan profitabilitas dalam jangka
panjang.
Page 65
4.1.2.2 Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan terpadu yang
bermutu dan terjangkau masyarakat dengan mengutamakan
keselamatan pasien dan kepuasan pelanggan.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas sesuai kebutuhan pelayanan keehatan dan
perkembangan IPTEK.
c. Mengembangkan potensi, kompetensi, etos dan budaya kerja
sumber daya manusia agar selalu siap menghadapi perubahan
serta meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia.
d. Mengembangkan sistem kerja yang efektif dan efesien dalam
memberikan pelayanan.
4.1.2.3 Motto
Mutu Pelayanan terbaik adalah kewajiban Rumah Sakit.
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin responden dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin responden di Ruang Garuda
7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin tahun 2017
No. Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Laki-laki 21 48
2 Perempuan 23 52
Jumlah 44 100
Berdasarkan tabel 4.1 responden yang terbanyak (52%) adalah
perempuan.
Page 66
4.2.2 Analisa univariat
4.2.2.1 Pelaksanaan komunikasi di Ruang Garuda 7 dan Ruang
Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin
Pelaksanaan komunikasi dikategorikan menjadi 2 yaitu
Komunikasi baik dan komunikasi kurang. Data disajikan
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 distribusi frekuensi kategori pelaksanaan komunikasi di
Ruang Garuda 7 dan Ruang nuri Rumah Sakit Sari Mulia
Banjarmasin
No. Kategori Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Baik 26 59,1
2. Kurang 18 40,9
Jumlah 44 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar (59,1%)
perawat di ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri sudah melakukan
komunikasi yang baik terhadap pemberian obat melalui intravena.
4.2.2.2 Kepuasaan Pasien Terhadap pemberian obat melalui
intravena di Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit
Sari Mulia Banjarmasin.
Kepuasaan pasien pada responden di kategorikan menjadi 2 yaitu
puas dan tidak puas. Data disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 distribusi frekuensi kategori Kepuasaan pasien terhadap
pemberian obat melalui intravena di Rumah Sakit Sari
Mulia Banjarmasin
No. Kategori Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Puas 23 52,3
2. Tidak Puas 21 47,7
Jumlah 44 100
Page 67
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
(52,3%) responden merasa puas terhadap pemberian obat melalui
intravena di Ruang garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari
Mulia Banjarmasin.
4.2.3 Analisa bivariat
Pada analisa bivariat akan dijabarkan hasil uji statistik antara variabel bebas
dan variabel terikat yaitu pelaksanaan komunikasi dengan kepuasaan
pasien. Hasil uji spearman rho kemudian menentukan hipotesis yang
diterima atau ditolak.
4.2.3.1 Hubungan pelaksanaan komunikasi dengan kepuasaan pasien
Berdasarkan hasil uji spearman rho, didapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan kepuasaan pasien
di Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia
Banjarmasin Tahun 2017 yang ditunjukkan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 tabulasi silang pelaksanaan komunikasi dengan kepuasaan
pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena
di Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia
Banjarmasin Tahun 2016.
No Komunikasi
Kepuasaan Pasien Jumlah
Puas Tidak Puas
F % F % F %
1. Baik 23 88 3 12 26 100
2. Kurang - - 18 100 18 100
Total 23 52 21 48 44 100
Uji Spearman P= 0,002 < 0,05, Koefesien correlation = 0,462
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 26 responden sebagian besar
responden menilai pelaksanaan komunikasi baik lebih dari 80 %
atau 23 responden (88%) merasa puas.
Page 68
Setelah dil akukan analisis uji sperman rho dengan nilai signifikasi
nilai p=0,002 < α 0,05 sebagai taraf yang ditetapkan (p < α) dan
dapat dinyatakan Ho di tolak, maka dengan demikian hipotesis
diterima atau ada hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan
kepuasaan pasien. Hubungan kedua variabel ini menunjukkan nilai
korelasi sperman rho 0,462 dengan makna kekuatan antara kedua
variabel yaitu sedang
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pelaksanaan komunikasi
Pada tabel 4.2 dari 44 responden pelaksanaan komunikasi di Ruang
Garuda 7 dan Ruang nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin sebagian
besar sudah melaksanakan komunikasi yang baik terhadap pemberian
obat melalui intravena sebesar 26 orang (59,1%). Sedangkan pelaksaan
komunikasi yang kurang yaitu 18 orang (40,9%).
Bila dilihat dari karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
terhadap pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien
terhadap pemberian obat melalui intravena di ruang garuda 7 dan ruang
Nuri rumah sakit sari mulia banjarmasin sebagian besar adalah
perempuan, peneliti berpendapat karena perempuan lebih menggunakan
perasaan daripada logika sehingga apapun yang dilihat, dikerjakaan lebih
dipengaruhi oleh emosi dan perasaannya.
Apabila dilihat dari parameter komunikasi, komunikasi terbagi menjadi
4 parameter yaitu fase pre interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase
terminasi. Pada parameter pertama skor tertinggi adalah responden masih
banyak kurang setuju (34,1%) terhadap komunikasi yang dilakukan
perawat dan pasien merasa belum mengetahui cara kerja perawat saat pre
interaksi sebelum melakukan tindakan pemberian obat melalui injeksi
intravena dan pada parameter kedua fase orientasi skor tertinggi adalah
responden sudah setuju (38,6%) terhadap komunikasi perawat sebelum
melakukan tindakan pemberian obat perawat sudah melakukan dengan
Page 69
menayakan nama pasien dan memperkenalkan diri sambil mencocokan
nama dan rekam medis yang dipasang ditangan setiap pasien agar tidak
terjadi kesalahan saat pemberian obat dan agar terciptanya hubungan
yang kuat antara perawat dan pasien. Dan pada parameter ketiga fase
kerja skor tertinggi adalah responde setuju (56,8%) terhadap komunikasi
disana responden sangat ingin mengetahui tentang obat apa yang akan
diberikan kepada pasien. Dan parameter keempat skor tertinggi yaitu
kurang setuju (45,5%) karena masih ada beberapa perawat setelah
melakukan pemberian obat intvena tidak menayakan ke pasien
bagaimana perasaannya setelah obat itu sudah dimasukkan.
Apabila dilihat dari jumlah pertanyaan skor tertinggi terdapat pada
pertanyaan nomer 6 yaitu (43,2%) dimana perawat dapat mengalihkan
rasa cemas atau rasa nyeri saat pemberian obat melalui intravena dan skor
terendah terdapat pada pertanyaan nomer 1 yaitu (25%) dimana masih
ada beberapa perawat yang yang tidak mencocokan data pasien yang
akan diberikan obat melalui intravena dengan buku tindakan yang ada
pada perawat.
Hal ini sesuai dengan jurnal patchin Mei 2013 Vol. 2 dikatakan semakin
baik seseorang dalam berkomunikasi dalam menjelaskan setiap tindakan
yang dilakukannya semakin sedikit tingkat kesalahan yang akan terjadi
begitupula sebaliknya. Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan
bahwa komunikasi antara dokter dan pasien, perawat dan pasien di
Indonesia belum menjadi urusan utama. Selama ini kompetensi
komunikasi cenderung terabaikan. Padalah kompetensi komunikasi
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah
kesehatan pasien. (Rusmana, 2009 dalam Hardjodisastro, 2010).
Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Dwiyanti dalam
Jurnal Ardia Putra (2013) bahwa komunikasi memegang peranan penting
dalam membantu pasien dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
Komunikasi didefinikasikan sebagai komunikasi direncanakan secara
sadar yang bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Page 70
Sehingga mempengaruhi tingkat kepuasaan pasien selama menjalani
masa perawatan.
4.3.2 Kepuasaan Pasien
Pada tabel 4.3 dari 44 responden pelaksanaan komunikasi di Ruang
Garuda 7 dan Ruang nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin sebagian
besar puas terhadap pemberian obat melalui intravena sebesar 23 orang
(52,3%). Sedangkan yang tidak puas yaitu 21 orang (47,7%).
Bila dilihat dari karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
terhadap pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien
terhadap pemberian obat melalui intravena di ruang garuda 7 dan ruang
Nuri rumah sakit sari mulia banjarmasin sebagian besar adalah
perempuan.
Bila dilihat pada parameter kepuasaan pasien, kepuasaan pasien terdiri
dari lima parameter yaitu tangible (kenyataan), empati, cepat tanggap,
keandalan dan kepastian. Pada parameter pertama tangible (kenyataan)
skor tertinggi (31,8%) responden sudah merasa puas terhadap
penampilan perawat saat bertugas dan ruangan yang bersih dan cara
perawat membawa obat-obat kepasien agar tetap terjaga kebersihannya
dan pasien merasa nyaman saat dirawat inap di ruangan tersebut. Dan
parameter kedua yaitu empati skor tertinggi (36,4%) responden setuju
perawat mendengarkan keluhan pasien dan keluahan keluarga dan
perawat membantu saat pasien merasa tidak nyaman saat pemberian obat
melalui intravena. Parameter ketiga cepat tanggap skor tertinggi (50%)
responden masih ada yang kurang puas kurangnya waktu berkonsultasi
pada dokter saat dokter berkunjung. Parameter keempat keandalan skor
tertinggi (40,9%) responden masih ada yang kurang puas masih ada
perawat yang tidak mengevaluasi setelah pasien diberikan obat injeksi
intravena. Dan parameter kelima kepastian skor tertinggi (45,5%)
responden merasa masih ada yang kurang puas terhadap jawaban yang
diberikan perawat saat pemberian obat injeksi intravena yang akan
diberikan.
Page 71
Bila dilihat dari jumlah pertanyaan skor tertinggi pada nomer 1 perawat
selalu berpenampilan rapi, bersih dan wangi sehingga pasien merasa
nyaman saat diberi pelayanan oleh perawat dan skor terendah terdapat
pada nomer 15 yaitu masih banyak pasien merasa tidk puas dari segi
biaya saat dirawat di Rumah Sakit saat dia sakit.
Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2010) yang
menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan
oleh pasien berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan
kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang
diberikan maka pasien akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan
pada pasien kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan
pasien maka pasien menjadi tidak puas. Kepuasan pasien merupakan
perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan
kenyataan yang diterima oleh pasien dengan kenyataan yang diterima
oleh pasien dengan kenyataan yang diterima oleh pasien pada saat
mengkonsumsi produk atau jasa.
4.3.3 Hubungan Pelaksanaan Komunikasi dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di
Ruang Garuda 7 dan Ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
Dari hasil penelitian didapatkan Sebagian besar sudah melaksanakan
komunikasi yang baik terhadap pemberian obat melalui intravena sebesar
26 orang (59,1%) dan Sebagian besar puas terhadap pemberian obat
melalui intravena sebesar 23 orang (52,3%) Analisis statistik uji
spearman rho dengan nilai signifikan atau probabilitas yakni sebesar
p=0,002 < α 0,05 sebagai taraf yang ditetapkan (p < α) dan dapat
dinyatakan Ho di tolak, maka dengan demikian hipotesis diterima atau
ada hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan kepuasaan pasien.
Hubungan kedua variabel ini menunjukkan nilai korelasi sperman rho
0,462 dengan makna kekuatan antara kedua variabel yaitu sedang.
Peneliti dapat menyimpulkan semakin baik komunikasi seseorang maka
tingkat kesalahan dalam pemberian obat melalui intravena semakin
sedikit dan dapat di simpulkan tingkat kepuasaan pasien semakin tinggi.
Page 72
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Akbar (2010) dalam studi
analisis tentang peningkatan pelayanan dalam kepuasaan pasien.
Keberhasilan yang diperoleh suatu layanan kesehatan dalam
meningkatkan pelayanannya sangat berhubungan erat dengan kepuasan
pasien. Oleh sebab itu, manajemen suatu pelayanan kesehatan perlu
menganalisis sejauh mana pelayanan yang diberikan. Seiring dengan
banyaknya pelayanan kesehatan yang telah berdiri dan memberikan
berbagai macam alternatif kepada konsumennya, untuk memilih sesuai
dengan harapan yang menyebabkan persaingan yang ketat. (Willard,
2007).
Rachmania (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “hubungan
kepuasaan pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara” mengungkapkan bahwa Menurut
asumsi peneliti mayoritas pasien bisa berkomunisasi sehingga petugas
melayani dengan baik, dan pasien pun mengalami kepuasan. Dengan
berkomunikasi yang efektif sehingga pasien mudah menanyakan tentang
obat apa saja yang didapat selama dirawat dan membuat pasien tersebut
merasa puas. Komunikasi ada hubungannya dengan kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Cut Mutia Aceh Utara.
Hal ini sesuai dengan pendapat molson, Walter dan white dalam Anis
Rosiatul (2012) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan
pasien adalah faktor komunikasi yaitu tata cara komunikasi yang
diberikan pihak penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan
bantuan terhadap keluhan pasien, memberikan penjelasan yang tepat dan
akurat sesuai kebutuhan pasien. Sedangkan purwato (2007) menyatakan
bahwa pengobatan melalui komunikasi yang disebut komunikasi antara
pasien dan perawat sangatlan penting dan berguna bagi pasien sebab
dengan komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian bahwa
persoalan yang dihadapi pasien pada tahap perawatan dapat diatasi oleh
perawat. Kemampuan mengtasi persoalan yang dihadapi oleh pasien ini
akan berdampak pada kepuasaan pasien.
Page 73
4.4 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam melakukan penelitian ini adalah :
4.4.1 Dalam mengukur variabel komunikasi dan kepuasaan pasien peneliti
hanya melakukan dengan cara membagikan kuesioner tidak diperkuat
dengan metode observasi langsung sehingga sangat mungkin terjadi bias.
4.4.2 Ada beberapa orang responden (pasien umum) menolak untuk mengisi
kuesioner karena mereka menganggap tidak perlu dan membuang-buang
waktu saja.
4.4.2 Tidak banyak responden yang tersedia.
4.5 Implikasi Hasil Penelitian
4.5.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bemanfaat bagi keperawatan serta
menambah pengetahuan dan informasi dalam mengoptimalkan peran
perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan
4.5.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi rumah sakit agar
lebih meningkatkan mutu pelayanan khususnya tentang hubungan antara
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap
tindakan pemberian obat melalui intravena sehingga kepuasaan pasien
terhadap pelayanan dapat tercapai.
Page 74
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dipembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut
5.1.1 Sebagian besar sudah melaksanakan komunikasi yang baik terhadap
pemberian obat melalui intravena sebesar 26 orang (59,1%).
5.1.2 Sebagian besar puas terhadap pemberian obat melalui intravena sebesar 23
orang (52,3%).
5.1.3 Ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan komunikasi dengan
kepuasaan pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di
ruang garuda 7 dan ruang nuri Rumah Sakit Sari mulia Banjarmasin pada
tahun 2016.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Rumah Sakit
Bagi Rumah Sakit sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan khususnya tentang hubungan antara pelaksanaan
komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap tindakan
pemberian obat melalui intravena sehingga kepuasaan pasien terhadap
pelayanan dapat tercapai.
5.2.2 Bagi Perawat
Penelitian ini dapat menjadi informasi tentang hubungan antara
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien terhadap
tindakan pemberian obat melalui intravena dalam bekerja memberikan
pelayanan keperawatan.
5.2.3 Bagi institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan penelitian ini diharapkan akan memperbanyak
teori ilmu keperawatan dan menjadi bahan masukan lebih lanjut yang
terkait dengan kepuasaan pasien.
Page 75
5.2.4 Bagi peneliti
Bagi peneliti sebagai sarana memperluas wawasan dan pengetahuan
peneliti khususnya tentang upaya untuk meningkatkan kepuasaan
pasien di Rumah sakit.
5.2.5 Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan tentang
pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan pasien berdasarkan
tingkatan pendidikan dan pekerjaan.
Page 76
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, (2010), Hubungan Tingkat Mutu Pelayanan dengan Kepuasaan Pasien
diruangan Poli Umum Puskesmas Bukit Tinggi, Vol. 1, Hal 49-50.
Ardia Putra, (2013), Hubungan Komunikasi teraupetik Perawat dengan Kepuasaan
Pasien diRuang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
Abidin, Vo1 Nomer 1, Hal 52-53.
Arwani. (2008). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC
Aswad, S. (2015). Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat Dengan Kepuasaan
Klien Di Instalasi Gawat Darurat RSUD DR. H. Chasan Boesoirie Ternate
dari Universitas Sam Ratulangi. Ejournal keperawatan (e-kp) Volume 3
Nomer 2
Boyd, Claire. (2015). Keterampilan Penatalaksanaan Obat Untuk Perawat.
Cetakan Pertama. Jakarta : Bumi Medika
Deddy, M. (2013). Ilmu Komunikasi. (Internet). Bandung. Tersedia dalam:
http://www.Diagnosa Keperawatan Kumpulan Askep kdm pemberian Obat
Melalui Injeksi Intravena.com (Internet diakses 1 November 2016).
Ellis, R. (2000). Komunikasi Interpesonal dalam Keperawatan Teori dan Praktik.
Jakarta : ECG
Fatma Siti Fatimah dan Elsye Maria Rosa. (2014). Efektivitas Pelatihan Patient
Safety : Komunikasi S-BAR pada Perawat dalam Menurunkan Kesalahan
Pemberian Obat Injeksi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Unit II JNKI, Vol. 2, No. 1, hal 32-41.
Hidayat, A. A. A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Hardjodisastro. (2010). Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Indah, Eka. (2014). Komunikasi Teraupetik dalam Keperawatan. Edisi 3. Jakarta.
Graha Ilmu.
Indarjati. (2010). Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat dan Mutu Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Buntok. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
Page 77
Kastati Poppy. (2013). Hubungan Komunikasi teraupetik Perawat Dengan
Kecemasan Pasien Rawat Inap Di Ruang Bedah Nuri RSUD Banjarbaru.
Skripsi S-1 STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.
Liliweri, A (2011). Dasar- Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mundakir, (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mulkani. (2015). Hubungan Komunikasi Interpesonal dan Motivasi Petugas
Kesehatan Dengan PMO Penderita TB Tentang Ketaatan Minum Obat
Pada Penderita TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman
Banjarmasin. Skripsi S-1 STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.
Nurjanah, I. (2005). Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Mocko Medika.
Nursalam. (2014). Metedologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tanpa Nama. (2016). Buku Register Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
Banjarmasin : Rekam Medis RS Sari Mulia.
Usman, H. (2012). Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta :
Salemba Medika.
Patricy, W (2016). Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Tindakan Operasi
Dengan Tingkat Kepuasaan Keluarga Pasien Di RSUP PROF. DR. R. D.
Kandou Manado, Universitas Sam Ratulangi, E-Journal keperawatan (EKP)
Volome 4 Nomor 1.
Perry & Potter (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4.Jakarta: EGC.
Pohan, Imbalo S. (2015). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : Buku
Kedokteran ECG.
Purwanto. (2011). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : ECG
Rachmania, (2010), Hubungan Kepuasaan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan
Kesehatan di Rumah Sakit Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara, Vol 2 & No. 1,
Hal 35-36.
Riyanto & Anggeraini. (2013). Dasar-dasar Statistik. Jakarta Rineka Cipta.
Page 78
Rohman, M & Amri, S (2012). Manajemen Pendidikan Analisis Dan Solusi
Terhadap Kinerja Manajemen Kelas Dan Strategi Pengajaran Yang Efektif.
Cetakan Pertama, Jakarta – Indonesia : PT Prestai Pustakaraya.
Rosadi, W (2015) Hubungan Kepuasaan Klien Terhadap Pelayanan Keperawatan
Dengan Kejadian Pulang Paksa di Rawat Inap RSUD Banjarbaru. Skripsi S-
1 STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.
Rosiatul, Anis. (2012). Hubungan Komunikasi teraupetik perawat dengan
kepuasaan pasien dalam pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Siti
Khodijah, Vol 1 Nomer 1, Hal 46-47
Stikes Muhammadiyah Banjarmasin. (2012). Buku Panduan Skripsi Program Studi
S1 Keperawatan. Banjarmasin : Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Suara Merdeka. (2016) Kesalahan Pemberian Obat. (Internet). Jakarta. Tersedia
dalam : http://www.kasuskesalahanpemberianobat.com ( Internet di Akses 1
November 2016).
Sugiyono. (2012). Metodelogi Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung :
Alpabeta, CV.
Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava
Media.
Wijaya, T. (2011). Kepuasaan dalam Pelayanan. Jakarta. Penerbit Rajawali Press.
Page 79
Rekapitulasi Data Pelaksanaan Komunikasi
No.
Responden Umur
Jenis
Kelamin Skor Kategori
No.
Responden Umur
Jenis
kelamin Skor Kategori
1 25 L 28 Baik 23 23 P 19 Kurang
2 32 L 32 Baik 24 22 P 29 Baik
3 18 L 23 Kurang 25 25 P 27 Baik
4 27 P 27 Baik 26 29 L 23 Kurang
5 28 P 28 Baik 27 20 L 19 Kurang
6 31 L 38 Baik 28 23 L 22 Kurang
7 27 L 27 Baik 29 33 P 33 Baik
8 35 P 20 Kurang 30 30 L 33 Baik
9 29 P 15 Kurang 31 17 P 18 Kurang
10 26 P 26 Baik 32 25 P 31 Baik
11 30 P 23 Kurang 33 35 P 30 Baik
12 25 L 25 Baik 34 22 L 23 Kurang
13 28 L 21 Kurang 35 33 L 34 Baik
14 30 L 30 Baik 36 26 L 28 Baik
15 25 P 28 Baik 37 25 L 32 Baik
16 20 P 20 Kurang 38 27 L 35 Baik
17 31 L 24 Kurang 39 34 P 28 Baik
18 34 P 34 Baik 40 26 P 31 Baik
19 27 P 27 Baik 41 18 L 23 Kurang
20 26 P 22 Kurang 42 41 L 22 Kurang
21 32 P 18 Kurang 43 19 P 31 Baik
22 20 L 30 Baik 44 35 L 20 Baik
Page 80
Rekapitulasi Data Kepuasaan Pasien
No.
Responden Umur
Jenis
Kelamin Skor Kategori
No.
Responden Umur
Jenis
kelamin Skor Kategori
1 25 L 47 tidak puas 23 23 P 38 tidak puas
2 32 L 51 puas 24 22 P 57 puas
3 18 L 42 tidak puas 25 25 P 66 puas
4 27 P 51 tidak puas 26 29 L 40 tidak puas
5 28 P 58 puas 27 20 L 35 tidak puas
6 31 L 33 tidak puas 28 23 L 40 tidak puas
7 27 L 53 puas 29 33 P 52 puas
8 35 P 35 tidak puas 30 30 L 60 puas
9 29 P 25 puas 31 17 P 40 tidak puas
10 26 P 57 puas 32 25 P 46 puas
11 30 P 38 tidak puas 33 35 P 61 puas
12 25 L 58 tidak puas 34 22 L 30 tidak puas
13 28 L 44 puas 35 33 L 46 puas
14 30 L 49 puas 36 26 L 61 puas
15 25 P 61 tidak puas 37 25 L 30 tidak puas
16 20 P 40 tidak puas 38 27 L 40 tidak puas
17 31 L 41 puas 39 34 P 67 puas
18 34 P 51 tidak puas 40 26 P 58 puas
19 27 P 58 puas 41 18 L 37 tidak puas
20 26 P 42 tidak puas 42 41 L 40 tidak puas
21 32 P 39 tidak puas 43 19 P 50 puas
22 20 L 61 puas 44 35 L 42 tidak puas