HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN TOLERANSI BERAGAMA PADA JAMAAH SALAFY DI BEKASI Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh : Rangga Prawira NIM : 104070002402 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M /1431 H
128
Embed
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN TOLERANSI BERAGAMA PADA …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN TOLERANSI BERAGAMA PADA JAMAAH SALAFY DI BEKASI
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh : Rangga Prawira
NIM : 104070002402
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010 M /1431 H
ii
Lembar Pernyataan
Dengan ini saya Rangga Prawira sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah benar adanya yang merupakan hasil karya asli / original
saya sendiri tanpa ada mencontek atau menjiplak hasil karya orang lain baik
di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau Universitas lainnya
sebagai syarat kelulusan dan guna mendapatkan gelar sarjana Strata 1 (S1)
Psikologi yang berasal dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2. Semua sumber penulisan yang tercantum sudah sesuai dengan kebijakan
atau aturan yang sudah ditentukan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti melanggar aturan atau kebijakan yang ada,
penulis bersedia mengikuti aturan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai penentu kelulusan
dan pemberi gelar akademik pada sarjana Strata 1(S1) Psikologi.
Jakarta, 04 November 2010
Rangga Prawira
iii
HUBUNGAN ANTARA MAKNA HIDUP DENGAN TOLERANSI BERAGAMA PADA JAMAAH SALAFY DI BEKASI
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
OLEH : RANGGA PRAWIRA
1040 7000 2402
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si NIP 150 283 344 NIP 197112142007011014
iv
Pengesahan Panitia Ujian Skripsi yang berjudul Hubungan Antara Makna Hidup Dengan Toleransi Beragama Pada Jamaah Salafy Di Bekasi telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta pada tanggal 04 November 2010 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi). Jakarta, 04 November 2010
Disahkan oleh :
Dekan/ Pembantu Dekan/ Ketua merangkap anggota Sekertaris merangkap anggota Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP 130885552 NIP 195612231983032001
Pembimbing 1 Pembimbing 2 Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si NIP 150 283 344 NIP 197112142007011014
v
MOTTO
‘Di antara sekian banyak kehendak manusia, yang terpenting
adalah kehendak untuk bermakna.
Setiap manusia secara alamiah keinginan untuk bermakna.
Ia selalu ingin memberi makna kepada setiap hal yang ada pada dirinya.
Bermakna
adalah keinginan manusia yang alamiah’ -Viktor Frankl-
Karya ini ku dedikasikan untuk kedua orang tuaku dan semua orang dalam hidupku yang telah memberikan makna dan hakikat hidup yang
sesungguhnya
vi
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) November 2010 (C) Rangga Prawira (D) Hubungan Antara Makna Hidup dengan Toleransi Beragama (E) x + 91 halaman (F) Dewasa kini banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama baik internal maupun eksternal, dimana begitu banyak organisasi masyarakat yang berafiliasi atas nama agama atau golongan suatu agama tertentu, melakukan tindakan yang melegalkan kekerasan dengan nama agama. Frankl menghubungan makna hidup dengan agama atau spirtualitas (Bastaman, 2007) dengan keyakinan itu dapat menjadi bimbingan atau petunjuk dalam menemukan kebahagiaan didalam hidup mereka. Banyak orang mencari kebahagiaan, salah satunya yakni dengan menemukan makna hidup mereka. Dengan makna hidup mereka dapat mengetahui tujuan hidup, memiliki kebahagiaan, rasa tanggung jawab, alasan eksis, kontrol diri dan tidak takut akan kematian. Salah satu sarana menemukan makna hidup adalah dengan beragama. Namun demikian ada pemahaman suatu agama disalah gunakan seperti golongan radikal misalnya Wahhabi atau Salafy dan sejenisnya. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang mencari hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode korelasi. . Tempat penelitian ini adalah tempat kajian salafy di jabodetabek khususnya di Amar Maruf di Bekasi. Dengan sampel sebesar 30 orang jamaah. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan instrument yakni dengan model skala likert yaitu skala makna hidup dan toleransi beragama. Teknik menghitung dan mengolah data menggunakan analisa seperti stastik deskriptif untuk menjelaskan keumuman subjek. Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrument skala dan Shapiro Wilk menguji data distribusi normal.selanjutnya Levene’s Test untuk menguji homogenitas sampel data dan korelasi produk moment untuk menguji hubungan antara dua variabel.
Hasil penelitian yang ada didapatkan dari 40 item pertanyaan 37 yang valid dengan reliabilitas 0, 954 untuk makna hidup dan sama halnya dengan toleransi beragama didapatkan 37 item yang valid dari 40 item dengan reliabilitas 0,964. Hasil akhir korelasi produk momen ditemukan adanya hubungan yang sangat signifikan antara makna hidup dengan toleransi beragama dengan nilai 0,887 dimana lebih besar dari nilai r tabel produk momen yakni sebesar 0,169. Dengan demikian ada hubungan yang signifikan antara makna Hidup dengan Toleransi Beragama. Sementara itu hasil penelitian serupa Asep Khaerul Ghani (1993) menyatakan makna hidup seseorang mempunyai hubungan yang bermakna dengan toleransi kehidupan beragamanya artinya semakin seseorang mampu menemukan makna hidupnya salah satu metodenya dengan jalan menghayati ajaran agama dengan sebenar-benarnya, ia semakin mampu mengembangkan sikap toleransi kehidupan beragama yang tinggi.
vii
Untuk metodologi penelitian selanjutnya peneliti menyarankan agar memperbanyak jumlah sampel jamaah Salafy serta menambah variabel penelitian yang ada dan hendaknay juga menggunakan pendekatan penelitian yang berbeda guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi S (G) Daftar Bacaan : 19 bacaan (1954 – 2007) + 6 internet
viii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji serta syukur penulis panjatkan hanya kepada Alloh
SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kekuatan
lahir dan batin kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan yang sempurna bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini hingga akhir
zaman.
Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak luput dari berbagai
rintangan yang harus dihadapi, namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin
untuk menyajikan hasil penelitian dengan baik, meskipun
Masih banyak kekuarangan dalam penulisannya. Penulis juga menyadari bahwa
terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Bapak Umar Jahja Ph.D. Selaku dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag dosen pemimbing skripsi 1 yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini ditengah kesibukannya dengan penuh kesabaran.
Semoga Allohlah yang membalas kebaikan bapak, amien
3. Bapak Ghazi, M.Si dosen pembimbing skripsi 2 yang telah banyak bersedia
menyediakan waktunya ditengah kesibukkan beliau untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr Achmad Syahid, M. Ag selaku dosen pembimbing akademik kelas
D angkatan 2004 yang telah menjadi pembimbing yang baik untuk kami
5. Segenap dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di
Psikologi. Semoga Alloh memberikan kebaikan kepada mereka semua.
Amien ya rabbal allamin
ix
6. Segenap staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan pelayanan terbaik dan kemudahan kepada penulis
selama penulis mengurusi skripsi ini.
7. Segenap staff perpustakan UIN, UI dan Atmajaya yang memudahkan
pencarian karya – karya Ilmiah dalam skripsi ini. Semoga kebaikan dan kasih
diberikan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Esa
8. Orang tua penulis terkasih yakni H Tasman susanto dan Sumarnih yang
tanpa mengenal lelah berjuang dan berkorban yang telah memberikan
segalanya yang terbaik serta bersabar dalam mendidik penulis sampai saat
ini dan tetap menyayangi dengan ikhlas kepada penulis. Semoga Surga
diberikan Alloh untuk kalian di negeri yang abadi karena penulis tidak bisa
membalasnya dengan apa pun
9. Kakakku semua yakni Eko Apriyanto, Kartika Dewi, Tantri Wulandari, Lestari,
Adi Nugroho dan Ayu Pitaloka, dan adikku RIzka Kirena yang membuat aku
tahu apa itu kasih sayang keluarga.
Penulis berharap skirpsi ini bisa memberikan manfaat kepada bagi diri penulis
pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain
atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
Sedangkan Hasyim memberikan makna tasamuh yang berarti
bersikap lapang dada dan saling menghormati. Dalam pengertiannya
membiarkan kerukunan hidup bukan berarti mengintegrasikan akidah
ajaran suatu agama dengan lainnya (sinkretisme). Tetapi kerukunan hidup
beragama adaah saling menghormati, bertoleransi, tepo seliro dalam
kehidupan bermasyarakat.(Hasyim, 1979).
14
Selanjutnya Allport (1954) membagi menjadi 6 macam bentuk
toleransi berdasarkan uraian bab tolerant personality, yaitu :
1. Conformity tolerance. Toleransi terjadi karena suatu masyarakat
memberikan standar, aturan, atau kode etik tertentu yang mengatur
toleransi. Mereka menjadi toleran karena berusaha conform
dengan peraturan yang ada.
2. Character conditioning tolerance. Berbeda dengan yang pertama,
toleransi bentuk ini terjadi karena seseorang mengembangkan
suatu bentuk positif organisasi kepribadian yang berfungsi penuh
arti dalam totalitas kepribadiannya. Orang-orang ini memiliki
penghargaan positif terhadap orang lain, siapapun ia, mereka
mempunyai pandangan terhadap dunia yang positif.
3. Millitant tolerance. Orang seperti ini berjuang menentang tindakan
yang menujukkan intoleransi. Mereka adalah orang-orang yang
intoleran dengan intoleransi.
4. Passive tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang berusaha
mencari perdamaian dan mengusahakan jalan damai terhadap
segenap tindakan intoleransi. Langkah-langkah yang mereka ambil
dalam menghadapi permasalahan intoleransi adalah dengan cara
menghasilkan suatu perdamaian bagi seluruh pihak
5. Liberalism tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang kritis
terhadap status quo, mereka menginginkan perubahan sosial yang
cepat. Berkaitan dengan toleransi. Orang yang toleran
15
menginginkan adanya perubahan yang revolusioner terhadap
keadaan masyarakat yang dilihatnya sebagai intoleransi
6. Radicalism tolerance. Dalam pengertian politis, radikalisme
hamper bermakna sama dengan liberalisme, perbedaannya
hanyalah dalam segi intensitasnya yang lebih tinggi dari
liberalisme. Orang-orang yang toleran melakukan kritik yang
radikalisme (mengakar) terhadap keadaan-keadaan yang
dianggapnya tidak toleran.
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa toleransi agama adalah
proses penghormatan, penghargaan, penerimaan atas keyakinan atau
kepercayaan atau agama yang berbeda tanpa memperlakukan
diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban di masyarakat dengan
alasan agama atau keyakinan berTuhan yang berbeda.
2.1.2 Aspek–aspek toleransi
Yang dimaksud dengan aspek-aspek toleransi disini ialah suatu
sikap atau tindakan yang merupakan dasar bagi terwujudnya toleransi
tersebut, khususnya toleransi antar umat beragama (Jamrah, 1986).
Adapun aspek toleransi tersebut antara lain ialah :
1. Dialog antar umat beragama
Adapun yang dimaksud dengan dialog antar umat beragama
adalah pembicaraan yang mendalam, suatu keterbukaan antar umat
16
beragama. Dalam suasana ini, kiranya dialog antar beragama sangat
penting dan harus selalu diadakan, untuk menuju toleransi, sehingga
tercipta rukun dan damai antar umat beragama tersebut. Dengan dialog,
setiap umat beragama membuka diri bagi pandangan yang berbeda-beda
dengan tetap diharapkan agar setiap umat beragama sadar bahwa tidak
selamanya perbedaan menuju kepada permusuhan.
2. Kerja sama kemasyarakatan
Kerja sama atau tolong menolong adalah suatu dasar umum bagi
semua masyarakat. Sehubungan dengan toleransi antar umat beragama
maka kerjasama ini adalah suatu dasar bago terwujudnya toleransi
tersebut. Bila kerja sama ini terbina dengan baik kiranya bisa digambarkan
bahwa toleransi akan terwujud. Melalui kerjasama sosial kemasyarakatan,
rasa saling ketergantungan, rasa keakraban dan persaudaraan serta rasa
saling hormat antar umat beragama dapat dipupuk dengan baik sehingga
dalam menghadapi persoalan-persoalan agamis yang serba berbeda itu,
akan terwujud pula sikap toleransi. Hasyim mengemukakan beberapa segi
toleransi (Hasyim, 1979) yaitu :
1. Mengakui hak setiap orang, yakni mengakui hak asasi
manusia pada umumnya yang telah disepakati bersama
2. Menghormati keyakinan orang lain, yakni memberikan
penghargaan dan kesantunan dalam memahami keyakinan
yang berbeda
17
3. Setuju dalam perbedaan, yakni menerima perbedaan baik
dalam keyakinan maupun pendapat dalam kemasyarakatan
4. Saling pengertian, yakni saling menerima dan memahami
apa yang ada pada masing – masing keyakinan
5. Kesadaran dan Kejujuran yakni upaya diri dalam melihat
realitas sosial yang ada bahwa mengakui dengan jujur
bahwa ada perbedaan yang nyata pada keyakinan dan
kemasyarakatan
Manusia sebagai individu memiliki kebebasan penuh dalam
pendirian, berkeyakinan, berpikir, dan bertindak. Setiap individu harus
mengakui dan menghormati agama lain, karena semua itu adalah azas
toleransi. Kerukunan hidup antar umat beragama bukan saja terciptanya
kedamaian semu, tetapi harus diarahkan kepada keharmonisan hubungan
dalam dinamika pergaulan dan kehidupan masyarakat yang saling
menguatkan serta diikat oleh sikap saling mengendalikan diri, saling
menghormati, kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya. Dengan adanya kesadaran
beragama dan sikap toleransi terhadap umat lain akan tercipta suatu
kondisi hidup yang rukun dalam bermasyarakat. Toleransi berjalan baik,
keadaan menjadi aman dan tenteram bila kedua pihak saling pengertian
atau tenggang rasa. Rasanya semua agama menghendaki hal ini, akan
tetapi bila bertepuk tangan maka yang terjadi setelah kegelisahan,
kecurigaan dan sulit mendapat kerukunan (Jamrah, 1986).
18
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama
Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi
toleransi pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang
mempunyai arah yang sama, yang secara garis besar dapat digolongkan
kedalam tiga faktor utama yaitu :
1. Awal kehidupan
Orang-orang toleran yang dilahirkan dan dibesarkan dengan
atmosfir yang positif. Mereka merasa diterima, dicintai oleh keluarganya
terlepas apapun yang mereka lakukan. Mereka dibesarkan dlam suasana
yang penuh dengan perlindungan bukan dengan suasana yang penuh
ancaman. Mereka mempunyai sikap yang lugas dalam beragama
terhadap orang tuanya. Mereka mampu menanganinya secara
memuaskan tanpa harus tertekan ataupun mereka menjadi pencari
kesalahan orang lain. Keluwesan mental terbaik pada orang toleran
adalah tampil pada penolakkannya terhadap logika dua sisi (abu-abu). Di
sekolah, orang-orang toleran tidaklah terpaku harus membuat sesuatu
secar persis, sesuai urutan,interaksi atau penjelasan sebelum mereka
melakukan tugas atau pekerjaan tertentu. Mereka mampu toleran
terhadap hal-hal yang kabur, mereka tidak menuntut kejelasan dan
kestrukturan sesuatu.Mereka mempunyai toleransi yang sukup tinggi
terhadap frustasi. Mereka tidak mudah panik dalam keadaan terancam,
dan tidak menampakkan konflik. Bila ada kekeliruan, mereka tidak secara
19
langsung menyalahkan orang lain, sebaliknya dirinya sendiri meskipun ia
tidak akan terjatuh.
2. Pendidikan
Toleransi adalah tanda intelegen, sementara overkategorisasi
proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian
masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat
orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak
aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuata
seseorang melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan
dan memandang bahwa kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan
seluruh kelompok yang ada. Allport menjelaskan, berdasarkan penelitian
bahwa pengetahuan tidaklah membuahkan toleransi. Demikian pula
pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dengan sikap seseorang.
Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan akan mengingkatkan rasa
ama lebih mempertinggi kebiasaan orang untuk bersikap kritis. Akan tetapi
ini pun lebih berupa hasil dari latihan khusus dalam masalah antar budaya
yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum sekolah, kecil sekali yang
disebabkan oleh latihan-latihan di kampus.
Meskipun pendidikan, khususnya pendidikan antar budaya,
menghasilkan toleransi. Hal ini tidak berlangsung begitu saja. Korelasi
keduanya memang cukup menarik, meskipun tidak bermakna. Allport
sendiri mempunyai sikap yang tidak setuju terhadap pernyataan, “The
whole problema prejudice is a matter of education” (Allport, 1954).
20
3. Kemampuan empati
Kemampuan empati atau the ability to size up people atau disebut
sebagai intelegensi sosial atau kepekaan sosial. Orang yang toleran lebih
akurat dalam menentukan kepribadian orang lain, mereka mempunyai
kemampuan menempatkan diri pada keadaan orang lain. Mereka peka
terhadap prasangka pemikiran orang lain.
2.2 Makna Hidup
2.2.1 Pengertian tentang makna hidup
Dalam kamus psikologi, makna (meaning) dalam James P Chaplin
(2006) mempunyai arti :
1) Sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan,
2) Sesuatu yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu.
Dengan demikian makna hidup adalah sesuatu yang dimaksudkan atau
diharapkan dalam hidup yang menunjukan satu istilah atau simbol tertentu
dalam hidup
Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat
berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup
yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya
(Bastaman, 2007). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting,
benar, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.
Bastaman (2007). Makna hidup menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007)
harus dilihat sebagai sesuatu yang sangat subjektif karena berkaitan
21
dengan hubungan individu dengan pengalaman hidupnya. Frankl juga
mengemukakan bahwa keberhasilan dicapai dengan jalan berusaha
mempertahankan dan mengembangkan kehendak untuk hidup secara
bermakna (the will to meaning) meskipun mengalami penderitaan yang
luar biasa. Frankl mengembangkan logaoterapi, yaitu corak psikologi yang
dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang
mengakui adanya dimensi kerohanian disamping dimensi ragawai dan
dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosal). Frankl beranggapan bahwa
makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the
will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih hidup
bermakna (the meaningful life).
Frankl memusatkan perhatiannya pada makna hidup dan pada
upaya manusia untuk mencari makna hidup tersebut. Frankl percaya
bahwa perjuangan individu untuk menemukan makna hidup adalah
motivator utama orang tersebut. Itulah yang menyebabkan Frankl
menyebutnya sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat
berbeda dengan pleasure principle (prinsip untuk mencari kesenangan
atau lazim dikenal dengann keinginan untuk mencari kesenangan) yang
merupakan dasar dari aliran psikoanalisa Freud dan juga berbeda dengan
will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran
psikologi Adler yang memusatkan perhatian pada striving for superiority
(perjuangan untuk mencari keunggulan). (Frankl, 2004). Jadi inti dari
makna hidup adalah pandangan bahwa menjalani hidup dimaksudkan
22
untuk suatu tujuan tertentu. Motivasi utama dari manusaia adalah untuk
menemukan tujuan itu, makna hidup (Abidin, 2007)
. Menurut Yalom (dalam Bastaman, 2007) makna hidup
menunjukkan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup, Frankl
mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan
raga-jiwa-rohani yang tidak terpisahkan. Adapun inti dari ajaran logoterapi
dirumuskan sebagai berikut (Fabry dalam Bastaman, 2007) :
1. Hidup bermakna dalam kondisi apa pun
2. Kita memiliki “kehendak hidup bermakna” dan menjadi individu
yang bahagia hanya ketika kita merasa telah terpenuhinya
3. Kita memiliki kebebasan dengan segala keterbatasannya untuk
memenuhi makna hidup kita.
Makna hidup memiliki wawasan mengenai manusia yang
berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya erat hubungan
dan saling menunjang, yaitu kebebasan berkehendak (freedom to will),
kehendak hidup bermakna (will to meaning), dan makan hidup (meaning
of life). (Frankl dalam Bastaman, 2007). Berkaitan dengan aktualisasi diri
(self actualization), Frankl menyatakan bila aktualisasi diri dijadikan
sebagai target langsung maka akan membuahkan kegagalan pribadi.
Manusia mungkin hanya dapat mengaktualisasikan dirinya melalui
seberapa ia meraih suatu makna atau seberapa luas ia menemukan
manusia lainnya. Aktualisasi diri ini dicapai dengan kemampuan
transendensi diri. Pandangan tersebut manusia menurut logoterapi
23
berdasarkan ketiga asumsi tersebut antara satu dengan lainnya saling
berkaitan erat (koeswara, 1987) yaitu :
a. Kebebasan berkendak (the freedom of will)
Manusia tidak dapat bebas dari pengaruh kondisi biologis,
psikologis, sosiologis, dan kesejahteraan, akan tetapi yang demikian itu
manusia tetap memiliki kebebasan untuk mengambil sikap atau bebas
memilih respon guna menghadapi kondisi eksternal yang mempengaruhi
hidupnya. Ia memandang bahwa kebebasan itu terbatas dan menuntut
seseorang bertanggungjawab atas kebebasannya.
b. Kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning)
Kehendak akan makna merupakan motivasi besar yang menjadi
penggerak utama dari kepribadian manusia dan memiliki kekuatan besar
sehingga mampu mengarahkan motivasi-motivasi lainnya. Dalam
bertingkah laku, manusia mengarahkan apa yang ingin dicapainya dalam
hidup yaitu makna. Kebutuhan akan makna lebih tepat daripada dorongan
akan makna.
Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1987) istilah ini menunjukkan
bahwa makna berada diluar manusia dan manusia dapat menerima atau
menolaknya. Makna dan nilai-nilai adalah hal yang harus dicapai bukanlah
dorongan. Makna dan nilai-nilai hidup lebih bersifat mernarik dan
menawarkan manusia untuk memenuhinya
24
c. Kebermaknaan hidup (the meaning of life)
Keinginan utama pada manusia adalah makna. Manusia memiliki
kapasitas untuk menemukan makna hidup, bahkan dalam keadaaan
menderita atau diambang kematian. Frankl menyatakan bahwa makna
akan ditemukan pada setiap orang. Makna memiliki kualitas objektif
sebagai sesuatu yang ditemukan (discovered) dan bukan sesuatu yang
diciptakan atau dihasilkan.
Frankl (dalam Bastaman 2007) membagi dua peringkat makna
hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna
hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat
universal dan mutlak serta dapat dijadikan makna pribadi. Namun bagi
orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama
kurang terhadap Tuhan mungkin menganggap bahwa alam semesta,
ekosistem, pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki
nilai,tujuan-tujuan yang jelas.. Kemudian bagi orang beragama Tuhan
merupakan perwujudan tuntunannya berbeda dengan makna hidup
paripurna yang universal mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik,
personal, dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda
dari waktu ke waktu (Bastaman, 2007).
Kemudian Bastaman (2007) membagi kehidupan yang bermakna
menjadi dua jenis penghayatannya yaitu :
25
1 Penghayatan hidup bermakna
Penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang menuju ke arah
kepuasan dan kebahagian hidup (Bastaman, 2007). Mereka benar-benar
menghayati bahwa hidup dan kehidupan mereka bermakna, mereka
menjalankan keseharian dengan semangat dan gairah hidup serta
tanggung jawab serta merencanakan tujuan-tujuan yang jelas. Sikap
tabah ditunjukkanya ketika keadaan sulit dan tidak menyenangkan
dihadapinya karena mereka sadar bahwa dalam keadaan bagaimanapun
ada makna dan hikmah, karena mereka menyakini bahwa makna hidup
dapat ditemukan dalam keadaan kehidupan itu sendiri betapapun
buruknya keadaan yang dihadapinya.
2. Penghayatan hidup tak bermakna
Tidak disadarinya bahwa dalam kehidupan begitu banyak makna
hidup potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan menjadi
pemicu penghayatan hidup tak bermakna. Menghayati hidup tanpa
makna menimbulkan suatu neurosis yang disebut dengan neurosis
menurut logoterapi adalah keadaan tanpa makna. Neurosis diantaranya
adalah frustasi eksistensial dimana dalam kehidupan kehendak untuk
bermakna sebagai motif manusia mungkin saja tidak terpenuhi, antara lain
karena ketidakmampuan melihat bahwa dalam kehidupan itu sendiri
terkandung makna hidup yang potensial sifatnya ayng perlu disadari dan
ditemukan. Keadaaan ini menimbulkan semacam frustasi yang disebut
existential frustation yang umumnya diliputi penghayatan tanpa makna
26
“meaningless” (Bastaman, 2007). Frustasi eksistensial ini gejala-gejalanya
tidak terungkap secara eksplisit dalam penghayatan kebosanan dan
apatis. Neurositis yang ditimbulkan frustasi ini dalam logoterapi disebut
neruosis noogenik. Gejala-gejalanya tersebut biasanya serba bosan,
kehilangan minat dan inisatif, kehilangan arti dan tujuan hidup, gairah
kerja menurun. Tak jarang pula penderita neruosis ini menggugat atas
kelahirannya ke dunia ini. Ia sering berpikir bahwa bunuh diri merupakan
jalan keluar terbaik untuk lepas dari penghayatan tak bermakna tetapi
untuk hal itu ia merasa ngeri, takut dan tidak siap untuk mati (Bastaman,
2007)
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa makna hidup adalah suatu
proses aktualisasi individu yang memiliki motivasi eksistensi diri yang
menghasilkan nilai – nilai hidup yang dianggap penting atau berarti baik
dalam keadaan senang maupun sulit ataupun dalam keadaan yang
terarah maupun tidak terarah guna eksistensi individu tersebut
2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki
kebermaknaan
Bastaman (2007) menemukan beragam komponen dan secara
umum semuanya dapat dikategorikan dalam empat dimensi yaitu :
1. Dimensi personal. Unsur-unsur yang merupakan dimensi personal
adalah:
27
a. Pemahaman diri (self insight), yaitu meningkatkan kesadaran
atas buruknya kondisi diri apda saat ini dan keinginan kuat
untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.
b. Pengubahan sikap (changing attitude) dari yang semuala tidak
tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi
hidup dan musibah yang tak terelakan.
2. Dimensi sosial. Unsur dimensi sosial (social support), yakni hadirnya
seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan
selalu bersedia memberikan bantuan pada saat yang dibutuhkan
3. Dimensi nilai. Adapun unsur-unsur dimensi nilai meliputi :
a. Makna hidup (the meaning of life). Yakni niali-nilai penting dan
sangat berarti bagi kehidupan berarti seseorang yang berfungsi
sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah
kegiatan-kegiatannya.
b. Kegiatan terarah (directred activities). Yakni upaya-upaya yang
dilakukan secara sadar dan sengaja berupaya pengembangan
potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang
positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang
tercapainya makna serta tujuan hidup
c. Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang
ditemukan dan tujuan yang ditetapkan.
4. Dimensi Spiritual. Meski Frankl (dalam Bastaman, 2007) tidak
memaksudkan sebagai unsur keberagamaan namun Bastaman
28
menemukan keimanan (faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama
adalah saalah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut
ternyata bila disimak dan direnungkan secara mendalam ternyata
merupakan kehendak, sikap, sifat dan tindakan khas insani yakni,
pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan
meminimalkan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian dilihat
dari segi dimensi-dimensinya dapat diungkap melalui sebuah prinsip,
yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakna
dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi
kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi yang tidak disadari meski
dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat mata yakni dimensi
ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia sebagai uniter
biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).
Selanjutnya karakteristik atau ciri-ciri individu yang memiliki
kebermaknaan hidup menurut Crumbaugh dan Maholick (Paloutzian,
1981) karakteristik individu yang memiliki kebermaknaan hidup adalah :
a. Memiliki tujuan yang jelas yaitu manusia memiliki tujuan atau
arah hidup (directred life) berupa kegiatan atau pencapaian cita-
cita atau keinginan sebagai upaya yang dilakukan secara sadar
dan sengaja sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi
pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta
pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya
makna serta tujuan hidup (Bastaman, 2007)
29
b. Memiliki perasaan yang bahagia yakni individu yang memiliki
atau mendapatkan kebahagiaan dari apa yang diusahakan
dengan kegiatan yang bermakna sesuai ucapan William S
Sahakian “Dengan melibatkan diri dlam kegiatan yang
bermakna seseorang akan menikmati kebahagiaan sebagai
hasil sampingan” (Bastaman, 2007)
c. Memiliki rasa tanggung jawab maksudnya manusia menyadari
tanggung jawabnya terhadap manusia lain yang menunggunya
atau terhadap hati nuraninya atau terhadap pekerjaan yang
belum selesai sehingga dia tidak akan mengabaikan hidupnya
(Frankl, 2004)
d. Mampu melihat alasan untuk tetap eksis sesuai dengan
perkataan Nietzsche “he who has a why to live for can bear with
almost any how” (Dia yang memiliki alasan untuk hidup , bisa
menghadapi keadaan apa pun) (Frankl, 2004)
e. Memiliki kontrol diri yakni manusia memiliki pilihan dalam
bertindak walaupun didalam keadaan terburuk manusia masih
bisa melestarikan sisa-sisa kebebasan spriritual, kebebasan
berpikir mereka, meskipun mereka berada dalam kondisi mental
dan fisik yang sangat tertekan (Frankl, 2004)
f. Tidak merasa cemas akan kematian yaitu keyakinan akan
kehidupan yang tidak kekal karena Frankl mengatakan hal –
hal yang menghapuskan makna hidup manusia bukan saja
30
penderitaan tetapi juga kematian, jadi ketidakkekalan hidup kita
tidak membuat hidup itu tidak bermakna, sehingga dapat
mengubah ketidakkekalan hidup menjadi dorongan untuk
bertindak dengan penuh tanggung jawab (Frankl, 2004)
2.2.3 Metode menemukan makna hidup
Selanjutnya metode menemukan makna hidup, Bastaman (2007)
menyederhanakan dan memodifikasi metode logo analisis di dalam
menemukan makna hidup sebagai berikut :
1. Pemahaman pribadi
Metode pertama dimaksudkan sebagai suatu metode untuk memediasi
dan membantu seseorang untuk memperluas dan mendalami aspek
kepribadian dan corak kehidupannya. Metode ini secara rinci
memberikan manfaat-manfaat seperti mengenali diri, menyadari
keinginan dan memahami kebutuhan yang mendasari keiniginan
tersebut dan merumuskan secara nyata keingianan tersebut dengan
merealiasai rencana-rencana.
2. Bertindak positif
Bertindak positif sebagai kelanjutan dan berpikir positif dengan tujuan
sebagai pembiasaan positif untuk memberikan dampak yang positif
pula
3. Pengakraban hubungan
31
Dimensi sosial merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dan
eksistensi manusia, hakikat manusia adalah perbedaan dalam suatu
kebersamaan. Dan itu jelas bahwa hubungan keakraban manusia
merupakan asas dan sebagai salah satu sumber makna hidup
manusia.
4. Pendalaman tri nilai
Wujud dari pendalaman tri nilai yakni bertopeng pada sumber makna
hidup sebagai suatu nilai agar dipahami secara sungguh-sungguh.
Pendalaman tri nilai keratif, pendalaman nilai-nilai penghayatan,
pendalaman nilai-nilai bersikap
5. Ibadah
Dilakukan secara khidmat atau khusyu’ dapat memunculkan perasaan
tenteram, mantap dan tabah.
Selanjutnya, sumber sumber makna hidup yang menjadi titik awal
dari kebermaknaan hidup adalah (Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut
meliputi :
1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya,
karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban sebaik-
baiknya.
2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati
seseorang dari hidup. Ini tercermin pada upaya seseorang dalam
32
meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai
keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu
nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar
sesamanya.
3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia
mampu mengambil sikap yang tepat terhdap keadaan dan
penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya
yang dilakukan secara maksimal dan ternyata tidak berhasil
mengatasinya.
2.3 Salafi
Salaf secara bahasa artinya terdahulu sedangkan Salafi adalah
penisbatan atau penamaan diri terhadap cara memahami beragama Islam
pada masa Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin (Assidawi, 2007) yang menyeru
pada :
a. Kembali pada Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman
para Shalafusshaleh
b. Memurnikan syariat Islam dari segala bentuk syirik, Bidah, dan
pemikiran sesat
c. Membina kaum muslimin dengan ajaran Islam yang benar dan
beramal dengannya
33
2.3.1 Karakateristik salafi
Adapun untuk penelitian ini peneliti mengambil pemahaman Salafi yang di
bawa oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab yang bermahzab Imam
Hambali.sedangkan orang-orang yang mengikuti jalan pemahaman
agama beliau disebut dengan Wahabi. Adapun karakter Wahabi sebagai
berikut (dalam Assidawi, 2007) :
1. Anti bidah dalam agama, menjauhkan syirik,
khurafat serta pemikiran sesat
2. Mudah menyesatkan dan mengkafirkan kaum
muslimin, serta mudah mengharamkan sesuatu
3. Menghancurkan kubah-kubah di atas kuburan
serta melarang berdoa di depan kuburan
4. Membenci filsafat dan tasawuf serta hanya
mengakui hukum Islam satu-satunya hukum yang
patut diikuti
5. Menghindari terjadinya itjihad yang tidak
bersumber kepada alquran dan assunnah
34
2.4 Kerangka Berfikir
Untuk mengetahui proses hubungan makna hidup dan toleransi
beragama peneliti mengambil teori makna hidup atau logoterapi dari Viktor
Frankl yang menyatakan logoterapi lebih memusatkan perhatian pada
masa depan, atau pada pencaharian makna hidup yang harus dilakukan
seseorang di masa depannya. Frankl dengan wawasan - wawasannya
mengenai dimensi spiritual , makna hidup paripurna, rasa keagamaan yang
tidak disadari dan transendensi diri tentu saja perlu berbicara mengenai
agama dan teologi. Sekalipun Frankl penganut yang taat dan wawasan,
asas-asas dan dan teori-teori Logoterapi yang dianggap sejalan dengan
nilai-nilai agama (Bastaman, 2007). Sejalan dengan psikologi transpersonal
yang menunjukkan bahwa di luar alam kesadaran biasa terdapat ragam
dimensi lain yang luar biasa potensialnya seperti pengalaman spriritual,
pengalaman mistik, ekstasi, parapsikologi dan praktek – praktek
keagamaan (Bastaman, 2005). Sama halnya dengan fokus pencarían
makna usaha manusia menemukan makna dalam kehidupan merupakan
kekuatan pendorong yang utama pada manusia. Frankl menyatakan
diantara sekian banyak kehendak manusia yang terpenting adalah
kehendak untuk bermakna. Setiap manusia secara alamiah memiliki
keinginan untuk bermakna. Ia ingin selalu memberi makna kepada setiap
hal yang ada didalam dirinya . bermakna adalah keinginan manusia yang
alamiah (Bagustakwin, 2007) Berkaitan dengan eksistensi, Frankl
menggunakan kata eksistensi untuk menjelaskan 2 hal, yaitu : (1) berkaitan
35
dengan eksistensi itu sendiri. (2). Makna kongkrit dalam eksistensi diri yang
dalam logoterapi manusia yang paling hakiki adalah pandangan bahwa
manusia mempunyai dimensi ruhani atau spiritual. Pandangan logoterapi,
manusia yang paling hakiki adalah manusia yang memiliki dimensi ruhani
atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi
psikologis. Ketiganya satu Kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan
bukan satu unit kepingan yang dapat terurai dalam diri manusia. Adanaya
ketiga dimensi tersebut berpengaruh besar terhadap kebebasan yang
hakiki. Dalam psikis, manusia mampu lebih luwes, tetapi dapat
dimanipulasi. Hanya dalam dimensi spirituallah manusia menemukan
kebebasan sebagai manusia. (Frankl, 2004).
Sebagai salah satu sarana untuk mencari makna bagi kaum
beragama yang mengakui adanya Tuhan, maka sudah seharusnya tiap-
tiap pengikutnya benar-benar meyakini (menghayati secara mendalam)
dan menjalankan apa-apa yang diyakini dengan sebaik mungkin. Namun
pemaknaan agama tersebut hendaklah melihat situasi dan kondisi di
lingkungan sekitar sebagai upaya penyesuaian diri sebagai pribadi yang
melihat realita sosial yang ada atas idealisme yang dimiliki di dalam
memaknakan keberagamaanya. Apalagi Indonesia adalah bangsa yang
pluralis dalam keyakinan, jadi pemaknaan atas keyakinan tersebut
tidaklah menganggu kehidupan beragama di masyarakat, oleh sebab itu
sangatlah urgen adanya toleransi sebagai salah satu upaya nyata dalam
menata masyarakat yang madani dan pluralis sebagai landasan awal
36
menuju negara yang sejahtera baik secara materi maupun spiritual yang
sesuai dengan cita-cita luhur UUD 1945 dan Pancasila. Seseorang
dikatakan memiliki toleransi, apabila ia memiliki sikap : menahan diri,
tenggang rasa, lapang dada, menghormati terhadap orang yang berbeda
pendapat atau pandangan atau agama (Hasyim, 1979).
Islam agama yang rahmatan lil alamin dan agama mayoritas di
dunia. Sebagaimana setiap agama yang lainnya, Islam juga memiliki
aliran atau sekte atau sempalan, dan aliran yang menjadi subjek peneltian
ini adalah Salafy atau Wahhabi (penamaan ini dinisbatkan atau
disandarkan kepada Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab). Stigma
dunia dan sejarah yang ada mengenai sekte atau aliran adalah bahwa
aliran ini dianggap puritan, tekstual kuno, dan serta banyak melakukan
tindakan yang membahayakan toleransi di Indonesia. Namun yang aneh
perkembangan ajaran Salafi sampai saat ini, telah sampai ke Indonesia
yang penduduk agama Islamnya berpaham ahlu sunnah wal jamaah.
Dimana penduduknya mayoritas bersifat konservatif, toleran dan senang
berdialog, fleksibel. Dengan kondisi demikian akan sangatlah banyak
perbedaan-perbedaan yang dapat memicu konflik agama apalagi
Indonesia adalah Negara kesatuan bukan Negara agama, dimana
Pancasila dan UUD 1945 adalah sebagai landasan utama dalam
berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
tindakan penyesatan, perusakkan, teror atas nama agama, dan. Dengan
37
pemikiran tersebutlah peneliti ingin mengetahui hubungan antara makna
hidup dengan toleransi beragama pada jamaah Salafy atau wahhabi.
Bagan Kerangka Berpikir
Makna Hidup Toleransi Beragama
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan
toleransi beragama pada jamaah Salafy atau Wahhabi
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan
toleransi beragama pada jamaah Salafy atau Wahhabi
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan
Kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
informasinya atau data-datanya dikelola dengan statistik. Hipótesis pada
penelitian diuji dengan menggunakan teknik-teknik statistik (Kountur,
2007). Sedangkan, menurut Azwar (2005) penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka
yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan
kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian
hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas
kesalahan penolakan hipótesis nihil. Dengan pendekatan kuantitatif akan
diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan
antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif
merupakan sampel besar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Deskriptif dengan jenis penelitian Korelasional. Menurut Gay (Sevilla, et
al., 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan
data dalam rangka menguji hipótesis atau menjawab pertanyaan yang
menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok statu
39
penelitian. Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang
dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang
berbeda dalam satu populasi (Sevilla, et al., 1993). Menurut Azwar (2005),
penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki
sejauhmana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu
atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian
korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling
hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan serentak
dalam kondisi yang realistik. Studi korelasional memungkinkan peneliti
untuk memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan
mengenai ada tidaknya efek variabel satu terhadap yang lain.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi variabel
Variabel penelitian terdiri atas variabel 1 yaitu makna hidup sedangkan
untuk variabel 2 adalah toleransi beragama
3.2.2 Definisi konseptual variabel
1. Makna hidup
Variabel makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat
berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup
40
yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya
(Bastaman, 2007).
2. Toleransi beragama
Variabel toleransi beragama yaitu bersifat menahan diri, bersikap sabar,
membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap
orang yang berlainan agama (Hasyim, 1979).
3.2.2 Definisi operasional variabel
1. Makna hidup
Definisi operasional variabel makna hidup adalah skor yang
diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses aktualisasi Individu yang
memiliki motivasi eksistensi diri yang menghasilkan nilai-nilai hidup yang
dianggap penting atau berarti baik dalam keadaan senang maupun sulit.
yang akan diteliti terdiri dari 6 sub-variabel yaitu : (1) Memiliki tujuan yang
jelas, (2)Memiliki perasaan yang bahagia, (3) Memiliki rasa tanggung
jawab, (4)Mampu melihat alasan untuk tetap eksis, (5) Memiliki kontrol
diri, (6)Tidak merasa cemas akan kematian
2. Toleransi beragama
Definisi operasional variabel toleransi beragama adalah skor yang
diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses penghormatan, penghargaan,
penerimaan atas keyakinan atau kepercayaan atau agama yang berbeda
41
tanpa memperlakukan diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban
di masyarakat dengan alasan agama yang berbeda. Indikatornya terdiri:
(1) Mengakui hak dan kewajiban setiap orang, (2) Menghormati alam
pikiran orang lain, (3) Tolong menolong dan mampu bekerja sama dengan
orang lain. Peneliti sengaja mempersingkat 5 variabel menjadi 3 variabel
yakni dengan mengakui hak setiap orang dan saling pengertian menjadi
mengakui hak dan kewajiban setiap orang, kemudian menghormati
keyakinan orang lain menjadi menghormati alam pikiran orang lain,
selanjutnya setuju dalam perbedaan, kesadaran sosial dan kejujuran
peneliti wujudkan dalam bentuk tolong menolong dan mampu bekerja
sama dengan orang lain. Dengan demikian 3 indikator ini sengaja untuk
mempermudah penelitian yang ada dengan maksud yang sama
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang
merupakan perhatian peneliti (Kountur, 2007). Sebagai suatu populasi,
kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik
bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar,
2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jamaah kajian di
Masjid Amar Maruf di Bekasi tepatnya dekat Departemen sosial kota
Bekasi dengan status aktif terus mengaji. Populasi terbagi kedalam 2
kelompok atau unit, yaitu jamaah ikhwan (pria) dan jamaah akhwat
42
(wanita). Populasi yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah jamaah
sebanyak 80 orang. selain dan ini didasarkan atas seijin ustadz untuk
menggunakan jam kajian untuk penelitian dan meminta ijin setiap jamaah
setelah kajian selesai juga
3.3.2 Sampel
Menurut Ferguson sebagaimana dalam Sevilla, et al., 1993, sampel
adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Gay
(dalam Sevilla, et al., 1993) menawarkan beberapa ukuran minimum yang
dapat diterima berdasarkan tipe penelitian. Untuk metode korelasional,
jumlah sampel minimum adalah 30 subjek. Sedangkan menurut Arikunto
(2002), jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 10 – 15 % dari
jumlah populasi. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 15
jamaah Ikhwan (pria) dan 15 jamaah akhwat (perempuan) sehingga total
sampel adalah 30 orang jamaah Salafi di masjid Amar Maruf
3.3.3 Teknik sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu dimana setiap subjek dari responden yang ada
berdasarkan ciri-ciri atau sifat yang sesuai demgam karakteristik subjek
penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti diungkapkan oleh
Gay (1976), dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki
peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengambilan sampel
43
dilakukan berdasarkan pertimbangan yang ada karena dalam
pelaksanaannya digunakan pertimbangan hal-hal tertentu yang dikenakan
dalam sub-kelompok (Sevilla, 1993). Adapun karakteristik sampel dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Jamaah Salafy Ikhwan (pria) atau Akhwat (perempuam) yang aktif
mengikuti kajian lebih dari 1 tahun
2. Dengan rentang usia 17 – 35 tahun
3. Subjek berpendidikan minimal lulusan SMP atau sederajat karena
diduga dengan pendidikan tersebut Subjek dirasa mampu untuk
membaca dan memahami instruksi yang terdapat dalam kuesioner
penelitian
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Metode dan instrumen penelitian
Penelitian ini menggunakan angket dengan model skala Likert
sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini terdapat dua skala
yaitu skala makna hidup dan skala toleransi beragama. Teknik yang
digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan
kuisioner, yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, sikapnya terhadap sesuatu, atau hal-hal yang diketahuinya.
Dalam model skala Likert terdapat 5 (lima) kategori jawaban dan
masing-masing kategori ini memiliki nilai tertentu. Namun dalam penelitian
44
ini skala yang digunakan hanya ada 4 kategori, yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), sedangkan
Ragu-Ragu (R) tidak digunakan. Menurut Sevilla, et al., (1993) banyak
peneliti yang memberikan penekanan pada kecenderungan responden
untuk “mengamankan” dan menempatkan jawaban ereka ditengah sebagai
angka netral. Hal ini disebut pengaruh “kecenderungan sentral”. Individu
yang mempunyai kecenderungan tersebut selalu menghindari perilaku
atau pengungkapan yang ekstrim. Dengan demikian, peneliti memutuskan
untuk tidak menggunakan kategori jawaban yang bersifat netral atau Ragu-
Ragu (R) untuk mendorong responden memutuskan jawaban yang bersifat
positif atau negatif. Adapun penilaian skala Likert dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.1 .
Kategori Jawaban Skala Likert
JAWABAN FAVOURABLE UNFAVOURABLE SS 4 1 S 3 2
TS 2 3 STS 1 4
Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah :
1) Skala Makna Hidup. Skala ini disusun peneliti mengacu pada teori
Craumbaugh dan Maholick. Dimana dalam penelitian ini aspek-aspek
yang digunakan terdiri dari 6 (enam) aspek, yaitu : memiliki tujuan
yang jelas,memiliki perasaan yang bahagia,memiliki rasa tanggung
45
jawab,mampu melihat alasan untuk tetap eksis,memiliki kontrol diri,
dan tidak merasa cemas akan kematian
Skala ini disusun menggunakan skala Likert yang terdiri dari sejumlah
pernyataan. Distribusi pernyataan-pernyataan ini dapat dilihat pada tabel
3.2
Tabel 3.2
Blue Print Skala Makna Hidup
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
MAKNA HIDUP
1) Memiliki tujuan yang jelas
2) Memiliki perasaan yang bahagia
3) Memiliki rasa tanggung jawab
4) Mampu melihat alasan untuk tetap eksis
5) Memiliki kontrol diri
6) Tidak merasa cemas akan kematian
1,9,25,28
19, 23,31,40
2,10,22
3,37,39
13,16,18
7,20,33
4,8,14,34
6,15,26,35
17,29,30,
5,24,32
11,21,38
12,27,36
8 8 6 6 6 6
Jumlah 20 20 40
2) Skala toleransi beragama. Skala ini disusun peneliti mengacu pada
teori yang dikembangkan Allport (1954) tentang tolerant personality
dan hasil rumusan Umar Hasyim (1979), yaitu : mengakui hak dan
kewajiban orang lain, menghormati alam pikiran dan status orang
46
lain, dan tolong menolong serta mau bekerja sama dengan orang
lain. Berikut ini adalah blue print toleransi beragama
Tabel 3.3
Blue Print Skala Toleransi Beragama
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
TOLERANSI BERAGAMA
1) Mengakui hak dan kewajiban orang lain
2) Menghormati alam pikiran dan status orang lain
3) Tolong menolong dan mau bekerja sama dengan orang lain
1,2,13,14,25,26,
3,4,15,16,27
,28,29,30
5,6,17,18 ,31,32
7,8,19,20,33,34,
9,10,21,22,35,36,37,38
11,12,23,24,
39,40
12
16
12
Jumlah 20 20 40
3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian
1. Instrumen makna hidup
Berdasarkan hasil uji coba terhadap 40 item dalam instrumen ini,
maka terdapat 37 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun
pada taraf signifikansi 1%. Sedangkan 3 item lainnya tidak valid yakni
28,33, 38. Semua item yang valid digunakan untuk penelitian. Adapun
nomor-nomor item yang digunakan yaitu: Berikut ini adalah blue print
revisi skala makna hidup
47
Tabel 3.4.
Blue Print Revisi Skala Makna Hidup
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
MAKNA HIDUP
1) Memiliki tujuan yang jelas
2) Memiliki perasaan yang bahagia
3) Memiliki rasa tanggung jawab
4) Mampu melihat alasan untuk tetap eksis
5) Memiliki kontrol diri
6) Tidak merasa cemas akan kematian
1,2,
3, 4
5,6
7,8 9
10
11,12
13, 14
15, 16
17, 18
19
20
4 4 4 4 2 2
Jumlah 10 10 20
Uji realibilitas skala makna hidup ini menggunakan Alpha
Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,954
dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.
Tabel 3.5.
Kaidah Reliabilitas Guilford
KRITERIA KOEFISIEN RELIABILITAS SANGAT RELIABEL > 0.9
RELIABEL 0.7 – 0.9 CUKUP RELIABEL 0.4 – 0.7
KURANG RELIABEL 0.2 – 0.4 TIDAK RELIABEL < 0.2
48
2. Instrumen toleransi beragama
Berdasarkan hasil uji coba terhadap 40 item dalam instrumen ini,
maka terdapat 37 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun
pada taraf signifikansi 1%. Sedangkan 3 item lainnya tidak valid yakni 12,
14, 19. Semua item yang valid digunakan untuk penelitian. Adapun
nomor-nomor item yang digunakan berikut ini adalah blue print revisi skala
toleransi beragama.
Tabel 3.6.
Blue Print Revisi Skala Toleransi Beragama
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
TOLERANSI BERAGAMA
1). Mengakui hak dan kewajiban orang lain 2). Menghormati alam pikiran dan status orang lain 3). Tolong menolong dan mau bekerja sama dengan orang lain
1,2,3,4
5,6,7
8,9,10
11,12,13,14
15,16,17
18,19,20
8 6 6
Jumlah 10
10 20
49
Uji realibilitas skala toleransi beragama ini menggunakan Alpha
Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,964
dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan analisa statistik yang meliputi :
1. Statistik Deskriptif, digunakan untuk mengolah gambaran umum
subjek.
2. Analisa Alpha-Cronbach, yang digunakan untuk menguji reliabilitas
instrumen pengumpul data dengan menggunakan SPSS 17
3. Analisa Shaphiro Wilk, yang digunakan untuk menguji kenormalan
distribusi data yang menggunakan SPSS 17
4. Levene,s test yang digunakan untuk menguji kehomogenan data
sample.yang menggunakan SPSS 17
5. Korelasi Product Moment dari Pearson (Arikunto, 2006), yang
digunakan untuk menguji hubungan antara satu variabel independen
dengan satu variabel dependen yang menggunakan SPSS 17
3.6 Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Pada tahap awal dilakukan perumusan masalah dan menentukan
variabel yang akan diteliti. Kemudian melakukan studi pustaka untuk
mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel
50
penelitian. Tahap persiapan dilanjutkan dengan penyusunan skala makna
hidup dan skala toleransi beragama berdasarkan teori. Kemudian
melakukan try out terhadap skala makna hidup dan skala toleransi
beragama.
2. Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 07 Maret 2010. Dalam
menyebarkan kuesioner, peneliti secara langsung mendatangi subjek ke
sekolah yang telah ditentukan. Sebelumnya peneliti telah melakukan
konfirmasi dengan para panitia kajian untuk meminta kesediaan menjadi
tempat penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan pengambilan data
dengan memberikan instrumen yang telah disiapkan kepada subjek
penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Pengolahan data
Pada tahap ini hasil nilai dari pengisian skala dikumpulkan untuk
selanjutnya dianalisa dan dibuat laporannya.
51
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Responden
Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan usia
1 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin
Dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 2 orang (6,67 %)
berpendidikan SMP , 3 orang (10 %) berpendidikan S1, 5 orang (16,67 %)
berpendidikan D3, 20 orang (66,67 %) berpendidikan SMA. Berikut ini
adalah tabel distribusi jenis kelamin responden.
Tabel 4.1
Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki 15 50 %
Perempuan 15 50 % Total 30 100 %
2 Gambaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 2 orang (6,67 %)
berpendidikan SMP , 3 orang (10 %) berpendidikan S1, 5 orang (16,67 %)
berpendidikan D3, 20 orang (66,67 %) berpendidikan SMA. Berikut ini
adalah tabel distribusi jenis kelamin responden.
52
Tabel 4.2
Distribusi Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase SMP 2 6,67 %
SMA/SMK 20 66,67 % D3 5 16,67 % S1 3 10 %
Total 30 100 %
3 Gambaran Responden Berdasarkan Usia
Dari 30 responden yang diteliti, sebanyak 4 orang (6,67 %) berusia
17 tahun dan 4 orang (13,34 %) berusia 20 tahun, 2 orang (6,67 %)
berusia 22 tahun 5 orang (6,67 %) berusia 23 tahun 2 orang (6,67 %)
berusia 24 tahun 5 orang (6,67 %) berusia 25 tahun 6 orang (6,67 %)
berusia 27 tahun2 orang (6,67 %)
berusia 30 tahun Berikut ini adalah tabel distribusi usia responden.
Tabel 4.3
Distribusi Usia Responden
Usia Frekuensi Persentase 17 Tahun 4 13% 20 Tahun 4 13,33% 22 Tahun 2 6,67% 23 Tahun 5 16,67% 24 Tahun 2 6,67% 25 Tahun 5 16,67% 27 Tahun 6 20% 30 Tahun 2 6,67%
Total 30 100%
53
4.2 Uji Persyaratan
4.2.1 Uji reliabilitas makna hidup
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.950 .954 40
Dengan skor yang diperoleh melalui spss 17 Uji realibilitas skala
makna hidup ini menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji realibilitas
tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,954 dimana menurut Guilford
(Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.
4.2.2 Uji reliabilitas toleransi beragama
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.961 .964 40
Dengan skor yang diperoleh melalui spss 17 Uji realibilitas skala
makna hidup ini menggunakan Alpha Cronbach. Dari uji realibilitas
tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,964 dimana menurut Guilford
(Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel
4.2.3. Uji normalitas
Data-data berskala interval sebagai hasil suatu pengukuran pada
umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil
54
suatu data tidak mengikuti asumsi normalitas. Untuk mengetahui
kepastian sebaran data yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas
terhadap data yang bersangkutan (Kuncono, 2005). Dengan demikian,
analisis statistik yang pertama kali harus dilakukan dalam rangka analisis
data adalah analisis data statistik berupa uji normalitas.
Adapun uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji Shapiro Wilk, hal ini disebabkan karena jumlah
responden yang dijadikan sample penelitian kurang dari 100 (Kuncono,
2005). Berikut ini gambaran uji normalitas keluaran SPSS versi 17.0.
Tabel 4.4
Uji normalitas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Makna Hidup .099 30 .200* .951 30 .180 Toleransi Beragama
.157 30 .059 .960 30 .302
Hasil uji normalitas data pada makna hidup diperoleh angka
probabilitas sebesar 0,180 dengan menggunakan taraf signifikansi alpha
5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,180> 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, dengan mean 67.333 dan
standar deviasi (SD) sebesar 6.38605
Berikut ini gambar scatterplot keluaran SPSS versi 17.0.
55
Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa sebaran data variabel
makna hidup berada disekitar garis uji yang mengarah ke kanan atas.
Dengan demikian, data tersebut dapat dikatakan normal.
Sedangkan pada skala toleransi agama hasil uji normalitas data
diperoleh angka probabilitas sebesar 0,302 dengan menggunakan taraf
signifikansi alpha 5%, maka diketahui bahwa nilai probabilitas 0,302 >
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal, dengan
mean 64.7333 dan standar deviasi (SD) sebesar 6.53866. Berikut ini
gambar scatterplot keluaran SPSS versi 17.0.
56
Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa sebaran data variabel
toleransi beragama berada disekitar garis uji yang mengarah ke kanan
atas. Dengan demikian, data tersebut dapat dikatakan normal
4.2.4. Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui variabilitas mean dari
data dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini peneliti menguji tingkat
homogenitas data berdasarkan Jenis Kelamin yang ada yaitu Ikhwan (I)
dan Akhwat (A), dan uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s test.
Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah :
57
Ho = Varians data kelompok bersifat homogen
H1 = Varians data kelompok bersifat tidak homogen
Pengambilan keputusan homogen atau tidaknya data dapat
dilakukan dengan cara membandingkan nilai p hitung dengan p α (0.05 /
0.01). Jika p > p α (0.05 / 0.01) maka variansi pada setiap kelompok
adalah sama atau homogen, dan sebaliknya jika p < p α (0.05 / 0.01)
maka variansi pada setiap kelompok dapat dikatakan tidak sama atau
tidak homogen (Kuncono, 2005). Sedangkan dalam penelitian ini
diperoleh hasil perhitungan berdasarkan SPSS versi 17.0. sebagai berikut:
Tabel 4.5.
Tes Homogenitas Varians
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Makna Hidup Based on Mean .094 1 28 .762
Based on Median .095 1 28 .760
Based on Median and with adjusted df
.095 1 28.000 .760
Based on trimmed mean .087 1 28 .770
Karena variabel yang diuji (makna hidup) berskala interval, maka
pengujian berbasis mean dapat dilakukan (Kuncono, 2005). Dari data
tersebut didapat jumlah p pada based on mean sebesar 0.762 dengan
demikian p (0.762) > p α (0.05 / 0.01) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak
atau varians data kelompok bersifat homogen.
58
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Kategori umum makna hidup
Tabel 4.6
Kategorisasi Umum Makna Hidup
Kategori Nilai Jumlah Prosentase Tinggi 69– 80 13 43.33 %
Rendah 57 – 68 17 56.67 % Total 30 100 %
Dari data yang diperoleh jumlah orang yang dikategorikan memiliki
makna hidup yang tinggi sejumlah 13 orang (43.33%) sementara jumlah
orang yang dikategorikan memiliki makna hidup yang rendah sejumlah 17
orang (56.67%) yang berarti dari total yang ada dapat diperoleh informasi
bahwa lebih banyak para jamaah Salafi memiliki skor yang rendah dalam
variabel makna hidup
4.3.2 Kategori umum toleransi beragama
Tabel 4.7
Kategorisasi Umum Toleransi Beragama
Kategori Nilai Jumlah Prosentase Tinggi 65 – 78 22 73.33 %
Rendah 51 – 64 8 26.67 % Total 30 100 % Dari data yang diperoleh jumlah orang yang dikategorikan memiliki
toleransi beragama yang tinggi sejumlah 22 orang (73.33%) sementara
jumlah orang yang dikategorikan memiliki toleransi yang rendah sejumlah
8 orang (26.67%) yang berarti dari total yang ada dapat diperoleh
59
informasi bahwa lebih banyak para jamaah Salafi memiliki skor yang tinggi
dalam variabel toleransi beragama.
4.4 Analisa Penelitian
Berdasarkan perhitungan analisa statistik deskriptif yang dilakukan
menggunakan program SPSS versi 17.0. diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 4.8
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation makna hidup 30 23.00 57.00 80.00 67.3333 6.38605toleransi beragama 30 27.00 51.00 78.00 64.7333 6.53866
Dari tabel statistik deskriptif diatas, dapat diketauhi bahwa mean
dari variabel makna hidup adalah 67.3333 dengan standar deviasi
sebesar 6.38605. Sedangkan, mean dari variabel toleransi beragama
adalah 64.7333 dengan standar deviasi sebesar 6.53866.
60
Berdasarkan perhitungan analisa statistik korelasi yang dilakukan
menggunakan program SPSS versi 17. Sebagai berikut :
Correlations
makna_hidup toleransi_beragama
makna_hidup Pearson Correlation 1 .887**
Sig. (2-tailed) .000
N 30 30 toleransi_beragama Pearson Correlation .887** 1
Sig. (2-tailed) .000 N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari tabel nilai koefisien di atas dapat diketahui bahwa nilai korelasi
(r hitung) antara variabel makna hidup dengan toleransi beragama
menunjukkan angka 0.887 dan nilai r tabel pada taraf signifikansi 5%
adalah sebesar 0,169 . Dengan demikian, nilai r hitung lebih besar dari
pada r tabel yang berarti terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara makna hidup dengan toleransi beragama atau H1 diterima dan H0
ditolak
4.5 Analisa Tambahan
Untuk melengkapi data yang data peneliti menyajikan pula
perbedaan nilai berdasarkan kategori sebelumnya seperti jenis kelamin,
pendidikan dan usia dengan menghubungkan variabel penelitian yakni
makna hidup dan toleransi beragama sebagai berikut :
61
4.5.1 Perbedaan makna hidup berdasarkan jenis kelamin
tahun25 5 65.0000 2.82843 1.26491tahun27 6 68.5000 3.56371 1.45488tahun30 2 66.5000 .70711 .50000a. t cannot be computed because the standard deviation is 0. One-Sample Test