Page 1
HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA
KEUANGAN PERUSAHAAN
TESIS
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI
PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR
MAGISTER MANAJEMEN
Oleh:
NAMA : HEIKAL
NIM : 122080610
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2013
Page 2
1
ABSTRACT
HEIKAL. Trisakti University, April 2013 “The Relationship between Corporate
Environmental and Financial Performances”.
Advisor : Maria R. Nindita Radyati, PhD
co. Advisor : Dra. Maria C Widiastuti, ME
Indonesia is perceived as the most poluted country in the world after Brazil, USA
and China. Corporate environmental performance is a mandatory. Company is
responsible in conduct its busineess activities, not only search profit. Companies
argue that having good environmental performance do not financially benefit the
company but is a loss due to the high investments.
This research is aimed to analize the relationship between corporate environmental
and future financial performance. The sample of this reseach are 79 public listed
companies in Mining Industry and Basic and Chemical Industry in Indonesia.
The reseach hypothesys was tested using quantitative approach. The financial data
collected are secondary data from company published financial reports.
Environmental perfromance measured using content analisyst from company
sustainability reports, annual reports and company website. The analysis technique of
research was developed with Structural Equation Modeling (SEM) and treated using
statistic program SPSS 11.5 and AMOS 6.0.
The results showed that in Indonesia, environmental performance has a non-
significant relationship on future financial performane.
Key words: corporate environmental performance, corporate financial performance,
stuctural equation model (SEM).
Page 3
2
ABSTRAK
HEIKAL. Universitas Trisakti, April 2013 “Hubungan antara Kinerja Lingkungan
dan Kinerja Keuangan Perusahaan”.
Dosen Pembimbing : Maria R. Nindita Radyati, PhD
co. Pembimbing : Dra. Maria C Widiastuti, ME
Indonesia dinilai sebagai negara terpolusi di dunia setelah Brazil, Amerika Serikat
dan China. Kinerja lingkungan perusahaan menjadi upaya yang harus dilakukan agar
perusahaan bertanggungjawab dalam menjalankan aktivitas bisnisnya dan tidak
hanya mengejar keuntungan semata. Perusahaan menilai bahwa memiliki kinerja
ingkungan yang baik tidak memberikan keuntungan secara finansial bagi perusahaan
namun memberikan kerugian karena untuk bukanlah sebuah investasi yang kecil.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara kinerja lingkungan dan
kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang. Penelitian dilakukan terhadap 79
perusahaan di Industri Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang go public di
Indonesia.
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan
data kinerja keuangan dilakukan melalui data sekunder berupa laporan keuangan,
sedangkan penilaian data kinerja lingkungan dilakukan dengan menggunakan content
analisyst terhadap laporan keberlanjutan, laporan tahunan dan website perusahaan.
Teknik analisis yang digunakan adalah Stuctural Equation Modeling (SEM) dengan
program statistik SPSS 11.5 dan AMOS 6.0.
Hasil penelitian menunjukan bahwa di Indonesia, kinerja lingkungan tidak
berpengaruh secara nyata terhadap kinerja keuangan di masa mendatang.
Kata Kunci: Kinerja Lingkungan Perusahaan, Kinerja Keuangan Perusahaan,
Stuctural Equation Modeling (SEM).
Page 4
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Upaya pengelolaan lingkungan yang baik sudah mulai menjadi tren bagi beberapa
perusahaan yang unggul di dunia saat ini. Namun masih banyak perusahaan di
Indonesia yang masih berfokus kepada aspek ekonomi atau mengejar keuntungan
semata. Aspek lingkungan sering kali masih dijadikan prioritas kedua bahkan sering
pula diabaikan. Hasil penelitian Bradshaw et al. (2010) menyatakan bahwa Indonesia
merupakan salah satu dari negara terpolusi di dunia setelah Brazil, Amerika dan
China.
Arndt & Einhorn (2010) menyatakan bahwa 15 dari 50 perusahaan paling inovatif
berasal dari Asia. Inovasi yang muncul belakangan ini didorong oleh tumbuh dan
berkembang pesatnya akan kesadaran terhadap pengelolaan lingkungan yang terjadi
juga di Indonesia. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang
memberlakukan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT No. 40 tahun 2007).
Undang-Undang tersebut mewajibkan tanggungjawab sosial perusahaan (CSR)
kepada setiap perusahaan yang menjalankan aktivitas bisnisnya berkaitan dengan
sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan menjadi hal yang fundamental dan
dijadikan tolok ukur maupun refleksi dari kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan
tersebut.
Lingkungan merupakan subyek inti keempat di dalam pedoman ISO 26000 tentang
CSR yang mencakup isu-isu: (1). Pencegahan polusi, (2). Penggunaan sumberdaya
Page 5
4
secara berkelanjutan, (3). Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan (4)
Proteksi dan restorasi lingkungan. Penelitian ini akan lebih menekankan kepada isu
pencegahan polusi dan isu penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan. Hasil
Penelitian Moneva & Ortas (2010) menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki
kinerja lingkungan yang baik menunjukan kinerja keuangan yang bagus di waktu
mendatang.
Untuk mempermudah perolahan dan akses data maka perusahaan yang dipilih
sebagai unit analisa adalah perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia
dikelompokan ke dalam sembilan jenis industri, yaitu: (1). Pertanian, (2).
Pertambangan, (3). Industri Dasar dan Kimia , (4). Bermacam-macam Industri , (5).
Industri Barang Konsumsi, (6). Properti, Real Estate dan Konstruksi, (7). Industri
Infrastuktur, Keperluan Umum dan Transportasi, (8). Keuangan dan (9).
Perdagangan, Jasa dan Investasi. Dari kesembilan industri tersebut, perusahaan-
perusahaan yang berada di Industri Pertambangan dan di Industri Dasar dan Kimia
dipilih sebagai unit analisa karena berhubungan dengan sumberdaya alam (sesuai UU
PT No. 40 / tahun 2007). Selain itu, perusahaan-peruahaan di kedua industri tersebut
mendapatkan tekanan-tekanan lebih banyak terhadap isu-isu yang berhubungan
dengan sumberdaya alam dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berada
di industri lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini dilakukan untuk
mengkaji hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan pada
perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia.
Page 6
5
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perumusan masalah dan pembatasan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara kinerja
lingkungan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan-perusahaan di Industri
Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang go public di Indonesia?
I.3 Pembatasan Penelitian
1. Indikator dan item pengukuran kinerja lingkungan (CEP) dan kinerja
keuangan (CFP) yang diggunakan di dalam penelitian ini hanya mengacu
kepada penelitian Moneva & Ortas (2010).
2. Sampel yang digunakan hanya perusahaan-perusahaan di sektor
Pertambangan dan di sektor Industri Dasar dan Kimia yang go public dan
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 hingga tahun 2012.
3. Pengukuran indikator kinerja lingkungan di dalam penelitian ini
menggunakan content analisyst yaitu terdapat atau tidaknya indikator
kinerja lingkungan perusahaan tanpa menilai kualitas kinerja lingkungan
(CSR) perusahaan tersebut.
4. Penilaian kinerja lingkungan perusahaan hanya dilakukan dalam 1 (satu)
waktu yaitu terhadap laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2008, laporan
tahunan perusahaan tahun 2008 dan informasi yang ada di website
perusahaan.
5. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralsisasikan dan hanya terbatas pada
sampel yang diteliti.
Page 7
6
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang muncul di
perumusan masalah, yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kinerja
lingkungan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan-perusahaan di Industri
Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang go public di Indonesia.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Praktisi
a. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi perusahaan-
perusahaan di Indonesia, khususnya di Industri Pertambangan dan
Industri Dasar dan Kimia untuk mengetahui mengenai pentingnya
hubungan antara kinerja lingkungan perusahaan terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
b. Dapat digunakan bagi investor maupun pihak pemberi pinjaman
sebagai alat untuk pengambil keputusan ketika melakukan investasi di
dalam perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang
baik.
2. Bagi Pemerintah
a. Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan dan penghargaan
dari pemerintah kepada perusahaan-perusahaaan yang telah memiliki
kinerja lingkungan yang baik.
3. Bagi Akademisi
a. Sebagai referensi penelitian tentang pengungkapan kinerja lingkungan
di dalam Laporan Keberlanjutan, Laporan Tahunan dan Website
Page 8
7
Perusahaan dan hubungannya terhadap kinerja keuangan perusahaan
di waktu mendatang.
b. Memberikan masukan bagi penelitian-penelitian berikutnya.
I.5 Struktur Tesis
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I berisi latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dari penelitian ini.
Bab ini menguraikan dasar pemikiran mengenai hubungan antara kinerja lingkungan
dan kinerja keuangan perusahaan. Kemudian bab ini juga menjelaskan pula
mengenai pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
keterbatasan penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Bab II ini menjelaskan mengenai tinjauan teori terkait dengan CSR, CSR konteks di
Indonesia dan penelitian terdahulu tentang kinerja lingkungan dan kinerja keuangan
perusahaan dan hubungan di antara keduanya. Kerangka pemikiran dan hipotesis
yang digunakan di dalam penelitian juga dimuat di dalam bab ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab III menguraikan metode yang digunakan di dalam penelitian ini, antara lain
meliputi disain penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, variabel
dan pengukurannya, dan tehnik metode yang digunakan untuk melakukan analisis
terhadap data.
Page 9
8
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab IV berisi tentang deskripsi obyek penelitian, statistik deskriptif, pengujian
hipotesa, analisis hasil dan interpretasi dari metode content analysist dan hasil
structural equation model (SEM) yang menggambarkan hubungan antara kinerja
lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Bab V akan merupakan penutup yang berisi kesimpulan atas hubungan antara kinerja
lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan, keterbatasan dari penelitian dan saran-
saran bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka berisi referensi dari literatur-literatur yang digunakan sebagai
landasan teori dan pustaka di dalam penuilisan hasil penelitian ini.
LAMPIRAN
Lampiran memuat hasil pengukuran hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja
keuangan dan perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai unit analisa di dalam
penelitian. Ringkasan kinerja keuangan dan penilaian kinerja lingkungan terhadap
masing-masing perusahaan juga dimuat di bagian ini.
Page 10
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Teori dan Telaah Penelitian Terdahulu
II.1.1 Corporate social responsibility (CSR)
Istilah CSR menjadi sering digunakan dan mudah dipahami belakangan ini. CSR
tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah konsep abstrak karena sudah banyak
pustaka populer yang telah ditulis oleh para ahli bahwa CSR merupakan hal yang
strategis bagi perusahaan (Hartman & DesJardins, 2008 dan Crowther & Aras,
2008). Meskipun banyak kalangan mengakui bahwa konsep CSR di era modern
pertama kali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1953. Meskipun menurut Carroll
sendiri, istilah CSR pertama kali dikemukakan tahun 1938 hingga tahun 1940 melalui
buku-buku yang ditulis oleh Chester Barnard, Clark dan Theodore Kreps. Namun
CSR menjadi populer di tahun 1979 ketika Carroll menjabarkan CSR bedasarkan
tugas yang bertanggungjawab (Carroll dalam Kaeokla & Jaikengkit, 2012).
Menurutnya setiap perusahaan memiliki tanggungjawab secara economic, legal,
ethical dan discretionary.
Menurut Carroll dalam Kaeokla & Jaikengkit (2012), tanggungjawab secara ekonomi
adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan memproduksi barang sesuai dengan
kualitas yang ditawarkan pada harga yang adil bagi para pembelinya.
Tanggungjawab secara legal adalah untuk mematuhi hukum yang ditentukan oleh
masyarakat mengenai hal yang benar dan salah. Tanggungjawab secara etis adalah
lebih melakukan hal yang benar dan adil daripada melakukan apa yang diatur oleh
Page 11
10
undang-undang. Tanggungjawab secara filantropis adalah menciptakan keuntungan
bagi masyarakat dan komunitas untuk memperbaiki kualitas kehidupan.
Gambar 2.1
Piramida CSR Carroll
Sumber: Carroll dalam Thompson & Ke (2012)
Kotler & Lee dalam Kaeokla & Jaikengkit (2012) membagi CSR berdasarkan
bentuk kegiatannya. CSR merupakan komitmen perusahaan untuk memperbaiki
kehidupan masyarakat melalui praktik bisnis yang baik dan memberikan sebagian
kontribusi dari sumberdaya perusahaan. CSR dibagi ke dalam enam (6) bentuk
bentuk kegiatan yang dapat dilakukan perusahaan untuk melakukan tindak kebajikan,
yaitu: (1). Cause promotions merupakan inisiatif korporasi untuk mengalokasikan
dana atau bantuan dalam bentuk barang dan sumber daya lain untuk meningkatkan
kesadaran dan perhatian tentang masalah sosial tertentu atau dalam rangka
rekruitmen sukarelawan, (2). Cause related marketing yang berarti korporasi
berkomitmen untuk mendonasikan sejumlah persentase tertentu dari pendapatan
Page 12
11
untuk hal tertentu yang berkait dengan penjualan produk, (3). Corporate social
marketing yaitu upaya korporasi memberi dukungan pada pembangunan dan/atau
pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk mengubah sikap dan perilaku dalam
rangka memperbaiki kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan, (4).
Corporate philanthropy berupa pemberian sumbangan sebagai kegiatan amal
(charity). Seringkali dalam bentuk hibah tunai, donasi dan/atau dalam bentuk barang,
(5). Community volunteering dalam perwujudan dukungan dan dorongan korporasi
kepada para karyawan, mitra pemasaran dan/atau anggota franchise untuk
menyediakan dan mengabdikan waktu dan tenaga mereka untuk membantu kegiatan
organisasi social tertentu dan (6) Socially responsible business practices yaitu adopsi
praktik-praktik bisnis yang bersifat diskresi serta berbagai investasi yang mendukung
pemecahan masalah sosial tertentu.
Halme & Laurila dalam Kaeokla & Jaikengkit (2012) membagi CSR berdasarkan
tidakan yang dilakukan oleh perusahaan yaitu: (1). Philanthropy yaitu tindakan yang
dilakukan tanpa memiliki hubungan apapun terhadap core business perusahaan,
berfokus terhadap amal, sponsorisasi, kesukarelaan pekerja, dan lain sebagainya (2).
CR integrated adalah menjalankan bisnis dengan cara yang bertanggungjawab,
berfokus terhadap kinerja lingkungan dan sosial dari operasional bisnis berdirinya
perusahaan dan (3). CR innovation adalah operasi yang berfokus kepada
pengembangan bisnis baru yang memperbaiki atau mengurangi permasalahan social
dan lingkungan, yang dapat menghasilkan pengembangan lebih ke depan atau
merupakan perluasan dari core business.
Page 13
12
Menurut Friedman dalam Moneva (2010) tanggungjawab para manajer adalah
menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan shareholder, yaitu menghasilkan
keuntungan sebanyak mungkin. Hal ini dianggap sesuai dengan aturan dasar yang
berlaku di masyarakat. Namun Freeman dalam Moneva (2010) mengemukakan
bahwa pendekatan para pemangku kepentingan (stakeholders approach) sebelumnya
banyak diabaikan. Para pemangku kepentingan yang berbeda-beda (pelayanan
masyarakat, lingkungan, para pelanggan, para pemegang saham, para pekerja, dan
lainnya) memiliki permintaan agar dipertimbangkan. Saat ini, sudah sangat berlaku
dan diakui bahwa perusahaan memiliki kebutuhan untuk bertindak secara
bertanggungjawab sosial. CSR merupakan upaya perusahaan berkontribusi terhadap
kesejahteraan sosial juga untuk meningkatkan daya saing dan mempertahankan
kesuksesan perusahaan dari sisi keuangan.
Crowther & Aras (2008) mengemukakan bahwa dalam menjalankan CSR diperlukan
prinsip keberlanjutan, akuntabilitas dan transparansi. Bahkan menurut Agle et al.
(2008) perusahaan yang tidak dapat memperoleh keuntungan secara legal, etis dan
bertanggungjawab tidak layak untuk dipertahankan. (Aras & Crowther, 2009)
mengemukakan bahwa banyak penelitian di bidang corporate sustainability tidak
mengakui pentingnya kinerja keuangan sebagai sebuah aspek esensial dari
sustainability. Padahal menurut mereka terdapat 4 (empat) aspek dari sustainability,
yaitu: (1). Pengaruh masyarakat (societal influence), yang mereka definisikan
sebagai sebuah ukuran yang dibuat masyarakat terhadap perusahaan dari segi kontrak
sosial dan pengaruh para pemangku kepentingan, (2). Dampak lingkungan
(environmental impact) yang mereka definisikan sebagai akibat dari kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan terhadap lingkungan secara geofisik, (3). Budaya
Page 14
13
organisasi (organisational culture), yang mereka definisikan sebagai hubungan
antara perusahaan dan para pemangku kepentingan internalnya, khususnya para
pekerjanya, dan setiap aspek dari hubungan tersebut dan (4) Keuangan (finance),
yang mereka didefinisikan sebagai ketentuan dari pengembalian yang memadai
untuk tingkat resiko yang dilakukan. Keempat aspek tersebut harus dipertimbangkan
sebagai dimensi kunci dari sustainability, semuanya merupakan hal yang sama
pentingnya (Aras & Crowther, 2009).
Menurut mereka keempat aspek tersebut dapat dipetakan ke dalam dua dimensi
matriks antara fokus eksternal - internal perusahaan dan fokus jangka pendek -
jangka panjang perusahaan. Secara bersama-sama dapat mewakili kinerja organisasi
yang lengkap (Gambar 2.4). Dampak lingkungan merupakan fokus eksternal
perusahaan dan bersifat jangka panjang bila ingin mencapai corporate sustainability.
Sedangkan keuangan merupakan fokus internal perusahaan dan bersifat jangka
pendek.
Gambar 2.2
Model Keberlanjutan Perusahaan
Sumber: (Aras & Crowther, 2009)
Page 15
14
Ragodoo (2009) menyatakan bahwa piramida CSR Carroll tidak berlaku universal,
khususnya bagi negara berkembang. Ragodoo menyarankan untuk menggunakan
model piramida (Gambar 2.2) yang dikembangkan oleh Viser et al. (2006).
Philanthropic responsibility menjadi tuntutan bagi perusahaan untuk segera
melaksanakannya setelah mendapatkan profit (economic responsibilities). Hal ini
disebabkan oleh tingginya harapan masyarakat kepada perusahaan untuk membantu
persoalan perekonomian yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah.
Gambar 2.3
Piramida CSR untuk negara-negara berkembang
Sumber: Viser dalam Ragodoo (2009)
ISO 26000 adalah pedoman tanggung jawab sosial untuk seluruh jenis organisasi,
baik swasta, pemerintah, maupun organisasi sektor tiga (OST), misalnya yayasan,
koperasi, perkumpulan, serikat pekerja, dan universitas (Radyati, 2012). ISO 26000
disusun lebih dari 90 negara, termasuk Indonesia menyepakati beberapa hal penting
berkaitan dengan tanggung jawab sosial. Perusahaan atau organisasi merupakan
Page 16
bagian dunia bisnis dan aktivitas global
citizen). Sebagai warga dunia, diharapkan menggunakan ISO26000 sebagai pedoman
bertanggung jawab sosial.
Pedoman ini merumuskan tujuh isu utama tanggung jawab sosial.
pembuatannya adalah membantu organisasi berko
berkelanjutan dan mendorong mereka bertindak melampaui kepatuhan hukum.
ISO26000 mengakui kepatuhan pada hukum adalah kewajiban fundamental semua
organisasi dan merupakan bagian utama tanggung jawab sosial
Komponen
Sumber: Draft
bagian dunia bisnis dan aktivitas global dan merupakan warga negara dunia (
). Sebagai warga dunia, diharapkan menggunakan ISO26000 sebagai pedoman
bertanggung jawab sosial.
Pedoman ini merumuskan tujuh isu utama tanggung jawab sosial.
pembuatannya adalah membantu organisasi berkontribusi pada pembangunan
berkelanjutan dan mendorong mereka bertindak melampaui kepatuhan hukum.
ISO26000 mengakui kepatuhan pada hukum adalah kewajiban fundamental semua
organisasi dan merupakan bagian utama tanggung jawab sosial (Radyati,
Gambar 2.4
Komponen Tanggungjawab Sosial di dalam ISO 26000
Draft ISO 26000 Guidance on Social Responsibility
15
warga negara dunia (global
). Sebagai warga dunia, diharapkan menggunakan ISO26000 sebagai pedoman
Pedoman ini merumuskan tujuh isu utama tanggung jawab sosial. Tujuan
ntribusi pada pembangunan
berkelanjutan dan mendorong mereka bertindak melampaui kepatuhan hukum.
ISO26000 mengakui kepatuhan pada hukum adalah kewajiban fundamental semua
Radyati, 2012).
jawab Sosial di dalam ISO 26000
Guidance on Social Responsibility, 2009
Page 17
16
Menurut Jalal (2010) ISO 26000 memiliki prinsip-prinsip: (1). Akuntabilitas, (2).
Tranparansi, (3). Perilaku etis, (4). Penghormatan pada kepentingan stakeholder, (5)
Kepatuhan pada hokum, (6). Penghormatan terhadap norma perilaku internasional
dan (7). Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut Saleh et al. (2011), terdapat perbedaan dalam menjalankan CSR di negara-
negara berkembang dan di negara maju dalam konteks sosio-ekonomi dan budaya,
yaitu: (1). Di negara-negara berkembang, patokan kegiatan CSR bersifat kurang
(tidak) formal, dibandingkan di negara-negara maju, (2). Di negara-negara
berkembang, CSR secara resmi dimanfaatkan oleh perusahaan nasional besar dan
perusahaan multinasional, khususnya perusahaan yang telah dikenal memiliki merek
global atau status internasional, (3). Di negara-negara berkembang, CSR terutama
terkait dengan kedermawanan (philanthropy) atau amal (charity), misalnya investasi
sosial di bidang pendidikan, mensponsori kegiatan olahraga, kesehatan masyarakat,
dan pelayanan masyarakat lainnya, (4). Suatu kontribusi secara ekonomis biasanya
diasumsikan bersifat sangat penting dan merupakan metode praktis bagi perusahaan
untuk menciptakan efek sosial, misalnya kesempatan kerja, berbagi pengetahuan dan
membayar pajak dan (5). Motivasi dan pelibatan di dalam praktik kegiatan CSR
biasanya terkait dengan nilai spiritual dan tradisional di negara berkembang,
misalnya xiaokang (nilai berbagi kepada sesama dalam pertumbuhan ekonomi) di
China dan ubuntu (kepercayaan pada terdapatnya ikatan universal bersama yang
menghubungkan setiap manusia) di Afrika Selatan serta gotong royong (nilai saling
tolong menolong terhadap sesama manusia) di negara-negara ASEAN.
Page 18
17
Menurut Goleman (2010), CSR berkembang melalui tahapan-tahapan yang jelas.
Awalnya CSR dicontohkan dengan baik oleh Andrew Carnegie. CSR merupakan
suatu fenomena bagi para penghimpun kekayaan luar biasa yang dihasilkan oleh
industri yang kemudian menjadi seorang dermawan (philanthropists). Kini
perpustakaan umum Carnegie tersebar di seluruh pelosok Amerika Serikat. Tahap
Robin Hood, di mana perusahaan memberikan harga premium untuk produk-produk
yang ramah lingkungan (green products) dan memberikan sebagian keuntungan
usaha untuk mendukung isu-isu sosial yang bermanfaat. Tahap ketiga, yang kini
berkembang pesat, perusahaan melakukan internalisasi keberlanjutan (sustainability)
ke dalam bisnisnya. Hal ini meliputi pemikiran kembali terhadap bisnis, produknya,
solusi yang ditawarkan, sehingga akhirnya akan memunculkan mutual benefits.
Menurut de Geus dalam Silalahi (2012) banyak perusahaan berjatuhan karena
pemikiran dan tindakan manajemen yang terlalu sempit hanya berdasarkan
pertimbangan ekonomi semata. Menurutnya perusahaan bangkrut karena para
manajernya terlalu terfokus kepada kegatan ekonomi untuk memproduksi barang dan
jasa. Mereka lupa bahwa organisasi pada dasarnya merupakan komunitas manusia.
Pembentukan hukum, para pengajar bisnis dan komunitas keuangan semua
mengikuti mereka di dalam kesalahan ini.
II.1.2 CSR dalam konteks Indonesia
CSR adalah suatu keputusan strategis perusahaan untuk bertanggung-jawab atas
dampak dari keputusan yang diambil dan dampak dari kegiatan bisnis yang
dilakukan, dan yang dapat berkontribusi pada pencapaian keadilan sosial. (Radyati,
Page 19
18
2010). Di dalam UU PT No. 40 tahun 2007 CSR (tanggungjawab sosial dan
lingkungan) didefinisikan sebagai komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya.
Di Indonesia, perusahaan diwajibkan taat terhadap Undang-Undang No. 32 tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perusahaan berkewajiban untuk
menyampaikan informasi pengelolaan lingkungan yang dilakukannya, sesuai dengan
UU No. 23 tahun 1997 pasal 6 ayat 2, yaitu: “Setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat
mengenai pengelolaan lingkungan hidup”. Selain itu di dalam UU PT No. 40 tahun
2007 pasal 66 ayat 2 butir c, disebutkan bahwa perusahaan diwajibkan membuat
laporan tahunan yang memuat laporan pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan.
Di Indonesia, peraturan-peraturan mengenai CSR yang dikeluarkan pemerintah
daerah hanya menekankan pada kegiatan filantrofi, jadi tidak holistik (Radyati,
2012). Hal ini terjadi karena pemahaman pemerintah pusat dan daerah sangat sempit.
CSR dipahami hanya sebatas kegiatan filantrofi yang terfokus untuk pihak di luar
perusahaan. Dengan demikian tidak mengherankan bila perusahaan hanya fokus pada
hal-hal yang diatur tersebut dan kurang menghiraukan kondisi di dalam maupun
pemangku kepentingan dalam perusahaan.
Peraturan dari pemerintah pusat, khususnya PP No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, di antaranya menekankan pada
Page 20
19
tiga hal utama, yaitu: (1). Mewajibkan adanya perencanaan CSR, (2). Adanya alokasi
dana untuk CSR dan (3). Pelaporan kegiatan CSR serta pertanggungjawabannya pada
rapat umum pemegang saham (RUPS).
Radyati (2010) mengemukakan bahwa ada beberapa tingkatan CSR berdasarkan
ruang lingkup dan kompleksitasnya. CSR yang mendasar, yakni level paling rendah
(level 1) adalah kepatuhan kepada semua aturan yang ada (compliance to laws and
regulation), baik UU, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya yang
berkaitan dengan sektor usaha perusahaan tersebut. Level 2 adalah CSR dalam
bentuk filantrofi. Contoh filantrofi adalah pemberian donasi, beasiswa, pembangunan
sekolah, tempat ibadah, pemberian bantuan setelah adanya bencana alam, dan
lainnya. Level 3 adalah kegiatan community development (pengembangan
komunitas). Bentuk kegiatannya, antara lain pembinaan pada masyarakat di suatu
daerah tertentu. Level 4, perusahaan menanggung biaya atas dampak negatif yang
timbul dari bisnisnya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkunngan. Contoh dalam
aspek lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah melalui manajemen limbah.
Level 5 adalah suatu sistem yang terintegrasi dalam perencanaan bisnis perusahaan.
Ruang lingkup CSR mulai dari penggunaan bahan baku sampai mendaur ulang
limbah. Di level ini, perusahaan harus memilih bahan baku yang ramah lingkungan
dan aman bagi kesehatan manusia. Para pemasok juga di harus diajarkan cara
menjalankan bisnis yang bertanggung jawab sosial. Proses produksi juga dilakukan
dengan cara yang bertanggung jawab sosial, misalnya pabrik yang bersih dengan
pencahayaan yang baik dan hemat energi. Kemasan produk menggunakan bahan
yang dapat didaur ulang.
Page 21
20
Penelitian Hendeberg & Lindgren (2009) di Indonesia mengemukakan bahwa
perusahaan perlu meletakan ethical responsibility sebagai hal dasar sebelum
mengejar profit dan mematuhi peraturan (Gambar 2.1). Komunitas masyarakat
setempat khususnya di daerah terpencil dan perdesaan memegang peranan terpenting
dan berpengaruh besar terhadap kegiatan bisnis perusahaan (license to operate). CSR
digunakan sebagai alat untuk memperkenalkan diri perusahaan kepada penduduk
lokal dan stakehoder lainnya. CSR menjadi strategi perusahaan untuk menerima
perlindungan dari penduduk setempat dan untuk mengurangi resiko terjadinya
konflik yang mungkin terjadi. CSR memiliki manfaat penting untuk digunakan
sebagai strategi bagi perusahaan yang berlokasi di Indonesia untuk mempertahankan
masa depan keberlanjutannya.
Carroll dalam Hendeberg & Lindgren (2009) mengemukan bahwa tanggungjawab
secara etis memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan standar etika dan norma,
khususnya di Negara berkembang. Namun dapat menjadi sulit untuk diidentifikasi.
Sebuah perusahaan harus beroperasi dalam cara yang sedemikian agar dapat
mengikuti moralitas dan kepercayaan terhadap etika. Berdasarkan hal ini maka dapat
diakui bahwa perilaku etis dapat lebih mempengaruhi perusahaan bahkan melebihi
tanggungjawab secara legal (Gambar 2.4).
Menurut Hendeberg & Lindgren (2009), benang merah CSR di Indonesia adalah
memberikan kembali sesuatu kepada masyarakat setempat dan menjalankan CSR
berdasarkan wilayah dimana masyarakat setempat itu terlibat. Fokus utamanya
adalah pengembangan masyarakat (community development), yang di dalam
piramida Carroll merupakan tanggungjawab filantropis. Tanggungjawab filantropis
Page 22
21
bukan merupakan hal yang bersifat egal maupun etis, namun merupakan keinginan
dari pemangku kepentingan.
Gambar 2.5
Piramida CSR untuk Indonesia
Sumber: Hendeberg & Lindgren (2009)
Hendeberg & Lindgren (2009) meletakan Tanggungjawab secata etis di bagian
bawah dari piramida untuk mewakili dasar dari kinerja CSR di Indonesia. Hal ini
dikarenakan oleh pentingnya nilai budaya, norma etika disamping kepercayaan
beragama yang dapat dipandang sebagai sebuah isu yang kompleks bagi perusahaan
yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia. Tanpa membawa etika sebagai
pertimbangan perushaan akan menghadapi kesulitan untuk menjalankan bisnis dan
melakukan CSR. Tanggungjawab legal dan ekonomi diletakan pada bagian tengah
piramida. Dalam berbagai hal, tanggungjawab ekonomi akan dipertimbangkan
sebagai hal yang lebih penting. Namun faktanya adalah perusahaan harus mematuhi
hukum, maka tanggungjawab ekonomi dan legal ditempatkan secara berdampingan.
Tanggungjawab filantropis ditempatkan pada puncak piramida karena dapat
Page 23
22
dipandang sebagai tanggungjawab yang kurang penting dibandingkan
tanggungjawab lainnya.
Tanggungjawab filantropis tetap merupakan bagian yang penting dari piramida CSR.
Namun utamanya hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.
Tanggungjawab filantropis di Indonesia tidaklah sama dengan di Negara-negara
maju dikarenakan oleh kendala sosial dan budaya. Negara maju meletakan dasar
CSR pada pajak dan komitmen individu. Sementara itu di Indonesia CSR bersifat
jangka pendek dan tidak sepenuhnya siap untuk dijadikan program nasional dan hal
ini pun diangkat oleh masalah kemiskinan masyarakat.
PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan) pertama kali diperkenalkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada
tahun 2002. PROPER adalah program nasional yang bersifat sukarela untuk menilai
upaya-upaya perusahaan dalam mengendalikan polusi dan degradasi lingkungan
(http://proper.menlh.go.id).
Tabel 2.1
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan
Sumber: Sani (2009)
Page 24
23
Kinerja suatu perusahaan diklasifikasikan sebagai berikut:
• Peringkat Emas (pengendalian polusi sangat memuaskan).
• Peringkat Hijau (pengendalian polusi melampaui persyaratan Pemerintah).
• Peringkat Biru (pengendalian polusi memenuhi persyaratan minimum Pemerintah).
• Peringkat Merah (pengendalian polusi tidak memenuhi persyaratan minimum
Pemerintah).
• Peringkat hitam (pengendalian polusi tidak diterapkan).
II.1.2 Corporate environmental performance (CEP)
Menurut Sun et al. (2011) perusahaan memperhatikan sisi lingkungannya dalam
melakukan CSR. Pada level mendasar perusahaan akan mematuhi perundang-
undangan lingkungan hidup dan peraturan industry terkait lingkungan hidup. Pada
level yang lebih tinggi perusahaan akan memiliki manajemen lingkungan, mlakukan
penghematan energi dan sumberdaya serta melakukan pengurangan polusi.
ISO 14001 adalah standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan dan
merupakan yang paling umum digunakan di dunia dengan lebih dari 223,000
organisasi tersertifikasi di 159 negara (www.iso.org). ISO 14001 merupakan dasar
dari standar sistem manajemen lingkungan yang secara spesifik mempersayaratkan
pembentukan dan penanganan sebuah sistem manajemen lingkungan. Ada 3 (tiga)
hal yang merupakan komitmen utama yang termuat di dalam kebijakan lingkungan
yang harus dipenuhi dalam ISO 14001 yang berguna untuk memperbaiki kinerja
lingkungan, yaitu; (1) pencegahan polusi, (2) taat terhadap peraturan dan (3) adanya
perbaikan secara terus menerus dari sistem manajemen lingkungan.
Page 25
24
Menurut Lam (2011) masyarakat negara berkembang memiliki konsep lingkungan
dan penerapan aturan lingkungan yang lemah. Pengalaman dan penambahan
pengetahuan dari mengikuti proses sertifikasi ISO 14001 memberikan perbaikan
terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Penelitian García et al. (2009) berikutnya
menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki sertifikasi lingkungan
(ISO 14001) memiliki reputasi yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak
memilikinya.
Penelitian Lam (2011) di China menunjukan bahwa secara umum program
lingkungan perusahaan dititikberatkan pada internal, yaitu produksi dan beroperasi
secara efisien. Hanya sedikit perusahaan yang memiliki komitmen untuk
meningkatkan kapasitas pemasok-pemasok lokalnya agar dapat memenuhi kode etik
atau kebijakan lingkungan yang terdapat di dalam program CSR perusahaan dan
untuk memungkinkan rantai pemasok global dalam memenuhi standar lingkungan
internasional. Kendalanya adalah: (1). Kompetisi harga yang tajam, dimana China
merupakan pemasok dengan harga terendah bagi rantai pemasok global, (2).
Beberapa pemerintah daerah yang lebih memilih untuk mengejar pertumbuhan
ekonomi sebagai biaya kesejahteraan lingkungan, (3). Beberapa perusahaan memilih
untuk membayar biaya (denda) lingkungan ketika mencemari lingkungan setempat
dikarenakan denda tersebut tidak terlalu tinggi dalam merfleksikan biaya rusaknya
lingkungan dan (4) Pesan yang diberikan oleh para manajer CSR kepada para
pemasok tidak diterapkan oleh pihak pembeli (purchaser atau procurement)
perusahaan.
Page 26
25
II.1.3 Corporate financial performance (CFP)
Parameter yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan (CFP) adalah:
(1). Profitability meliputi return on equity (ROE) dan return on sales (ROI), (2).
Asset utilization umumnya return on assets (ROA), (3). Growth meliputi persentase
kenaikan terhadap assets, persentase perubahan terhadap sales, persentase perubahan
terhadap pekerja dalam waktu 3 hingga 5 tahun, (4). Liquidity mencakup cash flow,
acid test dan pay out ratio dan (5) Pengukuran resiko pasar dengan menggunakan α
dan β serta perubahan harga saham. Meskipun menurut Guilar (2012), CSR
bukanlah skenario yang baik ketika digunakan untuk menentukan investasi.
ROA (return on assets) merupakan ukuran relatif yang menunjukan bagaimana
keuntungan sebuah perusahaan dalam menciptakan pendapatan, dinyatakan sebagai:
��� (%) = � � ��
����� ������ 100
ROE (return on equity) merupakan nilai relatif yang menyatakan pendapatan di tahun
fiskal yang didapatkan dari ekuitas, dinyatakan sebagai:
��� (%) = � � ��
������� 100
Net profit margin merupakan nilai relatif yang digunakan untuk mengukur
keuntungan perusahaan dinyatakan sebagai:
��� (%) = � � ��
����� ����� 100
Page 27
26
Di dalam keuangan dan akuntansi EBIT (earnings before interest and taxes), disebut
juga sebagai operating profit atau operating income. Operating profit merupakan
ukuran perusahaan yang diluar interest dan income tax expenses. Terdapat perbedaan
antara operating revenues dan operating expenses. Ketika sebuah perusahaan tidak
memiliki non-operating income, maka operating income sering digunakan sebagai
sinonim EBIT dan operating profit.
EBIT = Revenue – Operating expense (OPEX) + Non operating income
Dimana;
Operating income = Revenue – Operating expenses
Arus Kas (cash flows) meupakan arus keuangan perusahaan yang didapat dari
aktivitas operasi, investasi dan aktivitas keuangan.
II.2 Kerangka Pemikiran
Perusahaan yang memiliki strategi lingkungan berupa sistem manajemen lingkungan
(ISO 14001, PROPER, instalasi pengolahan limbah) akan memiliki kinerja
lingkungan yang baik (García et al., 2009). Kinerja lingkungan yang baik tersebut
akan mendapatkan keunggulan kompetitif di waktu mendatang secara nyata
meningkatkan level kinerja lingkungan mereka. Dengan kata lain, perbaikan kinerja
lingkungan ini dapat mengakibatkan penghematan biaya dan meningkatkan
penjualan, sehingga dapat memperbaiki kinerja keuangan perusahaan.
Terdapat hubungan antara kinerja lingkungan yang baik dengan kinerja keuangan
yang bagus. Atas dasar beberapa pendapat di atas, maka terdapat hubungan antara
Page 28
27
sistem manajemen lingkungan, pengungkapan informasi lingkungan, program untuk
mengurangi dampak lingkungan dan pelaporann konsumsi energi terhadap kinerja
lingkungan, selanjutnya kinerja lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap
kinerja keuangan Moneva & Ortas (2010).
Gambar 2.6
Kerangka Konseptual
Sumber: Moneva & Ortas (2010)
2008 2009
2010
2011
CEP
RFCP Profit
margin
ROA
ROE
CFP
EC EC 1
EC2
EC 3
EC 4
ED
ED1
ED2
ED3
ED4
ED5
PREI
PREI6
PREI1
PREI2
PREI3
PREI4
PREI5
EMS
EMS1
EMS2
EMS3
EMS4
EMS5
EMS6
EMS7
EMS8
ACFP
cashflow
Operating
profit
Page 29
28
Tabel 2.2
Indikator Kinerja Lingkungan dan Keuangan Perusahaan
Faktor Deskripsi indikator
Environmental disclosure (ED)
ED1
ED2
ED3
ED4
ED5
Memiliki laporan tahunan dan laporan keberlanjutan secara terpisah
Terdapat informasi terkait lingkungan di website perusahaan
Memiliki kebijakan dan prinsip lingkungan
Memiliki deskripsi Sistem Manajemen Lingkungan
Terdapat informasi data kuantitatif pada indikator lingkungan
Environmental Management System (EMS)
EMS1
EMS2
EMS3
EMS4
EMS5
EMS6
EMS7
EMS8
Level isu lingkungan merupakan tanggungjawab manajemen/board
Memiliki departemen lingkungan
Memilki SML (Sistem Manajemen Lingkungan)
Menentukan target kinerja lingkungan secara kuantitatif
Melakukan monitoring terhadap dampak lingkungannya
Melakukan internal audit
Melakukan external audit (pihak ketiga)
Melakukan training untuk lingkungan bagi para pekerjanya
Programs to reduce Environmental Impact (PREI)
PREI1
PREI2
PREI3
PREI4
PREI5
PREI6
Memasukan dampak lingkungan ke dalam riset dan pengembangan
Program untuk mengurangi pemakaian air
Program untuk mengurangi emisi udara
Program untuk mengurangi polusi air
Program untuk mengurangi dampak limbah
Program untuk memperbaiki efisiensi pemakaian energy
Energy Consumption (EC)
EC1
EC2
EC3
EC4
Pemakaian listrik
Pengginaan gas
Penggunaan minyak
Penggunaan lainnya
Relative Corporate Financial Performance (RCFP)
RCFP1
RCFP2
RCFP3
Return on Asset (ROA)
Profit margin
Return on Equity (ROE)
Absolute Corporate Financial Performance (ACFP)
ACFP1
ACFP2
Arus kas
Keuntungan operasional
Sumber: Moneva & Ortas (2010)
Page 30
29
II.3 Hipotesa Penelitian
Menurut Moneva & Ortas (2010), pendekatan para pemangku kepentingan yang
dikemukan oleh Freeman memacu penelitian yang dilakukan van Beurder dan
Gössling di tahun 2008. Penelitian tersebut adalah untuk melihat hubungan antara
CSR dan kinerja keuangan yang menghasilkan korelasi posif antara keduanya dalam
jangka waktu panjang. Beberapa penelitian membahas tentang terdapatnya hubungan
antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Secara umum adalah dengan
menggunakan instrumen ISO 14000/1 dan PROPER (García et al., 2009) sebagai
pengukur kinerja lingkungan.
Terdapat 32 (tiga puluh dua) penelitian yang dilakukan untuk menemukan hubungan
antara CEP dan CFP sejak tahun 1985 hingga tahun 2008 (Molina-Azorín et al.,
2009). Terdapat 24 (dua puluh empat) penelitian menemukan kinerja lingkungan
dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan. Delapan (8) penelitian
menemukan bahwa CEP berdampak negatif terhadap CFP. Namun hanya 4 (empat)
penelitian memiliki temuan bahwa keduanya tidak memiliki hubungan (netral).
Clemens & Bakstran (2010) menjabarkan bahwa kinerja keuangan perusahaan
dipengaruhi oleh strategi lingkungan dan kinerja kinerja lingkungan perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan teori dan tujuan strategis
(Gambar 2.2). Model 1 dan Model 3 di dalam Gambar 2 menekankan bahwa strategi
(lingkungan) memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan Model 2
dan Model 4 di dalam Gambar 2.2 menunjukan bahwa melalui pendekatan teori
Page 31
30
keterbatasan sumberdaya, kinerja lingkungan perusahaan memberikan pengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Gambar 2.7
Hubungan antara CEP dan CFP
Sumber: Clemens & Bakstran (2010)
Dengan mengacu kepada berbagai penelitian di atas dan studi terakhir yang
dilakukan oleh Moneva & Ortas (2010), maka hipotesa utama di dalam penelitian
disusun sebagai berikut:
Ha: Terdapat pengaruh positif antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan
perusahaan di waktu mendatang.
Page 32
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi empiris yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara kinerja lingkungan dan keuangan perusahaan dengan mengacu kepada
penelitian sebelumnya yang dilakukan Moneva & Ortas (2010). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah testing hypothesis (uji hipotesis) atau
menggunakan pendekatan saintifik (Hartono, 2012). Uji hipotesis adalah penelitian
yang mencoba menjelaskan sifat dari suatu hubungan/pengaruh tertentu, melihat
perbedaan-perbedaan tertentu dalam beberapa kelompok atau independensi dari 2
(dua) faktor atau lebih dalam suatu situasi (Sugiyono, 2012).
Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja lingkungan
perusahaan (CEP) terhadap kinerja keuangan perusahaan (CFP). Pengujian ini
dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan dan di Industri
Dasar dan Kimia yang go public di Indonesia. Unit analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan, yaitu dengan menggunakan 96 perusahaan di
Industri Pertambangan dan di Industri Dasar dan Kimia yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI/IDX).
Berdasarkan prosesnya, penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik. Penelitian
kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang bersifat obyektif, mencakup
pengumpulan dan analisis data serta menggunakan metode pengujian statistik.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengambilan data di basis data
Page 33
32
(sekunder) dan content analisys dengan cross sectional data, yaitu pengumpulan dan
pengamatan data yang dilakukan pada suatu titik waktu tertentu (Hartono, 2012).
III.2 Populasi Sampel dan Metode Pengumpulan Data
Sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di
Industri Pertambangan dan Industri dasar dan kimia yang terdaftar BEI (go public) di
Indonesia. Sebagaimana telah disebutan di awal, perusahaan-perusahaan yang berada
di Industri Pertambangan dan di Industri Dasar dan Kimia dipilih sebagai unit analisa
karena berhubungan dengan sumberdaya alam (sesuai UU PT No. 40 / tahun 2007).
Selain itu, perusahaan-peruahaan di kedua industri tersebut mendapatkan tekanan-
tekanan lebih banyak terhadap isu-isu yang berhubungan dengan sumberdaya alam
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berada di industri lainnya.
Tabel 3.1
Jumlah Sampel Penelitian
No Deskripsi Jumlah
1
Terdaftar di BEI (2012)
a. Industri Pertambangan
b. Industri Dasar dan Kimia
464
36
60
2 Total 96
Sumber: www.idx.co.id
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data
sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metoda
Studi Literatur. Kinerja keuangan perusahaan didapatkan dari data berupa Ringkasan
Page 34
33
Laporan Keuangan dan Laporan Keuangan Perusahaan tahun 2009, 2010 dan 2011
yang diakses dari website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Sedangkan
penyingkapan atau penilaian terhadap aspek lingkungan menggunakan penelusuran
terhadap Laporan Keberlanjutan tahun 2008, Laporan Tahunan tahun 2008 dan
Website masing-masing perusahaan tersebut.
III.3 Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah CEP dan CFP, dimana
variabel CFP merupakan variabel dependen dari CEP (Moneva & Ortas, 2010). CEP
dipengaruhi oleh ED (environmental disclosure), EMS (environmental management
system), PREI (program to reduce environmental impact) dan EC (energy
consumptions). Sedangkan CFP dipengaruhi oleh RCFP (Relative Financial
Performance) dan ACFP (Absolute Financial Performance). Variabel laten
(konstruk) RCFP diukur dengan menggunakan indikator return on assets (ROA),
profit margin dan return on equity (ROE), sedangkan variabel laten ACFP diukur
dengan menggunakan indikator cash-flow dan operating profit. Untuk variable CEP
yang akan digunakan adalah pada tahun 2008, sedangkan CFP yang digunakan
adalah pada tahun 2009, 2010 dan 2011.
Variabel laten (konstruk) ED, EMS, PREI dan EC diukur dengan menggunakan
content analisyst dengan memberikan nilai 1 dan 0 pada terdapat atau tidaknya 23
indikator kinerja lingkungan perusahaan yang terdapat di dalam Tabel 3.1 di atas
terhadap laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2008, laporan tahunan
perusahaan tahun 2008 dan website perusahaan.
Page 35
34
Tabel 3.2
Varibel dan Pengukurannya
No Variabel dan dimensi Indikator
1 CEP
environmental
disclosure
environmental
management system
program to reduce
environmental impact
energy consumptions
1. Memiliki laporan tahunan dan laporan keberlanjutan
secara terpisah.
2. Terdapat informasi terkait lingkungan di website
perusahaan.
3. Memiliki kebijakan dan prinsip lingkungan.
4. Memiliki deskripsi Sistem Manajemen Lingkungan.
5. Terdapat informasi data kuantitatif pada indikator
lingkungan.
1. Level isu lingkungan merupakan tanggungjawab
manajemen/board.
2. Memiliki departemen lingkungan.
3. Memilki Sistem Manajemen Lingkungan.
4. Menentukan target kinerja lingkungan secara
kuantitatif.
5. Melakukan monitoring terhadap dampak
lingkungannya.
6. Melakukan audit (internal).
7. Melakukan audit dari pihak ketiga (eksternal).
8. Melakukan training untuk lingkungan bagi para
pekerjanya.
1. Memasukan dampak lingkungan ke dalam riset dan
pengembangan.
2. Program untuk mengurangi pemakaian air.
3. Program untuk mengurangi emisi udara.
4. Program untuk mengurangi polusi air.
5. Program untuk mengurangi dampak limbah.
6. Program untuk memperbaiki efisiensi pemakaian
energi.
1. Pemakaian listrik.
2. Penggunaan gas.
3. Penggunaan minyak.
4. Penggunaan lainnya.
2 CFP
relative corporate
financial performance
absolute corporate
financial performance
1. return on assets
2. profit margin
3. return on equity
1. cash-flow
2. operating profit
Sumber: Moneva & Ortas (2010)
Page 36
35
III.4 Metode Analisis
Metode analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM)
yang diolah dengan software Analysis of Moment Structure (AMOS) versi 7.0.
Tujuan metode ini adalah untuk menguji hubungan antar variabel yang kompleks.
Dengan menggunakan SEM memungkinkan untuk menguji secara bersama-sama
model struktural yaitu hubungan antara konstruk independen dan dependen dan
mengukur hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten).
SEM merupakan teknik statistik yang memungkinkan sejumlah hubungan antara satu
variabel atau lebih variabel bebas, baik bersama atau terpisah. Hipotesa ini diuji pada
tingkat signifikasi sebesar 0,05 dan tingkat keyakinan 95%. Uji hipotesa dilakukan
dengan cara membandingkan p-value dan a (0,05) dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika p-value (α) ≥ 0,05 maka Ho diterima ( tidak ada hubungan yang signifikan)
Jika p-value (α) < 0,05 maka Ho ditolak (ada hubungan yang signifikan)
Untuk mengetahui t-tabel digunakan ketentuan n-2 pada level of significance (a)
sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0.05) atau taraf kepercayaan 95% atau 0,95.
Jadi apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5% berarti variabel tersebut
tidak signifikan. Sebelum menganalisa hipotesa yang diajukan, terlebih dahulu
dilakukan pengujian kesesuaian model (absolute fit measure).
III.4.1 Absolute fit measure
Absolute fit measure yaitu mengukur model fit secara keseluruhan (baik model
structural maupun model pengukuran bersama). Kriterianya dengan melihat nilai chi-
square, significance of probability, goodnes of-fit index, root square mean of
Page 37
36
approximation. Menurut Hartono (2012), pengujian kai kuadrat (chi-square test)
digunakan untuk menguji perbedaan yang signifikan antara distribusi data yang
dioservasi dengan distribusi yang diharapkan untuk beberapa kategori. Hasil
pengujian tingkat kesesuaian model (Goodnes of fit) di tampilkan pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Goodnes of Fit
Goodness of fit index Kriteria (cut-off value)
X² - Chi-square diharapkan kecil
Significance of probability (α) ≥0,05
RMSEA ≤ 0,10
NFI ≥ 0,90
RFI ≥ 0,90
TLI ≥ 0,90
CFI ≥ 0,90
Sumber: Hartono (2012)
III.4.1 Content Analysis
Pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan diukur dengan menggunakan metode
content analisyst. Content analysis adalah metode yang digunakan untuk
memindahkan data penelitian kualitatif menjadi data kuantitatif dalam bentuk kode
(Gunawan, 2010). Proses analisa konten dilakukan dengan mengubah informasi
kualitatif ke dalam bentuk skor (1 atau 0). Yaitu dengan memberikan nilai 1 dan 0
pada terdapat atau tidaknya 23 indikator kinerja lingkungan perusahaan. terhadap
laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2008, laporan tahunan perusahaan tahun
2008 dan website perusahaan.
Page 38
37
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
IV.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Dari 96 perusahaan di sektor pertambangan dan industri kimia dasar yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, hanya 91 perusahaan yang dapat digunakan dalam penelitian
ini sebagai unit analisa. Kemudian dari 91 perusahaan tersebut, 12 perusahaan
dikeluarkan karena memiliki indikator keuangan yang terlalu ekstrim (outliers)
dibandingkan keseluruhan sampel sehingga tidak dapat digunakan di dalam model
yang dipakai di dalam penelitian ini (Tabel 4.1).
Tabel 4.1
Obyek Penelitian
No Deskripsi Jumlah error outliers Total
1
Terdaftar di BEI (2012)
Industri Pertambangan
Industri Dasar dan Kimia
464
36
60
4
1
6
6
26 (72%)
53 (88%)
2 Total 96 5 12 79 (82%)
Sumber: Hasil perhitungan
Error = tidak dapat di akses, data laporan keuangan maupun kinerja lingkungan tidak
tersedia ataupun delisted
IV.2 Analisa Statistik Deskriptif
Dari 79 unit analisa yang dapat digunakan memiliki kinerja keuangan sangat
beragam selama tahun 2009 hingga tahun 2011 yang tercermin dari berbagai
indikator-indikator keuangan (tabel 4.2).
Page 39
38
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Indikator Mean Minimum Maksimum
CEP
- ED
o ED1
o ED2
o ED3
o ED4
o ED5
- EMS
o EMS1
o EMS2
o EMS3
o EMS4
o EMS5
o EMS6
o EMS7
o EMS8
- PREI
o PREI1
o PREI2
o PREI3
o PREI4
o PREI5
o PREI6
- EC
o EC1
o EC2
o EC3
o EC4
8,19
2,1
0,21
0,61
0,64
0,64
0,09
3,76
0,46
0,25
0,65
0,64
0,09
0,68
0,60
0,46
2,01
0,34
0,14
0,35
0,42
0,53
0,23
0,29
0,08
0,05
0,05
0,11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
23
5
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
6
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
CFP
- RCFP
o RCFP1
o RCFP2
o RCFP3
- ACFP
o ACFP1
o ACFP2
-11,99
7,87
-54,52
9,84
421.666
578.503
611,185
-61,97
-637,47
-972,3
-1.607.659
-518.806
65,63
74,13
322,55
6.864.567
10.194.784
Sumber: hasil perhitungan
Page 40
39
IV.2.1 Corporate environmental performance
Tabel di atas mencerminkan besarnya mean, nilai maksimum dan minimum untuk
variabel yang diukur. Pada indikator pengukuran mengenai CEP (kinerja lingkungan
perusahaan) diperoleh nilai mean sebesar 8,19 dengan nilai minimum 0 dan nilai
maksimum 23. Hanya 4 perusahaan (Aneka Tambang, Holchim Indonesia, Indah Kia
Pulp & Paper dan Bukit Asam) di dalam penelitian ini yang memiliki kinerja
lingkungan maksimum (memiliki informasi 23 indikator kinerja lingkungan). 23
perusahaan tidak memiliki informasi terkait indikator kinerja lingkungan (bernilai 0),
dimana 5 di antaranya adalah perusahaan di Industri Pertambangan sedangkan 18
sisanya adalah perusahaan di Industri Dasar dan Kimia . Tidak terdapatnya informasi
perusahaan di laporan keuangan dan website serta tidak memiliki laporan
keberlanjutan menghasilkan CEP yang diperoleh oleh perusahaan di dalam penelitian
ini rendah atau hanya sebesar 36%.
Jatuhnya Enron dan WorldCom, serta auditor mereka Arthur Andersen, yang
disebabkan oleh keragu-raguan praktik akuntansi, telah menaikan tingkat
pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan besar dan demikian juga terhadap
auditor-auditornya (Jalal, 2010). Pengawasan yang ketat ini pun juga terjadi di
Indonesia (pasal 66 UU PT No 40/2007), terlihat dari laporan keuangan (annual
report) lebih banyak halaman menampilkan profil direksi, komisaris dan komite
audit termasuk gaji dan honorarium mereka dibandingkan informasi kinerja
lingkungan perusahaan yang diperlukan di dalam penelitian. Bahkan pada beberapa
laporan tidak terdapat pemaparan kinerja lingkungan.
Page 41
40
IV.2.1.1 Environmental disclosure
Untuk nilai environmental disclosure tidak terlalu tinggi hal ini terlihat dari nilai
mean untuk ED adalah 2,1. Perusahaan memiliki kecenderungan untuk menahan
informasi yang bersifat kurang baik (bad news). Beberapa perusahaan yang memiliki
kategori PROPER merah (pengendalian polusi tidak memenuhi persyaratan
minimum Pemerintah) dan hitam (pengendalian polusi tidak diterapkan) baru
melaporkan atau mengungkapkannya di website, laporan keberlanjutan dan laporan
keuangan ketika memperoleh kategori biru (pengendalian polusi memenuhi
persyaratan minimum Pemerintah), hijau (pengendalian polusi melampaui
persyaratan Pemerintah) atau emas (pengendalian polusi sangat memuaskan).
Hanya 11 (sebelas) perusahaan (14%) dari 79 perusahaan yang menjadi unit analisa
di dalam penelitian ini memiliki laporan keberlanjutan (sustainability report) dan
laporan tahunan (annual report) terpisah. Untuk 68 perusahaan lainnya informasi
terkait pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan hanya dapat diakses melalui
laporan tahunan dan website perusahaan. Namun demikian hanya 7 perusaahaan
(9%) yang berani mengungkapkan data kuantitatif terkait informasi kinerja
lingkungannya. Hal ini terlihat dari nilai mean ED1 dan ED5 masing-masing sebesar
0,14 dan 0,09.
Informasi lingkungan yang umumnya diungkapkan baik di dalam website, lapoporan
tahunan dan laporan keberlanjutan masing-masing perusahaan adalah sistem
manajemen lingkungan adalah memiliki instalasi pengolahan limbah atau melakukan
pemanfaatan limbah ke dalam proses produksi, mengunakan bahan baku produk daur
ulang atau recycle, memperoleh sertifikasi sistem manajemen lingkungan
Page 42
41
internasional ISO 14001, mendapatkan penghargaan PROPER biru, hijau dan emas
serta informasi terkait prinsip dan kebijakan lingkungan perusahaan (environmental
policy and principle). Dari hasil penelusuran informasi terlihat 51 perusahaan (65%)
melakukan hal ini dan 48 perusahaan (51%) diantaranya melakukan publikasi di
website mereka. Hal ini terlihat dari nilai mean untuk ED2 sebesar 0,61 sedangkan
ED3 dan ED4 memiliki nilai mean yang sama masing-masing sebesar 0,65.
IV.2.1.2 Environmental management system
Untuk environmental management system nilainya cukup tinggi, 51 perusahaan atau
sekitar 65% dari unit analisa melaporkan telah memilki sistem manajemen
lingkungan. Namun demikian, dari keempat dimensi dari variabel laten CEP, EMS
merupakan dimensi kinerja lingkungan yang memiliki nilai mean tertinggi
dibandingkan ketiga dimensi CEP lainnya (ED, PREI dan EC) yaitu 3,76.
Perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan umumnya memiliki sistem
manajemen lingkungan yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan di
Industri Dasar dan Kimia. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya tekanan terhadap
perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan dibandingkan terhadap perusahaan-
perusahaan di Industri Dasar dan Kimia. Selain karena tingginya kontribusi industri
Pertambangan terhadap penerimaan negara (APBN), faktor lainnya adalah industri
pertambangan mendapatkan pengawasan langsung dari Kementrian ESDM.
Perusahaan yang berada di sub sektor Migas (Medco, Energi Mega Persada, Benakat
Petroleum dan Harum Energy) mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah
melalui SKSPMIGAS (eks BPMIGAS), badan yang ditunjuk pemerintah selaku
Page 43
42
pengelola dan pengawas industri hulu migas. Sedangkan untuk kontraktor
Engineering, Procurement, Construction and Installation (Elnusa, Ratu Prabu) dan
Service Companies (Petrosea, Mitra, Perdana Karya Perkasa dan Benakat Petroleum)
ketika melakukan pekerjaan harus memiliki standar dan klasifikasi pekerjaan yang
dkeluarkan oleh Dirjen Migas. Untuk sub sektor pertambangan terbuka pengawasan
dilakukan oleh Dirjen Minerba. Sedangkan untuk Industri Dasar dan Kimia tidak ada
Kementrian yang melakukan pengawasan secara khusus.
Dari penelusuran informasi lingkungan, 36 perusahaan (46%) membawa isu
lingkungan kepada level manajemen ataupun direksi dan komisaris (boards). Nilai
mean EMS1 senilai 0,46 menunjukan bahwa kurang dari separuh perusahaan yang
dijadikan unit analisa di dalam penelitan ini membawa isu lingkungan kepada level
pimpinannya, jadi bisa dikatakan bahwa isu lingkungan bukanlah hal yang serius
bagi para pimpinan perusahan atau cukup hanya ditangani oleh para staff saja.
Perbedaan jenis industri akan memberikan perlakuan, tekanan dan prioritas
penanganan terhadap isu pada tingkat yang berbeda terhadap perusahaan-perusahaan
yang berada di industri tersebut (Chand, 2006).
Hanya 20 perusahaan (25%) yang melaporkan memiliki departemen lingkungan
sendiri, dimana hanya 6 perusahaan di Industri Dasar dan Kimia, sisanya 14
perusahaan di Industri Pertambangan. Dari 26 perusahaan pertambangan yang
digunakan di unit analisa ini, beberapa perusahan tidak memerlukan departemen
lingkungan sendiri dan akan bernaung terhadap departemen lingkungan mereka
karena perusahaan-perusahaan tersebut merupakan subkontraktor Engineering,
Procurement, Construction and Installation (Elnusa, Ratu Prabu) dan Service
Page 44
43
Companies (Petrosea, Mitra Perdana Karya Perkasa dan Benakat Petroleum) dari
perusahaan tambang yang merupakan block operator atau kontraktor dari pemerintah
Indonesia dan berperan sebagai pihak manajemen kawasan pertambangan.
Sedangkan Borneo Lumbung Energy, Bumi Resources dan Central Omega
Resources merupakan perusahaan yang melakukan portofolio investasi dan aset pada
perusahaan lain di sektor pertambangan dan energi. Maka bila perusahaan di industri
Pertambangan melakukan aktivitas produksinya dan bukan merupakan kontraktor
maka akan membentuk departemen lingkungan sendiri.
Nilai mean untuk EMS2 rendah yaitu senilai 0,25 hal ini mencerminkan sedikitnya
perusahaan di Industri Dasar dan Kimia yang memiliki departemen lingkungan
sendiri, karena sebagian besar bentuk organisasi perusahaan di industri ini disusun
berdasarkan gugus produksi bukan gugus fungsi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lingkungan menjadi sebagian tanggungjawab dari semua departemen di
perusahan-perusahaan tersebut karena departemen lingkungannya tidak berdiri
sendiri untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja lingkungan perusahaan.
Dari 79 Perusahaan tersebut, 51 perusahan (65%) sudah memiliki sistem manajemen
lingkungan dimana 35 perusahaan diantaranya sudah memiliki standar manajemen
lingkungan internasional (ISO 14001) maupun telah mendapatkan pengakuan dan
penghargaan dari pemerintah Indonesia (memperoleh PROPER peringkat biru, hijau
dan emas). Sedangkan 16 perusahaan lainnya melaporkan telah melkukan upaya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UKL/UPL) seperti yang dipersayaratkan di
dalam analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan melakukan pengolahan
limbah dengan memilki instalasi pengelolaan limbah (IPAL atau IPC) serta
Page 45
44
menggunakan bahan baku produk yang ramah lingkungan maupun hasil pengolahan
kembali limbah dari proses produksi (recycle). Perusahaan sangat berhati-hati
terhadap isu lingkungan, yang tercermin dari ketika menggunakan audit dari pihak
ketiga (eksternal) sebelumnya melakukan audit internal dan monitoring terlebih
dahulu serta melakukan training terhadap para pekerjanya yang berhubungan
langsung sebelum berhubungan dengan pihak luar. Nilai mean EMS3, EMS4, EMS6,
EMS7 dan EMS8 berkisar di antara (0,46 hingga 0,68).
Penelitian Sebhatu & Enquist (2007) dan Berthelot & Coulmont (2004) juga
menunjukan tingginya perusahaan yang menggunakan ISO 14001 dalam menerapkan
strategi untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Dari penelusuran laporan
keberlanjutan dan laporan tahunan perusahaan ditemukan bahwa hal ini terjadi
dikarenakan banyak perusahaan-perusahaan tersebut melakukan perdagangan ke luar
Indonesia (ekspor).
Temuan lainnya adalah meskipun beberapa perusahaan di Industri Dasar dan Kimia
tidak mengungkapkan sistem manajemen lingkungan mereka, namun karena
berorientasi ekspor perusahaan-perusahaan tersebut melakukan standar manajemen
mutu (ISO 9001) dan manajemen keamanan pangan (ISO 22000). Hal yang sama
juga terjadi di Industri pertambangan, sebelumnya angka kematian dan resiko
pekerjaan yang tinggi di Industri ini bila bandingkan dengan industri lainnya
membuat banyak perusahaan di Industri Pertambangan lebih menekankan kepada
aspek keselamatan dalam bekerja. Hal ini terlihat dengan banyaknya perusahaan
melakukan kampanye budaya keselamatan kerja yang baik melalui OHSAS 18001
dan penghargaan zero accident award dari Kementrian Tenaga Kerja. Karena
Page 46
45
penilaian CEP di dalam penelitian ini hanya mengukur kinerja lingkungan
perusahaan yang mengacu kepada dimensi dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Moneva & Ortas (2010), maka hal tersebut tidak memiliki nilai tambah bagi
perusahaan-perusahaan tersebut di dalam penelitian ini.
Meskipun perusahaan tidak melaporkan telah menetapkan target lingkungan yang
tercermin dari rendahnya nilai mean EMS5 (0,09), namun pihak perusahaan sangat
takut kalau limbah yang dihasilkan melebihi nilai ambang batas baku mutu
lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementrian lingkungan Hidup dan menjadi
patokan penilaian petugas Badan Pengawas Lingkungan Hidup setempat. Biaya yang
dikeluarkan perusahan untuk melakukan pengolahan limbah hingga memenuhi
ambang batas pun tidak sedikit, namun hal ini tidak dimuat atau dilaporkan oleh
perusahaan.
IV.2.1.3 Program to reduce environmental impact
Berkembangnya isu lingkungan belakangan ini membuat perusahaan melaporkan
telah melakukan program untuk mengurangi dampak lingkungan di dalam laporan
keberlanjutan, laporan tahunan maupun di website perusahaan. Hal ini terlihat dari
nilai mean PREI sebesar 2,01. Meskipun yang program yang dilaporkan tersebut
paling banyak adalah mengurangi dampak limbah dan polusi air (nilai mean 0,53 dan
0,42), beberapa perusahaan sudah mulai menjalankan program untuk mengurangi
emisi udara (nilai mean 0,35) dan memasukan dampak lingkungan ke dalam riset dan
pengembangan (nilai mean 0,34).
Page 47
46
Namun demikian masih sedikit perusahaan melaporkan telah melakukan program
penghematan sumberdaya, seperti untuk untuk memperbaiki efisiensi pemakaian
energi (nilai mean 0,23) dan mengurangi pemakaian air (nilai mean 0,14).
IV.2.1.4 Energy consumptions
Tidak banyak perusahaan melaporkan penggunaan energi atau bahan bakar di dalam
laporan keberlanjutan, laporan tahunan maupun di website perusahaan. Hal ini
terlihat dari nilai mean EC yang rendah dibandingkan dimensi CEP lainnya yaitu
0,29. Dari segi pemakaian listrik menghasilkan nilai mean 0,08, sedangkan nilai
mean untuk penggunaan gas dan minyak sebagai bahan bakar sebesar 0,05 dan
penggunaan lainnya seperti air, listrik dari power plant sendiri yang dihasilkan
melalui clean development mechanism memiliki nilai mean 0,11.
Pencegahan polusi dan taat terhadap peraturan pengendalian polusi memenuhi
persyaratan minimum Pemerintah merupakan hal yang fundamental bagi sistem
manajemen lingkungan internasional (ISO 14001) dan peringkat kinerja lingkungan
(PROPER). Investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mencapai kedua hal
tersebut tidaklah sedikit. Tidak banyak perusahaan yang bersedia mengeluarkan
informasi terkait penggunaan energi, hal ini masih belum menjadi praktik bisnis yang
umum di Indonesia dan merupakan hal yang sensitif karena dapat memberikan
penilaian inefisiensi kinerja perusahaan dengan adanya pengungkaan informasi-
informasi tersebut.
Pengungkapan informasi kinerja lingkungan yang rendah disebabkan oleh rendahnya
tingkat pemahaman dan pelaporan terhadap CSR oleh perusahaan dan rendahnya
Page 48
47
tingkat pelibatan masyarakat sebagai pengontrol kegiatan perusahaan (Chapple &
Moon, 2005). Kinerja lingkungan belum menjadi prioritas di dalam CSR perusahaan.
Pengungkapan informasi CSR perusahaan lebih banyak terkait philanthropy atau
charity, yang merupakan perwujudan dari nilai gotong royong (Saleh et al. ,2011).
IV.2.2 Corporate financial performance
Secara umum, kinerja keuangan perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan
relatif lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan di Industri Dasar dan Kimia, hal
ini disebabkan karena kegiatan pertambangan tidak memerlukan bahan baku dan
bersifat ekstraktif (pengambilan bahan yang terdapat di alam). Meskipun pengurusan
perijinannya kawasan (ijin usaha pertambangan) cukup panjang dan memakan waktu
(bila lokasi tambang terdapat di kawasan hutan proses perijinan bisa mencapai 1
tahun), namun perijinan ini berlaku antara 20 hingga 30 tahun untuk satu kali
pengurusan ijin. Perusahaan pertambangan di masa eksplorasi dan proses pengurusan
ijin belum berproduksi sehingga akan mendapatkan keuntungan yang negatif (rugi)
karena sudah mengeluarkan biaya untuk operasionalnya. Hal lainnya adalah sektor
pertambangan tidak perlu memiliki gudang (warehouse), karena produksi mereka
berasal dari deposit bahan alam yang terdapat di dalam tubuh bumi.
IV.2.2.1 Relative corporate financial performance
Nilai mean untuk absolute relative perfrormance adalah -11,99. Hal ini menunjukan
bahwa rata-rata kinerja keuangan perusahaan yang digunakan di dalam penelitian ini
secara relatif memiliki kerugian. Nilai mean untuk return on assets dan return on
Page 49
48
equity masing masing sebesar 7,87 dan 9,84 sedangkan nilai mean untuk profit
margin adalah -54.52. Meskipun perusahaan-perusahaan yang digunakan di dalam
penelitian ini mengalami peningkatan pengembalian terhadap asset dan equity namun
secara umum mengalami kerugian selama tahun 2009 hinga tahun 2011.
IV.2.2.2 Absolute corporate financial performance
Nilai mean untuk absolute corporate financial performance sebesar 421 miliar
rupiah. Nilai mean untuk cash flow 578 miliar rupiah dengan nilai terkecil adalah
perusahaan yang mengalami kekurangan cash flow sebesar 1,6 triliun rupiah dan
tertinggi (Bumi Resources) adalah perusahaan yang mengalami kelebihan cash flow
sebesar 6,8 triliun rupiah (Indocement Tunggal Prakarsa).
Perusahaan yang go public tidak hanya menggunakan cash flownya hanya untuk
operasional, namun juga untuk melakukan pengembalian modal yang bersumber dari
hutang dan untuk melakukan investasi di perusahaan lain untuk mendukung aktivitas
bisnisnya. Nilai mean untuk operating profit sebesar 611 miliar rupiah, dengan nilai
terendah adalah perusahaan yang mengalami kerugian 518 miliar rupiah (Barito
Pacific) dan tertinggi adalah perusahaan yang mendapatkan keuntungan sebesar 10,1
triliun rupiah (Bumi Resources).
IV.3 Hasil Temuan Penelitian
Dari hasil pengujian hipotesis (tabel 4.3) terlihat bahwa dengan berbagai pendekatan
yang digunakan memberikan hasil temuan bahwa model yang dihasilkan untuk
melihat hubungan antara kinerja lingkungan perusahaan di tahun 2008 terhadap
Page 50
49
kinerja keuangan tahun 2009 dan tahun 2011 tidak goodness of fit tetapi marginal fit.
Sedangkan untuk melihat hubungan antara kinerja lingkungan perusahaan tahun
2008 dengan kinerja keuangan perusahaan tahun 2010 goodness of fit.
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah; (1) Penilaian terhadap
kinerja lingkungan di dalam penelitian ini dilakukan hanya dengan terdapat atau
tidaknya indikator kinerja lingkungan di dalam laporan tahunan tahun 2008, laporan
keberlanjutan tahun 2008 dan website perusahaan tanpa menilai kualitas kinerja
lingkungan perusahaan. (2) Informasi yang terdapat di dalam laporan-laporan dan
website tersebut besifat dari perusahaan (self procaim), belum ada feedback maupun
respon dari stakekeholder-stakeholder lainnya. Verifikasi yang dilakukan lebih
bersifat kepada tatacara penyampaian laporan; (3) Ketersediaan informasi yang
didapat terbatas kepada informasi yang diberikan oleh perusahaan. Informasi kinerja
lingkungan yang diberikan belum dapat memberikan atau menggambarkan hubungan
dengan kinerja keuangan, karena yang dilakukan perusahaan belum bersifat strategis,
yaitu belum dapat memberikan imbal hasil yang nyata terhadap perusahaan.
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Hipotesis
Goodness of
fit index
Criteria
(cut-off value) CEP 2008 →
CFP 2009
CEP 2008 →
CFP 2010
CEP 2008→
CFP 2011
X² - Chi-
square
diharapkan
kecil 32,56* 26,84* 37,79*
Significance
probability ≥0,05 0,114* 0,312* 0,036
RMSEA ≤ 0,10 0,068* 0,039* 0,086*
NFI ≥ 0,90 0,925* 0,946* 0,926*
RFI ≥ 0,90 0,887 0,919* 0,889
TLI ≥ 0,90 0,968* 0,991* 0,956*
CFI ≥ 0,90 0,978* 0,994* 0,971*
Sumber: hasil perhitungan *goodness of fit
Page 51
50
Tabel 4.4
Pengujian Hipotesis
Hipotesa Koefisien p-value Kesimpulan
Ha CEP � CFP
CEP 2008 � CFP 2009 0,046 0,670 Ha ditolak
CEP 2008 � CFP 2010 0,105 0,307 Ha ditolak
CEP 2008 � CFP 2011 0,104 0,354 Ha ditolak
Sumber: hasil perhitungan Signifikasi pada p < 0,05
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah menguji pengaruh antara CEP terhadap CFP.
Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) disusun sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat pengaruh antara CEP terhadap CFP.
Ha: Terdapat pengaruh antara CEP terhadap CFP.
Analisa data diperoleh dari hasil pengujian terhadap hipotesis. Tujuan dari pengujian
hipotesis adalah untuk menolak hipotesis nol (Ho) sehingga hipotesis alternatif (Ha)
bisa diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi dari tiap-tiap
hubungan. Adapun batas toleransi kesalahan (α) yang digunakan adalah 5%. Apabila
p < α atau p < 0,05 maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel x
terhadap variabel y. Hasil perhitungan dapat dilihat dari pada tabel di bawah ini.
Hasil yang didapat membuktikan bahwa nilai tingkat signifikasi lebih besar dari 0,05
(p > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh
secara nyata antara CEP terhadap CFP. Dari nilai beta, meskipun kecil dan
mendekati angka 0 namun terihat bahwa terdapat kecenderungan antara CEP yang
baik dan CFP yang bagus.
Page 52
51
Tabel 4.5
Hubungan antara Kinerja Lingkungan antara Kinerja Keuangan
Estimate S.E. C.R. P Label
CFP ← CEP ,105 ,103 1,021 ,307
RCFP ← CFP 1,000
Significant
ACFP ← CFP ,134 ,125 1,076 ,282
Ec ← CEP 1,000
Significant
Prei ← CEP 2,253 ,452 4,986 *** Significant
Ems ← CEP 2,724 ,517 5,266 *** significant
Ed ← CEP 2,649 ,495 5,351 *** significant
roa10 ← RCFP 1,000
significant
prof10 ← RCFP ,891 ,121 7,380 *** significant
roe10 ← RCFP 1,571 ,179 8,766 *** significant
rcshfl10 ← ACFP 1,000
significant
ropft10 ← ACFP 2,667 ,770 3,463 *** significant
Sumber: hasil perhitungan
Namun demikian hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa CEP dipengaruhi
secara nyata oleh ED, EMS, PREI dan EC (Tabel 4.5). Hasil studi ini menunjukan
bahwa memiliki sistem manajemen lingkungan internasional (ISO 14001)
merupakan hal yang nyata mempengaruhi kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan
di Indonesia dan penelitian García et al. (2009). Hasil penelitian ini juga menunjukan
bahwa pengalaman dan penambahan pengetahuan dari mengikuti proses sertifikasi
sistem manajemen lingkungan internasional memberikan perbaikan terhadap kinerja
lingkungan perusahaan.
IV.4 Analisis Hasil Temuan Penelitian
Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini tidak dapat mendukung penelitian
yang dilakukan Moneva & Ortas (2010) di Eropa. Masih banyak kalangan menilai
bahwa CSR bukanlah skenario yang baik ketika digunakan untuk menentukan
investasi (Guilar, 2012). CSR di Indonesia bersifat kurang (tidak) formal. CSR selalu
Page 53
52
berkaitan dengan kedermawanan atau amal. Motivasi dan pelibatan di dalam praktik
kegiatan CSR biasanya terkait dengan nilai spiritual dan tradisional gotong royong
(Saleh et al., 2011), Namun sudah banyak perusahaan sudah mulai melakukan
internalisasi keberlanjutan ke dalam bisnisnya (Goleman, 2010).
Tingginya persoalan kemiskinan yang terjadi di Indonesia membuat masyarakat
menaruh harapan kepada perusahaan untuk membantu mengatasi persoalan tersebut.
Secara umum terlihat bahwa perusahaan melakukan philanthropic responsibility
setelah mendapatkan keuntungan (Ragodoo, 2009). Namun perusahaan sering
melakukan kegaiatan seremonial (syukuran, menolak bala, peresmian) sebelum
memulai melakukan aktivitasnya. Hal ini memperlihatkan bahwa perusahaan
meletakan ethical responsibility sebelum mengejar profit dan mematuhi peraturan
(Hendeberg & Lindgren, 2009). Piramida CSR yang dikembangkan Hendeberg &
Lindgren (2009) lebih tepat digunakan untuk konteks di Indonesia.
Pengukuran dimensi kinerja lingkungan hanya berdasarkan content analisyst tanpa
menilai kualitas kinerja lingkungan (CSR). Penilaian dilakukan berdasarkan terdapat
atau tidaknya 23 indikator kinerja lingkungan masing-masing dari 79 perusahaan
yang digunakan sebagai unit analisa di dalam penelitian ini. Penilaian kinerja
lingkungan perusahaan hanya dilakukan terhadap laporan keberlanjutan perusahaan
tahun 2008, laporan tahunan perusahaan tahun 2008 dan website perusahaan.
Di dalam UU PT No. 40 tahun 2007 pasal 68, perusahaan diwajibkan untuk membuat
Laporan Keuangan Perseroan dan diserahkan kepada akuntan publik untuk diaudit
apabila Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah
nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah). Sedangkan di
Page 54
53
dalam ketentuan yang berlaku untuk menjadi perusahaan go public adalah telah
beroperasi sekurang–kurangnya 1 tahun dan memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net
Tangible Asset) minimal Rp. 5.000.000.000,-. (lima miliar rupiah). Artinya tidak
semua perusahaan yang go public memiliki laporan keuangan yang telah diaudit atau
bahkan laporan keberlanjutan (sustainability report) dan laporan tahunan (annual
report) terpisah. Hal inilah yang membuat 23 perusahaan (29%) dari 79 unit analisa
yang digunakan memiliki kinerja lingkungan sangat rendah karena tidak terdapatnya
informasi yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja
lingkungan perusahaan.
Hanya perusahaan yang hingga diajukannya permohonan pencatatan (go public),
telah melakukan kegiatan operasional dalam usaha utama (core business) yang sama
minimal 36 bulan berturut-turut dan berdasarkan Laporan Keuangan teraudit terakhir
memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Asset) minimal Rp.
100.000.000.000,-.(seratus miliar rupiah) dapat di perdagangkan sahamnya di papan
utama BEI. Sementara bila tidak memenuhi persyaratan tersebut diperdagangkan di
papan pengembangan. Hal lainnya adalah Perusahaan Tercatat di papan
pengembangan bila mengalami rugi usaha atau belum membukukan keuntungan atau
beroperasi kurang dari 2 tahun, wajib selambat-lambatnya pada akhir tahun buku ke-
2 sejak tercatat sudah memperoleh laba usaha dan laba bersih berasarkan proyeksi
keuangan yang akan diumumkan di Bursa. Sedangkan pada papan utama tidak ada
ketentuan tidak boleh mengalami kerugian usaha.
Dalam penelitian ini karena mengukur kinerja keuangan di Industri Pertambangan
dan Industri Dasar dan Kimia maka unit analisa perusahaan yang digunakan
sahamnya diperdagangkan di kedua papan tersebut. Hal ini tercermin dari terjadinya
Page 55
54
ketimpangan atau ketidaksamaan kemampuan perusahaan. Perusahaan yang
memiliki kemampuan keuangan lebih besar memiliki kemampuan untuk melakukan
investasi dalam keberlanjutannya (Thompson & Ke, 2012). Cashflow dan operating
profit yang memiliki hubungan berpengaruh nyata dan positif terhadap ACFP.
Namun demikian antara ACFP tidak dapat dibuktikan dengan nyata secara statistik
memiliki pengaruh terhadap CFP.
Menurut Aras et al. (2010) ada beberapa alasan mengapa studi empirisis antara
kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan tidak berpengaruh nyata
meskipun terlihat berhubungan secara positif. Kinerja lingkungan yang merupakan
bagian dari CSR perusahaan masih merupakan topik yang sangat luas dan merupakan
topik penelitian yang masih aktif tidak hanya di negara berkembang. Selain itu
keunggulan serta kegunaan dari hasilnya masih hangat diperdebatkan. Oleh karena
itu bukanlah sebuah hal yang mudah untuk melakukan evaluasi secara konsisten
terhadap signifikansi antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Namun tetap jelas bahwa dalam mengelola kinerjanya, perusahaan harus
memasukan kinerja lingkungan (CSR) di dalamnya karena keberlanjutan kinerja
perusahaan tersebut bergantung kepada hal tersebut. CSR bermanfaat dan penting
untuk digunakan sebagai strategi bagi perusahaan yang berlokasi di Indonesia untuk
mempertahankan masa depan keberlanjutannya (Hendeberg & Lindgren, 2009).
Page 56
55
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
V.1 Kesimpulan Hasil Penelitian
Pengujian terhadap hipotesis penelitian menunjukan hasil bahwa kinerja lingkungan
tidak memiliki hubungan nyata terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa
mendatang. Namun demikian tetap jelas bahwa dalam mengelola kinerjanya,
perusahaan harus memasukan kinerja lingkungan (CSR) di dalamnya karena
keberlanjutan kinerja perusahaan bergantung kepada hal tersebut.
V.2 Implikasi Manajerial dan Rekomendasi
Meskipun kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa kinerja lingkungan tidak
dapat dibuktikan secara empiris memiliki hubungan nyata terhadap kinerja keuangan,
namun bukan berarti kinerja lingkungan menjadi aspek yang dikesampingkan oleh
perusahaan. Agar masyarakat lebih memahami dan peduli terhadap kinerja
lingkungan perusahaan, diharapkan agar perusahaan ikut aktif dalam melakukan
sharing knowledge kepada masyarakat. Masyarakat juga perlu disadarkan akan
perannya sebagai pengawas atau pengontrol terhadap berjalannya aktivitas
perusahaan.
Rendahnya nilai kinerja lingkungan perusahaan lebih disebabkan karena perusahaan
sedikit (tidak) mengungkapkan informasi terkait kinerja lingkungan. Disarankan agar
perusahaan sebaiknya memuat informasi terkait kinerja lingkungannya di dalam
laporan keberlanjutan, laporan tahunan dan website perusahaan.
Page 57
56
V.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Hanya menguji pengaruh antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan
dengan alat analisa SEM.
2. Pengukuran dimensi kinerja lingkungan di dalam penelitian ini menggunakan
content analisyst yaitu terdapat atau tidaknya kinerja lingkungan perusahaan
tanpa menilai kualitas kinerja lingkungan (CSR) perusahaan tersebut.
3. Penilaian kinerja lingkungan perusahaan di dalam penelitian ini pun hanya
dilakukan dalam 1 (satu) waktu yaitu terhadap laporan keberlanjutan
perusahaan tahun 2008, laporan tahunan perusahaan tahun 2008 dan website
perusahaan.
V.4 Rekomendasi untuk Penelitian Lebih Lanjut
Berdasarkan keterbatsan penelitiaan ini yang teah disebutkan di atas, maka untuk
penelitian selanjutnya disarankan untuk:
1. Menggunakan alat analisa lain misalnya dengan menggunakan kinerja sosial
(corporate social performance) terhadap kinerja keuangan perusahaan seperti
yang dilakukan oleh Guilar (2012).
2. Disarankan untuk lebih mengedepankan pengukuran terhadap kualitas kinerja
lingkungan atau CSR perusahaan di Indonesia.
3. Penelitian kinerja lingkungan atau CSR perusahaan sebaiknya dilakukan tidak
hanya pada data di satu waktu saja, namun pada data yang bersifat jangka
panjang.
Page 58
57
DAFTAR PUSTAKA
Agle BR, Donaldson T, Freeman RE, Jensen MC, Mitchell R & Wood DJ. Dialogue:
Towards a Superior Stakeholder Theory. Business Ethics Quarterly. 2008.
vol. 18. pp. 153-90.
Arndt M & Einhorn B. 2010. 50 Perusahaan Paling Inovatif. Bloomberg
Businessweek. Edisi bahasa Indonesia. No. 16. 3-9 Juni 2010. Hal. 10-16.
Aras G & Crowther D. Corporate Sustainability Reporting: A Study in Disingenuity?
Journal of Business Ethics. 2009. vol. 87. pp. 279–288. DOI 10.1007/s10551-
008-9806-0
Aras G, Aybars A & Kutlu O. Managing Corporate Performance: Investigating the
Relationship between CSR and Financial Performance in Emerging Markets.
International Journal of Prodductivity and Performance Mnagement. 2010.
vol. 59. pp. 229-254.
Bradshaw CJA, Giam X, Sodhi NS. Evaluating the Relative Environmental Impact
of Countries. Plos ONE. May 2010. vol 5 (5). E140440. Dio:10.1371/
journal.pone.0010440
Clemens B & Bakstran L. A framework of Theoritical Lenses and Strategic Purposes
to Describe Relationship Among Firm Environmental Strategy, Financial
Performance, and Environmental Performance. Management Research
Review. 2010. vol 33 (4). pp. 393-405.
Cloutier G. 2009. Profit Aren’t Everything, They’re the Only Thing. 1st edition.
Harper-Collins Publisher. USA.
Crowther D & Aras G. 2008. Corporate Social Responsibility. Ventus Publishing.
García JH, Sterner T & Afsah S. Which Firms are More Sensitive to Public
Disclosure Schemes for Pollution Control? Evidence from Indonesia
PROPER program. Environmental Resources Economic. 2009. Vol 42. pp.
151-168.
Goleman D. 2010. Ecological Inteligence. Penguin Books. London.
Guilar A. Corporate Social Performance, Innovation Intensity, and Financial
Performance: Evidence from Lending Decisions. Behavioral Research in
Accounting. 2012. vol. 24 (2). pp. 65–85.
Gunawan J. Perception of Important Information in Corporate Social Disclosures:
Evidence from Indonesia. Social Responsibility Journal. 2010. vol 6 (1). pp.
62-71.
Page 59
58
Hartman L & DesJardin J. 2008. Business Ethics. International edition. McGraw-
Hill. Singapore.
Hartono JH. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis. Salah Kaprah dan Pengalaman-
Pengalaman. Cetakan pertama. BPFE. Yogyakarta.
Hendeberg S & Lindgren F. 2009. CSR in Indonesia: A Qualitative Study from a
Managerial Perspective Regarding Views and Other Important Aspects of
CSR in Indonesia. Thesys. Gotland University.
Jalal. CSR di Industri Migas. Makalah. Disampaikan pada Indonesia Petroleum
Summit CSR di Jakarta. 11 Mei 2010.
Kaeokla P & Jaikengkit AO. The Cost and Benefit of Corporate Social
Responsibility. The Journal of American Academy of Business, Cambridge.
September 2012. vol 18 (1). pp. 232-237
Lam MLL. Challenges of Sustainable Environmental Programs of Foreign
Multinational Enterprises in China. Management Research Review. 2011. vol
34 (11). pp. 1153-1168.
Molina-Azorín JF, Claver-Cortés E, López-Gamero MD and Tarı JJ. Green
Management and Financial Performance: A Literature Review. Management
Decision. 2009. Vol. 47 No.7. pp. 1080-1100.
Moneva JM & Ortas E. Corporate Environmental and Financial Performance: a
Multivariate Approach. Industrial Management & Data System. 2010. Vol
110. No. 2. pp. 193-210.
Panduan go public. IDX. Dapat diakses melalui: http://www.idx.co.id/Portals/0/
StaticData/Information/ForCompany/Panduan-Go-Public.pdf
Radyati MRN. Tanggung Jawab Sosial Holistik. Sinar Harapan. Rabu 12 September
2012.
____________. Antara PKBL dan CSR. Majalah Mitra, Media PKBL BUMN. No.
35 Tahun IV. Juni 2010.
Ragodoo NJF. CSR as a Tool to Fight Against Poverty: The Case of Mauritus. Social
Responsibility Journal. 2009. vol. 5 (1). pp. 19-33.
Ringkasan Kinerja Perusahaan Tercatat. IDX. Dapat diakses melalui: http:// www.
idx.co.id/id-id/beranda/publikasi/ringkasankinerjaperusahaantercatat.aspx
Saleh M, Zulkifli N & Muhamad R. Looking for Evidence of the Relationship
between CSR and Corporate Financial Performance in an Emerging Market.
Asia-Pacific Journal of Business Administration. 2011. vol. 3 (2). pp. 165-
190.
Page 60
59
Sani RR. PROPER, Proper Way Penaatan Pengelolaan Lingkungan:
Penerapan ke Depan. Rapat Kerja Peningkatan Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup Kegiatan Usaha Hulu Migas. Materi presentasi. Di
sampaikan di Bali. 10-12 Juni 2009.
Silalahi D. 2012. Life Story, not Job Title. Cetakan pertama. Gramedia. Jakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Cetakan keenambelas. ALFABETA. Bandung.
Sun M, Nagata K & Onoda H. The Current Status and Promotion of Chinese
Corporate Social Responsibility. IPCBEE. 2011. vol 1. pp. 401-405.
Thompson B & Ke Q. Whether Environmental Factors Matter: Some Evidence from
UK Property Companies. Journal of Corporate Real Estate. 2012. vol. 14 (1).
pp. 7-20.
Page 61
60
Halaman Lampiran sengaja dikosongkan.
Materi ini dikemas dalam bentuk yang ringkas
dengan tujuan untuk memberikan semangat bagi para mahasiwa
agar dapat menyelesaikan tugas akhirnya.
Selain itu para dosen juga dapat memberikan referensi
kepada mahasiswa bimbingannya
bahwa membuat tesis tidaklah sulit
dan menjadi masalah bagi mahasiswa untuk menyelesaikan kuliahnya.
Namun merupakan sebuah hal yang memungkinkan untuk dikerjakan.
Bila ada yang menginginkan versi lengkap tesis saya,
kirimkan email ke saya di:
[email protected]
Saya dengan senang hati akan membaginya.
Selesaikan apa yang telah dimulai.
The appendix page was intentionally left blank.
This publication was made in shorter version
aiming to give motivation for students
to finish his/her final thesys.
The other aim is for lecturers to show reference
to his/her students
that thesys is not a difficult thing
and become a problem for student to finish his/her study.
But it is a posible thing to do.
If you require full version of my thesys,
simply email me at:
[email protected]
I will gladly to share it.
Finish what you started.