Top Banner
HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TESIS DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR MAGISTER MANAJEMEN Oleh: NAMA : HEIKAL NIM : 122080610 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2013
61

Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

Apr 07, 2023

Download

Documents

Ferry Hidayat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA

KEUANGAN PERUSAHAAN

TESIS

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI

PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR

MAGISTER MANAJEMEN

Oleh:

NAMA : HEIKAL

NIM : 122080610

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

Page 2: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

1

ABSTRACT

HEIKAL. Trisakti University, April 2013 “The Relationship between Corporate

Environmental and Financial Performances”.

Advisor : Maria R. Nindita Radyati, PhD

co. Advisor : Dra. Maria C Widiastuti, ME

Indonesia is perceived as the most poluted country in the world after Brazil, USA

and China. Corporate environmental performance is a mandatory. Company is

responsible in conduct its busineess activities, not only search profit. Companies

argue that having good environmental performance do not financially benefit the

company but is a loss due to the high investments.

This research is aimed to analize the relationship between corporate environmental

and future financial performance. The sample of this reseach are 79 public listed

companies in Mining Industry and Basic and Chemical Industry in Indonesia.

The reseach hypothesys was tested using quantitative approach. The financial data

collected are secondary data from company published financial reports.

Environmental perfromance measured using content analisyst from company

sustainability reports, annual reports and company website. The analysis technique of

research was developed with Structural Equation Modeling (SEM) and treated using

statistic program SPSS 11.5 and AMOS 6.0.

The results showed that in Indonesia, environmental performance has a non-

significant relationship on future financial performane.

Key words: corporate environmental performance, corporate financial performance,

stuctural equation model (SEM).

Page 3: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

2

ABSTRAK

HEIKAL. Universitas Trisakti, April 2013 “Hubungan antara Kinerja Lingkungan

dan Kinerja Keuangan Perusahaan”.

Dosen Pembimbing : Maria R. Nindita Radyati, PhD

co. Pembimbing : Dra. Maria C Widiastuti, ME

Indonesia dinilai sebagai negara terpolusi di dunia setelah Brazil, Amerika Serikat

dan China. Kinerja lingkungan perusahaan menjadi upaya yang harus dilakukan agar

perusahaan bertanggungjawab dalam menjalankan aktivitas bisnisnya dan tidak

hanya mengejar keuntungan semata. Perusahaan menilai bahwa memiliki kinerja

ingkungan yang baik tidak memberikan keuntungan secara finansial bagi perusahaan

namun memberikan kerugian karena untuk bukanlah sebuah investasi yang kecil.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara kinerja lingkungan dan

kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang. Penelitian dilakukan terhadap 79

perusahaan di Industri Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang go public di

Indonesia.

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan

data kinerja keuangan dilakukan melalui data sekunder berupa laporan keuangan,

sedangkan penilaian data kinerja lingkungan dilakukan dengan menggunakan content

analisyst terhadap laporan keberlanjutan, laporan tahunan dan website perusahaan.

Teknik analisis yang digunakan adalah Stuctural Equation Modeling (SEM) dengan

program statistik SPSS 11.5 dan AMOS 6.0.

Hasil penelitian menunjukan bahwa di Indonesia, kinerja lingkungan tidak

berpengaruh secara nyata terhadap kinerja keuangan di masa mendatang.

Kata Kunci: Kinerja Lingkungan Perusahaan, Kinerja Keuangan Perusahaan,

Stuctural Equation Modeling (SEM).

Page 4: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

3

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Upaya pengelolaan lingkungan yang baik sudah mulai menjadi tren bagi beberapa

perusahaan yang unggul di dunia saat ini. Namun masih banyak perusahaan di

Indonesia yang masih berfokus kepada aspek ekonomi atau mengejar keuntungan

semata. Aspek lingkungan sering kali masih dijadikan prioritas kedua bahkan sering

pula diabaikan. Hasil penelitian Bradshaw et al. (2010) menyatakan bahwa Indonesia

merupakan salah satu dari negara terpolusi di dunia setelah Brazil, Amerika dan

China.

Arndt & Einhorn (2010) menyatakan bahwa 15 dari 50 perusahaan paling inovatif

berasal dari Asia. Inovasi yang muncul belakangan ini didorong oleh tumbuh dan

berkembang pesatnya akan kesadaran terhadap pengelolaan lingkungan yang terjadi

juga di Indonesia. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang

memberlakukan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT No. 40 tahun 2007).

Undang-Undang tersebut mewajibkan tanggungjawab sosial perusahaan (CSR)

kepada setiap perusahaan yang menjalankan aktivitas bisnisnya berkaitan dengan

sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan menjadi hal yang fundamental dan

dijadikan tolok ukur maupun refleksi dari kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan

tersebut.

Lingkungan merupakan subyek inti keempat di dalam pedoman ISO 26000 tentang

CSR yang mencakup isu-isu: (1). Pencegahan polusi, (2). Penggunaan sumberdaya

Page 5: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

4

secara berkelanjutan, (3). Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dan (4)

Proteksi dan restorasi lingkungan. Penelitian ini akan lebih menekankan kepada isu

pencegahan polusi dan isu penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan. Hasil

Penelitian Moneva & Ortas (2010) menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki

kinerja lingkungan yang baik menunjukan kinerja keuangan yang bagus di waktu

mendatang.

Untuk mempermudah perolahan dan akses data maka perusahaan yang dipilih

sebagai unit analisa adalah perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia.

Perusahaan-perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia

dikelompokan ke dalam sembilan jenis industri, yaitu: (1). Pertanian, (2).

Pertambangan, (3). Industri Dasar dan Kimia , (4). Bermacam-macam Industri , (5).

Industri Barang Konsumsi, (6). Properti, Real Estate dan Konstruksi, (7). Industri

Infrastuktur, Keperluan Umum dan Transportasi, (8). Keuangan dan (9).

Perdagangan, Jasa dan Investasi. Dari kesembilan industri tersebut, perusahaan-

perusahaan yang berada di Industri Pertambangan dan di Industri Dasar dan Kimia

dipilih sebagai unit analisa karena berhubungan dengan sumberdaya alam (sesuai UU

PT No. 40 / tahun 2007). Selain itu, perusahaan-peruahaan di kedua industri tersebut

mendapatkan tekanan-tekanan lebih banyak terhadap isu-isu yang berhubungan

dengan sumberdaya alam dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berada

di industri lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini dilakukan untuk

mengkaji hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan pada

perusahaan-perusahaan yang go public di Indonesia.

Page 6: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

5

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perumusan masalah dan pembatasan

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara kinerja

lingkungan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan-perusahaan di Industri

Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang go public di Indonesia?

I.3 Pembatasan Penelitian

1. Indikator dan item pengukuran kinerja lingkungan (CEP) dan kinerja

keuangan (CFP) yang diggunakan di dalam penelitian ini hanya mengacu

kepada penelitian Moneva & Ortas (2010).

2. Sampel yang digunakan hanya perusahaan-perusahaan di sektor

Pertambangan dan di sektor Industri Dasar dan Kimia yang go public dan

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 hingga tahun 2012.

3. Pengukuran indikator kinerja lingkungan di dalam penelitian ini

menggunakan content analisyst yaitu terdapat atau tidaknya indikator

kinerja lingkungan perusahaan tanpa menilai kualitas kinerja lingkungan

(CSR) perusahaan tersebut.

4. Penilaian kinerja lingkungan perusahaan hanya dilakukan dalam 1 (satu)

waktu yaitu terhadap laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2008, laporan

tahunan perusahaan tahun 2008 dan informasi yang ada di website

perusahaan.

5. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralsisasikan dan hanya terbatas pada

sampel yang diteliti.

Page 7: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

6

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang muncul di

perumusan masalah, yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kinerja

lingkungan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan-perusahaan di Industri

Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang go public di Indonesia.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Praktisi

a. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi perusahaan-

perusahaan di Indonesia, khususnya di Industri Pertambangan dan

Industri Dasar dan Kimia untuk mengetahui mengenai pentingnya

hubungan antara kinerja lingkungan perusahaan terhadap kinerja

keuangan perusahaan.

b. Dapat digunakan bagi investor maupun pihak pemberi pinjaman

sebagai alat untuk pengambil keputusan ketika melakukan investasi di

dalam perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang

baik.

2. Bagi Pemerintah

a. Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan dan penghargaan

dari pemerintah kepada perusahaan-perusahaaan yang telah memiliki

kinerja lingkungan yang baik.

3. Bagi Akademisi

a. Sebagai referensi penelitian tentang pengungkapan kinerja lingkungan

di dalam Laporan Keberlanjutan, Laporan Tahunan dan Website

Page 8: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

7

Perusahaan dan hubungannya terhadap kinerja keuangan perusahaan

di waktu mendatang.

b. Memberikan masukan bagi penelitian-penelitian berikutnya.

I.5 Struktur Tesis

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I berisi latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dari penelitian ini.

Bab ini menguraikan dasar pemikiran mengenai hubungan antara kinerja lingkungan

dan kinerja keuangan perusahaan. Kemudian bab ini juga menjelaskan pula

mengenai pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

keterbatasan penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Bab II ini menjelaskan mengenai tinjauan teori terkait dengan CSR, CSR konteks di

Indonesia dan penelitian terdahulu tentang kinerja lingkungan dan kinerja keuangan

perusahaan dan hubungan di antara keduanya. Kerangka pemikiran dan hipotesis

yang digunakan di dalam penelitian juga dimuat di dalam bab ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III menguraikan metode yang digunakan di dalam penelitian ini, antara lain

meliputi disain penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, variabel

dan pengukurannya, dan tehnik metode yang digunakan untuk melakukan analisis

terhadap data.

Page 9: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

8

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab IV berisi tentang deskripsi obyek penelitian, statistik deskriptif, pengujian

hipotesa, analisis hasil dan interpretasi dari metode content analysist dan hasil

structural equation model (SEM) yang menggambarkan hubungan antara kinerja

lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Bab V akan merupakan penutup yang berisi kesimpulan atas hubungan antara kinerja

lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan, keterbatasan dari penelitian dan saran-

saran bagi penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisi referensi dari literatur-literatur yang digunakan sebagai

landasan teori dan pustaka di dalam penuilisan hasil penelitian ini.

LAMPIRAN

Lampiran memuat hasil pengukuran hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja

keuangan dan perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai unit analisa di dalam

penelitian. Ringkasan kinerja keuangan dan penilaian kinerja lingkungan terhadap

masing-masing perusahaan juga dimuat di bagian ini.

Page 10: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Teori dan Telaah Penelitian Terdahulu

II.1.1 Corporate social responsibility (CSR)

Istilah CSR menjadi sering digunakan dan mudah dipahami belakangan ini. CSR

tidak lagi hanya dipandang sebagai sebuah konsep abstrak karena sudah banyak

pustaka populer yang telah ditulis oleh para ahli bahwa CSR merupakan hal yang

strategis bagi perusahaan (Hartman & DesJardins, 2008 dan Crowther & Aras,

2008). Meskipun banyak kalangan mengakui bahwa konsep CSR di era modern

pertama kali diperkenalkan oleh Bowen pada tahun 1953. Meskipun menurut Carroll

sendiri, istilah CSR pertama kali dikemukakan tahun 1938 hingga tahun 1940 melalui

buku-buku yang ditulis oleh Chester Barnard, Clark dan Theodore Kreps. Namun

CSR menjadi populer di tahun 1979 ketika Carroll menjabarkan CSR bedasarkan

tugas yang bertanggungjawab (Carroll dalam Kaeokla & Jaikengkit, 2012).

Menurutnya setiap perusahaan memiliki tanggungjawab secara economic, legal,

ethical dan discretionary.

Menurut Carroll dalam Kaeokla & Jaikengkit (2012), tanggungjawab secara ekonomi

adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan memproduksi barang sesuai dengan

kualitas yang ditawarkan pada harga yang adil bagi para pembelinya.

Tanggungjawab secara legal adalah untuk mematuhi hukum yang ditentukan oleh

masyarakat mengenai hal yang benar dan salah. Tanggungjawab secara etis adalah

lebih melakukan hal yang benar dan adil daripada melakukan apa yang diatur oleh

Page 11: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

10

undang-undang. Tanggungjawab secara filantropis adalah menciptakan keuntungan

bagi masyarakat dan komunitas untuk memperbaiki kualitas kehidupan.

Gambar 2.1

Piramida CSR Carroll

Sumber: Carroll dalam Thompson & Ke (2012)

Kotler & Lee dalam Kaeokla & Jaikengkit (2012) membagi CSR berdasarkan

bentuk kegiatannya. CSR merupakan komitmen perusahaan untuk memperbaiki

kehidupan masyarakat melalui praktik bisnis yang baik dan memberikan sebagian

kontribusi dari sumberdaya perusahaan. CSR dibagi ke dalam enam (6) bentuk

bentuk kegiatan yang dapat dilakukan perusahaan untuk melakukan tindak kebajikan,

yaitu: (1). Cause promotions merupakan inisiatif korporasi untuk mengalokasikan

dana atau bantuan dalam bentuk barang dan sumber daya lain untuk meningkatkan

kesadaran dan perhatian tentang masalah sosial tertentu atau dalam rangka

rekruitmen sukarelawan, (2). Cause related marketing yang berarti korporasi

berkomitmen untuk mendonasikan sejumlah persentase tertentu dari pendapatan

Page 12: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

11

untuk hal tertentu yang berkait dengan penjualan produk, (3). Corporate social

marketing yaitu upaya korporasi memberi dukungan pada pembangunan dan/atau

pelaksanaan kegiatan yang ditujukan untuk mengubah sikap dan perilaku dalam

rangka memperbaiki kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan, (4).

Corporate philanthropy berupa pemberian sumbangan sebagai kegiatan amal

(charity). Seringkali dalam bentuk hibah tunai, donasi dan/atau dalam bentuk barang,

(5). Community volunteering dalam perwujudan dukungan dan dorongan korporasi

kepada para karyawan, mitra pemasaran dan/atau anggota franchise untuk

menyediakan dan mengabdikan waktu dan tenaga mereka untuk membantu kegiatan

organisasi social tertentu dan (6) Socially responsible business practices yaitu adopsi

praktik-praktik bisnis yang bersifat diskresi serta berbagai investasi yang mendukung

pemecahan masalah sosial tertentu.

Halme & Laurila dalam Kaeokla & Jaikengkit (2012) membagi CSR berdasarkan

tidakan yang dilakukan oleh perusahaan yaitu: (1). Philanthropy yaitu tindakan yang

dilakukan tanpa memiliki hubungan apapun terhadap core business perusahaan,

berfokus terhadap amal, sponsorisasi, kesukarelaan pekerja, dan lain sebagainya (2).

CR integrated adalah menjalankan bisnis dengan cara yang bertanggungjawab,

berfokus terhadap kinerja lingkungan dan sosial dari operasional bisnis berdirinya

perusahaan dan (3). CR innovation adalah operasi yang berfokus kepada

pengembangan bisnis baru yang memperbaiki atau mengurangi permasalahan social

dan lingkungan, yang dapat menghasilkan pengembangan lebih ke depan atau

merupakan perluasan dari core business.

Page 13: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

12

Menurut Friedman dalam Moneva (2010) tanggungjawab para manajer adalah

menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan shareholder, yaitu menghasilkan

keuntungan sebanyak mungkin. Hal ini dianggap sesuai dengan aturan dasar yang

berlaku di masyarakat. Namun Freeman dalam Moneva (2010) mengemukakan

bahwa pendekatan para pemangku kepentingan (stakeholders approach) sebelumnya

banyak diabaikan. Para pemangku kepentingan yang berbeda-beda (pelayanan

masyarakat, lingkungan, para pelanggan, para pemegang saham, para pekerja, dan

lainnya) memiliki permintaan agar dipertimbangkan. Saat ini, sudah sangat berlaku

dan diakui bahwa perusahaan memiliki kebutuhan untuk bertindak secara

bertanggungjawab sosial. CSR merupakan upaya perusahaan berkontribusi terhadap

kesejahteraan sosial juga untuk meningkatkan daya saing dan mempertahankan

kesuksesan perusahaan dari sisi keuangan.

Crowther & Aras (2008) mengemukakan bahwa dalam menjalankan CSR diperlukan

prinsip keberlanjutan, akuntabilitas dan transparansi. Bahkan menurut Agle et al.

(2008) perusahaan yang tidak dapat memperoleh keuntungan secara legal, etis dan

bertanggungjawab tidak layak untuk dipertahankan. (Aras & Crowther, 2009)

mengemukakan bahwa banyak penelitian di bidang corporate sustainability tidak

mengakui pentingnya kinerja keuangan sebagai sebuah aspek esensial dari

sustainability. Padahal menurut mereka terdapat 4 (empat) aspek dari sustainability,

yaitu: (1). Pengaruh masyarakat (societal influence), yang mereka definisikan

sebagai sebuah ukuran yang dibuat masyarakat terhadap perusahaan dari segi kontrak

sosial dan pengaruh para pemangku kepentingan, (2). Dampak lingkungan

(environmental impact) yang mereka definisikan sebagai akibat dari kegiatan yang

dilakukan oleh perusahaan terhadap lingkungan secara geofisik, (3). Budaya

Page 14: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

13

organisasi (organisational culture), yang mereka definisikan sebagai hubungan

antara perusahaan dan para pemangku kepentingan internalnya, khususnya para

pekerjanya, dan setiap aspek dari hubungan tersebut dan (4) Keuangan (finance),

yang mereka didefinisikan sebagai ketentuan dari pengembalian yang memadai

untuk tingkat resiko yang dilakukan. Keempat aspek tersebut harus dipertimbangkan

sebagai dimensi kunci dari sustainability, semuanya merupakan hal yang sama

pentingnya (Aras & Crowther, 2009).

Menurut mereka keempat aspek tersebut dapat dipetakan ke dalam dua dimensi

matriks antara fokus eksternal - internal perusahaan dan fokus jangka pendek -

jangka panjang perusahaan. Secara bersama-sama dapat mewakili kinerja organisasi

yang lengkap (Gambar 2.4). Dampak lingkungan merupakan fokus eksternal

perusahaan dan bersifat jangka panjang bila ingin mencapai corporate sustainability.

Sedangkan keuangan merupakan fokus internal perusahaan dan bersifat jangka

pendek.

Gambar 2.2

Model Keberlanjutan Perusahaan

Sumber: (Aras & Crowther, 2009)

Page 15: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

14

Ragodoo (2009) menyatakan bahwa piramida CSR Carroll tidak berlaku universal,

khususnya bagi negara berkembang. Ragodoo menyarankan untuk menggunakan

model piramida (Gambar 2.2) yang dikembangkan oleh Viser et al. (2006).

Philanthropic responsibility menjadi tuntutan bagi perusahaan untuk segera

melaksanakannya setelah mendapatkan profit (economic responsibilities). Hal ini

disebabkan oleh tingginya harapan masyarakat kepada perusahaan untuk membantu

persoalan perekonomian yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah.

Gambar 2.3

Piramida CSR untuk negara-negara berkembang

Sumber: Viser dalam Ragodoo (2009)

ISO 26000 adalah pedoman tanggung jawab sosial untuk seluruh jenis organisasi,

baik swasta, pemerintah, maupun organisasi sektor tiga (OST), misalnya yayasan,

koperasi, perkumpulan, serikat pekerja, dan universitas (Radyati, 2012). ISO 26000

disusun lebih dari 90 negara, termasuk Indonesia menyepakati beberapa hal penting

berkaitan dengan tanggung jawab sosial. Perusahaan atau organisasi merupakan

Page 16: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

bagian dunia bisnis dan aktivitas global

citizen). Sebagai warga dunia, diharapkan menggunakan ISO26000 sebagai pedoman

bertanggung jawab sosial.

Pedoman ini merumuskan tujuh isu utama tanggung jawab sosial.

pembuatannya adalah membantu organisasi berko

berkelanjutan dan mendorong mereka bertindak melampaui kepatuhan hukum.

ISO26000 mengakui kepatuhan pada hukum adalah kewajiban fundamental semua

organisasi dan merupakan bagian utama tanggung jawab sosial

Komponen

Sumber: Draft

bagian dunia bisnis dan aktivitas global dan merupakan warga negara dunia (

). Sebagai warga dunia, diharapkan menggunakan ISO26000 sebagai pedoman

bertanggung jawab sosial.

Pedoman ini merumuskan tujuh isu utama tanggung jawab sosial.

pembuatannya adalah membantu organisasi berkontribusi pada pembangunan

berkelanjutan dan mendorong mereka bertindak melampaui kepatuhan hukum.

ISO26000 mengakui kepatuhan pada hukum adalah kewajiban fundamental semua

organisasi dan merupakan bagian utama tanggung jawab sosial (Radyati,

Gambar 2.4

Komponen Tanggungjawab Sosial di dalam ISO 26000

Draft ISO 26000 Guidance on Social Responsibility

15

warga negara dunia (global

). Sebagai warga dunia, diharapkan menggunakan ISO26000 sebagai pedoman

Pedoman ini merumuskan tujuh isu utama tanggung jawab sosial. Tujuan

ntribusi pada pembangunan

berkelanjutan dan mendorong mereka bertindak melampaui kepatuhan hukum.

ISO26000 mengakui kepatuhan pada hukum adalah kewajiban fundamental semua

Radyati, 2012).

jawab Sosial di dalam ISO 26000

Guidance on Social Responsibility, 2009

Page 17: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

16

Menurut Jalal (2010) ISO 26000 memiliki prinsip-prinsip: (1). Akuntabilitas, (2).

Tranparansi, (3). Perilaku etis, (4). Penghormatan pada kepentingan stakeholder, (5)

Kepatuhan pada hokum, (6). Penghormatan terhadap norma perilaku internasional

dan (7). Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut Saleh et al. (2011), terdapat perbedaan dalam menjalankan CSR di negara-

negara berkembang dan di negara maju dalam konteks sosio-ekonomi dan budaya,

yaitu: (1). Di negara-negara berkembang, patokan kegiatan CSR bersifat kurang

(tidak) formal, dibandingkan di negara-negara maju, (2). Di negara-negara

berkembang, CSR secara resmi dimanfaatkan oleh perusahaan nasional besar dan

perusahaan multinasional, khususnya perusahaan yang telah dikenal memiliki merek

global atau status internasional, (3). Di negara-negara berkembang, CSR terutama

terkait dengan kedermawanan (philanthropy) atau amal (charity), misalnya investasi

sosial di bidang pendidikan, mensponsori kegiatan olahraga, kesehatan masyarakat,

dan pelayanan masyarakat lainnya, (4). Suatu kontribusi secara ekonomis biasanya

diasumsikan bersifat sangat penting dan merupakan metode praktis bagi perusahaan

untuk menciptakan efek sosial, misalnya kesempatan kerja, berbagi pengetahuan dan

membayar pajak dan (5). Motivasi dan pelibatan di dalam praktik kegiatan CSR

biasanya terkait dengan nilai spiritual dan tradisional di negara berkembang,

misalnya xiaokang (nilai berbagi kepada sesama dalam pertumbuhan ekonomi) di

China dan ubuntu (kepercayaan pada terdapatnya ikatan universal bersama yang

menghubungkan setiap manusia) di Afrika Selatan serta gotong royong (nilai saling

tolong menolong terhadap sesama manusia) di negara-negara ASEAN.

Page 18: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

17

Menurut Goleman (2010), CSR berkembang melalui tahapan-tahapan yang jelas.

Awalnya CSR dicontohkan dengan baik oleh Andrew Carnegie. CSR merupakan

suatu fenomena bagi para penghimpun kekayaan luar biasa yang dihasilkan oleh

industri yang kemudian menjadi seorang dermawan (philanthropists). Kini

perpustakaan umum Carnegie tersebar di seluruh pelosok Amerika Serikat. Tahap

Robin Hood, di mana perusahaan memberikan harga premium untuk produk-produk

yang ramah lingkungan (green products) dan memberikan sebagian keuntungan

usaha untuk mendukung isu-isu sosial yang bermanfaat. Tahap ketiga, yang kini

berkembang pesat, perusahaan melakukan internalisasi keberlanjutan (sustainability)

ke dalam bisnisnya. Hal ini meliputi pemikiran kembali terhadap bisnis, produknya,

solusi yang ditawarkan, sehingga akhirnya akan memunculkan mutual benefits.

Menurut de Geus dalam Silalahi (2012) banyak perusahaan berjatuhan karena

pemikiran dan tindakan manajemen yang terlalu sempit hanya berdasarkan

pertimbangan ekonomi semata. Menurutnya perusahaan bangkrut karena para

manajernya terlalu terfokus kepada kegatan ekonomi untuk memproduksi barang dan

jasa. Mereka lupa bahwa organisasi pada dasarnya merupakan komunitas manusia.

Pembentukan hukum, para pengajar bisnis dan komunitas keuangan semua

mengikuti mereka di dalam kesalahan ini.

II.1.2 CSR dalam konteks Indonesia

CSR adalah suatu keputusan strategis perusahaan untuk bertanggung-jawab atas

dampak dari keputusan yang diambil dan dampak dari kegiatan bisnis yang

dilakukan, dan yang dapat berkontribusi pada pencapaian keadilan sosial. (Radyati,

Page 19: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

18

2010). Di dalam UU PT No. 40 tahun 2007 CSR (tanggungjawab sosial dan

lingkungan) didefinisikan sebagai komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan

lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat,

maupun masyarakat pada umumnya.

Di Indonesia, perusahaan diwajibkan taat terhadap Undang-Undang No. 32 tahun

2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perusahaan berkewajiban untuk

menyampaikan informasi pengelolaan lingkungan yang dilakukannya, sesuai dengan

UU No. 23 tahun 1997 pasal 6 ayat 2, yaitu: “Setiap orang yang melakukan usaha

dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat

mengenai pengelolaan lingkungan hidup”. Selain itu di dalam UU PT No. 40 tahun

2007 pasal 66 ayat 2 butir c, disebutkan bahwa perusahaan diwajibkan membuat

laporan tahunan yang memuat laporan pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh

perusahaan.

Di Indonesia, peraturan-peraturan mengenai CSR yang dikeluarkan pemerintah

daerah hanya menekankan pada kegiatan filantrofi, jadi tidak holistik (Radyati,

2012). Hal ini terjadi karena pemahaman pemerintah pusat dan daerah sangat sempit.

CSR dipahami hanya sebatas kegiatan filantrofi yang terfokus untuk pihak di luar

perusahaan. Dengan demikian tidak mengherankan bila perusahaan hanya fokus pada

hal-hal yang diatur tersebut dan kurang menghiraukan kondisi di dalam maupun

pemangku kepentingan dalam perusahaan.

Peraturan dari pemerintah pusat, khususnya PP No 47 Tahun 2012 tentang Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, di antaranya menekankan pada

Page 20: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

19

tiga hal utama, yaitu: (1). Mewajibkan adanya perencanaan CSR, (2). Adanya alokasi

dana untuk CSR dan (3). Pelaporan kegiatan CSR serta pertanggungjawabannya pada

rapat umum pemegang saham (RUPS).

Radyati (2010) mengemukakan bahwa ada beberapa tingkatan CSR berdasarkan

ruang lingkup dan kompleksitasnya. CSR yang mendasar, yakni level paling rendah

(level 1) adalah kepatuhan kepada semua aturan yang ada (compliance to laws and

regulation), baik UU, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya yang

berkaitan dengan sektor usaha perusahaan tersebut. Level 2 adalah CSR dalam

bentuk filantrofi. Contoh filantrofi adalah pemberian donasi, beasiswa, pembangunan

sekolah, tempat ibadah, pemberian bantuan setelah adanya bencana alam, dan

lainnya. Level 3 adalah kegiatan community development (pengembangan

komunitas). Bentuk kegiatannya, antara lain pembinaan pada masyarakat di suatu

daerah tertentu. Level 4, perusahaan menanggung biaya atas dampak negatif yang

timbul dari bisnisnya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkunngan. Contoh dalam

aspek lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah melalui manajemen limbah.

Level 5 adalah suatu sistem yang terintegrasi dalam perencanaan bisnis perusahaan.

Ruang lingkup CSR mulai dari penggunaan bahan baku sampai mendaur ulang

limbah. Di level ini, perusahaan harus memilih bahan baku yang ramah lingkungan

dan aman bagi kesehatan manusia. Para pemasok juga di harus diajarkan cara

menjalankan bisnis yang bertanggung jawab sosial. Proses produksi juga dilakukan

dengan cara yang bertanggung jawab sosial, misalnya pabrik yang bersih dengan

pencahayaan yang baik dan hemat energi. Kemasan produk menggunakan bahan

yang dapat didaur ulang.

Page 21: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

20

Penelitian Hendeberg & Lindgren (2009) di Indonesia mengemukakan bahwa

perusahaan perlu meletakan ethical responsibility sebagai hal dasar sebelum

mengejar profit dan mematuhi peraturan (Gambar 2.1). Komunitas masyarakat

setempat khususnya di daerah terpencil dan perdesaan memegang peranan terpenting

dan berpengaruh besar terhadap kegiatan bisnis perusahaan (license to operate). CSR

digunakan sebagai alat untuk memperkenalkan diri perusahaan kepada penduduk

lokal dan stakehoder lainnya. CSR menjadi strategi perusahaan untuk menerima

perlindungan dari penduduk setempat dan untuk mengurangi resiko terjadinya

konflik yang mungkin terjadi. CSR memiliki manfaat penting untuk digunakan

sebagai strategi bagi perusahaan yang berlokasi di Indonesia untuk mempertahankan

masa depan keberlanjutannya.

Carroll dalam Hendeberg & Lindgren (2009) mengemukan bahwa tanggungjawab

secara etis memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan standar etika dan norma,

khususnya di Negara berkembang. Namun dapat menjadi sulit untuk diidentifikasi.

Sebuah perusahaan harus beroperasi dalam cara yang sedemikian agar dapat

mengikuti moralitas dan kepercayaan terhadap etika. Berdasarkan hal ini maka dapat

diakui bahwa perilaku etis dapat lebih mempengaruhi perusahaan bahkan melebihi

tanggungjawab secara legal (Gambar 2.4).

Menurut Hendeberg & Lindgren (2009), benang merah CSR di Indonesia adalah

memberikan kembali sesuatu kepada masyarakat setempat dan menjalankan CSR

berdasarkan wilayah dimana masyarakat setempat itu terlibat. Fokus utamanya

adalah pengembangan masyarakat (community development), yang di dalam

piramida Carroll merupakan tanggungjawab filantropis. Tanggungjawab filantropis

Page 22: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

21

bukan merupakan hal yang bersifat egal maupun etis, namun merupakan keinginan

dari pemangku kepentingan.

Gambar 2.5

Piramida CSR untuk Indonesia

Sumber: Hendeberg & Lindgren (2009)

Hendeberg & Lindgren (2009) meletakan Tanggungjawab secata etis di bagian

bawah dari piramida untuk mewakili dasar dari kinerja CSR di Indonesia. Hal ini

dikarenakan oleh pentingnya nilai budaya, norma etika disamping kepercayaan

beragama yang dapat dipandang sebagai sebuah isu yang kompleks bagi perusahaan

yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia. Tanpa membawa etika sebagai

pertimbangan perushaan akan menghadapi kesulitan untuk menjalankan bisnis dan

melakukan CSR. Tanggungjawab legal dan ekonomi diletakan pada bagian tengah

piramida. Dalam berbagai hal, tanggungjawab ekonomi akan dipertimbangkan

sebagai hal yang lebih penting. Namun faktanya adalah perusahaan harus mematuhi

hukum, maka tanggungjawab ekonomi dan legal ditempatkan secara berdampingan.

Tanggungjawab filantropis ditempatkan pada puncak piramida karena dapat

Page 23: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

22

dipandang sebagai tanggungjawab yang kurang penting dibandingkan

tanggungjawab lainnya.

Tanggungjawab filantropis tetap merupakan bagian yang penting dari piramida CSR.

Namun utamanya hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.

Tanggungjawab filantropis di Indonesia tidaklah sama dengan di Negara-negara

maju dikarenakan oleh kendala sosial dan budaya. Negara maju meletakan dasar

CSR pada pajak dan komitmen individu. Sementara itu di Indonesia CSR bersifat

jangka pendek dan tidak sepenuhnya siap untuk dijadikan program nasional dan hal

ini pun diangkat oleh masalah kemiskinan masyarakat.

PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan

Lingkungan) pertama kali diperkenalkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada

tahun 2002. PROPER adalah program nasional yang bersifat sukarela untuk menilai

upaya-upaya perusahaan dalam mengendalikan polusi dan degradasi lingkungan

(http://proper.menlh.go.id).

Tabel 2.1

Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan

Sumber: Sani (2009)

Page 24: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

23

Kinerja suatu perusahaan diklasifikasikan sebagai berikut:

• Peringkat Emas (pengendalian polusi sangat memuaskan).

• Peringkat Hijau (pengendalian polusi melampaui persyaratan Pemerintah).

• Peringkat Biru (pengendalian polusi memenuhi persyaratan minimum Pemerintah).

• Peringkat Merah (pengendalian polusi tidak memenuhi persyaratan minimum

Pemerintah).

• Peringkat hitam (pengendalian polusi tidak diterapkan).

II.1.2 Corporate environmental performance (CEP)

Menurut Sun et al. (2011) perusahaan memperhatikan sisi lingkungannya dalam

melakukan CSR. Pada level mendasar perusahaan akan mematuhi perundang-

undangan lingkungan hidup dan peraturan industry terkait lingkungan hidup. Pada

level yang lebih tinggi perusahaan akan memiliki manajemen lingkungan, mlakukan

penghematan energi dan sumberdaya serta melakukan pengurangan polusi.

ISO 14001 adalah standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan dan

merupakan yang paling umum digunakan di dunia dengan lebih dari 223,000

organisasi tersertifikasi di 159 negara (www.iso.org). ISO 14001 merupakan dasar

dari standar sistem manajemen lingkungan yang secara spesifik mempersayaratkan

pembentukan dan penanganan sebuah sistem manajemen lingkungan. Ada 3 (tiga)

hal yang merupakan komitmen utama yang termuat di dalam kebijakan lingkungan

yang harus dipenuhi dalam ISO 14001 yang berguna untuk memperbaiki kinerja

lingkungan, yaitu; (1) pencegahan polusi, (2) taat terhadap peraturan dan (3) adanya

perbaikan secara terus menerus dari sistem manajemen lingkungan.

Page 25: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

24

Menurut Lam (2011) masyarakat negara berkembang memiliki konsep lingkungan

dan penerapan aturan lingkungan yang lemah. Pengalaman dan penambahan

pengetahuan dari mengikuti proses sertifikasi ISO 14001 memberikan perbaikan

terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Penelitian García et al. (2009) berikutnya

menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki sertifikasi lingkungan

(ISO 14001) memiliki reputasi yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak

memilikinya.

Penelitian Lam (2011) di China menunjukan bahwa secara umum program

lingkungan perusahaan dititikberatkan pada internal, yaitu produksi dan beroperasi

secara efisien. Hanya sedikit perusahaan yang memiliki komitmen untuk

meningkatkan kapasitas pemasok-pemasok lokalnya agar dapat memenuhi kode etik

atau kebijakan lingkungan yang terdapat di dalam program CSR perusahaan dan

untuk memungkinkan rantai pemasok global dalam memenuhi standar lingkungan

internasional. Kendalanya adalah: (1). Kompetisi harga yang tajam, dimana China

merupakan pemasok dengan harga terendah bagi rantai pemasok global, (2).

Beberapa pemerintah daerah yang lebih memilih untuk mengejar pertumbuhan

ekonomi sebagai biaya kesejahteraan lingkungan, (3). Beberapa perusahaan memilih

untuk membayar biaya (denda) lingkungan ketika mencemari lingkungan setempat

dikarenakan denda tersebut tidak terlalu tinggi dalam merfleksikan biaya rusaknya

lingkungan dan (4) Pesan yang diberikan oleh para manajer CSR kepada para

pemasok tidak diterapkan oleh pihak pembeli (purchaser atau procurement)

perusahaan.

Page 26: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

25

II.1.3 Corporate financial performance (CFP)

Parameter yang sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan (CFP) adalah:

(1). Profitability meliputi return on equity (ROE) dan return on sales (ROI), (2).

Asset utilization umumnya return on assets (ROA), (3). Growth meliputi persentase

kenaikan terhadap assets, persentase perubahan terhadap sales, persentase perubahan

terhadap pekerja dalam waktu 3 hingga 5 tahun, (4). Liquidity mencakup cash flow,

acid test dan pay out ratio dan (5) Pengukuran resiko pasar dengan menggunakan α

dan β serta perubahan harga saham. Meskipun menurut Guilar (2012), CSR

bukanlah skenario yang baik ketika digunakan untuk menentukan investasi.

ROA (return on assets) merupakan ukuran relatif yang menunjukan bagaimana

keuntungan sebuah perusahaan dalam menciptakan pendapatan, dinyatakan sebagai:

��� (%) = � � ��

����� ������ 100

ROE (return on equity) merupakan nilai relatif yang menyatakan pendapatan di tahun

fiskal yang didapatkan dari ekuitas, dinyatakan sebagai:

��� (%) = � � ��

������� 100

Net profit margin merupakan nilai relatif yang digunakan untuk mengukur

keuntungan perusahaan dinyatakan sebagai:

��� (%) = � � ��

����� ����� 100

Page 27: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

26

Di dalam keuangan dan akuntansi EBIT (earnings before interest and taxes), disebut

juga sebagai operating profit atau operating income. Operating profit merupakan

ukuran perusahaan yang diluar interest dan income tax expenses. Terdapat perbedaan

antara operating revenues dan operating expenses. Ketika sebuah perusahaan tidak

memiliki non-operating income, maka operating income sering digunakan sebagai

sinonim EBIT dan operating profit.

EBIT = Revenue – Operating expense (OPEX) + Non operating income

Dimana;

Operating income = Revenue – Operating expenses

Arus Kas (cash flows) meupakan arus keuangan perusahaan yang didapat dari

aktivitas operasi, investasi dan aktivitas keuangan.

II.2 Kerangka Pemikiran

Perusahaan yang memiliki strategi lingkungan berupa sistem manajemen lingkungan

(ISO 14001, PROPER, instalasi pengolahan limbah) akan memiliki kinerja

lingkungan yang baik (García et al., 2009). Kinerja lingkungan yang baik tersebut

akan mendapatkan keunggulan kompetitif di waktu mendatang secara nyata

meningkatkan level kinerja lingkungan mereka. Dengan kata lain, perbaikan kinerja

lingkungan ini dapat mengakibatkan penghematan biaya dan meningkatkan

penjualan, sehingga dapat memperbaiki kinerja keuangan perusahaan.

Terdapat hubungan antara kinerja lingkungan yang baik dengan kinerja keuangan

yang bagus. Atas dasar beberapa pendapat di atas, maka terdapat hubungan antara

Page 28: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

27

sistem manajemen lingkungan, pengungkapan informasi lingkungan, program untuk

mengurangi dampak lingkungan dan pelaporann konsumsi energi terhadap kinerja

lingkungan, selanjutnya kinerja lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap

kinerja keuangan Moneva & Ortas (2010).

Gambar 2.6

Kerangka Konseptual

Sumber: Moneva & Ortas (2010)

2008 2009

2010

2011

CEP

RFCP Profit

margin

ROA

ROE

CFP

EC EC 1

EC2

EC 3

EC 4

ED

ED1

ED2

ED3

ED4

ED5

PREI

PREI6

PREI1

PREI2

PREI3

PREI4

PREI5

EMS

EMS1

EMS2

EMS3

EMS4

EMS5

EMS6

EMS7

EMS8

ACFP

cashflow

Operating

profit

Page 29: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

28

Tabel 2.2

Indikator Kinerja Lingkungan dan Keuangan Perusahaan

Faktor Deskripsi indikator

Environmental disclosure (ED)

ED1

ED2

ED3

ED4

ED5

Memiliki laporan tahunan dan laporan keberlanjutan secara terpisah

Terdapat informasi terkait lingkungan di website perusahaan

Memiliki kebijakan dan prinsip lingkungan

Memiliki deskripsi Sistem Manajemen Lingkungan

Terdapat informasi data kuantitatif pada indikator lingkungan

Environmental Management System (EMS)

EMS1

EMS2

EMS3

EMS4

EMS5

EMS6

EMS7

EMS8

Level isu lingkungan merupakan tanggungjawab manajemen/board

Memiliki departemen lingkungan

Memilki SML (Sistem Manajemen Lingkungan)

Menentukan target kinerja lingkungan secara kuantitatif

Melakukan monitoring terhadap dampak lingkungannya

Melakukan internal audit

Melakukan external audit (pihak ketiga)

Melakukan training untuk lingkungan bagi para pekerjanya

Programs to reduce Environmental Impact (PREI)

PREI1

PREI2

PREI3

PREI4

PREI5

PREI6

Memasukan dampak lingkungan ke dalam riset dan pengembangan

Program untuk mengurangi pemakaian air

Program untuk mengurangi emisi udara

Program untuk mengurangi polusi air

Program untuk mengurangi dampak limbah

Program untuk memperbaiki efisiensi pemakaian energy

Energy Consumption (EC)

EC1

EC2

EC3

EC4

Pemakaian listrik

Pengginaan gas

Penggunaan minyak

Penggunaan lainnya

Relative Corporate Financial Performance (RCFP)

RCFP1

RCFP2

RCFP3

Return on Asset (ROA)

Profit margin

Return on Equity (ROE)

Absolute Corporate Financial Performance (ACFP)

ACFP1

ACFP2

Arus kas

Keuntungan operasional

Sumber: Moneva & Ortas (2010)

Page 30: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

29

II.3 Hipotesa Penelitian

Menurut Moneva & Ortas (2010), pendekatan para pemangku kepentingan yang

dikemukan oleh Freeman memacu penelitian yang dilakukan van Beurder dan

Gössling di tahun 2008. Penelitian tersebut adalah untuk melihat hubungan antara

CSR dan kinerja keuangan yang menghasilkan korelasi posif antara keduanya dalam

jangka waktu panjang. Beberapa penelitian membahas tentang terdapatnya hubungan

antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan. Secara umum adalah dengan

menggunakan instrumen ISO 14000/1 dan PROPER (García et al., 2009) sebagai

pengukur kinerja lingkungan.

Terdapat 32 (tiga puluh dua) penelitian yang dilakukan untuk menemukan hubungan

antara CEP dan CFP sejak tahun 1985 hingga tahun 2008 (Molina-Azorín et al.,

2009). Terdapat 24 (dua puluh empat) penelitian menemukan kinerja lingkungan

dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan. Delapan (8) penelitian

menemukan bahwa CEP berdampak negatif terhadap CFP. Namun hanya 4 (empat)

penelitian memiliki temuan bahwa keduanya tidak memiliki hubungan (netral).

Clemens & Bakstran (2010) menjabarkan bahwa kinerja keuangan perusahaan

dipengaruhi oleh strategi lingkungan dan kinerja kinerja lingkungan perusahaan baik

secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan teori dan tujuan strategis

(Gambar 2.2). Model 1 dan Model 3 di dalam Gambar 2 menekankan bahwa strategi

(lingkungan) memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung

terhadap kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan Model 2

dan Model 4 di dalam Gambar 2.2 menunjukan bahwa melalui pendekatan teori

Page 31: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

30

keterbatasan sumberdaya, kinerja lingkungan perusahaan memberikan pengaruh

terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Gambar 2.7

Hubungan antara CEP dan CFP

Sumber: Clemens & Bakstran (2010)

Dengan mengacu kepada berbagai penelitian di atas dan studi terakhir yang

dilakukan oleh Moneva & Ortas (2010), maka hipotesa utama di dalam penelitian

disusun sebagai berikut:

Ha: Terdapat pengaruh positif antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan

perusahaan di waktu mendatang.

Page 32: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi empiris yang dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara kinerja lingkungan dan keuangan perusahaan dengan mengacu kepada

penelitian sebelumnya yang dilakukan Moneva & Ortas (2010). Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah testing hypothesis (uji hipotesis) atau

menggunakan pendekatan saintifik (Hartono, 2012). Uji hipotesis adalah penelitian

yang mencoba menjelaskan sifat dari suatu hubungan/pengaruh tertentu, melihat

perbedaan-perbedaan tertentu dalam beberapa kelompok atau independensi dari 2

(dua) faktor atau lebih dalam suatu situasi (Sugiyono, 2012).

Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja lingkungan

perusahaan (CEP) terhadap kinerja keuangan perusahaan (CFP). Pengujian ini

dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan dan di Industri

Dasar dan Kimia yang go public di Indonesia. Unit analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah perusahaan, yaitu dengan menggunakan 96 perusahaan di

Industri Pertambangan dan di Industri Dasar dan Kimia yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI/IDX).

Berdasarkan prosesnya, penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik. Penelitian

kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang bersifat obyektif, mencakup

pengumpulan dan analisis data serta menggunakan metode pengujian statistik.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengambilan data di basis data

Page 33: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

32

(sekunder) dan content analisys dengan cross sectional data, yaitu pengumpulan dan

pengamatan data yang dilakukan pada suatu titik waktu tertentu (Hartono, 2012).

III.2 Populasi Sampel dan Metode Pengumpulan Data

Sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di

Industri Pertambangan dan Industri dasar dan kimia yang terdaftar BEI (go public) di

Indonesia. Sebagaimana telah disebutan di awal, perusahaan-perusahaan yang berada

di Industri Pertambangan dan di Industri Dasar dan Kimia dipilih sebagai unit analisa

karena berhubungan dengan sumberdaya alam (sesuai UU PT No. 40 / tahun 2007).

Selain itu, perusahaan-peruahaan di kedua industri tersebut mendapatkan tekanan-

tekanan lebih banyak terhadap isu-isu yang berhubungan dengan sumberdaya alam

dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berada di industri lainnya.

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Penelitian

No Deskripsi Jumlah

1

Terdaftar di BEI (2012)

a. Industri Pertambangan

b. Industri Dasar dan Kimia

464

36

60

2 Total 96

Sumber: www.idx.co.id

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data

sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metoda

Studi Literatur. Kinerja keuangan perusahaan didapatkan dari data berupa Ringkasan

Page 34: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

33

Laporan Keuangan dan Laporan Keuangan Perusahaan tahun 2009, 2010 dan 2011

yang diakses dari website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id). Sedangkan

penyingkapan atau penilaian terhadap aspek lingkungan menggunakan penelusuran

terhadap Laporan Keberlanjutan tahun 2008, Laporan Tahunan tahun 2008 dan

Website masing-masing perusahaan tersebut.

III.3 Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah CEP dan CFP, dimana

variabel CFP merupakan variabel dependen dari CEP (Moneva & Ortas, 2010). CEP

dipengaruhi oleh ED (environmental disclosure), EMS (environmental management

system), PREI (program to reduce environmental impact) dan EC (energy

consumptions). Sedangkan CFP dipengaruhi oleh RCFP (Relative Financial

Performance) dan ACFP (Absolute Financial Performance). Variabel laten

(konstruk) RCFP diukur dengan menggunakan indikator return on assets (ROA),

profit margin dan return on equity (ROE), sedangkan variabel laten ACFP diukur

dengan menggunakan indikator cash-flow dan operating profit. Untuk variable CEP

yang akan digunakan adalah pada tahun 2008, sedangkan CFP yang digunakan

adalah pada tahun 2009, 2010 dan 2011.

Variabel laten (konstruk) ED, EMS, PREI dan EC diukur dengan menggunakan

content analisyst dengan memberikan nilai 1 dan 0 pada terdapat atau tidaknya 23

indikator kinerja lingkungan perusahaan yang terdapat di dalam Tabel 3.1 di atas

terhadap laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2008, laporan tahunan

perusahaan tahun 2008 dan website perusahaan.

Page 35: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

34

Tabel 3.2

Varibel dan Pengukurannya

No Variabel dan dimensi Indikator

1 CEP

environmental

disclosure

environmental

management system

program to reduce

environmental impact

energy consumptions

1. Memiliki laporan tahunan dan laporan keberlanjutan

secara terpisah.

2. Terdapat informasi terkait lingkungan di website

perusahaan.

3. Memiliki kebijakan dan prinsip lingkungan.

4. Memiliki deskripsi Sistem Manajemen Lingkungan.

5. Terdapat informasi data kuantitatif pada indikator

lingkungan.

1. Level isu lingkungan merupakan tanggungjawab

manajemen/board.

2. Memiliki departemen lingkungan.

3. Memilki Sistem Manajemen Lingkungan.

4. Menentukan target kinerja lingkungan secara

kuantitatif.

5. Melakukan monitoring terhadap dampak

lingkungannya.

6. Melakukan audit (internal).

7. Melakukan audit dari pihak ketiga (eksternal).

8. Melakukan training untuk lingkungan bagi para

pekerjanya.

1. Memasukan dampak lingkungan ke dalam riset dan

pengembangan.

2. Program untuk mengurangi pemakaian air.

3. Program untuk mengurangi emisi udara.

4. Program untuk mengurangi polusi air.

5. Program untuk mengurangi dampak limbah.

6. Program untuk memperbaiki efisiensi pemakaian

energi.

1. Pemakaian listrik.

2. Penggunaan gas.

3. Penggunaan minyak.

4. Penggunaan lainnya.

2 CFP

relative corporate

financial performance

absolute corporate

financial performance

1. return on assets

2. profit margin

3. return on equity

1. cash-flow

2. operating profit

Sumber: Moneva & Ortas (2010)

Page 36: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

35

III.4 Metode Analisis

Metode analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM)

yang diolah dengan software Analysis of Moment Structure (AMOS) versi 7.0.

Tujuan metode ini adalah untuk menguji hubungan antar variabel yang kompleks.

Dengan menggunakan SEM memungkinkan untuk menguji secara bersama-sama

model struktural yaitu hubungan antara konstruk independen dan dependen dan

mengukur hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten).

SEM merupakan teknik statistik yang memungkinkan sejumlah hubungan antara satu

variabel atau lebih variabel bebas, baik bersama atau terpisah. Hipotesa ini diuji pada

tingkat signifikasi sebesar 0,05 dan tingkat keyakinan 95%. Uji hipotesa dilakukan

dengan cara membandingkan p-value dan a (0,05) dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika p-value (α) ≥ 0,05 maka Ho diterima ( tidak ada hubungan yang signifikan)

Jika p-value (α) < 0,05 maka Ho ditolak (ada hubungan yang signifikan)

Untuk mengetahui t-tabel digunakan ketentuan n-2 pada level of significance (a)

sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0.05) atau taraf kepercayaan 95% atau 0,95.

Jadi apabila tingkat kesalahan suatu variabel lebih dari 5% berarti variabel tersebut

tidak signifikan. Sebelum menganalisa hipotesa yang diajukan, terlebih dahulu

dilakukan pengujian kesesuaian model (absolute fit measure).

III.4.1 Absolute fit measure

Absolute fit measure yaitu mengukur model fit secara keseluruhan (baik model

structural maupun model pengukuran bersama). Kriterianya dengan melihat nilai chi-

square, significance of probability, goodnes of-fit index, root square mean of

Page 37: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

36

approximation. Menurut Hartono (2012), pengujian kai kuadrat (chi-square test)

digunakan untuk menguji perbedaan yang signifikan antara distribusi data yang

dioservasi dengan distribusi yang diharapkan untuk beberapa kategori. Hasil

pengujian tingkat kesesuaian model (Goodnes of fit) di tampilkan pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Kriteria Goodnes of Fit

Goodness of fit index Kriteria (cut-off value)

X² - Chi-square diharapkan kecil

Significance of probability (α) ≥0,05

RMSEA ≤ 0,10

NFI ≥ 0,90

RFI ≥ 0,90

TLI ≥ 0,90

CFI ≥ 0,90

Sumber: Hartono (2012)

III.4.1 Content Analysis

Pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan diukur dengan menggunakan metode

content analisyst. Content analysis adalah metode yang digunakan untuk

memindahkan data penelitian kualitatif menjadi data kuantitatif dalam bentuk kode

(Gunawan, 2010). Proses analisa konten dilakukan dengan mengubah informasi

kualitatif ke dalam bentuk skor (1 atau 0). Yaitu dengan memberikan nilai 1 dan 0

pada terdapat atau tidaknya 23 indikator kinerja lingkungan perusahaan. terhadap

laporan keberlanjutan perusahaan tahun 2008, laporan tahunan perusahaan tahun

2008 dan website perusahaan.

Page 38: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

37

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

IV.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Dari 96 perusahaan di sektor pertambangan dan industri kimia dasar yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia, hanya 91 perusahaan yang dapat digunakan dalam penelitian

ini sebagai unit analisa. Kemudian dari 91 perusahaan tersebut, 12 perusahaan

dikeluarkan karena memiliki indikator keuangan yang terlalu ekstrim (outliers)

dibandingkan keseluruhan sampel sehingga tidak dapat digunakan di dalam model

yang dipakai di dalam penelitian ini (Tabel 4.1).

Tabel 4.1

Obyek Penelitian

No Deskripsi Jumlah error outliers Total

1

Terdaftar di BEI (2012)

Industri Pertambangan

Industri Dasar dan Kimia

464

36

60

4

1

6

6

26 (72%)

53 (88%)

2 Total 96 5 12 79 (82%)

Sumber: Hasil perhitungan

Error = tidak dapat di akses, data laporan keuangan maupun kinerja lingkungan tidak

tersedia ataupun delisted

IV.2 Analisa Statistik Deskriptif

Dari 79 unit analisa yang dapat digunakan memiliki kinerja keuangan sangat

beragam selama tahun 2009 hingga tahun 2011 yang tercermin dari berbagai

indikator-indikator keuangan (tabel 4.2).

Page 39: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

38

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif

Indikator Mean Minimum Maksimum

CEP

- ED

o ED1

o ED2

o ED3

o ED4

o ED5

- EMS

o EMS1

o EMS2

o EMS3

o EMS4

o EMS5

o EMS6

o EMS7

o EMS8

- PREI

o PREI1

o PREI2

o PREI3

o PREI4

o PREI5

o PREI6

- EC

o EC1

o EC2

o EC3

o EC4

8,19

2,1

0,21

0,61

0,64

0,64

0,09

3,76

0,46

0,25

0,65

0,64

0,09

0,68

0,60

0,46

2,01

0,34

0,14

0,35

0,42

0,53

0,23

0,29

0,08

0,05

0,05

0,11

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

23

5

1

1

1

1

1

8

1

1

1

1

1

1

1

1

6

1

1

1

1

1

1

4

1

1

1

1

CFP

- RCFP

o RCFP1

o RCFP2

o RCFP3

- ACFP

o ACFP1

o ACFP2

-11,99

7,87

-54,52

9,84

421.666

578.503

611,185

-61,97

-637,47

-972,3

-1.607.659

-518.806

65,63

74,13

322,55

6.864.567

10.194.784

Sumber: hasil perhitungan

Page 40: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

39

IV.2.1 Corporate environmental performance

Tabel di atas mencerminkan besarnya mean, nilai maksimum dan minimum untuk

variabel yang diukur. Pada indikator pengukuran mengenai CEP (kinerja lingkungan

perusahaan) diperoleh nilai mean sebesar 8,19 dengan nilai minimum 0 dan nilai

maksimum 23. Hanya 4 perusahaan (Aneka Tambang, Holchim Indonesia, Indah Kia

Pulp & Paper dan Bukit Asam) di dalam penelitian ini yang memiliki kinerja

lingkungan maksimum (memiliki informasi 23 indikator kinerja lingkungan). 23

perusahaan tidak memiliki informasi terkait indikator kinerja lingkungan (bernilai 0),

dimana 5 di antaranya adalah perusahaan di Industri Pertambangan sedangkan 18

sisanya adalah perusahaan di Industri Dasar dan Kimia . Tidak terdapatnya informasi

perusahaan di laporan keuangan dan website serta tidak memiliki laporan

keberlanjutan menghasilkan CEP yang diperoleh oleh perusahaan di dalam penelitian

ini rendah atau hanya sebesar 36%.

Jatuhnya Enron dan WorldCom, serta auditor mereka Arthur Andersen, yang

disebabkan oleh keragu-raguan praktik akuntansi, telah menaikan tingkat

pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan besar dan demikian juga terhadap

auditor-auditornya (Jalal, 2010). Pengawasan yang ketat ini pun juga terjadi di

Indonesia (pasal 66 UU PT No 40/2007), terlihat dari laporan keuangan (annual

report) lebih banyak halaman menampilkan profil direksi, komisaris dan komite

audit termasuk gaji dan honorarium mereka dibandingkan informasi kinerja

lingkungan perusahaan yang diperlukan di dalam penelitian. Bahkan pada beberapa

laporan tidak terdapat pemaparan kinerja lingkungan.

Page 41: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

40

IV.2.1.1 Environmental disclosure

Untuk nilai environmental disclosure tidak terlalu tinggi hal ini terlihat dari nilai

mean untuk ED adalah 2,1. Perusahaan memiliki kecenderungan untuk menahan

informasi yang bersifat kurang baik (bad news). Beberapa perusahaan yang memiliki

kategori PROPER merah (pengendalian polusi tidak memenuhi persyaratan

minimum Pemerintah) dan hitam (pengendalian polusi tidak diterapkan) baru

melaporkan atau mengungkapkannya di website, laporan keberlanjutan dan laporan

keuangan ketika memperoleh kategori biru (pengendalian polusi memenuhi

persyaratan minimum Pemerintah), hijau (pengendalian polusi melampaui

persyaratan Pemerintah) atau emas (pengendalian polusi sangat memuaskan).

Hanya 11 (sebelas) perusahaan (14%) dari 79 perusahaan yang menjadi unit analisa

di dalam penelitian ini memiliki laporan keberlanjutan (sustainability report) dan

laporan tahunan (annual report) terpisah. Untuk 68 perusahaan lainnya informasi

terkait pengungkapan kinerja lingkungan perusahaan hanya dapat diakses melalui

laporan tahunan dan website perusahaan. Namun demikian hanya 7 perusaahaan

(9%) yang berani mengungkapkan data kuantitatif terkait informasi kinerja

lingkungannya. Hal ini terlihat dari nilai mean ED1 dan ED5 masing-masing sebesar

0,14 dan 0,09.

Informasi lingkungan yang umumnya diungkapkan baik di dalam website, lapoporan

tahunan dan laporan keberlanjutan masing-masing perusahaan adalah sistem

manajemen lingkungan adalah memiliki instalasi pengolahan limbah atau melakukan

pemanfaatan limbah ke dalam proses produksi, mengunakan bahan baku produk daur

ulang atau recycle, memperoleh sertifikasi sistem manajemen lingkungan

Page 42: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

41

internasional ISO 14001, mendapatkan penghargaan PROPER biru, hijau dan emas

serta informasi terkait prinsip dan kebijakan lingkungan perusahaan (environmental

policy and principle). Dari hasil penelusuran informasi terlihat 51 perusahaan (65%)

melakukan hal ini dan 48 perusahaan (51%) diantaranya melakukan publikasi di

website mereka. Hal ini terlihat dari nilai mean untuk ED2 sebesar 0,61 sedangkan

ED3 dan ED4 memiliki nilai mean yang sama masing-masing sebesar 0,65.

IV.2.1.2 Environmental management system

Untuk environmental management system nilainya cukup tinggi, 51 perusahaan atau

sekitar 65% dari unit analisa melaporkan telah memilki sistem manajemen

lingkungan. Namun demikian, dari keempat dimensi dari variabel laten CEP, EMS

merupakan dimensi kinerja lingkungan yang memiliki nilai mean tertinggi

dibandingkan ketiga dimensi CEP lainnya (ED, PREI dan EC) yaitu 3,76.

Perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan umumnya memiliki sistem

manajemen lingkungan yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan di

Industri Dasar dan Kimia. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya tekanan terhadap

perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan dibandingkan terhadap perusahaan-

perusahaan di Industri Dasar dan Kimia. Selain karena tingginya kontribusi industri

Pertambangan terhadap penerimaan negara (APBN), faktor lainnya adalah industri

pertambangan mendapatkan pengawasan langsung dari Kementrian ESDM.

Perusahaan yang berada di sub sektor Migas (Medco, Energi Mega Persada, Benakat

Petroleum dan Harum Energy) mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah

melalui SKSPMIGAS (eks BPMIGAS), badan yang ditunjuk pemerintah selaku

Page 43: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

42

pengelola dan pengawas industri hulu migas. Sedangkan untuk kontraktor

Engineering, Procurement, Construction and Installation (Elnusa, Ratu Prabu) dan

Service Companies (Petrosea, Mitra, Perdana Karya Perkasa dan Benakat Petroleum)

ketika melakukan pekerjaan harus memiliki standar dan klasifikasi pekerjaan yang

dkeluarkan oleh Dirjen Migas. Untuk sub sektor pertambangan terbuka pengawasan

dilakukan oleh Dirjen Minerba. Sedangkan untuk Industri Dasar dan Kimia tidak ada

Kementrian yang melakukan pengawasan secara khusus.

Dari penelusuran informasi lingkungan, 36 perusahaan (46%) membawa isu

lingkungan kepada level manajemen ataupun direksi dan komisaris (boards). Nilai

mean EMS1 senilai 0,46 menunjukan bahwa kurang dari separuh perusahaan yang

dijadikan unit analisa di dalam penelitan ini membawa isu lingkungan kepada level

pimpinannya, jadi bisa dikatakan bahwa isu lingkungan bukanlah hal yang serius

bagi para pimpinan perusahan atau cukup hanya ditangani oleh para staff saja.

Perbedaan jenis industri akan memberikan perlakuan, tekanan dan prioritas

penanganan terhadap isu pada tingkat yang berbeda terhadap perusahaan-perusahaan

yang berada di industri tersebut (Chand, 2006).

Hanya 20 perusahaan (25%) yang melaporkan memiliki departemen lingkungan

sendiri, dimana hanya 6 perusahaan di Industri Dasar dan Kimia, sisanya 14

perusahaan di Industri Pertambangan. Dari 26 perusahaan pertambangan yang

digunakan di unit analisa ini, beberapa perusahan tidak memerlukan departemen

lingkungan sendiri dan akan bernaung terhadap departemen lingkungan mereka

karena perusahaan-perusahaan tersebut merupakan subkontraktor Engineering,

Procurement, Construction and Installation (Elnusa, Ratu Prabu) dan Service

Page 44: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

43

Companies (Petrosea, Mitra Perdana Karya Perkasa dan Benakat Petroleum) dari

perusahaan tambang yang merupakan block operator atau kontraktor dari pemerintah

Indonesia dan berperan sebagai pihak manajemen kawasan pertambangan.

Sedangkan Borneo Lumbung Energy, Bumi Resources dan Central Omega

Resources merupakan perusahaan yang melakukan portofolio investasi dan aset pada

perusahaan lain di sektor pertambangan dan energi. Maka bila perusahaan di industri

Pertambangan melakukan aktivitas produksinya dan bukan merupakan kontraktor

maka akan membentuk departemen lingkungan sendiri.

Nilai mean untuk EMS2 rendah yaitu senilai 0,25 hal ini mencerminkan sedikitnya

perusahaan di Industri Dasar dan Kimia yang memiliki departemen lingkungan

sendiri, karena sebagian besar bentuk organisasi perusahaan di industri ini disusun

berdasarkan gugus produksi bukan gugus fungsi. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa lingkungan menjadi sebagian tanggungjawab dari semua departemen di

perusahan-perusahaan tersebut karena departemen lingkungannya tidak berdiri

sendiri untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja lingkungan perusahaan.

Dari 79 Perusahaan tersebut, 51 perusahan (65%) sudah memiliki sistem manajemen

lingkungan dimana 35 perusahaan diantaranya sudah memiliki standar manajemen

lingkungan internasional (ISO 14001) maupun telah mendapatkan pengakuan dan

penghargaan dari pemerintah Indonesia (memperoleh PROPER peringkat biru, hijau

dan emas). Sedangkan 16 perusahaan lainnya melaporkan telah melkukan upaya

pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UKL/UPL) seperti yang dipersayaratkan di

dalam analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan melakukan pengolahan

limbah dengan memilki instalasi pengelolaan limbah (IPAL atau IPC) serta

Page 45: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

44

menggunakan bahan baku produk yang ramah lingkungan maupun hasil pengolahan

kembali limbah dari proses produksi (recycle). Perusahaan sangat berhati-hati

terhadap isu lingkungan, yang tercermin dari ketika menggunakan audit dari pihak

ketiga (eksternal) sebelumnya melakukan audit internal dan monitoring terlebih

dahulu serta melakukan training terhadap para pekerjanya yang berhubungan

langsung sebelum berhubungan dengan pihak luar. Nilai mean EMS3, EMS4, EMS6,

EMS7 dan EMS8 berkisar di antara (0,46 hingga 0,68).

Penelitian Sebhatu & Enquist (2007) dan Berthelot & Coulmont (2004) juga

menunjukan tingginya perusahaan yang menggunakan ISO 14001 dalam menerapkan

strategi untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Dari penelusuran laporan

keberlanjutan dan laporan tahunan perusahaan ditemukan bahwa hal ini terjadi

dikarenakan banyak perusahaan-perusahaan tersebut melakukan perdagangan ke luar

Indonesia (ekspor).

Temuan lainnya adalah meskipun beberapa perusahaan di Industri Dasar dan Kimia

tidak mengungkapkan sistem manajemen lingkungan mereka, namun karena

berorientasi ekspor perusahaan-perusahaan tersebut melakukan standar manajemen

mutu (ISO 9001) dan manajemen keamanan pangan (ISO 22000). Hal yang sama

juga terjadi di Industri pertambangan, sebelumnya angka kematian dan resiko

pekerjaan yang tinggi di Industri ini bila bandingkan dengan industri lainnya

membuat banyak perusahaan di Industri Pertambangan lebih menekankan kepada

aspek keselamatan dalam bekerja. Hal ini terlihat dengan banyaknya perusahaan

melakukan kampanye budaya keselamatan kerja yang baik melalui OHSAS 18001

dan penghargaan zero accident award dari Kementrian Tenaga Kerja. Karena

Page 46: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

45

penilaian CEP di dalam penelitian ini hanya mengukur kinerja lingkungan

perusahaan yang mengacu kepada dimensi dari penelitian yang telah dilakukan oleh

Moneva & Ortas (2010), maka hal tersebut tidak memiliki nilai tambah bagi

perusahaan-perusahaan tersebut di dalam penelitian ini.

Meskipun perusahaan tidak melaporkan telah menetapkan target lingkungan yang

tercermin dari rendahnya nilai mean EMS5 (0,09), namun pihak perusahaan sangat

takut kalau limbah yang dihasilkan melebihi nilai ambang batas baku mutu

lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementrian lingkungan Hidup dan menjadi

patokan penilaian petugas Badan Pengawas Lingkungan Hidup setempat. Biaya yang

dikeluarkan perusahan untuk melakukan pengolahan limbah hingga memenuhi

ambang batas pun tidak sedikit, namun hal ini tidak dimuat atau dilaporkan oleh

perusahaan.

IV.2.1.3 Program to reduce environmental impact

Berkembangnya isu lingkungan belakangan ini membuat perusahaan melaporkan

telah melakukan program untuk mengurangi dampak lingkungan di dalam laporan

keberlanjutan, laporan tahunan maupun di website perusahaan. Hal ini terlihat dari

nilai mean PREI sebesar 2,01. Meskipun yang program yang dilaporkan tersebut

paling banyak adalah mengurangi dampak limbah dan polusi air (nilai mean 0,53 dan

0,42), beberapa perusahaan sudah mulai menjalankan program untuk mengurangi

emisi udara (nilai mean 0,35) dan memasukan dampak lingkungan ke dalam riset dan

pengembangan (nilai mean 0,34).

Page 47: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

46

Namun demikian masih sedikit perusahaan melaporkan telah melakukan program

penghematan sumberdaya, seperti untuk untuk memperbaiki efisiensi pemakaian

energi (nilai mean 0,23) dan mengurangi pemakaian air (nilai mean 0,14).

IV.2.1.4 Energy consumptions

Tidak banyak perusahaan melaporkan penggunaan energi atau bahan bakar di dalam

laporan keberlanjutan, laporan tahunan maupun di website perusahaan. Hal ini

terlihat dari nilai mean EC yang rendah dibandingkan dimensi CEP lainnya yaitu

0,29. Dari segi pemakaian listrik menghasilkan nilai mean 0,08, sedangkan nilai

mean untuk penggunaan gas dan minyak sebagai bahan bakar sebesar 0,05 dan

penggunaan lainnya seperti air, listrik dari power plant sendiri yang dihasilkan

melalui clean development mechanism memiliki nilai mean 0,11.

Pencegahan polusi dan taat terhadap peraturan pengendalian polusi memenuhi

persyaratan minimum Pemerintah merupakan hal yang fundamental bagi sistem

manajemen lingkungan internasional (ISO 14001) dan peringkat kinerja lingkungan

(PROPER). Investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mencapai kedua hal

tersebut tidaklah sedikit. Tidak banyak perusahaan yang bersedia mengeluarkan

informasi terkait penggunaan energi, hal ini masih belum menjadi praktik bisnis yang

umum di Indonesia dan merupakan hal yang sensitif karena dapat memberikan

penilaian inefisiensi kinerja perusahaan dengan adanya pengungkaan informasi-

informasi tersebut.

Pengungkapan informasi kinerja lingkungan yang rendah disebabkan oleh rendahnya

tingkat pemahaman dan pelaporan terhadap CSR oleh perusahaan dan rendahnya

Page 48: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

47

tingkat pelibatan masyarakat sebagai pengontrol kegiatan perusahaan (Chapple &

Moon, 2005). Kinerja lingkungan belum menjadi prioritas di dalam CSR perusahaan.

Pengungkapan informasi CSR perusahaan lebih banyak terkait philanthropy atau

charity, yang merupakan perwujudan dari nilai gotong royong (Saleh et al. ,2011).

IV.2.2 Corporate financial performance

Secara umum, kinerja keuangan perusahaan-perusahaan di Industri Pertambangan

relatif lebih tinggi daripada perusahaan-perusahaan di Industri Dasar dan Kimia, hal

ini disebabkan karena kegiatan pertambangan tidak memerlukan bahan baku dan

bersifat ekstraktif (pengambilan bahan yang terdapat di alam). Meskipun pengurusan

perijinannya kawasan (ijin usaha pertambangan) cukup panjang dan memakan waktu

(bila lokasi tambang terdapat di kawasan hutan proses perijinan bisa mencapai 1

tahun), namun perijinan ini berlaku antara 20 hingga 30 tahun untuk satu kali

pengurusan ijin. Perusahaan pertambangan di masa eksplorasi dan proses pengurusan

ijin belum berproduksi sehingga akan mendapatkan keuntungan yang negatif (rugi)

karena sudah mengeluarkan biaya untuk operasionalnya. Hal lainnya adalah sektor

pertambangan tidak perlu memiliki gudang (warehouse), karena produksi mereka

berasal dari deposit bahan alam yang terdapat di dalam tubuh bumi.

IV.2.2.1 Relative corporate financial performance

Nilai mean untuk absolute relative perfrormance adalah -11,99. Hal ini menunjukan

bahwa rata-rata kinerja keuangan perusahaan yang digunakan di dalam penelitian ini

secara relatif memiliki kerugian. Nilai mean untuk return on assets dan return on

Page 49: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

48

equity masing masing sebesar 7,87 dan 9,84 sedangkan nilai mean untuk profit

margin adalah -54.52. Meskipun perusahaan-perusahaan yang digunakan di dalam

penelitian ini mengalami peningkatan pengembalian terhadap asset dan equity namun

secara umum mengalami kerugian selama tahun 2009 hinga tahun 2011.

IV.2.2.2 Absolute corporate financial performance

Nilai mean untuk absolute corporate financial performance sebesar 421 miliar

rupiah. Nilai mean untuk cash flow 578 miliar rupiah dengan nilai terkecil adalah

perusahaan yang mengalami kekurangan cash flow sebesar 1,6 triliun rupiah dan

tertinggi (Bumi Resources) adalah perusahaan yang mengalami kelebihan cash flow

sebesar 6,8 triliun rupiah (Indocement Tunggal Prakarsa).

Perusahaan yang go public tidak hanya menggunakan cash flownya hanya untuk

operasional, namun juga untuk melakukan pengembalian modal yang bersumber dari

hutang dan untuk melakukan investasi di perusahaan lain untuk mendukung aktivitas

bisnisnya. Nilai mean untuk operating profit sebesar 611 miliar rupiah, dengan nilai

terendah adalah perusahaan yang mengalami kerugian 518 miliar rupiah (Barito

Pacific) dan tertinggi adalah perusahaan yang mendapatkan keuntungan sebesar 10,1

triliun rupiah (Bumi Resources).

IV.3 Hasil Temuan Penelitian

Dari hasil pengujian hipotesis (tabel 4.3) terlihat bahwa dengan berbagai pendekatan

yang digunakan memberikan hasil temuan bahwa model yang dihasilkan untuk

melihat hubungan antara kinerja lingkungan perusahaan di tahun 2008 terhadap

Page 50: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

49

kinerja keuangan tahun 2009 dan tahun 2011 tidak goodness of fit tetapi marginal fit.

Sedangkan untuk melihat hubungan antara kinerja lingkungan perusahaan tahun

2008 dengan kinerja keuangan perusahaan tahun 2010 goodness of fit.

Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah; (1) Penilaian terhadap

kinerja lingkungan di dalam penelitian ini dilakukan hanya dengan terdapat atau

tidaknya indikator kinerja lingkungan di dalam laporan tahunan tahun 2008, laporan

keberlanjutan tahun 2008 dan website perusahaan tanpa menilai kualitas kinerja

lingkungan perusahaan. (2) Informasi yang terdapat di dalam laporan-laporan dan

website tersebut besifat dari perusahaan (self procaim), belum ada feedback maupun

respon dari stakekeholder-stakeholder lainnya. Verifikasi yang dilakukan lebih

bersifat kepada tatacara penyampaian laporan; (3) Ketersediaan informasi yang

didapat terbatas kepada informasi yang diberikan oleh perusahaan. Informasi kinerja

lingkungan yang diberikan belum dapat memberikan atau menggambarkan hubungan

dengan kinerja keuangan, karena yang dilakukan perusahaan belum bersifat strategis,

yaitu belum dapat memberikan imbal hasil yang nyata terhadap perusahaan.

Tabel 4.3

Hasil Pengujian Hipotesis

Goodness of

fit index

Criteria

(cut-off value) CEP 2008 →

CFP 2009

CEP 2008 →

CFP 2010

CEP 2008→

CFP 2011

X² - Chi-

square

diharapkan

kecil 32,56* 26,84* 37,79*

Significance

probability ≥0,05 0,114* 0,312* 0,036

RMSEA ≤ 0,10 0,068* 0,039* 0,086*

NFI ≥ 0,90 0,925* 0,946* 0,926*

RFI ≥ 0,90 0,887 0,919* 0,889

TLI ≥ 0,90 0,968* 0,991* 0,956*

CFI ≥ 0,90 0,978* 0,994* 0,971*

Sumber: hasil perhitungan *goodness of fit

Page 51: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

50

Tabel 4.4

Pengujian Hipotesis

Hipotesa Koefisien p-value Kesimpulan

Ha CEP � CFP

CEP 2008 � CFP 2009 0,046 0,670 Ha ditolak

CEP 2008 � CFP 2010 0,105 0,307 Ha ditolak

CEP 2008 � CFP 2011 0,104 0,354 Ha ditolak

Sumber: hasil perhitungan Signifikasi pada p < 0,05

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah menguji pengaruh antara CEP terhadap CFP.

Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) disusun sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat pengaruh antara CEP terhadap CFP.

Ha: Terdapat pengaruh antara CEP terhadap CFP.

Analisa data diperoleh dari hasil pengujian terhadap hipotesis. Tujuan dari pengujian

hipotesis adalah untuk menolak hipotesis nol (Ho) sehingga hipotesis alternatif (Ha)

bisa diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi dari tiap-tiap

hubungan. Adapun batas toleransi kesalahan (α) yang digunakan adalah 5%. Apabila

p < α atau p < 0,05 maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel x

terhadap variabel y. Hasil perhitungan dapat dilihat dari pada tabel di bawah ini.

Hasil yang didapat membuktikan bahwa nilai tingkat signifikasi lebih besar dari 0,05

(p > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh

secara nyata antara CEP terhadap CFP. Dari nilai beta, meskipun kecil dan

mendekati angka 0 namun terihat bahwa terdapat kecenderungan antara CEP yang

baik dan CFP yang bagus.

Page 52: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

51

Tabel 4.5

Hubungan antara Kinerja Lingkungan antara Kinerja Keuangan

Estimate S.E. C.R. P Label

CFP ← CEP ,105 ,103 1,021 ,307

RCFP ← CFP 1,000

Significant

ACFP ← CFP ,134 ,125 1,076 ,282

Ec ← CEP 1,000

Significant

Prei ← CEP 2,253 ,452 4,986 *** Significant

Ems ← CEP 2,724 ,517 5,266 *** significant

Ed ← CEP 2,649 ,495 5,351 *** significant

roa10 ← RCFP 1,000

significant

prof10 ← RCFP ,891 ,121 7,380 *** significant

roe10 ← RCFP 1,571 ,179 8,766 *** significant

rcshfl10 ← ACFP 1,000

significant

ropft10 ← ACFP 2,667 ,770 3,463 *** significant

Sumber: hasil perhitungan

Namun demikian hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa CEP dipengaruhi

secara nyata oleh ED, EMS, PREI dan EC (Tabel 4.5). Hasil studi ini menunjukan

bahwa memiliki sistem manajemen lingkungan internasional (ISO 14001)

merupakan hal yang nyata mempengaruhi kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan

di Indonesia dan penelitian García et al. (2009). Hasil penelitian ini juga menunjukan

bahwa pengalaman dan penambahan pengetahuan dari mengikuti proses sertifikasi

sistem manajemen lingkungan internasional memberikan perbaikan terhadap kinerja

lingkungan perusahaan.

IV.4 Analisis Hasil Temuan Penelitian

Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini tidak dapat mendukung penelitian

yang dilakukan Moneva & Ortas (2010) di Eropa. Masih banyak kalangan menilai

bahwa CSR bukanlah skenario yang baik ketika digunakan untuk menentukan

investasi (Guilar, 2012). CSR di Indonesia bersifat kurang (tidak) formal. CSR selalu

Page 53: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

52

berkaitan dengan kedermawanan atau amal. Motivasi dan pelibatan di dalam praktik

kegiatan CSR biasanya terkait dengan nilai spiritual dan tradisional gotong royong

(Saleh et al., 2011), Namun sudah banyak perusahaan sudah mulai melakukan

internalisasi keberlanjutan ke dalam bisnisnya (Goleman, 2010).

Tingginya persoalan kemiskinan yang terjadi di Indonesia membuat masyarakat

menaruh harapan kepada perusahaan untuk membantu mengatasi persoalan tersebut.

Secara umum terlihat bahwa perusahaan melakukan philanthropic responsibility

setelah mendapatkan keuntungan (Ragodoo, 2009). Namun perusahaan sering

melakukan kegaiatan seremonial (syukuran, menolak bala, peresmian) sebelum

memulai melakukan aktivitasnya. Hal ini memperlihatkan bahwa perusahaan

meletakan ethical responsibility sebelum mengejar profit dan mematuhi peraturan

(Hendeberg & Lindgren, 2009). Piramida CSR yang dikembangkan Hendeberg &

Lindgren (2009) lebih tepat digunakan untuk konteks di Indonesia.

Pengukuran dimensi kinerja lingkungan hanya berdasarkan content analisyst tanpa

menilai kualitas kinerja lingkungan (CSR). Penilaian dilakukan berdasarkan terdapat

atau tidaknya 23 indikator kinerja lingkungan masing-masing dari 79 perusahaan

yang digunakan sebagai unit analisa di dalam penelitian ini. Penilaian kinerja

lingkungan perusahaan hanya dilakukan terhadap laporan keberlanjutan perusahaan

tahun 2008, laporan tahunan perusahaan tahun 2008 dan website perusahaan.

Di dalam UU PT No. 40 tahun 2007 pasal 68, perusahaan diwajibkan untuk membuat

Laporan Keuangan Perseroan dan diserahkan kepada akuntan publik untuk diaudit

apabila Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah

nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah). Sedangkan di

Page 54: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

53

dalam ketentuan yang berlaku untuk menjadi perusahaan go public adalah telah

beroperasi sekurang–kurangnya 1 tahun dan memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net

Tangible Asset) minimal Rp. 5.000.000.000,-. (lima miliar rupiah). Artinya tidak

semua perusahaan yang go public memiliki laporan keuangan yang telah diaudit atau

bahkan laporan keberlanjutan (sustainability report) dan laporan tahunan (annual

report) terpisah. Hal inilah yang membuat 23 perusahaan (29%) dari 79 unit analisa

yang digunakan memiliki kinerja lingkungan sangat rendah karena tidak terdapatnya

informasi yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja

lingkungan perusahaan.

Hanya perusahaan yang hingga diajukannya permohonan pencatatan (go public),

telah melakukan kegiatan operasional dalam usaha utama (core business) yang sama

minimal 36 bulan berturut-turut dan berdasarkan Laporan Keuangan teraudit terakhir

memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Asset) minimal Rp.

100.000.000.000,-.(seratus miliar rupiah) dapat di perdagangkan sahamnya di papan

utama BEI. Sementara bila tidak memenuhi persyaratan tersebut diperdagangkan di

papan pengembangan. Hal lainnya adalah Perusahaan Tercatat di papan

pengembangan bila mengalami rugi usaha atau belum membukukan keuntungan atau

beroperasi kurang dari 2 tahun, wajib selambat-lambatnya pada akhir tahun buku ke-

2 sejak tercatat sudah memperoleh laba usaha dan laba bersih berasarkan proyeksi

keuangan yang akan diumumkan di Bursa. Sedangkan pada papan utama tidak ada

ketentuan tidak boleh mengalami kerugian usaha.

Dalam penelitian ini karena mengukur kinerja keuangan di Industri Pertambangan

dan Industri Dasar dan Kimia maka unit analisa perusahaan yang digunakan

sahamnya diperdagangkan di kedua papan tersebut. Hal ini tercermin dari terjadinya

Page 55: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

54

ketimpangan atau ketidaksamaan kemampuan perusahaan. Perusahaan yang

memiliki kemampuan keuangan lebih besar memiliki kemampuan untuk melakukan

investasi dalam keberlanjutannya (Thompson & Ke, 2012). Cashflow dan operating

profit yang memiliki hubungan berpengaruh nyata dan positif terhadap ACFP.

Namun demikian antara ACFP tidak dapat dibuktikan dengan nyata secara statistik

memiliki pengaruh terhadap CFP.

Menurut Aras et al. (2010) ada beberapa alasan mengapa studi empirisis antara

kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan tidak berpengaruh nyata

meskipun terlihat berhubungan secara positif. Kinerja lingkungan yang merupakan

bagian dari CSR perusahaan masih merupakan topik yang sangat luas dan merupakan

topik penelitian yang masih aktif tidak hanya di negara berkembang. Selain itu

keunggulan serta kegunaan dari hasilnya masih hangat diperdebatkan. Oleh karena

itu bukanlah sebuah hal yang mudah untuk melakukan evaluasi secara konsisten

terhadap signifikansi antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan

perusahaan. Namun tetap jelas bahwa dalam mengelola kinerjanya, perusahaan harus

memasukan kinerja lingkungan (CSR) di dalamnya karena keberlanjutan kinerja

perusahaan tersebut bergantung kepada hal tersebut. CSR bermanfaat dan penting

untuk digunakan sebagai strategi bagi perusahaan yang berlokasi di Indonesia untuk

mempertahankan masa depan keberlanjutannya (Hendeberg & Lindgren, 2009).

Page 56: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

55

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

V.1 Kesimpulan Hasil Penelitian

Pengujian terhadap hipotesis penelitian menunjukan hasil bahwa kinerja lingkungan

tidak memiliki hubungan nyata terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa

mendatang. Namun demikian tetap jelas bahwa dalam mengelola kinerjanya,

perusahaan harus memasukan kinerja lingkungan (CSR) di dalamnya karena

keberlanjutan kinerja perusahaan bergantung kepada hal tersebut.

V.2 Implikasi Manajerial dan Rekomendasi

Meskipun kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa kinerja lingkungan tidak

dapat dibuktikan secara empiris memiliki hubungan nyata terhadap kinerja keuangan,

namun bukan berarti kinerja lingkungan menjadi aspek yang dikesampingkan oleh

perusahaan. Agar masyarakat lebih memahami dan peduli terhadap kinerja

lingkungan perusahaan, diharapkan agar perusahaan ikut aktif dalam melakukan

sharing knowledge kepada masyarakat. Masyarakat juga perlu disadarkan akan

perannya sebagai pengawas atau pengontrol terhadap berjalannya aktivitas

perusahaan.

Rendahnya nilai kinerja lingkungan perusahaan lebih disebabkan karena perusahaan

sedikit (tidak) mengungkapkan informasi terkait kinerja lingkungan. Disarankan agar

perusahaan sebaiknya memuat informasi terkait kinerja lingkungannya di dalam

laporan keberlanjutan, laporan tahunan dan website perusahaan.

Page 57: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

56

V.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Hanya menguji pengaruh antara kinerja lingkungan dengan kinerja keuangan

dengan alat analisa SEM.

2. Pengukuran dimensi kinerja lingkungan di dalam penelitian ini menggunakan

content analisyst yaitu terdapat atau tidaknya kinerja lingkungan perusahaan

tanpa menilai kualitas kinerja lingkungan (CSR) perusahaan tersebut.

3. Penilaian kinerja lingkungan perusahaan di dalam penelitian ini pun hanya

dilakukan dalam 1 (satu) waktu yaitu terhadap laporan keberlanjutan

perusahaan tahun 2008, laporan tahunan perusahaan tahun 2008 dan website

perusahaan.

V.4 Rekomendasi untuk Penelitian Lebih Lanjut

Berdasarkan keterbatsan penelitiaan ini yang teah disebutkan di atas, maka untuk

penelitian selanjutnya disarankan untuk:

1. Menggunakan alat analisa lain misalnya dengan menggunakan kinerja sosial

(corporate social performance) terhadap kinerja keuangan perusahaan seperti

yang dilakukan oleh Guilar (2012).

2. Disarankan untuk lebih mengedepankan pengukuran terhadap kualitas kinerja

lingkungan atau CSR perusahaan di Indonesia.

3. Penelitian kinerja lingkungan atau CSR perusahaan sebaiknya dilakukan tidak

hanya pada data di satu waktu saja, namun pada data yang bersifat jangka

panjang.

Page 58: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

57

DAFTAR PUSTAKA

Agle BR, Donaldson T, Freeman RE, Jensen MC, Mitchell R & Wood DJ. Dialogue:

Towards a Superior Stakeholder Theory. Business Ethics Quarterly. 2008.

vol. 18. pp. 153-90.

Arndt M & Einhorn B. 2010. 50 Perusahaan Paling Inovatif. Bloomberg

Businessweek. Edisi bahasa Indonesia. No. 16. 3-9 Juni 2010. Hal. 10-16.

Aras G & Crowther D. Corporate Sustainability Reporting: A Study in Disingenuity?

Journal of Business Ethics. 2009. vol. 87. pp. 279–288. DOI 10.1007/s10551-

008-9806-0

Aras G, Aybars A & Kutlu O. Managing Corporate Performance: Investigating the

Relationship between CSR and Financial Performance in Emerging Markets.

International Journal of Prodductivity and Performance Mnagement. 2010.

vol. 59. pp. 229-254.

Bradshaw CJA, Giam X, Sodhi NS. Evaluating the Relative Environmental Impact

of Countries. Plos ONE. May 2010. vol 5 (5). E140440. Dio:10.1371/

journal.pone.0010440

Clemens B & Bakstran L. A framework of Theoritical Lenses and Strategic Purposes

to Describe Relationship Among Firm Environmental Strategy, Financial

Performance, and Environmental Performance. Management Research

Review. 2010. vol 33 (4). pp. 393-405.

Cloutier G. 2009. Profit Aren’t Everything, They’re the Only Thing. 1st edition.

Harper-Collins Publisher. USA.

Crowther D & Aras G. 2008. Corporate Social Responsibility. Ventus Publishing.

García JH, Sterner T & Afsah S. Which Firms are More Sensitive to Public

Disclosure Schemes for Pollution Control? Evidence from Indonesia

PROPER program. Environmental Resources Economic. 2009. Vol 42. pp.

151-168.

Goleman D. 2010. Ecological Inteligence. Penguin Books. London.

Guilar A. Corporate Social Performance, Innovation Intensity, and Financial

Performance: Evidence from Lending Decisions. Behavioral Research in

Accounting. 2012. vol. 24 (2). pp. 65–85.

Gunawan J. Perception of Important Information in Corporate Social Disclosures:

Evidence from Indonesia. Social Responsibility Journal. 2010. vol 6 (1). pp.

62-71.

Page 59: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

58

Hartman L & DesJardin J. 2008. Business Ethics. International edition. McGraw-

Hill. Singapore.

Hartono JH. 2012. Metodologi Penelitian Bisnis. Salah Kaprah dan Pengalaman-

Pengalaman. Cetakan pertama. BPFE. Yogyakarta.

Hendeberg S & Lindgren F. 2009. CSR in Indonesia: A Qualitative Study from a

Managerial Perspective Regarding Views and Other Important Aspects of

CSR in Indonesia. Thesys. Gotland University.

Jalal. CSR di Industri Migas. Makalah. Disampaikan pada Indonesia Petroleum

Summit CSR di Jakarta. 11 Mei 2010.

Kaeokla P & Jaikengkit AO. The Cost and Benefit of Corporate Social

Responsibility. The Journal of American Academy of Business, Cambridge.

September 2012. vol 18 (1). pp. 232-237

Lam MLL. Challenges of Sustainable Environmental Programs of Foreign

Multinational Enterprises in China. Management Research Review. 2011. vol

34 (11). pp. 1153-1168.

Molina-Azorín JF, Claver-Cortés E, López-Gamero MD and Tarı JJ. Green

Management and Financial Performance: A Literature Review. Management

Decision. 2009. Vol. 47 No.7. pp. 1080-1100.

Moneva JM & Ortas E. Corporate Environmental and Financial Performance: a

Multivariate Approach. Industrial Management & Data System. 2010. Vol

110. No. 2. pp. 193-210.

Panduan go public. IDX. Dapat diakses melalui: http://www.idx.co.id/Portals/0/

StaticData/Information/ForCompany/Panduan-Go-Public.pdf

Radyati MRN. Tanggung Jawab Sosial Holistik. Sinar Harapan. Rabu 12 September

2012.

____________. Antara PKBL dan CSR. Majalah Mitra, Media PKBL BUMN. No.

35 Tahun IV. Juni 2010.

Ragodoo NJF. CSR as a Tool to Fight Against Poverty: The Case of Mauritus. Social

Responsibility Journal. 2009. vol. 5 (1). pp. 19-33.

Ringkasan Kinerja Perusahaan Tercatat. IDX. Dapat diakses melalui: http:// www.

idx.co.id/id-id/beranda/publikasi/ringkasankinerjaperusahaantercatat.aspx

Saleh M, Zulkifli N & Muhamad R. Looking for Evidence of the Relationship

between CSR and Corporate Financial Performance in an Emerging Market.

Asia-Pacific Journal of Business Administration. 2011. vol. 3 (2). pp. 165-

190.

Page 60: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

59

Sani RR. PROPER, Proper Way Penaatan Pengelolaan Lingkungan:

Penerapan ke Depan. Rapat Kerja Peningkatan Kinerja Pengelolaan

Lingkungan Hidup Kegiatan Usaha Hulu Migas. Materi presentasi. Di

sampaikan di Bali. 10-12 Juni 2009.

Silalahi D. 2012. Life Story, not Job Title. Cetakan pertama. Gramedia. Jakarta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D). Cetakan keenambelas. ALFABETA. Bandung.

Sun M, Nagata K & Onoda H. The Current Status and Promotion of Chinese

Corporate Social Responsibility. IPCBEE. 2011. vol 1. pp. 401-405.

Thompson B & Ke Q. Whether Environmental Factors Matter: Some Evidence from

UK Property Companies. Journal of Corporate Real Estate. 2012. vol. 14 (1).

pp. 7-20.

Page 61: Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kinerja Keuangan Perusahaan

60

Halaman Lampiran sengaja dikosongkan.

Materi ini dikemas dalam bentuk yang ringkas

dengan tujuan untuk memberikan semangat bagi para mahasiwa

agar dapat menyelesaikan tugas akhirnya.

Selain itu para dosen juga dapat memberikan referensi

kepada mahasiswa bimbingannya

bahwa membuat tesis tidaklah sulit

dan menjadi masalah bagi mahasiswa untuk menyelesaikan kuliahnya.

Namun merupakan sebuah hal yang memungkinkan untuk dikerjakan.

Bila ada yang menginginkan versi lengkap tesis saya,

kirimkan email ke saya di:

[email protected]

Saya dengan senang hati akan membaginya.

Selesaikan apa yang telah dimulai.

The appendix page was intentionally left blank.

This publication was made in shorter version

aiming to give motivation for students

to finish his/her final thesys.

The other aim is for lecturers to show reference

to his/her students

that thesys is not a difficult thing

and become a problem for student to finish his/her study.

But it is a posible thing to do.

If you require full version of my thesys,

simply email me at:

[email protected]

I will gladly to share it.

Finish what you started.