HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH BRUMBUNG MRANGGEN DEMAK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Tarbiyah Oleh: NUR SIKHATUN NIM: 3104149 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010
95
Embed
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL …library.walisongo.ac.id/digilib/...gdl-nursikhatu-4601-1-skripsi-_.pdf · DENGAN KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONALDENGAN KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRI PONDOK
PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH BRUMBUNGMRANGGEN DEMAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syaratguna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh:NUR SIKHATUN
NIM: 3104149
FAKULTAS TARBIYAHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG2010
ii
KEMENTERIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH SEMARANGJl. Prof. Dr. Hamka Km. 2 (Kampus II) Telp. (024) 7606405 Semarang
PENGESAHAN
Skripsi : Nur SikhatunNIM : 3104149Fakultas : TarbiyahJurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)Judul Skripsi : Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan
Kemampuan Menghafal Santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung MranggenDemak
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut AgamaIslam Negeri Walisongo Semarang pada tanggal:
2 Juli 2010
dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangkamenyelesaikan studi Program Sarjana Strata I (S.1) Tahun Akademik 2010 /2011 guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Tarbiyah
Semarang, Juli 2010Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Drs. H. Muslih, M.A. Dra. Ani Hidayati, M.Pd.NIP. 15027692 600000 1 000 NIP. 19611205 199303 2001
Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka sayamenyatakan bahwa naskah skripsi saudara/i:
Nama : Nur SikhatunNIM : 3104149Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)Judul Skripsi : Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan
Kemampuan Menghafal Santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak
Sudah selesai proses bimbingannya, selanjutnya saya mohon agarskripsi saudara/i tersebut dapat dimunaqosahkan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Abdul Wahid, M.Ag. Drs. Karnadi, M.Pd. NIP. 19691114 199403 1003 NIP. 19680317 199403
iv
MOTTO
.} :{"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya".* (QS al-Hijr: 9)
.}{"Bacalah al-Qur’an, sesungguhnya Allah SWT tidak akan menyiksa hati
yang memelihara al-Qur’an".* (HR. Bukhari)
* Muhammad Noor, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: CV. TohaPutra, 1996), hlm. 209.
* Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr as-Sayuthy, Al-Jami’ al-Shagir, (Indonesia:Maktabah Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tth.), hlm. 52. Juz I.
v
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini
Penulis persembahkan secara khusus kepada:
Kedua orang tuaku tercinta
Suami dan anakku tercinta
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian
juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi
dalam referensi yang penulis jadikan bahan rujukan.
Semarang, Juni 2010Deklarator,
Nur SikhatunNIM. 3104149
vii
ABSTRAKS PENELITIAN
Nur Sikhatun (NIM: 31004149), Hubungan Antara Kecerdasan EmosionalDengan Kemampuan Menghafal Santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-SyarifahBrumbung Mranggen Demak.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui tingkat kecerdasan emosionalsantri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. 2)Mengetahui tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. 3) Mengetahui ada atau tidak adanyahubungan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan menghafal santriPondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, yakni jenispenelitian yang menggunakan angka dalam mengumpulkan data danmenampilkan hasilnya. Suatu pendekatan penelitian yang bersifat objektif,mencakup pengumpulan dan analisis data kuantitatif serta menggunakan metodepengujian statistik. Metode pengambilan datanya dengan angket, tes dandikumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebesar 20% dari populasi 210 yakni 42santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.Sedangkan cara pengambilan sampel dengan cara random sampling yakni semuaresponden dianggap sama dalam pemilihan sampel tanpa pandang bulu.
Adapun hasil dari data yang telah didapat dianlisis dengan analisiskorelasi product moment, menunjukkan adanya hubungan positif antarakecerdasan emosional dan kemampuan menghafal santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. Pengujian hipotesispenelitian menunjukkan bahwa: 1) Kecerdasan emosional santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak termasuk dalam kategori baikyaitu berada pada interval 78-83 dengan nilai rata-rata 81,40. 2) Kemampuanmenghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung MranggenDemak termasuk dalam kategori baik yaitu pada interval 81-86 dengan inikualitas 84,23. 3) Ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengankemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah BrumbungMranggen Demak ditunjukkan dengan hasil bahwa rxy yang diperoleh dari angketadalah 0,8535, sedangkan rt= 0,304 pada taraf signifikansi 5 %, dan rt = 0,393pada taraf signifikansi 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa rxy lebih besar dari rt.Kemudian dilanjutkan dengan uji signifikansi menggunakan thitung = 10,3590, ttabel
= 5% = 1,684 1% = 2,423.
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi positif danmasukan bagi segenap civitas akademik khususnya para kyai, ustadz di pondokpesantren, terutama para guru/ustadz santri hafid, orang tua dan masyarakat dalamrangka meningkatkan kecerdasan emosional dan kemampuan menghafal parasantri pondok pesantren.
viii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini, dan dengan
petunjuk-Nya penulis mampu menyelesaikannya. Shalawat serta salam semoga
terlimpah selalu kepada revolusioner terbesar nabi besar Muhammad saw., beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya dan seluruh umat yang meyakini kebenarannya.
Kemudian dengan selesainya penulisan skripsi ini perkenankanlah penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka yang berjasa, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M.Ed. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memberikan izin penelitian pada penulis.
2. Drs. H. Abdul Wahid, M.Ag. dan Drs. Karnadi, M.Pd selaku pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.
3. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah
memberikan segenap ilmu kepada penulis.
4. Segenap civitas Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak yang telah membantu mengarahkan dan memberi saran
yang berharga selama penelitian.
5. Kedua orang tuaku yang telah mengasuhku dan membimbing penulis
dengan penuh tulus ikhlas.
Kepada mereka penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain untaian
rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT membalas
semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baiknya balasan.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat
jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Semarang, Juni 2010Penulis,
Nur SikhatunNIM. 3104149
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAKS ............................................................................. iv
HALAMAN DEKLARASI ........................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 6
D. Perumusan Masalah .............................................................. 7
E. Manfaat Penelitian................................................................. 7
BAB II : LANDASAN TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kecerdasan Emosional ........................................................... 9
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian................................................ 51
1. Data Tentang Kecerdasan Emosional Santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak ............................................................................... 51
2. Data Tentang Kemampuan Menghafal Santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak ............................................................................... 55
C. Pengujian Hipotesis ................................................................. 58
D. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 62
E. Keterbatasan Penelitian............................................................ 63
xi
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................ 66
B. Saran ....................................................................................... 67
C. Penutup ................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan sumber seluruh ajaran Islam. Tanpa al-Qur’an
umat Islam akan kehilangan arah karena teks suci tersebut berisikan mengenai
ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan “titah Tuhan”. Baik buruknya
perbuatan seorang muslim parameternya adalah al-Qur’an. Dalam catatan
sejarah, umat Islam pernah risau setelah banyak di antara penghafal al-Qur’an
yang meninggal dunia dalam perang Badar. Sehingga kejadian ini kemudian
menjadi inspirasi bagi sahabat-sahabat untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an
sebagai salah satu upaya untuk menjaga keberadaan dan keotentikan al-
Qur’an.2
Sementara itu seiring perkembangan zaman, upaya-upaya untuk
menjaga kelestarian dan keotentikan al-Qur’an tersebut masih tetap dilakukan.
Salah satunya adalah dengan didirikannya pondok pesantren tahfidz al-
Qur’an. Harus diakui bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan
Islam telah membuktikan keberadaannya dan keberhasilannya dalam
peningkatan sumber daya manusia. Banyak pesantren yang cikal bakalnya
merupakan lembaga pendidikan al-Qur’an. Di dalam pesantren ini, para santri
diajarkan membaca, menghafal dan memahami al-Qur’an di samping kitab-
kitab kuning. Bahkan dalam perkembangan terakhir telah terbukti bahwa dari
pesantren telah lahir banyak pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat.3
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, sebagai pedoman bagi umat manusia dalam mengatur
kehidupannya, agar mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan
2 Salah satu yang dibanggakan umat Islam dari dahulu hingga saat ini adalah keotentikan al-Qur’an yang merupakan warisan Islam terpenting dan paling berharga. Baca dalam Said AgilHusain Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press,2004), hlm. 14.
3 Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis, (Yogyakarta: Gama Media,2003), hlm. 259.
2
akhirat. Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran agama Islam. Di dalamnya
termuat ajaran tentang aqidah, hukum, ibadah, muamalah serta akhlak. Al-
Qur'an memberikan jalan yang paling lurus dan paling jelas serta sebagai
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya yaitu orang-orang
yang mengerjakan amal-amal yang sesuai dengan ketentuan al-Qur'an. Al-
Qur'an juga merupakan peraturan bagi umat dan sekaligus sebagai way of life-
nya yang kekal hingga akhir masa, sedangkan kewajiban umat Islam adalah
memberikan perhatian yang besar terhadap al-Qur'an baik dengan cara
membacanya, menghafalkannya maupun menafsirkannya. Dalam al-Qur'an
tidak terkandung sedikitpun kebatilan dan kebenaran al-Qur'an terpelihara dan
dijamin keasliannya oleh Allah SWT, sejak diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW hingga sekarang bahkan sampai hari kemudian.
Dengan jaminan Allah dalam ayat tersebut bukan berarti umat Islam
terlepas dari tanggung jawab dan kewajiban memelihara, karena tidak
menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat al-Qur'an akan diusik oleh
musuh-musuh Islam. Oleh karena itu salah satu usaha nyata dalam proses
pemeliharaan kemurnian al-Qur'an itu adalah dengan menghafalkannya.5
Menghafal merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji dan mulia.
Orang-orang yang mempelajari, membaca atau menghafal al-Qur'an adalah
orang-orang pilihan yang memang dipilih oleh Allah. Secara syar’i menghafal
al-Qur'an adalah wajib kifayah bagi umat Islam, ini berarti orang yang
4 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: CV. TohaPutra, 1996), hlm. 209.
5 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur'an, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm.21-22.
3
menghafalnya tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan
mengalami pemalsuan dan pengubahan.
Pada hakikatnya manusia menginginkan keberhasilan dan kelayakan
hidup. Untuk menjadi orang yang berhasil diperlukan suatu kecerdasan
tertentu di antaranya kecerdasan akal (intellegence question). Akan tetapi
dengan kecerdasan akal (IQ) saja tidak dapat menjamin keberhasilan hidup
seseorang. Tidaklah benar asumsi masyarakat selama ini bahwa orang yang
mempunyai IQ tinggi dikatakan cerdas dan orang yang mempunyai IQ rendah
tentu bodoh. Para psikolog sepakat bahwa IQ hanya menyumbangkan kira-
kira dua puluh persen sebagai faktor dalam menentukan keberhasilan, delapan
puluh persen berasal dari faktor lain.6
Daniel Goleman, salah seorang Profesor dari Universitas Harvard, dalam
bukunya yang berjudul Emotional Intelligence, menjelaskan bahwa ada
faktor lain selain faktor IQ yang ikut menentukan tingkat kesuksesan
seseorang yaitu faktor kecerdasan emosional (Emotional Intelligence).
Kecerdasan emosi menunjuk pada suatu kemampuan untuk mengatur dan
mengelola dorongan-dorongan emosi yang terdapat dalam diri individu.
Emosi dapat dikelompokkan pada kesedihan, amarah, takut, gembira,
kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu. Agar dorongan-dorongan
tersebut dapat disalurkan secara benar dan tepat baik pada diri sendiri
maupun bagi sosialnya, ada lima dimensi yang dapat mencerminkan tingkat
kecerdasan emosi yang dapat dimiliki oleh seseorang. Secara garis besar
dimensi-dimensi kecerdasan emosional tersebut adalah, pertama;
kemampuan mengenali emosi diri, kedua; kemampuan mengelola emosi diri,
ketiga; kemampuan memotivasi diri ketika menghadapi kegagalan atau
rintangan dalam mencapai keinginan, keempat; kemampuan mengenali
6 Aparna Chattopadhyay, Whats You Emotional IQ Over 600 Psychological Quizzer AssesYour Weakness And Strenghts In Your Emotional And Feeling And Groom Tuller Personality,(terj.) Hta. Darwin Rasyid, “Tes Emosi Anda”. (Tangerang: Gaya Media Pratama, 2004), hlm. 5.
4
emosi orang lain, dan kelima: kemampuan membina hubungan dengan
sosialnya.7
Pada akhirnya kecerdasan emosional disebut sebagai keterampilan
lunak yang besar andilnya dalam menentukan kesuksesan kita mulai
mendapat perhatian dan mulai diperhitungkan oleh pendidik, pelaku bisnis,
dan media. Oleh karena itu, maka permasalahannya kaitannya dengan
penelitian ini adalah bagaimana membangun kecerdasan emosional (EQ)
santri, adakah hubungan yang cukup sinergis antara kecerdasan emosional
dengan kemampuan menghafal santri.
Dari hal tersebut menggambarkan adanya hal yang patut diduga,
yaitu hubungan yang saling mempengaruhi antara kecerdasan emosional dan
kemampuan menghafal santri. Tentu hal ini tidak lepas dari adanya faktor
yang mempengaruhi, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Faktor dari
dalam antara lain kematangan usia, kekuatan iman, takwa, dan kecerdasan,
sedang faktor dari luar berupa lingkungan.8 Dengan demikian perlu adanya
bantuan berupa bagaimana membangun kecerdasan emosional bagi santri agar
memiliki kemampuan menghafal yang maksimal.
Alasan memilih Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak sebagai objek penelitian, karena menurut pandangan
penulis bahwa civitas Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak tersebut kurang memperhatikan khususnya dalam hal intelegensi dan
emosionalnya hal ini bisa dipahami bahwa kemampuan menghafal yang
dimiliki oleh santri di pondok pesantren tersebut kurang maksimal karena
salah satu penyebabnya kurang memperhatikan faktor emosional yang ada
dalam diri mereka ketika berinteraksi dengan para santri dan segenap civitas
di pesantren tersebut. Hal inilah mengakibatkan penulis mempunyai data tarik
tersendiri untuk meneliti lebih lanjut dalam rangka pemahaman yang
7 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, (terj.) T. Hermaya, “Kecerdasan Emosional”(Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 58-59.
8Munthali’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunung Jati, 2002),hlm. 45.
5
komprehensif khususnya tentang fenomena hafalan al-Qur’an di tengah-
tengah masyarakat.
Inilah yang mendorong dan menjadi alasan, mengapa penulis memilih
pondok pesantren dimaksud sebagai objek penelitian dan menjadikannya
sebagai karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul "Hubungan antara
Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan Menghafal Santri Pondok
Kecerdasan merupakan faktor endogin yang sangat besar pengaruhnya
terhadap kemajuan belajar santri. Sedangkan kecerdasan emosional
merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola dan mengkoordinir
perasaan dirinya supaya lebih baik serta kemampuan dalam membina
hubungan interaktif sosialnya. Kecerdasan emosional menuntut seseorang
untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan pada dirinya sendiri dan
orang lain dan untuk menanggapinya dengan cepat, menerapkan dengan
efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan sehari-hari sehingga
santri diharapkan bisa bersikap mandiri khususnya dalam hal menghafal al-
Qur’an.
Kemudian yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan kecerdasan emosional tersebut dengan kemampuan menghafal
santri. Adapun sebagai landasan teori yang menjadi pertanyaan dalam
penelitian ini adalah; bagaimana pengertian kecerdasan emosional dan
kemampuan menghafal itu sendiri. Dalam penelitian ini yang menjadi objek
kajian penelitian adalah santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi
fokus pertanyaan adalah bagaimana hubungan kecerdasan emosional
tersebut dengan kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.
6
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman atau penafsiran ganda terhadap
makna yang dimaksud dalam judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu
memberi penjelasan dan batasan masalahnya, sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan bertahan untuk menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan emosi dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berfikir.9 Sedangkan Robert K Cooper dan Ayman Sawaf
dalam bukunya yang berjudul “Executive EQ” mendefinisikan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi.10
Adapun maksud dari kecerdasan emosional di sini adalah
kemampuan para santri untuk mengenali perasaan diri antara santri satu
dengan yang lain, kemampuan santri untuk memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri santri dan dalam
berhubungan dengan santri lain, santri dengan ustadz-ustadzah dan dalam
berhubungan dengan lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada
kecerdasan emosional santri tahfidz Pondok Pesantren Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak sebagai batasan masalah agar tidak terjadi
salah persepsi dalam memahami dan mengartikannya.
2. Kemampuan menghafal santri
9 Daniel Goleman, op. cit, hlm.45.10 Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, (terj.) Alex Trikuncoro Widodo,
“Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi” (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm.XV.
7
Kemampuan menghafal santri maksudnya di sini adalah
kemampuan santri dalam menghafal al-Qur’an. Adapun menghafal al-
Qur'an adalah proses membaca dan mencamkan al-Qur'an tanpa melihat
tulisan al-Qur'an (di luar kepala) secara berulang-ulang agar senantiasa
ingat dalam rangka memperoleh ilmunya atau suatu proses berusaha untuk
mengingat sesuatu, dalam hal ini al-Qur'an tanpa melihat mushaf secara
berulang-ulang agar senantiasa ingat dengan berlandaskan kaidah tilawah
dan asas tajwid yang benar.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada
kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak. sebagai batasan masalah agar tidak terjadi
salah persepsi dalam memahami dan mengartikannya.
D. Perumusan Masalah
Atas berbagai permasalahan, latar belakang, dan pembatasan masalah
seperti tersebut di atas, selanjutnya penulis merumuskan masalahnya sebagai
berikut:
Bagaimana tingkat kecerdasan emosional santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak?
Bagaimana tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak?
Adakah hubungan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan
menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak?
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, kecerdasan emosional santri ada hubungannya
dengan kemampuan menghafal. Sehingga dengan kecerdasan emosional
yang baik dapat berpengaruh positif terhadap terciptanya kemampuan
8
menghafal bagi santri, dan pada gilirannya diharapkan dapat
menghasilkan prestasi hafalan yang maksimal.
2. Secara Praktis
Sebagai sumbangan dan masukan bagi santri, ustdaz-ustadzah, dan
orang tua serta masyarakat umum tentang arti pentingnya kecerdasan
emosional, karena erat hubungannya dengan kemampuan menghafal
santri. Sekaligus menjadi kontribusi yang positif bagi usaha bagaimana
mendesain terciptanya suasana belajar menghafal di pondok pesantren
yang inovatif.
Kondisi yang demikian, jelas membantu meringankan bagi para
ustadz-ustadzah dalam usaha mencapai target hafalan. Karena mereka
tidak disibukkan dengan urusan-urusan yang terkait dengan perilaku yang
menyimpang, melainkan lebih fokus pada bagaimana upaya-upaya
pengembangan kegiatan belajar menghafal santri secara lebih berkualitas.
Sementara santri pun dapat lebih konsentrasi dalam menghafal secara
aman dan nyaman, terkait dengan pengayaan metode menghafalnya,
sehingga mereka mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal. Sudah barang tentu kondisi yang demikian, menjadi
kebanggaan tersendiri bagi pondok pesantren, santri, dan orang tua/wali
santri.
9
BAB II
LANDASAN TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kekuatan di balik singgasana kemampuan
intelektual. Kecerdasan emosional merupakan dasar-dasar pembentukan
emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan dalam diri seseorang.11
Mengenai pengertian kecerdasan emosional ini, para pakar telah
mendefinisikannya, di antaranya yaitu:
Kecerdasan emosional adalah "suatu kemampuan untuk memahami
perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk
memotivasi dirinya sendiri, dan menata dengan baik emosi-emosi yang
muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain".12
Kecerdasan emosional adalah "serangkaian kemampuan, kompetensi, dan
kecakapan non kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan".13 Kecerdasan
emosional adalah "sebuah kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi
11 John P., Miller, Humanazing The Class Room; Models of Teaching in AffectiveEducation, (terj.) Abdul Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas, Sekolah Kepribadian, (Yogyakarta:Kreasi Wacana, 2002), hlm. 1.
12 Basic Education Project, Inservice Training, (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya danAgama, 2000), hlm. 4.
13 Steven J. Stein dan Howard E. Book, The Edge, Emotional and Your Succes, Terj.Trinada Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, Ledakan EQ, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 30.
10
dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk
memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan".14
Sedangkan Daniel Goleman mengatakan; "emotional Intelligence: abilities
such as being able to motivate oneself and persists in the face of frustation: to
control impulse and delay gratification; to regulate one’s mood and keep
distress from swaming the ability to think: to empathize and to hope”.15
Kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti kemampuan
memotivasi diri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan, mengatur suasana hati dan
menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan optimis.
Berdasarkan beberapa pengertian kecerdasan emosional tersebut, terdapat
beberapa kesamaan. Sehingga kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang mengelola perasaan dirinya supaya lebih baik serta
kemampuan membina hubungan sosialnya.
2. Indikasi Kecerdasan Emosional
Indikasi-indikasi kecerdasan emosional, terdiri dari lima unsur,
yaitu sebagai berikut:
1) Mengenali emosi diri
Kemampuan untuk memahami perasaan dari waktu ke waktu
merupakan hal penting bagi pemahaman diri seseorang. Mengenali diri
merupakan inti dari kecerdasan emosional, yaitu kesadaran akan
perasaan diri sendiri sewaktu perasaan timbul.
Mengenali emosi diri sangat erat kaitannya dengan kesadaran
diri atau kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
timbul.16 Dengan kesadaran diri seseorang dapat mengetahui apa yang
14Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui al-Ihsan, (Jakarta:Arga, 2004), hlm. 61-62.
yang kuat.21 Motivasi akan sangat membantu seorang peserta didik
untuk konsentrasi dalam belajar, karena dengan motivasi peserta didik
akan lebih bersungguh-sungguh dalam menekuni studinya.22 Oleh
karena itu kuat lemahnya motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang
sangat menentukan besar kecilnya prestasi yang dapat diraihnya dalam
kehidupan.
4) Mengenali emosi orang lain (empati)
Empati ialah bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan
respon emosional yang sama dengan orang tersebut.23 Empati
menekankan pentingnya mengindra perasaan dan perspektif orang lain
sebagai dasar untuk membangun hubungan interpersonal yang sehat.
Sedangkan ciri-ciri empati adalah sebagai berikut:
a) Ikut merasakan, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana
perasaan orang lain.
b) Dibangun berdasarkan kesadaran sendiri, semakin kita mengetahui
emosi diri sendiri maka semakin terampil kita membaca emosi
orang lain.
c) Peka terhadap bahasa isyarat, karena emosi lebih sering
diungkapkan melalui bahasa isyarat.
d) Mengambil pesan yaitu adanya perilaku kontent.
e) Kontrol emosi yaitu menyadari dirinya sedang berempati sehingga
tidak larut.
5) Membina hubungan dengan orang lain
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menangani
emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan
cermat membaca situasi dalam jaringan sosial, berinteraksi dengan
21 S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 73.22 Lobby Loekmono, Belajar Bagaimana Belajar, (Jakarta: Gunung Mulia, 1994), hlm. 62.23 Departemen Agama, Inservice Training MTs/MI, (Jakarta: PPIM, 2000), hlm. 230.
14
lancar. Keterampilan ini digunakan untuk mempengaruhi serta
memimpin, bermusyawarah dan menjelaskan perselisihan serta untuk
bekerjasama dalam tim.24
Dalam rangka membangun hubungan sosial yang harmonis
terdapat dua hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu: citra
diri dan kemampuan berkomunikasi.25 Citra diri sebagai kapasitas diri
yang benar-benar siap untuk membangun hubungan sosial. Citra diri
dimulai dari dalam diri masing-masing, kemudian melangkah keluar
sebagaimana ia mempersepsi orang lain. Sedangkan kemampuan
komunikasi merupakan kemampuan dalam mengungkapkan kalimat-
kalimat yang tepat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Kehidupan yang sangat kompleks memberikan dampak buruk bagi
perkembangan kecerdasan emosional seseorang.26 Hal ini sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat al-Zumar ayat 53 sebagai berikut:
.} :{Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batasterhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa darirahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosasemuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun Lagi MahaPenyayang. (Q.S. az-Zumar: 53).27
Dari ayat di atas secara jelas menunjukkan pentingnya pengembangan
emosi. Pengembangan emosi harus dimulai sejak usia dini. Oleh karena itu,
24 Goleman, op. cit., hlm. 514.25 BEP, op. cit., hlm. 50.26 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. 1, hlm. 113.27 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1996), hlm. 370.
15
maka peran orang tua sangat diharapkan dalam pengembangan dan
pembentukan emosi anak. Sebagai orang tua hendaknya mampu
membimbing anaknya agar mereka dapat mengelola emosinya sendiri
dengan baik dan benar. Di samping itu diharapkan anak tidak bersifat
pemarah, putus asa, atau angkuh, sehingga prestasi yang telah dimilikinya
akan bermanfaat bagi dirinya.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
adalah:
a. Faktor keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama
maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang
kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat.28
Hal ini tentu saja tidak mengherankan mengingat keluarga
merupakan sekolah sekaligus lingkungan masyarakat yang pertama
kali dimasuki oleh manusia. Di sekolah yang pertama inilah manusia
yang masih berstatus sebagai anak melewatkan masa-masa kritisnya
untuk menerima pelajaran-pelajaran yang berguna untuk
perkembangan emosinya.
b. Faktor lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara
sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan
dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan
potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual,
28 Syamsu Yusuf, op. cit., hlm. 37.
16
dan emosional maupun sosial.29 Keberhasilan guru mengembangkan
kemampuan peserta didik mengendalikan emosi akan menghasilkan
perilaku peserta didik yang baik, terdapat dua keuntungan kalau
sekolah berhasil mengembangkan kemampuan siswa dalam
mengendalikan emosi. Pertama; emosi yang terkendali akan
memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal.
Kedua; emosi yang terkendali akan mengahasilkan perilaku yang
baik.30 Oleh karena itu orang tua dan guru sebagai pendidik haruslah
menjadi seorang pendidik yang mempunyai pemahaman yang cukup
baik terhadap dasar-dasar kecerdasan emosional.
c. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor dari luar yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, di mana masyarakat yang maju dan kompleks
tuntutan hidupnya cenderung mendorong untuk hidup dalam situasi
kompetitif, penuh saingan dan individualis dibanding dengan
masyarakat sederhana.
Faktor masyarakat terdiri dari lingkungan sosial dan non
sosial.31 Lingkungan sosial meliputi lingkungan keluarga, ustadz dan
siswa. Sedangkan lingkungan non sosial meliputi keadaan pondok
pesantren, alam sekitar dan lain-lain. Baik lingkungan sosial maupun
non sosial, keduanya berpengaruh terhadap kecerdasan emosional
santri dan pada akhirnya akan berpengaruh pada prestasi belajar santri.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional adalah keluarga/orang tua dan
sekolah serta faktor masyarakat. Keluarga merupakan pendidikan pertama
29 Ibid., hlm. 54.30 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Biografi Publising, (Yogyakarta: t.pt.
2000), hlm. 139.31 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm. 138-140.
17
dan utama bagi anak, sedangkan sekolah merupakan faktor lanjutan dan
apa yang telah diperoleh anak dari keluarga. Keduanya sangat berpengaruh
terhadap emosional anak dan keluargalah yang mempunyai pengaruh lebih
besar dibandingkan sekolah, karena di dalam keluarga kepribadian anak
dapat terbentuk sesuai dengan pola pendidikan orang tua dalam
kehidupannya.
B. Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an
1. Konsep Dasar Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an
a. Pengertian
Al-hifz (hafalan) secara etimologi adalah lawan dari pada lupa,
yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Penghafal adalah orang yang
menghafal dengan cermat dan termasuk sederetan kaum yang
menghafal.32 Kata hifz dalam al-Qur’an berarti banyak hal, sesuai
dengan pemahaman konteks, sebagaimana misalnya firman Allah
dalam surat Yusuf ayat 65 yang diartikan memelihara dan menjaga:
.} :{"Dan kami akan dapat memelihara saudara kami…".33 (Yusuf:65).
Selain arti menjaga dan memelihara, al-hifz juga diartikan
menahan diri dari sesuatu yang tidak dihalalkan oleh Allah SWT
seperti yang terdapat dalam QS al-mukminun ayat 5:
.} :{
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya".34 (al-Mukminun: 5)
32 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal al-Qur’an (KaifaTahfiz al-Qur’an), (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), cet. 4, hlm. 23.
kadar pelekatan hafalannya belum mencapai kemampuan.
4) Menghafal dengan sistem partial, yaitu dengan istirahat pada
bagian tertentu, untuk kemudian melancarkannya terlebih
dahulu sehingga bagian yang telah dihafalnya itu benar-benar
mantap. Umpamanya, pada setiap lima juzu’, atau 10 juzu’
berhenti, kemudian dimantapkannya. Setelah benar-benar
mantap baru dilanjutkan pada sepuluh juzu’ berikutnya, dan
demikian seterusnya. Penghafal dengan cara seperti ini
biasanya tidak terikat oleh panjang atau pendeknya masa untuk
menyelesaikannya.40
Menurut Ahsin Sakho Muhammad sebagaimana ditengarai
Muhaimin Zen, dalam menentukan target hafalan biasa ditempuh
dengan cara sebagai berikut:
1) Menghafal perhalaman pada mushaf ayat pojok. Jika hal ini
dilakukan maka seorang akan selesai menghafalkan al-Qur’an
dalam waktu 600 hari atau kurang dari dua tahun, karena setiap
juz mempunyai 10 lembar atau 20 halaman. Satu halaman
terdapat 15 baris. Jadi kalau 30 juz berarti 300 lembar atau 600
halaman. Jika target hafalannya separuh halaman berarti dia
40 Ibid., hlm. 78-79.
25
baru mengkhatamkan al-Qur’an setelah 1200 hari atau kurang
dari 4 tahun.
2) Menghafal per sumun atau1/8. Perlu diketahui bahwa setiap juz
terbagi menjadi 2 hizb. Setiap hizb terbagi menjadi 4 bagian.
Jadi setiap juz ada 8 bagian. Satu bagian tersebut dinamakan
sumun. Jika hal ini dilakukan, maka seorang akan selesai
menghafalkan al-Qur’an selama 240 hari, yaitu 8 sumun kali 30
juz. Berarti kurang dari satu tahun. Jika target hafalannya
setengah sumun, berarti dia baru selesai menghafal 440 hari
atau setahun lebih.
3) Menghafal beberapa ayat saja semisal 3 sampai 5 ayat. Jika
demikian, maka waktu selesai menghafal menjadi tambah
panjang.41
b. Manajemen waktu pembelajaran tahfidz al-Qur’an
Pengaturan waktu dan pembatasan pembelajaran adalah
merupakan faktor penting untuk menghafal al-Qur’an. Pengaturan
waktu dan pembagiannya sehingga menjadi satuan yang tepat,
umpamanya ada jam-jam pagi dan siang, akan memperoleh hasil yang
optimal. Fungsi terpenting yang dapat dirasakan dari pembagian waktu
adalah memperbaharui semangat dan kemauan, meniadakan kejemuan
dan kebosanan, mengupayakan adanya kesungguhan, mengurangi
senda gurau. Perangkat ini merupakan ciri-ciri muslim yang paling
dalam. Dalam kaitannya dengan upaya menghafal al-Qur’an tampak
adanya tanda-tanda betapa sangat pentingnya pembagian waktu dan
pengalokasiannya. Berikut ini diketengahkan ringkasan dari hal-hal
tersebut:
1) Untuk menghafal al-Qur’an atau untuk mengingat-ingatnya
selayaknya kita memilih waktu yang paling tepat, yakni yang dapat
41 A. Muhaimin Zen, Bunga Rampai Mutiara Al-Qur’an; Pembinaan Qari’ Qari’ah danhafizh Hafizhah, (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurra’ wa al-Huffazh, 2006), hlm. 117-118.
26
memberi ketenangan pada hati dan otak, tidak sedang tegang, dan
dalam kondisi yang prima. Diantara waktu yang paling tepat adalah
sebelum waktu fajar, karena hati masih tenang, dapat
berkonsentrasi dengan baik, dan suasananya masih sunyi dari hiruk
pikuk. Waktu lainnya adalah setelah fajar sampai matahari terbit,
pada waktu setelah bangun tidur siang, atau asar. Para dokter
menasehatkan agar seseorang tidak belajar langsung setelah
makan.
2) Mengatur waktu, untuk menghafal dan untuk yang lainnya. Para
ahli jiwa (psikolog) berpendapat bahwa pengaturan waktu yang
baik akan berpengaruh besar terhadap melekatnya materi. Siapa
yang menghafal suatu nash (teks) selama satu bulan, maka
hafalannya akan melekat erat dan bertahan lama dibandingkan
dengan orang yang membaca teks yang sama dalam waktu satu
minggu.
3) Tidak memaksakan mengulang-ulangnya dengan sekaligus karena
hal tersebut dapat enimbulkan kejemuan. Orang yang menghafal
satu jam lalu beristirahat agar materi yang baru dihafal mengendap
dalam benak, lebih baik dibandingkan dengan mereka yang
membaca al-Qur’an dalam waktu satu hari penuh dalam keadaan
otak lesu.
Seyogyanya para siswa yang membagi waktu untuk menghafal
al-Qur’an memperhatikan hal-hal berikut:
1) Upayakan memilih waktu untuk membaca al-Qur’an pada saat otak
dalam keadaan tenang.
2) Terus menerus dalam menghafalnya.42
c. Metode pembelajaran tahfidz al-Qur’an
42 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, op. cit.,hlm. 39-41.
27
Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan
dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur’an,
dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal dalam
mengurangi kepayahan dalam menghafal al-Qur’an. Metode-metode
tersebut antara lain seperti yang akan diuraikan di bawah ini:
1) Metode wahdah
Maksud dari metode ini yaitu menghafal satu-persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai
hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau
dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk
pola dalam bayangannya. Dengan metode ini diharapkan penghafal
akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan
saja dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar
membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-benar hafal
barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang
sama.
2) Metode kitabah
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif
lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penghafal
terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada
secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat
tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu
dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau
dengan berkali-kali menuliskannya sehingga ia dapat sambil
memperhatikan dan sambil menghafalnya dalam hati. Metode ini
cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan,
aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam
mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.
3) Metode sima’i
28
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode
ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya.
Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai
daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak-
anak di bawah umur yang belum mengenal baca tulis al-Qur’an.
Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif:
a. Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi
penghafal tunanetra atau anak-anak. Dalam hal seperti ini,
instruktur dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan teliti
dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus
membacakan satu per satu ayat untuk dihafalnya, sehingga
penghafal mampu menghafalnya secara sempurna. Baru
kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya.
b. Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke
dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Kemudian kaset diputar dan didengar secara seksama sambil
mengikutinya secara perlahan-lahan. Kemudian diulangi lagi
dan diulangi lagi, dan seterusnya menurut kebutuhan sehingga
ayat-ayat tersebut benar-benar hafal diluar kepala. Setelah
hafalan dianggap cukup mapan barulah berpindah kepada ayat-
ayat berikutnya dengan cara yang sama dan demikian
seterusnya.
4) Metode gabungan
Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama
dan metode kedua, yakni metode wahdah dan metode kitabah.
Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional
sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka
dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang
dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya diatas kertas
yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Kelebihan
29
metode ini adalah adanya fungsi ganda, yakni fungsi menghafal
dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalan. Pemantapan
hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan
menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.
5) Metode jama’
Yang dimaksud dengan metode jama’ di sini ialah cara
menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang
dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh
seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau
beberapa ayat siswa menirukan secara bersama-sama. Kemudian
instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat
tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat
mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti
bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan
mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga
ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya
masuk dalam bayangannya. Setelah semua siswa hafal, barulah
kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang
sama. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan,
karena akan dapat menghilangkan kejenuhan disamping akan
banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat
yang dihafalnya.43
c. Strategi pembelajaran tahfidz al-Qur’an
Menurut Ahsin W. Al-Hafiz, ada beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam pembelajaran tahfiz al-Qur’an untuk membantu
mempermudah membentuk kesan dalam ingatan terhadap ayat-ayat
Chattopadhyay, Aparna, Whats You Emotional IQ Over 600 PsychologicalQuizzer Asses Your Weakness And Strenghts In Your Emotional AndFeeling And Groom Tuller Personality, (terj.) Hta. Darwin Rasyid, “TesEmosi Anda”. Tangerang: Gaya Media Pratama, 2004.
Consueloe, Sevila, Pengantar Metode Penelitian, (terj.) Alimuddin Tuwu,Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993.
Cooper, Robert K. dan Ayman Sawaf, Executive EQ, (terj.) Alex TrikuncoroWidodo, “Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan danOrganisasi”, Jakarta: Gramedia, 2000.
Departemen Agama, Inservice Training MTs/MI, Jakarta: PPIM, 2000.
Mas’ud, Abdurrahman, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: GamaMedia, 2003.
Miller, John P., Humanazing The Class Room; Models of Teaching in AffectiveEducation, (terj.) Abdul Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas, SekolahKepribadian, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002.
Munthali’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, Semarang: GunungJati, 2002.
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah, IAINWalisongo Semarang, 2001.
Najati, M. Usman, al-Hadits al-Nabawi wa ‘Ilmu al-Nafs, (terj.) Irfan Sahir, Lc.,Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, Jakarta: Hikmah, 2002.
Nasution, S., Didaktik Azas-azas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Nawabuddin, Abdurrab dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal al-Qur’an (Kaifa Tahfiz al-Qur’an), Bandung: Sinar Baru Algesindo,2005, cet. 4.
Stein, Steven J. dan Howard E. Book, The Edge, Emotional and Your Succes,(terj.) Trinada Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, Ledakan EQ,Bandung: Kaifa, 2002.
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: RinekaCipta, 1991.
Sugiono dan Eri Wibisono, Statistika Penelitian dan Aplikasinya Dengan SPSS10.0 for Windows, Bandung: Alfabeta, 2001, cet. 1.
Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2005.
Sumanto, Wasti, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk memahami
perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk
memotivasi dirinya sendiri, dan menata dengan baik emosi-emosi yang
muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain61.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
dan bertahan untuk menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan emosi dan
tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir.62 Sedangkan Robert K.
Cooper dan Ayman Sawaf dalam bukunya yang berjudul “Executive EQ”
mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan
pengaruh yang manusiawi.63
Kemampuan menghafal adalah kemampuan seseorang dalam
menghafal sesuatu. Adapun kemampuan menghafal al-Qur’an adalah
kemampuan membaca kemampuan membaca dan mencamkan al-Qur’an tanpa
melihat tulisan al-Qur’an (di luar kepala) secara berulang-ulang secara benar.
Sementara itu hafalan (al-hifz) secara etimologi adalah lawan dari pada lupa,
yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Sedangkan penghafal adalah orang yang
menghafal dengan cermat dan termasuk sederetan kaum yang menghafal.64
B. Definisi Operasional
Maksud dari kecerdasan emosional di sini adalah kemampuan para
santri untuk mengenali perasaan diri antara santri dengan yang lain,
kemampuan santri untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola
61 Basic Education Project, Inservice Training, (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya danAgama, 2000), hlm. 4.
62 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (terj.) T. Hermaya, “Kecerdasan Emosional”(Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 45.
63 Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, (terj.) Alex Trikuncoro Widodo,“Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi” (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm.XV.
64 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal al-Qur’an (KaifaTahfiz al-Qur’an), (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), cet. 4, hlm. 23.
8
8
emosi dengan baik pada diri santri dan dalam berhubungan dengan santri lain,
santri dengan ustadz-ustadzah dan dalam berhubungan dengan lingkungan
masyarakat sekitar pondok pesantren.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada