21 HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD) mendapat tekanan yang cukup berat, dengan adanya pemanfaatan lahan atas untuk daerah pemukiman mengakibatkan sedimentasi di daerah pantai. Adanya sedimentasi dapat mengakibatkan hilangnya terumbu karang di Teluk Ambon Dalam (Wouthuyzen 2001). Sedimentasi menyebabkan peningkatan kekeruhan air yang menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air dan mengganggu organisme yang memerlukan cahaya. Menurut Dahuri (2003), sedimen yang berasal dari lahan pertanian yang mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi dapat menimbulkan eutrofikasi. Dengan tingginya kekeruhan akan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam kolom perairan selanjutnya akan menurunkan produktivitas fitoplankton pada perairan. Cahaya matahari yang menembus laut mengalami dua perubahan penting. Pertama, energinya akan semakin berkurang secara eksponensial, dan kedua, lebar spektrumnya semakin menyempit. Di perairan samudera, makin dalam cahaya menembus makin menyempit spektrum ke arah warna biru (475 nm). Dengan kata lain telah diserap pada lapisan lebih atas. Di perairan pantai hal ini bergeser ke gelombang yang lebih panjang (hijau sampai kuning) bergantung pada banyaknya zat terlarut dan tersuspensi dalam air. Proses fotosintesis fitoplankton hanya dapat berlangsung bila ada cahaya pada kolom perairan (Nybakken 1992). Hasil fotosintesis yang cukup besar dapat diperoleh mulai dari lapisan permukaan sampai ke kedalaman dengan nilai intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas cahaya di permukaan air, dan kedalaman ini merupakan batas bawah zona eufotik. Selanjutnya Domingues et al. (2005) menyatakan cahaya dapat menjadi pembatas pertumbuhan fitoplankton, terutama sel-sel fitoplankton. Cahaya matahari yang memasuki suatu medium optik seperti air, intensitasnya akan berkurang atau mengalami peredupan bergantung pada materi yang terkandung dalam kolom air itu sendiri. Pada kolom air yang memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi, tingkat peredupannya juga tinggi. Kekeruhan (turbidity) merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan diabsorpsi oleh partikel- partikel yang ada dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik maupun anorganik tersuspensi dan terlarut seperti lumpur pasir halus, plankton, dan mikroorganisme (APHA 1989). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan intensitas cahaya dengan kekeruhan di perairan Teluk Ambon Dalam. METODE PENELITIAN Pengukuran kekeruhan menggunakan CTD-ALEC, Model ASTD-687. Penentuan posisi stasiun menggunakan GPS-Garmin, Model 76CSx. Intensitas cahaya matahari permukaan diukur dengan alat Automatic Weather Station (AWS) tipe JY 106 dari Badan Meteorologi dan Geofisika Ambon. Besarnya
12
Embed
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/68185/BAB III... · Cahaya matahari yang menembus laut mengalami dua perubahan penting.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
21
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN
KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM
PENDAHULUAN
Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi
Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD) mendapat tekanan yang
cukup berat, dengan adanya pemanfaatan lahan atas untuk daerah pemukiman
mengakibatkan sedimentasi di daerah pantai. Adanya sedimentasi dapat
mengakibatkan hilangnya terumbu karang di Teluk Ambon Dalam (Wouthuyzen
2001). Sedimentasi menyebabkan peningkatan kekeruhan air yang menghalangi
penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air dan mengganggu organisme yang
memerlukan cahaya. Menurut Dahuri (2003), sedimen yang berasal dari lahan
pertanian yang mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi dapat menimbulkan
eutrofikasi. Dengan tingginya kekeruhan akan mempengaruhi penetrasi cahaya ke
dalam kolom perairan selanjutnya akan menurunkan produktivitas fitoplankton
pada perairan.
Cahaya matahari yang menembus laut mengalami dua perubahan penting.
Pertama, energinya akan semakin berkurang secara eksponensial, dan kedua, lebar
spektrumnya semakin menyempit. Di perairan samudera, makin dalam cahaya
menembus makin menyempit spektrum ke arah warna biru (475 nm). Dengan
kata lain telah diserap pada lapisan lebih atas. Di perairan pantai hal ini bergeser
ke gelombang yang lebih panjang (hijau sampai kuning) bergantung pada
banyaknya zat terlarut dan tersuspensi dalam air. Proses fotosintesis fitoplankton
hanya dapat berlangsung bila ada cahaya pada kolom perairan (Nybakken 1992).
Hasil fotosintesis yang cukup besar dapat diperoleh mulai dari lapisan permukaan
sampai ke kedalaman dengan nilai intensitas cahaya tinggal 1% dari intensitas
cahaya di permukaan air, dan kedalaman ini merupakan batas bawah zona eufotik.
Selanjutnya Domingues et al. (2005) menyatakan cahaya dapat menjadi pembatas
pertumbuhan fitoplankton, terutama sel-sel fitoplankton.
Cahaya matahari yang memasuki suatu medium optik seperti air,
intensitasnya akan berkurang atau mengalami peredupan bergantung pada materi
yang terkandung dalam kolom air itu sendiri. Pada kolom air yang memiliki
tingkat kekeruhan yang tinggi, tingkat peredupannya juga tinggi. Kekeruhan
(turbidity) merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan diabsorpsi oleh partikel-
partikel yang ada dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik maupun
anorganik tersuspensi dan terlarut seperti lumpur pasir halus, plankton, dan
mikroorganisme (APHA 1989). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
hubungan intensitas cahaya dengan kekeruhan di perairan Teluk Ambon Dalam.
METODE PENELITIAN
Pengukuran kekeruhan menggunakan CTD-ALEC, Model ASTD-687.
Penentuan posisi stasiun menggunakan GPS-Garmin, Model 76CSx. Intensitas
cahaya matahari permukaan diukur dengan alat Automatic Weather Station
(AWS) tipe JY 106 dari Badan Meteorologi dan Geofisika Ambon. Besarnya
22
intensitas cahaya matahari di tiap kedalaman dihitung berdasarkan persamaan
Beer-Lambert (Walsby 2001) sebagai berikut:
Iz = Ioe-kz
Dimana :
Iz adalah intensitas cahaya pada kedalaman z,
Io adalah intensitas cahaya permukaan,
k adalah koefisien peredupan.
Koefisien peredupan dapat dihitung berdasarkan persamaan matematis yang
dikemukakan oleh (Tillman et al. 2000):
k = 0.191 + 1.242/Sd
Sd (dalam satuan meter) adalah kedalaman penetrasi cahaya yang diukur
mempergunakan cakram sechi ( secchi disc ) berdiameter 30 cm
Selanjutnya untuk mengetahui distribusi intensitas cahaya dan kekeruhan secara
temporal dan spasial dianalisis dengan ANOVA satu arah. Apabila pada analisis
ini terdapat perbedaan yang nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji Post-doc
Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Cahaya Matahari
Intensitas cahaya matahari permukaan perairan umumnya menunjukkan
adanya fluktuasi pada setiap musim. Rata-rata intensitas cahaya terendah pada
Musim Timur (169.22 sampai 330.72 µmol foton m-2
det-1
) dan tertinggi pada
Musim Peralihan II (300.49 – 807.84 µmol foton m-2
det-1
) (Gambar 10 dan 11).
Hasil analisis secara temporal intensitas cahaya menunjukkan ada perbedaan
antar musim (ANOVA ;P<0.01), dimana Musim Timur berbeda sangat nyata
dengan musim-musim lainnya. Karena pada Musim Timur rata-rata intensitas
cahaya rendah (253.87 µmol foton m-2
det-1
) dan tercatat hari-hari dengan curah
hujan yang tinggi yaitu hari hujan 25 sampai 28 hari (data BMG Stasiun Laha
Ambon). Sedangkan pada Musim Peralihan II didominasi hari-hari dengan rata-
rata intensitas cahaya matahari permukaan yang tinggi (619.16 µmol foton m-2
det-
1) dan pada Musim Barat dan Musim Peralihan I, intensitas cahaya matahari relatif
stabil dengan kisaran masing-masing 482.24 sampai 568.17 µmol foton m-2
det-1
dan 439.41 sampai 674.16 µmol foton m-2
det-1
. Sedangkan intensitas cahaya
maksimum pada daerah tropis berkisar dari 765.88 sampai 903.29 µmol foton m-
2det
-1 (Barnabe and Barnabe-Quet 2000). Gambar 11 memperlihatkan bahwa pada
bulan Oktober dan November intensitas cahaya pada permukaan laut berada pada
kisaran intensitas cahaya maksimum daerah tropis.
23
Gambar 10 Fluktuasi intensitas cahaya rata-rata pada Musim Timur, Peralihan II,
Barat, dan Peralihan I di permukaan laut TAD (Sumber data : BMG
Stasiun Ambon 2011-2012)
Gambar 11 Fluktuasi intensitas cahaya pada setiap bulan di permukaan laut
(Sumber data : BMG Stasiun Laha Ambon 2011-2012)
Kedalaman Penetrasi Cahaya (Secchi Depth) dan Koefisien Peredupan
Distribusi rata-rata kedalaman penetrasi cahaya (kecerahan) pada Musim
Timur di TAD berkisar dari 2.83 sampai 5.83 m (4.60±0.96), dengan kedalaman
penetrasi cahaya terendah sekitar daerah Poka (St 3) yang berdekatan dengan
muara sungai. Sebaliknya tertinggi di (St 8) bagian tengah antara Lateri dan
Waiheru. Menurut Mainassy et al. (2005) kecerahan perairan pada bulan Juli
(musim Timur) berkisar dari 6.10 sampai 10.5 m.
Pada Musim Peralihan II rata-rata kedalaman penetrasi cahaya berkisar
dari 5.17 sampai 8.18 m (7.07±0.99), kedalaman penetrasi cahaya terendah di
daerah Dermaga Galala (St 1) dan tertinggi di (St 8) sekitar bagian tengah antara
24
Lateri dan Waiheru. Distribusi rata-rata kedalaman penetrasi cahaya pada Musim
Barat bervariasi dari 5.83 sampai 8.83 m (7.27±0.96), dengan kedalaman terendah
di sekitar daerah Poka (St 3) dan tertinggi di daerah depan Dermaga Angkatan
Laut (St 5). Kedalaman penetrasi cahaya di Musim Peralihan I berkisar dari 5.50
sampai 6.17 m (5.80±0.25), kedalaman terendah di sekitar daerah Poka (St 3),
depan Dermaga Angkatan laut (St 5) dan Latta (St 7), sebaliknya yang tertinggi di
(St 2) bagian tengah antara Dermaga Galala dan Poka. Kedalaman penetrasi
cahaya tertinggi pada keempat musim terdapat di Stasiun 2, Stasiun 5 dan Stasiun
8 yang terletak pada bagian tengah teluk dengan kekeruhan yang rendah.
Distribusi kedalaman penetrasi cahaya secara temporal memperlihatkan
perbedaan nyata (ANOVA;P<0.01), artinya musim sangat berpengaruh terhadap
kedalaman penetrasi cahaya. Analisis lanjutan menunjukkan bahwa Musim Timur
berbeda nyata terhadap Musim Peralihan I dan sangat nyata terhadap Musim
Peralihan II dan Musim Barat. Pada Musim Timur, Peralihan II, dan Barat
kedalaman penetrasi cahaya terendah pada Zona-1 sedangakan pada Musim
Peralihan I pada Zona-2 (Tabel 11)
Musim Timur distribusi kedalaman koefisien peredupan berkisar antara
0.41 sampai 0.64 meter (0.49±0.08). Musim Peralihan II yaitu 0.36 sampai 0.49
meter (0.40±0.04), dan Musim Barat yaitu 0.34 sampai 0.41 meter (0.37±0.02)
dan Musim Peralihan I yaitu 0.43 sampai 0.49 meter (0.45±0.02). Pada Musim
Timur, Peralihan II dan Barat kedalaman penetrasi cahaya sangat berkorelasi
dengan koefisien peredupan masing-masing (Pearson’s r = -0.992, r = -0.913 dan r
= -0.982;P<0.01) (Lampiran 1, 2, dan 3), hal ini menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya kedalaman penetrasi cahaya, maka koefisien peredupan semakin
rendah atau sebaliknya
Pada beberapa stasiun menunjukkan koefisien peredupan yang tinggi,
tetapi cenderung intensitas cahaya matahari yang menembus kolom air relatif
kecil, sebaliknya pada beberapa stasiun dengan koefisien peredupan yang rendah,
cenderung intensitas matahari yang masuk ke kolom air relatif besar (Gambar 12
dan Gambar 13). Stewart (2002) menyatakan bahwa peredupan intensitas cahaya
disebabkan oleh penyerapan pigmen-pigmen dan molekul-molekul serta partikel-
partikel yang tersebar dalam air.
Secara temporal distribusi kedalaman koefisien peredupan menunjukkan
perbedaan nyata (ANOVA; P<0.01). Analisis lanjutan menunjukkan bahwa
Musim Barat dan Musim Peralihan II berbeda dengan Musim Peralihan I dan
Musim Timur. Rata-rata kedalaman koefisien peredupan lebih dalam pada Musim
Timur, Peralihan II, Barat, dan Peralihan I di Zona-1 (Tabel 12).
Tabel 11 Rerata kedalaman penetrasi cahaya (m) pada setiap zona
Zona MUSIM
Timur Peralihan II Barat Peralihan I
1 4.17 6.50 6.92 5.83
2 4.72 7.28 7.50 5.72
3 5.06 7.61 7.50 5.83
25
Tabel 12 Rerata kedalaman koefisien peredupan (m) pada setiap zona
Zona MUSIM
Timur Peralihan II Barat Peralihan I
1 0.53 0.41 0.38 0.46
2 0.48 0.39 0.37 0.46
3 0.45 0.38 0.37 0.44
Gambar 12 Profil kedalaman penetrasi cahaya (secchi depth) dan koefisien
peredupan pada Teluk Ambon Dalam (Juni s/d November 2011)
Musim Timur, koefisien peredupan berkorelasi dengan kekeruhan
(Pearson’s r = 0.662;P<0.05), hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya
kekeruhan maka akan meningkatkan koefisien peredupan. Sedangkan pada bulan
Oktober dan November dengan intensitas cahaya yang tinggi masing-masing
(749.15 dan 807.84 µmol foton m-2
det-1
) (data BMG Stasiun Ambon) dengan
rata-rata curah hujan yang rendah masing-masing (9.5 mm dan 4.4 mm) (data
BMG Stasiun Laha Ambon), terdapat koefisien peredupan yang rendah tetapi
26
cenderung intensitas cahaya yang masuk ke kolom air relatif besar. Peningkatan
intensitas cahaya dengan pengurangan kekeruhan (run off) akan mengurangi
koefisien peredupan pada kolom air (Madhu et al. 2007).
Gambar 13 Profil kedalaman penetrasi cahaya (secchi depth) dan koefisien
peredupan pada Teluk Ambon Dalam (Desember 2011 s/d Mei
2012)
Hal ini terlihat di bulan Juni pada daerah dari Dermaga Galala sampai daerah
Poka (St 1, St 2, St 3) dan daerah Hunut (St 6) dengan kedalaman penetrasi
cahaya 2.5 m, dan tercatat kedalaman koefisien peredupan 0.69 m. Hal ini
disebabkan terdapat tingkat kekeruhan yang tinggi (1.76 sampai 3.27 FTU.
Sedangkan di bulan Juli pada daerah Halong (St 4), (St 8) bagian tengah antara
Lateri dan Waiheru dan Nania (St 9) dengan kedalaman penetrasi cahaya 6.5 m,
tercatat kedalaman koefisien peredupan 0.38 m dan di bulan Oktober pada depan
Dermaga Angkatan Laut (St 5) dan Stasiun 8, bulan Januari pada Stasiun 5 dan di
bulan April pada Stasiun 2 dan Hunut (St 6) masing-masing dengan kedalaman
penetrasi cahaya 10.5 m tercatat kedalaman koefisien peredupan 0.31 m. Hal ini
27
disebabkan dengan bertambahnya kedalaman penetrasi cahaya, maka koefisien
peredupan semakin rendah.
Daerah Mixing dan Eufotik
Rasio Zmix:Zeu secara spasial dan temporal diperoleh dari perbandingan
antara kedalaman tercampur berdasarkan salinitas dengan kedalaman perairan
dimana intensitas cahaya tinggal 1% (Gambar 14). Distribusi rasio Zmix:Zeu
pada setiap musim relatif sama pada semua stasiun, pada saat terjadi percampuran
vertikal hanya berlangsung dalam zona eufotik. Menurut Nybakken (1992) bila
percampuran vertikal berlangsung dalam zona eufotik, sel-sel fitoplankton hanya
diangkut ke bawah menempuh jarak yang pendek sehingga sel-sel masih tetap
tinggal di suatu wilayah di mana cahaya cukup untuk fotosintesis.
Musim Peralihan I rasio Zmix:Zeu cenderung memiliki nilai rata-rata yang
lebih tinggi (45.97 %), sedangkan Musim Peralihan II dengan rata-rata nilai rasio
yang lebih rendah (33.87 %). Pada Musim Peralihan I memiliki rasio Zmix:Zeu
lebih tinggi, disebabkan karena rata-rata zona eufotik yang rendah, sedangkan
pada Musim Peralihan II memiliki zona eufotik yang lebih dalam, disebabkan
intensitas cahaya permukaan lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisis, maka lapisan
tercampur berlangsung dalam zona eufotik yang terjadi TAD.
Gambar 14 Rasio Zmix:Zeu (%) pada perairan Teluk Ambon Dalam
Rasio Zmix:Total Depth secara spasial dan temporal diperoleh dari
perbandingan antara kedalaman tercampur dengan kedalaman total perairan
(Gambar 15). Distribusi rasio pada setiap musim relatif sama, kecuali pada
Stasiun 3, 9, dan 10, pada ketiga stasiun ini terdapat nilai rasio yang tinggi
disebabkan lebih dalamnya zona mixing. Rata-rata rasio Zmix:Total Depth
tertinggi terdapat pada Musim Peralihan I (21.67 %), sedangkan rata-rata rasio
terendah pada Musim Timur (16.56%). Rendahnya rata-rata rasio Zmix:Total
Depth pada Musim Timur disebabkan oleh lebih dangkal zona mixing. Hal ini
menunjukan bahwa lapisan tercampur tidak sampai di dasar perairan.
28
Gambar 15 Rasio Zmix:Total Depth (%) pada perairan Teluk Ambon Dalam
Rasio Zeu:Total Depth secara spasial dan temporal diperoleh dari
perbandingan antara kedalaman eufotik dengan kedalaman total perairan
(Gambar 16). Distribusi rasio pada setiap musim relatif sama, kecuali pada
Stasiun 3, 9, dan 10, dengan kedalaman masing-masing 7 meter, 10 meter, dan 16
meter. Pada ketiga stasiun ini terdapat nilai rasio yang tinggi disebabkan lebih
dalamnya zona eufotik, disamping itu zona eufotik mendekati atau sampai di
dasar perairan. Rata-rata rasio Zeu:Total Depth tertinggi terdapat pada Musim
Barat (52.96 %), sedangkan rata-rata rasio terendah pada Musim Timur (43.78%).
Tingginya rata-rata rasio Zeu:Total Depth pada Musim Barat disebabkan oleh
lebih dalamnya zona eufotik, sedangkan Musim Timur sebaliknya.
Gambar 16 Rasio Zeu : Total Depth (%) pada perairan Teluk Ambon Dalam
Hubungan Intensitas cahaya dengan Kekeruhan
Kekeruhan (turbiditas) perairan menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan suatu perairan dapat disebabkan
oleh bahan-bahan organik, seperti plankton dan organisme lainnya, serta bahan
anorganik seperti lumpur dan pasir halus. Tingkat kekeruhan perairan
29
mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari. Semakin keruh suatu
badan air, sinar matahari yang masuk ke dalam air akan semakin terhambat.
Berdasarkan distribusi kekeruhan rata-rata pada Musim Timur di TAD berkisar
dari 0.78 sampai 3.27 FTU (1.61±0.72). Pada Musim Timur kekeruhan tertinggi
pada bulan Juni (Tabel 13 dan Gambar 17). Kekeruhan tertinggi di Musim Timur
di Zona-1 pada sekitar daerah Poka (St 3) dan terendah sekitar daerah Latta (St 7)
dan Stasiun 5 pada Zona-2. Tingginya kekeruhan pada Stasiun 3 disebabkan
karena stasiun tersebut berdekatan dengan muara sungai. Kekeruhan yang
disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap digunakan sebagai
faktor pembatas, sedangkan kekeruhan yang disebabkan oleh organisme,
merupakan indikasi produktivitas (Odum 1971).
Gambar 17 Peta distribusi kekeruhan di perairan Ambon Dalam