REFERAT HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN TERHADAP PROGRESIFITAS PENYAKIT GINJAL KRONIS Pembimbing: Mayor Laut (K) dr. Titut Harnanik, M.Kes Penyusun : Indra Wira Pratama 2015.04.2.0072 Ivan Sanjaya 2015.04.2.0073 Izzah Faidah 2015.04.2.0074 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REFERATHUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN TERHADAP
PROGRESIFITAS PENYAKIT GINJAL KRONIS
Pembimbing:
Mayor Laut (K) dr. Titut Harnanik, M.Kes
Penyusun :
Indra Wira Pratama 2015.04.2.0072
Ivan Sanjaya 2015.04.2.0073
Izzah Faidah 2015.04.2.0074
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAHRSAL dr. RAMELAN SURABAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul referat “Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap
Progresifitas Penyakit Ginjal Kronis” telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian LAKESLA.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan
topik “Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Progresifitas
Penyakit Ginjal Kronis” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah
satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian
LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya, dengan harapan dapat
dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan
penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada:
a. Mayor Laut (K) dr. Titut Harnanik, M.Kes selaku Pembimbing
Referat.
b. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di LAKESLA RSAL dr. RAMELAN
Surabaya.
d. Kelompok DM 39 K yang bertugas di LAKESLA RSAL dr.
RAMELAN Surabaya.
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Surabaya, November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal...........................................................................2
2.1.1. Aliran darah ginjal....................................................................................2
Pneumotoraks yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian
oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk
mengatasi pneumotoraks.
Kontraindikasi relatif
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tapi bukan
merupakan kontraindikasi absolut pemakaian oksigen hiperbarik
adalah:
a. Infeksi saluran napas bagian atas
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat
ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan
miringotomi bilateral.
b. Sinusitis kronis
Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan
miringotomi bilateral.
c . Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen.
Bilamana perlu penderita dapat diberikan anti-konvulsan
sebelumnya.
d. Emfisema yang disertai retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal
akan menyebabkan penderita secara spontan berhenti bernafas
akibat rangsangan hipoksik. Pada penderita dengan penyakit
paru yang disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik dapat
dikerjakan bila penderita diintubasi atau memakai ventilator.
e. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan
ini dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik juga dapat
dengan pemberian anti konvulsan.
f. Riwayat pneumotoraks spontan
Penderita yang mengalami pneumothorax spontan dalam RUBT
tunggal akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar
ganda dapat dilakukan pertolongan-pertolongan yang memadai.
Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat pneumothorax
spontan harus dilakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi hal
tersebut.
g. Riwayat operasi dada
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat
dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus
untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil. Tetapi
jelas dekompresi harus dilakukan secara lambat.
h. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan
plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu
kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab perubahan
tekanan dapat mengganggu implan terseut konsultasi dengan
spesialis THT perlu dilakukan.
i. Kerusakan paru asimptomatik yang ditemukan pada penerangan
atau pemotretan dengan sinar x
Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut
pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak
menimbulkan masalah
j. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus akan lebih
hebat bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan
alasan ini dianjurkan agar penderita yang terkena salesma
(common cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik
sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan
pengobaran sehera dengan oksigen hiperbarik
k. Spherosits kongenital
Pada keadaan ini butir-butir eritrosit sangat fragil dan pemberian
oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila
memang pengobatan hiperbarik mutlak diperlukan, keadaan ini
tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-
langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin
timbul.
l. Riwayat neuritis optik
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik terjadinya
kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun
kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan
riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami gangguan
penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun
kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan
perlu konsultasi dengan ahli mata. (Riyadi, 2013)
2.3.6 Komplikasi HBO Middle ear barotrauma
Sinus pain
Myopia and cataract Pulmonary barotrauma Oxygen seizures
Decompression sickness
Genetic effects
Claustrophobia (Jain,2000)
BAB 3POTENSI THBO DALAM MENGHAMBAT
PROGRESIFITAS PGK
3.1 HBOT memiliki peran dalam stabilisasi dan aktifasi HIFSeperti yang sudah djelaskan sebelumnya, HIF memiliki peran
dalam perlindungan terhadap kondisi hypoxia dari berbagai sel dalam
tubuh termasuk sel endotel dan tubulus. Pasien PGK (terutama dengan
diabetes) umumnya memiliki respon HIF yang terganggu. Penelitian
menunjukan bahwa HBOT dapat menstabilisasi dan mengaktifkan HIF
beserta responsya pada sel fibroblas. Pada penelitian ini digunakan sel
HDF yang dipaparkan dengan tekanan 2.5 ATA selama 1 jam kemudian
dilakukan observasi berturut turut selama 0,2,4 jam. Hasilnya pada
pengamatan pertama dan kedua dideteksi kadar HIF menurun namun
setelah 4 jam didapatkan peningkatan dan aktifasi dari HIF yang ditandai
dengan peningkatan pada kadar VEGF dan sdf 1 alpha.
Gambar 3.1
(Peningkatan kadar HIF pada perlakuan hiperbarik tampaknya memiliki
efek yang berbeda antar jaringan, pada peneliitan yang menggunakan
jaringan saraf didapatkan kadar HIF yang menurun setelah perlakuan
hiperbarik) (Sunkari, 2015).
3.2 HBOT meningkatkan kadar NO melalui eNOSPeneliitan dari Gallagher dkk menunjukan bahwa HBOT
meningkatkan NO baik BM-NO maupun eNO, hal ini cukup menarik
karena NO merupakan mediator yang dihasilkan saat keadaan hypoxia ,
namun terbukti bahwa keadaan hyperoxia yang ditimbulkan oleh HBOT
dapat merangsang produksi NO melalui mekanisme yang mirip.
. Gambar 3.2
Gambar 3.3
Peningkatan kadar NO juga kemudian memiliki efek mobilisasi dari sel-sel
progenitor endothelial menuju ke bagian endotel yang rusak yang
kemudian dapat memperbaiki keadaan endotel tersebut (dimana
mekanisme ini sering terhambat pada pasien dengan keadaan diabetes).
Pada penelitian ini digunakan tikus yang dipaparkan pada keadaan 100%
oksien dengan tekanan 2.4 ATA selama 9- menit. Kadar NO diukur secara
langsung melalui elektroda yang ditanam dan secara tidak langsung
menggunakan Western Blot analysis (Gallagher, 2007)
3.3 HBOT memiliki peran penghambatan terhadap kerusakan ginjalPeneliitan membandingkan antara 3 kelompok tikus yaitu tikus
yang diinduksi diabetes tanpa perlakuan HBOT, dengan HBOT tekanan
1.5 ATA dan kelompok terakhir dengan tekanan 2.4 ATA. Kerusakan
ginjal secara anatomis diukur menggunakan biomarker Clusterin, NAG,
NGAL, Cystatin C, dan Caspace, sedangkan fungsi filtrasi ginjal diukur
menggunakan kadar serum Creatinine dan kebocoran albumin.
Kadar biomarker pada semua kelompok tikus pada awalnya
mengalami peningkatan kemudian mengalami penurunan setelah minggu
ke-20, namun jika dibandingkan maka tampak penurunan yang signifikan
pada kelompok HBOT terutama pada kelompok HBOT dengan tekanan
2.4 ATA. Fluktuasi dari kadar biomarker menandakan terjadinya turnover
dari sel sel ginjal yang mengalami kerusakan, hal ini mengisyaratkan
bahwa turnover dari sel ginjal pada tikus dengan perlakuan HBOT dengan
tekanan 1.5 ATA terjadi lebih cepat.
Gambar 3.4
Pada pengukuran fungsi ginjal, kadar total eksresi albumin mengalami
penurunan yang bermakna pada kelompok tikus yang diterapi HBOT.
3.4 Hubungan Terapi HBO Dengan Anemia Pada Nefropati Diabetik
Anemia lebih sering ditemukan pada penderita nefropati diabetik
atau end stage renal disease, penyebab utamanya yaitu penurunan
produksi eritropoietin. Pada penelitian yang dilakukan pada 20 penderita
nefropati diabetik stadium I dengan oksigen hiperbarik 2,4 ata, oksigen
100% 3x30 menit, interval 2x5 menit menghisap udara setiap hari selama
5 hari, hasilnya kadar eritropoietin sampel meningkat, kadar eritrosit
meningkat tetapi tidak bermakna, namun kadar hemoglobinnya belum
meningkat. Sehingga dapat diambil kesimpulan, pemberian terapi HBO
pada penderita nefropati diabetik stadium I sebagai terapi adjuvan
terhadap komplikasi anemia dapat meningkatkan kadar eritropoietin
sehingga berpotensi meningkatkan jumlah eritrosit tetapi belum dapat
meningkatkan kadar hemoglobin (Suyono, 2010).
BAB 4KESIMPULAN
Bukti bukti yang ada membuktikan potensi hiperbarik dalam
menghambat progresifitas PGK. Terapi hiperbarik pada hewan coba
menunjukan hasil hasil yang mendukung terhadap penggunaan hiperbarik
dalam pengobatan terhadap PGK.
REFERENSI
Bernadette P. Cabigas , Jidong Su , William Hutchins , Yang Shi , Richard B. Schaefer , René F. Recinos , Vani Nilakantan , Eric Kindwall , Jeffrey A. Niezgoda , John E. Baker. “Hyperoxic and hyperbaric-induced cardioprotection: Role of nitric oxide synthase 3” : http://dx.doi.org/10.1016/j.cardiores.2006.06.031 143-151
Gill, 2004. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and outcome. Oxford University Press Journal, 385-95.
Gullans SR, Hebert SC. Metabolic basis of ion transport. In: Brenner and Rector's The Kidney (5th ed.), edited by Brenner BM. Philadelphia, PA: WB Saunders, 1996, p. 211–246.
Guyton 2013, A. C Guyton, J E. Hall “Textbook of Medical Physiology”, 13th edition. Elsevier Saunders 2013
Harrison’s 2012, A. S. Fauci, D. L. Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson and J. Loscalzo “Harrison’s Internal Medicine, 18th edition. McGraw-Hill Medical 2012
Irwanadi, C. Sindroma Glomerular dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi-2 Surabaya : Airlangga University Press 2015 Hal : 472
Katherine A. Gallagher, Stephen R. Thom, Omaida C. Velazquez, ”Diabetic impairments in NO-mediated endothelial progenitor cell mobilization and homing are reversed by hyperoxia and SDF-1α” J. Clin. Invest.117:1249–1259 (2007). doi:10.1172/JCI29710
Levy MN, Sauceda G. “Diffusion of oxygen from arterial to venous segments of renal capillaires”. Am J Physiol 196: 1336–1339, 1959
Levy MN. “Effect of variations of blood flow on renal oxygen extraction”. Am J Physiol 199: 13–18, 1960.
Liu KD, Chertow GM. Acute renal failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. Vol.2;1752-61.
Longo, D dkk. Nephrology dalam Harrison’s Manual of Medicine 18th ed. McGraw-Hill Companies 2013 Hal : 960, 968
Mimura, I. & Nangaku, M. Nat. Rev. “The suffocating kidney: tubulointerstitial hypoxia in end-stage renal disease”. Nephrol. 6, 667–678 2010.
Nunuk, M. Penyakit Ginjal Kronis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi-2 Surabaya : Airlangga University Press 2015 Hal : 484
O'Connor PM, Anderson WP, Kett MM, Evans RG. “Renal preglomerular arterial-venous O2 shunting is a structural anti-oxidant defence
mechanism of the renal cortex”. Clin Exp Pharmacol Physiol 33: 637–641, 2006.
Rabelink, T. J., wijewickrama, D. C. & de Koning, E. J. Peritubular endothelium: the Achilles heel of the kidney? Kidney Int. 72,926–930 (2007).
Rajeev Verma & Avijeet Chopra & Charles Giardina & Venkata Sabbisetti & Joan A. Smyth & Lawrence E. Hightower & George A. Perdrizet. “Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) suppresses biomarkers of cell stress and kidney injury in diabetic mice” Cell Stress and Chaperones (2015) 20:495–505 DOI 10.1007/s12192-015-0574-3
Riyadi, 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lakesla.
Sahni T 2003 Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and Applications, JAPI vol 51
Schurek HJ, Jost U, Baumgartl H, Bertram H, Heckmann U. Evidence for a preglomerular oxygen diffusion shunt in rat renal cortex. Am J Renal Fluid Electrolyte Physiol 259: F910–F915, 1990.
Stevens LM. Kidney failure. JAMA 2009;301(6):686.
Sunkari, V. G., Lind, F., Botusan, I. R., Kashif, A., Liu, Z.-J., Ylä-Herttuala, S., Brismar, K., Velazquez, O. and Catrina, S.-B. (2015), Hyperbaric oxygen therapy activates hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1), which contributes to improved wound healing in diabetic mice. Wound Repair and Regeneration, 23: 98–103. doi: 10.1111/wrr.12253
Suyono, Handi. “Pengaruh Oksigen Hiperbarik Sebagai Terapi Adjuvan Terhadap Kadar Eritropoietin, Jumlah Eritrosit, dan Kadar Hemoglobin Pada Penderita Nefropati Diabetik Stadium I”. 2010. Surabaya : Airlangga University Library.
Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press 2007;221-33
Welch WJ, Baumgartl H, Lubbers D, Wilcox CS. Nephron pO2 and renal oxygen usage in the hypertensive rat kidney. Kidney Int 59: 230–237, 2001.