HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan Oleh : Akhmad Eko 0611020011 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2010
92
Embed
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA ... · PDF filekadar gula darah pasien diabetes mellitus ... bab iii metode penelitian ... bab iv hasil dan pembahasan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS
RAWAT JALAN RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan
Oleh :
Akhmad Eko 0611020011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD.
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD.
PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
Akhmad Eko 0611020011
Telah dipertahankan didepan Panitia Ujian Skripsi Pada hari Jum’at tanggal 20 Agustus 2010
SUSUNAN PANITIA UJIAN
Ketua Ns.Asiandi, S.Kep., M.Sc NIK. 2160219
Sekretaris
Ns.Endiyono, S.Kep NIK. 2160385
Mengetahui
Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhamadiyah Purwokerto
Ns.Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc NIK. 2160153
Penguji I Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc NIK. 2160153
Penguji II
Supriyadi S.KM NIK. 2160134
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Akhmad Eko
Nim : 0611020011
Program studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas/Universitas : Ilmu Kesehatan/Muhammadiyah Purwokerto
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat, apabila kelak dikemudian hari tebukti ada
unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Purwokerto, Agustus 2010
Yang menyatakan,
Akhmad Eko NIM 0611020011
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hasil sekripsi ini saya persembahkan untuk : Untuk orang yang selalu saya banggakan, saya kagumi, dan saya inspirasikan atas lemah lembutnya, kesabaranya, saya
ucapkan terimakasih untuk Ibu dan bapak semoga aku bisa lebih baik dari hari ini.
Untuk adik saya Isma Nur Hidayah dan nenek saya, diam- diam kalian adalah inspirasi terbesarku akan masa depan, semoga
langkahku bisa membuat kalian bangga. Untuk Tri Puji Rahayu semoga kita bisa lebih baik dari hari ini
MOTTO
Untuk sebuah kebaikan........
Optimis, Berjuang, dan Pantang menyerah, karena
Alloh takan pernah menyia-nyiakan hambanya
yang berusaha
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula didalam tubuh, sedangkan aktivitas fisik merupakan pergerakan yang dilakukan oleh otot dan sistem penunjangnya yang mampu meningkatkan metabolisme sehingga gula darah menurun akibat dari gula darah yang digunakan untuk metabolisme dalam aktivitas. Aktivitas dan istirahat tidur harus seimbang untuk menjaga agar tidak terjadi hipoglikemia. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktifitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. Metode : Desain dalam penelitian ini adalah Deskriptif dengan pendekatan waktu cross sectional dengan memakai uji regresi linear. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan technik purposif sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 35 responden penderita Diabetes Mellitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo. Hasil : Hasil korelasi menunjukan hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah yaitu r= -0,749 dan tingkat signifikan p =0,000. Hubungan istirahat dengan kadar gula darah, nilai r = 0,349 dengan p = 0,020. dan untuk hasil regresi linier, variabel yang signifikan adalah aktivitas fisik( p = 0,000) dengan R2= 0,565 dan. variabel istirahat tidak bermakna ( p = 0,532). Kesimpulan : Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien Diabetes Melitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo Kata kunci: Aktivitas fisik, Istirahat, kadar gula darah pasien DM
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is a disorder characterized by increased sugar levels in the body, while physical activity is performed by muscle movement and its supporting systems that can increase your metabolism so that blood sugar decreased as a result of blood sugar that is used for metabolism in the activity . Activity and bed rest should be balanced to maintain in order to avoid hypoglycemia. Objective: This study aimed to determine the relationship of physical activity and rest with blood sugar levels. Methods: The design of this study is descriptive with cross sectional approach using linear regression. Sampling technique in this study using purposive sampling technik. The sample in this study is 35 respondents Outpatient Diabetes Mellitus. Results: The correlation showed a significant relationship between physical activity with blood sugar levels that is r = -0.749 and p = 0.000 significant level. Break relations with the blood sugar levels, the value of r = 0.349 and p = .020. and for the results of linear regression, significant variables are physical activities with R2 = 0.565, B = - 0.0002116 and p = .000. Variable resting B = 3.678 p = .532. Conclusion: There is a relationship between physical activity with the patient's blood sugar levels Diabetes Mellitus outpatient hospitals. Prof. Dr. Margono Soekardjo Keywords: Physical activity, rest, diabetic patients ; blood sugar levels
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulilah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta berbagai kenikmatan yang tidak
ternilai harganya berupa iman, Islam dan kesehatan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Hubungan Antara Aktivitas
Fisik Dan Istirahat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat
Jalan Di RSUD. Prof. Dr Margono Soekardjo”.
Penelitian ini dapat disusun berkat adanya kemauan dan bantuan baik moril
maupun materiil dari berbagai pihak. Selain itu, skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis masih banyak mengalami kekurangan
dan kesulitan, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak maka penulis
megucapkan terimakasih kepada:
1. DR. H. Syamsuhadi Irsyad, S.H., M.H., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Purwokerto yang telah membuat keputusan dalam penulisan
skripsi ini.
2. Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah menyetujui penulisan
skripsi ini.
3. Mustiah Yulistiani, S.Kp., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
4. Ns. Asiandi S.Kep., MSc., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Ns.Endiyono, S.Kep., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
6. Direktur RS. Prof. Dr. Margono Soekardjo yang sudah memberikan izin
untuk penelitian di rumah sakit yang beliau pimpin.
7. Bapak, Ibu, Nenek dan Adiku yang lucu, terimakasih atas doa, semangat dan
(EMG), diketahui ada dua tahapan tidur yaitu non rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM).
a. Tidur NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena
gelombang otak yang ditunjukan oleh orang yang tidur lebih pendek
dari pada gelombang alfa dan beta yang ditunjukan orang yang
sadar.Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi
tubuh. Disamping itu, semua proses metabolic termasuk tanda-tanda
vital, metabolisme, dan kerja otot melambat.
Tidur NREM terbagi atas 4 tahap (I-IV tahap). Tahap I-II disebut
sebagai tidur ringan ( light sleep ) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur
dalam (deep sleep atau delta sleep).
b. Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung
selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan
sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM otak
cenderung aktif hingga metabolismenya meningkat hingga 20%. Pada
tahap ini individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat
bangun dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi,sekresi lambung
meningkat, dan frekuensi jantung dan pernafasan sering kali tidak
teratur.
Siklus Tidur selama tidur individu mengalami tahap tidur NREM
dan REM. Siklus tidur yang komplit normalnya berlangsung selama 7-8
jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke
tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit,
kemudian diteruskan ke tahap IV selama kurang lebih 20 menit. Setelah
itu, individu kembali melalui tahap II dan III selama 20 menit. Tahap I
REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit (Asmadi,
2002).
4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur
Banyak faktoryang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur,
diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress
emosional, stimulan dan alcohol, diet, merokok dan motivasi.
a. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan
waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya. Disamping itu,
siklus bangun tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
b. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses
tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing
dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh temperatur yang tidak
nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur
seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan
dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
c. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur
seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur
REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan
kembali memanjang.
d. Gaya Hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat .
e. Stress Emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang.
Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui
stimulasisystem syaraf semapatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulant dan Alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang SSP sehingga dapat menganggu pola tidur. Sedangkan
konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menggangu siklus tidur
REM. Ketika pengaruh alkohol telah hilang,individu sering kali
mengalami mimpi yang buruk.
g. Diet
Penurunan berat badan berkaitan dengan penurunan waktu tidur
sering terjaga di malam hari ( begadang ).
h. Merokok
Nikotin yang trrkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi
pada tubuh. Akibatnya, perokok sering mengalami gangguan istirahat
tidur.
i. Medikasi
Obat-obatan dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang seperti
metabloker, dapat menyebabkan insomnia dan mimipi buruk,
sedangkan golongan narkotika diketahui dapat menekan tidur REM
dan menyebabkan sering terjaga di malam hari (Kozeir, Erb &
Berman, 2000).
E. Kebutuhan Tidur Seseorang
Kebutuhan tidur seseorang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan ritme
biologis pada manusia, setiap mahluk hidup memiliki bioritme (Jam biologis)
yang berbeda. Pada manusia bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan
dengan faktor lingkungan Misalnya, cahaya, kegelapan, gravistasi, dan
stimulus elektromagnet. Selain itu kebutuhan tidur sesseorang ditentukan
sesuai dengan usia seseorang. Klasifikasi kebutuhan tidur menurut Gayton dan
Hall (2000) adalah :
NO Individu Kebutuhan tidur 1 2 3 4 5
Usia Sekolah Usia Remaja Dewasa muda Dewasa pertengahan Dewasa Tua
10 jam, 8,5 tidur REM, sisanya relatif konstan 8,5 jam / hari, 20% tahapan REM Tidur 7-9 jam/ hari, 20-25 % tidur tahap REM 7 jam/ hari, 20% tahap REM dan mengalami gangguan tidur 6 jam/ hari, tahapan tidur tidak memiliki tahap IV
F. Penerapan Teori Adaptasi Keperawatan
Kebutuhan pasien diabetes dalam mengendalikan gula darahnya
membutuhkan pengawasan dan tindakan perawat. Aktivitas fisik pasien DM
dipantantau secara terus menerus, yang bertujuan agar aktifitas yang
dilakukan tidak menyebabkan hipoglikemia. ( Kozier, Erb, Berman, 2000).
1. Konsep keperawatan OREM
Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam
pandangan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi
dalam konsep kebutuhan dasar yang terdiri dari :
a. Air (udara)
Dalam konsep udara, kebutuhan bernafas didalam kesehatan
sangat berpengaruh terhadap kesehatan individu. Tujuan pemeliharaan
udara adalah menjaga agar udara di ingkungan sekitar tetap terjaga
kebersihannya, sehingga kebutuhan oksigen oleh tubuh tetap
seimbang, Udara yang bersih yang dihirup melalui proses bernafas
akan digunakan untuk proses oksidasi sehingga pada penderita DM
sangatlah berpengaruh karena diabetes merupakan suatu penyakit
akibat kelainan metabolisme yang dapat terjadi karena adanya oksigen
didalam udara yang bersih.
b. Water (air)
Kebtuhan air bagi penderita DM, sangatlah penting hal tersebut
berfungsi untuk keseimbangan cairan karena penderita DM
mengalami eliminasi cairan yang banyak lewat urin.
c. Food (makanan)
Makanan merupakan kebutuhan manusia yang bertujuan
menghasilkan energi untuk aktivitas, tetapi untuk penderita DM
haruslah terukur jumlah asupan makanan karena akan mempengarui
indeks glukosa darah diet merupakan tahap awal penting pada
penatalaksanaan diabetes mellitus. Tujuan pengaturan diet adalah
untuk mencapai gula darah yang ideal. Dasar makan diet standar,
tinggi karbohidrat, rendah lemak dan tinggi serat. Adapun standar diet
dilakukan yaitu terutama pada DMTTI. Peran diet ini jelas sekali pada
pasien yang gemuk, dimana toleransi glukosa jelas menjadi normal
dengan menurunya berat badan.
d. Eliminasi (Pembuangan).
Monitoring terhadap eliminasi dibutuhkan untuk mengetahui
keadaan suatu penyakit yang di alami oleh individu.
e. Rest and Actifity (Istirahat dan aktivitas)
Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat harus dijaga, bagi
penderita DM aktivitas akan mempengaruhi peningkatan metabolik di
dalam tubuh. aktivitas membutuhkan kalori sedangkan bahan untuk
memperoleh kalori salah satunya dengan metabolik glukosa sehingga
aktivitas akan mempengaruhi indek glukosa darah. istirahat dapat
membantu menstabilkan gula darah karena dalam istirahat hanya
membutuhkan kalori yang sedikit yang tergolong dalam aktivitas
intrinsik, dibandingkan dengan aktivitas ektrinsikyang membutuhkan
banyak kalori.
f. Solitude and social interacion ( kemandirian dan interaksi sosial ).
Pemeliharaan keseimbangan antara kemandirian dan interaksi
sosial, dimaksudkan untuk dapat mengatur antara aktivitas fisik, pola
makan dan obat-obatan dalam mengendalikan gula darah penderita
DM.
2. Pandangan Keperawatan Orem
Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan
ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan
keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep
praktik keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care,
di antaranya:
a. Perawatan Diri Sendiri (Self Care)
Teori Self Care
meliputi:
1) Self Care: merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta
dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta
mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.
2) Self Care Agency: merupakan suatu kemampuan individu dalam
melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oeh usia,
perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.
3) Theurapetic Self Care Demand: tuntutan atau permintaan dalam
perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang
dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan
menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat.
4) Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan
yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang
bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia
serta dalam upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self Care Reuisites
terdiri dari beberapa jenis, yaitu: Universal Self Care Requisites
(kebutuhan universal manusia yang merupakan kebutuhan dasar),
Developmental Self Care Requisites (kebutuhan yang berhubungan
perkembangan indvidu) dan Health Deviation Requisites (kebutuhan
yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien).
b. Self Care Defisit
Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara
umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat
perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak
mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara terus menerus.
Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau
kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan
kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care,
baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri
sendiri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem
memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya bertindak atau berbuat
untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi support,
meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi
serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
c. Teori Sistem Keperawatan
Teori Sistem Keperawatan merupakan teori yang menguraikan secara
jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat
atau pasien sendiri. Dalam pandangan sistem ini, Orem memberikan
identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan diantaranya:
1) Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System).
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan
secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam
memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan
bantuan dalam pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya
manipulasi gerakan. Contoh : pemberian bantuan pada pasien koma.
2) Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System).
Merupakan siste dalam pemberian perawatan diri sendiri secara
sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan
secara minimal. Contoh: perawatan pada pasien post operasi abdomen
di mana pasien tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
perawatan luka.
Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan sistem bantuan yang
diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan
harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini
dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah
dilakukan pembelajaran. Contoh: pemberian sistem ini dapat dilakukan
pada pasien yang memerlukan informasi pada pengaturan kelahiran (
Kozier, Erb & Berman, 2000).
d. Aplikasi Model Keperawatan Orem
Aplikasi Model Keperawatan Orem, dapat dilihat dari contoh kasus
berikut:
Kasus: Tn. J (50 th), didiagnosis DM tipe 2. Dia memiliki riwayat
hipertensi dan dia seorang perokok berat (30 batang per hari). Perawatan
yang dapat diberikan kepada Tn. J berdasarkan model keperawatan Orem
adalah :
1) Air (educative/supportif). Perawat harus mampu memberikan
informasi tentang hubungan hipertensi dengan merokok.
2) Water (educative/supportif). Perawat harus mampu meyakinkan
adanya hydration-risk yang cukup dari polydipsia yang memicu
hyperglycaemia (kadar gula yang tinggi dalam darah)
3) Food (partial compensatory). Perawat memberikan diet yang cocok
untuk hipertensi dan diabetes, serta mengontrol gula darah setelah
Aktivitas Fisik 378661,09 kalori Istirahat 7,45 jam GDS 317,51
Tabel 4.1. diatas didapatkan bahwa umur responden yang terbanyak
adalah diatas 45 tahun terdapat 17 orang (35 %), jenis kelamin perempuan
29 orang (74,3%) yang sebagian bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga sebesar
23 orang (65,7%) dan berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 18 orang
(51,4%).
Rata-rata aktivitas fisik responden sejumlah 35 yaitu 378661,0953
yang artinya rata-rata aktivitas fisik dari nilai kalori yang dikeluarkan adalah
aktivitas yang berat menurut keputusan Mentri tenaga kerja Indonesia No.51
tahun 1999. Menurut Gayton dan Hall jumlah rata-rata istirahat tidur
responden yang sebagian besar diatas 45 tahun adalah 7,4571 yang berarti
pasien mengalami lama tidur yang berlebih (>7 jam). Nilai rata-rata gula
darah sewaktu adalah 317,5143 nilai tersebut didalam criteria diagnostic
termasuk nilai yang tinggi (Soegondo,1999).
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Akvitas Fisik Rawat Jalan RSMS dengan Kadar Gula Darah
Penderita DM Rawat Jalan RSMS
Tabel 4.3. Korelasi antara Aktivitas Fisik Rawat Jalan dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS
Variabel r p Aktivitas fisik (Kalori ) terhadap Kadar Gula Darah -0,749 0,000
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik rawat jalan
dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r =
-0,749 terdapat hubungan negatif yang cukup kuat antara aktivitas fisik
rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS.
Artinya semakin tinggi aktivitas maka gula darah akan menurun.
2. Hubungan Istirahat dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan
RSMS
Tabel 4.4. Korelasi antara Istirahat dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS
Variabel r p Istirahat terhadap Kadar Gula Darah 0,349 0,020
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,016 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar
gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,349 artinya
terdapat hubungan yang sedang antara istirahat dengan kadar gula darah
penderita DM rawat jalan RSMS. Artinya jika istirahat tidur semakin lama
maka gula darah semakin tinggi (Arikunto, 2006).
C. Hasil Analisis Multivariat
Tabel 4.5. Rekapitulasi Analisis Multivariat
Variabel B P
Aktifitas fisik (Kalori ) Istirahat
-0.0002116
3.678
0.000 0.598
R2 0.565 Konstanta 370,186
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada uji Multivariat
menggunakan Regresi Linier diperoleh nilai R2 = 0,565 yang artinya ada
hubungan sedang antara aktivitas fisik (kalori yang dihabiskan oleh
responden) dan istirahat dengan kadar gula darah pasien diabetes miletus.
Kadar gula tersebut dipengaruhi oleh aktivitas fisik (kalori yang dihabiskan
oleh responden) dan istirahat sebesar 56,5% dan sisanya 43,5% dipengaruhi
oleh faktor lain.
Hasil perhitungan uji F diperoleh F hitung = 20,472 dan p =0.000 yang
artinya terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara aktivitas fisik
dan istirahat terhadap kadar gula darah pasien diabetes miletus rawat jalan di
RSMS.
Hasil penelitian ini jika dimasukan kedalam persamaan regresi linier
nn xbxbxbaY .........2211 adalah Y = 370,186-0,0002116*(1Point
Aktivitas fisik) =370,185 yang artinya setiap aktivitas fisik meningkat satu
satuan akan menurunkan gula darh menjadi 370,185 (Sugiono, 2002).
D. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berumur diatas 45
tahun sebanyak 17 (48,57%). Hal ini dimungkinkan karena pada umur 45
tahun mengalami penurunan fungsi organ, seperti halnya pada hasil
penelitian dari Retnaningsih (2002) dan Pratiwi (2007) responden yang
terbanyak berumur 51-60 tahun bahwa pada orang-orang yang telah
berumur, fungsi organ tubuh menurun.
Ikram (1999) menyebutkan bahwa dengan meningkatnya umur,
intoleransi terhadap glukoosa juga meningkat. Faktof yang berkaitan
sebagai penyebab diabetes pada usia lanjut, yaitu fungsi pankreas dan
sekresi insulin yang berkurang, dan adanya resistensi insulin yang
berkurang karena berkurangnya masa otot dan perubahan vaskuler maka
seiring bertambahnya usia seseorang memungkinkan terjadinya penyakit
diabetes.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan yang menderita diabetes mellitus
yaitu 29 orang (74,3%). Salah satunya penyebabnya adalah pola istirahat
dan gaya hidup meskipun menurut Darusman (2009) menyimpulkan tidak
ada perbedaan perilaku pasien diabetes mellitus antara pria dan wanita.
Ardiyano (2006) menyebutkan bahwa secara setatistik tidak ada
perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan
terhadap prevalensi DM. Hal ini sesuai dengan pendapat Margatan (1995)
yang menyatakan secara anatomi dan fisiologis sama antara laki-laki dan
perempuan yang sama-sama memiliki organ pankreas dan sesuai dengan
kebutuhan.
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dari Agustaria (2009)
yang menyebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian DM.
Tingkat pendidikan responden mayoritas berpendidikan SD yaitu
18 orang (51,4%) dan bekerja sebagai ibu umah tangga yaitu sebanyak 23
responden (65,7%). Pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap
kejadian diabetes mellitus (Rahmawati, 2002).
2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik rawat jalan
dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = -
0,749 artinya terdapat hubungan negatif yang kuat antara aktivitas fisik
rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS.
Artinya, gula darah akan menurun jika responden melakukan aktivitas
yang lebih (Arikunto, 2002).
Hal tersebut sejalan dengan teori fisiologis aktivitas fisik, yaitu
didalam manusia melakukan aktivitas atau kegiatan tubuh akan
mengeluarkan energi, semakin berat aktivitas yang dilakukan akan
mengeluarkan energi atau kalori yang semakin tinggi, sedangkan sumber
kalori manusia yang paling utama adalah glukosa, setiap seseorang
melakukan aktivitas maka otot akan meningkatkan pembakaran glukosa
secara maksimal, dan menyebabkan penurunan kadar gula darah (Asdie,
1996).
Hasil penelitian sesuai dengan Sudirman dan Baequni (2008) yang
menyebutkan kegiatan fisik diabetes tipe 1 dan 2, akan mengurangi resiko
kejadian kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik
akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik maupun psikis, untuk
pengendalian gula darah juga dapat dikendalikan dendan kegiatan senam.
Hasil penelitian menunjukan adanya perubahan yang signifikan pada
penurunan gula darah karena gula darah digunakan untuk proses aktivitas
fisik senam, selama 30 menit dan terjadi peningkatan metebolisme.
Soegondo dan Sidartawan (2000) menuliskan sebagai usaha
pencegahan penyakit Diabetes Mellitus agar tidak menjadi lebih lanjut
Sebagai usaha pencegahan penyakit Diabetes Mellitus agar tidak menjadi
lebih lanjut banyak orang yang mengikuti aktivitas fisik seperti olahraga
untuk menjaga kesehatannya. Terlebih untuk penderita DM yang tidak
tergantung insulin, mengalami perubahan yang mencolok jika aktifitas
fisik seperti olah raga dilakukan secara teratur gula darah akan menurun
atau terkendali hal tersebut terjadi karena aktifitas fisik mampu
meningkatkan perbaikan antara insulin dan sel reseptornya, sehinga gula
didalam darah mampu tertransver maksimal guna untuk mencukupi
kebutuhan kalori.
Aktivitas fisik akan membantu pasien DM mengontrol berat badan
yang merupakan indikator penunjuk penderita DM lebih mudah, karena
penderita diabetes mampu menggunakan glukosa sebagai bahan penghasil
energi secara maksimal. Sehingga pemecahan lemak didalam tubuh dapat
berkurang (Infokes, 2004).
Subari (2008) menyebutkan bahwa Rumah Sakit Dr. Oen Solo
Baru mengadakan program senam untuk penderita Diabetes Mellitus yang
diadakan setiap hari Sabtu pagi jam 06.00 WIB, selama 3 bulan. Senam ini
diikuti oleh 250 peserta baik laki-laki maupun perempuan. Namun yang
positif menderita Diabetes Mellitus sebanyak 105 orang. sisanya 145 orang
gula darah terkendali dalam batas normal. Hal tersebut menunjukan bahwa
aktivitas mempengaruhi indek glikemik darah.
Hasil penelitian ini juga sejalan atau sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setiawan (2009). Yaitu tentang pengaruh aktvitas fisik
senam terhadap kadar gula darah, penelitian ini dilakukan RSUD
banyumas. Penelitian ini menggunakan kelompok control 30 orang, dan 30
orang diberi intervensi selama 3 kali berupa aktivitas fisik senam, dan
menggunakan T tes dengan tingkat signifikan (p<0,05) maka diperoleh
kesimpulan bahwa aktivitas senam mempengaruhi kadar gula darah,
kesesuaian dengan sekripsi ini adalah semakin tinggi pengeluaran kalori
atau aktivitas dapat menurun kadar gula darah penderita DM.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Williams dan wilkin yang meneliti pengaruh intensitas, durasi senam
terhadap glukosa darah penderita DM. senam dilakukan selama 12 kali
dengan sample sebanyak 37 orang, dilakukan di empat RS dengan
durasi(20%, 40%, 60% dan 80%) dan intensitas (10, 20, 30 dan 40) menit
diperoleh temuan efek utama dari senam yaitu perbedaan (penurunan)
glukosa di dalam darah sebesar 37% antara sebelum dan sesudah intervesi.
Hal tersebut juga berarti semakin seseorang aktif mengeluarkan kalori
maka gula darah semakin menurun (Williams dan Wilkin, 2003).
Hasil penelitian hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula
darah sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh badan kesehatan
dunia (WHO) pada masyarakat Hanoi di Vietnam, badan kesehatan dunia
mengamati penduduk Hanoi memiliki perubahan gaya hidup, dari aktivitas
mereka dari jalan kaki mereka berubah dalam aktivitas tersebut akibatnya
penderita DM dari 10 tahun kebelakang mengalami kenaikan sebesar 90%,
hal tersebut berarti dapat dievaluasi bahwa aktivitas yang lebih banyak
mengeluarkan kalori cendrung dapat mengendalikan glukosa darah dalam
batas normal. Karena glukosa yang ada dalam darah hasil dari proses
pemecahan senyawa karbohidrat mampu digunakan secara maksimal
dalam proses metabolisme yang dilakukan oleh sel-sel otot guna untuk
mencukupi kebutuhan kalori dalam beraktivitas (Anggota KSR, 2009).
Berdasarkan Penelitian Mastrict University 2009, aktivitas fisik
yang minimal cendrung meningkatkan indeks glikemiks didalam darah,
pernyataan tersebut dikeluarkan oleh 11 dokter dan 38 fisioterapi yang
mengamati pasien DM dengan kriteria yang berbeda guna untuk
memperoleh resep program aktivitas fisik, ketiga profil pasien DM
dikembangkan dan diperoleh hasi mereka yang malas berolah raga karena
gemuk dan biaya berdasarkan fokus diskusi yang diperoleh, mereka
memiliki resiko 4X lebih tinggi gula darahnya dibandingkan dengan yang
mengikuti pelatihan olah raga secara rutin (Rock, Jongert dan Hespen,
2010).
Intervensi aktivitas berupa yoga dan pelatihan tradisional terhadap
insulin serum di cuba juga diperoleh prosentase hasil reseptor insulin
meningkat, interlisasi kompleks reseptor insulin T3, T4, TSH dan kortisol
meningkat, penelitian. Penelitian ini menggunakan kelompok control. 77
pasien DM tipe 2 diberi intervensi yoga dan olah raga secara rutin selama
enam bulan dan 77 lainnya tidak di intervensi, hasilnya kelompok yang
diintervensi mengalami penurunan kadar gula darah yang signifikan
(p<0.05) yaitu dengan nilai (p = 0,024), hal tersebut juga sesuai dengan
hasil penelitian ini yaitu seseorang yang memiliki aktivitas yang tinggi
memiliki indeks gula darah yang rendah (Irving et al, 2010).
Penelitian perbandingan antara tingkat aktivitas juga pernah
dilakukan oleh University Western Australia, yaitu dengan tujuan untuk
mengetahui respon glukosa darah pasien DM tipe 1 terhadap intensitas
latihan yang tinggi dan intesitas latihan sedang. Penelitian tersebut di
intervesikan pada 7 penderita DM. Analisis menggunakan t tes, untuk
aktivitas sedang diintervesikan VO2 peak% dan intervensi yang berat VO2
peak% diselingi sprint 2 detik dilakukan setiap kelipatan 2 menit, masing-
masing dilakukan selama 30 menit dengan hasil keduanya memiliki efek
terhadap penurunan dan pengendalian gula darah tetapi hasil aktivitas
tersebut lebih besar yang tinggi dibandingkan dengan yang aktivitas yang
sedang, hal tersebut ditunjukan dengan penurunan aktivitas sedang (-4,4
kurang ± 1,2 mmol/l) di banding dengan aktivitas berat (2,9 ± 0,8 mmol/l)
untuk aktivitas sedang p= 0,009 dan yang aktivitas tinggi p=0,006 dengan
tingkat signifikan (p< 0,05). Angka tersebut menunjukan aktivitas yang
berlangsung memiliki nilai penurunan gula darah stabilisasi yang baik
dengan aktivitas yang sedang. Dari pernyataan tersebut berarti terdapat
kenaikan metabolisme sehingga gula darah mengalami penurunan (Guelfi,
Jhon dan Fournier, 2009).
Berdasarkan penelitian Fletcer et al. (2002) menyimpulkan hasil
yang sama bahwa terdapat hubungan antara kurangnya aktivitas fisik
dengan penyakit DM. orang yang banyak berdiam diri atau kurang gerak
mempunyai resiko lebih besar menderita DM, dibandingkan seseorang
yang banyak aktivitas.
Penilitian Sumini (2007) menyatakan hasil yang sama, bahwa
adanya hubungan aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes mellitus.
Kurangnya berolah raga dan perubahan gaya hidup yang semakin tidak
teratur memicu penyakit DM. Seseorang yang kurang berolah raga
beresiko lebih besar terkena penyakit DM. dibandingkan dengan orang
yang rutin berolah raga.
Hasil sepaham dengan penelitian oleh Handayani dan Siswanto
(2004) menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
kejadian penyakit DM. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas
mempunyai kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan orang yang
biasa beraktivitas atau berolah raga secara teratur.
Iza (2007) menyatakan gaya hidup duduk terus menerus dalam
bekerja menjadi penyebab nomer 1 dari 10 kematian dan kecacatan, dan
lebih dari dua juta kematian disebabkan oleh kurangnya beraktivitas.
Aktivitas fisik adalah pergerakan yang menghasilkan energi secara
sederhana yang penting bagi pemeliharaan fisik dan mental. Duduk atau
kurangnya aktivitas menjadi penyebab penyakit DM, dan sejalan dengan
Mayo (2005). Juga berpendapat aktivitas fisik adalah bagian penting dari
manajemen diabetes, ketika berolah raga akan menggunakan glukosa
untuk bahan energi. Aktivitas yang teratur meningkatkan respon insulin.
Faktor-faktor ini bekerja sama menurunkan kadar gula darah bahkan
aktivitas sepertu pekerjaan ibu rumah tangga, berkebun atau kegiatan yang
mengerakan kaki dapat menurunkan kadar gula darah dan juga
mengontrolnya.
3. Hubungan Istirahat dengan Kadar Gula Darah
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,020 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar
gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,349 artinya
terdapat hubungan yang sedang antara istirahat dengan kadar gula darah
penderita DM rawat jalan RSMS (Arikunto, 2002).
Penelitian ini sejalan Grift (2006) Hasil penelitian di Univercity
Chicago Hospital menyebutkan tidur yang tidak memadai ( terlalu sedikit
atau kualitas yang buruk berhubungan dengan control glukosa pada
diabetes tipe 2, dengan ditunjukan menurunkan kadar HbA1c ). Hal ini
terjadi karena glukosa di dalam darah digunakan secara maksimal untuk
proses metabolisme yang digunakan untuk kegiatan atau aktivitas selama
tidak tidur.
Penelitian di Mexio yang dilakukan oleh clinical reasearch centre
yang meneliti 57 responden DM tipe 2, diberi perlakuan aktivitas bed rest
selama 2 hari, responden tersebut mengalami 50% resistensi insulin,
sehingga glukosa hasil dari jalur pemecahan utama karbohidrat menumpuk
dan semakin tinggi (Clinical Reasearch Centre, 2008).
Penelitian di Boston Univercity responden yang diberi intervensi
istirahat tidur dan hanya Bed Rest selama 5 hari memiliki resistensi
glukosa dan insulin, sehingga intervensi istirahat tidur dan bed rest terlalu
lama dapat terjadi penumpukan glukosa akibat resistensinya insulin
(Hamburg et al., 2007).
Seseorang yang kurang beraktivitas dan hanya tidur dan duduk
menyebabkan resistensi insulin, dan efek yang berkelanjut yaitu
berkurangnya sensitivitas insulin (Mayo, 2005).
Rafalson menyimpuklan tidur yang baik yaitu antara 6-8 jam
karena dalam tidur tersebut gula darah penderita DM cendrung stabil, tidur
lebih dari 8 jam akan menyebabkan peningkatan resistensi insulin
sehingga gula darah cendrung meningkat.
Istirahat yang paling baik adalah tidur, jika kualitas tidur didapat
maka metabolisme didalam tubuh akan terganggu, karena tubuh akan
defisit dalam mandapatkan bahan pembakaran sel-sel tubuh yang aktif.
Hasil riset dari Univercity Chicago, mengungkapkan kurang tidur selama 3
hari mengakibatkan kemampuan tubuh memproses glukosa menurun
drastis artinya resiko diabetes meningkat, kurang tidur mamicu hormon
yang mejadikan nafsu makan meningkat karena kebutuhan glukosa sebagai
bahan dasar energy atau metabolisme, sehingga pasien yang didorong rasa
lapar penderita DM akan memakan makanan yang berkalori tinggi
sehingga gula didalam darah akan meningkat, maka menurut riset tidur
yang baik tidak boleh kurang dari 6 jam dan tidak boleh lebih dari 8 jam,
dan harus disesuaikan dengan tingkat aktivitas yang dilakukan oleh
penderitta DM (Anggota KSR POLINES, 2009).
4. Hungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada uji multivariat
diperoleh nilai R2 = 0,565 yang artinya aktivitas fisik dan istirahat
mempengaruhi gula darah sebesar 56,5% dan sisanya dipengaruhi oleh
faktor yang lain, dengan nilai P =0,000 untuk aktivitas fisik dan P = 0,598
untuk istirahat.
Pasien diabetes harus memiliki keseimbangan antara Aktivitas
fisik dan istirahat, hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan gula
didalam darah, keseimbangan yang dimaksud seseorang semakin banyak
melekukan aktivitas, maka sintetis glukosa semakin meningkat karena
digunakan oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan eneri atau kalori sehinga
gula didalam darah akan cendrung menurun, sedangkan istirahat tidur juga
mempengaruhi kecepatan metabolisme, seperti seseorang yang istirahat
tidurnya kurang dari 6 jam per hari juga akan mempengaruhi nafsu makan,
nafsu makan yang tinggi karena kurang istirahat akan menyebabkan gula
dalam darah tinggi. Gula darah yang tinggi disebabkan karena sintesis
glukosa di dalam sel lambat, dan sebaliknya nilai gula darah tinggi juga
bisa dipengaruhi oleh aktivitas yang kurang dan istirahat tidur yang
berlebihan, fisiologisnya nilai kalori yang di keluarkan pada seseorang
yang memiliki aktivitas yang kurang akan sedikit hal itu menunjukan
pemecahan glukosa untuk metabolisme jumlahnya sedikit sehingga jumlah
glukosa darah tinggi, dan untuk istirahat secara berlebih berarti tingkat
aktivitas berkurang, metabolisme berjalan lambat, sehingga gula darah
cendrung tidak terpakai akibatnya kadar glukosa tinggi (KSR POLINES,
2009).
Penelitian ini sejalan dengan Vanhelder (2007) yang menjelaskan
bahwa istirahat dan aktivitas fisik yang seimbang akan menurunkan kadar
gula darah.
Penelitian Setiyawan (2009) di Polwil Samarinda menyatakan
aktivitas fisik merupakan faktor yang paling kuat terhadap timbulnya
gejala DM, dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain seperti pola
makan dan indeks masa tubuh. Aktivitas tubuh yang baik akan
mengurangi kadar gula darah pasien DM, dengan nilai (p = 0,000).
E. Kelemahan Penelitian
Perhitungan aktivitas fisik dengan menggunakan sistem konversi
dalam kalori, memungkinkan adanya kesalahan dalam perhitungan
dibandingkan dengan alat-alat lain yang lebih akurat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kadar
gulah darah penderita DM rawat jalan di RSMS dengan r -0,079 ; p=
0,000
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar gulah
darah penderita DM di rawat jalan di RSMS dengan r = 0,349 ; p = 0,020
3. Dari analisa multivariat gula darah dipenggaruhi oleh aktivitas fisika dan
istirahat sebasar 56,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain, dengan
R2 = 0,565
B. Saran
1. Bagi rumah sakit (RSMS)
Diharapkan dapat mengevalusai dan memberikan arahan untuk beraktifitas
kepada pasien DM karena dalam beraktivitas sehari-hari seperti pekerjaan
ibu rumah tangga ( memasak, menyapu, berolah raga) mampu menurunkan
kadar gula darah.
2. Bagi penderita DM
Lakukan aktiivitas fisik kegiatan sehari-hari karena dapat menurunkan
kadar gula darah dan beristirahatlah yang sesuai (7-8 jam) per hari karena
mampu menstabilkan kadar gula darah, jangan tidur terlalu lama (lebih
dari 8 jam) karena dapat meningkatkan resistensi insulin sehingga gula
darah tidak terkendali.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti mengkaji faktor seperti
farmakologis, pola makan, dan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kadar gula darah pasien diabetes mellitus.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J. (1996). Endokrinologi Praktis. Ujung Pandang: PT. Gramedia Pustaka
Agustaria, S.W. (2009). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Dan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Pada Pasien Rawat Jalan Di Poll Penyakit Dalam RSD Dr. Haryoto Lumajang. Diakses 30 Juni 2009 dari http://Top/ IndonesiaDLN/Koleksi Perpustakaan/Perpustakaan Universitas Jember/Koleksi Skripsi/F Kesehatan Masyarakat / Kesehatan Masyarakat / 2007 / gdlhub-gdl-sl-2009-sriwahyubu-2480
Ardiyanto, Achmad Rahman. (2006). Epidemiologi, Program Penanggulangan
Dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus. Diakses 20 April 2009 dari http://www.ortotikprostetik.com/abstrak/2006/diabetes.htm.
Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Arjatmo, T. (2002). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Arief, Y. (2008). Olahraga Bagi Penderita DM. Diakses 19 Maret 2010 dari
dan Dokumentasi keperawatan. (Edisi 2). (Terjemahan Monica Ester). Jakarta: EGC.
Clinical reasearh centre. Effect two days sleeping on the resistence of blood
glucoseand insulin resistence. Diakses 4 juni 2005 dari http // www. Japendo psykologi. org/ content/ Full. 274/6/E 1040.
Darmono. (1999). Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Darni, J. (2006). Hubungan Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap Di RSUP Dr. Sardjito. Skripsi tidak dipublikasikan, Politeknik Kesehatan Yogyakarta, Jawa Tengah.
Dhania. (2009). Pengaruh Tingkat pendidikan Tentang Diabetes Mellitas
Terhadap Control Diri Pada Pasien Rawat Jalan Di RS. Bhayangkara Semarang. Diakses 20 Juni 2009 dari http://pusatdatajurnaldanskripsi.com.html.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentaskm Perawatan Pasien. (Edisi 3) (Terjemahan I. M. Kariasa, & N. M. Sumarwati). Jakarta: EGC.
Fahmi. (2010). Hipoglikemia (Kadar Gula Darah Rendah). Diakses 24 Maret
2010 dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=8479.0radenfahmi.2010.
Green, JE, lifh. (2009). Effect on the Three Day Bed Rest On Metabolic Glucose
and Insulin. Diakses 18 Desember 2009. Oleh http//diabetesjournal.org/content/ 18/12/2747. Full.
Greenspan & Baxter. (2000). Endokrinologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Jakarta:
EGC. Grift. W.R. (2005). Long or short sleep time May be Assosiated Whit Diabetes
Mellitus. Diakses 26 April 2005. Oleh http. Medscape. Journal.com Guefty, Jhon and Fournier. (2005). Comparison of Blood Glucose Response Level
high-Intensity Intermittent and Moderate Intensity in Patients with Type 1 Diabetes. Diakses 2005 oleh http//www.care.diabetes journal.org?content/28/6/1289
Hambrugh, N., et al. (2007) Effect of Five Day Bed Rest On Metabolic Hormonal
and Circulation Responses to an Oral Glucose Load in Endurance or Strength Trained and Untired Subject. Oleh: http//www.Ahajournal.org/cgl/Content/Short
Hidayah, A. Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. (Edisi 2).
Jakarta. Salemba Medika.
Hidayati, Sri. (2003). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap Mawar RSU Tugurejo Semarang. http:/pusatdatajurnaldanskripsi.com.html.
John, M.F. Adam. (1996). Endokrinologi Praktis. Ujung Pandang : PT. Gramedia
Pustaka. Johnson, M. (1998). Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Bandung: Indonesia
Publishing House: Cummings Publishing Company. Kozeir, Erb, Berman. (2000). Fundamental Of Nursing. Menlo Park: California. KSR. Polines Semarang. (2009). 10 Tips Pengendalian Glukosa darah Penderita
DM. Diakses : 30 April 2009 oleh http// www. Ksrppolines.diabetic.care.com/news.
Kuncoro. (2003). Hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas siswa SMP. Semarang : UNES. Lestari, D.P. (2009). Hidup Sehat Tanpa Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Monce
Publisher. Long, Barbara. (19%). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Bandung: IAPK. Mansjoer, A. et al. (1999): Kapita Selekta Kedokteran, (Edisi 3) Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Maslow. (2000). Fundamental Of Nursing. Menlo Park: California. Noer, S. (1996). Buku Ajar Penyakit Dalam. (Edisi 3) (Jilid I). Jakarta: Balai
Pratiwi, L.S. (2007). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Diet
Diabetes Melitus dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan Diet pada Pasien DM di Poli Diabetes RSUD Margono Soekarjo. Semarang : Poltekes Semarang. Tidak dipublikasikan.
Prince, S.A., & Wilson, L. M. (1995). Patoflsiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Qimi. F. (2009). Indonesia Urutan ke 4 Penderita Kencing Manis. Diakses : 14
November.2009 oleh httpwww.ottopharm.com news./15php. Rafalson. (2005). Long and Short Sleep Time may be Assossiated Whit Diabetes.
Oleh http. Ahajournals.org/egl/content Retnaningsih, Ch. (2002). Tips Diet untuk Penderita Diabetes. Diakses 14
November 2009. Dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0209/28/ragam3.
Rock, Joggert, and Haspen. (2007). Introducing Phisical Activity to type 2 Diabetes Patients and Those at risk. Diaikses oleh http//www.Journalofdiabetologi.org
Rustarn. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Panglima Sebaya Kabupaten Paser Kalimantan Timur Tahun 2008. http://pusatdatajurnaldanskripsi/html.
Santoso, Mardi. (2004). Senam Diabetes Indonesia Seri 2. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia.
Sears. D. (1994). Psikologi Sosial. USA: Hopskin Univercity Setiawan. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Gejala DM Pada
Anggota POLRI di POLWIL Samarinda. Setiawan. Yudi. (2009). Pengaruh senam DM terhadap Penurunan Gula Darah
Pasien Dm di RSUD Banyumas. Skripsi tidak dipublikasikan. Smet B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindi. Smeltzer, S.C., & Bare, S.K. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth (Brunner & Suddarth’ s textbook of medical surgical nursing). Alih bahasa : Agung Waluyo, Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Soegondo, Sidartawan. (2002). Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Tipe II.
Jakarta: PERKENI. Subari, N.D. (2008). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Keaktifan Penderita
Diabetes Mellitus Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru. Abstrak skripsi. Diakses pada tanggal 19 maret 2010 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2713/1/j220060049.pdf
Sugiyono. (2004). Statistik Untuk Penelitian. Jakarta: Alfabeta. Suharjanto, K. A., (2004). Studi Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Pengendalian
Diabetes Mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cilacap TAhun 2004. Abstrak skripsi. Diakses pada tanggal 9 maret 2010 dari http://eprints.undip.ac.id/6207/i/ 2085.pdf.
Supriyadi dan Baequny, Akhmad. (2008). Pengaruh Senam Diabetes Mellitus
Terhadap Penurunan Glula Darah Pasien DM. Diakses 27 April 2008. http// journal.pdii,lipi.go.id/indeks,php/search. Htm. Act =tampil & id=8991.
Suyono, Selamet. (1996). Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia. (Edisi 3) (Jilid
I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tim Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2008). Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2007. Semarang: Dinkes Prov. Jawa Tengah. Tjokroprawiro, A. (2000). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta: