Top Banner
Volume 1, Feb 2004 You might ask what is SSFFMP and what Hot Spot is about. SSFFMP is a type of integrated fire management project based in South Sumatra and is supported by the EU and its part of the larger European Commission – Indonesia Forest Programme (ECIFP). We started in January 2003 and plan to be in Sumatra until 2008. The SSFFMP will address a number of problems related to sustain- able natural resource management and in particular to fire manage- ment. Future issues of Hot Spot will provide detailed information on project plans and its implementation. Why a newsletter named Hot Spot? First, past experience and re- search has shown newsletters reach decision maker, and newsletters can be specifically targeted to stakeholders and related individuals. So, Hot Spot can serve as an important and effective communication tool. The name was taken to show the relevance to land and forest fires. The project is processing and disseminating data and informa- tion about fire occurrences in South Sumatra and is alerting institu- tions, the private sector and communities on possible fire dangers and actual hot spots. The newsletter will be published on a 3-monthly basis and in the future, we intend to have for each issue a focal topic. A newsletter attractiveness rises or sinks with the contribution of its readers. Acknowledging this fact, we look forward to your patronage and interest, and even more to your valuable future contributions. The project team takes this opportunity to say thank you for your attention and wishes you to find some food for thought in this and forthcoming Hot Spot issues. SSFFMP Team and Co-Director Dear Reader of Hot Spot, Welcome to our first edition of the SSFFMP newsletter. We are glad to have you as a reader sharing our ambition to safeguard the environ- ment for this and generations to come in this vast archipelago of Indonesia. Bulletin ini diterbitkan oleh South Sumatra Forest Fire Management Project (SSFFMP). Proyek yang didanai oleh Komisi Eropa Isinya tidak secara otomatis mencerminkan pandangan dari Komisi Eropa Surat dari Co-Director Volume 1, Februari 2004 South Sumatra Forest Fire Management Project Sidang Pembaca yang budiman, Suatu kehormatan bagi kami apabila anda menjadi pembaca Newsletter ini dimana kami dapat berbagi keinginan dan ambisi kami untuk menjaga lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Mungkin anda bertanya, apasih SSFFMP dan Hot Spot itu SSFFMP adalah sebuah proyek pengelolaan kebakaran hutan terpadu yang berlokasi di Sumatera Selatan. Proyek ini didukung oleh Komisi Eropa dan merupakan bagian dari Program Kehutanan Komisi Eropa di indonesia (European Commission – Indonesia Forest Programme /ECIFP). Proyek ini dimulai tahun 2003 dan direncakan akan berjalan hingga tahun 2008. SSFFMP akan menangani/bekerja pada beberapa persoalan yang berhubungan dengan masalah pengelolaan sumber daya alam lestari khususnya masalah pengelolaan kebakaran. Hot spot edisi yang akan datang akan mencoba menyampaikan informasi yang lebih rinci tentang rencana dan kegiatan proyek. Mengapa Newsletter ini diberi nama Hot Spot. Pertama, pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa Newsletter dapat mencapai para pengambil kebijakan dan juga dapat secara khusus diarahkan pada stakeholder atau individu tertentu. Dengan demikian Hot Spot dapat menjadi perangkat komunikasi yang penting dan efektif. Nama tersebut diambil untuk menunjukkan hubungannya dengan masalah kebakaran hutan dan lahan. Proyek mengelola dan mendistribusikan data dan informasi tentang kebakaran yang terjadi di Sumatera Selatan dan mengingatkan lembaga-lembaga, sektor swasta dan masyarakat tentang kemungkinan bahaya kebakaran dan hot spot yang ada. Hot Spot akan terbit setiap 3 bulan dengan topik tertentu pada setiap edisinya. Keberadaan Newsletter ini akan sangat tergantung pada kontribusi anda sebagai pembaca. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan dan kontribusi anda. Kami juga ingin menyampaikan terimakasih untuk perhatian anda dan berharap anda mendapatkanmanfaat dari newsletter ini. SSFFMP Team and Co-Director Daftar Isi “Hotspot” Tidak Selalu “Titik Kebakaran” ....................................................................................2 Tradisi Berkebun Karet di OKI. Adakah dampaknya bagi kebakaran? ....................................4 Pembakaran terkendali dalam budaya masyarakat OKI: Laporan Perjalanan .........................5 Multi Stakeholder Forum di Kabupaten OKI, Banyuasin dan MUBA .........................................7 Kunjungan Mr Paolo Curradi .....................................................................................................9 Sketsa Masalah Kebakaran Hutan dan Pendekatan SSFFMP ...............................................10
12
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hotspot

Volume 1, Feb 2004

You might ask what is SSFFMP and what Hot Spot is about.

SSFFMP is a type of integrated fire management project based inSouth Sumatra and is supported by the EU and its part of the largerEuropean Commission – Indonesia Forest Programme (ECIFP). Westarted in January 2003 and plan to be in Sumatra until 2008.

The SSFFMP will address a number of problems related to sustain-able natural resource management and in particular to fire manage-ment. Future issues of Hot Spot will provide detailed information onproject plans and its implementation.

Why a newsletter named Hot Spot? First, past experience and re-search has shown newsletters reach decision maker, and newsletterscan be specifically targeted to stakeholders and related individuals.So, Hot Spot can serve as an important and effective communicationtool. The name was taken to show the relevance to land and forestfires. The project is processing and disseminating data and informa-tion about fire occurrences in South Sumatra and is alerting institu-tions, the private sector and communities on possible fire dangersand actual hot spots. The newsletter will be published on a 3-monthlybasis and in the future, we intend to have for each issue a focal topic.

A newsletter attractiveness rises or sinks with the contribution of itsreaders. Acknowledging this fact, we look forward to your patronageand interest, and even more to your valuable future contributions.The project team takes this opportunity to say thank you for yourattention and wishes you to find some food for thought in this andforthcoming Hot Spot issues.

SSFFMP Team and Co-Director

Dear Reader of Hot Spot,

Welcome to our first edition of the SSFFMP newsletter. We are glad tohave you as a reader sharing our ambition to safeguard the environ-ment for this and generations to come in this vast archipelago ofIndonesia.

Bulletin ini diterbitkan olehSouth Sumatra Forest FireManagement Project(SSFFMP). Proyek yangdidanai oleh Komisi EropaIsinya tidak secara otomatismencerminkan pandangandari Komisi Eropa

Surat dari Co-DirectorVolume 1, Februari 2004South Sumatra Forest Fire Management Project

Sidang Pembaca yang budiman,

Suatu kehormatan bagi kami apabila anda menjadi pembaca Newsletterini dimana kami dapat berbagi keinginan dan ambisi kami untukmenjaga lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang.

Mungkin anda bertanya, apasih SSFFMP dan Hot Spot itu

SSFFMP adalah sebuah proyek pengelolaan kebakaran hutan terpaduyang berlokasi di Sumatera Selatan. Proyek ini didukung oleh KomisiEropa dan merupakan bagian dari Program Kehutanan Komisi Eropadi indonesia (European Commission – Indonesia Forest Programme/ECIFP). Proyek ini dimulai tahun 2003 dan direncakan akanberjalan hingga tahun 2008.

SSFFMP akan menangani/bekerja pada beberapa persoalan yangberhubungan dengan masalah pengelolaan sumber daya alam lestarikhususnya masalah pengelolaan kebakaran. Hot spot edisi yang akandatang akan mencoba menyampaikan informasi yang lebih rincitentang rencana dan kegiatan proyek.

Mengapa Newsletter ini diberi nama Hot Spot. Pertama, pengalamandan penelitian menunjukkan bahwa Newsletter dapat mencapai parapengambil kebijakan dan juga dapat secara khusus diarahkan padastakeholder atau individu tertentu. Dengan demikian Hot Spot dapatmenjadi perangkat komunikasi yang penting dan efektif. Namatersebut diambil untuk menunjukkan hubungannya dengan masalahkebakaran hutan dan lahan. Proyek mengelola dan mendistribusikandata dan informasi tentang kebakaran yang terjadi di SumateraSelatan dan mengingatkan lembaga-lembaga, sektor swasta danmasyarakat tentang kemungkinan bahaya kebakaran dan hot spotyang ada. Hot Spot akan terbit setiap 3 bulan dengan topik tertentupada setiap edisinya.

Keberadaan Newsletter ini akan sangat tergantung pada kontribusianda sebagai pembaca. Oleh karena itu, kami mengharapkanmasukan dan kontribusi anda. Kami juga ingin menyampaikanterimakasih untuk perhatian anda dan berharap andamendapatkanmanfaat dari newsletter ini.

SSFFMP Team and Co-Director

Daf

tar

Isi

“Hotspot” Tidak Selalu “Titik Kebakaran” ....................................................................................2

Tradisi Berkebun Karet di OKI. Adakah dampaknya bagi kebakaran? ....................................4

Pembakaran terkendali dalam budaya masyarakat OKI: Laporan Perjalanan .........................5

Multi Stakeholder Forum di Kabupaten OKI, Banyuasin dan MUBA .........................................7

Kunjungan Mr Paolo Curradi .....................................................................................................9

Sketsa Masalah Kebakaran Hutan dan Pendekatan SSFFMP ...............................................10

Page 2: Hotspot

2

lokasi kebakaran secara cepat. Dengan cepatnya mengetahuiinformasi lokasi kebakaran, maka tindakan pemadaman dini dapatdilakukan sebelum kebakaran tersebut menjadi lebih besar dan sulitdikendalikan.

Satelit NOAA memiliki cakupan yang sangat luas. Hal inimemungkinkan user (pengguna) mampu menganalisa wilayah yangsangat luas dalam waktu yang relatif singka. Cakupan stasiunpenerima NOAA Si Pongi di Jakarta misalnya, meliputi PulauSumatera, Borneo dan Semenanjung Malaysia.

Keuntungan lainnya adalah, harganya yang relative murah.Sebenarnya penggunaan satelit NOAA tidak dikenai biaya apapun,namun untuk mendapatkan citra (foto) dari satelit tersebutdiperlukan hardware dan software yang cukup mahal. Di Indonesiastasiun penangkap satelit NOAA ada 7 stasiun, salah satunya berada

Gambar 3a. Overlay data hotspot (warna merah) dengan data penutupanlahan baik langsung dengan citra satelit atau hasil klasifikasinya.

“Hotspot” Tidak Selalu “Titik Kebakaran”(Mengenal hotspot bagian 1)

SolichinSSFFMP RS/GIS Specialist

Hotspot

Sekitar bulan Agustus dan September, biasanya media masabaik nasional maupun lokal banyak memberitakan kebakaran

yang banyak terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. SatelitNOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), yangdibuat dan diluncurkan oleh National Aeronautics and Space Ad-ministration (NASA-USA) dengan tujuan untuk pemantauaniklim dan cuaca tersebut, sering digunakan untuk pendeteksiankebakaran di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan sensornyayang dapat membedakan suhu permukaan di darat ataupun laut.

Kelebihan lain adalah seringnya satelit-satelit tersebut (ada 3

satelit yang beroperasi-NOAA 12, 16 dan 17) mengunjungitempat yang sama yaitu 2 kali sehari, siang dan malam. Dengandemikian data yang cukup aktual (near real time) tersebut sangatbermanfaat bagi tim pemadam kebakaran untuk mengetahui

SummaryNOAA hotspot information is widely used by stakeholders in Indonesia for fire detection and monitoring. Some advantages anddisadvantages are discussed. The advantages are that satellites provide near real time information of hotspots number andlocation and therefore important for the fire fighters in the field to do initial attacks; and relatively very cheap, which is actuallyfree and some sources are available in the internet. Some disadvantages are still possessed by the system, among others: thesensor could not penetrate clouds, smokes or aerosols and causing undetected specific areas below them; very low resolution ofNOAA lead to unreliable calculation of burnt area or actual number of fires. False detection could happened due to algorithmapplied i.e. low temperature threshold.

Gambar2. Satelit NOAA tidak dapat mendeteksi titik hotspot yang tertutup awan (bagianberwarna putih), padahal saat itu (19 Agustus 2003) Pontianak ngalami asaptebal (sumber: Si Pongi dan Kompas)

Page 3: Hotspot

3

di Palembang, yaitu di kantor Balai Pengukuhan Kawasan Hutan(BPKH II) yang merupakan bantuan dari Uni Eropa dan satu-satunya di pulau Sumatera. Namun sayangnya, stasiun tersebutdalam keadaan tidak berfungsi baik akibatkerusakan pada salah satu komponen motorpenggerak antena.

Beberapa kelemahan tetap melekat pada satelitNOAA. Salah satunya adalah sensornya yang tidakdapat menembus awan, asap atau aerosol.Kelemahan tersebut sebenarnya terjadi pada semuasatelit yang memiliki sensor optis (sinyal pasif ).Berbeda dengan sensor radar yang memiliki sinyalaktif dan dapat menembus awan serta dapatberfungsi juga pada malam hari. Kelemahantersebut akan sangat merugikan bila kebakaranbesar terjadi sehingga wilayah tersebut tertutup asap. Kejadian sepertiitu sangat sering sekali terjadi di musim kebakaran, sehingga jumlahhotspot yang terdeteksi jauh lebih rendah dari yang seharusnya.Karena itu untuk mengurangi kesalahan, informasi tentangpenutupan awan atau asap diperlukan pula sebagai informasitambahan.

Rendahnya resolusi citra NOAA, yaitu sekitar1,1 km x 1,1 km, juga merupakan kelemahanyang sangat mendasar dari sistem pendeteksian kebakaran. Dalamluasan sekitar 1 km persegi tersebut, kita tidak dapat mengetahui dimana lokasi kebakaran secara persis. Selain itu, walaupun jumlahtitik kebakaran dalam luasan tersebut lebih dari satu, maka luasantersebut tetap akan diwakili oleh sebuah titik hotspot dengan lokasitepat di tengah luasan persegi tersebut. Karena itu, penentuan luasandaerah yang terbakar berdasarkan data hotspot satelit NOAAsebaiknya tidak dilakukan karena akan m nyebabkan bias yangsangat besar.

Karena sifatnya yang sensitif terhadap suhu permukaan bumiditambah dengan resolusinya yang rendah, kesalahan perkiraan

Volume 1, Feb 2004

“Beberapa kelemahantetap melekat pada

satelit NOAA. Salahsatunya adalah

sensornya yang tidakdapat menembus awan,

asap atau aerosol"

Gambar 3b. Overlay data hotspot (warna hijau) dengan data land use.

titik kebakaran cukup sering terjadi. Misalnya cerobong apidari tambang minyak atau gas seringkali terdeteksi sebagai

hotspot. Namun dengan pengalaman operator,hal ini dapat diatasi. Kasus lain, areal tanahkosong yang relative lebih panas dibandingkandaerah sekitar yang bervegetasi juga dapatterdeteksi sebagai hotspot. Pembakaran untukmenyiapkan ladang sebelumditanam juga dapatterdeteksi sebagai hotspot. Hal ini sangat seringterjadi di wilayah-wilayah pasang surut diSumatera Selatan yang banyak menerapkansawah padi sonor atau lebak lebung.

Karena itu, analisa lanjutan sangat diperlukanuntuk mengidentifikasi apakah titik hotspot

t e r s e b u t merupakan kebakaran atau pembakaran, atauterletak di wilayah yang memiliki resiko kebakaran sangat tinggi

seperti lahan gambut, dlsb. Analisa dapat dilakukan dengan

melakukan tumpang susun (overlay) antara data hotspot dan

data/peta penggunaan lahan atau data penutupan lahan dengan

menggunakan Sistem Informasi Geografis (lihat gambar 3a dan

3b). Biasanya, hotspot yang terletak di daerah pemukiman

atau transmigrasi hanya merupakan pembakaran untuk

menyiapkan ladang. Sehingga dalam hal ini, hotspot hanya

mengindikasikan terjadinya panas atau pembakaran

(terkendali) dan belum tentu kebakaran (tidak terkendali).

Namun bila titik hotspot terjadi di wilayah seperti HPH, HTI

atau perkebunan, maka kemungkinan besar merupakan

kebakaran (dengan asumsi, perusahaan tidak melakukan

pembakaran karena dilarang).

Selain itu, hotspot yang terjadi di lahan gambut perlu

diwaspadai, mengingat penyebarannya yang sangat cepat serta

dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan seperti

asap tebal yang dihasilkan serta banyaknya emisi karbon yang

dilepas ke udara yang membantu peningkatan efek rumah kaca

(green house effect).

Data hotspot sebaiknya diartikan sebagai indikasi adanya

kemungkinan kebakaran yang harus dianalisa, dimonitor, dan

terkadang perlu di chek di lapangan untuk mengetahui apakah

diperlukan tindakan penanggulangan dini (initial attack),

khususnya saat musim kering, dimana penyebaran api akan

sangat cepat. Hal tersebut merupakan tindakan penting dalam

penanggulangan kebakaran, padamkan saat api masih belum

besar. Kita dapat melihat pengalaman-pengalaman baik di In-

donesia maupun negara maju seperti Amerika, Kanada, Aus-

tralia atau Spanyol, di mana para pemadam kebakaran sudah

tidak mampu lagi memadamkan api yang sudah terlanjur besar

dan sulit dikendalikan, dan hanya berdoa agar musim hujan

segera datang.

Page 4: Hotspot

4

Tradisi Berkebun Karet di OKI.Adakah dampaknya bagi kebakaran?

OlehMuhammad Iqbal (KPB-SOS)

Hotspot

Polusi kabut asap yang berasal dari kebakaranhutan dan lahan yang terjadi pada tahun 1997telah menjadi perhatian serius pemerintah Republik In-

donesia. Kabut-kabut asap tersebut tidak hanya menjadi polusibagi daerah-daerah di kawasan Republik Indonesia saja, tetapitelah menyebar ke negara-negara tetangga terdekat sepertiSingapura, Malaysia dan Thailand.

Tidak seluruh kebakaran terjadi didalam hutan, justru di areal luar hutanyakni pada sisa-sisa pertanian,pembukaan lahan baru dan vegetasiyang mempunyai nilai ekonomirendah, sangat rentan terhadapkebakaran (Anderson et al. 1997).

Tanaman karet Hevea brasiliensismerupakan salah satu jenis tanamanperkebunan yang umum ditanammasyarakat Kabupaten OganKomering Ilir (OKI) terutama diKecamatan Pampangan dan Tulung Selapan. Dalam prosesregenerasi dengan tujuan peremajaannya, masyarakat Sumselyang terletak di Kabupaten OKI (khususnya) melakukanpembakaran terkendali terhadap tanaman-tanaman karet dikebun-kebun mereka. Istilah ini dalam bahasa lokalnya seringdisebut dengan ngekas. Proses ngekas ini biasanya terjadi dalamkurun waktu kurang atau maksimal sepuluh tahun sekali.

P roses ngekas sendiri bukanlah sebuah perkarayang mudah. Dibutuhkan setidaknya 6 tahapanuntuk menjalani proses ngekas ini. Tahapan-tahapan

tersebut yaitu :

Nebas.Tahapan awal yang dimulai dengan memotong pohon-pohonkecil yang terdapat di dalam kebun karet.

NebangProses ini dilakukan setelah proses nebas selesai. Dalam tahapanini, petani mulai menebang pohon-pohon karet mereka, termasukpohon-pohon besar yang terdapat dalam kebun mereka.

NgekasSetelah pohon-pohon besar dikebun mereka habis ditebang,petani karet akan memulai membakar pohon-pohon dan rant-ing-ranting bekas tebangan mereka. Proses ini merupakan tahapaninti dalam proses ngekas. Tahapan ini sangat penting dan

dibutuhkan sebuah penanganan khusus. Penduduk yang hendakmelakukan proses ngekas ini setidaknya telah melakukan dua faktorpenting. Pertama adalah menghubungi pemilik kebun karet ataukebun-kebun di sekitar mereka, dan kedua memperhatikan kecepatandan arah angin.

Para petani karet biasanya memulai proses ngekas ini pada sore harisekitar jam 16.00 WIB. Dalam melaksanakan proses ini, petani karet

yang hendak membakar kebunkaretnya biasanya meminta bantuantetangganya. Biasanya dibutuhkantenaga sekitar 15-25 orang untukmencegah meluasnya kebakaranterhadap kebun-kebun karet lain.

NunuSetelah proses ngekas (persiapan awalmembakar) dilalui, barulah mereka me-nunu atau membakar pohoon-pohonbesar dan ranting-ranting yang terdapatdi dalam kebun mereka. Proses ini

disebut dengan tunu atau nunu, yang dalam bahasa lokal berarti bakaratau membakar.

MandukSetelah kayu-kayu besar dalam pembakaran pertama telah selesaidibakar, maka petani karet tersebut akan mengumpulkan ranting-rant-ing dari sisa hasil kayu yang terbakar untuk dibakar kembali. Proses inidilakukan untuk membersihkan lahan mereka dari sisa-sisa proses nunu.

Penanaman kembaliSetelah proses manduk selesai, maka kebun mereka telah menjadi bersih.Dengan selesainya proses ini, maka petani akan memulai persiapankembali untuk menanami lahan mereka dengan bibit karet yang baru.Sebelum penanaman bibit karet, biasanya penduduk juga akanmenanami kebun mereka dengan tanaman padi.

Faktor yang sangat mempengaruhi frekuensi ngekas ini setidaknyadisebabkan oleh tiga faktor, yaitu : bibit karet, perawatan danpemungutan hasil (penyadapan) getah. Frekuensi ngekas yang umumdilakukan masyarakat lokal ini sebenarnya dapat dikurangi atau ditekanjumlahnya. Proses ngekas yang dilakukan oleh petani karet biasanyadilakukan sekali dalam waktu kurang dari atau maksimal sepuluhtahun. Tetapi menurut salah seorang penyuluh pertanian dariKecamatan Pampangan (Sani Daud, 40 tahun), proses ngekas inisebenanya dapat dilakukan sekali dalam waktu lebih dari dua puluhtahun. Ini berarti bahwa mengurangi proses ngekas berarti jugamengurangi proses pembakaran lahan di Kabupaten OKI pada musimkemarau.

Memberikan perhatian dalammenanggulangi atau mengurangi

terjadinya proses ngekas bukan sajaberarti mengurangi kebakaran

lahandi Sumatera Selatan, tetapijuga meningkatkan perekonomian

masyarakat lokal.

Page 5: Hotspot

5Volume 1, Feb 2004

Lalu bagamanakah proses ngekas ini dapat dikurangi ?. Caranya adalahdengan mengubah kebiasaan pola tanaman masyarakat lokal dalammengolah kebun karet mereka. Tabel dibawah ini menggambarkanfaktor pendukung dan penghambat dalam mempengaruhi frekuensiterjadinya ngekas.

Dari tabel diatas, di dapat gambaran bahwa pola berkebun masyarakatlokal selama ini sangat berkaitan dengan frekuensi terjadinya ngekas.Jika saran penyuluh pertanian dapat diikuti, maka frekuensi ngekasdapat dikurangi. Proses ngekas yang biasanya dilakukan olehpenduduk dikebunnya 10 tahun sekali dapat menjadi 20 tahun sekali.Ini berarti dapat mengurangi frekuensi ngekas menjadi setengah kalidari jumlah awal, dan ini berarti juga mengurangi titik-titik kebakaranpada musim kemarau yang diakibatkan oleh aktifitas ngekas.Salah satu cara untuk mengurangi terjadinya pembakaran terkendali

dari aktifitas ngekas ini adalah dengan mengubah pola berkebunmasyarakat lokal. Untuk itu diperlukan suatu program pendekatandalam pengembangan dan peningkatan sumber daya masyarakat.Memberikan bibit karet unggul dan memberikan penyuluhan yangteratur adalah salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengubahpola masyarakat lokal dalam melakukan pembakaran lahanterkendali dari proses ngekas ini.

Memberikan perhatian dalam menanggulangi atau mengurangiterjadinya proses ngekas bukan saja berarti mengurangi kebakaranlahandi Sumatera Selatan, tetapi juga meningkatkan perekonomianmasyarakat lokal. Dengan mengubah tradisi pola tanam sebelumnyadengan mengikuti pola tanaman yang disarankan oleh punyuluhpertanian, maka jelas produksi karet masyarakat lokal lebih maksimaldan lebih stabil.

ROTKAF ROTKAF ROTKAF ROTKAF ROTKAF TABMAHGNEP TABMAHGNEP TABMAHGNEP TABMAHGNEP TABMAHGNEP GNUKUDNEP GNUKUDNEP GNUKUDNEP GNUKUDNEP GNUKUDNEP

tibiB nohoprumu,lakol/imalatibiBratnebeshategiskudorpmem

nohoprumu,luggnutibiBpukuchategiskudorpmem

amal

natawareP rutaretkatnadtaparmanatkaraJnagnarukekgniresnohopaggnihes

arahrusnu

nadrutaretmanetkaraJrusnuialpustapadnemnohop

pukucgnayarah

nalibmagneP)napadaynep(

hateg

aggnihesmaladulalretnatayaSkaynabualaw,nohopkasurem

rumuipatethategnaklisahgnemfitkudorpkaditidajnemtapecnohop

iskudorp,gnabmiesnatayaSkaditnohop,libatshateg

tapadnaduggnagretamalhibeliskudorpreb

teraknohoprumUiskudorpreb

nuhat01lamiskamuatagnaruK nuhathulupaudiradhibeLnuhat03iapacnemtapadnad

Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam mempengaruhi frekuensi proses ngekas di Kabupaten OKI.

Pembakaran terkendali dalam budayamasyarakat OKI: Laporan Perjalanan

Oleh

Djoko Setijono/SSFFMP Community Development Specialist

Dalam rangka pemilihan desa-desa prioritas, proyek SSFFMP pada tgl 24 September s/d 7 Oktober 2003, melakukan kegiatan Pra Survey Sosial Ekonomi yang dilakukan pada masing-masing 10 desa pada 3 Kabupaten prioritas yakni Kab. Musi Banyuasin (Muba), Kab

Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat danstaf proyek. Ada temuan menarik yang ingin saya bagi pada kesempatan ini, yakni kearifan budaya tradisional setempat dalam pembukaan/peremajaan kebun, khususnya sistim pembakaran terkendali yang dipraktekkan oleh masyarakat di Desa Lebung Gajah dan Desa Ujung Tanjung,Kecamatan Tulung Selapan dan Desa Penanggukan Duren, Kecamatan Pampangan.

Dalam tahapan pembukaan/peremajaan lahan, masyarakat di keduadesa tersebut melakukan kegiatan dengan urutan sebagai berikut:

1. Petani yang akan membuka/meremajakan kebunnya secara sukarelamemberitahu secara lesan kepada Kepala Desa atau Kepala Dusun .2. Memberitahu para pemilik lahan atau kebun yang berbatasan yangkemungkinan akan terkena dampaknya pembakaran.

3. Melaksanakan pembersihan lahan dengan menebang pohon-pohon dan semak belukar dan mengeringkannya sehingga akancepat habis pada saat di dibakar. Tebas tebang pohon dilakukanoleh keluarga sendiri atau diupahkan kepada sesama warga desa.4. Membuat “kekasan” atau ilaran api disekeliling lahan yang akandibuka dan dibakar dengan lebar yang cukup dan aman, rata-rata

Page 6: Hotspot

6Hotspot

dengan lebar minimal 2 meter5. Setelah penebangan selesai dan serasah telah kering benar, pemilikladang dibantu oleh keluarga pemilik kebun tetangga yangberbatasan, serta warga desa yang lain, mulai membakar danmenjaga selama pembakaran agar api tidak merembet dan menjaditidak terkendali6. Selanjutnya peladang membuat pagar disekeliling ladang untukmenjaga dari gangguan hama babi dan mendirikan gubuk ataupondok guna pengerjaan ladang selanjutnya. Dipintu ladang pagarladang biasanya dipasang bendera merah putih sebagai tanda bagisanak keluarga maupun tetangga yang ingin datang untukmenjenguk atau membantu 7. Pada acara “nugal” yakni membuat lubang tanaman danmenaburkan benih padi atau tanaman palawija lainnya, peladangdapat melaksanakan sendiri atau mengundang keluarga besar dantetangga baik dari desa sendiri atau desa tetangga, untuk gotongroyong menugal dan menabur benih tanpa imbalan upah tetapi

hanya dengan menjamu makan siang sesuai kemampuan.Hal ini menunjukkan telah adanya kearifan budaya tradisionaldidalam kegiatan membuka atau meremajakan kebun dengan caramembakar yang telah secara turun temurun dilakukannya.

Berdasarkan pengamatan penulis, tradisi pembukaan danperemajaan kebun yang tertib dengan sistim pembakaran yangterkendali tersebut terutama terjadi pada desa-desa yang relatif telahmapan, khususnya didaerah daratan (bukan rawa) dengan tatapenggunaan lahan atau kepemilikan lahan yang jelas batas-batasnya.Hal ini disebabkan apabila seseorang melakukan pembakaran lahan

secara tidak hati-hati dan mengakibatkan kebun orang lain terbakar,maka konsekwensinya sipembakar akan digugat oleh pemilik kebunyang terbakar ke pemerintah desa dan secara adat dapat dikenakanmembayar ganti rugi sebagaimana mestinya.

Sejauh ini seluruh kasus-kasus yang terkait dengan kebakaran kebundan ladang dapat diselesaikan secara adat dengan mediasi kepala desabeserta perangkatnya dan belum ada yang sampai ketangan polisi danpengadilan.

Contoh kasus-kasus yang dapat direkam penulis misalnya kasus di DesaLebung Gajah, Kec. Tulung Selapan. Pada tahun 2001, kebun karetmilik H Mardan terbakar karena kelalaian Aswi Adam. Aswi Adamkemudian dikenai sanksi berupa ganti rugi Rp 20 juta,

Tahun 200, kebun Karet milik Pak Mari terbakar yang mengakibatkan170 batang karet terbakar. Basri yang menyebabkan kebakaran dikenaisanksi untuk menanam kembali bekas terbakar sebanyak 170 batangdan memelihara selama 2 tahun.

Di desa Ujung Tanjung, Kec. Tulung Selapan pada tahun 2002, KebunKaret milik Firman seluas 2 Ha terbakar menghanguskan karet yangsudah berumur 9 tahun dan sudah berproduksi/disadap. Tersangkayang menyebabkan terbakar, Sailen dan H . Dul Halim harusmembayar ganti rugi hsebesar Rp 6 juta. Di desa yang sama, H. Munemdidenda sebesar Rp. 500.000 dan kebun seluas 1 Ha karenamenyebabkan kebun karet milik Mat Lisa terbakar.

Berbeda dengan kebakaran yang terjadi dikebun-kebun didaratan, makakebakaran yang bersumber rembetan api yang berasal dari daerah lebakatau rawa, sangat sulit sekali diketahui pelakunya.

Dari gambaran tersebut terlihat bahwa pada dasarnya disana telah adakearifan budaya tradisional didalam praktek pembukaan maupunperemajaan kebun/ladang yang menggunakan sistim pembakarandengan tata cara tradisional yang tertib dan dijaga untuk tidak merebakmenjadi kebakaran besar, lengkap dengan tata cara penyelesaian apabila

terjadi ketidak hati-hatian serta sanksimelalui musyawarahapabila apimembakar kebun or-ang lain. Sepanjanginformasi yang adaketentuan dantatacara serta sanksiadat masalah tersebutbaru merupakanketentuan yang tidak

tertulis namun dipatuhioleh warga masyarakat desa. Akan sangat ideal kiranya apabila ketentuan dan tatacara budaya dantradisi pembukaan ladang dengan pembakaran terkendali yang baiktersebut diatas dapat terdokumentasikan menjadi sebuah peraturan desayang tertulis. Peraturan desa semacam itu dimungkinkan terwujudkarena disetiap desa sekarang telah ada lembaga Badan Perwakilan Desa(BPD), suatu badan legeslatif tingkat desa yang berwenang membuat

Ladang yang baru selesai dinakar

Nugal bersama-sama, tua dan muda

Page 7: Hotspot

7Volume 1, Feb 2004

peraturan desa.

Eksistensi kearifan seperti ini penting bagi proyek SSFFMP dalamupayanya untuk mengembangkan pendekatan pengendalian kebakaranhutan dan lahan yang berbasiskan masyarakat (Community Based FireManagement).

Semoga pengelolaan sumberdaya alam yang lestari, termasuk didalamnyapengendalian kebakaran hutan dan lahan yang efektif di SumateraSelatan dapat terwujud yang pada gilirannya akan meningkatkan tarafhidup masyarakat baik dimasa kini dan dimasa yang akan datang.

Kebun yang dipagar

MULTI STAKEHOLDER FORUM diKABUPATEN OKI, BANYUASIN DAN MUBA

Oleh

Paul Kimman

IntroduksiSumatera Selatan selama ini mengalami kerugian ekonomi, sosial danlingkungan akibat masalah kebakaran hutan dan lahan yang terjadisetiap musim kemarau yang panjang, khususnya duapuluh tahunterakhir ini. Kebakaran hutan dan lahan yang merusak disebabkanoleh kegiatan manusia dan merupakan akibat langsung dari pola danpraktek pengelolaan dan penggunaan sumberdaya alam yang ada.Pola dan praktek yang tidak lestari ini, selain mengakibatkankebakaran juga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan penurunansumber daya alam yang lain seperti banjir, pencemaran air dan udara,dan kehilangan tanah yang dapat ditanami. Kerugian tersebutmengakibatkan terhambatnya pembangunan wilayah jangka panjangdan berkesinambungan di bidang sosial dan ekonomi.

Untuk mengurangi penggunaan api dan resiko kebakaran berdampaknegatip, sangat perlu dilakukan pengkajian dan perbaikan terhadappola dan praktek pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan.Dasarnya, satu-satunya strategi penanggulangan kebakaran yangpaling baik adalah melakukan pencegahan sebelum terjadi kebakaran.

Proses perbaikan pengelolaan sumber daya alam tersebut melibatkanbanyak komponen yang terpadu atau saling terkait, termasukkebijakan serta target pembangunan wilayah, evaluasi danperencanaan tata ruang, alternatip sistem pertanian, pendekatanpengelolaan hutan, strategi dan pilihan mata pencaharianmasyarakat, masalah kepemilikan lahan, potensi ekonomi dan pasarlokal, pendidikan dan penyadaran, serta peningkatan kemampuanorganisasi dan teknis.

Namun, kebakaran tidak dapat dihindari sama sekali. Karenanya,sangat perlu ada kesiapan untuk melakukan pengendalian danpemadaman kebakaran secara cepat dan efektif pada saat api masihkecil. Hal tersebut memerlukan penilaian resiko dan kemungkinankebakaran, deteksi dan pemantauan kebakaran, serta organisasi danprosedur pemadaman kebakaran yang teratur dan efektif. Mengenai

ini juga masih perlu dilakukan suatu proses penyesuaian danperbaikan.

Sangatlah jelas bahwa untuk proses-proses pengkajian danperbaikan tersebut diperlukan keterlibatan dan kontribusi yangmulti-disiplin dan terpadu dari semua stakeholder (pihak yangberkepentingan), termasuk instansi koordinasi dan sektoralpemerintah, masyarakat pedesaan, pihak swasta serta pihakpendukung lainnya seperti LSM, lembaga pendidikan &penelitian, lembaga donor serta media masa.

Uni Eropa sebagai lembaga donor mendukung proses ini melaluiproyek SSFFMP. Proyek ini telah mulai Januari 2003 danmemiliki jangka waktu 5 tahun. Konsep dan pendekatan dariSSFFMP berdasarkan pada pengertian bahwa pengelolaan resikokebakaran hutan dan lahan adalah bagian dari suatu sistimpengelolaan sumber daya alam yang rasional dan lestari.Menurut SSFFMP, pengelolaan resiko kebakaran hutan danlahan terdiri dari 3 bagian: Sistim Informasi Kebakaran,Pencegahan Kebakaran dan Pemadaman & PengendalianKebakaran.

Tiga komponen tersebut meliputi sejumlah tugas dan tanggungjawab yang terpadu dan mencakup beberapa instansi koordinasiserta sektoral pemerintah dan stakeholder lain, termasukmasyarakat pedesaan.

SSFFMP bekerja di tingkat propinsi, kabupaten dan pedesaan diSumatera Selatan. Tiga Kabupaten yaitu Musi Banyuasin, OganKomering Ilir serta Banyuasin, menjadi kabupaten prioritas darikegiatan project.

Tiga Kabupaten tersebut telah membentuk Forum Multi Pihak(Multi Stakeholder Forum-MSF) pada tahun 2003, berdasarkan

Page 8: Hotspot

8Hotspot

MSF di Kabupaten OKI dibentuk pada tanggal 22 Oktober 2003 denganKeputusan Bupati Ogan Komering Ilir, Nomor: 03/kep/d.kehut/2003 tentangPembentukan Multi Stakeholder Forum (MSF) di Kabupaten Ogan KomeringIlir.

MSF di Kabupaten Banyuasin dibentuk pada tanggal 7 Agustus 2003dengan Keputusan Bupati Banyuasin nomor 5560 tahun 2003 tentangPembentukan Forum Pelaksana Pencegahan dan Penanggulangan KebakaranHutan dan Lahan di Kabupaten Banyuasi.

MSF di Kabupaten MUBA dibentuk pada tanggal 18 Februari 2004 denganKeputusan Bupati Musi Banyuasin nomor 083 tahun 2004 tentangPembentukan Multi Stakeholder Forum (MSF) di Kabupaten Musi Banyuasin.

SK Bupati masing-masing kabupaten. MSF dibentuk untukmengarah, menugaskan, serta memonitor jalannya prosespengkajian dan perbaikan terhadap pola dan pelaksanaanpengelolaan sumberdaya hutan dan lahan, termasuk kegiatanpencegahan, sistem informasi serta pemadaman kebakaran.

Maksud & Tujuan MSFMulti Stakeholder Forum dimaksud sebagai suatu wadah yangmempersatukan berbagai pihak yang berkepentingan untukberkonsultasi dan bertindak bersama mengenai berbagai masalahpenting serta pemecahannya. Dalam hal ini berkaitan dengan poladan praktek pengelolaan sumber daya alam lestari, termasukpengelolaan risikio kebakaran lahan dan hutan.

Masalah kebakaran hutan dan lahan adalah terkait antara laindengan pola dan praktek penggunaan lahan dan hutan, kondisisosial ekonomi masyarakat, strategi pembangunan wilayah,kesadaran masyarakat umum tentang bahaya kebakaran, koordinasiantara instansi pemerintah dan antara instansi pemerintah danmasyarakat, belum siapnya pola dan organisasi pengendalian dan

pemadaman kebakaran.Karenya, untuk mencari pemecahan-pemecahannya diperlukanketerlibatkan dari pihak-pihak yang berkepentingan, yang dalamhal ini mereka bergabung dalam MSF

Tujuan MSF adalah untuk mengarahkan dan mendukungpengembangan dan pelaksanaan program dan kegiatan yangmenyangkut perbaikan pengelolaan sumber daya alam, khususnyabagian pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.Program dan kegiatan yang diharapkan dapat dikembangkan dan/atau didukung oleh MSF mempunyai nilai efektip, layak,bertanggung jawab, dan dapat diterima oleh pihak-pihak yangberkepentingan secara demokratis.

Sasaran & Keberhasilan MSFTolok ukur keberhasilan MSF selama 4 tahun yang akan datangadalah pelaksanaan program dan kegiatan yang memperbaikipengelolaan sumber daya alam, termasuk pencegahan danpengendalian kebakaran lahan dan hutan, sesuai dengan aspirasidari semua stakeholder

Susunan & Keanggotaan MSFMSF terdiri dari tiga bagian, yaitu Dewan MSF (tingkat pembuatankeputusan), Kelompok Kerja (atau MSF-Pokja) dan Sekretariat MSF.

MSF Dewan ini memiliki komposisi perwakilan yang seimbang antarapemerintah kabupaten, perusahaan dan masyarakat sipil (kelompokmasyarakat, LSM, perguruan tinggi). Keanggotaannya terdiri dariseorang wakil dari masing-masing kelompok pihak yang berkepentingan.Salah satu kelompok berkepentingan adalah Pemda yang terdiri dariberbagai instansi koordinasi dan sektoral. Kelompok-kelompokberkepentingan lain adalah, antara lain, perusahaan perkebunan dankehutanan, LSM, masyarakat desa, masyarakat adat, perguruan tinggi.

Para anggota memiliki jabatan atau mandat di dalam organisasi/institusimereka masing-masing yang mencakup tanggung jawab di bidang-bidang yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam. Tugasmereka di MSF sebagian besar sudah merupakan bagian dari pekerjaanrutin mereka sehari-hari.

Setiap anggota MSF diharapkan dapat hadir pada setiap pertemuanMSF. Akan tetapi, untuk mengantisipasianggota MSF tidak selalu dapatmenghadiri pertemuan MSF, setiapanggota MSF diminta untukmenunjukkan seorang wakil tetap.

Anggota-anggota MSF (dewan) telahditunjuk didalam SK-SK Bupati di tigaKabupaten yang menjadi fokus proyekSSFFMP. Masa kerja para anggota dikajiulang setiap tahun. Staf Sekretariat jugaditunjuk didalam SK-SK Bupati tesebut.

Keanggotaan Kelompok-kelompokKerja juga terdiri dari wakil-wakil darimasing-masing kelompok pihak yangberkepentingan, sesuai relevansinya

terhadap persoalan yang menjadi fokus Pokja. Keanggotaan Pokja dapatditambah dengan narasumber. Anggota-anggota Pokja ditunjuk olehDewan MSF. Anggota-anggota Dewan MSF tidak bisa menjadi anggotaPokja.

Tugas & Tanggung Jawab MSF

Dewan MSF:• Membentuk Kelompok Kerja untuk memecahkan persoalan-

persoalan yang telah di-identifikasi oleh Dewan MSF• Menetapkan cakupan atau ruang lingkup kerja untuk

Kelompok-kelompok Kerja (Pokja)• Memperinci sejumlah pertanyaan atau masalah yang perlu

dijawab atau dipecahkan oleh masin-masing Pokja• Menentukan dan menyepakati suatu set kriteria yang akan

dipakai untuk menilai usulan-usulan dari Pokja• Mempertimbangkan usulan-usulan dari Pokja dan

merekomendasi & memutuskan tindakan lanjutan• Mengeluarkan keputusan tertulis dan ditandatangi semua

anggota Dewan, mengenai program dan kegiatan, termasukidentifikasi tugas dan tanggung jawab, yang diajukan olehPokja dan telah disetujui oleh Dewan.

Page 9: Hotspot

9Volume 1, Feb 2004

• Seringkali, tugas dan tanggung jawab yang di-identifikasi sudahmerupakan bagian dari Tupoksi masing-masing instansi yangterlibat, namun perlu ditambah atau konfirmasi kembali.

• Anggota Dewan MSF bertanggung jawab untukmenyampaikan hasil kerja dan keputusan MSF kepadakelompok pihaknya masing-masing.

Pokja MSF:• Berkonsultasi dengan unsur-unsur pokok mereka demi

mengidentifikasi serta membahas berbagai masalah, aspirasidan persoalan sebagaimana diuraikan dalam ruang lingkupkerja

• Melaksanakan study, penelitian dan peninjauan sesuaipetunjuk dari Dewan MSF.

• Membuat, menyajikan dan mengajukan usulan-usulannya.

Sekretariat MSF:• Mengatur semua urusan MSF, dan memelihara komunikasi

yang efektip antara MSF dengan Pokja dan antar Pokja.• Urusannya termasuk penjadwalan dan koordinasi pertemuan

MSF; membuat notilen pertemuan MSF; mengumpulkandan mendistribusikan hasil pertemuan dan laporan-laporanPokja; menyebarkan informasi dari MSF ke publik

Kelompok Kerja: Tema & Hasil Kerja

Dewan MSF mengidentifikasi dan menetapkan persoalan-persoalanyang perlu dijadikan fokus atau tema untuk kelompok-kelompok kerja.Tema-tema tersebut terkait dengan pengelolaan sumber daya alam danlahan yang lestari, termasuk pengelolaan resiko kebakaran lahan danhutan.

Setiap Kelompok Kerja diberikan tugas dalam rangka tema masing-masing, yaitu:Merancangkan & mengusulkan program atau kegiatan terpadu untukdilaksanakan oleh berbagai instansi, lembaga dan kelompok yang

terlibat, sebagai bagian dari Tupoksi masing-masing.

Rancangan-rancangan yang dikerjakan dan diusulkan oleh masing-masing Pokja akan dinilai oleh Dewan MSF, dengan menggunakanbeberapa kriteria:

Kriteria Pemilihan Rancangan-rancangan yangdiusulkan oleh Kelompok Kerja • Kesinambungan – kemampuan untuk bertahan sendiri

setelah masa pengembangan / dukungan project berakhir.• Tingkat Risiko – kemungkinan dan konsekuensi

keberhasilan/kegagalan• Kerangka waktu – untuk pelaksanaan dan sampai tingkat

kesinambungan• Sah secara hukum dan bisa diterima oleh Masyarakat dan

Pemerintah• Bertanggung jawab terhadap bidang sosial dan lingkungan• Didukung oleh Masyarakat dan Pemerintah• Layak secara finansial

o Dijelaskan dan dirinci secara memadaio Anggaran terjangkau dalam konteks perencanaan wilayaho Kemampuan untuk menarik dana/bantuan lain

• Kesesuaian dengan Perencanaan Wilayah, Studi DasarPedesaan, Analisa kapasitas / kebutuhan

• Kekuatan dalam bidang: Kebijakan, Ekonomi, Lingkungan,Kebutuhan Masyarakat, Pembangunan Daerah

• Meningkatkan mata pencaharian yang berkesinambunganuntuk masyarakat lokal

• Transparan dan bisa diaudit secara finansial• Meningkatkan kapasitas pihak berwenang & terlibat untuk

menyiapkan mereka dalam pengembangan tanggung jawabbaru mereka.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungiSekretariat MSF di masing-masing Kabupaten atauProyek SSFFMP

Kehutanan.

Hari berikutnya diisi dengan field trip ke Kayu Agung, Kab. OKI.Rombongan diterima oleh Sekda Kabupaten OKI. Kesempatanini juga digunakan untuk menghadiri pertemuan Multi StakeholderForum Kab OKI.

Mr Paolo Curradi cukup terkesan dengan penerimaan, komitmendan antusiasme stakeholders di Sumatera Selatan dan melihatkemajuan proyek yang cukup signifikan, sebagai landasanimplementasi kegiatan-kegiatan proyek selanjutnya.(DS)

(foto dihalaman 12)

Tanggal 27-28 Januari 2004 yang lalu Mr Paolo Curradi- koordinatorproyek-proyek EU wilayah Asia di kantor pusat EU di Brussel-didampingi oleh Mr Giovanni Serritella, EC Delegation staff dari Jakartamengunjungi proyek SSFFMP di Palembang.

Kunjungan ini bertujuan untuk melihat dan mendengar langsungperkembangan proyek SSFFMP di Sumatera Selatan.

Hari pertama kunjungan digunakan untuk bertemu dengan segenapTechnical Assistants, Counterparts dan Supervisors di kantor SSFFMP.Selanjutnya, didamping oleh DR Karl Heinz Steinmann selaku EUCo-Director mengadakan courtesy call dan berdiskusi serius denganGubernur, Kepala Bappeda, Kepala Bapedalda, Kepala Dinas

Kunjungan Mr. Paolo Curradi

Page 10: Hotspot

10

Sketsa Masalah Kebakaran Hutan danPendekatan SSFFMP

Oleh

Paul Kimman

Hotspot

Sketsa Masalah Kebakaran HutanMasyarakat Sumatera Selatan menghadapi beberapa tantangan besar serta kerja yang cukup berat di dalam upaya menuju masyarakat yangberkembang lestari, dan memberikan kesejahteraan bagi semuanya. Penduduk Sumatra Selatan memerlukan pendidikan, kesehatan,keselamatan, tatanan masyarakat yang rasional dan berkeadilan, lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan, serta lingkungan alam yang sehatdan produktif. Kebutuhan-kebutuhan tersebut, termasuk keterpaduannya, semuanya merupakan hal-hal yang sedang dipertimbangkan di dalamproses perencanaan pembangunan daerah.

Kondisi lingkungan alam sangatlah penting di dalam kontekskesejahteraan masyarakat serta pembangunan jangka panjang,khususnya dimana sebagian besar masyarakat berbasis pedesaan sepertidi Sumatera Selatan. Kwalitas dan fungsi lingkungan alam sertaekosistem sangat berperan penting di dalam kesehatan masyarakat (udarabebas polusi, air bersih, pengendali hama dan penyakit serta ruanghidup) dan terhadap sumber pendapatan atau kesejahteraan(ketersediaan tanah dan air serta kualitasnya, sumberdaya genetik untukpertanian dan perkebunan, potensi perikanan dan peternakan, kawasanhutan tetap sebagai sumber hasil hutan kayu dan non kayu sertaperlindungan keanekaragaman hayati).

Karenanya lingkungan alam harus dikelola secara rasional dandimanfaatkan secara bijaksana, demi mencapai pembangunanmasyarakat lestari. Bila tidak, maka dampak negatif terhadappembangunan sosial ekonomi masyarakat akan timbul danmengakibatkan konsekuensi biaya (kerugian) yang sangat tinggi untukmemperbaiki situasi ke arah yang lebih berkesinambungan.Kerugian tersebut termasuk kerugian ekonomis yang sangat besar akibatkehilangan daya produksi sektor-sektor hijau, kemudian pengeluaranyang sangat tinggi untuk rehabilitasi lingkungan dan perbaikan ruanghidup yang dapat didiami.Kerugian ekonomis ini juga menyebabkan kerugian sosial, termasukmeningkatnya pengangguran, kemiskinan, konflik sosial dankriminalitas.

Sayangnya, pengelolaan lingkungan alam yang lestari di SumateraSelatan belum dicapai. Bahkan, masyarakat di Sumatra Selatan ini telahmengalami degradasi lingkungan yang sangat cepat, khususnya 10 tahunterakhir. Hutan Sumatera Selatan telah rusak parah akibat kegiatanpenebangan kayu yang berlebih-lebihan dan sembrono. Sisa hutan dansumber daya alam lainnya terus-menerus dihabiskan secara cepat, hanyamemuaskan kepentingan finansiil dan ekonomis yang sempit dan jangkapendek saja. Saat ini, sebagian besar hutan telah menghilang akibatpenebangan dan kebakaran. Vegetasi yang tersisa kebanyakan terdiridari fragmen-fragmen hutan yang terdegradasi, tumbuhan pionir, sertahamparan-hamparan kecil hutan sekunder. Jenis-jenis vegetasi tersebutsangatlah rentan terhadap kebakaran di musim kering yangberkepanjangan.

Di Sumatra Selatan, resiko kebakaran dan asap besar dan dampakyang ditimbulkan tambah meningkat akibat luasnya wilayah yangtidak berhutan dan terbukanya lahan gambut. Lahan gambut yangterbuka ini menjadi kering selama musim kering dan akan sangatmudah terbakar bila tersulut api.

Kombinasi antara lingkungan yang terdegradasi dengan pola danpraktek pengelolaan sumberdaya alam dan lahan yang tidak lestariyang telah menyebabkan degradasi tersebut, akan terusmengakibatkan dampak negatip terhadap lingkungan, sepertikebakaran, banjir ataupun tanah longsor, yang pada akhirnyamenyebabkan kerugian ekonomi dan kesehatan.

Penyebab-Penyebab KebakaranHampir semua kebakaran disebabkan pemakai lahan, hutan atausumberdaya alam lain, dimana api digunakan untuk menyiapkanlahan, dan sebagai alat dalam pola-pola pemburuan danpenangkapan ikan.Petani ladang membakar tumbuh-tumbuhan untuk membuka dansekaligus memupuki lahan yang kemudian ditanami dengan padidan tanaman lain.Pada musim kemarau yang panjang, banyak petani membakartutupan vegetasi pada lahan-lahan rawa gambut, guna penyiapanlahan untuk suatu pola penanaman padi (disebutkan padi sonor).Dalam pola ini, biji padinya ditaburkan pada tanah rawah gambutyang tidak ditutupi air lagi tetapi masih lembab.Sampai beberapa tahun yang lalu perusahan perkebunan dan HTIjuga biasa menyiapkan lahan dengan cara membakar, karena metodaini cepat dan murah. Praktek membakar ini, sejak kebakaran hutandan lahan yang luas pada tahun 1997, telah dilarang.

Pemburu menggunakan api untuk menghalau buruannya,sedangkan pencari ikan menggunakannya untuk mencari lebak-lebak atau kolam yang terbentuk akibat turunnya permukaan airdan merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan selama musimkering. Tehnik mencari ikan tersebut juga dikenal sebagai lebaklebung. Terkadang, kebakaran diakibatkan pula oleh adanya konfliklahan antara masyarakat setempat, perusahaan, penebang liar ataupendatang.

Page 11: Hotspot

11Volume 1, Feb

Selama penyiapan lahan oleh masyarakat, api seringkali menjadi takterkendali, membakar areal sekitar yang berada diluar areal yangdiinginkan untuk dibakar. Penyebab terjadinya hal tersebut adalahmerupakan gabungan dari banyak faktor, seperti musim keringberkepanjangan, ketersediaan bahan bakaran (biomasa kering danmudah terbakar), perubahan arah dan kecepatan angin, kurangnya upayapencegahan (sekat bakar tidak ada atau kurang lebar, waktu pembakaranyang tidak tepat, tehnik pembakaran yang tidak sesuai), serta terlalaubanyak titik api dalam jangka waktu dan lokasi yang hampir bersamaan.Selain itu, masalah buruknya pengorganisasian juga penyebab haltersebut , seperti: kurangnya insentif atau hukuman untuk tidakmembakar atau membakar secara terkendali, kurangnya tanggungjawabyang jelas mengenai status lahan dan tata guna lahan, serta belumterbentuknya organisasi pemantauan dan penanggulangan kebakaran.

Kebakaran besar merupakan salah satu akibat negatif dari sistempengelolaan sumbedaya alam yang tidak lestari. Rusaknya sistemhidrologi, seperti banjir, intrusi air laut, merupakan dampak negatiflainnyat terhadap lingkungan. Banjir merupakan akibat dari hilangnyahutan serta vegetasi lainnya, yang memiliki fungsi sebagai penyerap ataupenampung air. Tanpa hutan, semua air hujan akan menjadi aliranpermukaan (surface run off ) dan akan menggenangi daerah yang lebihrendah.Di kawasan lahan gambut yang terbuka akibat teroksidasi dan terbakar,turunnya kemampuan menampung air menjadi hal yang sangat serius.Hal ini karena gambut memiliki fungsi yang sangat penting dalampenampungan dan pengaturan air selama kondisi alam normal.

Peran penting kawasan hutan gambut lainnya adalah kemampuannyamenyimpan karbon yang sangat tinggi, sehingga dapat mengurangi efekrumah kaca dan perlu dilestarikan. Namun sebaliknya, bila kawasanhutan gambut terdegradasi, menjadi terbuka dan sangat kering saatkemarau dan akhirnya menjadi terbakar, maka gas karbon yang selamaini tersimpan akan dilepas bersama asap tebal dan menimbulkan dampaknegatif yang lebih luas seperti pemanasan global. Hal ini menjadikanhutan gambut sebagai salah satu ekosistem penting di dunia.

Pendekatan SSFFMPPencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan merupakanbagian baku dari sistem pengelolaan sumber daya alam yang produktipdan lestari.Untuk mempertahankan kelestarian dan keproduktipan sumber dayaalam, perlu sekali untuk mencegah degradasi dan penurunan padacadangan dan daya pertumbuhan (pembaharuan) sumber daya alam,termasuk rusaknya akibat kebakaran.

Pencegahan kebakaran adalah satu-satunya strategi penanggulangankebakaran yang paling pantas. Strategi ini mencakup perbaikan danpenyesuaian pada pola dan praktek pengelolaan sumber daya alam.Karena kebakaran tidak dapat dihindari sama sekali, diperlukan jugakesiapan untuk melakukan pengendalian dan pemadaman kebakaransecara cepat dan efektif.

Proyek SSFFMP dikembangkan untuk mendukung dan memberimasukkan kepada tiga komponen pengelolaan resiko kebakaran lahandan hutan:

1. Pencegahan Kebakaran2. Sistim Informasi Kebakaran3. Pemadaman & Pengendalian Kebakaran

Pencegahan Kebakaran menyangkut bidang dan aspek:· kebijakan dan target pembangunan wilayah· perencanaan dan pengaturan tata ruang & penggunaan

lahan· masalah kepemilikan & tumpang tindih lahan· pola pertanian, kehutanan, perikanan, perkebunan yang

tepat· potensi ekonomi dan pasar lokal· pilihan sumber pendapatan & mata pencaharian

masyarakat· kemampuan organisasi dan teknis.· pendidikan dan kesadaran masyarakat

Sistim Informasi Kebakaran menyangkut bidang dan aspek:• penilaian ancaman kebakaran (risiko, bahaya, antisipasi

kerusakan kebakaran)• deteksi dan pemantauan kebakaran• penyediaan & distribusi informasi kebakaran, sebagai

masukan dan/atau dasar untuk perencanaan pencegahandan pemadaman & pengendalian.

Pemadaman & Pengendalian Kebakaran menyangkut bidang danaspek:

• organisasi, perencanaan, struktur komando, komunikasi

& koordinasi, peralatan, ketrampilan, pembagian tugas

Tiga komponen tersebut dengan segala bidang dan aspeknya, hanyadapat dikembangkan, serta diarahkan dan ditindaklanjuti secaraberarti dengan keterlibatan dan kontribusi yang terpadu dari semuastakeholder, termasuk instansi koordinasi dan sektoral pemerintah,masyarakat pedesaan, pihak swasta serta pihak pendukung lainnyaseperti LSM, lembaga pendidikan & penelitian, lembaga donorserta media masa.

Masyarakat pedesaan merupakan stakeholder yang terutama sekalidi Sumatra Selatan, karena majoritas penduduk Sumatra Selatantinggal di wilayah pedesaan dan mencari pendapatan sebagai petani(ladang, kebun, sonor), nelayan, pembalok dan buruh. Merekalahyang menentukan pola dan praktek penggunaan lahan dan sumberdaya alam secara langsung dan sehari-hari, termasuk carapenggunaan api. Masyarakat pedesaan juga merupakan kelompoksasaran terbesar didalam perencanaan dan upaya pembangunanwilayah, dengan kebutuhannya di bidang ekonomi, sosial,kesehatan, pendidikan dsb.Sehingga kelompok stakeholder ini sangat terlibat dan berperanpenting dalam upaya pencapaian pengelolaan sumber daya alamyang lestari, termasuk didalamnya pengelolaan risiko kebakaranlahan dan hutan.

SSFFMP bermaksud untuk membantu menguraikan danmembangun peranan dan keterlibatan masyarakat pedesaantersebut, dimana peranannya harus efektip, layak, terus-menurusdan dapat diterima. Upaya pengembangan peranan ini termasuk

Page 12: Hotspot

12

we are on the net

www.ssffmp.or.id

Hotspot

identifikasi dan integrasi insentip (pendorong) yang berpengaruh.Umumnya, insentip-insentip ini bersifat sosio-ekonomis, sosio-institusional serta berhubungan dengan lingkungan. Insentiptersebut berhubungan dengan strategi dan pilihan mata pencaharian(pendapatan) masyarakat pedesaan, serta status dan jaminankepemilikan tanah, kapasitas teknis dan organisasi masyarakat, danakses ke informasi dan modal. Baik insentip perseorangan maupuninsentip umum (komunal) penting.

Jl Jenderal Sudirman No. 2837 KM 3,5Po. Box 1229, Palembang 30129Telp (62) 711 377821Fax: (62) 711 353176email: [email protected]

Program dan kegiatan dalam rangka mencapai pengelolaan sumber dayaalam yang lestari, termasuk pengelolaan risiko kebakaran lahan danhutan, perlu dikembangkan dan dilaksanakan oleh semua stakeholdersbersama.Dalam rangka ini, pada tingkat Kabupaten telah dibentuk suatu Multi-Stakeholder Forum. Proyek SSFFMP mendukung tujuan dan upayaMSF tersebut, serta proyek membutuhkan arahan dan masukkan dariMSF untuk memaksimalkan hasil proyek yang sesuai untuk masyarakatDesa dan Kabupaten di Sumatra Selatan.

Kepada Yth.

South SumaSouth SumaSouth SumaSouth SumaSouth Sumatrtrtrtrtra Fa Fa Fa Fa Forororororest Fest Fest Fest Fest Fiririririre Manae Manae Manae Manae Managggggement Prement Prement Prement Prement Projectojectojectojectoject

South Sumatra Forest Fire Management Project

Foto Kunjungan Mr. Paolo Curradi

Menghadiri OKI Multistakeholder Forum Courtesy Call diterima Sekda OKI Menikmati pindang Patin, makanan khas OKI

SSFFMP Team, dari kiri ke kanan: Karl H. Steinmann (Co-Director), Djoko Setijono (Community Development, Paul Kimman (Land Use Planning), MarcNicolas (Fire Management), Eris Achyar (Participatory land Use Planning), Tunggul Butarbutar (Training), Solichin (GIS/Remote sensing), Yandriani (Gemder),dan Ramon Rusi(NGO).