KEINDAHAN PULAU HOGA
Pulau Hoga sebagai salah satu dari wilayah Wakatobi yang
merupakan salah satu objek pariwisata yang memiliki
sarana-prasarana yang lengkap yang menunjang kegiatan seperti
menyelam, snorkeling dan penelitian. secara administrasi Pulau Hoga
termasuk kedalam Kelurahan Ambeua yang terletak di timur laut pulau
Kaledupa, Taman Nasional Wakatobi provinsi Sulawesi Tenggara. Pulau
Hoga memiliki luas + 3,42 km2 selain itu pulau ini terdapat
ekosistem lamun dan terumbu karang sehingga sering dijadikan
penelitian (AYuni 2006).Berdasarkan hasil observasi di Pulau Hoga
ditemukan 4 ekosistem yang dapat menjadi objek wisata baik di darat
maupun di laut. Pada ekosistem yang terdapat di darat misalya
ekosistem hutan hujan tropis dan ekositem mangrove.Tabel 2 Jenis
flora yang ditemukan di Pulau HogaNama LokalNama Ilmiah
Pakis HajiCycas rumphii
Cemara Duriuniperus rigida
AkasiaAcacia greggii
KelapaCocos nucifera
Jambu meteAnacardium occidentale
Tabel 3 Jenis fauna yang ditemukan di Pulau HogaNama LokalNama
Ilmiah
Burung Madu SrigantiNectarinia jugularis
Burung KepodangOriolus chinensis
Burung Cekakak SungaiTodiramphus chloris
Burung Kehicap PulauMonarcha cinerascens
Burung Trinil PantaiActitis hypoleucos
Burung Walet SapiCollocalia esculenta
Burung GosongKaki MerahMegapodius reintwardtii
Burung Delimukan ZamrudChalcophaps indica
Burung Kacamata SulawesiZosterops consobrinorum
Burung Gajahan TimurNumenius madagascarriensis
Burung Sikatan Leher MerahFicedula rufigula
BiawakVaranus albigularis
Menurut petugas dari Seksi Pengolahan Taman Nasional Wakatobi
Wilayah II kaledupa Pulau Hoga memiliki spesies burung endemik
yaitu Burung Madu Sriganti. Wilayah ini cocok untuk melakukan
pengamatan burung dikarenakan beragamnya spesies burung yang dapat
ditemukan.Pada ekosistem mangrove jenis yang dapat dilihat yaitu
Avicennia alba, Rhizophora mucronata yang ditemukan di bagian utara
Pulau Hoga dekat dengan desa Forake. Biota yang ditemukan di
ekosistem mangrove ini umumnya adalah ikan Gelodok (periopthamus
sp.) yang merupakan ikan penetap sejati, kepiting kecil, udang
kecil, Molusca, dan burung. Pada ekosistem lamun dimana hampir
menutupi daerah pesisir pulau Hoga. Lamun yang bisa dilihat
berjenis Cymodocea serullata, Cymodocea rotundata, Enhalus
Acroides, Halodule uninervis, Thalasia hemprichii. Pada saat
kondisi surut ekosistem lamun ini menyerupai hamparan rumput
dikarenakan surut yang jauh. Pada ekosistem lamun dapat ditemukan
sekumpulan juvenil ikan, teripang, dan muluscaEkosisitem terumbu
karang merupakan wisata unggulan yang dimiliki oleh Pulau Hoga.
Pada ekosistem terumbu karang ini terdapat 16 titik penyelaman yang
dapat memanjakan mata penyelam. Pada umumnya tipe pertumbuhan
karang yang ditemukan yaitu Foliose, Acropora, Soft Coral yang
tersebar di 16 titik penyelaman. Selain itu dapat juga dilihat
jenis ikan karang yang menempati karang tersebut seperti
Acanthuridae, Pomanchuridae, Caesionidae, Lutjanidae. Tabel 4 Luas
terumbu karang di Pulau HogaNoLokasiLuas Terumbu Karang (km2)
1Seluruh perairan Pulau Hoga6,485 km2
2Blok untuk wisata bahari2,940 km2
Gambar 27 Ekosistem yang terdapat di Pulau Hoga.Setelah
dilakukan penelusuran darat dan pesisir kegiatan selanjutnya yang
dilakukan adalah menyelam di beberapa titik penyelaman yang
terdapat di Pulau Hoga seperti penanda 2, penanda 3, penanda 4,
penanda 5, Pak Kasims.
Gambar 28 Coral Massive, Sea Fans yang ditemkan di bawah penanda
2
Pada penyelaman di penanda 2 dapat ditemukan tipe pertumbuhan
karang yang ditemukan seperti Folliose, Coral Massive, Soft Coral,
Sea Fans, Sponge, Acropora, dan lain-lain. Adapun ikan yang dapat
dijumpai adalah, Chaethodonthidae, Carangidae, Scaridae, Angel
fish.
Gambar 29 Coral Massive, Sea Fans yang ditemkan di bawah penanda
3
Pada penyelaman yang dilakukan pada penanda 3 terdapat
biota-biota kecil dan hewan laut seperti Nudibranch, Gobies,
Blennies, dan Mandarin. Pada umumnya penyelaman di penanda 3 di
dominasi oleh goa bawah laut dengan dinding yang curam dan
overhangs. Pada dinding-dinding goa yang curam di dominasi oleh
hard coral, selain itu terdapat juga Foliose, Coral Massive, dan
Acropora Tubular. Pada bagian Overhangs dapat di jumpai Sea Fans.
Selain karang terdapat juga ikan karang yang mendiami daerah
tersebut, seperti Angle fish, Sergeant fish, Blue face
Gambar 30 Dinding-dinding Laut dan Coral Encrusting di bawah
penanda 4
Pada saat melakukan penyelaman di penanda 4 sebagian besar
dasarnya yaitu dinding-dinding laut dengan berbagai jenis
Overhangs. Adapun jenis terumbu karang yang bisa ditemukan yaitu
Coral Encrusting, Coral Massive, Folliose. Selain itu dapat juga
ditemukan Sponges yang bercabang dan Soft Coral yang memiliki
bentuk berlekuk-lekuk. Adapun hewan laut yang dapat dijumpai adalah
Blue face dan Angel Fish yang dapat melintas dari goa bawah laut,
selain itu dapat dilihat Sergeant Fish.
Gambar 31 Coral Massive, Acropora Branching pada bagian bawah
penanda 5
Pada saat penyelaman di penanda 5 yang dekat dengan penanda 4
dapat ditemukan Coral Massive, Acropora Branching, kemudian pada
kemiringan cekung dapat ditemukan Acropora Tubular. Hewan laut yang
dijumpai yaitu Butterfly Fish, Angle Fish yang ditemukan di balik
terumbu karang dan di dasar pasir dijumpai kepiting-kepiting
Gambar 32 Tampilan di bawah penanda Pak Kasims Pulau Hoga
Penyelaman selanjutnya dilakukan di penanda Pak Kasims. Titik
penyelaman ini dinamakan penanda Pak Kasim dikarenakan penanda ini
dekat penginapan milik Pak Kasim, Kemudian operator penyelam
menyebutnya dengan penanda Pak Kasim. Pada saat menyelam di daerah
ini dapat ditemukan terumbu karang yang terdapat di anchor point
seperti Folliose selain itu dapat juga ditemukan coral mashroom.
Ketika melakukan penyelaman yang lebih dalam dapat ditemukan
celah-celah, tonjolan goa, dan dapat juga ditemukan Hard coral,
Soft Coral. Adapun hewan laut yang dapat ditemukan adalah Triger
fish dan Butterfly fish.
KEGIATAN OBSAEVASI PENYU DI SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL III
TOMIA WAKTOBI
Penyu merupakan salah satu biota yang memiliki keunikan siklus
hidup dan terus berkurang jumlahnya akibat faktor alam dan faktor
manusia. Perairan Indonesia dikaruniai eman dari tujuh jenis penyu
yang masih tersisa di Bumi. Dua jenis yaitu penyu hijau (Chelonia
mydas) dan Penyu sisik (Eretmochelys imbricate) ada dalam jumlah
terbanyak di perairan Wakatobi (RPTNW 2008).Pada Wilayah Wakatobi
Telah ditemukan 5 pulau yang diindikasi sebagai lokasi peneluran
penyu yaitu Pulau Anano, Pulau Runduma, Pulau Kentiole, Pulau
Tuwu-tuwu dan Pulau Moromaho. Empat pulau merupakan pulau kosong
yang tidak berpenghuni dan hanya satu pulau yang berpenduduk yaitu
Pulau Runduma. Di kawasan Taman Nasional Wakatobi, penyu hijau
paling sering ditemui oleh staff Balai Taman Nasional ketika
melakukan kegiatan monitoring. Penyu sisik di kawasan tanam
Nasional Wakatobi hanya sering terlihat ketika sedang berenang
didalam laut.Kegiatan monitoring peneluran penyu di dapatkan dari
hasil observasi di Seksi Pengelolahan Taman Nasional Wilayah III
kepulauan Tomia yang telah di lakukan pada tanggal 13- 16 Juli
2013.Kegiatan observasi ini dilakukan di kepulauan Tomia. Langsung
di temani oleh staff Balai Taman Nasional Sektor III yaitu Bapak
Amaludin. Beliau adalah pengurus Demplot yang berada di Pulau
Tomia. Kegiatan wawancara ini bertujuan untuk mengetahui jumlah
tukik yang mampu bertahan hidup dan berapa yang mati dan apa
penyebabnya. Selain itu ada juga bak-bak pembesaran tukik yang
tersedia untuk tukik-tukik ini. Dalam pengolahan Demplot ini tidak
terlalu sulit karena beliau sudah sangat berpengalaman untuk
memelihara tukik-tukik ini.Taman Nasional Wakatobi mempunyai dua
tempat Penetasan Telur Semi Alami diantaranya yaitu Pulau Anano
sebagai lokasi Pendaratan penyu yang dikelola oleh penjaga pantai ,
dan di Desa Waha kecamatan Tomia yang dikelola langsung oleh pihak
Taman Nasional. Tujuan dari kegiatan Pembuatan Demplot Penangkaran
Penyu di Taman Nasional Wakatobi adalah diantaranya adalah
menyelamatkan telur yang terindikasi terendam pasang air laut,
menyelamatkan telur dari pencurian dan ancaman predator, sebagai
tempat penampung penyu yang baru menetas (tukik) sebelum dilepas ke
laut guna membantu menjaga kelestarian penyu, dan menyediakan
sarana pendidikan bagi masyarakat lokal maupun pendatang, serta
wisatawan asing yang datang.
Gambar 33 Demplot penetasan penyu semi alami yang ada di SPTN
III Tomia.
Kegiatan Demplot dimulai dari kedatangan telur-telur penyu yang
di bawa dari habitat aslinya. Telur penyu sangat mudah robek jika
telur di rotasi atau mengalami goncangan. Oleh karena itu mesti
dipastikan bagian atas telur di tandai sebelum di pindahkan,
kecuali pemindahan tersebut dilakukan sebelum 2 jam dari saat
deposisi oleh induk penyu.. Petugas mula-mula akan menyamakan
kedalaman sarangnya dan suhunya. Setelah di desain sama dengan
aslinya, telur-telur tersebut ditimbun dengan masa penetasan
sekitar 50-60 hari. Saat ditanam, telur ditutup dengan pasir
lembab. lewat dari 60 hari calon tukik akan dinyatakan gagal
menetas. Kelamin tukik tergantung dengan temperatur sarang,
terutama temperatur pada paru ketiga dari masa inkubasi. Temperatur
pivotal (yang memberikan rasio kelamin seimbang 1:1 pada penyu)
penyu hijau 27.6 0C.Gambar 34 Proses pemindahan telur di sarang
asli hingga ke Demplot semi alami
Untuk menjaga kualitas pasir sebagai media penetasan telur
sementara (demplot), TNW melakukan pergantian media satu tahun
sekali, pergantian pasir ini dilakukan untuk menghindari
tercemarnya telur yang dibenamkan dari telur yang busuk serta
menghindari tercemarnya telur dari bakteri yang berada di dalam
pasir. Tempat penetasan telur sementara (demplot) juga diberi
pengaman khusus berupa Rang (jaring-jaring besi) disekelilingnya.
Hal ini bertujuan agar predator seperti elang, dan tikus tidak
merusak sarang, memakan telur, dan memakan tukik yang keluar dari
sarang nantinya. Penanaman tukik sekitar 0.5 m dibawah dasar pagar
Selain itu pembuatan demplot dibuat dengan ketinggian tertentu
dengan agar tidak terkena gelombang pasang. Setelah kelahiran tukik
tersebut, maka dapat dipindahkan ke ember-ember penampungannya.
Dimana dalam ember ini tukik akan dibesarkan. Tukik-tukik akan
dipisahkan berdasarkan ukuran karapasnya. Pakan yang digunakan
untuk tukik berasal dari daging ikan yang telah dicincang atau
dipotong kecil, pemberian pakan dilakukan dua kali sehari.
Pemberian pakan berupa daging ini dikarenakan pada saat menjadi
tukik, mereka cenderung bersifat karnivora (Ernts 1994).
Gambar 35 Bak-bak pembesaran tukik yang ada di SPTN Wilayah III
Tomia
Melihat siklus hidup tukik yang lebih lama dilaut sebagai
habitat aslinya, sistem pengairan di tempat penangkaran sementara
bagi tukik perlu untuk diperhatikan. Air yang digunakan untuk
tempat sementara tukik untuk dibesarkan berasal dari laut, setiap
dua kali sehari (pagi dan sore) dilakukan pergantian air yang
berada di tempat penangkaran untuk menjaga kebersihannya. Tukik
yang baru menetas sangat lemah dan rentan sekali terkena penyakit
oleh karena itu media yang digunakan berupa air laut harus selalu
diperhatikan kebersihannya.Pelepasan tukik dilakukan secara
alamiah, mereka dilepaskan secara berkelompok pada posisi dan waktu
random di pantai peneluran. Ini untuk menghindari terjadinya
fenomena yang disebut dengan istilah Fish Feeding Station.
Pelepasan tutik dilakukan setelah tukik mengalami masa-masa
kesiapan. Tukik yang sudah berumur 3-4 bulan atau ukurannya 15 cm
adalah tukik yang siap dilepas ke alam. Pelepasan tukik-tukik ini
dilakukan pada lokasi-lokasi yang aman dari predator. Predator bisa
berupa burung laut, srigala, anjing hutan, dan lain-lain. Tukik di
lepas dari bibir pantai ini dimaksudkan supaya tukik secara mandiri
dapat merekam memori atau Imprinting alami sebelum ia kembali ke
laut. Jika terjadi kendala dalam melepaskan tukik-tukik ini yang
menyebabkan penundaan maka tukik mesti disimpan pada container yang
terisi air tidak diperbolehkan, ini dapat menimbulkan inisiasi
Swimming Frenzy. Swimming Frenzy adalah gerakan berenang tiada
henti hingga tujuh hari pertamanya, mereka akan berhenti ketika
kehabisan tenaga, di saat inilah mereka akan cukup jauh dari
pesisir saat dilepaskan sehingga relatif bebas dari pemangsa. Cara
yang baik adalah dengan menyimpan tukik ini dalam container yang
lembut dan lembab dalam suasana sejuk, gelap dan terang.
Gambar 36 Pantai Handue sebagai tempat pelepasan tukik di SPTN
III Tomia. Ada dua pantai yang dijadikan tempat pelepasan tukik di
Pulau Tomia, yaitu Pantai Waha dan Pantai Tondoe. Pantai Waha
adalah pantai yang dekat dengan pelabuhan Waha. Sedangkan pantai
Tondoe tidak jauh dari kantor Taman Nasional Wakatobi Sektor III.
Di Tanggal 14 Mei 2013 dilepaskan tukik penyu hijau sebanyak 100
ekor di pantai Waha.