Top Banner
HUKUM PIDANA Semester II Thn Akd 2012/2013 Yani Brilyani Tavipah,S.H.,M.H.
54

Hk.pidana

Jun 21, 2015

Download

Education

Rizki Gumilar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hk.pidana

HUKUM PIDANASemester II Thn Akd 2012/2013

Yani Brilyani Tavipah,S.H.,M.H.

Page 2: Hk.pidana

SILABUSHUKUM PIDANA

(Semester Genap Tahun Akademik 2012/2013)

Disusun oleh:Yani Brilyani Tavipah, SH.,MH

NIP: 19650525 199203 2001

I. RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA INDONESIAA. Istilah dan Pengertian Hukum PidanaB. Hubungan Hukum Pidana dan Ilmu Sosial LainC. Istilah dan Pengertian Tindak PidanaD. Jenis-Jenis dan Unsur-Unsur Tindak PidanaE. Lingkungan Kuasa Berlakunya Hukum Pidana

II. AJARAN MELAWAN HUKUM, AJARAN SEBAB AKIBAT DAN AJARAN KESALAHAN

A. Pengertian dan Pandangan tentang Ajaran Melawan HukumB. Pengertian dan Tujuan Sebab AkibatC. Teori-Teori Sebab AkibatD. Pertanggungjawaban PidanaE. KesengajaanF. Kealpaan

Page 3: Hk.pidana

III. ALASAN-ALASAN PENIADAAN PIDANA A. OvermachtB. Bela Paksa dan Bela Paksa Lampau BatasC. Melaksanaan Ketentuan UU dan Melaksanakan Perintah Jabatan

IV. PERCOBAAN PADA TINDAK PIDANAA. Syarat Dipidananya Pembuat PercobaanB. Perbuatan-Perbuatan yang Mirip percobaanC. Percobaan pada Penyertaan dan Penyertaan pada Percobaan  V. PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANAA. Sistem Pembebanan Tanggung Jawab pada PenyertaanB. Bentuk-Bentuk PenyertaanC. Penyertaan MutlakD. Penyertaan dalam Tindak Pidana dengan Menggunakan Sarana PercetakanE. Penyertaan dalam Bunuh Diri

VI. HAL-HAL YANG MEMBERATKAN PIDANA A. CONCURSUS DALAM TINDAK PIDANA 1. Pengertian Concursus 2. Menentukan Pidana atas Concursus 3. Concursus Ditinjau dari Bentuknya B. PENGULANGAN TINDAK PIDANA (RECIDIVE) 1. Pengertian Recidive 2. Pengaturan Recidive

 

Page 4: Hk.pidana

 VII. HAL-HAL YANG MENGGUGURKAN HAK UNTUK MENUNTUT DAN MENJALANKAN PIDANA

A. Hal-Hal yang Menyebabkan Gugurnya Hak untuk Menuntut Pidana 1. Yang terdapat di dalam KUHP a. Ne bis in idem b. Tersangka meninggal dunia c. Verjaring d. Penyelesaian di luar proses pengadilan 2. Yang terdapat di luar KUHP a. Abolisi b. Amnesti B. Hal-Hal yang Menyebabkan Gugurnya Hak untuk Menjalankan Pidana 1. Yang diatur dalam KUHP a. Matinya tersangka b. Verjaring 2. Yang diatur di luar KUHP: Grasi

VIII. PIDANA DAN PEMIDANAAN

1. Pengertian pidana dan pemidanaan2. Jenis-jenis pidana3. Teori-teori pidana dalam hukum pidana4. Sistem penjatuhan pidana (pemidanaan)5. Falsafah pemidanaan

Page 5: Hk.pidana

• PERTEMUAN I

Page 6: Hk.pidana

HUKUM PIDANA STRAFRECHT

Obyektif

(Ius Punale)

Subyektif

(Ius Puniendi)

Hkm Materiil Hkm Formil

Straf = Pidana

Recht = Hukum

A.1. ISTILAH DAN PENGERTIAN

Page 7: Hk.pidana

Moeljatno:

Hukum Pidana adalah sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu

bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

* Criminal Act (Perbuatan Pidana) 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang diancamkan.* Criminal Liability / Responsibility

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.* Criminal Procedure.

Page 8: Hk.pidana

Prof. Pompe (Handboek Nederlands Strafrecht 1953) Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan

terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu.

Simons:Hukum pidana adalah:

1. Keseluruhan larangan/perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa / pidana bila tidak ditaati.

2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat penjatuhan pidana.3. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk menerapkan pidana.

Prof. van Hamel (Inleiding Studie Nederlands Strafrecht 1927): Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut

oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.

Page 9: Hk.pidana

2. SIFAT HUKUM PIDANASifat dari hukum pidana adalah Publiek Rechtelijk, artinya bahwa proses penyelesaian perkara sepenuhnya dikuasai oleh negara dan tidak diserahkan kepada individu.

Van Hamel: hukum pidana telah berkembang menjadi hukum publik, karena pelaksanaannya sepenuhnya berada di dalam tangan pemerintah, dengan pengecualian delik-delik aduan.

Utrecht:Hukum pidana adalah hukum sanksi bukan hukum publik.

Prof.Dr.Andi Zaenal Abidin,SH: hukum pidana sebagian besar kaidah-kaidahnya bersifat hukum publik – hukum privat.

Bemmelem:hukum pidana sebagai ultimum remedium.

Page 10: Hk.pidana

3. Tujuan Hukum Pidana

a. Umum: menyelenggarakan tata dalam masyarakat untuk menuju masyarakat tenteram kertaraharja.

b. khusus: 1) Melakukan penanggulangan kejahatan 2) Melakukan prevensi/pencegahan kejahatan 3) Dalam rangka melaksanakan kontrol sosial 4) Ultimum remedium artinya sebagai upaya terakhir.

Wirjono Prodjodikoro: untuk memenuhi rasa keadilan

Tirtaamidjaja: untuk melindungi masyarakat.

Kanter dan Sianturi: Pada umumnya untuk melindungi kepentingan perseorangan (individu) atau

hak-hak asasi manusia dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat dan negara.

Page 11: Hk.pidana

Aliran-aliran:

a. Aliran klasik (klassieke school):tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan perseorangan (individu) terhadap kekuasaan negara.

b. Aliran modern (moderne school)/Aliran Kriminologi /Aliran positif: tujuan hukum pidana untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan. c. Aliran ketiga (derde school)/Aliran Sosiologis: aliran yang timbul sebagai suatu kompromis dari kedua aliran terdahulu

(kadang-kadang menitikberatkan pada pihak yang satu dan kadang-kadang pada pihak yang lain).

Page 12: Hk.pidana

B. Hubungan Hukum Pidana dengan Ilmu Sosial Lain.

Ilmu Hukum Pidana dengan Kriminologi.

Kriminologi secara harfiah: - Crimen artinya kejahatan atau penjahat - Logos artinya ilmu pengetahuan Bonger: Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan

menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya

Perbedaan: Kriminologi & Hukum Pidanaa. Kriminologi:

1) Obyeknya: kejahatan-kejahatan sebagai gejala dalam masyarakat dan orang yang melakukan kejahatan itu sendiri.

2) Tujuan: untuk mengetahui mengapa orang itu berbuat jahat, hal-hal apa saja yang melatar belakanginya.

b. Ilmu Hukum Pidana:1) Obyeknya: aturan-aturan hukum pidana.2) Tujuan: agar peraturan-peraturan itu dapat dipahami dan

diterapkan secara tepat oleh alat perlengkapan negara.

Page 13: Hk.pidana

Pembagian Hukum Pidanaa. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus (Ius Commune dan Ius Speciale). - Hukum pidana umum ialah hukum pidana yang dapat diperlakukan

terhadap setiap orang pada umumnya. - Hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang berlaku khusus bagi

golongan orang-orang tertentu atau yang memuat perkara-perkara pidana tertentu.

Soedarto mengemukakan istilah: Undang-Undang Pidana Khusus (bijzonderewetten).

Ada 3 kelompok yang dapat dikualifikasikan ke dalam UU Pidsus, yaitu: - Undang-undang yang tidak dikodifikasikan. - Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung sanksi

pidana.- Undang-undang yang mengandung hukum pidana khusus yang mengatur

tentang Tindak Pidana-Tindak Pidana untuk kelompok orang tertentu atau perbuatan tertentu.

Page 14: Hk.pidana

b. Hukum Pidana Tertulis dan Tidak Tertulis.

Hukum Pidana Tertulis ialah hukum pidana yang terdapat dalam KUHP dan KUHAP, termasuk hukum pidana tertulis yang bersifat khusus dan hukum pidana yang dimuat baik dalam PP maupun Peraturan Daerah.

Hukum Pidana Tidak Tertulis ialah hukum pidana adat, berlaku berdasarkan Pasal 5 ayat 3 (b) UU No.1 Drt 1951.

c. Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Internasional.Hukum Pidana Nasional ialah hukum pidana yang memuat ketentuan-ketentuan yang berasal dari negara itu sendiri.

Hukum Pidana Internasional ialah hukum pidana nasional tetapi memuat ketentuan-ketentuan yang berasal dari dunia internasional.

Page 15: Hk.pidana

Ilmu Hukum Pidana.Enschede en Meijder: ditinjau dari segi metodenya, ilmu hukum pidana terdiri dari:

1. Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana yang sistematis: a. Hukum Pidana b. Hukum Pidana Formal

2. Ilmu Hukum Pidana Empiris: a. Kriminologi, yaitu ilmu tentang kejahatan dan sifat jahat pembuat

kejahatan, sebab-sebab dan akibatnya. b. Kriminalistik, yaitu ilmu penyelidikan dan penyidikan (pengusutan). c. Sosiologi hukum pidana, yaitu ilmu hukum pidana yang menjelaskan

kejahatan sebagai gejala kemasyarakatan. d. Filsafat hukum pidana, yaitu ilmu yang antara lain menjelaskan

tujuan penjatuhan pidana dan teori teorinya.

Page 16: Hk.pidana

PERTEMUAN II

Page 17: Hk.pidana

TINDAK PIDANA

1.Istilah

Bhs.Belanda : Strafbaarfeit

Bhs.Latin : Actus Reus, Delictum

Bhs. Inggris : Criminal Act

Bhs.Indonesia : - Perbuatan Pidana- Tindak Pidana- Delik- Peristiwa Pidana- Perbuatan Melanggar Hukum- Perbuatan yang dapat Dipidana

Page 18: Hk.pidana

2. Perumusan Norma dan Sanksia. Norma dan Sanksi dirumuskan bersama-sama;

mis: Pasal 338 KUHPb. Norma dicantumkan Sanksi tidak;

mis: Pasal 367 (2) KUHPc. Sanksi ada, Norma tidak ada

(ketentuan pidana blanco/blanco strafbepaling);mis: Pasal 122 butir 2 KUHP.

3. Unsur-unsur Tindak Pidana.

a. Essensial: unsur melawan hukum b. Biasa:

- unsur subyektif (didalam/melekat):niat,maksud,sengaja,mengetahui,

terang terangan. - unsur obyektif (diluar/tidak melekat):perbuatan

aktif/pasif, akibatnya,unsur yang memberatkan, pribadi tertentu.

Page 19: Hk.pidana

4. Sanksi:a. Pidana :

- tujuan pidana adalah memberikan penderitaan khusus kepada si

pelanggar hukum agar merasakan akibat perbuatannya.- merupakan sanksi yg bersifat pembalasan.

b. Tindakan: - tujuannya lebih bersifat melindungi dan mendidik.

- tindakan semata-mata ditujukan pada prevensi khusus.

Pasal 10 KUHP:a. Pidana pokok: Mati

Penjara : - seumur hidup - sementara waktu

Kurungan: - biasa - pengganti denda

Dendab. Pidana tambahan:

- pencabutan hak-hak tertentu (Pasal 35 KUHP)- perampasan barang-barang tertentu (Pasal 39 KUHP)- pengumuman putusan hakim (Pasal 43 KUHP).

Page 20: Hk.pidana

5. Tempat dan Waktu Tindak Pidana

Tempat tindak pidana (Locus Delicti)Waktu tindak pidana (Tempus Delicti)

Pasal 121 KUHAP: penyidik dalam membuat berita acara diantaranya harus menyebutkan “waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan”….;

Pasal 143 ayat 2 (b) KUHAP: penuntut umum dalam membuat surat dakwaan diantaranya harus menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.

Page 21: Hk.pidana

Beberapa teori (Locus Delicti):

a. Dihubungkan dengan delik komisi: 1) Teori perbuatan material

“di tempat pembuat melakukan tindak pidana”. 2) Teori alat

“di tempat mulai bekerjanya alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana”.

3) Teori akibat“di tempat tindak pidana itu menimbulkan akibat”.

4) Teori beberapa tempat“di beberapa tempat, apabila tindak pidana itu dilakukan,

bekerjanya alat yang dipergunakan, akibatnya di beberapa tempat itu”.

b. Dihubungkan dengan delik omisi:“di tempat perbuatan harus dilakukan”(Teori perbuatan materiil)

Page 22: Hk.pidana

Jenis-Jenis Tindak Pidana

A Menurut sifat KUHP:1. Kejahatan2. Pelanggaran:

a. karena adanya perbedaan yang bersifat kualitatif: - Recht Delicten = delik-delik hukum - Wet Delicten = delik-delik UUb. karena ada perbedaan yang bersifat kuantitatif.

B. Menurut doktrin dibedakan atas: 1. delik formil dan delik materiil delik formil = delik yang terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan tertentu yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.

contoh: Pasal 362 KUHP (pencurian).

delik materiil = delik yang baru dianggap terjadi setelah timbulnya akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.

contoh: Pasal 338 KUHP/pembunuhan Pasal 351 KUHP/penganiayaan

Page 23: Hk.pidana

2. Delik Komisi dan Delik Omissidelik komisi = delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan UU.contoh: Pasal 338, 362 KUHP.delik omissi = delik yang berupa pelanggaran terhadap keharusan UU.contoh: Pasal 224 KUHP (keharusan menjadi saksi).

delik omisi tidak murni (delicta commissionis peromissionem commissa), yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan tetapi dilakukan dengan cara tidak berbuat.contoh: Pasal 194 KUHP (penjaga pintu kereta api yang tidak menutup pintu KA).

3. Delik Berdiri Sendiri dan Delik Lanjutandelik berdiri sendiri = delik yang hanya terdiri atas satu perbuatan tertentu.contoh: Pasal 362, 338 KUHPdelik lanjutan = delik yang terdiri atas beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri tetapi antara perbuatan- perbuatan itu ada hubungan yang erat sehingga harus dianggap sebagai satu perbuatan lanjutan.contoh: Pasal 64 KUHP.

Page 24: Hk.pidana

4. Delik Selesai/Rampung dan Delik Berlanjut

delik selesai = delik yang terdiri atas satu/beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat.contoh: Pasal 338, 362 KUHPdelik berlanjut = delik yang terdiri atas satu/beberapa perbuatan yang melanjutkan suatu keadaan yang dilarang oleh UU.contoh: Pasal 221 KUHP (menyembunyikan

orang yang melakukan kejahatan).

5. Delik Tunggal dan Delik Bersusundelik tunggal = delik yang hanya satu kali perbuatan sudah cukup untuk dikenakan pidana.contoh: Pasal 480 (penadahan)

delik bersusun = delik yang harus beberapa kali dilakukan, baru dapat dikenakan pidana.contoh: Pasal 296 KUHP (tentang memudahkan perbuatan cabul antara orang lain sebagai mata pencaharian).

Page 25: Hk.pidana

6. Delik Sederhana, Delik dengan Pemberatan dan Delik Berprevillise.

delik sederhana = delik dasar atau delik pokok.contoh: Pasal 338, 362 KUHP.

delik dengan pemberatan/delik berkualifikasi = delik yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan delik dasar, tetapi ditambah dengan unsur-unsur lain sehingga ancaman pidananya lebih berat dari delik pokok.contoh: Pasal 339 KUHP (pembunuhan berkualifikasi)

Pasal 363 KUHP (pencurian berkualifikasi)

delik berprevilese = delik dasar yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan delik dasar atau delik pokok, tetapi ditambah dengan unsur-unsur lain, sehingga ancaman pidananya lebih ringan dari delik dasar.Contoh: Pasal 342 KUHP (pembunuhan anak sendiri dengan rencana).

7. Delik Kesengajaan dan Delik Kealpaandelik kesengajaan = delik yang dilakukan dengan sengaja.contoh: Pasal 338, 351 KUHP.delik kealpaan = delik yang dilakukan karena kealpaannya.contoh: Pasal 359 KUHP (karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati).

Page 26: Hk.pidana

8. Delik Politik dan Delik Umum

Delik politik = delik yang ditujukan kepada keamanan negara dan kepala negara.contoh: Pasal 104 sampai 181 KUHP

Delik umum = delik yang tidak ditujukan kepada keamanan negara dan kepala negara.

9. Delik Khusus dan Delik Umum.

Delik khusus = delik yang hanya dapat dilakukan orang tertentu saja karena suatu kualitas

Delik umum = delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang.

Page 27: Hk.pidana

10. Delik Aduan dan Delik Biasa Delik aduan = delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan.

Terdiri dari:- Delik aduan absolut, yaitu delik yang karena sifat kejahatannya

hanya dapat dituntut karena adanya pengaduan. contoh: Pasal 284 KUHP (Zinah).- Delik aduan relatif, yaitu delik yang pada dasarnya merupakan

delik biasa tetapi karena adanya hubungan yang dekat antara si korban dan pelaku maka delik tersebut hanya dapat dituntut karena ada pengaduan.

contoh: Pasal 367 (2) KUHP (pencurian keluarga), Pasal 370 KUHP (pemerasan dan pengancaman dalam keluarga).

Delik biasa = delik yang untuk penuntutannya tidak perlu ada pengaduan.

Page 28: Hk.pidana

PERTEMUAN III

Page 29: Hk.pidana

Lingkungan Kuasa Berlakunya KUHP.

A. Menurut waktu: Lex Temporis Delicti --- Pasal 1 ayat (1) KUHP. Pengecualian asas legalitas terdapat dalam hukum transitoir (peralihan) yang mengatur tentang lingkungan kuasa berlakunya undang-undang menurut waktu (sphere of time) yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP:

“Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa”.

Persoalan: bagaimanakah jika setelah perbuatan dilakukan, akan tetapi sebelum perkara diadili, ada perubahan dalam perundang-undangan?

Ketentuan peralihan tersebut menimbulkan 4 macam pertanyaan: 1. Apakah yang dimaksud perundang-undangan (wetgeving)? 2. Apakah artinya perubahan? 3. Apakah yang dipandang sebagai ketentuan yang paling menguntungkan tersangka/terdakwa? 4. Perundang-undangan manakah harus diperhitungkan oleh hakim banding atau hakim kasasi, bilamana setelah peradilan dalam instansi pertama atau kedua terjadi perubahan perundang-undangan?

Page 30: Hk.pidana

3 macam teori untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi.1. Teori Formal, dianut oleh Simons.

“Perubahan undang-undang yang dimaksud, baru terjadi bilamana redaksi undang-undang pidana yang diubah”. Perubahan undang-undang lain selain dari undang-undang pidana, walaupun berhubungan dengan undang-undang pidana, bukanlah perubahan undang-undang menurut Pasal 1 ayat (2) KUHP.

2. Teori Materiil Terbatas, dianut van Geuns.“Perubahan undang-undang yang dimaksud harus diartikan perubahan keyakinan hukum pembuat undang-undang”. Perubahan karena zaman atau keadaan tidak dapat dianggap sebagai perubahan undang-undang.

3. Teori Materiil Tidak Terbatas.Putusan H.R. 5 Desember 1921 (Huurcommissiiewet-arrest) berpendapat: perundang-undangan meliputi semua undang-undang dalam arti luas dan perubahan undang-undang meliputi semua macam perubahan, baik perubahan perasaan hukum pembuat undang-undang menurut teori materiil terbatas, maupun perubahan keadaan karena waktu”.

Hazewinkel-Suringa: lebih bermanfaatlah kalau Pasal 1 ayat (2)KUHP dihapuskan, yang berarti bahwa ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku pada waktu deliklah yang dipergunakan oleh hakim. Hal mana adil, dan berarti semua pembuat delik diperlakukan sama.

Page 31: Hk.pidana

B. Menurut Tempat Terjadinya Tindak Pidana. 1. Asas Teritorialitas (Pasal 2 diperluas Pasal 3 KUHP) 2. Asas Personalitas atau Nasionalitas Aktif (Pasal 5 KUHP)

Pangkal diadakannya asas personalitas ialah kewarganegaraan pelaku. Asas tersebut mengandung sistem, bahwa hukum pidana Indonesia mengikuti warganegaranya ke luar Indonesia.

3. Asas Perlindungan atau Asas Nasionalitas Pasif (Pasal 4 ke-1, ke-2, dan ke-3 serta Pasal 8 KUHP)Pasal 7 KUHP mengandung campuran asas Nasionalitas aktif dan Nasionalitas pasif.

4. Asas Universalitas (Pasal 4 ke-2 dan ke-4 KUHP)Titik taut asas universalitas ialah jenis perbuatan. Perbuatan itu sedemikian rupa sifatnya, sehingga kita merasa berkewajiban untuk menerapkan hukum pidana, tanpa memandang siapa yang melakukan tindak pidana, di mana dan terhadap kepentingan siapa tindak pidana tersebut dilakukan.

5. Asas Eksteritorialitas (Pasal 9 KUHP).Utrecht: ketentuan tersebut tidak perlu lagi karena kita sekarang mengakui primat Hukum Internasional. Pasal itu dibuat waktu orang masih menerima kedaulatan negara secara absolut.Andi Z. Abidin: Pasal 9 KUHP Indonesia masih diperlukan demi kepastian hukum dan tidak semua penyidik kejahatan memahami Hukum Internasional.

Page 32: Hk.pidana

Orang yang diakui hak imunitasnya,meliputi:

1. Kepala-kepala negara asing yang datang ke Indonesia secara resmi.

2. Duta negara-negara asing yang ditempatkan di Indonesia.

3. Kapal perang asing yang masuk wilayah negara dengan persetujuan.

4. Pasukan negara asing yang masuk dengan seizin negara yang didatangi.

5. Para wakil Badan-Badan Internasional, spt: utusan PBB, PMI dan lain-lain.

Page 33: Hk.pidana

PERTEMUAN IV

Page 34: Hk.pidana

Ajaran Sebab AkibatA. Tujuan Ajaran Sebab Akibat. 1. Untuk menentukan hubungan antara sebab dan akibat; 2. Untuk menentukan pertanggungjawaban seseorang atas suatu akibat tertentu yang berupa suatu tindak pidana.

B. Teori-Teori Sebab Akibat.

1. Teori Syarat Mutlak (Conditio Sine Qua Non) dari von Buri. - Conditio sine qua non (T.syarat mutlak) - Equivalentie Theori (T.Ekuivalen) - Bedingungstheorie (T.syarat).2. Teori-teori yang menggeneralisir. Pokok pangkal perbedaan: pengertian istilah “perhitungan yang normal”. a. T.Adequat (Keseimbangan) dari J.von Kries.

Sebab dari suatu akibat adalah syarat yang pada umumnya menurut jalannya kejadian yang normal, dapat atau mampu menimbulkan akibat atau kejadian tersebut”. ==== Subyective Prognose.

b. T. Adequate (Obyectif Nachtragliche Prognose) dari Rumelin. “Perhitungan yang normal” -- bukan hanya keadaan yang kemudian diketahui

secara subyektif tetapi juga keadaan-keadaan yang akan diketahui secara obyektif.

Page 35: Hk.pidana

c. T. Simons. Teori kompromis dari von Kries dan Rumelin. Untuk menentukan syarat sebagai sebab yang menimbulkan akibat harus memperhitungkan: 1) Keadaan yang diketahui pembuat sendiri; 2) Keadaan yang diketahui oleh orang banyak, meskipun tidak diketahui si pembuat sendiri. d. T.Adequat dari Traeger.

Sebab itu harus dicari dari syarat-syarat manakah yang seimbang dengan akibat yang timbul.

3. Teori-teori yang mengindividualisir == dari Birkmeyer a. Theory Der Meist Wirksame Bedingung. Di dalam rangkaian syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu

dicarinya syarat manakah yang dalam keadaan tertentu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat.

b. Teori Art Des Werdens (sifat kejadiannya) dari Kohler. Sebab adalah syarat yang menurut sifatnya menimbulkan akibat. c. Ubergewichts Theori dari Karl Binding. Sebab adalah syarat yang mengadakan ketentuan terhadap syarat-syarat positif untuk

melebihi syarat-syarat negatif. d. Teori Letze Bedingung dari Ortman. Sebab adalah syarat penghabisan yang menghilangkan keseimbangan antara syarat

positif dengan syarat negatif, sehingga syarat positif lah yang menentukan.

Page 36: Hk.pidana

e. Teori Relevansi dari Mezger. Teori ini tidak mengadakan perbedaan antara sebab dan syarat, seperti teori yang

menggeneralisir dan yang mengindividualisir, tetapi dimulai dengan mengintepretir rumusan tindak pidana yang bersagkutan.

f. Teori Perdata. Teori ini berdasarkan Pasal 1247 dan 1248 BW: bahwa “pertanggungjawaban” hanya

ada, apabila akibat yg timbul itu mempunyai akibat yang langsung dan rapat sekali dengan perbuatan-perbuatan yang terdahulu atau dapat dibayangkan terlebih dahulu.

C. Kausalitas Pada Tindak Pidana Omisi.Tindak pidana omisi/delicta ommissionis terbagi atas: tindak pidana omisi murni/omisi yang sebenarnya (delicta ommissionis) dan tindak pidana omisi yang tidak murni (delicta ommissionis per ommissionem commissa).

1. Teori Berbuat Lain “Yang harus dianggap sebagai sebab dari suatu akibat adalah bukan perbuatan pasif

(tidak berbuat), melainkan suatu perbuatan positif lain yang dilakukan orang pada saat seharusnya ia berbuat yang diharuskan berbuat”. 2. Teori Berbuat Sebelum Terjadinya Tindak Pidana.

Yaitu perbuatan positif sebelum terjadinya tindak pidana. 3. Interferenztheorie.

“Pengabaian itu bukanlah tidak berbuat apa-apa, tetapi hanya menampakkan dirinya seolah-olah demikian di dunia kenyataan.

Page 37: Hk.pidana

AJARAN MELAWAN HUKUM

Melawan Hukum ----- Wederrechtelijk - Perbuatan bersifat melawan hukum - Perbuatan melanggar hukum - Perbuatan bertentangan dengan undang-undang - Perbuatan bertentangan dengan hak orang lain.

Dua pandangan tentang melawan hukum:1. Pandangan formal/pandangan yang sempit.

“Melawan hukum” ---- bertentangan dengan UU2. Pandangan materiil/pandangan yang luas

“Melawan hukum” --- bertentangan dengan hukum.Perbedaan:1. Pandangan formal: - pengecualian dalam undang-undang.

- tidak selalu menjadi unsur tindak pidana2. Pandangan materiil: - pengecualian menurut hukum (tertulis dan tidak tertulis)

- unsur mutlak.Ajaran melawan hukum materiil mempunyai 2 fungsi:1. Fungsi positif ---- belum bisa diberlakukan2. Fungsi negatif --- berlaku.

Page 38: Hk.pidana

PERTEMUAN V

Page 39: Hk.pidana

AJARAN KESALAHAN

A. Tiada pidana tanpa kesalahan Perwujudan: - Pasal 44,48 sampai dengan 51 KUHP - Fungsi negatif dari sifat melawan hukum materil - Melkboer arrest -- arrest H.R. tgl 14/2/1916. Kesalahan ---hubungan dengan kebebasan kehendak. Ada 3 pendapat:

1. Kaum indeterminisme2. Kaum determinisme3. Kaum tidak perlu kebebasan kehendak

B. Pengertian KesalahanKesalahan ---- Schuld1. dalam arti luas: bertanggung jawab2. dalam arti yuridis: kesengajaan (dolus/opzet), Kealpaan (culpa)3. dalam arti sempit: culpa

Page 40: Hk.pidana

C. Kemampuan bertanggungjawab Simons: 1. Mampu untuk mengetahui/menginsyafi bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum. 2. Dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadarannya.Van Hamel: ada 3 kriteria 1. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat perbuatannya sendiri. 2. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak dibolehkan. 3. Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatan itu.

Tiga sistem untuk menentukan ketidakmampuan bertanggung jawab: 1. Sistem deskriptif (menyatakan) 2. Sistem normatif (menilai) 3. Sistem deskriptif-normatif (gabungan)Tidak mampu bertanggung jawab untuk sebagian: 1. Kleptomania 2. Pyromania 3. Claustropobia 4. Nymphomania.

Page 41: Hk.pidana

Bila hakim ragu-ragu tentang ada tidaknya kemampuan bertanggungjawab dalam praktek ada 2 hal:

1. Hakim dapat menyatakan pidana.2. Hakim membebaskan terdakwa karena dianggap tidak mampu bertanggung jawab.

- Kurang dapat dipertanggungjawabkan.

Belanda: 2 kemungkinan bagi hakim yaitu:1. Ketetapan agar diserahkan kepada pemerintah.2. Memberikan pidana biasa.

Indonesia: hakim memberikan pidana yang lebih ringan.

Page 42: Hk.pidana

Kesengajaan/Opzet/Dolus/IntentMvT (Memorie van Toelichting):

Sengaja = menghendaki dan mengetahui/ willens en wetens.

Teori-teori kesengajaan:1. Teori kehendak (wills-theorie) --- von Hippel --- Simons.2. Teori pengetahuan/membayangkan (voorstellings-theorie) -- Frank --

Moeljatno.

Bentuk-bentuk kesengajaan:1. Kesengajaan sebagai maksud/bertujuan. “Perbuatan pembuat bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang”.2. Kesengajaan dengan sadar kepastian. Terdapat 2 akibat: a. Akibat yang dituju oleh pembuat b. Akibat yang sebenarnya tidak dikehendaki tetapi merupakan suatu keharusan

untuk mencapai tujuan akibat (1).3. Kesengajaan dengan sadar kemungkinan. “Terdapat suatu keadaan yang semula mungkin terjadi kemudian ternyata betul betul

terjadi.Sifat kesengajaan:1. Kesengajaan berwarna/dolus malus/gekleurd opzet.2. Kesengajaan tidak berwarna/kleurloos opzet.

Page 43: Hk.pidana

Kesesatan/salah kira/dwaling/error

Beberapa bentuk kesesatan/error:1. Error juris/mistake of law/kesesatan hukum. = melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dengan

perkiraan bahwa perbuatan tersebut tidak dilarang.

2. Error facti/mistake of fact/kesesatan tentang unsur tindak pidana. = kesesatan tentang tidak adanya kesengajaan dalam salah satu unsur tindak

pidana.

3. Error in persona/kesesatan tentang orang = kesesatan tentang orang yang menjadi tujuan tindak pidana.

4. Error in objecto/kesesatan tentang obyek = kesesatan tentang obyek yang menjadi tujuan tindak pidana.

5. Abberatio ictus/penyimpangan sasaran. = penyimpangan sasaran dari yang menjadi tujuan tindak pidana.

Page 44: Hk.pidana

Jenis-jenis kesengajaan dalam doktrin:

1. Dolus determinatus = kesengajaan yang ditujukan pada obyek tertentu.

2. Dolus indeterminatus = kesengajaan yang tidak ditujukan pada obyek tertentu, melainkan ditujukan pada sembarang obyek.

3. Dolus alternatiftus = kesengajaan yang ditujukan pada obyek yang satu /obyek yang lain.

4. Dolus indirektus = kesengajaan terhadap suatu perbuatan yang menimbulkan suatu akibat yang sebenarnya bukan merupakan tujuan pelaku.

5. Dolus generalis = kesengajaan yang ditujukan pada umum

6. Dolus premiditatus = kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu.

7. Dolus repentinus/inpentus = kesengajaan yang timbul dengan serta merta.

Page 45: Hk.pidana

Kealpaan

MvT: Kealpaan = di satu pihak merupakan kebalikan yang sesungguhnya dari kesengajaan dan di lain pihak merupakan kebalikan yang sesungguhnya dari satu kebetulan.

Unsur-unsur kealpaan:- Pembuat dapat menduga terjadinya akibat kelakuannya.- Pembuat kurang berhati-hati.

Van Hamel:Kealpaan mengandung dua syarat:1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Bentuk-bentuk kealpaan:a. Dari sudut ingatan pelaku: 1) Kealpaan berat (culpa lata) 2) Kealpaan ringan (culpa levis)

b. Dari sudut kesadaran pembuat: 1) Kealpaan disadari (bewuste schuld) 2) Kealpaan tidak disadari (onbewuste schuld).

Page 46: Hk.pidana

PERTEMUAN VI

Page 47: Hk.pidana

Alasan Penghapusan Pidana

(Straf-uitsluitings-Gronden)

• Teori hukum Pidana :

- Alasan Pembenar/faits justificatifs

Yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi patut dan benar.

- Alasan Pemaaf/faits d’exuce

Yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum. Jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.

• Memorie van Toelichting :

- Alasan dalam bathin terdakwa/pasal 44 KUHP tidak ada yg

- Alasan di luar bathin terdakwa/pasal 48-51 KUHP menggunakan

Page 48: Hk.pidana

• Doktrin : - Alasan penghapusan pidana umum

- Alasan penghapusan pidana khusus 

Daya Paksa ( Overmacht ):

Absolut ( Vis absoluta ) : Fisik

instrument

Psychis

- Arti sempit (overmacht in enge zin)

Relatif/pasal 48 KUHP:

( vis compulsiva ) - Keadaan darurat (noodtoestand)

- Pertentangan antara dua kepentingan hukum

- Pertentangan antara kepent. hkm dan kewajiban hukum

- Pertentangan antara dua kewajiban hukum

Page 49: Hk.pidana

Bela Paksa (noodweer)

Pasal 49(1) KUHP

• Tiga syarat :

1. Perbuatan harus terpaksa untuk pembelaan yang sangat perlu:

a. Asas keseimbangan/asas proporsionalitas

b. Asas subsidaritas

2. Pembelaan itu hanya dapat dilakukan untuk kepentingan hukum :

a. diri sendiri maupun orang lain

b. kehormatan kesusilaan sendiri maupun orang lain

c. harta benda sendiri maupun orang lain.

3. Harus ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu (yang datang seketika) yang melawan hukum.

Page 50: Hk.pidana

Bela Paksa Lampau Batas ( Noodweer exces )

Pasal 49 (2) KUHP

1. Melampaui batas pembelaan yang diperlukan

2. Pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari keguncangan jiwa yang hebat

3. Keguncangan jiwa yang hebat itu diakibatkan adanya serangan atau ancaman serangan.

Page 51: Hk.pidana

Melaksanakan ketentuan undang-undang

(Pasal 50 KUHP : alasan pembenar)

“Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana”.

- Ketentuan undang-undang :

HR : penafsiran dalam arti sempit : “uu dalam arti formal”

penafsiran dalam arti luas : “uu dalam arti materil”

- Melaksanakan ketentuan undang-undang :

a. untuk kepentingan umum

b. tidak terbatas pada perbuatan yang diwajibkan undang-undang, juga perbuatan-perbuatan yang dilakukan atas wewenang yang diberikan oleh undang-undang

c. dilakukan secara patut,wajar dan masuk akal.

Page 52: Hk.pidana

Melaksanakan perintah jabatan(pasal 51 KUHP)

ayat 1 ayat 2 Perintah jabatan sah perintah jabatan tidak sah

(alasan pembenar) (alasan pemaaf)

Page 53: Hk.pidana

PERTEMUAN VII

Page 54: Hk.pidana

• PERCOBAAN