BAB 1PENDAHULUANHipertiroidisme adalah suatu keadaan klinik yang
ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari hormon tiroid. Didapatkan
pula peningkatan produksi triiodotironin (T3) sebagai hasil
meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer. Pertama
kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian Graves pada
tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Dari berbagai
penyebab hipertiroidisme, penyakit Graves atau penyakit Basedow
atau penyakit Parry merupakan penyebab paling sering
ditemukan.Penyakit Graves adalah suatu penyakti multisistemik yang
karakteristik dengan adanya struma difusa, tirotoksikosis,
oftalmopati infiltratif dan kadangkadang disertai dengan dermopati
infiltratif. Penyakit Graves dikatakan merupakan penyakit autoimun
kelenjar tiroid, hal ini didukung dengan adanya laporan-laporan
tentang terdapatnya antibodi spesifik pada penderita penyakit
Graves. Dikenal beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
hipertiroidi dengan penyebab tersering toxic diffuse goiter dan
toxic nodular goiter, baik jenismultinoduler maupun soliter.
Beberapa penyebab hipertiroidi yang lain dapat ditemukan pada
tiroiditis subakuta, chronic autoimmune thyroiditis, karsinoma
tiroid, struma ovarii, exogenous hyperthyroidism, hipertiroidi
karena pemakaian yodium.Diagnosis hipertiroidisme didapatkan
melalui berbagai pemeriksaan meliputi pengukuran langsung
konsentrasi tiroksin bebas (dan sering triiodotironin) plasma
dengan pemeriksaan radioimunologi yang tepat. Uji lain yang sering
digunakan adalah pengukuran kecepatan metabolime basal, pengukuran
konsentrasi TSH plasma, dan konsentrasi TSI.Pengobatan penderita
hipertiroidi sangat komplek, dan masih banyak perbedaan pendapat
dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor sex,
umur, berat ringannya penyakit, penyakit lain yang menyertainya,
penerimaan penderita serta pengalaman dari pengelola hams
dipertimbangkan.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiHipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis
ialah manifestasi kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi.2.2 EpidemiologiJumlah penderita penyakit ini di seluruh
dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta diantaranya
terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroidisme yang didapat
dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44%-48,93%
dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Insiden
keseluruhan hipertiroidisme di Amerika Serikat diperkirakan antara
0,5% dan 1,3% dengan sebagian besar berupa keadaan subklinis.
Sebuah studi berdasarkan populasi di Inggris dan Irlandia menemukan
insiden sebesar 0,9 kasus per 100,000 anak berusia lebih muda dari
15 tahun, ini menunjukkan bahwa insiden penyakit meningkat dengan
usia. Prevalensi hipertiroidisme kira-kira 5-10 kali lebih rendah
daripada hipotiroidisme.Distribusi jenis kelamin dan umur pada
penyakit hipertiroid sangat bervariasi. Perbandingan wanita dan
laki-laki pada RSUP Palembang adalah 3,1:1, di RSCM Jakarta 6:1, di
RS Soetomo 8:1 dan di RSHS Bandung 10:1. Sedangkan distribusi
menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia
21-30 tahun (41,73%) tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya
antara usia 30-40 tahun2.3 EtiologLebih dari 90% hipertiroidisme
adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid toksik.
2.4 Kelenjar Tiroid2.4.1 Anatomi Kelenjar TiroidKelenjar
tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki
dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing
berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal
1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting
untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya
kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke
dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan
3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan
oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating
hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang
diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium. Gambar
anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 2.1. Kelenjar Tiroid2.4.2 Regulasi Hormon TiroidRegulasi
hormon tiroid adalah sebagai berikut.
Gambar 2.2 Regulasi Hormon TiroidHipotalamus sebagai master
gland mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk
mengatur sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Kemudian tirotropin
atau TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dari hipofisis anterior
meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara cAMP. Mekanisme ini
mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid yang
disekresikan berlebih, sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH.
Bila jumlah hormon tiroid tidak mencukupi, maka terjadi efek yang
sebaliknya.2.4.3 Fungsi dan Efek Hormon TiroidEfek yang umum dari
hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah besar
gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan
disintesis. Hasil akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas
fungsional di seluruh tubuh. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas
metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel
mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui
membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga
spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini
adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama
kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan
pascalahir.Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik
meliputi peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan
kebutuhan vitamin, meningkatkan laju metabolisme basal, dan
menurunkan berat badan. Sedangkan efek pada sistem kardiovaskular
meliputi peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan
frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung. Efek
lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas
saluran cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP),
peningkatan fungsi otot, dan meningkatkan kecepatan sekresi
sebagian besar kelenjar endokrin lain.2.5 Penyakit GravesPenyakit
Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering
hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang biasanya
ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH
pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki
gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus
yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati
(eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan
dermopati.Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun,
dimana penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15%
penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita
penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit
Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit
ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria,
dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi
pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.Pada penyakit Graves,
limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada
didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B
untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang
disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel
tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid,
dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi
darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan
penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam
patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati
pada penyakit Graves. Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen
utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal
peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat
pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran
sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses
terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita
penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan
antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti
interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul permukaan
sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T.2.6 Manifestasi KlinisPada hipertiroidisme,
kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormon hingga diluar batas,
sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretoris
kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering
berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh
yang diatas normal. Bahkan, akibat proses metabolisme yang keluar
jalur ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan
tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi
yang takikardi, atau diatas normal juga merupakan salah satu efek
hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Exopthalmus yang terjadi
merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan
periorbital dan otot-otot ekstraokular, akibatnya bola mata
terdesak keluar.Pada kebanyakan penderita tetapi biasanya ringan.
Melemahnya kelopak mata atas sehingga mata tampak menurun,
menggangguk onvergensi dan retraksi kelopak mata atas serta mungkin
akan jarang berkedip. Kulit halus dan memerah dengan keringat
berlebihan. Kelemahan otot adalah tidak lazim tetapi dapat cukup
berat sehingga mengakibatkan jatuh. Takikardia, palpitasi, dispnea,
dan insufisiensi serta pembesaran jantung menyebabkan
ketidaknyamanan tetapi jarang membahayakan kehidupan penderita.
Fibrillasi atrium merupakan komplikasi yang jarang. Regurgitasi
mitral mungkin akibat dari disfungsi otot papillaris, merupakan
penyebab bising sistolik apeks yang ada pada beberapa penderita.
Tekanan darah sistolik dan tekanan nadi meningkat. Banyak temuan
pada penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas sistem syaraf
simpatis.
Gambar 2.2 HipertiroidismeTabel 2. Gambaran Klinis
Hipertiroidisme
Dikutip dari: Buku Ajar Ilmi Penyakit Dalam, FKUI hal: 7682.7
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis adalah: Thyroid Stimulating Hormone
(TSH)Pemeriksaan TSH menggunakan metode IMA (immunometric assay)
yang lebih sensitif 10 sampai 100 kali dari metode competitive
binding assay-RIA sehingga hasil yang diperoleh disebut TSH
sensitif (TSHs).11 Kadar TSH biasanya rendah pada penderita
penyakit Graves dan semua bentuk tirotoksikosis. Perlu diperhatikan
bahwa kadar TSHs subnormal dapat ditemukan pada beberapa keadaan
berikut ini 11: (1) penyakit hipofisis atau hipotalamus, (2)
semester pertama kehamilan, (3) penderita penyakit nontiroid, dan
atau sedang dalam pengobatan dengan dopamin, glukokortikoid, serta
beberapa obat lainnya, (4) penyakit psikiatrik akut. Kadar TSH
serum normal berkisar antara 0,4-4,8 U/ml.4 Tiroksin (T4)Kadar
tiroksin serum total (TT4) dan T4 bebas (FT4) meningkat pada semua
penderita dengan tirotoksikosis. Kadar T4 dan T3 (Triiodotironin)
dalam darah sangat dipengaruhi oleh protein pengangkut seperti TBG
(Thyroxine Binding Globulin) dan TBPA (Thyroxine Binding
Prealbumin). Untuk mengoreksi pengaruh protein pengangkut,
dilakukan pengukuran terhadap kadar T4 bebas. Kadar normal dari TT4
adalah sebesar 5-12 g/dl, sedangkan FT4 normal sebesar 2 ng/dl.
Triiodotironin (T3)T3 meningkat pada semua penderita dengan
tirotoksikosis kecuali penderita tersebut sakit akut atau kronis,
malnutrisi atau menggunakan obat-obatan (Propylthiouracil) yang
bekerja dengan menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. T3
sedikit meningkat pada obesitas dan asupan berlebih. Kadar T3 lebih
tinggi pada balita dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Anak
dengan resistensi pituitari terhadap hormon tiroid juga mengalami
peningkatankadar T3 dalam serum.9 Klirens T3 dalam darah lebih
cepat dibandingkan dengan T4 sehingga penentuan kadar T3 yang
dihasilkan kelenjar tiroid tidak begitu penting artinya dalam
menilai fungsi.11 Kadar T3 serum total normalnya sekitar 80-200
ng/dl dan FT3 normal sebesar 0,4 ng/dl.4 Autoantibodi TiroidYang
termasuk autoantibodi adalah (1) thyroglobulin antibody (Tg Ab),
(2) thyroperoxidase antibody (TPO Ab), dan (3) TSH receptor
antibody, baik yang stimulating (TSH-R Ab [stim]) atau blocking
(TSH-R Ab [block]). Tg Ab dan TPO dengan Ab menggunakan teknik
radoimmunoassay (RIA) ditemukan pada 97% penderita penyakit Graves
dan tiroiditis Hashimoto. Tg Ab tinggi pada awal terjadinya
tiroiditis Hashimoto dan kemudian menurun. TPO Ag biasanya
terdeteksi seumur hidup penderita. Titer kedua antibodi tersebut
akan menurun jika diberikan terapi T4 pada tiroiditis Hashimoto
atau terapi antitiroid pada penyakit Graves. Hasil yang positif
pada pemeriksaan kedua antibodi tersebut merupakan indikasi kuat
adanya penyakit autoimun tiroid tapi tidak spesifik untuk tipe
penyakitnya, seperti hipertiroid, hipotiroid, atau goiter. TSH-R Ab
[stim] diukur dengan teknik bioassay menggunakan sel tiroid manusia
atau menggunakan sel ovarium hamster yang sudah dikenalkan dengan
gen reseptor TSH manusia sebagai media kultur. Pada media kultur
tersebut kemudian diinkubasikan serum atau IgG penderita penyakit
Graves. Kemudian diukur peningkatan cAMP pada media kultur
tersebut. Tes ini positif pada 80% sampai 100% penderita dengan
penyakit Graves yang belum mendapat terapi dan tidak terdeteksi
pada manusia sehat atau penderita tiroiditis Hashimoto (tanpa
oftalmopati), nontoksik goiter, atau goiter nodular toksik. Tes ini
sangat berguna untuk mendiagnosis penyakit Graves pada penderita
dengan eutiroid oftalmopati atau untuk memprediksi penyakit Graves
pada neonatus dari ibu dengan riwayat penyakit Graves atau yang
masih aktif menderita penyakit Graves. Pemeriksaan TSH-R Ab dengan
bioassay termasuk mahal dan tidak tersedia secara luas. Radioactive
Iodine Uptake (RAIU) Uji ini berdasarkan kemampuan kelenjar tiroid
menangkap iodium radioaktif (123I atai 131I). Dengan mengukur
persentase penangkapan iodium radioaktif pada waktu-waktu tertentu
setelah pemberiannya maka dapat dinilai kinetik iodium intratiroid
yang secara tidak langsung menggambarkan pula fungsi kelenjar
tiroid. RAIU tinggi pada penyakit Graves, meningkat ringan atau
normal pada multinodular toksik goiter, dan rendah pada
tiroiditis.Alur pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis
pada hipertiroidisme dapat dilihat pada gambar 1. Kombinasi dari
peningkatan FT4 dan penurunan TSH digunakan untuk menegakkan
hipertiroidisme. Jika terdapat tanda-tanda oftalmopati pada
penderita maka diagnosis penyakit Graves dapat ditegakkan. Jika
tanda-tanda oftalmopati tidak ada dan penderita hipertiroid dengan
atau tanpa goiter, perlu dilakukan tes radioiodine uptake. Uptake
yang meningkat merupakan diagnosis dari penyakit Graves atau goiter
nodular toksik. Pemeriksaan TPO Ab berguna untuk diferensial
diagnosis, tapi pemeriksaan TSHR Ab tidak selalu diperlukan.
Pemeriksaan RadiologisDi samping gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan
pemeriksaan radiologis (Thyroid scanning, USG, CT scan) dan
histologis (FNAB): Thyroid scanningIsotop yang sering digunakan
untuk imaging tiroid adalah 131I, 99mTc, dan 123I. Pada penilaian
awal digunakan untuk mengevaluasi nodul goiter yang asimetrik,
hipertrofi lobus yang menyebabkan tampaknya suatu nodul atau massa,
dan menilai massa substernal. Scan tiroid juga digunakan untuk
penilaian lanjutan pada penderita dengan penurunan TSH. Scan tiroid
memberikan informasi tentang ukuran tiroid, dan distribusi
geografik dari aktifitas fungsional kelenjar tiroid. Nodul tiroid
yang berfungsi melebihi jaringan tiroid yang normal disebut dengan
hot nodule dan yang tidak berfungsi disebut cold nodule. Warm
nodule memiliki fungsi yang sama dengan jaringan tiroid
normal.Tidak semua penderita dengan nodul tiroid memerlukan scan
tiroid, FNAB dapat digunakan untuk evaluasi awal suatunodul tiroid.
Indikasi scan tiroid adalah: (1) evaluasi morfologik fungsional
nodul tiroid soliter, (2) evaluasi massa di mediastinum bagian
atas,(3) membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan
komponen nodosa,(4) mendeteksi jaringan fungsional yang tersisa
pasca tiroidektomi(5) mendeteksi sisa jaringan tiroid atau
metastase karsinoma tiroid berdiferensiasi (6) evaluasi penyebab
hipertiroidisme neonatal, (7) evaluasi massa di daerah leher atau
jaringan tiroid ektopik. Ultrasonografi (USG)Dalam tirodologi
kegunaan utama USG adalah untuk menentukan volume, besar, ukuran
kelenjar, dan untuk membedakan apakah suatu nodul kistik atau
padat. Suatu nodul yang secara klinis soliter, mungkin ditemukan
multipel pada USG. USG dengan resolusi tinggi dan real time
imaging, dapat pula divisualisasikan aliran vaskuler ke dan dari
kelenjar tiroid. USG tidak dapat menentukan apakah suatu lesi
tiroid jinak atau ganas. Computed Tomografi (CT) Scan dan Magnectic
Resonance Imaging (MRI)CT Scan biasanya dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya oftalmopati. Jika oftalmopati sudah jelas maka CT
Scan digunakan untuk evaluasi pengobatan oftalmopati. CT scan mampu
memvisualisasikan dengan baik hubungan kelenjar tiroid dengan organ
sekitar, ukuran kelenjar, volume, serta kepadatan jaringan kelenjar
tiroid. Manfaat MRI dalam tirodologi hampir sama dengan CT scan,
namun MRI dapat mendeteksi kekambuhan karsinoma dan membedakannya
dengan fibrosis. MRI dan CT scan juga tidak dapat membedakan apakah
suatu lesi bersifat ganas atau tidak. Pemeriksaan HistologisFine
Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pada kelenjar tiroid dilakukan
untuk mengetahui adanya suatu keganasan pada suatu nodul tiroid.
Pemeriksaan histologi kelenjar tiroid penderita penyakit Graves
didapatkan hiperplasia yang difus. Dapat terlihat hilangnya koloid
tiroid normal dan kelenjar yang hiperemis. Terjadi pembentukan
banyak folikel kecil baru, dan sel tiroid membentuk struktur
kolumnar tinggi. Pembuluh darah lebih besar dari normal. Infiltrat
limfosit ditemukan di antara folikel dan dapat ditemukan
hiperplasia limfoid. Sel T dan sel B dapat ditemukan.2 FNAB pada
kelenjar tiroid jarang diindikasikan pada penyakit Graves.2.8
DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan pada penderita dengan
tirotoksikosis yang telah dibuktikan secara biokimiawi, goiter yang
difus pada palpasi, oftalmopati, TPO Ab positif, dan adanya riwayat
pribadi atau keluarga terhadap adanya kelainan autoimun.Secara
klinis juga dapat dihitung indeks Wayne untuk membuktikan apakah
seseorang termasuk hipertiroid atau eutiroid. Interpretasi hasil
penghitungan indeks Wayne adalah sebagai berikut :
SubyektifNilaiObyektifAdaTidakAda
Dyspneu on effort+1Pembesaran kelenjar tiroid+3-3
Palpitasi+2Bruit di atas tiroid+2-2
Capai/lelah+2Eksoftalmus+20
Suka udara panas-5Lid retraction+20
Suka udara dingin+5Lid lag+10
Banyak keringat+3Hiperkinesis+4-2
Gelisah+2Tangan panas+2-2
Nafsu makan meningkat+3Tangan basah+1-1
Nafsu makan menurun-3Tremor halus+10
Berat badan meningkat-3Atrial fibrilasi+40
Berat badan menurun+3Nadi 90 kali/menit+30
Interpretasi hasil penghitungan indeks Wayne adalah sebagai
berikut : 20 : Hipertiroid2.9 PenatalaksanaanSasaran terapi
hipertiroidisme adalah: (1) menghambat sintesis hormon tiroid, (2)
menghambat sekresi hormon tiroid, (3) menekan konversi T4 menjadi
T3 di perifer, dan (4) mengurangi massa kelenjar tiroid. Saat ini
pilihan terapi: (1) obat antitiroid, (2) iodin radioaktif, (3)
pembedahan.Pengobatan yang ideal untuk penyakit Graves bertujuan
untuk menangani respon autoimun pada kelenjar tiroid dan orbita,
namun belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi respon
autoimun tersebut, sehingga tidak memungkinkan untuk menormalkan
fungsi kelenjar tiroid dan menghilangkan oftalmopati. Obat
AntitiroidTujuan pemberian obat antitiroid adalah: (1) sebagai
terapi yang berusaha memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi
yang menetap pada penderita muda dengan struma ringan sampai sedang
dan tirotoksikosis,(2) sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis
pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan pada penderita
yang mendapat yodium radioaktif, (3) sebagai persiapan untuk
tiroidektomi, (4) untuk pengobatan penderita hamil dan lanjut umur,
dan (5) penderita dengan krisis tiroid.Obat antitiroid yang sering
digunakan untuk menangani penyakit Graves adalah golongan
thionamide yang bekerja dengan menghambat oksidasi dan pengikatan
iodida sehingga mengakibatkan defisiensi iodin intratiroid.
Propylthiouracil (PTU) dapat menekan konversi T4 menjadi T3 pada
jaringan perifer. Berikut obat golongan thionamide yang digunakan
untuk terapi penyakit Graves :1. Methimazole Merupakan obat pilihan
kecuali pada krisis tiroid dan pengobatan pada wanita hamil. Tidak
menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 Tidak memiliki efek
segera. Waktu paruh lebih lama dibandingkan PTU, maka dari itu obat
ini dapat diberikan dua kali sehari. Tidak berhubungan dengan
hepatitis Memiliki hubungan yang lemah dengan aplasia kutis pada
neonatal setelah terjadi paparan in utero. Dosis dewasa: dosis awal
10-15 mg per oral dua kali sehari kemudian dilakukan titrasi cepat
sampai setengah dosis awal setelah tercapai keadaan eutiroid. Dosis
anak-anak: dosis awal 15-20 mg/m2/hari per oral dibagi dalam dua
kali pemberian per hari kemudian dilakukan titrasi sampai tercapai
dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan eutiroid.
Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropenia, penyakit hati,
kehamilan, wanita menyusui, dan badai tiroid. Interaksi: mempunyai
aktivitas antivitamin K dan mungkin meningkatkan aktivitas obat
antikoagulan oral. Monitor dengan melakukan pemeriksaan darah
rutin, hitung jenis, dan tes fungsi hati. Juga perlu dilakukan tes
fungsi tiroid agar dapat dilakukan penyesuaian dosis. Efek samping
berupa terjadinya rash pada kulit, artritis, artralgia, kolestatik
jaundice, neutropenia, dan agranulositosis.2. Propylthiouracil
(PTU) Merupakan obat pilihan pada keadaan krisis tiroid karena
dapat menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, serta pada laktasi
dan kehamilan karena tidak melewati plasenta. Tidak dihubungkan
dengan aplasia kutis pada fetus. Dosis dewasa: dosis awal 100-150
mg per oral tiga kali sehari kemudian dilakukan titrasi sampai
tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan
eutiroid. Dosis anak-anak: dosis awal 5-7 mg/kgBB/hari per oral
dibagi menjadi tiga kali pemberian kemudian dilakukan titrasi
sampai tercapai dosis efektif terendah untuk mempertahankan keadaan
eutiroid. Kontraindikasi pada hipersensitivitas, neutropeni, dan
penyakit hati Interaksi: mempunyai aktivitas antivitamin K sehingga
dapat meningkatkan aktivitas antikoagulan oral. Monitor dengan
melakukan pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, dan tes fungsi
hati. Juga perlu dilakukan tes fungsi tiroid agar dapat dilakukan
penyesuaian dosis. Efek samping: terjadinya rash pada kulit,
artritis, artralgia, hepatitis, neutropenia, dan agranulositosis.
Untuk pemantauan pemberian obat pada penderita rawat jalan, perlu
dilakukan pemeriksaan tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan
pemeriksaan darah lengkap dalam interval waktu tiap 6 minggu sampai
3 bulan. Juga perlu dicari apakah ada efek samping obat yang
potensial dapat timbul dengan mencari riwayat penyakit sebelumnya.
Perbaikan klinis tergantung pada jumlah hormon tiroid yang
tersimpan dalam kelenjar dan kecepatan sekresi kelenjar. Perbaikan
ini biasanya terjadi dalam 3 minggu dan eutiroidisme dapat tercapai
dalam 6-8 minggu.Radioaktif IodinCara kerja obat ini adalah dengan
mengonsentrasikan radioaktif iodin pada kelenjar tiroid sehingga
menyebabkan kerusakan kelenjar tiroid tanpa membahayakan jaringan
lain. Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif adalah: (1)
penderita usia 35 tahun atau lebih, (2) hipertiroidisme yang kambuh
sesudah dioperasi, (3) gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat
antitiroid,(4) tidak mampu atau tidak mau pengobatan antitiroid,
(5) adenoma toksik dan goiter multinodular toksik. Pengobatan
dengan yodium radioaktif ini dapat mengakibatkan terjadinya keadaan
hipotiroidisme. Yang biasa digunakan adalah 131I dengan dosis 5-12
mCi per oral. Dosis ini dapat mengendalikan tirotoksikosis dalam 3
bulan, namun kira-kira sepertiga dari penderita akan menjadi
hipotiroid dalam tahun pertama. Efek samping lain yang mungkin
timbul adalah eksaserbasi hipertiroidisme dan tiroiditis.
Terapi PembedahanTindakan pembedahan dapat dipilih apabila: (1)
gondok sangat besar dengan/atau tanpa tirotoksikosis yang berat;
(2) menunjukkan gejala penekanan, terutama gondok retrosternal; (3)
tidak berhasil dengan obat antitiroid; (4) penderita tidak
kooperatif meminum obat antitiroid; (5) ada reaksi dengan obat
antitiroid; (6) karena keadaan geografi dan sosial ekonomi tidak
memungkinkan dipantau secara teratur oleh dokter; (7) gondok
nodular toksik terutama pada penderita muda.Subtotal tiroidektomi
apabila terdapat multinodular goiter atau ukurankelenjar yang
besar. Pada subtotal tiroidektomi, jika terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan maka akan terjadi relaps. Biasanya ahli
bedah meninggalkan 2-3 g jaringan tiroid pada leher kanan dan kiri.
Penyebab lain terjadinya kekambuhan adalah iodine uptake dan
aktivitas imunologi penderita. Tiroidektomi total dilakukan apabila
terdapat progresifitas yang cepat darioftalmopati. Sebelum operasi
penderita disiapkan dengan pemberian obat antitiroid sampai
tercapai keadaan eutiroid (kurang lebih selama 6 minggu). Biasanya
penderita diberi cairan kalium iodida 100-200 mg/hari atau cairan
lugol 10-15 tetes per hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk
mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid. Pengobatan
TambahanObat-obat lain yang biasa digunakan sebagai obat tambahan
adalah: Penyekat beta-adrenergik. Dengan pemberian obat ini
diharapkan gejala seperti palpitasi, tremor, berkeringat banyak,
serta gelisah akan dapat berkurang. Obat ini juga dapat menurunkan
kadar T3 dalam serum. Dosis yang dianjurkan sebesar 40-200 mg/hari
yang dibagi atas 4 dosis. Yodium. Terutama digunakan untuk
persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan yodium radioaktif dan
pada krisis tiroid. Dosisnya adalah 100-300 mg/hari. Ipodate.
Bekerja dengan menurunkan konversi T4 menjadi T3 di perifer,
mengurangi sintesis hormon tiroid dan mengurangi pengeluaran hormon
dari tiroid.2.10 PrognosisHipertiroid yang bersifat permanen dan
biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah kenormalan fungsi
tiroid tercapai dengan obat-obat antitiroid, direkomendasikan untuk
menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi definitifnya.
Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah
perlahanlahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun
prognosisnya akan jauh lebih baik setelah diterapi dengan iodin
radioaktif.
BAB 3KESIMPULANHipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis
ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit
hipertiroid sangat bervariasi. Penyebab hipertirodisme sebagian
besar adalah penyakit Graves, goiter multinodular toksik dan
mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah
akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid,
sedang pada goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan
autonomi tiroid itu sendiri. Gejala klinis pasien yang sering
berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon
tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh
yang diatas normalDasar diagnosis hipertiroidisme meliputi uji
pengukuran langsung konsentrasi T3 dan T4 bebas (FT4 dan FT3), dan
juga pengukuran konsentrasi TSH dan TSI plasma.
MAKALAHHIPERTIROID
RIRIN MEI KARLINA1008260044
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA
UTARA2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISIiKATA PENGANTAR1BAB IPENDAHULUAN11.1. Latar
Belakang11.2. Tujuan 2BAB IIPEMBAHASAN32.1.Sejarah Sel32.2. Teori
Sel 42.3. Struktur dan Fungsi Sel42.4. Gambaran Sel42.5. Tipe Sel
dan Organisme Hidup14BAB IIIPENUTUP163.1. Kesimpulan 163.2.
Saran16DAFTAR PUSTAKA