BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan. Candi Prambanan merupakan salah satu peninggalan agama hindu yang ada di Jawa Tengah. Sedangkan Borobudur adalah merupakan candi peninggalan agama budha. Agama hindu dan budha masuk di berbagai tempat di Indonesia melalui berbagai jalur, antara lain pendidikan, perdagangan, dan lain-lain. Agama budha berkembang lebih dahulu, bahkan untuk beberapa waktu, Indonesia (sriwijaya) pernah menjad pusat pendidikan dan pengetahuan agama budha yang bertaraf internasional. B. Rumusan Masalah 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari
India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita
membandingkan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan
kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki
masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi
atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu.
Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.
Candi Prambanan merupakan salah satu peninggalan agama hindu yang ada di
Jawa Tengah. Sedangkan Borobudur adalah merupakan candi peninggalan agama
budha. Agama hindu dan budha masuk di berbagai tempat di Indonesia melalui
berbagai jalur, antara lain pendidikan, perdagangan, dan lain-lain. Agama budha
berkembang lebih dahulu, bahkan untuk beberapa waktu, Indonesia (sriwijaya)
pernah menjad pusat pendidikan dan pengetahuan agama budha yang bertaraf
internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha ke
Indonesia ?
2. Daerah mana saja yang dipengaruhi dan tidak di pengaruhi unsur hindu-
buddha di Indonesia sampai abad XIV
3. Kerajaan apa saja yang bercorak hindu-budha di Indonesia.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Budha
ke Indonesia
2. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan yang berorak hindu-budha di Indonesia
1
BAB II
PEMBAHASAN
I. Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
Agama Budha tumbuh di India tepatnya bagian Timur Laut. Muncul sekitar 525
SM. Agama Budha muncul dan dikenalkan oleh Sidharta (semua harapan
dikabulkan). Agama Budha muncul disebabkan karena :
Sidharta memandang bahwa adanya sistem kasta dalam agama Hindu dapat
memecah belah masyarakat, bahkan sistem kasta dianggap membedakan derajat
dan martabat manusia berdasarkan kelahiran. Padahal setiap manusia itu sama
kedudukannya.
Itulah fenomena yang ada di lingkungannya sementara itu satu hal yang membuat
Sidharta akhirnya berusaha untuk menentang adat dan tradisi yang ada adalah
karena beliau melihat adanya kenyataan hidup bahwa manusia akan tua, sakit, mati,
dan hidup miskin yang intinya bahwa bagi Sidharta kehidupan adalah suatu
“PENDERITAAN”. Oleh karena itu manusia harus dapat menghindarkan diri dari
penderitaan (samsara), dan demi mencari cara atau jalan untuk membebaskan diri
dari penderitaan guna mencapai kesempurnaan maka beliau meninggalkan istana
dengan segala kemewahannya melakukan meditasi tepatnya di bawah pohon Bodhi
di daerah Bodh Gaya. Dalam meditasinya tersebut akhirnya Sidharta memperoleh
penerangan agung dan saat itulah terlahir/ tercipta agama Budha. Agama Budha
lahir sebagai upaya pengolahan pemikiran dan pengolahan diri Sidharta sehingga
menemukan cara yang terbaik bagi manusia agar dapat terbebas dari penderitaan di
dunia sehingga dapat mencapai kesempuirnaan (nirwana) dan berharap tidak akan
terlahir kembali di dunia untuk merasakan penderitaan yang sama.
Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai oleh setiap orang
tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana berbeda dengan ajaran
Hindu dimana hanya pendeta yang dapat membuat orang mencapai kesempurnaan.
Sidharta Gautama dikenal sebagai Budha atau seseorang yang telah mendapat
pencerahan. Sidharta artinya orang yang mencapai tujuan. Sidharta disebut juga
Budha Gautama yang berarti orang yang menerima bodhi. Ajaran agama Budha
2
dibukukan dalam kitab Tripitaka (dari bahasa Sansekerta Tri artinya tiga
dan pitakaartinya keranjang). Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung dan
kematian Sidharta terjadi pada tanggal yang bersamaan yaitu waktu bulan purnama
pada bulan Mei. Sehingga ketiga peristiwa tersebut dirayakan umat Budha
sebagai Triwaisak.
Dalam agama Budha tidak dikenal adanya sistem kasta sebab sistem ini dipandang
akan membedakan masyarakat atas harkat dan martabatnya. Sehingga dalam Budha
laki-laki ataupun perempuan, miskin atupun kaya sama saja semuanya punya hak
yang sama dalam kehidupan ini.
Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia
Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa masuknya agama
Hindu di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:
1. Teori Sudra (dikemukakan oleh Van Feber)
2. Teori Waisya (dikemukakan oleh NJ.Krom)
3. Teori Ksatria (dikemukakan oleh FDK Bosch)
4. Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur)
5. Teori Arus Balik (dikemukakan oleh M.Yamin)
Proses masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Budha ke Indonesia
adalah sebagai berikut.
Agama Budha
Agama Budha masuk ke Indonesia dibawa oleh para pendeta didukung dengan
adanya misi Dharmadhuta, kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa rakyat
sehari-hari, serta dalam agama Budha tidak mengenal sistem kasta. Para pendeta
Budha masuk ke Indonesia melalui 2 jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan,
yaitu melalui jalan daratan dan lautan. Jalan darat ditempuh lewat Tibet lalu masuk
ke Cina bagian Barat disebut Jalur Sutra, sedangkan jika menempuh jalur laut,
persebaran agama Budha sampai ke Cina melalui Asia Tenggara. Selanjutnya
sampai ke Indonesia mereka akhirnya bertemu dengan raja dan keluarganya serta
mulai mengajarkan ajaran agama Budha, pada akhirnya terbentuk jemaat kaum
Budha. Bagi mereka yang telah mengetahui ajaran dari pendeta India tersebut pasti
ingin melihat tanah tempat asal agama tersebut secara langsung yaitu India
sehingga mereka pergi ke India dan sekembalinya ke Indonesia mereka membawa
3
banyak hal baru untuk selanjutnya disampaikan pada bangsa Indonesia. Unsur
India tersebut tidak secara mentah disebarkan tetapi telah mengalami proses
penggolahan dan penyesuaian. Sehingga ajaran dan budaya Budha yang
berkembang di Indonesia berbeda dengan di India.
Agama Hindu
Para pendeta Hindu memiliki misi untuk menyebarkan agama Hindu dan melalui
jalur perdagangan akhirnya sampai di Indonesia. Selanjutnya mereka akan
menemui penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik
dengan ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan dan
menyebarkannya. Dalam ajaran agama Hindu konsepnya adalah seseorang terlahir
sebagai Hindu bukan menjadi Hindu maka untuk menerima ajaran agama Hindu
orang Indonesia harus di-Hindu-kan melalui upacara Vratyastoma dengan
pertimbangan kedudukan sosial/ derajat yang bersangkutan (memberi kasta).
Hubungan India-Indonesia berlanjut dengan adanya upaya para kepala suku/ raja
lokal untuk menyekolahkan anaknya/ utusan khusus ke India guna belajar budaya
India lebih dalam lagi. Setelah kembali ke tanah air mereka kemudian
menyebarkan kebudayaan India yang sudah tinggi. Bahkan tak jarang mereka
mendatangkan para Brahmana India untuk melakukan upacara bagi para penguasa
di Indonesia, seperti upacara Abhiseka, merupakan upacara untuk mentahbiskan
seseorang menjadi raja. Jika di suatu wilayah rajanya beragama Hindu maka akan
memperkuat proses penyebaran agama Hindu bagi rakyat di daerah tersebut.
Berikut kerajaan-kerajaan hindu yang pernah berdiri di Indonesia.
II. Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya
pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh
seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-
kerajaan itu antara lain :
A. Kerajaan Mataram Kuno
Terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram.
Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung
Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu,
4
Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai,
seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.
Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Kerajaan Mataram Kuno atau juga yang sering disebut Kerajaan Medang
merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Tercatat terdapat 3 Wangsa (dinasti)
yang pernah menguasai Kerjaan Mataram Kuno yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa
Syailendra dan Wangsa Isana. Wangsa Sanjaya merupakan pemuluk Agama Hindu
beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra merupakan pengikut agama Budah,
Wangsa Isana sendiri merupakan Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.
Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya yang juga merupakan
pendiri Wangsa Sanjya yang menganut agama Hindu. Setelah wafat, Sanjaya
digantikan oleh Rakai Panangkaran yang kemudian berpindah agama Budha
beraliran Mahayana. Saat itulah Wangsa Sayilendra berkuasa. Pada saat itu baik
agama Hindu dan Budha berkembang bersama di Kerajaan Mataram Kuno. Mereka
yang beragama Hindu tinggal di Jawa Tengah bagian utara, dan mereka yang
menganut agama Buddha berada di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Wangsa Sanjaya kembali memegang tangku kepemerintahan setelah anak Raja
Samaratungga, Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang menganut
agama Hindu. Pernikahan tersebut membuat Rakai Pikatan maju sebagai Raja dan
memulai kembali Wangsa Sanjaya. Rakai Pikatan juga berhasil menyingkirkan
seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa yang merupakan
saudara Pramodawardhani. Balaputradewa kemudian mengungsi ke Kerajaan
Sriwijaya yang kemduian menjadi Raja disana.
Wangsa Sanjaya berakhir pada masa Rakai Sumba Dyah Wawa. Berakhirnya
Kepemerintahan Sumba Dyah Wawa masih diperdebatkan. Terdapat teori yang
mengatakan bahwa pada saat itu terjadi becana alam yang membuat pusat Kerajaan
Mataram Hancur. Mpu Sindok pun tampil menggantikan Rakai Sumba Dyah
Wawa sebagai raja dan memindahkan pusat Kerajaan Mataram Kuno di Jawa
5
Timur dan membangun wangsa baru bernama Wangsa Isana.
Pusat Kerajaan Mataram Kuno pada awal berdirinya diperkirakan terletak di daerah
Mataram (dekat Yogyakarta sekarang). Kemudian pada masa pemerintahan Rakai
Pikatan dipindah ke Mamrati (daerah Kedu). Lalu, pada masa pemerintahan Dyah
Balitung sudah pindah lagi ke Poh Pitu (masih di sekitar Kedu). Kemudian pada
zaman Dyah Wawa diperkirakan kembali ke daerah Mataram. Mpu Sindok
kemudian memindahkan istana Medang ke wilayah Jawa Timur sekarang.
Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas, namun
menurut Prasasti Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram
Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa
menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu, Sanjaya menyebutkan
terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut
bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari
Kerajaan Galuh yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan
Tarumanegara).
Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan
kemudian melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari
Tarusbawa, Raja Sunda. Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang
merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya. Setelah naik tahta, Sanjaya
pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil menguasai
Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat
kerajaan baru yaitu Kerajaan Mataram Kuno.
Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa
dipastikan Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7
dengan rajanya yang pertama adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang
6
Ratu Sanjaya.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno
Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra
yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa
yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai
Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-
temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing
untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika
Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur,
pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah
Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu
Sindok.
Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan
cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan
Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram
Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa.
Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada
tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta
perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari
Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa
tersebut, Dharmawangsa tewas.
Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno
Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja
dinataranya sebagai berikut:
1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno
7
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa
Sailendra
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal
kebangkitan Wangsa Sanjaya
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno
berakhir
Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi
Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas
perekonominan dengan pesat.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti
Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara
dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng.
Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan,
dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur,
Mendut, dan Pawon.
8
Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika
terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan
Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu
dan Buddha hidup berdampingn secara damai.
B. Kerajaan Pajajaran
Merupakan kerajaan umat Hindu yang berdiri di wilayah Pakuan (sekarang adalah
Bogor), tepatnya di Jawa Barat. Oleh karena itu, Kerajaan Pajajaran sendiri juga
dikenal dengan nama Kerajaan Pakuan yang pada tahun 1030 Masehi sampai
dengan tahun 1579 Masehi pernah menjadi ibu kota Kerajaan Sunda Galuh. Pada
saat itu orang-orang memiliki kebiasaan untuk menyebut suatu kerajaandengan
menggunakan nama Ibu Kota nya sehingga Kerajaan Sunda Galuh lebih dikenal
dengan sebutan Kerajaan Pakuan Pajajaran atau Pajajaran saja.
Asal Muasal Berdirinya Kerajaan Pajajaran
Sejarah menyebutkan bahwa awal berdirinya Kerajaan Pajajaran ini adalah pada
tahun 923 dan pendirinya adalah Sri Jayabhupati. Bukti-bukti ini didapat dari
Prasasti Sanghyang berumur 1030 Masehi yang ada di Suka Bumi. Lebih lanjut,
rupanya Kerajaan Pajajaran ini didirikan setelah perpecahan Kerajaan Galuh yang
dipimpin oleh Rahyang Wastu. Saat Rahyang Wastu meninggal maka Kerajaan
Galuh terpecah menjadi dua. Satu dipimpin oleh Dewa Niskala dan yang satunya
lagi dipimpin oleh Susuktunggal. Meskipun terpecah menjadi dua namun mereka
memiliki derajat kedudukan yang sama.
Asal muasal Kerajaan Pajajaran dimulai dari runtuhnya Kerajaan Majapahit sekitar
tahun 1400 masehi. Saat itu Majapahit semakin lemah apalagi ditandai dengan
keruntuhan masa pemerintahan Prabu Kertabumi atau Brawijaya ke lima, sehingga
ada beberapa anggota kerajaan serta rakyat mereka yang mengungsi ke ibu kota
Galuh di Kawali, wilayah Kuningan, di mana masuk provinsi Jawa Barat. Wilayah
ini merupakan daerah kekusaaan dari Raja Dewa Niskala.
Raja Dewa Niskala pun menyambut para pengungsi dengan baik, bahkan kerabat
dari Prabu Kertabumi yaitu Raden Baribin dijodohkan dengan salah seorang
9
putrinya. Tidak sampai di situ, Raja Dewa Niskala juga mengambil istri dari salah
seorang pengungsi anggota kerajaan. Sayangnya, pernikahan antara Raja Dewa
Niskala dengan anggota Kerajaan Majapahit tidak disetujui oleh Raja Susuktunggal
karena ada peraturan bahwa pernikahan antara keturunan Sunda-Galuh dengan
keturunan Kerajaan Majapahit tidak diperbolehkan. Peraturan ini ada sejak
peristiwa Bubat.
Karena ketidaksetujuan dari pihak Raja Susuktunggal terjadilah peperangan antara
Susuktunggal dengan Raja Dewa Niskala. Agar perang tidak terus menerus
berlanjut maka Dewan Penasehat ke dua kerajaan menyarankan jalan perdamaian.
Jalan perdamaian tersebut ditempuh dengan menunjuk penguasa baru sedangkan
Raja Dewa Niskala dan Raja Susuktunggal harus turun tahta. Kemudian
ditunjuklah Jayadewata atau dikenal juga dengan sebutan Prabu Siliwangi yang
merupakan putra dari Dewa Niskala sekaligus menantu dari Raja Susuktunggal.
Jayadewata yang telah menjadi penguasa bergelar Sri Baduga Maharaja
memutuskan untuk menyatukan kembali ke dua kerajaan. Dari persatuan ke dua
kerajaan tersebut maka lahirlah Kerajaan Pajajaran pada tahun 1482. Oleh sebab
itu, lahirnya Kerajaan Pajajaran ini dihitung saat Sri Baduga Maharaha berkuasa.
Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Kejayaan
Masa-masa di mana Kerajaan Pajajaran mengalami kejayaan adalah pada saat
pemerintahan Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaha. Bahkan sampai sekarang
masa keemasan Prabu Siliwangi masih teringat di hati rakyat Jawa Barat.
Sri Baduga Maharaha pada masa kejayaannya membangun sebuah telaga besar
yang dia beri nama Maharena Wijaya. Selain itu, dia juga berhasil membangun
sebuah jalan yang menghubungkan antara ibu kota dengan wilayah Wanagiri. Dari
sana Sri Baduga Maharaha membangun banyak aspek Spiritual seperti
menyarankan agar kegiatan-kegiatan agama dilakukan di tengah-tengah
masyarakat. Selain itu, dia juga membangun asrama para prajurit, kaputren, tempat
pagelaran, memperkuat benteng pertahanan, merencanakan dan mengatur masalah
upeti, dan menyusun peraturan atau undang-undang kerajaan.
10
Semua kegiatan dan pembangunan yang dilakukan oleh Sri Baduga Maharaha ini
terukir di dalam dua buah prasasti bersejarah yaitu prasasti Batutulis dan Prasasti
Kabantenan. Di sana di tulis tentang bagaimana Sri Baduga Maharaha membangun
seluruh aspek kehidupan kerajaannya. Sejarah tersebut pun diceritakan dengan
pantun dan kisah Babad.
Sejarah Kerajaan Pajajaran saat Mengalami Masa Keruntuhan
Tercatat bahwa Kerajaan Pajajaran ini runtuh pada tahun 1579. Keruntuhan
Pajajaran lebih banyak disebabkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh
Kasultanan Banten. Selain itu, keruntuhan ini ditandai oleh tahta atau singgasana
Raja yang disebut Palangka Sriman Sriwacana dibawa oleh pasukan Maulana
Yusuf dari Kerajaan Pajajaran ke Kraton Surosowan. Pemboyongan singgasana
raja ini dilakukan sebagai tradisi sekaligus sebagai tanda bahwa tidak mungkin ada
raja baru lagi yang bisa dinobatkan di Kerajaan Pajajaran. Akhirnya, Maulana
Yusuf lah yang berkuasa di wilayah-wilayah Kerajaan Sunda. Jika Anda menengok
bekas Kraton Surosowan di Banten, maka Anda bisa melihat terdapat reruntuhan
Palang Sriman Sriwacana yang telah diboyong oleh Maulana Yusuf. Reruntuhan
batu tersebut di sebut oleh masyarakat Banten sebagai Watu Gilang yang berarti
berseri atau mengkilap.
Berbagai Aspek Kehidupan Kerajaan Pajajaran
Selama Kerajaan Pajajaran berdiri, kerajaan ini telah dipimpin oleh 12 orang Raja.
Raja pertana adalah Sri Baduga Maharaja dan Raja terakhir adalah Prabu Ratu
Dewata. Berikut berbagai kondisi aspek kehidupan sejarah Kerajaan Pajajaran dari
berdirinya sampai runtuhnya kerajaan tersebut:
Kehidupan Budaya Pajajaran
Budaya Pajajaran tentunya sangat dipengaruhi agama Hindu dan hal ini terbukti
dari banyaknya peninggalan prasasti-prasasti, kitab-kitab seperti Sangyang
11
Siksakanda dan kitab Cerita Parahyangan. Selain itu juga terdapat peninggalan
batik.
Kehidupan Ekonomi Pajajaran
Masyarakat Pajajaran banyak yang bekerja sebagai petani terutama dalam
mengurus ladang. Kehidupan ekonomi ini juga ditunjang dengan berbagai macam
perdagangan serta pelayaran.
Kehidupan Sosial Pajajaran
Masyarakat Pajajaran digolongkan ke dalam beberapa golongan berbeda misalnya
golongan petani, golongan seniman, golongan pedagang, dan terakhir adalah
golongan orang jahat.
C. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit yang sempat menjadi salah satu kerajaan maritim terbesar di
Nusantara ini berdiri pada tahun 1293 hingga tahun 1500. Masa kejayaan
Majapahit ialah ketika Hayam Wuruk mengambil posisi raja dan berkuasa dari
tahun 1350 hingga tahun 1389 yang ditandai dengan pendudukan besar-besaran
hingga Asia Tenggara. Hasil pekerjaannya ini juga tidak lepas dari patih yang ada
di sampingnya pada masa itu, yaitu Gajah Mada. Menurut kitab Negarakertagama
yang ditulis pada tahun 1365, Majapahit merupakan sebuah kerajaan dengan 98
daerah jajahan yang membentang dari Sumatera hingga Nugini dan terdiri dari
yang sekarang menjadi Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand selatan,
Kepulauan Sulu, Timor Timur, dan Manila. Meski begitu, ruang lingkup kekuatan
Majapahit masih menjadi subjek perdebatan antar sejarawan.
Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit
Setelah mengalahkan Kerajaan Melayu di Sumatera pada tahun 1290, Kerajaan
Singasari menjadi kerajaan terkuat di daerah tersebut. Hal ini menggelitik Khan
dari Kekaisaran Mongol dan Kaisar dari Dinasti Mongol Yuan yang bernama
Kubilai Khan dimana ia mengirim beberapa utusan yang meminta upeti. Raja
Kertanegara yang saat itu adalah raja terakhir kerajaan Singasari menolak untuk