HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y Disusun Oleh : Andi Nurhasan M 0304023 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
63
Embed
HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN …... · fraction was 14.32% from basic product. Keywords : cracking, coal tar, catalyst, Gas Chromatography . vi MOTTO
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
HIDRORENGKAH TIR BATUBARA
MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y
Disusun Oleh :
Andi Nurhasan
M 0304023
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
I.F. Nurcahyo, M.Si
NIP. 19780617 200501 1 001
Pembimbing II
Yuniawan Hidayat, M.Si
NIP. 19790605 200501 1 001
Dipertahankan di depan tim penguji pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 3 November 2009
Anggota Tim Penguji:
1. Dr. rer. nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si 1. …………………………
NIP. 19730605 200003 1001
2. Ahmad Ainurofiq, M.Si, Apt. 2.………………………....
NIP. 19780319 200501 1001
Disahkan Oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia,
Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D NIP. 19560507 198601 1001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-
Ni/ZEOLIT Y” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Oktober 2009
ANDI NURHASAN
iv
ABSTRAK
Andi Nurhasan, 2009. HIDRORENGKAH TIR BATUBARA MENGGUNAKAN KATALIS Mo-Ni/ZEOLIT Y. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.
Hidrorengkah tir batubara menggunakan katalis Mo-Ni/Zeolit Y telah dilakukan. Proses hidrorengkah tir batubara dilakukan dalam reaktor sistem dengan variasi suhu dan berat katalis. Umpan dipanaskan hingga menjadi uap kemudian dialirkan ke reaktor hidrorengkah. Cairan Hasil Perengkahan kemudian ditampung dan dianalisis dengan Kromatografi Gas untuk mengetahui penambahan fraksi ringan yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan jumlah katalis berpengaruh terhadap proses hidrorengkah tir batubara yang terjadi. Kenaikan suhu dan berat katalis akan meningkatkan aktivitas katalis. Kondisi optimum perengkahan diperoleh pada suhu 350oC dan berat katalis 5 gram dengan penambahan hasil produk 14,32% dari produk awal. Kata kunci : perengkahan, tir batubara, katalis, kromatografi gas
v
ABSTRACT
Andi Nurhasan, 2009. HYDROCRACKING OF COAL TAR OVER Mo-Ni/ZEOLITE Y CATALYST. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University. Hydrocracking of coal tar over MoNi/Zeolit Y catalyst has been carried out. The hydrocracking process was carried out in flow reactor system by variating temperature and catalyst weight. Product was collected and analyzed using Gas Chromatography to determine light fraction increase. The results showed that temperature and catalyst weight have effect to the reaction. Generally, increasing of temperature will increase catalyst activity until optimum condition reached. Optimum condition for hydrocracking of coal tar was obtained in 350oC and catalyst weight was 5 grams where increasing of light fraction was 14.32% from basic product. Keywords : cracking, coal tar, catalyst, Gas Chromatography
vi
MOTTO
Hidup untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan untuk menerima sebanyak-
banyaknya.
Memberi tanpa berharap dan menerima tanpa prasangka.
Every success begins with hardwork
Every hardwork begins with a necessity
Every necessity comes from a dream
Never doubt a dream (Anonymous).
There is no secret to success
It’s the result of preparation, hardwork, and learning from mistakes made a long
the way (Anonymous).
Success is a journey, not a destination.....
vii
PERSEMBAHAN
Hanyalah sebuah karya kecil namun besar artinya dalam sejarah hidupku.
Karya kecil sebagai wujud perjuangan, kerja keras, curahan pikiran, waktu, dan tenaga.
Karya kecil yang terwujud dari beragam pembelajaran dan pengalaman yang kudapati.
Pada akhirnya teriring rasa syukur yang mendalam, karya kecil ini kupersembahkan untuk :
Ibu dan bapak (alm) tercinta,
Terima kasihku untuk cinta, kasih sayang, perhatian,pengertian, perjuangan, serta segenap
pengorbanan yang senantiasa menyertai langkah hidupku.
Mbak2 dan mas2Q serta keponakan-keponakan tercinta
Terima kasih untuk cinta, kehangatan kaluarga, dan support yang selalu hadir untukku.
Hasan, partnerQ
Akhirnya selesai juga semua ini
Seseorang dengan semangatnya…..
Terima kasih …..
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia
yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga pada akhirnya penulis berhasil
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hidrorengkah Tir Batubara
Menggunakan Katalis Mo-Ni/Zeolit Y”. Shalawat beriring salam senantiasa
penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing dan teladan
seluruh umat manusia.
Skripsi ini bukanlah hasil kerja keras penulis semata, melainkan terdapat
bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk pemikiran, kerja, bimbingan,
motivasi, serta inspirasi. Berkenaan dengan hal tersebut penulis merasa senang
Radikal primer yang baru terbentuk akan mengalami pemutusan β
sehingga menghasilkan etilena dan radikal dengan jumlah atom C yang lebih kecil
sampai radikal metil terbentuk. Radikal metil akan mengambil radikal hidrogen
sehingga terbentuk metana dan radikal sekunder. Radikal sekunder ini akan
menghasilkan olefin dan radikal primer kembali yang diperlihatkan pada reaksi 3
(Gates, 1992).
c. Perengkahan Katalitik
Reaksi perengkahan dengan katalis merupakan reaksi yang sangat
kompleks karena reaksi tersebut terjadi pada permukaan padatan dan reaktan akan
saling berkompetisi dengan reaktan yang lain untuk menempati situs aktif dari
permukaan padatan katalis. Reaksi perengkahan dimulai dengan pembentukan ion
7
R1 CH2 CH2 R2 + H R1 CH2 CH R2 + H2
Asam Bronsted
RH + L LH + RAsam Lewis
karbonium yang merupakan zat antara reaksi pembentukan dan pemutusan C-C.
Ion karbonium terbentuk melalui reaksi hidrokarbon dengan asam Brönsted dan
asam Lewis.
Ion karbonium juga dapat terbentuk melalui interaksi ion karbonium lain dengan
hidrokarbon jenuh, dimana terjadi transfer ion hidrida.
(Corma and Martinez, 2001)
Mekanisme reaksi perengkahan diusulkan Sie (1992), melalui
pembentukan ion karbonium siklopropana, dengan reaksi sebagai berikut:
Asam Brönsted
Asam Lewis
8
C C C C C C C HH
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
n m n-parafin
C C C C C C C HH
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
HH
n m ion karbonium klasik
C C C C C C HH
H
H
H
H
H
H
H
HHH
n
C
H H
Hm ion karbonium non klasik
C C CH
H
HH
n
C
H
H H
H
H
+ C C C H
H
HHH
H
m
C C CH
H
HH
n
C
H
H H
H
H
H
produk hidrorengkah
Gambar 2. Mekanisme reaksi perengkahan melalui pembentukan ion karbonium
siklopropana
9
2. Batubara
a. Komposisi Batubara
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian
umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan
kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur
memberikan rumus formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan
C240H90O4NS untuk antrasit (Wikipedia, 2009).
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus,
sub-bituminus, lignit dan gambut.
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah (Wikipedia, 2009).
b. Pirolisis Batubara
Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses
pemanasan tanpa oksigen, dimana material mentah akan mengalami pemecahan
struktur kimia menjadi fase gas. Pirolisis adalah kasus khusus termolisis. Pirolisis
10
ekstrim, yang hanya meninggalkan karbon sebagai residu, disebut karbonisasi
(Wikipedia, 2009).
Menurut Maryani (2004), ada dua perubahan yang terjadi saat batubara
dikenai panas, yaitu perubahan kimia dan perubahan fisika. Pada perubahan
fisika, beberapa batubara akan menjadi cair saat pemecahan secara pirolitik dan
ini disertai pelepasan secara cepat produk degradasi organik volatil. Pada
perubahan kimia, terjadi dekomposisi batubara yang dapat dibagi atas tiga
tahapan. Tahap pertama dimulai pada temperatur dibawah 200oC dan dekomposisi
berjalan lambat. Tahap kedua, dimulai pada temperatur antara 350o-400o C dan
berakhir pada temperatur 550oC. Pada tahap ini laju maksimum kehilangan berat
dialami batubara dan berbeda untuk masing-masing peringkat. Umumnya 75%
dari total zat volatil dihasilkan pada range temperatur ini, termasuk tir dan semua
hidrokarbon ringan yang terkondensasi. Tahap terakhir dinamakan degasifikasi
sekunder dicirikan dengan eliminasi secara bertahap dari heteroatom yang
terkandung dalam batubara khususnya hidrogen dan oksigen. Tahap ini berakhir
saat char berubah menjadi padatan.
Analisis spektroskopi massa menunjukkan bahwa produk utama pirolisis
batubara adalah gas, cair dan padatan. Salah satu produk cair adalah tir batubara
yang dapat menjadi sumber hidrokarbon. Tir batubara berwarna hitam kecoklatan
dan pada suhu kamar kental, mengandung senyawa dengan jumlah karbon C7-C20
(Suyati, 2000).
Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization),
organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk
menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi
pencairan batubara bituminus dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis
system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous
coal. Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL
(NEDO Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh
NEDO, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi
(Jauhary, 2007)
11
Gambar 3. Filosofi pengembangan batubara cair pada proses NEDO Liquefaction (NEDOL)
c. Tir Batubara
Tir batubara merupakan suatu cairan hitam atau coklat dengan kekentalan
tinggi, yang memiliki aroma menyerupai hidrokarbon aromatik dan naftalena. Tir
batubara dihasilkan pada proses gasifikasi untuk membuat gas batubara. Tir
batubara merupakan suatu kompleks dengan campuran dari fenol, hidrokarbon
aromatik polisiklis dan campuran heterosiklis.
Karena mudah terbakar, tir batubara dapat digunakan dalam pemanasan.
Seperti kebanyakan minyak kental, tir batubara harus dipanaskan sebelumnya
sehingga akan mudah mengalir. Seperti terpentin, tir batubara dapat digunakan
pada salep, sabun dan shampo anti ketombe sama baiknya dengan digunakan
sebagai anti kutu. Tir batubara juga dapat digunakan dalam sintesis paracetamol.
Menurut International Agency for Research on Cancer, penggunaan tir
batubara dengan konsentrasi lebih dari 5% dapat bersifat karsinogen. Menurut
National Psoriasis Foundation (NPF) tir batubara aman dan pilihan yang murah
untuk jutaan orang yang menderita penyakit kulit. Tir batubara dengan
konsentrasi antara 0,5-5% efektif untuk penyakit kulit dan tidak ada bukti ilmiah
yang menyatakan bahwa tir batubara dengan konsentrasi tersebut dapat memicu
12
timbulnya kanker. NPF menyatakan bahwa tir batubara mengandung kira-kira
10000 bahan kimia yang berbeda, dengan baru sekitar 50% dari bahan tersebut
yang teridentifikasi dan komponen yang terdapat pada tir batubara mempunyai
variasi sesuai dengan batubara yang digunakan untuk membuatnya
(Wikipedia,2009).
3. Katalis
a. Pengertian Katalis
Definisi katalisator, pertama kali ditemukan oleh Oswald, yaitu suatu
substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa mengubah besarnya energi
yang menyertai reaksi tersebut. Lebih lanjut, Oswald (1902) mendefinisikan
katalisator sebagai suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi tanpa terdapat
sebagai produk akhir reaksi. Bell (1941), menjelaskan substansi yang dapat
disebut sebagai katalisator suatu reaksi adalah ketika sejumlah tertentu substansi
ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi bertambah dari laju pada
keadaan stoikiometri biasa. Semua definisi diatas memasukkan kategori
katalisator sebagai substansi yang menaikkan laju reaksi dan hal ini tidak
mengganggu kesetimbangan (Triyono, 1994).
Menurut Triyono (1994), penggolongan katalisator didasarkan pada fase-
fasenya yaitu homogen (dalam fase) dan heterogen (pada antar muka dari dua
fase). Umumnya katalis heterogen lebih disukai daripada homogen karena
pemisahan dan penggunaan kembali katalis setelah reaksi dengan katalis homogen
sering sulit dilakukan.
Pada katalis heterogen, variabel telah terpusatkan pada sifat-sifat kimia
permukaan. Pertama-tama yang perlu ditentukan sebelum menentukan katalisator
yang akan dipakai dalam suatu reaksi adalah sifat-sifat reaktan, produk yang
terlibat pada reaksi dan sifat-sifat permukaan katalisator yang mencakup sifat
kimia dan fisikanya.
13
b. Katalis Bimetal
Katalis logam campuran biasanya adalah senyawa intermetalik dari 2
logam yang bersifat katalis aktif (Augustine, 1996). Satu diantara kedua
komponen berada dalam jumlah yang relatif besar. Dari pengertian ini terdapat 2
jenis katalis logam campuran, yaitu logam tambahan memiliki sifat katalitik sama
dengan logam utama atau logam tambahan tersebut hanya menjadi promotor dari
logam utama (Sarifudin, 2004).
Banyak hal yang ditunjukkan dalam penggunaan katalis campuran logam
untuk berbagai reaksi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa katalis campuran
logam dapat menunjukkan reaktivitas dan selektivitas yang lebih besar daripada
apabila logam tersebut digunakan secara sendiri-sendiri.
Pengaruh geometri dan elektronik merupakan pertimbangan penting dalam
katalis campuran logam. Kepentingan masing-masing faktor dipengaruhi oleh
sifat dan reaksi yang akan dikatalisis (Augustine, 1996).
Orbital d yang kosong dapat berfungsi sebagai situs asam lewis. Situs ini
akan menangkap atom H dari gas hidrogen yang akan ditransfer pada senyawa
yang akan direngkah. Atom H akan tersubstitusi pada senyawa hidrokarbon yang
telah direngkah oleh situs asam bronsted pada katalis (Gates, 1992).
c. Katalisis Sistem Logam Pengemban
Logam-logam golongan transisi sangat aktif untuk katalis, tetapi dalam
keadaan murni diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk mendapatkan
perbandingan luas permukaan dan volume yang besar. Cara yang mudah untuk
mendapatkan katalis yang mempunyai luas permukaan komponen aktif yang luas
dan mudah dalam pemakaian adalah dengan mendispersikan komponen aktif pada
pengemban (bahan yang mempunyai luas permukaan yang tinggi). Cara ini dapat
menghasilkan katalis dengan efisiensi yang tinggi, luas permukaan spesifik logam
maksimum, menaikkan stabilitas termal sehingga waktu hidup katalis menjadi
lebih lama dan menghasilkan katalis yang mudah diregenerasi (Triyono, 1994).
Katalis logam pengemban umumnya disiapkan dengan memaksa logam
bergabung dengan bahan pengemban. Garam pengemban kemudian dikeringkan,
14
dikalsinasi untuk memodifikasi komposisi kimianya. Tahap terakhir adalah
reduksi untuk mendapatkan logam-pengemban (Augustine, 1996).
Logam-logam Ni dan Mo di dalam reaksi katalisis mempunyai salah satu
fungsi penting untuk mengatomkan atau mengaktifkan molekul-molekul diatomik
atau poliatomik dan kemudian memberikan atom-atom atau molekul-molekul
aktif tersebut ke molekul reaktan yang lain.
Kemampuan logam Ni dan Mo dalam mengkatalisis reaksi sangat
berkaitan dengan keberadaan elekton pada orbital d yang berbaur dengan keadaan
elektronik orbital s dan p yang terdekat, sehingga timbul keadaan elektronik
berenergi rendah dalam jumlah yang besar dan orbital kosong yang sangat ideal
untuk reaksi katalis. Situs-situs yang memiliki keadaan elektronik degenerasi
dalam jumlah yang besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan
pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan,
konfigurasi dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam
dengan bilangan koordinasi yang besar (Hegedus, 1987).
Logam Ni merupakan logam transisi golongan VIIIB pada Sistem Periodik
Unsur (SPU), dengan orbital 3d yang belum penuh. Karena distribusi elektron
pada orbital-orbital atom Ni harus mengikuti aturan Hund, maka terdapat elektron
yang tidak berpasangan dalam orbital d. Berdasarkan sifat-sifat logam Ni tersebut,
sehingga sebagai komponen aktif sistem katalis, Ni sangat efektif dalam
menjamin keberhasilan reaksi katalitik. Penggunaan secara luas sebagai katalis
hidrorengkah pada temperatur dan tekanan rendah membuat Ni menjadi salah satu
dari beberapa katalis yang biasa digunakan (Augustine, 1996). Logam Ni dalam
sistem periodik unsur mempunyai nomor atom 28 dan mempunyai elektron terluar
pada orbital d dengan kofigurasi elektron [Ar] 3d8 4s2.
Logam Ni mudah membentuk ikatan kovalen koordinat, maka
pembentukan intermediet pada permukaan katalis menjadi lebih mudah. Logam
Ni mempunyai valensi dua membentuk dua macam bentuk kompleks utama.
Umumnya adalah kompleks spin bebas (ion atom orbital terluar) logam dengan
ligan H2O dan NH3 membentuk kompleks seperti Ni(H2O)62+ dan Ni(NH3)6
6+.
15
Pada kenyataannya Ni(NH3)66+ biasanya dibuat dengan mereaksikan
Ni(NO3)2.6H2O dengan persamaan:
Ni(NO3)2.6H2O + 6NH4OH → Ni(NH3)62+(NO3)2 + 12H2O
Fenomena seperti ini terjadi karena kemampuan komponen aktif logam pada
permukaan katalis untuk mengadsorpsi reaktan yang telah terdifusi pada
permukaan katalis. Kemampuan mengadsorpsi ini berkaitan dengan adanya
karakteristik orbital d yang memiliki elektron tidak berpasangan atau orbital yang
belum penuh.
Pada mekanisme reaksi yang menggunakan katalis padatan, terjadi
adsorpsi molekul-molekul reaktan pada permukaan padatan logam yang memiliki
elektron yang tidak berpasangan pada orbital d merupakan dasar yang tepat dalam
aksi katalitik permukaan logam.
Penempatan komponen aktif logam ke dalam sistem pori pengemban
dengan menggunakan garam-garam logamnya, seperti garam klorida, sulfat, nitrat
atau oksalat, dan untuk logam Ni biasanya digunakan garam nitratnya yaitu
Ni(NO3)2.6H2O.
Selain logam Ni, logam transisi lainnya yang biasa digunakan sebagai
katalis adalah Mo. Mo merupakan unsur transisi golongan VIB. Mo merupakan
logam yang relatif inert atau sedikit bereaksi dengan larutan asam dan alkali.
Logam ini memiliki titik leleh 2610°C. Mo mempunyai konfigurasi elektron [Kr]
4d5 5s1.
Mo sebagai katalis tidak seluas logam-logam transisi lain. Hal ini dapat
dilihat dari konfigurasi elektron valensinya. Mo memiliki konfigurasi elektron
valensi setengah penuh. Hal ini menyebabkan Mo memliki sifat yang stabil
sehingga sulit untuk dapat menerima pasangan elektron dari reaktan (Rodiansono,
2004). Pengembanan logam Mo ke dalam sistem pori pengemban biasanya
menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH4)6Mo7O24.4H2O (Li, 1999).
Pada umumnya katalis logam campuran Ni-Mo diembankan pada suatu
mineral padatan berpori. Mo terbentuk sebagai suatu lapisan pada permukaan
pengemban, sedangkan Ni yang ada dalam bentuk oksidanya terdistribusi antara
lapisan Mo dan matriks pengemban (Sarifudin, 2004).
16
d. Metode Pengembanan Logam
Ada beberapa macam metode preparasi untuk menempatkan komponen
aktif logam ke dalam pengemban. Moss mengelompokkan metode preparasi
menjadi 4 macam yaitu metode impregnasi, pertukaran ion, kopresipitasi dan
deposisi (Anderson, 1976). Dua metode yang paling umum digunakan adalah
impregnasi dan pertukaran ion.
Prinsip impregnasi adalah memasukkan katalis logam secara paksa ke
dalam rongga-rongga pengemban. Impregnasi juga merupakan prosedur yang
umum untuk membuat katalis bimetal. Katalis bimetal dapat dibuat dengan
koimpregnasi yaitu kedua garam logam dimasukkan dalam waktu yang sama atau
dengan impregnasi terpisah yaitu garam logam pertama dimasukkan kemudian
diikuti garam logam yang kedua. Dalam koimpregnasi, letak dan sifat logam
dalam pengemban tergantung pada jenis garam prekursor yang digunakan dan
kecenderungan untuk membentuk paduan dua komponen (Augustine, 1996).
Impregnasi dilakukan dengan mengisi pori-pori penyangga dengan larutan
garam diikuti penguapan pelarut dan reduksi garam logam atau preparasi katalis
dengan pembasahan penyangga menggunakan larutan yang mengandung
komponen aktif (impregnan) dan dilanjutkan dengan pengeringan serta
immobilisasi komponen aktif.
Pertukaran ion atau juga sering disebut metode pada larutan yang pada
prinsipnya adalah menukarkan kation-kation yang terdapat pada situs-situs aktif
pada pengemban dengan katalis logam. Pertukaran ion dapat juga digunakan
untuk membuat katalis bimetal (Triyono, 1994).
e. Aktivasi Katalis
Tahap aktivasi yang meliputi pengeringan, kalsinasi, oksidasi, dan reduksi
digunakan untuk meratakan distribusi logam dalam pengembanan. Pengeringan
bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang digunakan dengan perlakuan termal.
Kalsinasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang relatif tinggi di
dalam furnace (Hamdan, 1992). Kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan
pengotor-pengotor organik, menguraikan senyawa logam serta memperbesar
17
struktur permukaan pengemban. Kalsinasi mempengaruhi mobilitas logam dalam
pengemban dan interaksi antar logam dan pengemban. Aliran gas inert seperti gas
nitrogen diperlukan untuk memperoleh mobilitas logam yang merata di setiap
struktur permukaan katalis. Menurut Augustine (1996), kalsinasi yang dilakukan
sebelum reduksi akan memberikan logam yang lebih tersebar daripada direduksi
secara langsung.
Oksidasi bertujuan untuk merubah garam prekursor yang mungkin masih
tersisa pada proses kalsinasi diubah menjadi bentuk oksida. Oksidasi juga
diperlukan agar komponen aktif logam membentuk oksida sehingga terdistribusi
lebih baik dalam pengembanan. Proses oksidasi dilakukan menggunakan aliran
gas oksigen pada temperatur dan waktu tertentu.
Reduksi merupakan proses aktivasi yang terakhir dengan menggunakan
gas hidrogen pada temperatur 400-600°C, untuk mengubah senyawa logam atau
oksidanya menjadi logam (bilangan oksidasi = 0) sebagai situs asam Lewis.
Reduksi diperlukan karena senyawa logam yang terdapat dalam pengembanan
merupakan oksida yang terbentuk dari garam logam selama tahap kalsinasi atau
berupa garam itu sendiri. Proses reduksi berlangsung seperti pada reaksi berikut:
MO(s) + H2(g) → M(s) + H2O
Dimana: M = Logam
(Augustine, 1996)
4. Zeolit
a. Zeolit Y
Zeolit adalah kristal alumino silikat dari elemen grup IA dan grup IIA
seperti natrium, kalium magnesium, dan kalsium. Secara kimia zeolit dapat ditulis
dengan rumus empirik :
M2/nO.Al2O3.ySiO2.wH2O
Dimana :
y adalah 2 atau lebih besar
n adalah valensi kation
w melambangkan air yang terkandung di dalamnya.
(Ulfah, 2006)
18
O
Si
O
O
O
Al
O
Si
O
Al
O
Si
O
O O O O OO O O
H H
O
Si
O
O
O
Al Si
O
Al
O
Si
O
O O O O OO O O
+ H2O- H2O
situs bronsted
situs lewis
* +
Zeolit dapat digunakan sebagai pengemban katalis logam karena
mempunyai struktur yang berongga dengan ukuran seragam. Selain sebagai
pengemban, zeolit juga dapat berperan sebagai katalis karena punya situs asam
pada permukaannya. Keasaman zeolit berasal dari situs asam Brönsted dan situs
asam Lewis. Situs asam Brönsted berupa proton yang merekat pada kerangka
oksigen yang berikatan dengan kerangka silika disekitar alumunium. Bila zeolit
dipanaskan 5500C maka asam Bronsted dapat menjadi situs asam Lewis
sebagaimana terlihat pada gambar 4 (Dyer, 1998).
Gambar 4. Pembentukan situs Asam Lewis
Situs Lewis tersebut belum stabil, karena masih adanya uap air dan dapat
distabilkan dengan mengeluarkan Al dari kerangka membentuk situs Lewis
sebenarnya, seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Situs Lewis sebenarnya (Dyer, 1988)
Situs Brönsted
Situs Lewis
19
Menurut Saputra (2006), berdasarkan pada asalnya zeolit dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu:
1. Zeolit alam
Pada umumnya, zeolit dibentuk oleh reaksi dari air pori dengan berbagai
material seperti gelas, poorly cristalline clay, plagioklas ataupun silika. Bentukan
zeolit mengandung perbandingan yang besar dari M2+ dan H+ pada Na+, K+ dan
Ca2+. Pembentukan zeolit alam ini tergantung pada komposisi dari batuan induk,
temperatur, tekanan, tekanan parsial dari air, pH dan aktivitas dari ion-ion
tertentu.
2. Zeolit sintetis
Mineral zeolit sintetis yang dibuat tidak dapat persis sama dengan mineral
zeolit alam, walaupun zeolit sintetis mempunyai sifat fisik yang jauh lebih baik.
Beberapa ahli menamakan zeolit sintetis sama dengan nama mineral zeolit alam
dengan menambahkan kata sintetis di belakangnya, dalam dunia perdagangan
muncul nama zeolit sintetis seperti zeolit A, zeolit K-C dll. Zeolit sintetis
terbentuk ketika gel yang ada terkristalisasi pada temperatur dari temperatur
kamar sampai dengan 200oC pada tekanan atmosfer ataupun autogenous. Metode
ini sangat baik diterapkan pada logam alkali untuk menyiapkan campuran gel
yang reaktif dan homogen. Struktur gel terbentuk karena polimerisasi anion
alumina dan silika. Komposisi dan struktur gel hidrat ini ditentukan oleh ukuran
dan struktur dari jenis polimerisasi. Zeolit dibentuk dalam kondisi hidrotermal,
bahan utama pembentuknya adalah alumina silika (gel) dan berbagai logam
sebagai kation. Komposisi gel, sifat fisik dan kimia reaktan, serta jenis kation dan
kondisi kristalisasi sangat menentukan struktur yang diperoleh.
Zeolit sintetis sangat bergantung pada jumlah Al dan Si, sehingga ada 3
kelompok zeolit sintetis:
1. Zeolit sintetis dengan kadar Si rendah
Zeolit jenis ini banyak mengandung Al, berpori, mempunyai nilai ekonomi
tinggi karena efektif untuk pemisahan dengan kapasitas besar. Volume porinya
dapat mencapai 0,5 cm3 tiap cm3 volume zeolit.
2. Zeolit sintetis dengan kadar Si sedang
20
Zeolit modernit mempunyai perbandingan Si/Al = 5 sangat stabil, maka
diusahakan membuat zeolit Y dengan perbandingan Si/Al = 1-3. Contoh zeolit
sintetis jenis ini adalah zeolit omega.
3. Zeolit sintetis dengan kadar Si tinggi
Zeolit jenis ini sangat higroskopis dan menyerap molekul non polar
sehingga baik untuk digunakan sebagai katalisator asam untuk hidrokarbon. Zeolit
jenis ini misalnya zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21, ZSM-24 (Saputra, 2006).
Tabel 1. Komposisi dan formula dari zeolit yang bertipe kalsik
Tabel 2. Komposisi dan formula zeolit yang bertipe alkalik
(Saputra, 2006)
Zeolit sintetis memiliki sifat yang lebih baik dibanding dengan zeolit alam.
Perbedaan terbesar antara zeolit sintetis dengan zeolit alam adalah:
1. Zeolit sintetis dibuat dari bahan kimia dan bahan-bahan alam yang kemudian
diproses dari tubuh bijih alam.
2. Zeolit sintetis memiliki perbandingan silika dan alumina yaitu 1:1 dan
sedangkan pada zeolit alam hingga 5:1.
3. Zeolit alam tidak terpisah dalam lingkungan asam seperti halnya zeolit sintetis
(Saputra, 2006).
21
Struktur zeolit Y, salah satu contoh zeolit sintetis, merupakan kristal
mineral alumino-silikat yang terbentuk dari koordinasi polihedral [SiO4]4- dan
[AlO4]3- dengan sistem kerangka terbuka dengan rongga-rongga dan pori-porinya
yang ditempati oleh kation/logam dan molekul air. Setiap ion silikon mempunyai
muatan 4+ yang dinetralkan oleh 4 oksigen tetrahedral yang mengelilinginya,
sehingga tetrahedral dari silika bermuatan netral. Tetrahedral alumina mempunyai
muatan 1-, karena ion aluminium yang bermuatan 3+ berikatan dengan empat ion
oksigen. Muatan negatif tersebut dinetralkan oleh kation penyeimbang yang
terdapat di luar kerangka.
Zeolit Y dilihat dari struktur asalnya, merupakan salah satu jenis zeolit
yang tersusun atas sangkar-sangkar sodalit yang disatukan melalui perluasan
cincin-6 dan bergabung melalui bidang heksagonal, seperti ditunjukkan pada
Gambar 6. Struktur dalam sangkar besar berdiameter 1,3 nm, mempunyai
tetrahedral setiap pembukaan cincin-12. Diameter cincin-12 berukuran 0,74 nm,
yang memungkinkan molekul yang lebih besar masuk dalam sangkar. Unit
substruktur dasar sangkar sodalit tersebut dibentuk dengan kombinasi beberapa
bujur sangkar dan beberapa heksagonal. Polihedral-polihedral dapat mengandung
lebih dari 24 tetrahedral.
Gambar 6. Struktur zeolit Y dengan pembukaan cincin-12 (Augustine, 1996)
Unit struktur zeolit yang merupakan penyusun zeolit Y adalah gabungan
dari banyak unit bangun sekunder dan unit bangun polihedral. Unit Pembangun
Sekunder (UPS) tersebut dapat dibentuk dari Unit Pembangun Primer (UPP). Unit
pembangun primer merupakan unit terkecil dalam struktur zeolit yang berupa
22
tetrahedral TO4 dengan T merupakan Si4+ atau Al3+ seperti ditunjukkan pada
Gambar 7. Dalam zeolit Y rasio Si/Al antara 2 dan 5 (Augustine, 1996).
Gambar 7. Unit Pembangun Primer Zeolit (UPP); (a) Model kerangka, (b) Model ruang, (c) Model bola tongkat, (d) Model bola.
Sedangkan Unit Pembangun Sekunder ditunjukkan pada Gambar 8
Gambar 8. Unit Pembangun Sekunder Zeolit (UPS)
Empat tetrahedral berhubungan membentuk bujur sangkar (atom T pada
pusat) dan enam tetrahedral akan membentuk heksagonal. Empat UPP bergabung
menjadi ring 4 bujur sangkar, 6 UPP membentuk ring 6, 8 UPP membentuk
ring 8. Bentuk 4-4 adalah hasil penggabungan 4 buah ring 4, 6-6 adalah gabungan
6 buah ring dan seterusnya, sedangkan 5-1 adalah gabungan satu ring dan satu
UPP dan seterusnya. Zeolit tipe Y juga terjadi dengan penghubung sangkar sodalit
dapat digambarkan seperti disajikan pada Gambar 9 (Chambellan, 1984).
23
Gambar 9. Diagram unit struktur dasar dan model kombinasi zeolit A, X dan Y.
Zeolit Y merupakan kristal mineral alumino-silikat yang terbentuk dari
koordinasi polihedral [SiO4]4- dan [AlO4]
5- dengan sistem kerangka terbuka
dengan rongga-rongga dan pori-porinya ditempati oleh kation dan molekul air.
Kerangka tersusun dari ion silikon mempunyai muatan 4+ yang dinetralkan oleh
empat oksigen tetrahedral yang mengelilinginya sehingga tetrahedral dari silika
bermuatan netral. Adanya tetrahedral alumina yang mempunyai muatan 1-, karena
ion aluminium yang bermuatan 3+ berikatan dengan empat ion oksigen, sehingga
ikatan dengan kation dari logam alkali atau alkali tanah terjadi pada tetrahedral
alumina (Gates, 1992).
Molekul air yang menempati kerangka zeolit Y dapat dihilangkan dan
kation dalam zeolit Y dapat dipertukarkan. Jumlah molekul air menunjukkan
jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang terbentuk saat unit sel kristal
tersebut dipanaskan, sedangkan jumlah kation dapat ditentukan oleh jumlah
tetrahedral [AlO4]5- di dalam kerangka. Kation dalam zeolit Y berfungsi untuk
menetralkan muatan negatif pada kerangka oksigen yang disebabkan oleh
substitusi Al3+ ke Si4+ (Dyer, 1988), seperti ditunjukkan pada Gambar 10 dan
Gambar 11.
Gambar 10. Bentuk Na-Zeolit Y (Gates, 1992)
24
Gambar 11. Bentuk Ca-Zeolit Y (Gates, 1992)
Struktur porus (pori-pori mikro) dan dimensi tiga zeolit Y memungkinkan
zeolit Y menyerap bahan lain yang ukuran molekulnya lebih kecil dari pori
mikronya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penyerap (adsorben). Di sisi lain
adanya rongga-rongga yang terisi ion-ion logam (kation) seperti kalium dan
natrium menyebabkan zeolit Y dapat digunakan sebagai penukar ion dan saringan
molekuler. Struktur zeolit Y juga memiliki sifat asam Brönsted dan asam Lewis,
sehingga zeolit Y dapat digunakan sebagai pengemban logam katalis. Logam
dapat menempel pada seluruh permukaan zeolit Y, baik permukaan luar maupun
yang di dalam pori (Syarifah, 2000).
Keasaman merupakan salah satu karakter penting dari suatu padatan yang
berfungsi sebagai katalis dalam proses katalitik (Bekkum, et al., 1991). Penentuan
keasaman padatan atau katalis dapat dilakukan secara gravimetri yaitu dengan
menimbang padatan sebelum dan sesudah mengadsorpsi basa. Basa yang sering
digunakan sebagai zat teradsorpsi adalah quinolin, piridin, piperidin, trimetilamin,
n-butilamin, pirol, dan amonia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yin
dkk (1999) melaporkan bahwa NH3 dapat digunakan sebagai molekul uji
keasaman suatu padatan, dimana basa organik teradsorpsi pada padatan yang
terjadi melalui transfer pasangan elektron dari molekul adsorbat ke situs asam
Lewis (Satterfield, 1980). Jumlah basa yang teradsopsi secara kimia pada
permukaan padatan merupakan jumlah gugus aktif pada permukaan padatan
tersebut (Trisunaryanti, 1986).
Analisis luas permukaan spesifik, volume total pori dan rerata jari pori
dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller
(BET) didasarkan pada fenomena adsorpsi gas lapis tipis tunggal yang
berlangsung pada temperatur tetap (Augustine, 1996). Instrumen yang digunakan
adalah Surface Area Analyzer NOVA-1000. Penentuan luas permukaan spesifik
25
juga dapat ditentukan dengan metode adsorpsi methylen blue. Luas permukaan
spesifik ditentukan oleh banyaknya methylen blue yang dapat diserap oleh katalis,
pengukurannya dengan menggunakan absorbansi yang diperoleh setelah methylen
blue diadsorp oleh katalis pada kurun waktu tertentu.
b. Zeolit Y Sebagai Katalis Perengkahan
Penggunaan zeolit Y yang pertama pada tahun 1959, yaitu ketika zeolit Y
digunakan oleh Union Karbida. Penggunaan zeolit Y sebagai promotor untuk
perengkahan minyak yaitu produksi minyak dari minyak mentah, sangat
meningkatkan hasil daya guna dan penghematan baik waktu maupun biaya.
Beberapa karakter penting dari zeolit Y yang dapat menjadikannya sebagai
katalis perengkah yang mempunyai aktivitas dan selektifitas tinggi adalah sebagai
berikut:
a) Mempunyai Situs Asam Aktif
Zeolit Y digunakan secara industri sebagai katalis perengkah didasarkan
situs asam Brönsted. Situs asam Brönsted yang berasal dari gugus hidroksil dalam
struktur pori zeolit Y menentukan aktivitas zeolit Y sebagai katalis. Gugus
hidroksil biasanya dibentuk dengan pertukaran dengan ammonium atau kation
polivalen diikuti dengan kalsinasi (Dyer, 1988). Mekanisme pembentukan asam
Brönsted melalui pertukaran dengan ammonium atau ion polivalen adalah sebagai
berikut :
Pertukaran dengan ion ammonium :
NaZeolit Y(s) + NH4+
(aq) NH4-Zeolit Y(s) + Na+(aq)
Kalsinasi NH4-Zeolit Y(s) NH3(g) + H-Zeolit Y(s)
Pertukaran dengan ion polivalen :
NaZeolit Y(s) + M(H2O)n+(aq) M(H2O)n+Zeolit Y(s) + n Na+
(aq)
kalsinasi M(H2O)n+Zeolit Y(s) MOH(n - 1)
(s) + H-Zeolit Y(s)
26
Bentuk terprotonasi dari H-Zeolit Y mengandung gugus hidroksil dimana
proton berhubungan dengan muatan negatif kerangka oksigen dalam tetrahedral
alumina, seperti disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Bentuk H-Zeolit Y (Gates, 1992)
b) Mempunyai selektivitas yang tinggi untuk menghasilkan produk.
Katalis zeolit Y mempunyai selektivitas yang tinggi untuk menghasilkan
produk fraksi bensin (gasolin) dari perengkahan fraksi berat minyak bumi.
c) Mempunyai struktur kristal yang sangat teratur.
Ukuran pori yang seragam mengakibatkan hanya molekul reaktan dengan
ukuran yang lebih kecil dari ukuran tertentu dapat bereaksi.
d) Mempunyai kestabilan panas yang tinggi
Zeolit Y mempunyai kestabilan panas yang tinggi, menghasilkan sedikit
karbon, sehingga mudah diregenerasi kembali dan mempunyai umur pakai yang
panjang.
Zeolit Y sebagai katalis mempunyai keunggulan karena struktur kristal
yang sangat teratur, ukuran pori yang seragam dan adanya gugus hidroksil yang
sangat asam yang merupakan situs aktif dalam katalisis. Penggunaan zeolit Y
sebagai katalis perengkahan mempunyai beberapa keuntungan antara lain aktivitas
katalis yang tinggi dan mampu menghasilkan bensin lebih banyak dan lebih stabil
pada suhu yang tinggi. Peningkatan daya guna zeolit khususnya zeolit Y dapat
dilakukan salah satunya sebagai pengemban katalis logam yang banyak
dibutuhkan oleh kalangan industri.
5. Kromatografi Gas
Metode kromatografi merupakan metode analisis yang banyak digunakan
khususnya untuk analisis produk hidrorengkah. Kromatografi merupakan suatu
metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi komponen-
komponen dalam sampel diantara 2 fase (fase diam dan fase gerak).
27
Gas Chromatography (GC) merupakan instrumen yang paling berguna
dalam memisahkan dan menganalisa senyawa-senyawa organik yang dapat
diuapkan tanpa mengalami dekomposisi. Sampel yang telah teruapkan pada GC
akan dibawa oleh aliran gas pembawa sebagai fase gerak ke dalam kolom. Setiap
komponen yang ada pada sampel akan terpisahkan dalam kolom dan terdistribusi
diantara fase gerak dan fase diam. Setiap komponen dalam sampel memiliki
koefisien distribusi yang berbeda-beda sehingga komponen-komponen tersebut
akan tertahan dalam kolom dengan waktu yang berbeda-beda pula. Fase diam
akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya.
Setelah mengalami proses pemisahan, setiap senyawa yang keluar dari kolom
akan dideteksi oleh detektor dan sinyal yang terdeteksi akan dicatat oleh rekorder
sehingga diperoleh output berupa puncak-puncak kromatogram (Pavia, 1995).
6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) merupakan salah satu alat analisa
yang sering digunakan untuk analisis logam-logam. Prinsip dasar dari AAS secara
singkat dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 13. Prinsip dasar dari AAS
Besarnya logam katalis yang teremban dalam pengemban zeolit Y dapat
dianalisis dengan menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Jumlah
logam yang dapat diukur dengan AAS ini kurang lebih 60 logam termasuk logam
alkali dan alkali tanah. Metode ini memerlukan waktu yang cepat untuk
M+X- (larutan) M+X-
(kabut) MX (padatan)
MX (gas) M (gas) + X(gas)
Penyerapan energy radiasi hυ
M* (gas)
28
melakukan percobaan (Hendayana, 1994). Zeolit Y mempunyai kandungan logam
Si dan Al. Di samping itu terdapat molekul air dan ion-ion yang dapat
dipertukarkan seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Ba2+, Sr2+ dan Fe3+. Selain itu unsur-
unsur yang ditentukan dengan AAS yaitu kandungan logam Ni dan Mo yang
terdapat dalam katalis. Setiap unsur logam yang dideteksi menggunakan AAS
mempunyai kondisi optimum yang berbeda-beda.
B. Kerangka Pemikiran
Perubahan energi Gibbs dan laju raksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu.
Reaksi-reaksi dekomposisi hidrokarbon tidak dapat berlangsung pada suhu kamar
karena reaksi dekomposisi pada suhu kamar mempunyai harga ΔG positif
sehingga reaksi tidak dapat terjadi secara spontan. Peningkatan suhu akan
mengakibatkan harga ΔG menjadi semakin negatif, maka pada suhu tinggi reaksi
dekomposisi suatu senyawa hidrokarbon dapat berlangsung.
Tir batubara mengandung hidrokarbon fraksi ringan dan hidrokarbon
fraksi berat. Pada dasarnya reaksi dekomposisi juga terjadi pada keduanya. Reaksi
yang terjadi adalah reaksi dekomposisi hidrokarbon fraksi berat menjadi
hidrokarbon dan reaksi reduksi hidrokarbon fraksi ringan menjadi gas. Suhu dan
berat katalis akan mempengaruhi laju reaksi keduanya sehingga dengan variasi
suhu dan berat katalis yang digunakan akan diperoleh hidrokarbon fraksi ringan
optimum yang dihasilkan dari reaksi perengkahan tir batubara.
C. Perumusan Hipotesa
a. Pembentukan hidrokarbon fraksi ringan dari reaksi perengkahan tir batubara
dipengaruhi oleh suhu. Dengan variasi suhu akan diperoleh kondisi optimum
terbentuknya hidrokarbon fraksi ringan.
b. Dengan variasi berat katalis maka akan diperoleh kondisi optimum
terbentuknya hidrokarbon fraksi ringan pada proses reaksi perengkahan tir
batubara.
c. Dengan mengetahui distribusi produk hasil reaksi perengkahan tir batubara
dapat diketahui waktu dicapai kondisi optimum reaksi perengkahan terjadi.
29
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental di
laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu
preparasi katalis Mo-Ni/zeolit Y untuk reaksi perengkahan, pirolisis batubara
menjadi tir batubara dan perengkahan tir batubara. Selanjutnya sifat yang
mendukung zeolit sebagai katalis dan tir batubara dianalisis.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA
Universitas Sebelas Maret dan Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Sub
Laboratorium Kimia dan Sub Laboratorium Biologi yang dilakukan mulai bulan
Agustus sampai dengan September 2009.
C. Alat dan Bahan
1. Alat –alat yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Seperangkat alat refluks
b. Seperangkat alat pembuat pellet katalis
c. Rotary evaporator IKA RV05 basic dengan Vacuum Pump V-700
d. Seperangkat alat-alat gelas
e. Desikator
f. Neraca analitik Sartorius A6 Gottingen
g. Reaktor Kalsinasi, Oksidasi, Reduksi dan uji katalitik
h. Furnace Thermoline 48000
i. Dual Thermometer RS-232 Computer Interface TM-915 A
j. Pemanas listrik
k. Gas Chromatography (GC) merk Hewlet Packard 5890 Series II
l. Surface Area Analyzer (SAA) NOVA Ver 20
m. Hitachi Z-8000 Polarized Zeeman Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
30
2. Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini :
a. Batubara (Bukit Asam Kalimantan Timur)
b. Zeolit NH4Y dari Tosoh Corporation Jepang
c. Akuades (Sub Lab Biologi Lingkungan UNS)
d. NH3 p.a E. Merck.
e. Na2SO4 anhidrat
f. Amonium heptamolibdat tetrahidrat [(NH4)6Mo7O24.4H2O] p.a E. Merck.
g. Nikel (II) nitrat heksahidrat [Ni(NO3)2.6H2O] p.a E. Merck.
h. Gas N2, O2, H2 dari PT Samator, Surabaya
i. Kertas saring Whatman 42
j. Silika Gel blue
k. Glasswool
l. Es dan garam
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Katalis Mo-Ni/Zeolit Y
a. Preparasi Zeolit Y Awal
Material pengemban yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit
NH4Y yang berasal dari Tosoh Corporation, Jepang. Preparasi dilakukan dengan
tujuan untuk mengubah material pengemban zeolit NH4Y menjadi zeolit Y
melalui proses kalsinasi, yaitu dengan memanaskan zeolit NH4Y pada temperatur
550oC selama 1 jam di dalam furnace.
b. Pengembanan Logam Mo dan Ni Pada Zeolit Y Secara Impregnasi
Terpisah
Pembuatan katalis bimetal dengan metode impregnasi terpisah dilakukan
dengan memasukkan atau merendam zeolit Y ke dalam larutan prekursor Mo
[(NH4)6Mo7O24.4H2O] dan Ni [Ni(NO3)2.6H2O] satu persatu dengan logam Mo
terlebih dahulu secara berurutan. Selanjutnya direfluks selama 4 jam pada
temperatur 60oC dengan rincian 2 jam untuk merefluks 10 gram zeolit Y dalam
larutan garam prekursor pertama yaitu Mo [(NH4)6Mo7O24.4H2O] sebanyak 0,98
gram, kemudian ditambahkan dengan larutan garam prekursor yang kedua yaitu
31
Ni [Ni(NO3)2.6H2O] sebanyak 0,78 gram dan direfluks selama 2 jam lagi.
Penambahan garam prekursor dengan jumlah tertentu tersebut karena katalis Mo-
Ni/Zeolit Y mempunyai karakteristik paling bagus dengan perbandingan tersebut
berdasarkan pada penelitian sebelumnya. Sebagai pelarut ditambahkan aquades
sebanyak 12 mL pada proses refluks yan pertama dan 3 mL aquades pada proses
refluks yang kedua. Setelah direfluks, langkah selanjutnya adalah pengeringan
katalis dari pelarut dengan alat rotary evaporator pada tekanan 72 mbar dan
temperatur 85oC sampai katalis kering dan menjadi serbuk selama 10 jam.
Kemudian dilakukan aktivasi terhadap katalis yang diperoleh, yaitu dengan
kalsinasi yang dialiri gas N2 selama 3 jam, oksidasi dialiri gas O2 selama 2 jam
dan reduksi dengan dialiri gas H2 selama 2 jam.
Gambar 14. Diagram alat kalsinasi, oksidasi dan reduksi
a. Pengukur Temperatur
b. Pengatur Temperatur
c. Reaktor
d. Furnace
e. Gas
f. Regulator
g. Flow meter
a
b
d
c
g f
e
32
2. Pembuatan Tir Batubara
Proses pirolisis batubara dikerjakan dengan cara memanaskan reaktor yang
berisi batubara dengan berbagai ukuran, dengan temperatur 800oC. Hasil pirolisis
berupa gas, cairan dan padatan (gas dan padatan tidak diteliti). Cairan yang terdiri
dari tir batubara dan air dipisahkan dengan corong pisah. Tir batubara yang
diperoleh kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk mengikat air yang masih
terkandung dalam tir untuk selanjutnya tir digunakan sebagai umpan (feed) pada
reaksi perengkahan.
Gambar 15. Diagram reaktor pirolisis
3. Perengkahan Tir Batubara
Proses perengkahan tir batubara dilakukan dengan reaktor sistem alir
dengan katalis dan umpan (feed) diletakkan pada reaktor yang berbeda. Satu gram
katalis MoNi/Zeolit Y diletakkan dalam reaktor katalis dan sebanyak 5 ml tir
gas
a
b
c
d
e
f f
Air Masuk
Air Keluar a. Pengukur Temperatur
b. Pengatur Temperatur
c. Reaktor
d. Furnace
e. Kondensor
f. Penampung
33
batubara dimasukkan ke dalam reaktor umpan. Reaktor katalis dipanaskan pada
suhu 200oC, kemudian setelah panasnya konstan, reaktor umpan dipanaskan
sampai temperatur 700oC sambil dialiri gas H2 dengan kecepatan alir 10 ml/menit.
Proses perengkahan dilakukan hingga tidak ada lagi produk yang terbentuk. Hasil
perengkahan kemudian dilewatkan pada sistem pendingin berupa campuran es
dan garam. Proses ini diulang dengan variasi suhu reaktor katalis 250oC, 300oC,
350oC dan 400oC. Digunakan variasi suhu dengan rentang seperti tersebut
dikarenakan zeolit akan teraktifkan untuk dapat menjadi suatu katalis pada suhu
yang tinggi, sekitar 300oC. Sebelum dilakukan analisa terhadap Cairan Hasil
Perengkahan (CHP) dengan Gas Chromatography (GC), pada CHP tersebut
ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan kandungan air yang
terkandung dalam CHP. perengkahan tir batubara diulangi lagi dengan variasi
berat katalis 3 gram dan 5 gram dengan perlakuan yang sama. Variasi berat katalis
dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaruh berat katalis terhadap reaksi
perengkahan.
Gambar 16. Diagram alat perengkahan
a
b
a
b
i i
gas
f
g
h
j d
d d
c e
a. Pengukur Temperatur b. Pengatur Temperatur c. Reaktor Umpan d. Furnace e. Reaktor Katalis f. Gas H2 g. Regulator h. Flow meter i. Penampung j. Pemanas Nikelin
34
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Karakterisasi Katalis
a. Keasaman total diukur menggunakan metode gravimetri uap basa amonia.
Analisis ini dilakukan dengan pengukuran basa amonia yang mampu diserap
oleh situs asam yang terdapat pada katalis untuk mengetahui pengaruh
pengembanan logam Ni dan Mo terhadap keasaman katalis.
b. Kandungan logam zeolit diukur menggunakan alat Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS) di Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Kegunungapian Yogyakarta. Kandungan logam dalam katalis diperoleh
berupa data porsentase logam dalam katalis. Data persentase berat kandungan
logam Ni dan Mo hasil analisis digunakan untuk mengetahui kenaikan
persentase berat logam Ni dan Mo dari zeolit Y awal dengan zeolit Y setelah
diembani dengan logam Ni dan Mo.
c. Luas permukaan volume pori total dan rerata jejari pori diukur menggunakan
alat Surface Area Analyzer (SAA) di BATAN Yogyakarta.
2. Pirolisis Batubara
Tir batubara hasil pirolisis dianalisis menggunakan Gas Chromatography
(GC) di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tir
batubara yang didapat dianalisis dengan GC untuk mendapatkan spektra
kromatogram yang digunakan sebagai acuan untuk pembanding dalam
menghitung kenaikan fraksi ringan pada produk yang dihasilkan dari reaksi
perengkahan.
3. Reaksi Perengkahan
Hasil reaksi perengkahan dianalisis menggunakan Gas Chromatography
(GC) di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Cairan Hasil Perengkahan yang didapat dianalisis untuk setiap variasinya untuk
memperoleh spektra kromatogram GC dari masing-masing variasi. Dari masing-
masing spektra kemudian dihitung kenaikan fraksi ringan dari hasil perengkahan
35
dengan cara membandingkan spektra produk hasil perengkahan dengan spektra tir
batubara awal sehingga dari masing-masing variasi akan diketahui kondisi
optimum reaksi perengkahan.
F. Teknik Analisa Data
a. Pengaruh aktivasi, modifikasi dan pengembanan logam Mo dan Ni terhadap
peningkatan kualitas zeolit sebagai katalis perengkah dilakukan dengan
analisis keasaman total, luas permukaan, rerata jejari pori dan volume pori.
Keasaman total yaitu dengan
b. Kemampuan tir batubara hasil pirolisis sebagai umpan pada reaksi
perengkahan, diketahui dengan analisa tir batubara menggunakan Gas
Chromatography (GC).
c. Pengaruh pengembanan logam Mo dan Ni terhadap selektivitas reaksi
perengkahan tir batubara hasil pirolisis, dilakukan dengan membandingkan
kromatogram Cairan Hasil Perengkahan (CHP) dengan kromatogram tir
batubara.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Karakterisasi Katalis Mo-Ni/Zeolit Y
Karakter katalis dapat diketahui dengan melakukan karakterisasi terhadap
katalis yang telah melalui proses aktivasi sebelumnya. Yusnani (2008) telah
melakukan penelitian terhadap aktivasi katalis Mo-Ni/Zeolit Y dengan karakter
katalis ditunjukan pada tabel 3.
Tabel 3. Karakter katalis Mo-Ni/Zeolit Y
Parameter H-Zeolit Y Mo-Ni/Zeolit Y Mo 0,42 7,74 Ni 0,16 1,54 Kandungan Logam (%b/b)
Mo + Ni 0,58 9,28 Keasaman Total (mmol/g) 5,089 ± 0,268 7,713 ± 0,382