Penyakit Infeksi USULAN HIBAH PENELITIAN DOSEN PROGRAM HIBAH KOMPETISI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DOKTER POLIMORFISME GEN MEROZOITE SURFACE PROTEIN-1 DAN MEROZOITE SURFACE PROTEIN-2 Plasmodium falciparum DI SUMATERA SELATAN Oleh Ketua : dr. Dwi Handayani, MKes Anggot a : dr. Rini Nindela
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Penyakit Infeksi
USULANHIBAH PENELITIAN DOSEN
PROGRAM HIBAH KOMPETISIPENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DOKTER
POLIMORFISME GEN MEROZOITE SURFACE PROTEIN-1 DAN MEROZOITE SURFACE PROTEIN-2 Plasmodium falciparum
DI SUMATERA SELATAN
OlehKetua : dr. Dwi Handayani, MKes
Anggota : dr. Rini Nindela
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
MARET 2013
b. Halaman Pengesahan
1. Judul Penelitian
2. Ketua Penelitia. Nama lengkap dan gelarb. Jenis Kelaminc. Bidang Keahliand. NIPe. Jabatan Fungsionalf. Jabatan Strukturalg. Bidang Keahlianh. Fakultas/Jurusani. Perguruan Tinggij. Alamat
3. Waktu Penelitian4. Pembiayaan
:
::::::::::
::
Polimorfisme Gen Merozoite Surface Protein-1 dan Merozoite Surface Protein-2 Plasmodium falciparum di Sumatera Selatan.
dr. Dwi Handayani, MKesPerempuanParasitologi Kedokteran19811004 2009122 001Staf Pengajar Bagian Parasitologi FK Unsri-ParasitologiKedokteran/UmumUniversitas SriwijayaJl. Dr. Mohammad Ali Palembang 30126Telp. (0711) 311750 HP. 08127824209Faks. (0711) 373438 Email: [email protected] (tujuh) bulanRp. 49.741.800,-
Palembang, Maret 2013
Mengetahui,Kepala Bagian Ketua PenelitiParasitologi FK Unsri
Menyetujui Ketua Unit Penelitian Kedokteran Kesehatan
Dr. dr. H. Zen Hafy, MBiomed NIP 19721229 199803 1001
c. Sistematika Usulan Penelitian
I. Identitas Penelitian1. Judul Usulan : Polimorfisme Gen Merozoite Surface Protein-1 dan
Merozoite Surface Protein-2 Plasmodium falciparum di Sumatera Selatan
2. Ketua Penelitia. Nama lengkap : dr. Dwi Handayani, MKesb. Bidang keahlian : Parasitologi Kedokteran
3. Anggota Peneliti :No Nama dan Gelar Keahlian Institusi Alokasi
waktu(jam/minggu)
1. dr. Dwi Handayani, MKes
Parasitologi FK Unsri 15 jam
2. dr. Rini Nindela Mahasiswa S2 Biomedik
FK Unsri 12 jam
4. Objek penelitian :a. Pengumpulan sampel darah penderita malaria yang dibuktikan dengan
pemeriksaan mikroskopik darah tipis P. falciparum (+) di Palembang, Sekayu, Lahat, Muara Enim dan Baturaja
b. Isolasi DNA dari sampel.c. Amplifikasi gen MSP-1 dan MSP-2 P. falciparum dari DNA yang telah
diisolasi dengan teknik PCR.d. Visualisasi hasil amplifikasi gen MSP-1 dan MSP-2 P. falciparum dengan
sinar ultraviolet (Gel Doc).e. Menentukan kelompok wild type dan varian gen MSP-1 dan MSP-2.
5. Anggaran yang diusulkan : Rp 49.741.800,-6. Lokasi penelitian :
1. Laboratorium Parasitologi FK UNSRI2. Laboratorium Biologi Molekuler BBLK Palembang3. Unit Rawat Jalan/Rawat Inap RSUD Sekayu4. Unit Rawat Jalan/Rawat Inap RSUD Lahat5. Unit Rawat Jalan/Rawat Inap RSUD Baturaja6. Unit Rawat Jalan/Rawat Inap RSUD Muara Enim
7. Hasil yang ditargetkan : Pada tahun 2013 ditargetkan1. Terkumpulnya seluruh sampel yang memenuhi kriteria penerimaan.2. Berhasil di isolasi DNA genom dari seluruh sampel.3. Berhasil diamplifikasi semua sampel dengan teknik PCR.4. Berhasil divisualisasi semua produk amplifikasi. 5. Berhasil ditentukan adanya polimorfisme sehingga tersedia data
kelompok individu dengan alel wild-type (normal) dan varian gen MSP-1 dan MSP-2.
6. Publikasi pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi.8. Institusi lain yang terlibat : Tidak ada9. Keterangan lain yang perlu : Tidak ada10. Pembiayaan : Rp 49.741.800,-11. Sumber Pembiayaan Lain : Tidak ada
II. Substansi Penelitian
ABSTRAK
P. falciparum merupakan spesies penyebab malaria yang paling mematikan karena berpotensi menyebabkan komplikasi serebral. Malaria merupakan penyakit endemis di 105 negara di dunia termasuk Indonesia dan WHO mencatat pada tahun 2010 terdapat 149-274 juta kasus dan 537-907 ribu kematian akibat malaria. Penyebaran dan peningkatan jumlah kasus parasit yang resisten terhadap obat antimalaria dan vektor yang resisten terhadap insektisida terus merintangi upaya pengendalian malaria yang sedang dilakukan. Oleh karena itu, kebutuhan akan adanya vaksin malaria menjadi semakin mendesak. Salah satu tantangan dalam pengembangan vaksin malaria adalah keragaman genetik dari spesies Plasmodium itu sendiri. Untuk mendukung pengembangan vaksin malaria ini, diperlukan informasi dasar mengenai keragaman genetik P. falciparum khususnya gen yang mengkode antigen yang menjadi target imunitas. Penelitian ini bertujuan untuk a) mengidentifikasi alel-alel K1, MAD20 dan RO33 gen MSP-1 P. falciparum, b) mengidentifikasi alel-alel FC27 dan 3D7 gen MSP-2 P. falciparum, c) menentukan besarnya multiple infeksi atau Multiplicity of Infection (MOI), dan d) mendapatkan data keragaman genetika P. falciparum di Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini sangat nyata kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat. Tersedianya informasi mengenai keragaman genetika P. falciparum ini akan berpengaruh positif terhadap kebijakan strategi pengendalian malaria di Sumatera Selatan. Selain itu, data mengenai keragaman genetika ini, khususnya keragaman pada antigen yang menjadi target imunitas merupakan basis dalam pengembangan vaksin malaria di Indonesia. Pada saatnya nanti akan terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat malaria dan peningkatan status kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dengan
nyamuk Anopheles betina sebagai vektor. Plasmodium menyerang manusia dan hewan,
namun terdapat beberapa spesies yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu
Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale. Di Indonesia, keempat
spesies ini dapat ditemukan. Di antara keempat spesies tersebut, P. falciparum
merupakan spesies yang paling mematikan karena berpotensi menyebabkan komplikasi
serebral (Sutanto dan Pribadi, 2008).
Malaria masih menjadi masalah kesehatan global, terutama di negara-negara
tropis. Dalam World Malaria Report 2011 oleh World Health Organization (WHO)
tercatat 149-274 juta kasus malaria dan 537.000-907.000 kematian akibat malaria pada
tahun 2010. Malaria merupakan penyakit endemis di 105 negara di dunia dan Indonesia
termasuk di dalamnya dengan 60% penduduk yang tinggal di daerah endemis (WHO,
2005). Dari 484 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan
wilayah endemis malaria (Kemenkes RI, 2011).
Angka kejadian malaria klinis per tahun diukur dengan Annual Malaria
Incidence (AMI). AMI di pulau Jawa-Bali terus meningkat yaitu 16 per 1000 penduduk
pada tahun 1997, 31 per 1000 penduduk pada tahun 2001, dan menjadi 46,5 per 1000
penduduk pada tahun 2003 (Depkes RI, 2006). Di provinsi Sumatera Selatan sendiri
pada tahun 2009 tercatat AMI sebesar 8,45 per 1000 penduduk. Tiga kabupaten/kota di
Sumatera Selatan yang memiliki angka AMI tertinggi yaitu Ogan Komering Ulu 27,07
per 1000 penduduk, Lahat 22,08 per 1000 penduduk dan Musi Banyuasin 15,42 per
1000 penduduk (Dinkes Provinsi Sumsel, 2010).
Serangkaian upaya pengendalian terhadap penyebaran malaria telah dilakukan,
mulai dari pencegahan, diagnosis hingga pengobatan malaria. Pengendalian vektor
malaria dilakukan dengan larviciding, biological control, dan indoor residual spraying
(IRS). Pembagian kelambu berinsektisida dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi
malaria, sedangkan untuk pengobatan dilakukan dengan ACT (Artemisinin-based
Combination Therapy) sesuai dengan rekomendasi WHO (Kemenkes RI, 2011).
Upaya-upaya tersebut bukanlah tanpa hambatan. Penyebaran dan peningkatan
jumlah kasus parasit yang resisten terhadap obat antimalaria dan vektor yang resisten
terhadap insektisida terus merintangi upaya pengendalian malaria yang sedang
dilakukan. Oleh karena itu, kebutuhan akan adanya vaksin malaria menjadi semakin
mendesak (Kang et al., 2010; Irawati, 2011). Vaksin malaria telah dikembangkan sejak
beberapa dekade lalu tapi hasilnya belum memuaskan. Salah satu vaksin malaria, RTA,
S/AS01 saat ini sedang dalam fase III uji klinik (Moss et al., 2012) namun tidak dapat
dipastikan kapan vaksin ini siap untuk digunakan oleh masyarakat.
Salah satu tantangan dalam pengembangan vaksin malaria adalah keragaman
genetik dari spesies Plasmodium itu sendiri. Proses migrasi manusia dan vektor antar
daerah dengan endemisitas berbeda diduga menyebabkan terjadinya koeksistensi yaitu
ditemukannya dua atau lebih tipe gen Plasmodium dalam satu host manusia yang dapat
memicu terjadinya fertilisasi silang dan rekombinasi meiotik selama masa
perkembangan dalam tubuh vektor sehingga terbentuk polimorfisme yang tinggi pada
setiap gen (Heidari et al., 2007). Keragaman ini pada akhirnya akan berakibat pada
perubahan protein antigen yang dikode oleh gen tersebut.
Merozoite Surface Protein-1 (MSP-1) dan Merozoit Surface Protein-2 (MSP-2)
merupakan antigen yang terdapat pada permukaan merozoit. Kedua antigen ini
merupakan target utama dari respon imun manusia sehingga keduanya menjadi kandidat
utama pengembangan vaksin malaria (Moss et al., 2012; Mayengue et al., 2011; Kang
et al., 2010, Heidari et al., 2007). Polimorfisme pada gen MSP-1 dan MSP-2 telah
dilaporkan di berbagai belahan dunia (Mayengue et al., 2011; Kang et al., 2010, Heidari
et al., 2007). Di Indonesia sendiri penelitian terhadap polimorfisme MSP-1 dan MSP-2
telah dilakukan di beberapa daerah seperti di Sumatera Barat oleh Irawati (2011) dan di
Pacitan oleh Arwati et al (2011). Di Sumatera Selatan belum tersedia data mengenai
polimorfisme MSP-1 dan MSP-2 P. falciparum. Informasi mengenai keragaman
genetika dalam suatu populasi alami P. falciparum sangat diperlukan sebagai dasar bagi
pengambilan kebijakan strategi pengendalian malaria di suatu daerah.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi alel-alel K1, MAD20 dan RO33 gen MSP-1 P. falciparum
pada sampel yang diambil dari pasien yang didiagnosis sebagai penderita
malaria di Sumatera Selatan.
2. Mengidentifikasi alel-alel FC27 dan 3D7 gen MSP-2 P. falciparum pada
sampel yang diambil dari pasien yang didiagnosis sebagai penderita malaria
di Sumatera Selatan.
3. Menentukan besarnya multiple infeksi atau Multiplicity of Infection (MOI).
4. Mendapatkan data keragaman genetika P. falciparum di Sumatera Selatan.
Urgensi Penelitian
Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi bagian dari komitmen
global Millenium Development Goals (MDG’s), selain Tuberkulosis dan HIV/AIDS.
Dalam MDG’s ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi insiden
malaria pada tahun 2015 dengan indikator penurunan prevalensi dan mortalitas akibat
malaria.
P. falciparum menyebabkan malaria yang berat dan bertanggungjawab terhadap
hampir seluruh kasus kematian akibat malaria dimana sebagian besar adalah ibu hamil
dan anak-anak. Berbagai faktor seperti resistensi vektor terhadap insektisida, belum
tersedianya vaksin, serta resistensi obat-obat antimalaria yang menyebar secara cepat
berkontribusi terhadap memburuknya situasi global malaria saat ini. Oleh sebab itu,
pengembangan vaksin malaria merupakan kebutuhan yang mendesak. Tetapi adanya
keragaman genetik yang luas pada populasi alami parasit P. falciparum merupakan
tantangan utama bagi pengembangan vaksin ini, karena keragaman genetik pada antigen
target dapat menyebabkan menurunnya efikasi vaksin malaria tersebut (Kang et al.,
2010).
Hasil penelitian ini sangat nyata kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan dan
masyarakat. Tersedianya informasi mengenai keragaman genetika P. falciparum ini
akan berpengaruh positif terhadap kebijakan strategi pengendalian malaria di Sumatera
Selatan. Selain itu, data mengenai keragaman genetika ini, khususnya keragaman pada
antigen yang menjadi target imunitas merupakan basis dalam pengembangan vaksin
malaria di Indonesia. Pada saatnya nanti akan terjadi penurunan morbiditas dan
mortalitas akibat malaria dan peningkatan status kesehatan masyarakat, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
P. falciparum merupakan penyebab malaria tropika atau malaria falciparum.
Pada malaria jenis ini angka infeksi eritrosit (derajat parasitemia) sangat tinggi karena
P. falciparum menyerang setiap eritrosit tanpa memandang umur. Akibatnya sering
terjadi komplikasi berat pada penderita antara lain syok, malaria serebral, gagal ginjal
akut, hemolisis intravaskular, dan edema paru (Gardner et al., 2002).
(a) (b) (c)
Gambar 1. Apusan darah tipis P. falciparum, tampak RBC tidak membesar (a) tampak cincin yang halus dan tipis dengan double kromatin dots; (b) tampak dua ring form dalam satu eritrosit (multiple infections); (c) Maurer’s dot pada trofozoit tua. (www.dpd.cdc.gov)
Sejumlah antigen yang diekspresikan pada berbagai fase dalam siklus hidup P.
falciparum telah diidentifikasi untuk digunakan dalam pengembangan vaksin malaria,
antara lain merozoite surface protein (MSP), apical merozoite antigen (AMA), dan
circumsporozoite protein (CSP) (Moss et al, 2012). Antigen P. falciparum yang sedang
diteliti secara luas sebagai kandidat vaksin yang paling menjanjikan adalah merozoite
surface protein 1 (MSP-1). Orang yang secara alamiah terinfeksi P. falciparum akan
membentuk antibodi untuk melawan MSP-1. Adanya hubungan antara respon imun
terhadap MSP-1 yang didapat secara alamiah dengan menurunnya tingkat morbiditas
malaria juga telah diteliti. Dalam beberapa studi independen, baik MSP-1 yang
dipurifikasi maupun fragmen protein rekombinan juga telah terbukti menginduksi
respon pertahanan terhadap parasit malaria (Irawati, 2011).
MSP-1 adalah protein yang berperan penting dalam proses invasi eritrosit
dengan membentuk ikatan awal dari merozoit ke eritrosit berupa serabut fibril
(Barnwell and Galinski, 1998). Protein ini merupakan kelompok dari protein-protein
yang serupa secara struktur, dengan mobilitas relatif pada elektroforesis 185-215 kDa.
MSP-1 disintesis di dalam skizon. Pada akhir fase skizogoni protein ini dibelah oleh P.
falciparum subtisilin-1 (PfSUB1) menjadi 4 polipeptida dengan ukuran 83 kDa
(terminal N), 30 dan 38 kDa (regio sentral) dan 42 kDa (terminal C). Meskipun terbelah
melalui proteolisis, fragmen-fragmen ini tetap terhubung bersama-sama melalui ikatan
2. Bahan Habis Pakai No Nama bahan Volume Biaya Satuan
(Rp.)Biaya(Rp.)
1. Tabung eppendorf 1,5 ml 1000 bh 400.000 400.000
2. Centrifuge tube 1 pkg 608.000 608.000
3. Pipette tip 100 µL 1x1000 1.000.000 1.000.000
4. Pipette tip 1000 µL 1x1000 1.000.000 1.000.000
5. Pipette tip 10µ L 1x1000 1.000.000 1.000.0006. Sarung tangan 2 dus 25.000 50.0007. PCR tube thermowell 1 pkg 1.311.000 1.311.0008. Agarose 200 gram 2.300.000 2.300.0009. Ethidium bromide 5 tablet 165.000 165.000
10. Gel loading solution 10 mL 113.900 227.80011. DNA marker 100 µL x 2 1.000.000 2.000.00012. Taq DNA polymerase 750 U 1.250.000 3.750.00013. PCR Primer 1 200 bp x 7 10.000 14.000.00014. Aquabidest 10 L 15.000 150.00015. Tris base 2x500 gram 950.000 1.900.00016. Metanol 500 ml 100.000 100.00017. Giemsa 500 ml 100.000 100.00018. Alkohol 70% 200 ml 20.000 20.00019. Spuit 3 cc 1 x 100 200.000 200.00020. Alat tulis kantor (cartridge,
Dalam Mempengaruhi Efektivitas Terapi Anti Inflamasi Pada Etnis Melayu.
2. Analisis gen yang berhubungan dengan timbulnya Resistensi Plasmodium falciparum terhadap Klorokuin dan Kombinasi Sulfadoksin-Pirimetamin di Sumatera Selatan.
Anggota
peneliti
Hibah
Fundamental
2011
3. Deteksi Mutasi Titik Gen Natrium Voltage Gated Channel menggunakan Polymerase Chain Reaction pada Aedes aegypti Resisten Sintetik Piretroid di Palembang.
Ketua
peneliti
Sateks 2011
4. Karakteristik Sosiodemografi Penderita Demodicidosis yang Berobat ke Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang.
Ketua
peneliti
Sateks 2012
5. Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminths dan Hubungannya dengan Perilaku Hidup Sehat, Status Gizi, dan Hasil Prestasi Belajar pada Siswa SD di desa Sukarami Kecamatan Pamulutan Kabupaten Ogan Ilir.
Ketua
peneliti
Sateks 2013
D. PENGALAMAN KERJA
April 2006 – sekarang : Staf Pengajar Mata Kuliah Anatomi FK Unsri.
2011 – sekarang : Sekretaris Bagian Anatomi FK Unsri.