PENDAHULUAN
1. DEFINISIHerpes zoster merupakan penyakit infeksi oleh virus
varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi sebagai reaktivasi virus
varisela zoster yang masuk melalui saraf kutan selama episode awal
cacar air, kemudian menetap di ganglion spinalis posterior. Herpes
zoster umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama orang tua dan
individu yang mengalami imunitas tubuh yang kurang. Adapun faktor
penting yang mempengaruhi penyakit ini adalah umur, obat
imunosupresif, limfoma, kelelahan, gangguan emosional, dan terapi
radiasi yang berdasarkan hasil penelitian terbukti juga dapat
terlibat dalam pengaktifan kembali virus herpes, yang kemudian
kembali ke saraf sensorik dan menginfeksi kulit.1
2. EPIDEMIOLOGIHerpes zoster merupakan reaktivasi infeksi
varisela laten dan berkembang sekitar 20% pada orang dewasa yang
sehat dan 50% pada orang yang mengalami penurunan sistem imun.
Insiden dan keparahan dari herpes zoster meningkat berdasarkan
umur, dengan insiden peningkatan eksponensial setelah usia 50 tahun
yang berhubungan dengan penurunan yang berkaitan dengan penuaan
dalam perantaraan imunitas sel. Diantara orang dewasa yang berusia
22 tahun ke atas, sekitar 70% dari kasus herpes zoster terjadi
setelah 50 tahun. Selain peningkatan usia, penurunan respon imun
dari setiap penyebab, termasuk keganasan hematologi, HIV dan obat
imunosupresif, merupakan faktor resiko penting untuk herpes zoster,
meningkatkan resiko herpes zoster setidaknya 10 kali lipat.2, 3
3. ETIOLOGIVZV adalah anggota keluarga virus herpes. Spesies
lain yang patogen bagi manusia termasuk HSV-l dan HSV-2,
sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr (EBV), human herpes
virus-6 (HHV-6) dan HHV-7, yang menyebabkan roseola, dan sarkoma
Kaposi yang terkait virus herpes yang disebut HHV-8.4
4. PATOGENESISVirus ini berdiam di ganglion posterior susunan
saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul
memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion
tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior,
bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan
motorik.5
Gambar 1 Transpor intraseluler dan maturasi VZV 6
5. GEJALA KLINISPenyakit ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu
fase pre-eruptif, fase eruptif akut dan fase kronis (neuralgia post
herpetik).1, 2i. Fase pre-eruptif atau preherpetik neuralgiaGejala
prodomal yang timbul ialah rasa terbakar, gatal dan nyeri yang
terlokalisir mengikut dermatom atau belum timbul erupsi difus
setelah 4-5 hari berikutnya. Tanda-tanda prediktif pada herpes
zoster ialah adanya hiperesthesi pada daerah kutaneus pre-erupsi
yang lunak sejajar dengan dermatom. Disertai juga gejala demam,
nyeri kepala dan malaise yang terjadi beberapa hari sebelum gejala
lesi timbul, limfadenopati regional juga bisa terjadi pada pasien.
Nyeri segmental dan gejala lain secara bertahap mereda apabila
erupsi mulai muncul. Gejala prodromal mungkin tidak didapatkan pada
anak-anak.1ii. Fase eruptifErupsi pada kulit diawali dengan plak
eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapular muncul
secara dermatomal. Lesi kulit yang sering dijumpai adalah vesikel
herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.
Kemudian, vesikel-vesikel ini terumblikasi dan ruptur sebelum
menjadi krusta yang terjadi dalam waktu 2 hingga 3 minggu. Dalam
12-24 jam tampak lesi jernih, biasanya timbul di tengah plake
eritematosa, dalam masa 2-4 hari vesikel bersatu, setelah 72 jam
akan terbentuk pustul. Vesikel baru akan tumbuh terus dan
berlangsung selama 1-7 hari. Biasanya pada penderita lansia dan
memiliki daya imunitas lemah, masa perbaikan lebih lama dan
erupsinya lebih luas, vesikel hemoragik, ada nekrosis kulit,
infeksi sekunder bakteri atau skar yang biasa berubah menjadi
keloid dan hipertrofik.1Bagian sering terkena adalah dada (55%),
kranial (20% dengan keterlibatan N.Trigeminal), lumbal (15%) dan
sakral (5%). Erupsi yang sedikit dapat mencapai keseluruhan
dermatom.7
Gambar 2. Eritematosa, plak edema dengan bentuk vesikel
awal.2iii. Fase kronis atau fase neuralgia post herpetikFase ini
ditandai dengan adanya nyeri menetap setelah semua lesi menjadi
krusta atau setelah infeksi akut atau sering rekurens yang
berlangsung selama sebulan. Keterlibatan N.Trigeminal sering
terjadi pada penderita berumur diatas 40 tahun. Nyerinya dapat
dibagi menjadi 2 tipe yaitu rasa terbakar terus menerus dengan
hiperaesthesia dan tipe shooting spasmodic. Allodinia adalah nyeri
akibat dari stimuli yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh
simptom stress.8Variasi dari sindroma zoster tergantung dorsal root
yang terkena, dan intensitasnya tergantung reaksi inflamasi yang
terjadi pada motor root dan anterior horn cells. Nyeri abdominal,
pleura atau gangguan elektrokardiografi yang disebabkan
keterlibatan viseral. Beberapa sindrom yang disebabkan oleh Herpes
Zoster, yaitu:8a. Keterlibatan motorikOnset terjadinya pada 5%
kasus dengan penderita yang tua dan melibatkan nervus spinalis.
Erupsi dan nyeri diikuti dengan penurunan motorik. Biasanya
mengikuti dermatom yang disebabkan oleh virus dan biasa juga
terjadi pada segmen dermatom yang berbeda. Herpes zoster pada
anogenital bisa menyebabkan adanya gangguan defekasi dan
urinasi.8b. Herpes zoster trigeminalPada kasus herpes zoster
trigeminal yang biasa terjadi adalah sebanyak dua pertiga kasus
terjadi pada bagian mata, jika ada vesikel pada hidung akan
melibatkan N. nasosiliar (hutchinsons sign). Komplikasi yang
terjadi pada ocular adalah uveitis, keratitis, konjunctivitis,
edema konjunctiva (chemosis), palsy ototokular, proptosis,
skleritis, oklusi vaskular pada retina dan ulkus, skar dan bias
terjadi nekrosis pada kelopak mata. Keterlibatan ganglia siliaris
dapat menyebabkan Argyll-Robertson pupil. Jika terjadi pada bagian
maksilaris terdapat vesikel pada uvula dan tonsil. Vesikel pada
lidah, basal mulut dan mukosa buccal menunjukkan adanya
keterlibatan divisi mandibularis. Pada Zoster orofasial, sakit gigi
adalah petandanya.8
Gambar 3. Herpes Zoster oftalmikus.8
Gambar 4. Herpes Zoster oftalmikus.6
c. Herpes zoster otikusN. fasialis merupakan saraf yang utama
berjalan dengan fiber-fiber sensoris vestigial pada telinga bagian
eksternal (pinna dan meatus) dan fossa tonsilaris. Biasa
menyebabkan rasa nyeri dan vesikel biasanya terdapat pada daerah
meatus auditorius eksterna saja, jarang melibatkan bagian lebih
yang dalam. Adapun faktor tertekannya N.fasialis merupakan salah
satu faktor terjadinya facial palsy disertai dengan nyeri pada
telinga dan yang berkaitan dengan sindroma Ramsay-Hunt. Tertekannya
N.vestibulokoklearis menyebabkan gangguan pendengaran
sensorineural, vertigo dan keterlibatan N.intermedius mengakibatkan
gangguan pengecapan pada dua pertiga lidah dan mengubah sistem
lakrimasi.8
Gambar 5. Bells Palsy.7d. Sindroma Ramsay-HuntSindrom ini adalah
akibat dari gangguan N.fasialis dan otikus, sehingga memberikan
gejala paralisis otot muka (bells palsy), kelainan kulit sesuai
dengan perjalanan saraf, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus dan nausea juga gangguan pengecapan.8
6. DIAGNOSISDiagnosis klinis dapat ditegakkan dengan gejala
klinis dan pemeriksaan fisis, sangat penting karena keputusan
mengenai terapi antivirus yang kritis.
7. DIAGNOSIS BANDINGHerpes SimpleksDiagnosis herpes zoster
biasanya jelas. Herpes simplex dapat menjadi luas, terutama di
tubuh. Mungkin akan terbatas pada dermatom dan proses fitur yang
banyak seperti zoster. Ukuran vesikel dari herpes zoster
bervariasi, sedangkan herpes simplex seragam dalam berkelompok.
Kekambuhan kemudian membuktikan diagnosis.1
Gambar 6. Lesi pada penderita herpes simpleks.7
8. PENATALAKSANAANTujuan utama dari pengobatan herpes zoster
adalah mengurangi nyeri pada pasien yang imunokompeten dan
menghentikan replikasi virus pada pasien imunokompeten dan herpes
zoster oftalmikus.6a) Terapi topikalPada herpes zoster fase akut,
aplikasi kompresi dingin, losion calamine, tepung jagung, atau soda
bikarbonat mampu mengurangi gejala luka dan mempercepat pengeringan
pada lesi vesikuler. Salep yang oklusif, cream, atau losion yang
mengadung glukokortikoid tidak boleh diaplikasikan pada lesi herpes
zoster. Lidocaine patch 10 cm x 14 cm mengandungi 5% basa
lidocaine, adhesive, dan bahan-bahan lain. Selain mudah digunakan,
tidak disertai dengan efek toksisitas sistemik. Pemberian lidocaine
patch bisa mencapai maksimal 3 kali sehari pada bagian yang terkena
lesi herpes selama 12 jam sehari.4b) Antivirus Tujuan utama terapi
herpes zoster adalah (1) mengurangi ekstensi, durasi, dan keparahan
nyeri dan ruam pada dermatom primer; (2) mencegah terjadinya
penyakit di bagian tubuh yang lain; (3) mencegah terjadinya
post-herpetic neuralgia.4 Pada pasien yang normal, pemberian
asiklovir oral (800 mg 5 kali sehari selama 7 hari), famsiklovir
(500 mg setiap per 8 jam untuk 7 hari), dan valasiklovir (1g 3 kali
sehari selama 7 hari) mampu mempercepat proses penyembuhan lesi dan
durasi serta keparahan nyeri akut yang dialami oleh pasien herpes
zoster (pasien dengan umur kurang dari 50 tahun) yang dirawat dalam
jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit. Pasien
dengan umur lebih dari 50 tahun dan disertai dengan lesi herpes
zoster pada bagian oftalmikus pula diberikan pengobatan seperti
berikut, asiklovir (800mg peroral sebanyak 5 kali sehari selama 7
hari), atau valasiklovir (1g peroral setiap per 8 jam selama 7
hari) atau famsiklovir (500mg peroral setiap per 8 jam selama 7
hari). Pengobatan ini diberikan pada pasien yang dirawat dalam
jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit.4, 6Pada
pasien dengan penurunan tingkat imunitas yang ringan atau pasien
HIV, diberikan asiklovir (800 mg peroral sebanyak 5 kali sehari
selama 7-10 hari) atau valasiklovir atau famsiklovir. Pada pasien
dengan penurunan tingkat imunitas yang berat, diberikan asiklovir
(10 mg/kg secara intravena setiap per 8 jam selama 7-10 hari).4c)
KortikosteroidTingkat nyeri hebat yang tinggi merupakan faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya post herpetic neuralgia dan nyeri akut
juga menyebabkan sensitivitas sentral serta genesis untuk
terjadinya nyeri yang kronik. Oleh sebab itu, nyeri pada herpes
zoster harus dikontrol secara agresif. Tingkat nyeri hebat
ditentukan dengan menggunakan skala nyeri yang standar dan mudah.
Analgetik yang diberikan adalah analgetik yang opioid dan
non-opioid dengan tujuan untuk membatasi nyeri dibawah skala 3 atau
4 dari skala 0 sampai 10 serta tidak mengganggu siklus tidur
pasien. Pilihan pengobatan, dosis, dan waktu pemberian analgetik
adalah berdasarkan tingkatan nyeri, penyakit yang menyertai dan
respon terhadap obat. Apabila nyeri masih tidak berkurang, anastesi
regional atau lokal bisa dilakukan untuk mengontrol nyeri
akut.4
9. KOMPLIKASINyeri setelah terkena herpes zoster disebut
post-herpetic neuralgia (PHN). Ini adalah komplikasi yang paling
umum dan menjadi penyebab utama morbiditas. Resiko PHN terjadi
seiring dengan peningkatan usia (terutama pada pasien yang lebih
tua dari 50 tahun) dan meningkat pada pasien yang mengalami sakit
parah atau munculnya ruam yang berat. Rasa sakit ini sering
memberat dan bertambah parah.4
10. PROGNOSISPrognosa bagi penyakit herpes zoster umumnya baik.
Pada herpes zoster oftalmikus, prognosisnya bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.5
PEMBAHASANSampai vaksinasi varisella yang universal sangat
mengurangi jumlah orang yang terinfeksi secara laten dengan VZV
tipe liar, pencegahan herpes zoster harus bertujuan untuk mencegah
reaktivasi dan penyebaran dari VZV laten tipe liar. Pengobatan
supresif acyclovir jangka panjang hanya praktis pada pasien dengan
imunitas tubuh rendah yang beresiko terbukti mengembangkan herpes
zoster dalam jangka waktu yang ditetapkan, misalnya, pada tahun
berikut sumsum tulang atau transplantasi organ padat.4Satu
pendekatan untuk pencegahan herpes zoster adalah stimulasi
kekebalan terhadap VZV, yang berkurang pada orang tua dan pada
individu yang beresiko tinggi lainnya. Studi pada orang dewasa yang
sehat selama 55 tahun dengan riwayat varicella telah menunjukkan
peningkatan limfosit T VZV yang spesifik dan imunitas humoral
setelah vaksinasi dengan VZV yang telah dilemahkan yang mirip untuk
mengamati peningkatan setelah epidose herpes zoster.4Vaksin zoster
dapat diberikan tanpa skrining untuk riwayat varicella atau herpes
zoster, tidak harus satu melakukan pengujian serologi untuk
kekebalan varicella sebelum vaksinasi. Orang-orang yang diketahui
seronegatif terhadap VZV harus divaksinasi dengan varicella menurut
rekomendasi saat ini. 4Pada tahun 2005, kemanjuran vaksin herpes
zoster, Zostavax, ditunjukkan antara orang-orang berusia 60 tahun.
Pada tahun 2006, US Food and Drug Administration (FDA) menyetujui
Zostavax untuk mencegah herpes zoster pada individu berusia 60
tahun. Pada tahun 2008, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC) merekomendasikan vaksinasi rutin antara orang-orang berusia
60 tahun.9
Vaksinasi Herpes Zoster Zostavax adalah pasar yang berwenang
terhadap vaksin herpes zoster tersedia di Inggris. Ini berisi
hidup, virus yang dilemahkan berasal dari strain Oka/Merck virus
varicella zoster, pada dosis jauh lebih tinggi daripada vaksin
varicella Varivax.10Dalam percobaan klinis, satu dosis Zostavax
dinilai pada 38.546 orang dewasa berusia 60 tahun ke atas di
antaranya 17.775 berusia 70 atau lebih. Vaksin Zostavax mengurangi
kejadian shingles oleh 51,3 dan 38%, dan kejadian PHN oleh 66.5 dan
66.8% pada mereka yang berusia 60 dan 70 tahun dan masing-masing
lebih tua. Vaksin ini ditoleransi dan juga imunogenik pada individu
yang memiliki riwayat herpes zoster sebelum vaksinasi.10Dalam uji
klinis dengan Zostavax, penularan virus vaksin belum dilaporkan.
Namun, pengalaman dengan vaksin varicella yang menggunakan dosis
yang lebih rendah dari strain virus yang sama menunjukkan bahwa
penularan virus vaksin jarang terjadi antara vaksin yang
mengembangkan virus varicella-zoster (VZV) seperti ruam dan kontak
dekat yang rentan (misalnya, bayi rentan). Penularan virus vaksin
dari penerima vaksin varicella tanpa VZV seperti ruam belum
dikonfirmasi. Oleh karena itu tetap ada risiko teoritis dari
transmisi virus vaksin yang dilemahkan kepada individu yang rentan
tetapi ini harus ditimbang terhadap penurunan risiko alam shingles
dan potensi penularan virus alami (Zostavax SPC).10Durasi
perlindungan setelah dosis tunggal Zostavax tidak diketahui.
Rata-rata tindak lanjut dalam uji klinis asli adalah 3.09 tahun
meskipun ada kemungkinan bahwa vaksin memberikan perlindungan lebih
lama, dan terus ditindaklanjuti. Kebutuhan, atau waktu, vaksinasi
ulang dengan Zostavax oleh karenanya belum ditentukan.10
Penyimpanan Vaksin yang disusun kembali dan diencerkan harus
disimpan dalam kemasan aslinya pada +2C hingga +8C dan terlindung
dari cahaya. Semua vaksin sensitif sampai batas tertentu terhadap
panas dan dingin. Efektivitas dapat dikurangi kecuali vaksin
disimpan pada suhu yang benar. Pembekuan dapat menyebabkan
peningkatan reaksi lokal dan hilangnya potensi untuk beberapa
vaksin. Hal ini juga dapat menyebabkan retak serambut dalam wadah,
yang mengarah ke kontaminasi dari isi.10Presentasi10Zostavax
tersedia sebagai preparat lyophilised (konektor off-white kristal
yang padat) untuk pemulihan dengan pengencer (cairan jernih yang
tidak berwarna). Ketika dilarutkan, Zostavax adalah semi-kabur
untuk tembus, off-white pucat cairan kuning. Zostavax diberikan
berupa botol dan jarum suntik prefilled, dengan dua jarum terpisah
dalam kemasan sekunder. Zostavax hanya tersedia dalam kemasan
tunggal. Setelah pemulihan dari suspensi lyophilised, vaksin harus
segera digunakan, tetapi dapat digunakan hingga 30 menit setelah
pemulihan. Dosis dan jadwal10Orang dewasa harus menerima 0.65 ml
dosis tunggal Zostavax Kebutuhan dan waktu dosis penguat belum
ditentukan.
Administrasi Zostavax harus diberikan melalui suntikan subkutan
di regio deltoid lengan atas. Seharusnya tidak diberikan melalui
suntikan intramuskular karena ada data yang memadai mengenai
efektivitas vaksin yang diberikan melalui intramuskular. Vaksin
juga tidak boleh diberikan melalui intravaskular.10Zostavax dapat
diberikan pada waktu yang sama seperti vaksinasi influenza. Jika
diberikan pada saat yang sama dengan vaksinasi influenza, perawatan
harus dilakukan untuk memastikan bahwa tempat injeksi digunakan
untuk semua vaksinasi dan untuk memeriksa tidak ada kontraindikasi
untuk pemberian vaksin hidup untuk individu pada kelompok berisiko
dalam pemberian vaksinasi influenza musiman.10Administrasi
bersamaan Zostavax dan obat anti-virus dikenal efektif melawan VZV
yang belum dievaluasi, tapi obat-obatan seperti asiklovir cenderung
mengurangi replikasi virus vaksin dan karena itu melemahkan
respon.10
Rekomendasi untuk penggunaan vaksin Tujuan dari program
imunisasi nasional herpes zoster adalah untuk menurunkan insiden
dan keparahan herpes zoster pada orang tua. Disarankan secara rutin
ditawarkan kepada orang-orang berusia 70 tahun tetapi dapat
diberikan kepada perorangan sampai ulang tahunnya yang
kedelapan.10Dampak dan biaya efektivitas vaksinasi paling besar
pada mereka yang berusia 70-79 tahun, karena kombinasi faktor
berikut:10 beban penyakit herpes zoster dalam kelompok usia ini
(yang meningkat dengan usia), efektivitas perkiraan vaksin dalam
kelompok usia ini (yang menurun sesuai dengan usia), durasi
perlindungan vaksin, dan kurangnya pengetahuan tentang efektivitas
dosis vaksin kedua.
Sementara vaksin berwenang untuk digunakan dari usia 50 tahun
dan efektif pada kelompok usia ini, beban penyakit herpes zoster
umumnya tidak parah bila dibandingkan dengan usia yang lebih tua.
Selain itu, mengingat bahwa durasi perlindungan tidak diketahui
untuk bertahan lebih dari sepuluh tahun dan kebutuhan akan dosis
kedua tidak diketahui, vaksin ini tidak dianjurkan untuk diberikan
secara rutin di bawah 70 tahun. Administrasi setelah 80 tahun
kurang efektif karena terbatasnya efektivitas vaksin setelah usia
ini.10Zostavax tidak diindikasikan untuk pencegahan infeksi VZV
primer (cacar air) dan tidak boleh digunakan pada anak-anak dan
remaja.10
KontraindikasiVaksin tidak boleh diberikan kepada orang yang:10
memiliki keadaan imunodefisiensi primer atau didapatkan karena
kondisi seperti: Leukemia akut dan kronis Limfoma Kondisi lain yang
mempengaruhi sumsum tulang atau sistem limfatik Imunosupresi akibat
HIV / AIDS Defisiensi imun seluler Sedang dalam terapi
imunosupresif (termasuk kortikosteroid dosis tinggi); Namun,
kontraindikasi Zostavax tidak untuk digunakan pada orang yang
menerima kortikosteroid topikal/inhalasi atau dosis rendah
kortikosteroid sistemik atau pada pasien yang menerima
kortikosteroid sebagai terapi pengganti, misalnya untuk
insufisiensi adrenal memiliki infeksi TB yang tidak aktif diobati
hamil telah dikonfirmasi memiliki reaksi anafilaksis untuk dosis
vaksin varicella sebelumnya telah dikonfirmasi memiliki reaksi
anafilaksis untuk setiap komponen vaksin, termasuk neomycin atau
gelatin.
Efek samping Keamanan Zostavax telah banyak dievaluasi dalam uji
klinis; efek samping yang paling sering dilaporkan untuk Zostavax,
setidaknya terjadi pada satu dari sepuluh orang, yaitu reaksi di
tempat suntikan termasuk eritema (kemerahan), nyeri, bengkak, dan
gatal. Reaksi umum lainnya dilaporkan dalam setidaknya satu dari
100 orang yang hematoma, indurasi dan kehangatan di tempat
suntikan, sakit di lengan atau kaki dan sakit kepala.10
DAFTAR PUSTAKA
1.Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and
therapy. 4th ed. USA: Mosby; 2003.2.Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini
RP, et al. Dermatology. 2nd ed. New York: William Coleman III
retains copyright of his original figures in chapter 156;
2008.3.group SW. Herpes zoster vaccines. Cochrane database of
systematic reviews 2012. 2014:2-17.4.Schmader KE, Oxman MN.
Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick's dermatology
in general medicine. 8th ed. United States of America: McGraw-Hill
Medical; 2012:3388-3409.5.Handoko RP. Penyakit Virus. In: Juanda A,
Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2011:110-112.6.Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, et al.
Recommendations for the Management of Herpes Zoster. Clinical
Infectious Diseases 2007. 2007:S1-S26.7.James WD, Berger TG, Elston
DM. Viral Diseases. Andrews' diseases of the skin: Clinical
dermatology. 10th ed. Canada: Sauders Elsevier;
2006:379-383.8.Sterling JC. Virus Infections. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, eds. Rooks Textbook of
Dermatology. United Kingdom: Wiley-Blackwell; 2010:33.25-33.28.9.Li
H-t, Lu S, Liu J-m. Herpes Zoster Vaccination in People Aged 5059
Years. See the Major Article by Schmader et al, on pages 9228.
2012:929-930.10.England PH. Shingles (herpes zoster). The Green
Book Chapter 28a; 2013. 14