Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. HEMOSTASIS Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. 1 Hemostasis melibatkan tiga langkah utama, yaitu : 1. Spasme vaskuler Pembuluh darah yang robek akan segera mengalami vasokonstriksi akibat respon vaskuler inheren terhadap cedera dan adanya rangsang saraf simpatis. Vasokonstriksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek sehingga pengeluaran darah minimum. Akibat spasme vaskuler ini, permukaan endotel pembuluh darah saling melekat satu sama lain sehingga dapat menutup pembuluh darah yang rusak. 2. Pembentukan sumbat trombosit Dalam keadaan normal, trombosit tidak melekat pada endotel pembuluh darah tetapi bila terjadi cedera pada pembuluh darah, trombosit akan melekat ke kolagen yang terpajan, yaitu protein fibrosa. Setelah terjadi akumulasi, trombosit mengeluarkan adenosin difosfat (ADP) yang menyebabkan permukaan trombosit dalma sirkulasi yang lewat menajdi lengket dan melekat ke lapisan trombosit pertama. Kemudian, akan mengeluarkan lebih banyak ADP, demikian seterusnya, dan trombosit cepat terbentuk di tempat cedera melalui mekanisme umpan balik positif. Selain itu,
20

hemofilia

Jul 30, 2015

Download

Documents

psari_19
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: hemofilia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. HEMOSTASIS

Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak.1

Hemostasis melibatkan tiga langkah utama, yaitu :

1. Spasme vaskuler

Pembuluh darah yang robek akan segera mengalami vasokonstriksi akibat respon

vaskuler inheren terhadap cedera dan adanya rangsang saraf simpatis. Vasokonstriksi ini

akan memperlambat aliran darah melalui defek sehingga pengeluaran darah minimum.

Akibat spasme vaskuler ini, permukaan endotel pembuluh darah saling melekat satu

sama lain sehingga dapat menutup pembuluh darah yang rusak.

2. Pembentukan sumbat trombosit

Dalam keadaan normal, trombosit tidak melekat pada endotel pembuluh darah

tetapi bila terjadi cedera pada pembuluh darah, trombosit akan melekat ke kolagen yang

terpajan, yaitu protein fibrosa. Setelah terjadi akumulasi, trombosit mengeluarkan

adenosin difosfat (ADP) yang menyebabkan permukaan trombosit dalma sirkulasi yang

lewat menajdi lengket dan melekat ke lapisan trombosit pertama. Kemudian, akan

mengeluarkan lebih banyak ADP, demikian seterusnya, dan trombosit cepat terbentuk di

tempat cedera melalui mekanisme umpan balik positif. Selain itu, trombosit juga

mengeluarkan tromboksan A2, secara langsung meningkatkan agregasi trombosit, dan

secara tidak langsung meningkatkan proses dengan mencetuskan pengeluaran ADP.

3. Koagulasi darah

Koagulasi darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan

menjadi gel padat. Mekanisme hemostasis tubuh yang paling kuat dan diperlukan untuk

menghentikan perdarahan.

Proses koagulasi berlangsung dalam 3 fase :

a. Fase I (Pembentukan tromboplastin)

Ada tiga jalur pada pembentukan tromboplastin, yaitu :

1) Jalur intrinsik

Page 2: hemofilia

Jalur intrinsik melibatkan perubahan enzimatik berurutan dari bentuk inaktif

faktor XII, XII, dan IX. Faktor IX yang teraktivasi (faktor IXa) berinteraksi

dengan faktor VIII, kalsium, dan fosfolipid mengaktifkan faktor X. Faktor Xa

berinteraksi dengan faktor V, kalsium, dan fosfolipid menjadi kompleks aktif

yang mengubah protrombin (faktor II) menjadi trombin. Kompleks aktif ini

disebut dengan protrombinase, aktivator protrombin, dan tromboplastin.

2) Jalur ekstrinsik

Jalur ekstrinsik diaktifkan oleh tissue factor (faktor jaringan) yang kontak

dengan darah akibat rusaknya jaringan atau endotel. Jalur ini melibatkan

perubahan faktor VII menjadi faktor VIIa oleh faktor jaringan (suatu kompleks

protein fosfolipid), dimana faktor VIIa akan mengaktifkan faktor X secara

langsung.

3) Jalur bersama

Jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik akan bertemu pada jalur bersama. Jalur ini

dimulai dari aktivasi faktor X menjadi Xa. Kemudian faktor Xa dibantu dengan

kalsium, faktor Va, dan fosfolipid yang membentuk suatu kompleks yang disebut

prothrombinase complex, akan mengaktifkan protrombin menjadi trombin,

disebut fase II (koagulasi).

b. Fase II (Koagulasi)

Pada fase koagulasi melibatkan pemecahan protrombin (faktor II) menjadi

molekul yang lebih kecil, salah satu diantaranya trombin (faktor IIa). Trombin yang

terbentuk akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin melalui tiga langkah, yaitu : (i)

pembentukan molekul fibrinopeptida A dan B dari fibrinogen yang menghasilkan

monomer fibrin, (ii) selanjutnya, monomer fibrin akan mengalami polimerisasi

spontan membentuk fibrin polimer (benang fibrin), (iii) langkah terakhir adalah

pembentukan ikatan kovalen dari benang fibrin yang menghasilkan fibrin yang stabil

dengan bantuan faktor XIIIa yang dibentuk oleh trombin terhadap faktor XIII.

c. Fase II (Fibrinolisis)

Fibronilisis merupakan respon tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi. Pada

fase ini, penghancuran fibrin penting bagi pembentukan pembuluh darah yang baru,

rekanalisasi pembuluh darah, dan penyembuhan luka.

Page 3: hemofilia

Aktivator fibronolisis adalah tissue plasminogen aktivator (t-PA) dan urokinase

type plasminogen activator (u-PA) yang dilepaskan dari endotel untuk mengubah

plasminogen menjadi plasmin. Jika plasmin terbentuk akan terjadi proteolisis fibrin. 4

Selain itu, tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah, yaitu

plasminogen aktivator inhibitor type 1 (PAI-1), α2-antiplasmin (α2-plamin inhibitor)

dan trombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator dan inhibitor ini

diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan.

Bagan 1. Kaskade koagulasi dan fibrinolisisSumber : http://ejournal.unud.ac.id

Page 4: hemofilia

II.2. GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH

II.2.1. Hemofilia

1. Definisi

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang

berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.

Hemofilia adalah penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter akibat

kekurangan faktor pembekuan VIII atau IX. Saat ini, dikenal 2 bentuk hemofilia, yaitu :

hemofilia A dan hemofilia B. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan

kelainan seni yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki- laki, karena

mereka hanya mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa

sifat (carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah

dengan wanita carrier hemofilia.

2. Epidemiologi

Secara umum, insiden hemofilia pada populasi cukup rendah yaitu sekitar 0,091% dan 85

% nya adalah hemofilia A. Disebutkan pada sumber lain insiden pada hemofilia A 4-8 kali lebih

sering dari hemofilia B. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 dari penduduk laki-laki

yang lahir hidup, tersebar di seluruh dunia tidak tergantung ras, budaya, sosial ekonomi maupun

letak geografi. Insiden hemofilia A di Indonesia belum banyak dilaporkan, sampai pertengahan

2001 disebutkan sebanyak 314 kasus hemofilia A. Sedangkan insiden hemofilia B diperkirakan

1:25.000 laki-laki lahir hidup. Hemofilia C yang diturunkan secara autosomal resesif dapat

terjadi pada laki-laki maupun pada perempuan, menyerang semua ras dengan insiden terbanyak

ras Yahudi.

3.MEKANISME PENURUNAN PENYAKIT HEMOFILIA

Prinsip dasar dari suatu keturunan

Setiap sel di dalam tubuh memiliki struktur – struktur yang di sebut kromosom (chromosomes).

Didalam ilmu kimia, sebuah rantai kromosom yang panjang disebut DNA. DNA ini disusun kedalam

ratusan unit yang di sebut gen yang dapat menentukan beberapa hal, seperti warna mata seseorang.

Setiap sel terdiri dari 46 kromosom yang disusun dalam 23 pasang. Salah satu pasangnya dikenal

sebagai kromosom seks, atau kromosom yang menentukan jenis kelamin manusia. Wanita memiliki dua

kromosom X dalam satu pasang, dan pria memiliki satu kromosom X, dan satu kromosom Y dalam satu

pasang. Ibu yang memiliki dua kromosom X, menghasilkan sebuah sel telur yang mengandung kromosom

Page 5: hemofilia

X. Ayah yang menghasilkan satu kromosom X dan satu kromosom Y, menghasilkan sel sperma yang

mengandung kromosom X atau Y. Jika ayah menyumbangkan kromosom X-nya, keturunan yang terjadi

adalah anak perempuan. Dan jika ayah menyumbangkan kromosom Y, maka keturunan yang terjadi

adalah anak laki – laki. Banyak penderita hemofilia yang terkena dampaknya. (Campbell et. al, 2000)

Bagaimana hemofilia diturunkan dari suatu generasi ke genarasi berikutnya ?

Hemofilia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menghasilkan Faktor VIII dan IX. Dan ini terjadi

pada kromosom X

Gambar 2 Gambar 3

Gambar 2 Memperlihatkan apa yang akan terjadi jika seorang laki – laki penderita hemofilia memiliki

seorang anak dari seorang wanita normal. Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia

(carrier), jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia dari sang ayah. Dan semua

anak laki – laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.

Gambar 3 Menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang

wanita pembawa sifat hemofilia, Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50%

kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak laki – laki itu didapat.

Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi

kromosom X dari sang ibu yang mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia.3,4,5

Dengan jalan yang sama, sepasang anak perempuan memiliki 50% kemungkinan pembawa sifat

hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat

mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa

sifat hemofilia.

Page 6: hemofilia

4. Klasifikasi hemofilia

Klasifikasi hemofilia tergantung pada kadar faktor VIII atau faktor IX dalam plasma.

Dalam keadaan normal, kadar faktor VIII dan faktor IX berkisar antara 50 - 150 U/dl atau 50

- 150%.

Berdasarkan kekurangan faktor, hemofilia dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Hemofilia A

Hemofilia A terjadi karena kekurangan faktor VIII (anti-hemophilic factor).

Hemofilia ini lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan hemofilia B dan hemofilia C.

b. Hemofilia B

Hemofilia B terjadi karena kekurangan faktor IX (plasma thromboplastin

component atau Christmas factor).

c. Hemofilia C

Hemofilia C terjadi karena kekurangan faktor XI (plasma thromboplastin

antecedent). Hemofilia ini jarang terjadi.

Berdasarkan tingkat keparahannya hemofilia, dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Hemofillia berat

- Kadar faktor VIII atau IX < 1%.

- Perdarahan spontan sering terjadi.

- Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis) sering terjadi.

- Perdarahan akibat luka atau trauma dapat mengancam jiwa.

b. Hemofilia sedang

Kadar faktor VIII atau IX 1 - 5%.

o Perdarahan terjadi karena trauma yang lebih berat.

o Hemarthrosis dapat terjadi meskipun jarang, biala ada biasanya tanpa kecacatan.

o Hemofilia ringan

o Kadar faktor VIII atau IX 5 - 30%.

o Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi.

o Hemarthrosis tidak ditemukan.

Perdarahan biasanya ditemukan pada saat tindakan operasi ringan seperti cabut gigi atau

sirkumsisi.

Page 7: hemofilia

5. Etiologi

1. Faktor kongenital

Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor

pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau

perdarahan spontan atau perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.

2. Faktor didapat

Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada

keadaan berikut:

1. Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah

khususnya faktor II mengalami gangguan.

2. Defisiensi vitamin K, hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula

biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan

pertumbuhan bakteri usus.

3. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain

4. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonistik

terhadap protrombin.

5. Disseminated intravascular coagulation (DIC).

6. Patofisiologi

Mekanisme terjadi hemofilia karena adanya gangguan selama proses

pembekuan darah, dimana mekanisme pembekuan darah yang normal pada dasarnya

dibagi menjadi 3 jalur yaitu : (i) jalur intrinsik (dimulai aktivasi faktor XII sampai

faktor Xa), (ii) jalur ekstrinsik (mulai aktivasi faktor VII sampai terbentuk faktor

Xa), (iii) jalur bersama (common pathway) dimulai dari aktivasi faktor X sampai

terbentuk fibrin yang stabil.

Page 8: hemofilia

Pada orang normal, proses pembekuan darah, sebagai berikut :

Gambar 2. Proses pembekuan darah pada orang normalSumber : http://www.hemofilia.or.id.hemofilia.php

Sedangkan pada penderita hemofilia, proses pembekuan darah, sebagai

berikut :

Gambar 3. Proses pembekuan darah pada orang hemofiliaSumber : http://www.hemofilia.or.id.hemofilia.php

Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi

faktor VIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam sirkulasi,

faktor VIII akan membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von

Willebrand adalah protein berat molekul besar yang dibentuk disel endotel dan

megakariosit. Fungsinya sebagai protein pembawa faktor VIII, melindungi dari

degradai proteolisis, dan proses adhesi trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur

intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk faktor IXa dalam proses

aktivasi faktor X.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.

b. Pembuluh darah mengerut/mengecil.c. Trombosit akan menutup luka pada

pembuluh.d. Faktor-faktor pembekuan darah bekerja

membuat benang-benang fibrin yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.

b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.c. Trombosit akan menutup luka pada pembuluh.d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah

tertentu, mengakibatkan benang-benang fibrin tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.

Page 9: hemofilia

Pada orang normal, aktifitas faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A,

aktifitas faktor VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang

kadarnya meningkat jika terdapat kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar

faktor VIII yang tinggi merupakan faktor resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor

pembekuan yang dibentuk di hati dan memerlukan vitamin K untuk proses

pembuatannya.

Perbandingan Hemofilia A, Hemofili B dan penyakit von Willebrand

7. Manifestasi klinis

Gejala khas pada penderita hemofilia, yaitu :

a. Hemarthrosis

Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan

ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya

seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan

Page 10: hemofilia

luka kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia

yang mengalir dengan cepat mengisi ruangan sendi.

Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi ini

karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat, menetap

disertai dengan spasme otot, dan gerakan sendi yang terbatas. Karena perdarahan

berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus meningkat dan menyebabkan

iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah kondral. Keadaan ini merupakan

permulaan kerusakan sendi yang permanen. Akibat perdarahan yang berulang

pada sendi yang sama, sering terjadi peradangan dan penebalan pada jaringan

sinovia, kemudian terdjadi atrofi otot. Keadaan kontraksi sendi yang stabil ini

merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya, dan akhirnya, kartilago dan

substansi tulang hilang.

b. Fenomena perdarahan yang terlambat (delayed bleeding)

Fenomena ini merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini

biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan

berhenti dan sesudah beberpa jam sampai beberapa hari kemudian perdarahan

akan timbul kembali. Hal ini terjadi karena permulaan trombosit dan pembuluh

darah dapat menghentikan perdarahan tetapi karena jringan fibrin tidak ada atau

kurang terbentuk untuk menutup luka, maka akan timbul perdarahan kembali.

c. Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot

Lesi ini biasanya dimulai akibat trauma dan menyebar mengenai suatu

daerah yaneg luas dan sering tanpa ada perbedaan warna kulit di atasnya.

Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa menyebabkan

komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan dan menyebabkan

kematian.

Beberapa kriteria diagnostik hemofilia, yaitu :

- Kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan atau

timbulnya kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya

hemarthrosis.

- Adanya riwayat keluarga.

- Masa pembekuan memanjang.

Page 11: hemofilia

- Masa protrombin normal, masa trombloplastin parsial memanjang.

- Masa pembekuan tromboplastin (thromboplastin generation test) abnormal.

1. Masa bayi (untuk diagnosis)

a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi

b. Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)

c. Hematoma besar setelah infeksi

d. Perdarahan dari mukosa oral

e. Perdarahan jaringan lunak

2. Episode perdarahan (selama rentang hidup)

a. Gejala awal, yaitu nyeri

b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas

- 3. Sekuela jangka panjang

- Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan

- fibrosis otot.

Klasifikasi klinis Hemofilia A

Page 12: hemofilia

8. Diagnosis

Diagnosis hemofilia meliputi 3 tahap, yaitu:

a. Anamnesis, ditanyakan daftar riwayat kesehatan keluarga yang berkaitan dengan

hemofilia, riwayat kehamilan dan riwayat kematian neonatal dini. 

a. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan CT (masa pembekuan yangmemanjang), masa

protrombin yang normal dan masa tromboplastinyang memanjang (APTT), masa

pembekuan troboplastin abnormal, perdarahan yang sukar berhenti (hemarthrosis)

dan pemeriksaan subkutan/intramiucular untuk mengetahui adanya hematom.

Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan laboratorium

- Konsentrasi faktor VIII atau faktor IX di dalam plasma.

- Waktu perdarahan, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin

time (aPTT), dan thrombin time (TT). 4,10

Pemeriksaan pencitraan

- Pemeriksaan rontgen digunakan untuk menilai adanya hipertropi sinovial,

deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan pada kartilago yang progresif. 4,10

- Pemeriksaan USG digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan dengan efusi

akut dan kronik tetapi tidak dapat digunakan untuk evaluasi tulang atau

kartilago.

- Peneriksaan MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan

antara sendi.

Pemeriksaan histologis

- Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan

memperlihatkan adanya hipertrofi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan

kerusakan dari kartilago.

Diagnosis hemofilia berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang perlu adalah pemeriksaan penyaring hemostasis

yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin - masa

Page 13: hemofilia

protrombin plasma), aPTT (activated partial thromboplastin time - masa tromboplastin parsial

teraktivasi), dan TT (trombin time - masa trombin).

Pada hemofilia A atau B akan ditemukan pemanjangan aPTT, sedangkan hitung

trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT, dan TT masih dalam batas normal.

Pemanjangan aPTT dan TT menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik sistem

pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah

satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkana pemanjangan aPTT, yaitu tes yang menguji

jalur intrinsik sistem pembekuan darah.

9. Diagnosis banding

Diagnosis banding hemofilia adalah hemofilia A, hemofilia B, penyakit von

Willebrand (PvW). Ketiganya sama-sama gangguan perdarahan herediter akan tetapi pola

pewarisannya berbeda

Perbedaan antara Hemofilia A, Hemofilia B, dan penyakit von Willebrand.

Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von Willebrand

Pewarisan X-linked X-linked Autosomal dominantDefisiensi faktor VIII (coagulant) IX FvWLokasi utama Otot, sendi Otot, sendi Mukokutaneus,

perdarahan post traumaHitung trombosit Normal Normal NormalWaktu perdarahan

Normal Normal Memanjang

PT Normal Normal NormalAPTT Memanjang Memanjang MemanjangFaktor VIII C Rendah Normal RendahFvW Normal Normal RendahFaktor IX Normal Rendah Normal

Sumber : http://ejournal.unud.ac.id