-
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Perkembangan dunia ke arah globalisasi di segala bidang
kehidupan, yang
meliputi bidang politik, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya
telah membawa
banyak dampak, baik positif maupun negatif. Globalisasi dapat
memacu kemajuan
yang sangat pesat terhadap perkembangan suatu negara.
Sebaliknya, globalisasi
akan dirasa memberikan dampak buruk bagi negara yang tidak
memiliki kesiapan
dalam proses globalisasi. Globalisasi membawa konsekuensi yang
cukup rumit
bagi setiap negara, terutama negara-negara berkembang,
globalisasi menyebabkan
dunia menjadi tanpa batas, dan penyebab utama globalisasi saat
ini adalah
kemajuan teknologi informasi, dan komunikasi (Latief,
2000;32).
Globalisasi ekonomi adalah salah satu proses yang dapat dilihat
secara
nyata dan membawa dampak terhadap bidang kehidupan yang lain. Di
bidang
ekonomi globalisasi sangat membutuhkan kesiapan suatu negara
untuk
menerimanya, terlebih dukungan sumber daya manusia sebagai
pelaku ekonomi,
terutama kemampuan untuk menerapkan teknologi. Globalisasi
ekonomi
dimaksudkan sebagai proses terintegrasinya perekonomian
negara-negara ke arah
masyarakat ekonomi dunia yang saling terkait, saling tergantung,
dan saling
pengaruh mempengaruhi (Latief, 2000;48). Bertitik tolak dari
fenomena diatas,
globalisasi ekonomi dapat melahirkan pasar global. Di samping
melahirkan pasar
-
2
bebas, globalisasi ekonomi juga melahirkan kapitalisme, di mana
menurut Pilliang
(2004;101) kecepatan komodifikasi kapitalisme, tak lain dari
kecepatan
mengaitkan segala aspek kehidupan dengan perputaran uang. Waktu,
ruang, uang,
dan kecepatan merupakan empat unsur yang tidak bisa dipisahkan
dari wacana
kapitalisme global. Secara singkat kapitalisme adalah bagaimana
modal dan
kapital dimanfaatkan untuk mengejar keuntungan.
Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang
mengarah
pada era demokratisasi serta perubahan tatanan dunia yang
mengarah pada
gobalisasi, maka pembangunan sektor pertanian tetap dianggap
terpenting dari
keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor
pertanian ini
menjadi penyelamat perekonomian nasional, karena justru
pertumbuhannya
meningkat. Sementara sektor lain pertumbuhannya negatif.
Beberapa alasan yang
mendasari pentingnya pertanian di Indonesia ; 1) potensi
sumberdayanya yang
besar dan beragam, 2) besarnya penduduk yang mengantungkan
hidupnya pada
sektor ini dan 4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi
pertanian yang
besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk
golongan miskin
adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini
mengindikasikan bahwa
pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor
pertanian
keseluruhan.
Apalagi Indonesia yang wilayahnya membentang dari Sabang
sampai
Merauke merupakan Negara Kepulauan. Di samping mempunyai
kekayaan laut
yang melimpah, hasil tambang, dan juga memiliki tanah subur
untuk pertanian
dan perkebunan. Tidak salah grup penyanyi Koesplus menciptakan
lagu dengan
-
3
syair yang menyanjung kekakayaan alam dan kesuburan bumi pertiwi
yang
dimiliki bangsa Indonesia. Seperti terdapat pada syair orang
bilang tanah kita
tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Dari syair
tongkat kayu dan
batu jadi tanaman menandakan betapa suburnya tanah air
Indonesia. Berbagai
hasil bumi dari bercocok tanam, baik pada lahan basah (sawah)
maupun lahan
kering (perkebunan) telah menghidupi rakyatnya, bahkan telah
menjadi komoditi
yang diperjualbelikan. Selain beras sebagai makanan pokok yang
dihasilkan dari
bercocok tanam padi juga ada palawija seperti jagung, kacang
tanah dan kedelai.
Komoditi lainnya yang dibudidayakan di tanah persada Indonesia,
dalam hal ini
diperkebunan lahan kering, adalah kopi, vanili, coklat, dan
cengkeh.
Hasil pertanian dan perkebunan yang disebutkan tidak lepas dari
peran
para petani, baik yang menggarap lahan basah maupun lahan
kering. Akan tetapi,
keberadaan petani di Indonesia masih terpinggirkan. Kenyataan
empiris sering
tidak sejalan dengan tataran teoretis, yaitu petani sangat
berperan sebagai aset
bangsa yang menghidupi hajat hidup orang banyak, terutama dengan
produksi
hasil pertanian baik beras, palawija, kopi, cengkeh, dan hasil
pertanian lainnya.
Jasa yang begitu besar disumbangkan oleh petani tidaklah
seimbang dengan
imbalan yang diterima oleh petani tersebut. Banyak petani yang
terjepit karena
harga pupuk yang melambung, harga hasil panen yang anjlok tidak
sesuai dengan
biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya produksi.
Dalam rangka melindungi petani, khususnya petani cengkeh,
pemerintah
melalui Inpres No.50 Tahun 1976 menetapkan kebijakan Tata Niaga
Cengkeh.
Disusul kemudian Keppres No.8 Tahun 1980 yang menetapkan
kebijakan harga
-
4
dasar dan pelaksanaan kegiatan penyanggaan cengkeh oleh PT Kerta
Niaga.
Konon maksudnya, disamping melindungi petani petani juga untuk
meningkatkan
peranan koperasi (KUD), serta menjamin tersedianya cengkeh bagi
konsumen
yakni pabrik rokok kretek. Anjloknya harga cengkeh ini, juga
melahirkan apa
yang dinamai Konsorsium Cengkeh Nasional (KCN) dan disusul
Badan
Penyangga Pemasaran Cenkeh (BPPC) pada Desember 1990. Namun
kebijakan
pemerintah menampung semua cengkeh yang diproduksi petani sejak
tahun 1991
melalui BPPC, telah menimbulkan stok cengkeh nasional yang
berlebihan secara
akumulatif. Stok cengkeh per 1 Januari 1995 misalnya mencapai
65.000 ton setiap
tahunnya.
Kebijakan pemerintah membentuk KCN dan BPPC itu, telah
membuahkan
kritikan karena kemelut harga cengkeh terus berlanjut. Apalagi,
dalam lembaga
itu ditenggarai jelas-jelas mengandung unsur monopoli.
Buntutnya, KCN dan
BPPC pun dibubarkan dan tata niaga cengkeh dihapus. Perdagangan
cengkeh
dikembaliakn ke pasar bebes sejalan dengan tuntutan dari
Negara-negara anggota
WTO, seperti Mandagaskar dan Tanzania, agar Indonesia membuka
impor
cengkehnya. Dihapusnya tata niaga (yang sebenarnya lebih cocok
disebut
monopoli) cengkeh itu, langsung mendongkrak harga cengkeh.
Secara pelan dan
pasti harga cengkeh terus meroket. Penyebab terus meroketnya
harga cengkeh ini,
tidak lain karena berkurangnya pasokan dari petani secara
signifikan. Sudah
menjadi rahasia umum, saat harga cengkeh anjlok (ditangani BPPC)
banyak
petani cengkeh yang membabat habis tanaman cengkehnya.
-
5
Hal yang sama juga menimpa para petani cengkeh, khususnya di
Bali pada
daerah-daerah sentra penghasil cengkeh, salah satunya adalah
Desa Bengkel,
Kecamatan Busung Biu, Buleleng. Para petani sering mengalami
kesulitan ketika
memasarkan hasil panen cengkehnya, karena harga sering
berfluktuasi. Dulu
peran BPPC yang dimotori oleh pengusaha nasional Tomi Soeharto
dengan
menunjuk Nurdin Halid sebagai Ketua Induk Koperasi Unit Desa
(INKUD), yang
memonopoli harga cengkeh yang dipasarkan petani (Bali Post,
Selasa 16 Juni
2005). Secara konsep badan ini bertujuan membantu petani, namun
kenyataan
mencekik leher petani cengkeh, harga cengkeh kering turun sampai
Rp. 3000/kg.
Tentu saja harga ini sangat rendah jika dibandingkan dengan
biaya produksi
panen.
Keuntungan yang dirasakan petani cengkeh terusik kembali, oleh
ulah para
tengkulak dan broker yang kerap kali menentukan harga beli
cengkeh lebih
rendah dari harga pasar. Dengan beragam alasan yang dikemukakan,
pada
akhirnya pihak tengkulaklah yang memiliki posisi daya tawar yang
lebih kuat
dibandingkan dengan para petani cengkeh. Pada prinsipnya
tawar-menawar dalam
dunia perdagangan adalah hal yang biasa, namun untuk beberapa
komoditi dan
pada wilayah tertentu, seringkali proses tawar-menawar terjadi
tidak secara
seimbang. Maksudnya, para petani selalu menjadi pihak yang lebih
dirugikan,
bahkan seringkali penetapan harga jual, terlalu jauh dari harga
pasar. Tidak
menutup kemungkinan para petani lebih banyak menanggung rugi,
sebab harga
jual lebih rendah daripada modal kerja yang dibutuhkan, sehingga
tidak mampu
-
6
menutupi seluruh modal kerja yang telah dikeluarkan dalam
pemeliharaan
komoditas cengkeh.
Desa Bengkel, yang dikenal sebagai desa penghasil cengkeh di
Kabupaten
Buleleng, merupakan wilayah pertanian yang cukup dikenal mampu
menghasilkan
bunga cengkeh kualitas baik. Secara geografi dan klimatologi,
lokasi desa
Bengkel merupakan wilayah yang subur dan mudah diakses melalui
darat dan
laut. Sehingga kepopuleran cengkeh asal desa Bengkel telah
melewati batas
kabupaten dan propinsi Bali.
Logikanya, para petani cengkeh di Desa Bengkel dapat menikmati
hasil
perkebunan mereka secara layak sebagaimana hal yang sama
dinikmati oleh para
petani cengkeh di daerah lainnya di wilayah Republik Indonesia.
Pertanian
cengkeh merupakan warisan yang diturunkan dari para petani
terdahulu.
Kehidupan pertanian yang telah lama dilakukan oleh para leluhur,
tetap dipelihara
sampai sekarang. Demikian halnya dengan para pedagang/ saudagar
cengkeh,
umumnya kegiatan usaha berdagang komoditas cengkeh, merupakan
pekerjaan
atau usaha keluarga. Tidak jauh berbeda dengan regenerasi para
petani cengkeh,
para saudagar cengkeh juga mewarisi segala usahanya kepada anak
dan cucu
mereka.
Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan-perubahan juga
mewarnai
sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Desa Bengkel.
Kekuatan pasar
bebas telah merambah ke segala penjuru arah, tidak terkecuali di
Bali, fenomena
ini tidak mampu memberikan peluang yang lebih baik bagi para
petani cengkeh
-
7
dalam meningkatkan kualitas hidup mereka melalui harga jual
cengkeh yang
sesuai dengan harga pasar dunia.
Tidak jauh berbeda, pewarisan tanah pertanian kepada generasi
yang lebih
muda, tidak mampu membuat kualitas kehidupan petani cengkeh
berubah secara
perlahan. Kualitas pendidikan yang lebih baik, selayaknya
memberikan peluang
yang lebih besar guna menaikkan derajat kehidupan petani
cengkeh. Namun, pada
saat yang bersamaan, regenerasi saudagar cengkeh juga dilakukan
pada kurun
waktu yang bersamaan, sehingga proses yang berkesinambungan dari
waktu ke
waktu dalam suatu lingkungan yang sama, pada akhirnya membuat
nasib para
petani, anak-anak mereka dan bahkan para cucu mereka tidak
berubah secara
drastis.
Hegemoni saudagar cengkeh terhadap para petani cengkeh, secara
nyata
tidak dapat diputuskan, sebagaimana diharapkan dari kalangan
petani cengkeh.
Ketergantungan yang terjadi, antara petani cengkeh kepada para
saudagar
cengkeh, tidak dapat dengan mudah dihilangkan. Bahkan, tidak
menutup
kemungkinan bahwa ketergantungan dalam banyak dimensi, dianggap
merupakan
suatu fenomena yang lumrah atau natural. Orang kaya/ memiliki
modal yang lebih
menentukan segalanya, dibandingkan dengan orang yang tidak
mampu/ tidak
memiliki modal. Pada akhirnya semua merasakan sudah berjalan
sebagaimana
mestinya, tidak perlu mengkritisi kondisi yang sudah berjalan
sebagaimana
mestinya. Apalagi sampai mempertanyakan harga jual yang lebih
rendah
dibandingkan dengan harga pasaran.
-
8
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian
ini
sebagai berikut,
a. Bagaimanakah bentuk hegemoni tengkulak terhadap petani
cengkeh di
Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Buleleng ?
b. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya hegemoni
tengkulak
terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung
Biu,
Buleleng.?
c Apakah dampak dan makna hegemoni tengkulak terhadap kehidupan
petani
cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Buleleng ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perihal
hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh dan dampaknya
terhadap
kehidupan petani tersebut.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
a. Untuk mengetahui bentuk hegemoni tengkulak terhadap petani
cengkeh
di DesaBengkel, Kecamatan Busung Biu, Bulelelng.
-
9
b. Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
tengkulak melakukan hegemoni terhadap petani cengkeh di Desa
Bengkel, Kecamatan Busung Biu, Buleleng.
c. Untuk menginterpretasi dampak dan makna hegemoni
tengkulak
terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan Busung
Biu,
Buleleng.
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan
khususnya
kajian budaya tentang pemecahan masalah hegemoni tengkulak
terhadap para petani cengkeh.
b. Dapat menambah referensi yang dapat dijadikan titik tolak
studi lebih
lanjut bagi mereka yang tertarik terhadap masalah pertanian,
khususnya petani cengkeh.
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan
pemikiran terhadap pemerintah khususnya dalam penetapan dan
kebijakan di bidang pertanian dengan senantiasa memberikan
keberpihakan kepada para petani, dalam hal ini petani tidak
selalu
tergantung kepada para tengkulak.
-
10
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau informasi
tentang
penyusunan kebijakan pada bidang-bidang umum yang terkait
lainnya
seperti, bidang hukum ekonomi, sosial dan budaya.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
praktis
dan pengalaman kepada para petani dalam pemanfaatan modal
dan
pengelolaan tanah pertaniannya, sehingga dapat
mengantisipasi
terhadap dampak yang ditimbulkan
-
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang dimaksudkan adalah kajian terhadap beberapa
hasil
penelitian yang relevan dengan masalah yang dikaji. Ada beberapa
pandangan
yang dapat digunakan sebagai bahan bandingan yang terkait dengan
kerangka
teori dan metode penelian yang diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Widhiasthini (2007),
yang
berjudul Hegemoni Iklan Oli Top One pada Media Elektronik di
Kota
Denpasar: Sebuah Kajian Budaya, Dalam penelitian yang dilakukan
Widhiastini
ini salah satu menyebutkan bagaimana konsumerisme dapat
dikatakan satu bentuk
kekuasaan yang melatarbelakangi produksi dan konsumsi di dalam
masyarakat
consumer (Pilliang,2003:152). Konsumtivisme merupakan paham
untuk hidup
secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan
tidak lagi
mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang
melainkan
mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hegemoni
dan wacana
kekuasaan pengetahuan. Penelitian Widhiasthini ini hampir sama
dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena dalam penelitian
ini juga terjadi
hegemoni akan tetapi perbedaannya bentuk hegemoni disini
dilakukan oleh suatu
produk yang menyebabkan konsumen menjadi tidak kuasa untuk
tidak
11
-
12
memakainya, sementara dalam penelitian ini terjadinya hegemoni
dilakukan oleh
tengkulak dalam pembelian hasil cengkeh di Desa Bengkel. Dalam
hal ini terjadi
bentuk penguasaan terhadap seseorang, kalau dalam pengertian
Widhiasthini
bentuk penguasaan konsumen terhadap produk oli, sedangkan dalam
penelitian ini
bentuk penguasaanya terhadap petani yang menjual cengkehnya. Di
samping
perbedaan tersebut juga terdapat pada lokasi. Dalam penelitian
yang dilakukan
Widhiasthini dapat memberikan gambaran bahwa hegemoni sebenarnya
bisa
dilakukan karena ada persetujuan dari konsumen, begitu juga
dalam penelitian ini
hegemoni muncul karena petani cengkeh menyetujui menjual
cengkehnya kepada
para tengkulak, sementara mereka tahu bahwa harga yang diperoleh
lebih murah
dibandingkan kalau menjual langsung ke pabrik. Teori yang
digunakan dalam
penelitian ini mempergunakan teori hegemoni yaitu sebagai
analisis dalam
membahas semua permasalahan baik bentuk, faktor-faktor penyebab,
dan dampak
hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh.
Hasil penelitian yang dilakukan Ida bagus Ketut Astina (2002)
yang
berjudul Resistensi Petani Susuan terhadap Pemerintah (Studi
kasus tentang
gerakan petani di subak susuan kabupaten karangasem 1976). Dalam
penelitian
yang dilakukan Astina ini dijelaskan bagaimana hegemoni
pemerintah terhadap
petani semakin terasa, terlihat pada awal tahun 1970-an
pemerintah mengeluarkan
program pembangunan pertanian dikenal dengan revolusi hijau dan
masyarakat
petani lebih mengenal dengan program Bimas. Revolusi hijau tidak
hanya sebagai
program pertanian semata melainkan sebuah strategi perubahan
perlawanan
terhadap paradigma tradisional.
-
13
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah
kabupaten
Karangasem yang mengeluarkan instruksi untuk mewajibkan petani
melakukan
pola tanam padi baru tidak memperoleh respon dari petani dan
tetap menanam
padi lokal. Akibatnya pemerintah lewat petugas dilapangan
melakukan tindakan
represif dengan menginjak dan mencabut beberapa bibit padi
petani. Tindakan
petugas pemerintah menjadi faktor pemicu terjadinya resistensi
petani Susuan
menggunakan wahana subak sebagai upaya memobilisasi massa
petani. Fungsi
resistensi petani Susuan sebagai kontrol sosial terhadap
pemerintah dalam
kebijakan yang cendrung merugikan petani. Makna resistensi
disini sebagai upaya
mengungkapkan ketidakadilan, protes terhadap tindakan represif,
dan sebagai
embrio munculnya penguatan cinta masyarakat sipil. Dalam
penelitian yang
dilakukan oleh Astina juga dijelaskan bagaimana hegemoni yang
dilakukan oleh
pemerintah tetapi di sini lebih cenderung bagaimana petani itu
melakukan
perlawanannya. Penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan dalam
membahas
makna hegemoni tengkulak terhadap petani.
Di samping itu, ditemukan dalam jurnal dari Badan Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2007) yang berjudul
Prospek
dan Arah Pengembangan Agribisnis; Cengkeh. Dipaparkan di sini
bagaimana
cengkeh adalah merupakan tanaman asli Indonesia yang pada
awalnya merupakan
komoditas ekspor, berubah posisi menjadi komoditas yang harus
diimpor karena
pesatnya perkembangnya industri rokok kretek. Pada dasarnya
agribisnis cengkeh
sangat menguntugkan, apalagi dengan adanya peluang pengembangan
industri
untuk keperluan makanan, farmasi dan pestisida termasuk ekspor.
Dalam hal ini
-
14
dukungan kebijakan pemerintah yang diperlukan adalah
pemberdayaan
penyuluhan dan organisasi kelompok tani untuk memprioritaskan
pengembangan
cengkeh. Dukungan juga diperlukan untuk akses pembiayaan bagi
UKM,
stabilitas harga dan kemudahan swasta untuk ikut berinvestasi.
Fungsi jurnal ini
terhadap penelitian ini menunjukkan bahwa secara geografis
cengkeh adalah
merupakan tanaman yang yang memiliki daya jual yang sangat
bagus, itu dilihat
dari pesatnya perkembangan industri rokok yang ada di Indonesia.
Itu semua tidak
terlepas dari peran petani cengkeh yang ada.
2.2 Konsep
Menurut Tan (dalam Koentjaraningrat, 1994:21), konsep atau
pengertian
merupakan unsur pokok suatu penelitian, sebagai definisi singkat
dari sekelompok
fakta atau gejala. Konsep yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah beberapa
pengertian dasar yang secara langsung terkait dengan topik
penelitian seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
2.2.1 Hegemoni Tengkulak
Hegemoni adalah tentang kelas yang berkuasa mampu
mensubordinasi
kelompok sosial supaya menyetujui hubungan yang ada, dan ia
akan
melakukannya dengan menawarkan harga kepada kelompok subordinan,
dengan
begitu apa yang disetujui sebenarnya adalah hasil negosiasi dari
ideologi dan
budaya kelas yang berkuasa (Bennet, dalam tester, 2003: 29).
Konsep hegemoni
di atas sangat jelas menunjukkan bahwa ada paling sedikit dua
pihak yang terlibat
-
15
dalam suatu masalah, sebagai pihak yang menghegemoni dan pihak
yang
terhegemoni tanpa memberi batasan dalam konteks apa hegemoni
tersebut
berlangsung, sehingga hegemoni dapat terjadi dalam bidang
apapun. Berkaitan
dengan penelitian ini juga terdapat pihak yang terhegemoni dan
pihak yang
menghegemoni, pihak yang terhegemoni adalah petani dan pihak
yang
menghegemoni adalah tengkulak. Kekuasaan yang tergolong hegemoni
tersebut
tanpa disadari dan dirasakan oleh petani. Dengan demikian konsep
hegemoni yang
dimaksud adalah kemampuan tengkulak untuk menguasai petani
melalui
serangkaian negosiasi dan tindakan tanpa menggunakan kekerasan,
hingga
akhirnyaterjadikesepakatan. Hegemoni tengkulak dalam penelitian
ini adalah
kemampuan yang dimiliki oleh tengkulak untuk mempertahankan
kekuasaan
ekonomi khususnya dalam transaksi cengkeh terhadap petani.
Menurut Marx, ekonomi sebagai faktor mekanisme terjadinya
kekuasaan,
sedangkan Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni merupakan sebuah
proses
penguasaan kelas dominan kepada kelas bawah, dan kelas bawah
juga aktif
mendukung ide-ide kelas dominan. Di sini penguasaan dilakukan
tidak dengan
kekerasan, melainkan melalui bentuk-bentuk persetujuan
masyarakat yang
dikuasai. Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai
masyarakat
dominan dilakukan dengan penguasaan basis-basis pikiran,
kemampuan kritis, dan
kemampuan-kemampuan afektif masyarakat melalui konsensus yang
menggiring
kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah sosial ke dalam
pola kerangka
yang ditentukan lewat birokrasi (masyarakat dominan). Di sini
terlihat adanya
usaha untuk menaturalkan suatu bentuk dan makna kelompok yang
berkuasa.
-
16
Demikian halnya yang terjadi pada kondisi petani cengkeh di
Desa
Bengkel, secara turun-temurun petani cengkeh adalah pihak yang
terhegemoni
oleh para tengkulak. Tengkulak kebanyakan merupakan salah satu
jenis pekerjaan
yang diteruskan secara turun-temurun. Sehingga hubungan
timbal-balik sudah
berlangsung lama ini, semakin mengukuhkan hegemoni tengkulak
terhadap
kelompok petani cengkeh. Keberadaan/eksistensi para tengkulak
didorong oleh
kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Bengkel yang dari waktu
ke waktu selalu
membutuhkan modal, untuk berbagai keperluan, dengan akses dan
prosedur yang
mudah. Salah satu alternatif sumber dana cepat dan mudah adalah
para tengkulak.
Dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan/diberikan oleh para
tengkulak,
lama-kelamaan para petani cengkeh merasa berhutang-budi kepada
para
tengkulak.
Perlahan tetapi pasti, segala ide-ide dan nilai-nilai yang
berkembang,
khususnya yang datang dari kelompok tengkulak, menjadi
nilai-nilai/norma-
norma yang alamiah dan diterima oleh kedua belah pihak tanpa ada
rasa dirugikan
atau merugikan. Bilamana interaksi sosial yang menjurus kepada
transaksi-
transaksi ekonomi, secara sadar kedua belah pihak, petani
cengkeh dan tengkulak,
menyakini bahwa kesepakatan-kesepakatan yang dibuat adalah
bermanfaat secara
seimbang bagi kedua belah pihak. Para petani cengkeh biasanya
tidak dapat
bernegosiasi lebih dari apa yang telah ditetapkan/diputuskan
oleh para tengkulak.
Pada kondisi inilah para tengkulak telah menghegemoni para
petani cengkeh.
-
17
Konsep ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana petani cengkeh
bisa
merasa rela saat tengkulak membeli hasil panen dengan harga yang
sangat rendah,
dan petani merasa lumrah mengatakan: Ya wajarlah dia yang punya
duit.
2.2.2 Petani Cengkeh
Petani adalah orang atau kelompok orang yang melakukan
aktivitas
mengolah tanah, kemudian menanaminya dengan tanaman,
selanjutnya
memeliharanya dan akhirnya memanen hasilnya (Sahidu ,1986 :2)
Cengkeh
adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon
Myrtaceae. Cengkeh
adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu
masakan pedas
di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek
khas Indonesia.
Pekerjaan sebagai petani merupakan warisan yang dilanjutkan dari
para
orang tua pendahulu, sebagai pekerjaan, petani amat sangat
jarang dijadikan salah
satu pilihan oleh generasi muda/penerus sebagai tujuan akhir
dari hasil pendidikan
mereka. Rata-rata kualitas petani dan pertanian di Indonesia,
kurang dapat
memberikan dampak yang sangat berarti dalam meningkatkan
kualitas hidup
petani ditinjau dari dimensi sosial budaya dan sosial ekonomi,
maka tidak jarang
petani menjadi objek yang selalu dalam keadaan kurang berdaya.
Dalam kajian
ini, petani merupakan objek yang terhegemoni oleh para
tengkulak.
-
18
2.2.3 Desa Bengkel
Desa Bengkel adalah desa yang letaknya di Desa/Kelurahan
Bengkel,
Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Bulelelng. Desa Bengkel yang
dituju sebagai
lokasi penelitian, yaitu wilayah di mana terdapat tengkulak yang
menguasai petani
dalam transaksi perdagangan cengkeh.
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Hegemoni
Menurut Gramsci dalam (Sardar dan Van Loon, 2002:49)
hegemoni
adalah hal yang mengikat masyarakat tanpa menggunakan kekerasan.
Lebih lanjut
Gamsci menyatakan negosiasi maupun kesepakatan adalah istilah
esensial untuk
memahami hegemoni. Gagasan, nilai, dan kepercayaan tidak
dipaksakan dari atas,
tidak juga berkembang dalam cara yang dan tak sengaja, tetapi
dinegosiasikan
melalui serangkaian perjumpaan dan bentrokan antara kelas-kelas.
Hegemoni
terjadi dalam satu kurun waktu tertentu yang terjadi melalui
serangkaian
pertemuan dan proses, dalam hal ini seseorang atau kelompok
orang terlibat di
dalam melakukan interaksi melalui penyampaian ide, gagasan atau
pandangan
umum.
Mengacu pada hal tersebut di atas, dapat dinyatakan ciri khas
hegemoni
menurut Ratna (2005:60) adalah bentuk kekuasaan kelas terhadap
kelas yang lain,
yang didasarkan atas kepemimpinan sehingga kelas yang dikuasai
menerimanya
secara suka rela, sebagai suatu yang benar dan alamiah. Hegemoni
jauh lebih kuat
-
19
dan dahsyat dibandingkan dengan bentuk kekuatan yang lain, sebab
tidak terbatas
oleh ruang dan waktu.
Sehubungan dengan hegemoni, Barker (2005:13) menyatakan
bahwa
proses pembuatan, mempertahankan dan reproduksi makna dan
praktik-praktik
kekuasaan disebut hegemoni. Hegemoni berkait dengan situasi
dimana blok
historis suatu kelompok yang berkuasa mendapatkan kewenangan
dan
kepemimpinan atas kelompok-kelompok subordinat dengan cara
memenangi
kesadaran. Berkaitan dengan unsur-unsur lapisan masyarakat yang
terlibat di
dalam hegemoni, Foucoult (dalam Piliang, 2003: 13) menyatakan
bahwa
masyarakat tidak lagi dikuasai oleh kelas sosial tunggal tetapi
oleh kelompok atau
fagmen-fragmen sosial budaya yang heterogen, plural, dan saling
bersaing untuk
memperoleh hegemoni. Pendapat Foucoult di atas memberikan
pandangan bahwa
terlibat dua kelas masyarakat dalam hegemoni, bila dikaitkan
dengan penelitian
tesis ini maka unsur yang terlibat adalah tengkulak sebagai
pihak penghegemoni
dan petani sebagai pihak yang terhegemoni.
Berkaitan dengan bidang ekonomi, Gramsci dalam (Srinati, 2004:
191)
memberikan pernyataan bahwasanya konsensi-konsensi yang
melatarbelakangi
hegemoni itu pada dasarnya bersifat ekonomi; hegemoni muncul
dari berbagai
aktivitas institusi-institusi maupun kelompok-kelompok tertentu
di dalam
masyarakat kapitalis. Mengacu pada pendapat tersebut di atas,
bahwa usaha
ekonomi yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas untuk mengejar
keuntungan
sangat memungkinkan terjadinya praktik hegemoni. Seperti halnya
aksi, maka
akan timbul reaksi yang merupakan timbal balik atas aksi,
demikian pula
-
20
hegemoni akan menimbulkan kontar-hegemoni. Semakin kuat
hegemoni
dirasakan maka semakin kuat pula kontra hegemoni yang dapat
ditimbulkan.
Teori Hegemoni menyatakan bahwa; hal yang mengikat masyarakat
tanpa
menggunakan kekerasan, dengan kesepakatan dan negosiasi sebagai
esensialnya.
Teori hegemoni dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisa
rumusan
masalah baik bentuk, faktor maupun dampak dan makna hegemoni
yang terjadi
terhadap petani cengkeh yang terdapat di Desa Bengkel,
2.3.2 Teori Tindakan Komunikatif
Habermas bertolak dari Teori Kritis Masyarakat Max Horkheimer
dan
Theodor W. Adorno. Ia hendak mengembangkan gagasan teori
masyarakat yang
dicetuskan dengan maksud yang praksis. Habermas melihat apa yang
disampaikan
oleh kedua punggawa mazhab Teori Kritis awal itu tidaklah
mencukupi untuk
menganalisa keadaan masyarakat.
Bagi Habermas, ketika seseorang berhubungan dengan dunia
kehidupan,
maka dia mengalami salah satu dari tiga relasi pragmatis.
Pertama, dengan sesuatu
di dunia objektif (sebagai totalitas entitas yang memungkinkan
adanya pernyataan
yang benar. Kedua, dengan sesuatu di dunia sosial (sebagai
totalitas hubungan
antar pribadi yang diatur secara legitim/sah). Ketiga, dengan
sesuatu di dunia
subjektif (sebagai totalitas pengalaman yang akses ke dalamnya
hanya dimiliki si
pembicara dan yang dapat dia ungkapkan di hadapan orang
banyak).
Ucapan komunikatif selalu melekat pada berbagai hubungan dengan
dunia.
Tindakan komunikatif bersandar pada proses kooperatif
interpretasi tempat
-
21
partisipan berhubungan bersamaan dengan sesuatu di dunia
objektif, sosial, dan
subjektif. Pembicara dan pendengar menggunakan sistem acuan
ketiga dunia
tersebut sebagai kerangka kerja interpretatif tempat mereka
memahami definisi
situasi bersama. Mereka tidak secara langsung mengaitkan diri
dengan sesuatu di
dunia namun merelatifkan ucapan mereka berdasarkan kesempatan
aktor lain
untuk menguji validitas ucapan tersebut. Kesepahaman terjadi
ketika ada
pengakuan intersubjektif atas klaim validitas yang dikemukakan
pembicara.
Konsensus tidak akan tercipta manakala pendengar menerima
kebenaran
pernyataan namun pada saat yang sama juga meragukan kejujuran
pembicara atau
kesesuaian ucapannya dengan norma.
Proses yang terjadi dalam ucapan komunikasi adalah
konfirmasi
(pembuktian), pengubahan, penundaan sebagian, atau dipertanyakan
secara
keseluruhan. Proses definisi dan redefinisi ini yang terus
berlangsung ini meliputi
korelasi isi dengan dunia (ditafsirkan secara konsensual dari
dunia objektif,
sebagai elemen privat dunia subjektif yang hanya bisa diakses
oleh orang yang
bersangkutan. Jadi komunikasi terbentuk dalam situasi
intersubjektif, dimana
situasi tidak didefinisikan secara kaku, tapi diselami
konteks-konteks
relevansinya,
Tindakan komunikatif memiliki dua aspek, aspek teleologis yang
terdapat
pada perealisasian tujuan seseorang (atau dalam proses penerapan
rencana
tindakannya) dan aspek komunikatif yang terdapat dalam
interpretasi atas situasi
dan tercapainya kesepakatan. Dalam tindakan komunikatif,
partisipan
menjalankan rencananya secara kooperatif berdasarkan definisi
situasi bersama.
-
22
Jika definisi situasi bersama tersebut harus dinegosiasikan
terlebih dahulu atau
jika upaya untuk sampai pada kesepakatan dalam kerangka kerja
definisi situasi
bersama gagal, maka pencapaian konsensus dapat menjadi tujuan
tersendiri.,
karena konsensus adalah syarat bagi tercapainya tujuan. Namun,
keberhasilan
yang dicapai oleh tindakan teleologis dan konsensus yang lahir
dari tercapainya
pemahaman merupakan kriteria bagi apakah situasi tersebut telah
dijalani dan
ditanggulangi dengan baik atau belum. Oleh karen itu, syarat
utama agar tindakan
komunikatif bisa terbentuk adalah partisipan menjalankan rencana
mereka secara
kooperatif dalam situasi tindakan yang didefiniskan bersama.
Sehingga mereka
bisa menghindarkan diri dari dua resiko, resiko tidak
tercapainya pemahaman
(ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan) dan resiko pelaksanaan
rencana tindakan
secara salah (resiko kegagalan).
Pandangan baru ini hendak menjelaskan makna reproduksi simbolis
dunia-
kehidupan ketika tindakan komunikatif digantikan oleh interaksi
yang
dikendalikan media, ketika bahasa (dalam fungsi koordinasinya)
digantikan oleh
media-media seperti uang dan kekuasaan. Konversi ini menimbulkan
proses
deformasi infrastruktur komunikatif dunia-kehidupan yang
mengakibatkan
patologis dalam masyarakat. Salah satunya adalah dominasi para
kapitalis.
Dunia-kehidupan bisa berjalan harmoni, ketika tidak ada
pemaksaan
sesuka hati dari beberapa atau kelompok orang. Pemahaman awal
pengetahuan
manusia mula-mula memang diterima sebagai dunianya sendiri.
Tetapi ketika
berhadapan dengan dunia sosial, dimana manusia hidup, bertindak,
dan berbicara
satu sama lain serta berhadapan satu dengan yang lain dengan
pengetahuan
-
23
eksplisit sesuatu membawanya praktik komunikatif. Sering kali
hanya sebagian
kecil dari pengetahuan valid. Ketika memasuki ruang sosial makan
timbul
persoalan-persoalan. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi
intersubjektif yang
membawa setiap orang menjadi otonom dengan ikatan fungsional
kebaikan
bersama. Teori tindakan komunikatif disini dipergunakan dalam
kaitannya untuk
membahas rumusan masalah nomor tiga yaitu dampak dan makna
hegemoni
tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa Bengkel, Kecamatan
Busung Biu,
Buleleng.
2.3.3 Teori Praktik
Teori praktik dikembangkan oleh Pierre Bourdieu (Fashri, 2007:
42)
seorang ilmuwan yang lahir di Denguin Barat daya Perancis.
Bourdieu merupakan
ahli sosiologi yang menghubungkan ide teoritisnya dengan
penelitian empiris dan
didasarkan pada kehidupan sehari-hari (sosiology cultural)
(Harker dkk.,ed.,1990
dan Jenkins, 2004). Teori praktik merupakan gagasan pemikiran
Bourdieu (Fashri,
2007 : 82-100) sebagai perpaduan konseptual tentang habitus,
ranah (field), dan
modal (capital). Menurut Bourdieu harker dkk., ed., ., 1990:
xv-vxi, Fashri,
2007:74-75) dalam pemikirannya mengritik pemikiran dari sejumlah
Marxists
yang mengatakan bahwa masyarakat dapat dianalisis secara
sederhana melalui
kelas-kelas dan ideologinya. Sebagai kritik dari pemikiran ini
Bourdieu (Fashri,
2007:94-95) menggunakan konsep field, yakni arena sosial dimana
orang
berstrategi dan berjuang untuk mendapatkan sumber daya atau
modal yang
diinginkan. Lebih lanjut Fashri menyatakan bahwa field disebut
juga sebagai
sistem dari kedudukan sosial yang terstruktur secara internal
dalam hubungan
-
24
kekuasaan. Field mempunyai otonomi, dan semakin kompleks suatu
masyarakat,
maka semakin banyak field yang terdapat didalamnya.
Kemudian Bourdieu (Fashri, 2007:83-94) memperkenalkan konsep
habitus
yang berarti kebiasaan (habitual) yang merupakan skema kognitif
pilihan individu
sebagai sesuatu yang terpola, yakni pola persepsi, pemikiran dan
tindakan yang
bertahan dalam jangka panjang. Bourdieu melihat habitus sebagai
kunci
reproduksi, karena ia membangkitkan praktik-praktik yang
membentuk kehidupan
sosial. Konsep tentang modal dapat didefinisikan oleh Bourdieu
(Wirawan, 2008:
4) sebagai hubungan sosial, artinya suatu energi sosial yang
hanya ada dan
membuahkan hasil-hasil dalam arena perjuangan di mana ia
memproduksi dan
mereproduksi. Bourdieu (dalam Fashri, 2007:98) mengelompokkan
modal ke
dalam empat jenis: pertama, modal ekonomi mencakup alat-alat
produksi (mesin,
tanah, buruh), materi (pendapatan dan benda-benda) dan uang yang
dengan
mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu
generasi
kegenerasi berikutnya. Kedua, modal budaya adalah keseluruhan
kualifikasi
intelektual yang bisa diproduksi melalui pendidikan formal
maupun warisan
keluarga. Termasuk, modal budaya antara lain kemampuan
menampilkan diri di
depan publik, pemilikan benda-benda budaya bernilai tinggi,
pengetahuan dan
keahlian tertentu dari hasil pendidikan, juga sertifikat (gelar
kesarjanaan). Ketiga,
modal sosial menunjuk pada jaringan sosial yang dimiliki pelaku
(individu atau
kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki
kuasa. Dan,
keempat, segala bentuk prestise, status, otoritas dan legitimasi
yang terakumulasi
sebagai bentuk modal simbolik.
-
25
Dari ketiga konsep tentang ranah, habitus, dan modal tersebut
akan
melahirkan teori praktik dari Bourdieu. Praktik yang dimaksud
disini adalah
prilaku atau tindakan sosial yang terstruktur dari tiga
konseptual gagasan
Bourdieu tentang ranah, habitus dan modal. Secara ringkas
Bourdieu menyatakan
rumus generatif yang menerangkan praktik sosial dengan
persamaan: (Habitus x
Modal) + Ranah = Praktik (Bourdieu, 1984: 101 dalam Harker dkk.,
ed. (1990),
pertarungan sosial selalu terjadi. Mereka yang memiliki modal
dan habitus yang
sama dengan kebanyakan individu akan lebih mampu melakukan
tindakan
mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan dengan mereka
yang tidak
memilki modal. Agar dapat dipandang sebagai seseorang atau kelas
yang berstatus
dan mempunyai prestise, berarti ia harus diterima sebagai
sesuatu yang legitimit
dan, terkadang, sebagai otoritas yang juga legitimit. Hal ini
menciptakan sejenis
konsensus yang didasarkan pada relasi-relasi kekuasaan yang
berada di antara dua
sistem persyratan yang berbeda (sistem seorang amatir dan
seorang ahli) dan yang
dihasilkan dari struktur dan pemfungsian ranah itu. Teori ini
akan digunakan
untuk membahas rumusan masalah nomor dua yaitu faktor-faktor
penyebab
terjadinya hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh di Desa
Bengkel,
Kecamatan Busung Biu, Buleleng.
-
26
2.4 Model Penelitian
Untuk menganalisa masalah hubungan antara tengkulak dan petani
dalam
upaya mereka memperebutkan modal ekonomi, ideologi dapat di
diuraikan dalam
model penelitian di bawah ini.
Model Penelitian
Keterangan
; menyatakan hubungan langsung satu arah
; menyatakan hubungan timbal balik
Bagan 2.1 Model Penelitian
Kapitalis
- Budaya Modern
Ekonomi Kerakyatan - Budaya
Tradisional
Hegemoni Tengkulak terhadap Petani Cengkeh di Desa Bengkel, Kec.
Busung
Biu, Kab. Bulelelng
Tengkulak (pemodal)
Faktor-faktor penyebab terjadinya Hegemoni
Dampak dan Makna Hegemoni
Bentuk Hegemoni
Petani pemerintah
-
27
Keterangan Model Penelitian;
Model penelitian diatas menunjukkan peran pemerintah sebagai
penentu
kebijakan publik. Pemerintah wajib menjadi wasit yang adil bagi
rakytanya,
sehingga keberpihakan pemerintah dalam berbagai bidang, harus
mampu
menciptakan kehidupan yang dinamis dan bermanfaat bagi
masyarakatnya. Dalam
kehidupan perekonomian, pemerintah wajib melindungi usaha
rakyatnya, baik
yang skala kecil maupun besar, walaupun sangat tidak mudah
memegang amanah
ini.
Pada waktu yang bersamaan, pemerintah juga memiliki
tujuan-tujuan
jangka pendek, menengah sampai pada tujuan jangka panjang.
Sehingga kadang-
kala, pada proses pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan,
seringkali pemerintah
tanpa menyadari telah menghegemoni rakyatnya demi tujuan-tujuan
yang
ditetapkan, meskipun kadang kala tujuan dimaksud tidak terlalu
bermanfaat bagi
rakyat yang dipimpinnya.
Pada sisi yang lain, para kapitalis, selalu berupaya
memperoleh
kesempatan dan keuntungan yang lebih banyak dari waktu ke waktu.
Budaya
kapitalisme modern, bukan semata dimiliki oleh para kapitalis
dari negara-negara
maju, namun juga dari negera-negara yang belum berkembang.
Keuntungan yang
berlipat, penguasaan sumberdaya-sumberdaya secara berkelanjutan
merupakan hal
utama yang selalu diupayakan oleh kapitalisme. Kondisi ini
merupakan dasar
utama mengapa penguasaan pihak yang memiliki modal terhadap
pihak yang
tidak atau sedikit memiliki modal terus berlanjut.
Petani di Indonesia, yang secara turun-temurun merupakan pihak
yang
selalu merugi dalam kehidupan sosial ekonomi dibandingkan dengan
para pihak
-
28
lainnya. Seringkali petani hanya menjadi objek penderita bagi;
kebijakan
pemerintah para pengusaha/konglomerat. Kondisi yang sama juga
terjadi di desa
Bengkel, Kabupaten Buleleng, kekuasaan para tengkulak yang
seringkali
memanfaatkan kebijakan dan peran pemerintah pemerintah, telah
memberntuk
hegemoni tengkulak terhadap petani cengkeh. Hegemoni yang telah
lama
berlangsung tentunya jika dibiarkan akan membawa dampak buruk
bagi para
petani cengkeh, baik masa sekarang dan yang akan datang. Perlu
diupayakan
untuk memberikan peluang yang lebih besar bagi petani dalam
menentukan harga
jual cengkeh hasil panen. Dengan harga jual cengkeh yang lebih
baik atau lebih
berkeadilan (sesuai harga pasar), diharapkan petani cengkeh
dapat hidup lebih
sejahtera.
Kondisi yang paling mendasar agar kualitas kehidupan petani
dapat
meningkat adalah tidak adanya hegemoni petani cengkeh oleh para
tengkulak
cengkeh. Untuk itu perlu dikaji; bentuk-bentuk hegemoni
tengkulak terhadap
petani cengkeh, faktor-faktor yang mendorong terjadinya hegemoni
tengkulak
terhadap petani cengkeh dan dampak dan makna hegemoni tengkulak
terhadap
petani cengkeh di desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu,
Bulelelng.
-
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu metode
yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah di mana
peneliti
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi,
analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan
pada makna (Sugiyono, 2008:1). Penelitian ini akan mengumpulkan
berbagai data
terkait dengan realitas hegemoni tengkulak pada petani
cengkeh.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Bengkel, Kecamatan Busung Biu,
Kab.
Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada
pertimbangan, di antaranya
1) penduduknya sebagian besar bertani cengkeh, 2) peran dan
kekuasaan
tengkulak terhadap petani cengkeh sangat dominan dalam proses
produksi dan
distribusi cengkah, 3) para petani kesulitan dalam pemasaran
cengkeh,
3.3 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan ditunjang
data
kuantitatif sebagai data sekunder, sedangkan sumber data terdiri
dari sumber data
primer dan sumber data sekunder. Yang dimaksud dengan data
kualitatif adalah
data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
yang diperoleh
29
-
30
dengan cara observasi dan wawancara dengan informan (Bogdan dan
Taylor,
1992).
Data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka seperti
jumlah
penduduk, jumlah pendapatan penduduk yang dapat digunakan
sebagai sebagian
indikator tentang tingkat kesejahteraan petani.
Sumber data adalah tempat dimana penulis memperoleh data. Sumber
data
dalam penelitian ini dibedakan dua macam yaitu sumber data
primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer adalah informan dan objek yang
diobservasi,
sedangkan sumber data sekunder adalah pelbagai jenis dokumen,
literatur, atau
catatan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Dasar penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan
dengan
menerapkan teknik purposif, yang merupakan teknik penentuan
informan
berdasarkan pertimbangan peneliti yang kriterianya disesuaikan
dengan maksud
dan tujian penelitian. Pemilihan informan berdasarkan
pertimbangan pokok bahwa
mereka memiliki kemampuan memberikan informasi tentang
permasalahan yang
berkaitan dengan topik penelitian. Penentuan informan dengan
teknik purposif
yaitu dengan menentukan dan mengambil orang-orang yang terpilih
betul oleh
peneliti menurut ciri-ciri spesifik, hingga relevan dengan
desain penelitian
(Nasution, 1992 : 98).
Selain menentukan informan secara purposif, penentuan informan
dalam
penelitian ini juga dilakukan dengan menerapkan teknik snowball
sampling.
-
31
Teknik ini dipergunakan memilih informan yang mengetahui tentang
masalah
yang diteliti, dengan cara menghubungi pemerintah setempat dan
dari petunjuk
pejabat pemerintah tersebut kemudian ditunjuk orang yang
dianggap tahu tentang
masalah yang sedang dikaji untuk dijadikan informan. Begitu
seterusnya, dan
pencarian diakhiri ketika informasi yang dibutuhkan sudah
dianggap cukup
memadai sebagai bahan analisa.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
(diri sendiri),
Arikunto (1993:121) memberikan definisi instrumen penelitian
adalah alat pada
waktu peneliti melakukan wawancara. Oleh karena peneliti sebagai
intrumen juga
harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian
yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi meliputi pemahaman
metode
penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang
diteliti, kesiapan
peneliti untuk memasuki objek penelitian. Yang melakukan
validasi adalah
peneliti sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman
terhadap metode
kualitatif, penguasaan teori serta wawasan terhadap bidang yang
diteliti
(Sugiyono, 2008:59).
Disamping itu instrumen penelitian yang dipakai dalam penelitian
ini
berbentuk pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang relevan
dengan topik penelitian. Sarana yang diperlukan dalam wawancara
ini diperlukan
tape recorder, alat pencatat serta kamera untuk merekam segala
bentuk kegiatan
yang ada di lapangan.
-
32
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data diperlukan teknik yang tepat dalam
pengumpulannya agar hasil yang di dapat sesuai dengan yang
diinginkan. Dalam
penelitian ini digunakan serangkaian teknik pengumpulan data
antara lain;
observasi, wawancara, dokumentasi dan kepustakaan.
3.6.1 Teknik Observasi
Wibisono (2003: 98) mendefinisikan observasi adalah suatu
proses
pencatatan yang sistematis terhadap pola perilaku orang, objek,
dan kejadian-
kejadian tanpa bertanya atau berkomunikasi dengan orang, objek
atau kejadian
tersebut. Pengamatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah secara
langsung oleh peneliti dengan mengamati perilaku objek
penelitian petani dan
tengkulak, yang menyebabkan adanya hegemoni tengkulak terhadap
petani
cengkeh. Dengan teknik observasi tersebut, peneliti secara
langsung berhadapan
dengan objek yang diteliti untuk memperoleh gambaran yang jelas
mengenai
fenomena-fenomena yang ada sangkut pautnya dengan objek tadi dan
akan lebih
memungkinkan terjadinya integrasi sosial antara peneliti dengan
masyarakat yang
diteliti.
3.6.2 Teknik Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data, pelaksanaannya
dapat
dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai,
dapat juga
-
33
secara tidak langsung (Umar, 2003:169). Sudikan (2001:90)
menyatakan tujuan
wawancara adalah untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan
manusia
dalam suatu masyarakat serta pendiriannya. Wawancara dalam suatu
penelitian
yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia
yang
merupakan suatu bantuan utama dari teknik observasi
(Koentjaraningrat, 1990).
Data primer diperoleh melalui wawancara yang diarahkan kepada
informan yang
mengetahui tentang masalah yang diteliti.
Wawancara secara bebas dan mendalam dilakukan di sekitar
daerah
penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data atau gambaran
secara detail dan
menyeluruh mengenai lokasi penelitian, baik menyangkut kondisi
geografis,
demografis, sosial budaya, dan sebagainya yang diperlukan, agar
dapat menjawab
masalah-masalah yang telah dirumuskan.
3.6.3 Studi Dokumen
Studi dokumen menjadi salah satu cara dalam pengumpulan data
pada
penelitian ini, dokumen tersebut ada yang berupa buku, majalah
dan foto, yang
dapat memberikan tambahan informasi dan data yang dibutuhkan.
Selain data
yang diperoleh dari observasi dan wawancara, dalam penelitian
ini juga digunakan
studi dokumen yakni cara mengumpulkan data melalui bahan
tertulis berupa
arsip-arsip dan kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan
masalah penelitian.
Cara ini dilaksanakan dengan mencari, memahami, dan kemudian
mencatat data
yang relevan.
-
34
Studi dokumen ini digunakan untuk menggali data sekunder
sebagai
penompang data primer. Selain itu, untuk menggali teori-teori
dasar, dan konsep-
konsep yang digunakan dalam penelitian serta sebagai dasar untuk
tinjauan
pustaka sebagai usaha untuk menghindari duplikasi
penelitian.
3.7 Teknik Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan interpretatif
serta dilakukan
secara simultan dengan pengumpulan data. Miles dan Huberman
(1992:15-19)
menyatakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis
data penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut,
a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar
yang
muncul dari catatan di lapangan.
b. Penyajian data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi yang
tersusun
yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan atau penyederhanaan informasi yang
kompleks
ke dalam satuan bentuk yang sederhana dan mudah dipahami.
c. Penarikan kesimpulan, yaitu kegiatan konfigurasi yang utuh
atau
tinjauan ulang terhadap catatan-catatan dilapangan. Tujuannya
adalah
untuk menguji kebenaran, kecocokan, dan validitas dari
makna-makna
yang muncul di lokasi penelitian.
-
35
3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan
secara formal
maupun informal. Teknik informal dilakukan secara naratif. Pada
bagian-bagian
tertentu hasil analisis data juga disajikan secara formal, yaitu
berupa tabel, bagan,
foto dan peta. Keseluruhan sajian hasil penelitian dituangkan
dalam delapan bab
yang disusun secara sistematis.
-
36
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Desa
Desa Bengkel termasuk wilayah Kecamatan Busung Biu Kabupaten
Buleleng dengan luas wilayah 640.000 hektar yang terdiri atas
wilayah dataran
tinggi (perbukitan) sebagai daerah perkebunan. Desa Bengkel
termasuk wilayah
beriklim tropis dengan suhu rata-rata 23 derajat Celsius sampai
28 derajat Celsius.
Angin berembus dari arah selatan yang merupakan daerah
perbukitan dari
gugusan gunung Batu Karu dan Danau Tamblingan, dari arah utara
yang
merupakan angin dari Laut Jawa. Hal ini menyebabkan tanah di
wilayah ini sangat
subur dan cocok untuk tanaman hortikultura seperti kopi dan
cengkeh.
Secara administrasi Desa Bengkel memiliki batas-batas wilayah,
yaitu
sebagai berikut.
1. Sebelah utara Desa Pelapuan
2. Sebelah timur Desa Banyuatis
3. Sebelah selatan Desa Umejero
4. Sebelah barat Desa Kedis
Desa Bengkel memiliki luas sekitar 640.000 hektar, 114.500
hektar
merupakan tanah persawahan, 305.000 hektar tanah tegalan, dan
30.000 hektar
merupakan tanah pekarangan, tanah lapangan 835 are, tanah
perkantoran
pemerintah 450 are dan tanah lainnnya. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada
tabel 4.1.
36
-
37
Tabel 4.1 Luas wilayah Desa Bengkel Menurut Penggunaannya
No Jenis Penggunaan Tanah Luas/ha % 1
2
3
4
5
6
Tanah Sawah
Tanah tegalan dan perkebunan
Tanah pekarangan dan perumahan
Tanah lapangan
Tanah perkantoran pemerintah
Tanah lainnya
114.500
305.000
30.000
8,35
4,50
177,65
17.89
47.66
4.69
1.30
0.70
27.76
Jumlah 640.000 10000 Sumber: Data Dasar Profil Desa Bengkel,
Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 4.1 Desa Bengkel memiliki lahan pertanian
khususnya
tegalan dan perkebunan yang cukup luas. Dari 305.000 hektar
tanah tegalan dan
perkebunan, sekitar 230.000 hektar adalah perkebunan cengkeh.
Tanah tegalan
dan perkebunan selain dimiliki secara perorangan, ada pula yang
merupakan laba
pura serta milik desa.
Wilayah Desa Bengkel terletak di bagian Utara pulau Bali,
sebelah Barat
kota Singaraja yaitu di Kecamatan Busung Biu. Seperti terlihat
di peta Bali pada
gambar di bawah ini.
-
38
Gambar 4.1 ( Peta Pulau Bali )
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang keadaan
wilayah Desa
Bengkel dapat dilihat dalam Peta Desa Bengkel pada gambar
4.2.
Desa Bengkel
-
39
Gambar 4.2 ( Peta Desa Bengkel)
Kompleks perumahan merupakan areal terkecil di Desa Bengkel
yang
dipergunakan sebagai tempat warga masyarakat melakukan aktivitas
sehari-hari,
berfungsi sebagai rumah tinggal. Pola dasar dan pola rumah
tinggal penduduk di
-
40
Desa Bengkel dilandasi pola keseimbangan yang disesuaikan dengan
konsep Tri
Hita Karana yakni tiga sumber yang menyebabkan manusia
mencapai
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian yaitu Kahyangan
(parhyangan),
sebagai unsur jiwa atau atman, warga masyarakat desa (pawongan)
sebagai unsur
tenaga atau prana, wilayah desa (palemahan) sebagai unsur badan
(buwana). Tri
Hita Karana dalam pola rumah tinggal, yakni memiliki bangunan
suci
(sanggah/merajan), anggota keluarga, dan pekarangan rumah
beserta
bangunannya.
4.2 Sejarah Desa Bengkel
Sejarah Desa Bengkel tidak terlepas dari sejarah Buleleng.
Berdasarkan
babad Buleleng, diceritakan perjalanan Ki Gusti Panji, setelah
beliau pergi dari
kota Gelgel, mampir di Jarantik, , selanjutnya pergi menuju arah
utara, ke barat,
memasuki daerah Samprangan. Dari barat memasuki Kawisunya,
dicapailah
wilayah Bandana. Setelah empat hari perjalanan dari danau
Pabaratan, Ki Gusti
Panji, menginap ketika matahari sudah condong ke barat. Memasuki
bukit Watu
Saga, wilayah Den Bukit, Ki Gusti panji beristirahat seraya
makan bekal berupa
ketupat, beliau tersedak-sedak waktu makan (kilen-kilen), Ki
Dumpyung disuruh
melihat air di bawah, dan senjata Ki Pangkajatatwa, diterima
oleh Si Luh Pasek
Panji, lalu pangkal tangkainya ditancapkan di tanah, maksudnya
untuk
menaruhnya, Hyang Widi murah hati lalu memancar keluar air suci
dari dalam
tanah, kira-kira sebesar bejana, akan tetapi tidak ada yang
mengalir ke luar dari
lubang itu, hanya tetap berada seperti semula, sangat luar biasa
kesucian air itu,
-
41
tak terkira senang hati mereka semua, terutama Ki Gusti Panji,
lalu beliau minum
air itu, demikian cerita air dahulu, selanjutnya diberi nama
Banyu Anaman, Toya
Katipat nama lainnya, hingga sampai sekarang.
Setelah istirahat selanjutnya kembali melanjutkan perjalanan,
dalam
perjalanannya Ki Gusti Panji, di Danau Bubuyan, tiba-tiba datang
kelihatan
berupa manusia bernama Ki Panji Landung, langsung dicegat Ki
Gusti Panji.
Diusung ke atas, tak terkira tingginya Ki Panji Landung terasa
sampai dilangit,
Ki Gusti Panji disuruh melihat ke timur, kelihatan oleh beliau
Ki Gusti Panji
gunung Toya Anyar. Ki Panji Landung, memberi anugerah Ki Gusti
Panji.
Perjalanan Ki Gusti Panji ini dari daerah Suweca Pura bersama
beberapa
pasukan dan beberapa orang dari pasukan tersebut telah menjadi
bagian dari
penduduk desa Bengkel. Di antara mereka adalah orang-orang yang
bekerja keras
dalam merabas hutan untuk menjadikan lahan pertanian dan tempat
tinggal.
Berdasarkan informasi para tetua dan tokoh desa Bengkel
menyebutkan bahwa
sebelum tanggal 6 Juli 1962, Desa Bengkel masuk wilayah Desa
Banyuatis yang
bernama banjar/kelurahan Bengkel. Pada tanggal tersebut di atas
dibawah
perjuangan kelian banjar dan masyarakatnya membentuk Desa
Bengkel yang
dulunya bernama desa Djabon Pahit ( Pohon Bengkel).
-
42
4.3 Demografi Desa
4.3.1 Kependudukan
Penduduk sebagai salah satu sumber daya merupakan modal dasar
dalam
pembangunan. Menurut Ndraha (1991: 22) demografi menyangkut
penduduk
suatu desa yang terdaftar sebagai penduduk atau bertempat
kedudukan di wilayah
desa bersangkutan, tidak soal di mana ia mencari nafkahnya.
Demografi juga
berarti susunan atau perkembangan tentang penduduk (Badudu-Zain,
1996: 327).
Keadaan demografi Desa Bengkel berfokus pada jumlah, ditribusi,
struktur, dan
perubahan penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Jumlah
mengarah pada
banyaknya penduduk, distribusi menunjukkan penempatan penduduk
dalam suatu
ruang pada kurun waktu tertentu, struktur mencakup distribusi
penduduk menurut
jenis kelamin dan kelompok umur, dan perubahan penduduk
mencakup
pertambahan atau pengurangan jumlah penduduk (Asnawati, 2002:
3). Dalam
penelitian desa Bengkel hanya dibatasi pada struktur penduduk
menurut umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, mata pencaharian, serta
menurut agama yang
dipeluknya.
Berdasarkan data dasar dari Desa Bengkel tahun 2009, jumlah
penduduk
Desa Bengkel secara keseluruhan adalah 3.227 jiwa atau 704
Kepala Keluarga
(KK), yang terdiri atas 1.652 laki-laki dan 1.575 perempuan.
Komposisi jumlah
penduduk Desa Bengkel menurut umur dan jenis kelamin seperti
terlihat pada
tabel 4.2.
-
43
Tabel 4.2 Penduduk Desa Bengkel Menurut Umur dan Jenis
Kelamin
No Umur Jenis Kelamin Jumlah (tahun) Laki-laki Perempuan
(jiwa)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
0 4 5 9 10 14 15 19 20 24 25 29 30 34 35 39 40 44 45 49 50 54 55
ke atas
21 144 123 143 152 147 143 110 125 162 120 351
42 149 115 142 136 154 141 120 127 129 114 208
63 293 238 285 288 321 284 230 252 291 234 559
Jumlah 1.652 1.575 3. 227 Sumber Data: dari Kantor Kepala Desa
Bengkel Tahun 2010 Berdasrkan tabel 4.2 penduduk usia remaja dan
produktif (15 54 tahun)
berjumlah 2.284 orang, sedangkan kelompok yang ketergantungan
sekitar 933
orang. Hal ini menunjukkan kelompok ketergantungan lebih kecil
jumlahnya
daripada kelompok produktif. Suratiyah dan Hartadi (1990)
menyatakan bahwa
umur sangat berpengaruh pada tingkat partisipasi kerja. Umur
yang lebih tua,
lebih tinggi partisipasinya, dan tingkat partisipasi akan
menurun secara bertahap
pada umur 55 tahun.
Desa Bengkel yang berprnduduk 3.227 orang, jika dilihat dari
jenis
kelamin, penduduk lak-laki berjumlah sedikit lebih banyak jika
dibandingkan
dengan perempuan. Perbedaan ini sangat penting artinya untuk
mengetahui
perkembangan pola ekonomi di desa tersebut. Perkembangan
aktivitas
-
44
prekonomian suatu masyarakat terkait erat dengan kualitas
penduduknya yang
ditentukan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki. Pendidikan
tidak hanya
menambah pengetahuan, tetapi dapat juga meningkatkan
keterampilan tenaga
kerja yang nantinya dapat meningkatkan produktivitas (Effendi,
1993: 17).
4.3.2 Pendidikan
Untuk mengetahui kualitas penduduk Desa Bengkel dapat dilihat
dari
tingkat pendidikan masyarakatnya, seperti terlihat pada tabel
4.3.
Tabel 4.3 Penduduk Desa Bengkel Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1
2
3
4
5
6
7
Belum tamat SD / Sederajat
SD/Sederajat
SLTP
SLTA
D1/D2
Perguruan Tinggi
Tidak Sekolah/Belum Sekolah
373
1500
750
325
100
55
124
11.56
46.48
23.24
10.07
3.10
1.70
3.84
Jumlah 3.227 10000
Sumber: Data Dasar Profil Desa Bengkel, Tahun 2010
Tabel 4.3 memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan
masyarakat
Desa Bengkel masih tergolong relatif rendah jika dibandingkan
jumlah penduduk
produktif secara keseluruhan. Kesadaran masyarakat terhadap
nilai pendidikan
dan kemampuan ekonomi masyarakat tersebut sangat menentukan
dalam
-
45
meningkatkan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan sering
dipergunakan
sebagai indikator dalam mengukur pendapatan maupun status sosial
seseorang.
4.3.3 Mata Pencaharian Penduduk
Selain itu tingkat pendidikan masyarakat akan berdampak pula
pada mata
pencaharian penduduk yang cenderung heterogen. Mata pencaharian
penduduk
Desa Bengkel dapat terlihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penduduk Desa Bengkel Menurut Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah % 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Petani
Pelajar / Mahasiswa
Ibu Rumah Tangga
Pedagang
Pegawai Swasta
Pensiunan
Guru/ Dosen
Wiraswasta
TNI
Buruh Tani/ Buruh Harian Lepas
Bidan / tenaga medis lain
Pegawai Negeri
Belum Kerja / Tidak Bekerja
Lainnya
571
153
306
34
183
15
23
26
2
779
1
7
902
225
17.69
4.74
9.48
1.05
5.67
0.46
0.71
0.81
0.06
24.14
0.03
0.22
27.95
6.97
Jumlah 3.227 100,00 Sumber: Data Dasar Profil Desa Bengkel,
Tahun 2010
Tabel 4.4 menyiratkan bahwa masyarakat Desa Bengkel sebagian
besar
menekuni pekerjaan di bidang pertanian dan buruh tani atau buruh
harian lepas.
-
46
Buruh tani ini sangat diperlukan pada saat musim panen cengkeh
tiba di mana
mereka bekerja sebagai pemetik bunga cengkeh.
4.3.4 Agama dan Kepercayaan
Kepercayaan atau agama memberikan warna tertentu bagi
kehidupan
sosial masyarakat sesuai dengan keyakinan agama yang dianut.
Horton (1991:
305) menyatakan bahwa agama berkaitan dengan sesuatu yang
sifatnya lebih dari
perilaku moral. Berdasarkan daftar data dasar profil desa
Bengkel Tahun 2010,
mayoritas masyarakat Desa Bengkel adalah beragama Hindu. Hal itu
bisa dilihat
dari bangunan suci yang sebagian banyak adalah Pura. Selain
pemeluk agama
Hidu di Desa Bengkel juga ada masyarakat yang menganut agama
Islam dan
Kristen. Jumlah penduduk menurut aga dan kepercayaan di Desa
Bengkel dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Penduduk Desa Bengkel Menurut Agama yang Dianut
No Agama Jumlah %
1
2
3
Islam
Katolik
Hindu
6
7
3.214
0,19
0.22
99,60
Jumlah 3.227 100,00
Sumber: Diolah dari Data Dasar Profil Desa Bengkel, Tahun
2010
-
47
4.4 Sistem Pemerintahan
Pada umumnya desa di Bali memiliki dua kelembagaan
pemerintahan,
yaitu sebagai kesatuan sosial kultural yang disebut dengan desa
adat dan sebagai
kesatuan administrasi disebut desa dinas. Hal ini sesuai dengan
apa yang ditulis
oleh Geertz (1992) yang memaparkan bahwa orang Bali selalu
terikat pada
pengelompokan sosial tertentu, di antaranya adalah kesatuan
sosial yang
didasarkan pada tempat tinggal dan ikatan sosio religius yang
melahirkan desa
adat dan kesatuan sosial atas dasar administrasi yang melahirkan
konsep desa
dinas.
Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 1986, desa adat dirumuskan sebagai
satu
kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu kesatuan
tradisi dan tata
krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun
dalam
ikatan kahyangan tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta
kekayaan
sendiri, serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Melalui
desa adat-lah
masyarakat Bali mempertahankan identitas kebalian mereka yang
dilandasi oleh
konsep Tri Hita Karana, yaitu (1) parhyangan (tempat pemujaan
kepada Tuhan),
(2) pawongan (warga desa), dan (3) palemahan (wilayah tanah
desa). Desa adat
lebih berfungsi dalam segi-segi kehidupan beragama, spiritual,
kultural dan
rohani. Sedangkan desa dinas sebagai satu kesatuan wilayah di
bawah kecamatan,
melakukan fungsinya pada segi-segi kehidupan formal.
Desa Adat Bengkel terdiri atas dua banjar dinas, yaitu Banjar
Dinas
Bengkel dan Bukit Telu. Dalam dua banjar dinas tersebut terdapat
sembilan banjar
adat yaitu, (1) Banjar Adat Teben, (2) Banjar Adat Asem, (3)
Banjar Adat
-
48
Kalibondan, (4) Banjar Adat Pengadengan, (5) Banjar Adat Bukit
Telu, (6) Banjar
Adat Umabasa, (7) Banjar Adat Betelan, (8) Banjar Adat Atuh, dan
(9) Banjar
Adat Salia. Dalam melaksanakan tugasnya, Desa Adat Bengkel
dipimpin oleh
seorang klian desa pakraman dan dibantu oleh wakil ketua,
panyarikan
(skretaris), juru raksa (bendahara), dan lima orang klian banjar
adat yang
membawahi sembilan banjar adat. Saba desa merupakan lembaga
kerjasama yang
terdiri atas para tokoh dan sesepuh desa. Setiap warga desa adat
wajib untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang patut dipelihara atau
dilaksanakan.
Mekanisme kehidupan desa adat adalah setiap warga desa adat
mempunyai hak
memilih kepala desa adat, ikut serta dalam sangkepan (rapat)
desa adat, berhak
dipilih sebagai prajuru dan lain-lainnya. Perangkat desa adat
disebut prajuru desa
adat. Berikut adalah bagan struktur Desa Adat Bengkel.
-
49
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Desa Adat Bengkel
Sumber: Kantor Kepala Desa Bengkel, Tahun 2010.
Desa Bengkel memiliki pemerintahan desa dinas yang dikepalai
oleh
seorang kepala desa atau perbekel. Dalam melaksanakan tugasnya
Kepala Desa
dibantu oleh seorang sekretaris desa, lima orang kepala urusan
(kaur), yaitu (1)
kaur pemerintahan, (2) kaur pembangunan, (3) kaur bagian umum,
(4) kaur
kesejahteraan, dan (5) kaur keuangan, serta dua orang kepala
dusun (banjar dinas)
yakni kepala dusun (banjar dinas) Bengkel dan Bukit Telu. Kedua
banjar dinas
tersebut terdiri atas sembilan banjar adat. Banjar dinas Bengkel
meliputi empat
Klian Desa Pakraman Saba Desa
Skretaris
Wakil Ketua Klian Desa Pakraman
Teben dan Asem
Kalibondan dan Pengadengan
Bukit Telu dan Umabasa Betelan
Atuh dan Salia
Klian Banjar Adat
Bendahara
-
50
banjar adat, yaitu banjar adat Teben, Asem, Kalibondan, dan
Pengadengan.
Sedangkan banjar dinas Bukit Telu meliputi lima banjar adat,
yaitu banjar adat
Bukit Telu, Umabasa, Betelan, Atuh dan Salia. Di samping itu
kepala desa dinas
didampingi oleh Badan Perwakilan Desa (BPD). Untuk lebih
jelasnya struktur
pemerintahan Desa Bengkel dapat dilihat pada bagan 4.2
Bagan 4.2 Struktur Organisasi Desa Bengkel
Sumber: Kantor Kepala Desa Bengkel, Tahun 2010.
Kepala Desa Bengkel
Badan Perwakilan Desa (BPD)
Sekretaris Desa
Br. Adat Teben dan Asem
Br. Adat Kalibondan dan Pengadengan
Br. Adat Bukit Telu dan Umabasa
Banjar Adat
Betelan
Br. Adat Atuh dan Salia
Kepala Banjar Dinas Bengkel
Kepala Banjar Dinas Bukit Telu
Kaur Pemerintahan
Kaur Pembangunan
Kaur Kesejahteraan
Rakyat
Kaur Keuangan
Kaur Umum
-
51
4.5 Profil Petani Cengkeh di Desa Bengkel
Desa Bengkel terletak di dataran tinggi dengan iklim yang sejuk,
karena
wilayah desa ini terletak di balik perbukitan gunung Batukaru.
Kondisi geografis
tersebut membuat Desa Bengkel sangat cocok untuk pengembangan
tanaman
hortikultura, seperti kopi, cengkeh, coklat, dan vanili. Desa
Bengkel yang terdiri
atas sembilan banjar adat sejak dahulu terkenal sebagai sentra
penghasil kopi.
Sekitar tahun 1980-an terjadi penurunan harga kopi yang sangat
drastis di pasaran.
Anjloknya harga kopi tersebut membuat para petani di desa
tersebut memikirkan
untuk menanam tanaman komoditi lainnya yang lebih menjanjikan.
Di satu sisi
kalau mereka menanam tanaman lain belum tahu juga apakah
hasilnya akan lebih
baik, karena mereka tahu bahwa tanaman cengkeh adalah merupakan
tanaman
yang paling subur tumbuh di daerahnya. Akan tetapi petani malas
untuk memetik
bunga cengkehnya itu disebabkan karena kekawatiran setelah
bersusah-susah
memanjat pohot dan membayar ongkos petik, setelah dijual
harganya tak
sebanding dengan ongkos produksinya.
Tanaman cengkeh sebenarnya telah berkembang di Desa Asah
Duren
Kabupaten Jembrana dan telah menjadi pilihan untuk dikembangkan
di Desa
Bengkel. Hal ini disebabkan harga komoditi ini sangat
menjanjikan. Banyak para
petani yang mencari bibit tanaman cengkeh ke Desa Asah Duren.
Pada tahun 1981
sampai dengan 1985 terjadi perabasan pohon kopi secara
besar-besaran dan
diganti dengan tanaman cengkeh. Sepuluh tahun kemudian, yaitu
sekitar tahun
1991 petani cengkeh di Desa Bengkel menikmati jerih payahnya
sekitar tujuh
sampai sepuluh tahun telah bercocok tanam cengkeh. Akan tetapi,
kegembiraan
-
52
yang dialami oleh petani cengkeh di desa tersebut tidak
berlangsung lama, oleh
karena terjadi penurunan harga jual yang sangat drastis seiring
dengan kebijakan
Badan Penyangga Penjualan Cengkeh (BPPC) memonopoli pembelian
cengkeh
petani. Harga jual cengkeh menjadi sangat murah, yaitu dari
harga jual rata-rata
Rp 15.000,- sampai dengan Rp 25.000,- anjlok sampai Rp 3000,-
per kilo
gramnya.
Anjloknya harga cengkeh tersebut membuat petani menjadi
frustrasi.
Mereka membiarkan pohon cengkehnya tanpa perawatan, seperti
pembersihan
ladang, pemupukan, dan penyiraman. Hal ini terjadi oleh karena
harga cengkeh
yang sangat rendah dan tidak sepadan dengan biaya produksinya.
Tanaman
cengkeh tumbuh dengan tanpa perawatan dari petani menyebabkan
tanaman
cengkeh menjadi tidak subur. Setelah bergulirnya reformasi dan
sampai pada
pembubaran BPPC harga jual cengkeh di pasaran berangsur-angsur
menjadi baik
kembali. Petani cengkeh kembali bergairah untuk merawat tanaman
cengkehnya
yang sebelumnya ditinggalkan begitu saja. Para petani tersebut
rata-rata memiliki
lahan seluas 15 sampai dengan 30 are dengan jumlah tanaman
cengkeh sebanyak
25 sampai dengan 50 buah pohon cengkeh. Dari jumlah ini para
petani rata-rata
pertahunnya memanen cengkeh sebanyak 250 kg sampai dengan 500 kg
cengkeh
kering. Sampai dengan bulan Agustus 2010 harga cengkeh kering
per
kilogramnya adalah rata-rata Rp 50.000,-
-
53
Gambar 4.3 Seorang petani menjemur cengkeh
(Dokumen Mareni, 2010)
4.6 Profil Tengkulak
Kehidupan masyarakat Desa Bengkel yang heteregen, yaitu
selain
sebagian besar yang bermatapencaharian sebagai petani juga ada
yang sebagai
pegawai baik negeri maupun swasta, tukang, bekerja pada jasa
angkutan, dan
pedagang atau saudagar. Masyarakat yang berprofesi sebagai
pedagang dapat
dikelompokkan ke dalam yang berskala kecil dan menegah
berdasarkan modal
yang dimiliki. Profesi saudagar dituntut untuk memiliki jumlah
modal yang besar,
oleh karena saudagar ini yang akan membeli hasil panen cengkeh
dari para petani
di desa Bengkel. Saudagar ini mendapatkan modalnya dari luas
lahan kebun
cengkeh yang di atas rata-rata dimiliki petani pada umumnya. Di
samping
memiliki modal yang besar saudagar ini juga memiliki akses
dengan para
pengepul yang ada di kota Singaraja.
-
54
Saudagar ini kemudian disebut tengkulak dalam penelitian ini,
oleh karena
mereka tidak hanya membeli hasil panen cengkeh dari petani juga
berperan
sebagai rentenir. Masa panen cengkeh yang cukup lama, yaitu
sekali dalam
setahun menyebabkan para petani kekurangan modal untuk biaya
pemeliharaan
cengkeh seperti membeli pupuk dan obat-obatan untuk hama pohon
cengkeh,
biaya buruh pemetik dan mikpik (memisahkan bunga dari tangkai),
serta untuk
kebutuhan keluarga baik konsumsi, pendidikan, maupun upacara
adat. Di sinilah
tengkulak berperan untuk meminjamkan uang kepada petani dengan
bunga yang
tinggi. Pada saat petani menjual hasil panen cengkehnya, maka
harga akan
dipermainkan oleh tengkulak tersebut di samping terjadi
pemotongan harga dari
akumulasi bunga pinjaman. Para saudagar juga tidak mau rugi,
walaupun tahu
pada saat panen rugi petani cengkeh tidak harus membayar hutang,
akan tetapi
tengkulak berpikirnya apabila tidak dibayarkan hutangnya akan
kembali
bertambah. Pihak petani juga berpikir kalau tidak dibayar pada
saat menghasilkan
panen, akan tidak bisa membayar kembali karena kesempatan untuk
membayar
hutang adalah pada saat panen cengkeh. Petani cengkeh juga
merasa sangat
kesulitan untuk menutupi hutang yang sudah berulang-ulang
dilakukan, akan
tetapi mereka tidak punya penghasilan lain selain berkebun
cengkeh. Mau tidak
mau petani cengkeh harus membayar hutangnya walaupun
penghasilannya tidak
cukup untuk membayar hutang. Karena saudagar tidak mau
memberikan
keringanan untuk menunda pembayaran hutangnya, di samping hutang
akan
semakin banyak juga kemungkinan hutang tidak dibayar. Karena
bagaimanapun
juga petani masih mengharapkan pinjaman lagi kalau biaya untuk
produksi
-
55
cengkehnya kurang. Dan tempat untuk memperoleh pinjaman itu
adalah pada
tengkulak. Keberadaan tengkulak sedikitnya dapat meringankan
beban petani
yang membutuhkan modal cepat dan mudah karena tanpa membutuhkan
waktu
yang lama, walaupun petani sadar dengan meminjam uang kepada
tengkulak
sudah pasti bunganya juga tinggi.
Gambar 4.4 Profil saudagar cengkeh
(Dokumen Mareni, 2010)