Top Banner
LAPORAN INDIVIDU STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HEMODIALISA DENGAN CKD DI INSTALASI HD RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA DISUSUN OLEH RATNA KUSUMAWATI NIM: 06/194808/EIK/0529 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UGM YOGYAKARTA 2008
24

He Modi Alisa

Oct 06, 2015

Download

Documents

Asma Wati

ggk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

HEMODIALISA

LAPORAN INDIVIDU

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HEMODIALISA

DENGAN CKD DI INSTALASI HD

RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

DISUSUN OLEH

RATNA KUSUMAWATI

NIM: 06/194808/EIK/0529

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UGM

YOGYAKARTA

2008HEMODIALISAA. DEFINISI

Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermeabel.

Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain.

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.

Sistem ginjal buatan:

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).

3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

B. INDIKASI

1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:

a. Hiperkalemia

b. Asidosis

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah

e. Kelebihan cairan

f. Mual dan muntah hebat

C. PERALATAN

1. Dialiser atau Ginjal Buatan

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).

2. Dialisat atau Cairan dialysis

Dialisat atau bath adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.

3. Sistem Pemberian Dialisat

Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

4. Asesori Peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.

5. Komponen manusia

6. Pengkajian dan penatalaksanaanD. PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisa

a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa

b. Kran air dibuka

c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan

d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak

e. Hidupkan mesin

f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit

g. Matikan mesin hemodialisis

h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat

i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis

j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

2. Menyiapkan sirkulasi darah

a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya

b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) di bawah.

c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung insetdari dializer.

d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung out set dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..

e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc

f. Hubungkan set infus ke slang arteri

g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.

h. Memutarkan letak dializer dengan posisi inset di bawah dan out set di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.

i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin

j. Buka klem dari infus set ABL, VBL

k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.

l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai cairan

m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).

n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.

o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru

p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.

q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.

r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana inlet di atas dan outlet di bawah.

s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

3. Persiapan pasien

a. Menimbang berat badan

b. Mengatur posisi pasien

c. Observasi keadaan umum

d. Observasi tanda-tanda vital

e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:

1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino

2) Dengan external A-V shunt / schungula

3) Tanpa 1 2 (vena pulmonalis)

F. Intrepretasi Hasil

Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

G. Komplikasi

1. Ketidakseimbangan cairan

a. Hipervolemia

b. Ultrafiltrasi

c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)

d. Hipovolemia

e. Hipotensi

f. Hipertensi

g. Sindrom disequilibrium dialysis

2. Ketidakseimbangan Elektrolit

a. Natrium serum

b. Kalium

c. Bikarbonat

d. Kalsium

e. Fosfor

f. Magnesium

3. Infeksi

4. Perdarahan dan Heparinisasi

5. Troubleshooting

a. Masalah-masalah peralatan

b. Aliran dialisat

c. Konsentrat Dialisat

d. Suhu

e. Aliran Darah

f. Kebocoran Darah

g. Emboli Udara

6. Akses ke sirkulasi

a. Fistula Arteriovenosa

b. Ototandur

c. Tandur Sintetik

d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

H. Diagnosa Keperawatan klien HD = CKD hal. 21

1. Pola nafas tidak efektif b.d:Edema paru, asidosis metabolik, Hb 7 gr/dl, Pneumonitis, perikarditis2. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler3. Kelebihan volume cairan b.d: penurunan haluaran urine diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d: anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet, perubahan membrane mukosa oral5. Intoleransi aktivitas b.d.: Keletihan, anemia, retensi produk sampah, prosedur dialisis6. Harga diri rendah b.d: ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual7. Resiko infeksi b.d prosedur infasif berulang

G. Rencana Keperawatan

NoDiagnosa kep./ masalah kolaborasiRencana keperawatan

Tujuan & criteria hasilIntervensi Rasional

1Pola nafas tidak efektif b.d:

Edema paru

Asidosis metabolic

Hb 7 gr/dl

Pneumonitis

perikarditisPola nafas efektif setelah dilakukan tindakan HD 4-5 jam, dengan criteria:

nafas 16-28 x/m

edema paru hilang

tidak sianosis1. Kaji penyebab nafas tidak efektif

2. Kaji respirasi & nadi

3. Berikan posisi semi fowler4. Ajarkan cara nafas yang efektif

5. Berikan O26. Lakukan SU pada saat HD7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah

8. Kolaborasi pemberian antibiotic

9. Kolaborasi foto torak10. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya

11. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya Untuk menentukan tindakan yang harus segera dilakukan

Menentukan tindakan

Melapangkan dada klien sehingga nafas lebih longgar

Hemat energi sehingga nafas tidak semakin berat

Hb rendah, edema, paru pneumonitis, asidosis, perikarditis menyebabkan suplai O2 ke jaringan 10mg%.

6). Terapi hIperfosfatemia.

7). Terapi keadaan asidosis metabolik.

8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c. Terapi alleviative gejala asotemia

1). Pembatasan konsumsi protein hewani.

2). Terapi keluhan gatal-gatal.

3). Terapi keluhan gastrointestinal.

4). Terapi keluhan neuromuskuler.

5). Terapi keluhan tulang dan sendi.

6). Terapi anemia.

7). Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ ( hiperkalemia ) :

1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1). Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB.

2). Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

3). Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a). HCT < atau sama dengan 20 %

b). Hb < atau sama dengan 7 mg5

c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a). Hemosiderosis

b). Supresi sumsum tulang

c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1). Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a). Bersifat subyektif

b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

d). Pemberian obat

Diphenhidramine 25-50 P.O

Hidroxyzine 10 mg P.O

2). Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

d. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

1). HD reguler.

2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3). Operasi sub total paratiroidektomi.

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :

1). Restriksi garam dapur.

2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3). Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi :

a. Dialisis yang meliputi :

1). Hemodialisa

2). Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan ( DPMB ).

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.DAFTAR PUSTAKABarbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA

Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.

Hundak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC.